25
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar (SD) Negeri Pasanggrahan 2 Kabupaten Purwakarta Kecamatan Tegalwaru.Pemilihan sampel sekolah ini dilakukan berdasarkan rujukan dari BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Nurani Dunia dengan kriteria sekolah yang berhak mendapatkan zakat.Lokasi sekolah yang jauh dari lingkungan tempat tinggal dan keterbatasan akses transportasi juga menjadi salah satu alasan pemilihan sampel. Sekolah Dasar Negeri Pasanggrahan 2 berdiri dan mulai beroperasi sejak tahun 1974 terletak di Kampung Cilanggohar Desa Pasanggrahan Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat. Sekolah ini mendapatkan jenjang akreditas C. Kegiatan belajar mengajar (KBM) di SDN Pasanggrahan 2 berlangsung dari hari senin hingga jumat dengan jam belajar berkisar antara 4 hingga 6 jam. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas 1 sampai kelas 3 pada hari Senin sampai Kamis dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 11.00 WIB, sedangkan pada hari Jumat dimulai pukul 07.15 hingga pukul 10.00. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas 4 sampai kelas 6 pada hari Senin sampai Kamis dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 13.00 WIB. Pada hari Jumat kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 10.30 WIB. Sumber daya manusia yang dimiliki oleh SDN Pasanggrahan 2 berjumlah sembilan orang, yang terdiri dari dua orang guru tetap dan tujuh orang tenaga pengajar tidak tetap. Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah yaitu tujuh unit ruang kelas, satu unit ruang kantor, lapangan olahraga, satu unit kamar mandi, dan tempat mencuci tangan. Fasilitas yang terdapat di dalam kelas yaitu meja dan kursi yang disesuaikan dengan jumlah contoh tiap kelas, 1 buah meja dan kursi guru, 1 buah whiteboarddan papan tulis, 1 buah papan absensi contoh, 1 buah jam dinding, dan tempat sampah di depan ruang kelas. Sekolah ini mempunyai kegiatan ekstrakulikuler yaitu pramuka dan voley ball, Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Senin, Selasa, dan Sabtu seminggu sekali di luar jam pelajaran sekolah.
26
Karakteristik Contoh Pada penelitian ini, sampel berjumlah 53 contoh yang terdiri dari contoh kelas 4 sebanyak 27 contoh dan kelas 5 sebanyak 26 contoh. Gambaran umum contoh dalam penelitian ini, dapat dilihat dari sebaran jenis kelamin, umur, dan uang saku. Jenis Kelamin Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, dari keseluruhan contoh proporsi antara laki-laki dan perempuan dari jumlah sampel sebesar 47%contoh berjenis kelamin perempuan dan sebagian besar contoh(53%) berjenis kelamin laki-laki. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.
Laki-laki Perempuan
47% 53%
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Usia Usia contoh pada penelitian ini berkisar antara 8-12 tahun. Umur 9 sampai 12 tahun contohmerupakan masa kelas akhir di SD. Pada masa ini contoh memiliki kemampuan konkrit operasional yang mampu untuk berpikir secara sistematik terhadap objek konkrit.Mereka juga sudah dapat mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan (Hurlock1997).Pada umur tersebut contoh memiliki pengetahuan gizi yang cukupsehingga diharapkan dapat memilih makanan yang tepat.Sebaran umur contoh dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini. 2% 8thn
21% 11% 34%
32%
9thn 10thn 11thn 12thn
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan usia
27
Secara keseluruhan rata-rata usia contoh adalah 10.2 ± 1.2
tahun
dengan kisaran 8 – 12 tahun. Pada penelitian ini contoh yang berusia 10 tahun jumlahnya paling banyak (34%), sedangkan sisanya berusia 9 tahun (32%), 12 tahun (21%), 11 tahun (11%), dan usia 8 tahun (2%). Berikut merupakan Tabel 10 yang menyajikan sebaran contoh menurut jenis kelamin berdasarkan usia. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia Usia Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
8 tahun
9 tahun
10 tahun
n 0 1 1
n 8 9 17
n 6 12 18
% 0.0 1,9 1.9
% 15.1 17.0 32.1
% 11.3 22.6 33.9
11 tahun n % 3 5.7 3 5.7 6 11.4
Total
12 tahun n 11 0 11
% 20.8 0.0 20.8
n 28 25 53
% 52.8 47.2 100.0
Sebagian besar contoh berusia 10 tahun (22.6%) adalah contoh perempuan sedangkan contoh berusia 12 tahun seluruhnya (20.8%) adalah contoh laki-laki. Contoh berusia 9 tahun paling banyak adalah contoh perempuan (17.0%), sedangkan pada contoh berusia 11 tahun jumlah laki-laki dan perempuannya sama besar (5.7%), dan untuk contoh usia 8 tahun hanya terdapat pada contoh perempuan (1.9%). Uang Saku Anak usia sekolah biasanya diberi uang saku oleh orang tuanya baik anak dari keluarga berpendapatan tinggi maupun keluarga berpendapatan rendah. Pada penelitian ini, rata-rata uang saku contoh adalah Rp 1839,62 ± 908.16dengan kisaran Rp 1.000 – 5.000. Secara keseluruhan terdapat 38% contoh yang mendapat uang saku Rp 1.000 dan 4% contoh yang mendapat uang saku Rp 1.500. Persentase uang saku contoh paling banyak adalah Rp 2000 (39%).Pada penelitian ini hampir semua contoh mengalokasikan uang saku mereka untuk keperluan jajan.Sebaran contoh berdasarkan uang saku disajikan dalam Gambar 4 berikut. 4% 6%
1000
9% 38%
1500 2000 2500 3000
39% 4%
Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan uang saku
5000
28
Status Gizi Status gizi contoh dihitung menggunakan analisis z-score.WHO (World Health Organization) merekomendasikan penggunaan analisis z-scoreuntuk mengukur status gizi anak pada negara berkembang.Analisis z-score dapat dihitung
secara
akurat
dengan
menggunakan
batas
bawah
dari
data
referensi(Gibson 2005). Perhitungan z-score dibantu dengan software anthroplus 2007 yang dikeluarkan WHO 2007.Indikator yang digunakan yaitu IMT (Indeks Massa Tubuh) dari hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan berdasarkan umur (IMT/U) untuk penentuan status gizi pada masa kini.Hal tersebut dikarenakan anak berusia diatas 10 tahun tidak hanya mengalami pertambahan berat badan tanpa lemak tetapi juga masa tubuh yang lainnya seperti lemak (WHO 2007).
11% 36%
normal 53%
kurus kurus sekali
Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Berdasarkan Gambar 5 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh berstatus gizi normal sebesar 53.0% dengan rata-rata z-score IMT/U -1.83 ± 1.17, nilai minimum z-score -3.86 dan nilai maksimum 1.31. Pada sampel penelitian masih ditemui masalah gizi pada contoh yaitu kurus (36%), dan sangat kurus (11%). Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi status gizi menurut hasil Laporan Riskesdas 2010 di Jawa Barat, pada anak usia6-12 tahun prevalensi anakdengan status gizi sangat kurus yaitu sebanyak 3.5% dan 6.7% kurus. Menurut WHO (2007), permasalahan kesehatan masyarakat dapat dilihat berdasarkan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang dengan 4 kriteria yaitu rendah (<10%),
sedang
(10-19.9%),
tinggi
(20-29.9%)
dan
sangat
tinggi
(>30%).Permasalah kesehatan masyarakat berdasarkan status gizi kurus dan kurus sekali pada penelitian ini yaitu 36% dan 11% tergolong tinggi. Status gizi yang kurang optimal akan menimbulkan berbagai permasalahan pada anak, terutama anak usia sekolah.Anak usia sekolah dengan status gizi yang baik
29
dapat menunjang perkembangan dan pertumbuhannya dalam kegiatan belajar juga beraktifitas fisik secara optimal. Arisman (2004) juga mengemukakan, bahwa masyarakat yang keadaan gizinya baik adalah masyarakat yang terbebas dari masalah gizi.Masalah gizi tersebut, baik masalah gizi kurang dan gizi lebih.Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian dari seluruh jumlah contoh mempunyai masalah gizi.Berikut adalah Tabel 11 sebaran contoh berdasarkan status gizinya. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status Gizi Karakteristik Contoh Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total
Total
Kurus Sekali n %
n
%
n
%
n
%
3 3 6
5.7 5.7 11.3
14 5 19
26.4 9.4 35.8
11 17 28
20.8 32.1 52.8
28 25 53
52.8 47.2 100.0
0.711
0 2 2 0 2 6
0.0 3.8 3.8 0.0 3.8 11.3
0 7 8 2 2 19
0.0 13.2 15.1 3.8 3.8 35.8
1 8 8 4 7 28
1.9 15.1 15.1 7.5 13.2 52.8
1 17 18 6 11 53
1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0
0.938
2 0 3 1 0 0 6
3.8 0.0 5.7 1.9 0.0 0.0 11.3
8 1 8 1 0 1 19
15.1 1.9 15.1 1.9 0.0 1.9 35.8
10 1 10 1 5 1 28
18.9 1.9 18.9 1.9 9.4 1.9 52.8
20 2 21 3 5 2 53
37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0
0.617
Kurus
Normal
P
Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada berbedaan yang nyata antara status gizi laki-laki dan perempuan (p>0.05). Pada penelitian sebelumnya, kecenderungan bahwa laki-laki memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kurang gizi (underweight) dibandingkan perempuan terlihat pada penelitian, Soekirman et al. (2002)dan Kustiyahet al. (2006).Hasil penelitian Soekirman et al. (2002) di wilayah Jakarta Barat dan Bogor memperlihatkan bahwa 15,0% anak laki-laki dan 8,3% anak perempuan mengalami underweight.Pada penelitian Kustiyah (2005) yang melibatkan 184 siswa SD di Bogor, prevalensi underweight pada contoh perempuan (25,4%) lebih rendah daripada laki-laki (31,7%). Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa umur siswa 9-10 tahun sebagian besar siswa (15.1%)dengan status gizi normal, dan sebesar 15.1% siswa yang berumur 10 tahun dengan status gizi kurus. Hasil uji beda
30
menyatakan tidak ada perbedaan yang nyata usia contoh antara kelompok status gizi kurus dan status gizi normal (p>0.05). Sebagian besar (5.7%) pada kelompok status gizi kurus sekali mempunyai uang saku sebesar Rp 2000 dan sebesar 18.9% pada kelompok status gizi normal mempunyai uang saku sebesar Rp 1000 dan Rp 1500. Hasil uji beda menyatakan bahwa tidak ada perbedaan besar uang saku antara kelompok status gizi kurus dan status gizi normal (p>0.05). Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian,mingguan atau bulanan (Napitu 1994).Besar uang saku anak merupakan salah satu indikator sosial ekonomi keluarga.Semakin besar uang saku, maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan baik di kantin maupun diluar sekolah (Andarwulan et al2008). Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Tingkat Kecukupan Energi Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik.Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004). Asupan energi contoh diperoleh melalui metode recall 2x24 jam yaitu pada saat hari sekolah dan hari libur. Tujuan dari penggunaan metode recall 2x24 jam agar dapat menghasilkan gambaran mengenai asupan zat gizi contoh yang lebih optimal. Asupan energi contoh rata-rata adalah 1077 kkal dengan kisaran 715 – 1592 kkal.Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi yang disajikan dalam Gambar 6. 41,5 26,4
Laki-Laki 11,3
defisit berat
5,7
defisit sedang
0,0
7,5
defisit ringan
0,0
7,5
Perempuan
normal
Gambar 6 Sebaran tingkat kecukupan energi menurut jenis kelamin contoh (%)
31
Tingkat kecukupan energi rata-rata contoh keseluruhan termasuk dalam kategori defisit tingkat berat (67.9%).Sebagian besar contoh berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat kecukupan energi tergolong defisit berat (41.5%) dan defisit sedang (11.3%).Rata-rata sampel perempuan (7.5%) memiliki tingkat kecukupan energi tergolong defisit ringan dan normal. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara contoh yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan berdasarkan tingkat kecukupan energinya. Berikut Tabel 12 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total
Defisit Berat n %
Tingkat Kecukupan Energi Defisit Defisit Normal Sedang Ringan n % n % n %
Total n
%
P
1 15 9 4 7 36
1.9 28.3 17.0 7.5 13.2 67.9
0 0 4 1 4 9
0.0 0.0 7.5 1.9 7.5 17.0
0 1 3 0 0 4
0.0 1.9 5.7 0.0 0.0 7.5
0 1 2 1 0 4
0.0 1.9 3.8 1.9 0.0 7.5
1 17 18 6 11 53
1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0
0.211
12 2 15 2 3 2 36
22.6 3.8 28.3 3.8 5.7 3.8 67.9
2 0 4 1 2 0 9
3.8 0.0 7.5 1.9 3.8 0.0 17.0
2 0 2 0 0 0 4
3.8 0.0 3.8 0.0 0.0 0.0 7.5
4 0 0 0 0 0 4
7.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 7.5
20 2 21 3 5 2 53
37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0
0.588
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa 1.9% contoh berusia 9 tahun memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit ringan, sedangkan sebagian besar (3.8%) contoh yang berusia 10 tahun tingkat kecukupan energinya tergolong normal. Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara usia contoh dengan tingkat kecukupan energinya. Contoh yang memiliki uang saku sebesar Rp 1.000 memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong normal (7.5%). Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara uang saku contoh dengan tingkat kecukupan energi contoh. Uang saku dapat menjadi indikator sosial ekonomi contoh untuk memenuhi konsumsi energi harian contoh. Konsumsi tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan energi contoh. Hasil penelitian yang menunjukkan sedikitnya contoh memiliki tingkat kecukupan energi tergolong normal sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jumirah
32
(2008) pada anak SD di Medan yang menunjukkan tingkat kecukupan energi kurang dan defisit sebanyak 43.3%. Tingkat Kecukupan Protein Menurut Almatsier (2004), protein berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan,
pembentukan
ikatan-ikatan
esensial
tubuh,
mengatur
keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, mengangkat zat-zat gizi, dan pembentukan antibodi. Gambar 7 merupakan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein. 18,9 15,1 9,4 5,7 1,9 defisit berat
15,1
13,2
defisit sedang
13,2
7,5
Laki-Laki Perempuan
0,0 defisit ringan
normal
lebih
Gambar 7 Sebaran tingkat kecukupan protein menurut jenis kelamin contoh (%) Secara keseluruhan rata-rata asupan protein contoh adalah 47.0 g dengan kisaran 18.2 – 251.2 g. Sebanyak 34% contoh memililki tingkat kecukupan protein tergolong defisit berat, 7.5% contoh tergolong defisit sedang, 9.4% defisit ringan, dan 20.8% tergolong normal, sedangkan sisanya tergolong lebih (28.3%). Rata-rata tingkat kecukupan protein contoh keseluruhan adalah 132.1%.Pada penelitian ini, contoh yang berjenis kelamin laki-laki rata-rata memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal (13.2%) dan defisit sedang (5.7%).Contoh yang berjenis kelamin perempuan menunjukkan tingkat kecukupan protein yang tergolong defisit ringan (9.4%). Hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan hasil penelitian Jumirah et al (2008), mengenai status gizi, tingkat kecukupan energi, dan protein anak sekolah di Medan yang menunjukkan anak berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong kurang dan defisit dibandingkan dengan contoh perempuan. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara contoh berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan kategori tingkat kecukupan protein. Berikut Tabel 13 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein.
33
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total
Defisit Berat n %
Tingkat Kecukupan Protein Defisit Defisit Normal Sedang Ringan n % n % n %
n
%
n
%
0 6 5 2 5 18
0.0 11.3 9.4 3.8 9.4 34.0
0 1 3 0 0 4
0.0 1.9 5.7 0.0 0.0 7.5
0 1 2 2 0 5
0.0 1.9 3.8 3.8 0.0 9.4
0 6 3 1 1 11
0.0 11.3 5.7 1.9 1.9 20.8
1 3 5 1 5 15
1.9 5.7 9.4 1.9 9.4 28.3
1 17 18 6 11 53
1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0
0.167
6 1 7 0 3 1 18
11.3 1.9 13.2 0.0 5.7 1.9 34.0
2 0 2 0 0 0 4
3.8 0.0 3.8 0.0 0.0 0.0 7.5
2 0 3 0 0 0 5
3.8 0.0 5.7 0.0 0.0 0.0 9.4
4 1 3 1 1 1 11
7.5 1.9 5.7 1.9 1.9 1.9 20.8
6 0 6 2 1 0 15
11.3 0.0 11.3 3.8 1.9 0.0 28.3
20 2 21 3 5 2 53
37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0
0.602
Total
Lebih
P
Contoh yang memiliki tingkat kecukupan protein tergolong normal paling banyak dimiliki oleh contoh yang berusia 9 tahun (11.3%). Sedangkan contoh dengan tingkat kecukupan protein yang tergolong lebih paling banyak terdapat pada usia 10 tahun (9.4%) dan 12 tahun (9.4%). Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara usia contoh dengan tingkat kecukupan proteinnya. Berdasarkan tabel di atas contoh yang memiliki uang saku Rp 1.000 memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal (7.5%) dan lebih (11.3%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara besar uang saku contoh dengan tingkat kecukupan protein contoh. Tingkat Kecukupan Vitamin A Vitamin A yang berperan dalam proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung(Almatsier 2004).Daging, unggas, ikan dan telur mengandung vitamin A dalam jumlah yang lumayan.Sedangkan bahan-bahan nabati seperti buah-buahan (orange), seperti sayuran berdaun hijau, akar dan umbi-umbian (seperti wortel dan ubi jalar merah) serta minyak sawit merah mengandung vitamin A dalam bentuk prekursor atau karotenoid provitamin A (Muhilal & Sulaeman 2004). Pada penelitian ini contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong cukup sebanyak 98.1%, sedangkan sisanya (1.9%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang kurang. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A contoh secara keseluruhan adalah 210.5% dengan kisaran 76.9% – 447.5%.Rata-rata asupan vitamin A contoh secara keseluruhan adalah 981.5 RE dengan kisaran
34
384.7 – 2237.5 RE.Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A yang disajikan dalam Gambar 8. 52,8
45,3 Laki-Laki Perempuan
1,9
0,0 kurang
cukup
Gambar 8 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A menurut jenis kelamin contoh (%)
Pada penelitian ini, hanya terdapat satu orang contoh berjenis kelamin perempuan yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong kurang. Seluruh contoh yang berjenis kelamin laki-laki (52.8%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong cukup dan hanya 1.9% contoh berjenis kelamin perempuan yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong kurang. Berikut Tabel 14 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total
Tingkat Kecukupan Vitamin A Kurang Cukup Total n % n % n %
P
0 0 1 0 0 1
0.0 0.0 1.9 0.0 0.0 1.9
1 17 17 6 11 52
1.9 32.1 32.1 11.3 20.8 98.1
1 17 18 6 11 53
1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0
0.315
0 0 1 0 0 0 1
0.0 0.0 1.9 0.0 0.0 0.0 1.9
20 2 20 3 5 2 52
37.7 3.8 37.7 5.7 9.4 3.8 98.1
20 2 21 3 5 2 53
37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0
0.861
Contoh dengan usia 9 dan 10tahun memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong cukup (32.1%) dan hanya 1 orang contoh (1.9%) yang berusia 10 tahun dengan tingkat kecukupan vitamin A tergolong kurang. Berdasarkan besar uang saku contoh, sebanyak 37.7% contoh dengan uang saku sebesar Rp 1.000 dan Rp 2.000 memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong cukup. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara jenis kelamin dengan tingkat kecukupan vitamin A, usia contoh dengan tingkat kecukupan vitamin A, dan besar uang saku contoh dengan tingkat kecukupan vitamin A.
35
Tingkat Kecukupan Vitamin B1 Nama lain vitamin B1 adalah tiamin. Tiamin merupakan koenzim yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat (Almatsier 2004).Tiamin terdapat pada seluruh jaringan tubuh, tapi tidak terdapat cadangan tiamin, sehingga asupan sehari-hari sangat penting untuk mencukupi kebutuhan tubuh.Jumlah tiamin yang dianjurkan dalam kebutuhan harus berdasarkan pada jumlah karbohidrat dalam makanan (Setiawan & Rahayuningsih 2004).Gambar 9 merupakan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1. 50,9
43,4 Laki-Laki Perempuan 3,8
1,9 kurang
cukup
Gambar 9 Sebaran tingkat kecukupan vitamin B1 menurut jenis kelamin contoh (%)
Sebanyak 94.3% contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 tergolong kurang dan hanya 5.7% contoh yang tergolong cukup.Rata-rata konsumsi vitamin B1 contoh secara keseluruhan adalah 64.4%.Sebagian besar contoh (50.9%) berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong kurang.Sedangkan
sebanyak
3.8%
contoh
perempuan
memiliki
tingkat
kecukupan vitamin B1 tergolong cukup.Berikut Tabel 15 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1 Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total
Tingkat Kecukupan Vitamin B1 Kurang Cukup Total n % n % n %
P
1 16 16 6 11 50
1.9 30.2 30.2 11.3 20.8 94.3
0 1 2 0 0 3
0.0 1.9 3.8 0.0 0.0 5.7
1 17 18 6 11 53
1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0
0.686
20 2 18 3 5 2 50
37.7 3.8 34.0 5.7 9.4 3.8 94.3
0 0 3 0 0 0 3
0.0 0.0 5.7 0.0 0.0 0.0 5.7
20 2 21 3 5 2 53
37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0
0.063
Berdasarkan tabel di atas, seluruh contoh yang berusia 8, 11, dan 12 tahun memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong kurang (1.9%,
36
11.3%, dan 20.8%). Sebanyak 3.8% contoh yang berusia 10 tahun memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 tergolong cukup.Contoh dengan uang saku Rp 2.000 memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong cukup sebanyak 5.7%. Berdasarkan hasil uji beda tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara usia contoh dengan tingkat kecukupan vitamin B1. Sedangkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin contoh dengan tingkat kecukupan vitamin B1 dan besar uang saku contoh dengan tingkat kecukupan vitamin B1.Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian,mingguan atau bulanan (Napitu 1994).Semakin besar uang saku maka semakin besar peluan contoh untuk meningkatkan konsumsi pangannya. Tingkat Kecukupan Vitamin C Vitamin C dikenal sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting, mulai dari pembuatan kolagen, pegangkut lemak, pengangkut elektron dari berbagai reaksi enzimatik, pemacu gusi yang sehat, pengatur tingkat kolesterol, serta pemacu imunitas. Sumber terbesar vitamin C adalah buah-buahan yang masih segar maupun yang sudah berupa minuman sari buah (Khomsan 2002). Gambar 10 merupakan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C. 41,5
41,5
Laki-Laki 11,3
kurang
5,7
Perempuan
cukup
Gambar 10 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C menurut jenis kelamin contoh (%)
Rata-rata asupan vitamin C contoh secara keseluruhan adalah 25.8 mg dengan kisaran 0.0 mg – 145.2 mg. Pada penelitian ini hanya terdapat 17% contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong cukup, sisanya sebanyak 83% contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang. Terdapat 41.5 % contoh laki-laki dan 41.5% contoh perempuan yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang.Contoh berjenis kelamin laki-laki yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong cukup adalah 11.3% lebih
37
banyak dibandingkan contoh perempuan.Berikut Tabel 16 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total
Tingkat Kecukupan Vitamin C Kurang Cukup Total n % n % n %
P
1 16 14 5 8 44
1.9 30.2 26.4 9.4 15.1 83.0
0 1 4 1 3 9
0.0 1.9 7.5 1.9 5.7 17.0
1 17 18 6 11 53
1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0
0.024
19 2 16 1 4 2 44
35.8 3.8 30.2 1.9 7.5 3.8 83.0
1 0 5 2 1 0 9
1.9 0.0 9.4 3.8 1.9 0.0 17.0
20 2 21 3 5 2 53
37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0
0.144
Berdasarkan Tabel 16, contoh dengan usia 8 tahun memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang. Sedangkan contoh yang berusia 10 dan 12 tahun memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang tergolong cukup (7.5% dan 5.7%).Sebagian besar (39.6%) contoh dengan uang saku sebesar Rp 2.000 memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang tergolong cukup. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin contoh dengan tingkat kecukupan vitamin C. Contoh berjenis kelamin laki-laki lebih banyak mengkonsumsi pangan sumber vitamin C dibandingkan contoh perempuan, sehingga tingkat kecukupannya tercukupi. Berdasarkan hasil uji beda ada perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara usia contoh dengan tingkat kecukupan vitamin C. Sedangkan hasil uji beda menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara besar uang saku contoh dengan tingkat kecukupan vitamin C contoh. Tingkat Kecukupan Zat Besi Zat Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3 – 5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi yang disajikan dalam Gambar 11.
38
35,8
34,0
17,0
kurang
Laki-Laki
13,2
Perempuan
cukup
Gambar 11 Sebaran tingkat kecukupan zat besi menurut jenis kelamin contoh (%)
Secara keseluruhan terdapat 30.2% contoh yang memiliki tingkat kecukupan zat besi tergolong cukup sedangkan sisanya (69.8%) memiliki tingkat kecukupan zat besi tergolong kurang.Rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh adalah 99.6% dengan kisaran.Pada penelitian ini terdapat 17.0% contoh berjenis kelamin laki-laki yang memiliki tingkat kecukupan zat besi yang tergolong cukup.Berikut Tabel 17 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total
Tingkat Kecukupan Zat Besi Kurang Cukup Total n % n % n %
P
0 8 17 5 7 37
0.0 15.1 32.1 9.4 13.2 69.8
1 9 1 1 4 16
1.9 17.0 1.9 1.9 7.5 30.2
1 17 18 6 11 53
1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0
0.350
14 2 16 1 3 1 37
26.4 3.8 30.2 1.9 5.7 1.9 69.8
6 0 5 2 2 1 16
11.3 0.0 9.4 3.8 3.8 1.9 30.2
20 2 21 3 5 2 53
37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0
0.459
Berdasarkan usia contoh, sebagian besar (17.0%) contoh yang berusia 9 tahun memiliki tingkat kecukupan zat besi yang tergolong cukup. Contoh dengan uang saku Rp 1.500 memiliki tingkat kecukupan zat besi yang tergolong kurang (3.8%). Sedangkan contoh dengan uang saku Rp 1.000 memiliki tingkat kecukupan zat besi tergolong cukup (11.3%).Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) antara usia dan uang saku contoh dengan tingkat kecukupan zat besi. Berdasarkan hasil uji beda ada perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin contoh dengan tingkat kecukupan zat besinya.
39
Tingkat Kecukupan Kalsium Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan sentral dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi.Hanya sedikit sekali (1%) berada dalam jaringan lunak, cairan ekstra sel dan plasma yang diperlukan dalam banyak peran metabolisme dan pengaturan.Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium yang disajikan dalam Gambar 12. 49,1
45,3 Laki-Laki Perempuan 3,8
kurang
1,9 cukup
Gambar 12 Sebaran tingkat kecukupan kalsium menurut jenis kelamin contoh (%)
Pada penelitian ini contoh yang memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong cukup hanya sebesar 5.7% dan sisanya (94.3%) tergolong kurang.Rata-rata tingkat kecukupan kalsium contoh adalah 33.7% dengan kisaran 6.7% - 99.4%.Sebanyak 3.8% contoh berjenis kelamin laki-laki dan 1.9% contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan kalsium yang tergolong cukup.Berikut Tabel 18 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total
Tingkat Kecukupan Kalsium Kurang Cukup Total n % n % n %
P
0 17 17 5 11 50
0.0 32.1 32.1 9.4 20.8 94.3
1 0 1 1 0 3
1.9 0.0 1.9 1.9 0.0 5.7
1 17 18 6 11 53
1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0
0.144
18 2 21 3 4 2 50
34.0 3.8 39.6 5.7 7.5 3.8 94.3
2 0 0 0 1 0 3
3.8 0.0 0.0 0.0 1.9 0.0 5.7
20 2 21 3 5 2 53
37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0
0.506
Berdasarkan Tabel 18, 32.1% contoh berusia 9 tahun dan 10 tahun yang memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong kurang. Sedangkan contoh berusia 8, 10, dan 11 tahun memiliki tingkat kecukupan kalsium yang tergolong cukup sebesar 1.9%. Dilihat dari besar uang saku contoh, terdapat 3.8% contoh dengan
40
uang saku Rp 1.000 yang memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong cukup. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin, usia, dan uang saku contoh dengan tingkat kecukupan kalsiumnya. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya.Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal.Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada beberapa banyak otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2004). Dalam penelitian ini besarnya aktivitas fisik yang dilakukan contoh selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. Rata-rata skor PAL keseluruhan contoh adalah 1.48 dengan kisaran 1.29 – 2.07.Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik menurut PAL disajikan pada Gambar 13 berikut. 32,1 24,5 15,1
18,9
sangat ringan
Laki-Laki
ringan
Perempuan
3,8 3,8
1,9 0,0
sedang
berat
Gambar 13 Sebaran aktivitas fisik menurut jenis kelamin contoh (%) Sebanyak 34.0% contoh pada penelitian ini memiliki tingkat aktivitas fisik sangat ringan, 56.6% contoh dengan tingkat aktivitas ringan, 7.5% contoh memiliki tingkat aktivitas sedang, dan hanya 1.9% contoh dengan tingkat aktvitas berat.Terdapat 18.9% contoh perempuan memiliki tingkat aktivitas fisik sangat ringan.Sebanyak 3.8% contoh berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yang memiliki aktivitas fisik tergolong sedang.Terdapat 1.9% contoh laki-laki yang memiliki tingkat aktivitas fisik berat. Contoh yang berusia 12 tahun memiliki tingkat aktivitas fisik yang tergolong berat sebanyak 1.9%.Sedangkan sebanyak 3.8% contoh berusia 11 tahun memiliki tingkat aktivitas fisik yang tergolong sedang. Terdapat 1.9% contoh dengan uang saku Rp 1.000 yang memiliki tingkat aktivitas fisik berat dan 3.8% contoh dengan uang saku Rp 2.000 memiliki tingkat aktivitas fisik sedang. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan (p>0.05) yang signifikan antara jenis kelamin, usia, dan uang saku contoh dengan tingkat aktivitas
41
fisiknya. Berikut Tabel 19 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisiknya. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik Tingkat Aktivitas Fisik Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total
Total
Sangat Ringan n %
Ringan
Sedang
n
%
n
%
n
%
n
%
0 6 9 1 2 18
0.0 11.3 17.0 1.9 3.8 34.0
1 10 9 3 7 30
1.9 18.9 17.0 5.7 13.2 56.6
0 1 0 2 1 4
0.0 1.9 0.0 3.8 1.9 7.5
0 0 0 0 1 1
0.0 0.0 0.0 0.0 1.9 1.9
1 17 18 6 11 53
1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0
0.174
11 1 5 0 0 1 18
20.8 1.9 9.4 0.0 0.0 1.9 34.0
7 1 14 2 5 1 30
13.2 1.9 26.4 5.7 9.4 1.9 56.6
1 0 2 1 0 0 4
1.9 0.0 3.8 1.9 0.0 0.0 7.5
1 0 0 0 0 0 1
1.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.9
20 2 21 3 5 2 53
37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0
0.330
Berat
P
Aktivitas umum yang dilakukan contoh adalah tidur, berpakaian, mandi, istirahat/berbaring, makan, duduk, beribadah, dan berolahraga.Alokasi waktu terbesar yang dilakukan contoh pada kelompok aktivitas umum, yaitu tidur dengan alokasi waktu sebanyak 8.80 jam/hari. Puspitorini (2009) menyebutkan rata-rata individu membutuhkan tidur minimal delapan jam sehari. Menurut sebuah laporan dari Dayton Veterans Administration Hospital di Ohio, mengurangi tidur 1.5 jam saja dalam semalam dapat mengurangi kewaspadaan pada siang hari sampai 33%. Alokasi waktu terbesar untuk kegiatan transportasi adalah berjalan kaki dan bersepeda. Sedangkan alokasi waktu terkecil adalah berangkat sekolah naik motor maupun angkutan umum. Rata-rata alokasi waktu untuk berjalan kaki adalah sebesar 0.72 jam/hari dengan nilai PAL sebanyak 0.1 atau 5.7% dari total rata-rata nilai PAL contoh. Kegiatan rumah tangga yang dilakukan contoh meliputi menyetrika, menyapu, mengepel, dan mengasuh adek.Alokasi waktu terbesar untuk kegiatan rumah tangga adalah menyapu dan membersihkan rumah sebesar 0.5 jam/hari dan nilai PAL 0.05.Nilai PAL (Physical Activity Ratio) untuk tidur adalah sebesar 0.37 atau 21.7% dari total rata-rata nilai PAL contoh.Jenis aktivitas fisik, alokasi waktu, serta rata-rata nilai PAL contoh dapat dilihat pada Tabel 20 di bawah ini.
42
Tabel 20 Jenis aktivitas fisik, alokasi waktu, dan rata-rata nilai PAL contoh No
Aktivitas
PAR
Alokasi waktu (jam/hari)
PAL
Aktivitas Umum 1
Tidur
1.00
8.80
0.37
2
Berpakaian
2.30
0.28
0.03
3
Mandi
2.30
0.28
0.03
4
Istirahat. Berbaring
1.20
0.10
0.01
5
Makan
1.40
0.62
0.04
6
Duduk
1.20
0.62
0.03
7
Beribadah
1.40
0.72
0.04
8
Olahraga (aerobik, sepakbola, berenang)
7.55
0.90
0.28
Kegiatan Transportasi 8
Berjalan kaki
3.20
0.72
0.10
9
Bersepeda
3.60
0.40
0.06
10
Berangkat sekolah naik motor
1.50
0.00
0.00
11
Berangkat sekolah naik bus/angkot
1.20
0.00
0.00
Kegiatan Rumah tangga 12
Memasak
2.10
0.00
0.00
13
Mencuci piring
1.70
0.00
0.00
14
Mencuci pakaian
2.80
0.00
0.00
15
Menyetrika
1.70
0.06
0.00
16
Menyapu dan membersihkan rumah
2.30
0.50
0.05
17
Mengepel
4.40
0.01
0.00
18 19 20
Menjaga adik Memandikan adik Kegiatan rumah tangga laiinya
2.50 3.50 2.80
0.49
21
Belanja di pasar
4.60
0.00 0.00
0.05 0.00 0.00
3.70
0.03
0.00
23 Menjemur Padi Kategori Pekerjaan
5.10
0.00
0.00
24
Mengikuti pengajian/ Membaca/Belajar
1.50
5.70
0.36
25 26
Mengemas Menjahit
2.20 2.50
0.00 0.00
0.00 0.00
1.64 1.43
2.86 0.16
0.20 0.01
0.75
0.04
24.00
1.69
0.00
0.00
Aktivitas Pertanian 22
Menyiangi Sawah/Berkebun
Kegiatan Rekreasi 27 28
Menonton TV Mendengarkan music
29
Mengobrol/Bercerita dengan teman Jumlah
1.40
Kegiatan pekerjaan utama contoh adalah belajar di sekolah dan mengaji, namun sebagian waktu contoh juga dialokasikan untuk melakukan aktivitas pertanian.Aktivitas pertanian yang dilakukan contoh adalah menyiangi sawah dengan alokasi waktu 0.03 jam/hari dan nilai PAL 0.00.Sedangkan kegiatan
43
contoh seperti belajar, membaca, dan mengikuti pengajian membutuhkan alokasi waktu sebesar 5.7 jam/hari.Nilai PAL dari kegiatan tersebut adalah 0.36 atau 21.1% dari total rata-rata nilai PAL contoh.Kegiatan rekreasi yang paling banyak dilakukan contoh adalah menonton televisi dengan alokasi waktu 2.86 jam/hari dan nilai PAL 0.20. Kebugaran Kebugaran merupakan kemampuan tubuh untuk melaksanakan suatu kegiatan dengan menggunakan kekuatan, daya kreasi, dan daya tahan dengan efisien dalam waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, serta cadangan energi yang tersisa masih mampu untuk menikmati waktu luang dan menghadapi hal-hal yang tidak terduga (Satya 2008). Kebugaran jasmani terdiri dari komponen-komponen yang dikelompokkan menjadi kelompok yang berhubungan dengan kesehatan (health related fitness) dan kelompok yang berhubungan dengan keterampilan (skill related fitness). Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan meliputi daya tahan jantung paru atau kebugaran cardiovascular, kekuatan dan daya tahan otot, komposisi tubuh dan kelenturan (fleksibilitas).Sedangkan kebugaran yang berkaitan dengan keterampilan meliputi komponen kecepatan, kecepatan reaksi, daya ledak (power),kelincahan,
keseimbangan,ketepatan,
koordinasi
dan
daya
tahan(Suntoda 2007). Dalam
penelitian
ini
kebugaran
jasmani
contoh
diukur
dengan
menggunakan tes lari multi tahap (bleep test). Dari tes lari multi tahap tersebut akan diperoleh skor kebugaran yang kemudian akan dikategorikan menjadi tingkat kebugaran jasmani berdasarkan nilai VO2 max (Nurhasan & Cholil 2007). Sebagian besar contoh (69.8%) berada pada tingkat kebugaran kurang, sedangkan sisanya sebanyak 22.6% dan 7.5% contoh berada pada tingkat kebugaran cukup dan kurang sekali. Dalam penelitian ini tidak terdapat contoh yang memiliki tingkat kebugaran baik maupun baik sekali. Secara keseluruhan rata-rata nilai VO2 max sebagai indikator skor kebugaran contoh adalah 28.4 dengan kisaran antara 21.8 – 40.2 berdasarkan hasil tes lari multi tahap (bleep test). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebugaran disajikan dalam Gambar 14 berikut.
44
32,1
37,7
20,8
Laki-Laki Perempuan
7,5 1,9
0,0 kurang sekali
kurang
cukup
Gambar 14 Sebaran tingkat kebugaran menurut jenis kelamin contoh (%) Pada penelitian ini berdasarkan hasil tes lari multi tahap (bleep test), skor kebugaran contoh perempuan berkisar antara 21.8 – 34.6 dengan rata-rata 25.7.Sedangkan skor kebugaran contoh laki-laki berkisar antara 25.0 – 40.2 dengan rata-rata 30.8.Rata-rata skor kebugaran contoh laki-laki lebih tinggi dibandingkan contoh perempuan.Terdapat contoh laki-laki sebanyak 0.0% dan 7.5% contoh perempuan yang memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang sekali.Pada tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang, terdapat contoh laki-laki sebanyak 32.1% dan 37.7% contoh perempuan.Sedangkan pada tingkat kebugaran jasmani tergolong cukup, terdapat contoh laki-laki sebanyak 20.8% dan 1.9% contoh perempuan. Berdasarkan hasil uji bedat-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kebugaran antara contoh laki-laki dan perempuan (p<0.05). Salah satu faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
kebugaran
seseorang
adalah
jenis
kelamin.Sampai pubertas biasanya kebugaran jasmani anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Anak laki-laki biasanya mempunyai nilai kebugaran yang jauh lebih besar setelah pubertas (Kesehatan Komunitas 2002). Contoh yang berusia 8 tahun memiliki rata-rata kebugaran 25.0, sedangkan contoh berusia 9 tahun memiliki rata-rata skor kebugaran 28.4 dengan kisaran 22.1 – 36.7. Contoh berusia 10 tahun memiliki rata-rata skor kebugaran 26.1 dengan kisaran 21.8 – 33.2.Contoh yang berusia 11 tahun memiliki rata-rata skor kebugaran 29.7 dengan kisaran 24.3 – 40.2.Sedangkan contoh berusia 12 tahun memiliki rata-rata skor kebugaran 31.6 dengan kisaran 26.2 – 38.5. Sebaran usiacontoh berdasarkan tingkat kebugarannya disajikan dalam Tabel 21.
45
Tabel 21 Sebaran usiacontoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total
Kurang Sekali n % 0 0.0 3 5.7 1 1.9 0 0.0 0 0.0 4 7.5
Kurang n 1 10 16 4 6 37
% 1.9 18.9 30.2 7.5 11.3 69.8
Total
Cukup n 0 4 1 2 5 12
% 0.0 7.5 1.9 3.8 9.4 22.6
n 1 17 18 6 11 53
P
% 1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0
0.358 0.015
Pada Tabel 21, terdapat 5.7% contoh berusia 9 tahun dan 1.9% contoh usia 10 tahun memiliki tingkat kebugaran kurang sekali. Pada tingkat kebugaran kurang, paling banyak adalah contoh berusia 10 tahun (30.2%), kemudian diikuti contoh berusia 9 tahun (18.9%), contoh berusia 12 tahun (11.3%), contoh berusia 11 tahun (7.5%), dan usia 8 tahun (1.9%). Pada tingkat kebugaran jasmani cukup, paling banyak adalah contoh berusia 12 tahun (9.4%), kemudian diikuti contoh berusia 9 tahun (7.5%), contoh berusia 11 tahun (3.8%), dan 10 tahun (1.9%). Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan pada usia contoh dengan
tingkat
kebugarannya.
Berdasarkan
hasil
uji
korelasi
Spearmanmenunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia contoh dengan tingkat kebugaran (p < 0.05) dan nilai koefisien korelasi adalah 0.336. Rata-rata usia contoh dengan tingkat kebugaran cukup adalah 10.7 tahun dengan kisaran 9 – 12 tahun. Rata-rata usia contoh yang memiliki tingkat kebugaran kurang sekali dan kurang adalah 10.2 tahun dengan kisaran 8 – 12 tahun. Usia sangat berpengaruh terhadap kebugaran jasmani. Kebugaran jasmani anak-anak meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25 – 30 tahun. Kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8 – 1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya (Kesehatan Komunitas 2002). Pada tingkat kebugaran kurang sekali terdapat 3.8% contoh yang mendapat uang saku Rp 2.000. Pada tingkat kebugaran kurang terdapat 30.2% contoh yang mendapat uang saku Rp 1.000 dan 24.5% contoh yang mendapat uang saku Rp 2.000. Pada tingkat kebugaran cukup terdapat 11.3% contoh yang mendapat uang saku Rp 2.000.Berdasarkan hasil uji bedat-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) uang saku contoh antara contoh berstatus bugar dan contoh berstatus tidak bugar.Sebaran uang saku contoh berdasarkan tingkat kebugarannya disajikan dalam Tabel 22.
46
Tabel 22 Sebaran uang saku contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Uang saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total
Kurang Sekali n % 1 1.9 0 0.0 2 3.8 0 0.0 0 0.0 1 1.9 4 7.5
Kurang n 16 0 13 2 5 1 37
% 30.2 0.0 24.5 3.8 9.4 1.9 69.8
Total
Cukup n 3 2 6 1 0 0 12
% 5.7 3.8 11.3 1.9 0.0 0.0 22.6
n 20 2 21 3 5 2 53
% 37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0
P
0.810
Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan individu atau kelompok dengan tujuan tertentu.Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh.Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Supariasa, Bakri, Fajar(2001) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif, serta gabungan dari metode keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan.Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi individu atau kelompok. Frekuensi Makan berdasarkan Tingkat Kebugaran Frekuensi makan dan kebiasaan makan contoh digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan secara kualitatif.Frekuensi makan yang diukur pada penelitian ini adalah dalam satuan kali per hari dengan menggunakan metode recall.Sebanyak 54.7% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap harinya.Sedangkan sisanya memiliki frekuensi makan sebanyak 2 kali (28.3%), 4 kali (11.3%), dan 1 kali (5.7%).Pada tingkat kebugaran kurang sekali (5.7%) dan sebagian besar (41.5%) contoh dengan tingkat kebugaran kurang memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap harinya.Sedangkan pada tingkat kebugaran cukup terdapat 11.3% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak dua kali setiap harinya.Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi makan contoh antara contoh berstatus bugar dengan contoh berstatus tidak bugar. Menurut Khomsan (2002), frekuensi makan yang baik adalah tiga kali sehari. Frekuensi makan contoh berdasarkan tingkat kebugaran dapat dilihat pada Tabel 23.
47
Tabel 23 Sebaran frekuensi makan contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Kurang Kurang Cukup Sekali n % n % n % 0 0.0 3 5.7 0 0.0 0 0.0 9 17.0 6 11.3 3 5.7 22 41.5 4 7.5 1 1.9 3 5.7 2 3.8 4 7.5 37 68.9 12 22.6
Frekuensi Makan (kali/hari) 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali Total
Total n 3 15 29 6 53
P
% 5.7 28.3 54.7 11.3 100.0
0.882
Kebiasaan Makan berdasarkan Tingkat Kebugaran Kebutuhan gizi secara kuantitas dan kualitas sulit dipenuhi apabila hanya makan satu kali atau dua kali sehari.Itulah sebabnya makan dilakukan secara frekuentif
yakni
tiga
kali
sehari
termasuk
sarapan
pagi
(Khomsan
2002).Kebiasaan makan contoh pada penelitian ini menunjukkan bahwa 39.6% contoh selalu membiasakan diri untuk sarapan.Pada tingkat kebugaran kurang sekali sebanyak 5.7% contoh tidak pernah sarapan setiap hari.Sedangkan pada tingkat kebugaran kurang dan cukup sebanyak 30.2% dan 9.4% contoh selalu sarapan setiap hari.Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi sarapan contoh antara contoh berstatus bugar dengan contoh berstatus tidak bugar. Menu sarapan yang dikonsumsi oleh contoh pada penelitian ini adalah sebagian besar berbeda-beda, yang digolongkan ke dalam beberapa menu, yaitu (1)menu lengkap yang terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah; (2)nasi, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur; (3)nasi dan lauk hewani; serta menu lain. Terdapat 47.2% contoh mengkonsumsi menu sarapan yang terdiri dari nasi dan lauk hewani. Sedangkan sisanya, yaitu 24.5% contoh mengkonsumsi menu lain, 18.9% menu lengkap, dan 9.4% mengkonsumsi nasi, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur. Pada penelitian ini, sebagian besar contoh yang memiliki tingkat kebugaran kurang sekali (3.8%), kurang (52.8%), dan cukup (18.9%) tidak pernah mengkonsumsi supplement. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi konsumsi supplement contoh dengan tingkat kebugarannya.Pada tingkat kebugaran kurang sekali sebanyak 3.8% contoh jarang jajan.Sedangkan pada tingkat kebugaran kurang dan cukup sebanyak 35.8% dan 9.4% contoh memiliki kebiasaan jajan yang sering.Jenis jajanan yang biasanya dikonsumsi, diantaranya chiki (52.8%), mie ayam (26.4%), bakso (18.9%), dan aneka jajanan lainnya (3.8%).Berdasarkan hasil uji beda
48
tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi jajan contoh antara contoh berstatus bugar dengan contoh berstatus tidak bugar. Selain itu, pada penelitian ini terdapat contoh yang mempunyai makanan pantangan, seperti pemanis buatan dan ayam.Secara keseluruhan hanya 5.7% contoh yang mempunyai makanan pantangan.Sebanyak 3.8% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali memiliki makanan pantangan.Sedangkan sebagian besar contoh (67.9%) pada tingkat kebugaran kurang tidak memiliki makanan
pantangan
dan
hanya
1.9%
saja
yang
memiliki
makanan
pantangan.Seluruh contoh (22.6%) pada tingkat kebugaran cukup tidak memiliki makanan pantangan.Sebaran kebiasaan makan contoh berdasarkan tingkat kebugarannya disajikan dalam Tabel 24 di bawah ini. Tabel 24 Sebaran kebiasaan makan contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Kurang Sekali
Kebiasaan makan Kebiasaan Sarapan Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Suplemen Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Kebiasaan Jajan Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Makanan Pantangan Ada Tidak Total
Kurang
Total
Cukup
P
n
%
n
%
n
%
n
%
3 0 1 0 4
5.7 0.0 1.9 0.0 7.5
3 14 4 16 37
5.7 26.4 7.5 30.2 69.8
3 0 4 5 12
5.7 0.0 7.5 9.4 22.6
9 14 9 21 53
17.0 26.4 17.0 39.6 100.0
0.274
2 1 0 1 4
3.8 1.9 0.0 1.9 7.5
28 8 0 1 37
52.8 15.1 0.0 1.9 69.8
10 2 0 0 12
18.9 3.8 0.0 0.0 22.6
40 11 0 2 53
75.5 20.8 0.0 3.8 100.0
0.928
0 2 1 1 4
0.0 3.8 1.9 1.9 7.5
3 14 19 1 37
5.7 26.4 35.8 1.9 69.8
1 4 5 2 12
1.9 7.5 9.4 3.8 22.6
4 20 25 4 53
7.5 37.7 47.2 7.5 100.0
0.411
2 2 4
3.8 3.8 7.5
1 36 37
1.9 67.9 69.8
0 12 12
0.0 22.6 22.6
3 50 53
5.7 94.3 100.0
0.180
Kebiasaan Konsumsi Sayur dan Buah berdasarkan Tingkat Kebugaran Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik untuk membantu metabolisme zat gizi serta beberapa mineral penting dalam menjaga kebugaran dan daya tahan tubuh.Sayuran sering dijadikan musuh oleh sebagian orang, padahal banyak manfaat positif bila menyukai sayuran.dianjurkan konsumsi sayuran setiap hari sekitar 200 gram (Khomsan 2002). Pada tingkat kebugaran kurang sekali, terdapat 3.8% contoh yang jarang dan 3.8% selalu mengkonsumsi sayur, begitu juga pada tingkat kebugaran kurang, yaitu 24.5% jarang dan 24.5% selalu mengkonsumsi sayur.
49
Terdapat 3.8% contoh dengan tingkat kebugaran kurang sekali dan 22.6% contoh dengan tingkat kebugaran kurang selalu mengkonsumsi buah setiap
hari.Sedangkan
contoh
yang
memiliki
tingkat
kebugaran
cukup
menunjukkan 9.4% tidak pernah mengkonsumsi buah dan 9.4% jarang mengkonsumsi buah. Jenis sayuran dan buah yang sering dikonsumsi, diantaranya: wortel, bayam, kangkung, jeruk, pisang, dan papaya. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi konsumsi buah dengan tingkat kebugaran contoh. Sedangkan hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05)frekuensi konsumsi sayur contoh dengan tingkat kebugarannya.Berikut sebaran konsumsi sayur dan buah contoh berdasarkan tingkat kebugarannya yang disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25 Sebaran konsumsi sayur dan buah contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Konsumsi Sayur dan Buah
Total
Kurang Sekali n %
n
%
n
%
n
%
0 2 0 2 4
0.0 3.8 0.0 3.8 7.5
6 13 5 13 37
11.3 24.5 9.4 24.5 69.8
2 8 1 1 12
3.8 15.1 1.9 1.9 22.6
8 23 6 16 53
15.1 43.4 11.3 30.2 100.0
0.025
1 1 0 2 4
1.9 1.9 0.0 3.8 7.5
10 7 8 12 37
18.9 13.2 15.1 22.6 69.8
5 5 2 0 12
9.4 9.4 3.8 0.0 22.6
16 13 10 14 53
30.2 24.5 18.9 26.4 100.0
0.178
Konsumsi Sayuran Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Buah Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total
Kurang
Cukup
P
Kebiasaan Konsumsi Pangan Sumber Protein berdasarkan Tingkat Kebugaran Protein berfungsi sebagai sumber pembangun yang diperlukan tubuh, teruatama pada masa pertumbuhan.Protein terbagi menjadi dua, yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani dalam penelitian ini dibedakan menurut asal jenis pangan, yaitu daging merah, daging putih, telur, dan ikan segar. Sebanyak 3.8% dan 13.2% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali dan cukup tidak pernah mengkonsumsi daging merah.Sedangkan 32.1% contoh pada tingkat kebugaran kurang jarang mengkonsumsi daging merah. Sebanyak 1.9%, 32.1%, dan 17.0% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali, kurang dan cukup jarang mengkonsumsi daging putih. Berdasarkan hasil uji MannWhitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan konsumsi daging merah (p>0.05)
dan
kebugarannya.
konsumsi
daging
putih
(p>0.05)
contoh
dengan
tingkat
50
Pada penelitian ini sebanyak 3.8%, 32.1% dan 15.1% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali, kurang, dan cukup jarang mengkonsumsi telur. Sebanyak 35.8% dan 17.0% contoh pada tingkat kebugaran kurang dan cukup jarang mengkonsumsi ikan segar. Sedangkan 3.8% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali sering mengkonsumsi ikan segar. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan signifikan konsumsi telur (p>0.05) dan konsumsi ikan segar (p>0.05) dengan tingkat kebugaran contoh. Berikut adalah sebaran konsumsi pangan protein contoh berdasarkan tingkat kebugaran yang disajikan dalam Tabel 26. Tabel 26 Sebaran konsumsi pangan protein contoh berdasarkan tingkat kebugaran Konsumsi Pangan Protein Konsumsi Daging Merah Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Daging Putih Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Telur Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Ikan Segar Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Protein Nabati Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total
Tingkat Kebugaran Kurang Kurang Cukup Sekali
Total
P
n
%
n
%
n
%
n
%
2 1 0 1 4
3.8 1.9 0.0 3.8 7.5
13 17 4 3 37
24.5 32.1 7.5 5.7 69.8
7 4 0 1 12
13.2 7.5 0.0 1.9 22.6
22 22 4 5 53
41.5 41.5 7.5 9.4 100.0
0.560
1 1 1
1.9 1.9 1.9
5 17 6
9.4 32.1 11.3
1 9 1
1.9 17.0 1.9
1.9
9
17.0
1
1.9
4
7.5
37
69.8
12
22.6
13.2 50.9 15.1 20.8 100.0
0.671
1
7 27 8 11 53
0 2 0 2 4
0.0 3.8 0.0 3.8 7.5
3 17 7 10 37
5.7 32.1 13.2 18.9 69.8
0 8 2 2 12
0.0 15.1 3.8 3.8 22.6
3 27 9 14 53
5.7 50.9 17.0 26.4 100.0
0.341
1 1 2 0 4
1.9 1.9 3.8 0.0 7.5
1 19 9 8 37
1.9 35.8 17.0 15.1 69.8
2 9 0 1 12
3.8 17.0 0.0 1.9 22.6
4 29 11 9 53
7.5 54.7 20.8 17.0 100.0
0.516
0 3 0 1 4
0.0 5.7 0.0 1.9 7.5
3 15 8 11 37
5.7 28.3 15.1 20.8 69.8
0 6 2 4 12
0.0 11.3 3.8 7.5 22.6
3 24 10 16 53
5.7 45.3 18.9 30.2 100.0
0.001
Protein nabati yang umum dikonsumsi oleh contoh, yaitu tahu dan tempe. Pada penelitian ini, sebanyak 5.7%, 28.3%, dan 11.3% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali, kurang, dan cukup jarang mengkonsumsi protein nabati. Berdasarkan hasil uji beda terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) frekuensi konsumsi protein nabati dengan tingkat kebugaran contoh.
51
Kebiasaan Minum berdasarkan Tingkat Kebugaran Konsumsi cairan bagi anak sangat diperlukan untuk menjaga status hidrasi tubuh.Pemberian cairan bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.Selain itu, pemberian cairan yang adekuat ditujukan untuk mencegah panas tubuh yang berlebihan. Kebiasaan minum
contoh
menunjukkan
bahwa
contoh
sebagian
besar
(60.4%)
mengkonsumsi air putih 5-8 gelas setiap harinya, sebanyak 28.3% contoh mengkonsumsi air putih kurang dari lima gelas sehari, dan sisanya sebanyak 11.3% mengkonsumsi air putih lebih dari delapan gelas setiap harinya. Sebanyak 5.7% dan 49.1% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali dan kurang mengkonsumsi air putih 5-8 gelas setiap harinya. Sedangkan sebanyak 15.1% contoh pada tingkat kebugaran cukup mengkonsumsi air putih kurang dari lima gelas sehari. Tabel 27 merupakan kebiasaan minum contoh berdasarkan tingkat kebugaran. Tabel 27 Sebaran kebiasaan minum contoh berdasarkan tingkat kebugaran Kebiasaan Minum Konsumsi Air Putih (per hari) < 5 gelas 5 – 8 gelas > 8 gelas Total Konsumsi Susu Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total
Tingkat Kebugaran Kurang Kurang Cukup Sekali n % n % n %
n
%
1 3 0 4
1.9 5.7 0.0 7.5
6 26 5 37
11.3 49.1 9.4 69.8
8 3 1 12
15.1 5.7 1.9 22.6
15 32 6 53
28.3 60.4 11.3 100.0
0.495
0 2 0 2 4
0.0 3.8 0.0 3.8 7.5
9 9 17 2 37
17.0 17.0 32.1 3.8 69.8
3 4 3 2 12
5.7 7.5 5.7 3.8 22.6
12 15 20 6 53
22.6 28.3 37.7 11.3 100.0
0.190
Total
P
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) konsumsi air putih contoh dengan tingkat kebugarannya. Sebagai zat gizi, air mempunyai fungsi penting bagi tubuh manusia, yaitu sebagai pembentuk sel dan cairan tubuh, pengatur suhu tubuh, sebagai pelarut, sebagai pelumas dan bantalan, sebagai media transportasi serta sebagai media eliminasi toksin dan produk sisa metabolisme (Santoso et all 2011). Pada konsumsi susu contoh sebanyak 3.8% dan 7.5% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali dan cukup jarang mengkonsumsi susu. Sedangkan
32.1%
contoh
dengan
tingkat
kebugaran
kurang
sering
mengkonsumsi susu. Jenis susu yang umumnya dikonsumsi contoh, yaitu susu cair (49.1%), susu kental manis (43.4%), dan susu bubuk (5.7%). Berdasarkan
52
hasil uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) konsumsi susu dengan tingkat kebugaran contoh. Hubungan Status Gizi dengan Kebugaran Pada penelitian ini, sebagian besar contoh berstatus gizi normal sebesar 53.0% dengan rata-rata z-score IMT/U -1.83 standar deviasi 1.17, nilai minimum z-score -3.86 dan nilai maksimum 1.31. Pada sampel penelitian masih ditemui masalah gizi pada contoh yaitu kurus (36%), dan sangat kurus (11%).Berikut adalah sebaran status gizi contoh berdasarkan tingkat kebugarannya yang disajikan dalam Tabel 28. Tabel 28 Sebaran status gizi contoh berdasarkan tingkat kebugaran Status Gizi Kurus Sekali Kurus Normal Total
Tingkat Kebugaran Kurang Sekali Kurang Cukup n % n % n % 0 0.0 6 11.3 0 0.0 0 0.0 14 26.4 5 9.4 4 7.5 17 32.1 7 13.2 4 7.5 37 69.8 12 22.6
Total n 6 19 28 53
% 11.3 35.8 52.8 100.0
P
0.497 0.459
Contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang sekali, kurang, dan cukup (7.5%, 32.1%, 13.2%) memiliki status gizi normal.Pada penelitian ini terdapat 41.7% contoh pada tingkat kebugaran jasmani cukup memiliki status gizi kurus.Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara status gizi contoh dengan tingkat kebugaran jasmani contoh dan nilai korelasinya sebesar 0.096. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hastuti (2003) pada anak SD Majasto 1 Kabupaten Sukaharjo yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara status gizi dengan tingkat kesegaran jasmani contoh. Hasil uji bedat-testmenunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) status gizi contoh dengan tingkat kebugarannya. Status gizi yang baik akan menjadikan organ tubuh melakukan fungsi secara optimal sehingga akan menghasilkan tingkat kebugaran jasmani seseorang (Depkes 1997). Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat gizi dengan Kebugaran Tingkat Kecukupan Energi dengan Kebugaran Contoh yang memiliki tingkat kebugaran cukup sebagian besar (91.7%) memiliki tingkat kecukupan energi tergolong defisit berat.Contoh yang memiliki tingkat kebugaran kurang memiliki tingkat kecukupan energi tergolong defisit berat (21.5%) dan defisit sedang (15.1%).Sedangkan contoh yang memiliki tingkat kebugaran kurang sekali memiliki tingkat kecukupan energi tergolong
53
defisit berat (5.7%) dan sisanya (1.9%) memiliki tingkat kecukupan energi yang deficit ringan. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi contoh dengan tingkat kebugaran contoh.Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan energi contoh dengan tingkat kebugarannya.Berikut adalah tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat kebugarannya yang disajikan dalam Tabel 29. Tabel 29Sebaran tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kecukupan Energi Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Lebih Total
Tingkat Kebugaran Kurang Sekali Kurang n % n % 3 5.7 22 41.5 0 0.0 8 15.1 1 1.9 3 5.7 0 0.0 4 7.5 0 0.0 0 0.0 4 7.5 37 69.8
Cukup n % 11 20.8 1 1.9 0 0.0 0 0.0 0 0.0 12 22.6
Total n 36 9 4 4 0 53
% 67.9 17.0 7.5 7.5 0.0 100.0
P
0.863 0.192
Energi diperlukan manusia untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik dan menggerakkan proses-proses dalam tubuh.Kekurangan energi terjadi bila asupan energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Bila terjadi pada bayi dan anakanak akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan pada anak adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi (Almatsier 2004).Selain itu, peranan energi dalam olahraga penting diperhatikan, misalnya tidak cukupnya ketersediaan energi yang diperlukan dari glikogen otot atau glukosa darah dapat mengakibatkan kelelahan dan tubuh menjadi tidak bugar. Tingkat Kecukupan Protein dengan Kebugaran Pada contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani cukup sebanyak 11.3% contohnya memiliki tingkat kecukupan protein tergolong defisit berat, sedangkan sisanya 1.9% contoh tergolong defisit ringan, 3.8% tergolong normal, dan 5.7% contoh tergolong lebih. Pada tingkat kebugaran kurang sebanyak 22.6% dan 20.8% contohnya memiliki tingkat kecukupan protein tergolong lebih dan defisit berat. Sedangkan pada tingkat kebugaran kurang sekali sebanyak 5.7% contoh memiliki tingkat kecukupan protein tergolong normal dan 1.9% contohnya tergolong defisit berat.Tabel 30merupakan sebaran tingkat kecukupan protein contoh berdasarkan tingkat kebugaran.
54
Tabel 30 Sebaran tingkat kecukupan protein contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kecukupan Protein Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Lebih Total
Tingkat Kebugaran Kurang Sekali Kurang n % n % 1 1.9 11 20.8 0 0.0 4 7.5 0 0.0 4 7.5 3 5.7 6 11.3 0 0.0 12 22.6 4 7.5 37 69.8
Cukup n % 6 11.3 0 0.0 1 1.9 2 3.8 3 5.7 12 22.6
Total n 18 4 5 11 15 53
% 34.0 7.5 9.4 20.8 28.3 100.0
P
0.414 0.969
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan protein contoh dengan tingkat kebugaran jasmani contoh.Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan protein dengan tingkat kebugaran contoh.Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah.
Kekurangan
protein
murni
pada
stadium
berat
menyebabkan
kwashiorkor pada anak-anak di bawah umur lima tahun (Almatsier 2004). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dibagi menjadi 2 kategori yaitu kurang dan cukup (Gibson 2005) dimana kurang yaitu <77% dari AKG, dan cukup >77% AKG. Tingkat Kecukupan Vitamin A dengan Kebugaran Contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang sekali (7.5%), kurang (67.9%), dan cukup (22.6%) secara keseluruhan memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong cukup. Sedangkan sisanya sebesar 1.9% contoh yang tingkat kebugaran jasmaninya kurang memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong kurang.Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan vitamin A dengan tingkat kebugaran jasmani contoh. Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan vitamin A contoh dengan tingkat kebugarannya.Vitamin A sangat berperan penting dalam diferensiasi sel dan kekebalan tubuh (Almatsier 2004), oleh sebab itu intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam pertumbuhan dan daya tahan contoh untuk meningkatkan kebugaran tubuh. Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral dapat dilihat pada tabel berikut. Tingkat Kecukupan Vitamin B1 dengan Kebugaran Contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 tergolong cukup memiliki tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang sekali (1.9%) dan 3.8% lainnya memiliki tingkat kebugaran yang kurang.Contoh pada kelompok yang
55
tingkat kebugarannya tergolong cukup (22.6%) dan kurang (66.0%) memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 tergolong kurang.Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan vitamin B1 contoh dengan tingkat kebugaran jasmani contoh. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan vitamin B1 contoh dengan tingkat kebugarannya. Peranan utama tiamin adalah dalam metabolisme karbohidrat (Almatsier 2004).Hal tersebut berperan dalam transportasi oksigen dalam darah yang penting dalam beraktivitas ataupun berolahraga sehingga tubuh tetap dalam kondisi bugar (Hanum 2012). Tabel 31 Sebaran tingkat kecukupan vitamin dan mineral contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Tingkat Kecukupan
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Zat Besi (Fe)
Kalsium (Ca)
Kategori
P
Kurang sekali n %
n
%
n
%
n
%
Kurang
0
0.0
1
1.9
0
0.0
1
1.9
Cukup
4
7.5
36
67.9
12
22.6
52
98.1
Total
4
7.5
37
69.8
12
22.6
53
100.0
Kurang
3
5.7
35
66.0
12
22.6
50
94.3
Cukup
1
1.9
2
3.8
0
0.0
3
5.7
Total
4
7.5
37
69.8
12
22.6
53
100.0
Kurang
4
7.5
30
56.6
10
18.9
44
83.0
Cukup
0
0.0
7
13.2
2
3.8
9
17.0
Total
4
7.5
37
69.8
12
22.6
53
100.0
Kurang
1
1.9
26
49.1
10
18.9
37
69.8
Cukup
3
5.7
11
20.8
2
3.8
16
30.2
Total
4
7.5
37
69.8
12
22.6
53
100.0
Kurang
3
5.7
35
66.0
12
22.6
50
94.3
Cukup
1
1.9
2
3.8
0
0.0
3
5.7
Total
4
7.5
37
69.8
12
22.6
53
100.0
Kurang
Cukup
Total
0.697 0.482
0.870 0.298
0.825 0.386
0.046 0.641
0.491 0.180
Tingkat Kecukupan Vitamin C dengan Kebugaran Pada tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang terdapat contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong cukup (13.2%) sedangkan sisanya (56.6%) tergolong kurang.Seluruh contoh (7.5%) pada tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang sekali memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang.Sedangkan pada contoh dengan tingkat kebugaran cukup sebanyak
56
18.9% memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang dan sisanya (3.8%) tergolong cukup. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan vitamin C contoh dengan tingkat kebugaran jasmani contoh.Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan vitamin C dengan tingkat kebugaran contoh. Kekurangan vitamin C yang berat akan mengakibatkan fungsinya pada sintesa kolagen terganggu dan akan tampak sebagai perdarahan terutama pada jaringan lunak seperti gusi. Pada gejala yan lebih ringan, diduga kekurangan vitamin C berpengaruh pada sistem pertahanan tubuh dan kecepatan penyebuhan luka (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Tingkat Kecukupan Zat Besi dengan Kebugaran Pada tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang sekali terdapat 1.9% contoh yang memiliki tingkat kecukupan zat besi tergolong kurang sedangkan sisanya (5.7%) memiliki tingkat kecukupan zat besi tergolong cukup.Begitu juga pada contoh dengan tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang (49.1%) dan cukup
(18.9%)
memiliki
tingkat
kecukupan
zat
besi
tergolong
kurang.Berdasarkan hasil uji korelasi Pearsonterdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara tingkat kecukupan zat besi contoh dengan tingkat kebugaran jasmani contoh. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan zat besi contoh dengan tingkat kebugarannya. Defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terdapat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Defisiensi besi terutama menyerang golongan rentan seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah.Defisiensi besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia, yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja, termasuk kebugaran tubuh (Almatsier 2004). Tingkat Kecukupan Kalsium dengan Kebugaran Pada penelitian ini seluruh contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani
cukup
(22.6%)
memiliki
tingkat
kecukupan
kalsium
tergolong
kurang.Contoh yang tingkat kebugarannya kurang sekali (5.7%) dan kurang (66.0%) memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong kurang.Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat
kecukupan
kalsium
contoh
dengan
tingkat
kebugaran
jasmani
57
contoh.Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan kalsium contoh dengan tingkat kebugarannya. Kalsium memiliki dua fungsi, yaitu penyusunan dan pengaturan.Hampir seluruh kalsium bersama fosfor, berperan sebagai komponen utama tulang dan gigi.Anak yang masih tumbuh dan kembang memerlukan pembentukan tulang lebih banyak dari pada orang yang sudah tua.Peningkatan kebutuhan terjadi pada pertumbuhan, kehamilan, menyusui, defisiensi kalsium dan tingkat aktivitas fisik yang meningkatkan densitas tulang (Almatsier 2004). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran Pada tingkat kebugaran kurang sekali, terdapat 1.9% contoh memiliki aktivitas fisik sangat ringan. Pada tingkat kebugaran kurang, sebanyak 37.7% memiliki aktivitas fisik ringan dan 26.4% memiliki aktivitas fisik sangat ringan. Pada tingkat kebugaran cukup, sebanyak 13.2% contoh memiliki aktivitas fisik ringan dan 5.7% contoh memiliki aktivitas fisik sangat ringan. Contoh yang memiliki aktivitas fisik berat (1.9%) mempunyai tingkat kebugaran jasmani cukup, sedangkan sebanyak 5.7% dan 1.9% contoh yang memiliki aktivitas fisik sedang menunjukkan kebugaran jasmani yang tergolong kurang dan cukup. Tabel 32 merupakan sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik dan tingkat kebugaran. Tabel 32Sebaran aktivitas fisik contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Aktivitas Fisik Sangat ringan (< 1,40) Ringan (1,40- 1,69) Sedang (1,70-1,99) Berat (2,00-2,40) Total
Kurang Sekali n % 1 1.9 3 5.7 0 0.0 0 0.0 4 7.5
Kurang n 14 20 3 0 37
% 26.4 37.7 5.7 0.0 69.8
Total
Cukup n 3 7 1 1 12
% 5.7 13.2 1.9 1.9 22.6
n 18 30 4 1 53
% 34.0 56.6 7.5 1.9 100.0
P
0.615 0.015
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara aktivitas fisik contoh dengan tingkat kebugaran contoh.Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dwiyani (2011) pada anak SD yang mengalami obesitas dan diberikan intervensi diet dan olahraga menunjukkan peningkatan aktivitas fisik melalui olaharaga dapat meningkatkan tingkat kesegaran jasmani namun masih pada kategori kurang sekali.Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran jasmani contoh. Hasil uji bedat-testterdapat perbedaan signifikan (p<0.05) aktivitas fisik contoh dengan tingkat kebugarannya. Menurut Kesehatan Komunitas (2002) salah satu manfaat fisik atau biologis adalah meningkatkan kebugaran
58
tubuh.Aktivitas fisik dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit setiap hari dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi kesehatan dan kebugaran tubuh. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kebugaran Analisis regresi linier dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh dengan kebugaran contoh. Variabel yang diduga mempengaruhi kebugaran adalah usia, status gizi, tingkat konsumsi energi dan zat gizi (protein, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, zat besi, dan kalsium), serta aktivitas fisik. Berikut Tabel 33 yang menunjukkan model hasil uji regresi linier. Tabel 33 Model hasil uji regresi linier Koefisein Tidak Standar Model B (Konstanta) Status gizi Usia Energi Protein Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Zat Besi Kalsium Aktivitas Fisik
-.830 .140 -.297 .090 .008 .095 .330 .267 .151 .187 .211
Standar Kesalahan 1.235 .156 .092 .123 .070 .735 .440 .262 .239 .436 .158
Koefisien Standar
t
Signifikansi
Beta .140 -.501 .122 .020 .019 .113 .148 .100 .064 .206
-.672 .902 3.230 .733 -.121 .129 .751 -1.017 -.634 -.430 -1.337
.506 .372 .002 .468 .904 .898 .457 .315 .030 .670 .189
Koefisien Determinasi
.063
Variabel Dependen: Kebugaran Berdasarkan Tabel 33 tersebut dapat diketahui bahwa hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa terdapat dua variabel independen, yaitu usia dan tingkat kecukupan zat besi yang berpengaruh terhadap kebugaran contoh. Sedangkan variabel independen lainnya tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p>0.05) terhadap kebugaran contoh. Hal tersebut dapat disebabkan dari variabel-variabel independen yang diuji tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kebugaran contoh dan contoh pada penelitian ini realtif homogen. Contoh memiliki tingkat kebugaran yang tergolong kurang sekali dan kurang atau dikatakan tidak bugar, sehingga dapat menjadi penyebab tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen, yaitu kebugaran.