IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KNOWLEDGE BASE MANAJEMEN NUTRISI CABAI MERAH BERBASIS PERTANIAN TELITI (PRECISION FARMING) Precision Farming (PF) atau pertanian teliti berhubungan dengan manajemen informasi keragaman spasial dan temporal dari suatu lahan pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan keuntungan optimal, berkelanjutan dan mengurangi dampak kerusakan lingkungan. PF menekankan bagaimana memanajemen sebuah lahan/sub-lahan dan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang spasial (ruang) dan temporal (waktu) yang akan digunakan untuk membuat keputusan. Dalam dunia PF yang sebenarnya, aktivitas tersebut didukung dengan berbagai teknologi informasi dan peralatan yang canggih seperti GPS (Global Positioning System), GIS (Geographical Information System), variable rate application, soil sampling, pengindraan jarak jauh (remote sensing), yield monitor, dst. Petani-petani di negara-negara maju sebagian besar sudah didukung dengan teknologi-teknologi tersebut dan penerapan PF sudah dilakukan, baik secara keseluruhan atau bersifat parsial. Di Indonesia PF masih bersifat wacana dan masih dalam tahap penelitian. Mahalnya teknologi dan penerapan PF menjadi salah satu kendala pengaplikasian PF. Selain itu kurangnya pengetahuan dan sulitnya akses terhadap informasi membuat petani-petani Indonesia masih banyak yang belum mengetahui cara budidaya tanaman yang baik khususnya pada kegiatan pemupukan. Berbicara mengenai pertanian teliti di sini, tidak jauh berbeda dengan konsep pertanian teliti yang sebenarnya, perbedaannya adalah pada pemanfaatan dan tidaknya teknologi-teknologi untuk PF. Terdapat hubungan erat bagaimana mengelola lahan untuk menciptakan kondisi keseragaman spasial, agar biaya, kebutuhan input bisa diminimalisir dan menghindari terjadinya kelebihan atau kekurangan misalnya pupuk, kapur, dll, sehingga dampak kerusakan lingkungan bisa dikurangi. Dengan memegang poin penting atau konsep utama pertanian teliti walaupun belum didukung dengan teknologi canggih, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa upaya ke arah konsep pertanian teliti bisa diusahakan, yaitu dengan adanya pengetahuan-pengetahuan bagaimana mengelola lahan agar optimal untuk ditanami dan menghasilkan produktivitas yang tinggi, tidak terkecuali pada kegiatan pemupukan cabai merah dengan pengetahuan-pengetahuan manajemen nutrisi cabai merah, petanipetani cabai merah bisa terbantu dan bisa mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan itu untuk membantu menyelesaikan masalah terkait pemupukan yang efisien dan efektif. Pada budidaya cabai merah (Capsicum annuum L) aktivitas pemupukan merupakan tahapan yang paling penting. Karena di kegiatan ini kebutuhan nutrisi tanaman harus terpenuhi, baik unsur makro dan mikro, dan berbagai faktor pembatas harus tersedia agar pertumbuhan tanaman optimal. Tetapi pada kenyataannnya kegiatan pemupukan yang dilakukan oleh petani tidak memperhitungkan kebutuhan nutrisi tanaman dan kondisi tanah. Padahal hal tersebut merupakan hal yang harus menjadi perhatian khusus. Akibatnya terjadi aplikasi pupuk yang berlebihan (over-application) atau aplikasi yang kurang (under-application), dan dari hal tersebut bisa mengakibatkan munculnya berbagai penyakit yang menyerang serta tidak efektif dan efisien. Pengaplikasian pupuk ke tanaman baiknya berdasarkan kebutuhan nutrisi tanaman, kondisi tanah, dan berbagai variabel yang mempengaruhi. Memang pada dasarnya tidak 100% tepat, tetapi arah menuju/mendekati ke dosis yang presisi bisa dilakukan dengan sebelumnya menetukan target
24
hasil dan mempertimbangkan nutrient recovery atau daya serap pupuk terhadap tanaman serta hasil analisis tanah. Perlakuan berbeda pada tanah yang kekurangan c-organik. Tanah dengan kandungan corganik kurang dari sama dengan 2.0 % maka perlu diaplikasikan pupuk kandang. Karena kondisi tanah yang kekurangan c-organik miskin akan unsur hara, dan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Pengaplikasian ke lahan juga tidak bisa dilakukan serta merta, ada cara dan waktu yang tepat untuk itu. Pada dasarnya pupuk diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman, tanah, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan cara dan waktu pengaplikasian yang benar. Tujuannnya agar kegiatan pemupukan bisa efisien dan efektif. Semua informasi dan pengetahuan tersebut di simpan dalam sebuah knowledge base manajemen nutrisi cabai merah. Knowledge base yang dikembangkan ini berbasis pertanian teliti bisa dilihat dari jenis-jenis pengetahuan yang disajikan memberi arahan ke kegiatan pertanian teliti, antara lain pengetahuan jenis tanah, untuk mengetahui karakteristik atau sifat tanah yang dapat digunakan untuk membantu pengambilan keputusan, kemudian pengetahuan penentuan dosis kapur/belerang berdasarkan pH dan tekstur tanah, pengetahuan penentuan dosis pupuk kandang berdasarkan kadar Corganik tanah, pengetahuan penentuan dosis pupuk sintetis (tunggal dan majemuk) berdasarkan kebutuhan unsur cabai merah dan produkstivitas 15 ton/ha (asumsi jumlah optimal dengan kerapatan tanam 15,000 tanaman), serta pengetahuan cara dan waktu aplikasi kapur/belarang, pupuk kadang, dan pupuk sintetis. Knowledge base ini dikhususkan pada jenis pertanian di lahan atau bersifat konvensional yang banyak dilakukan oleh petani-petani Indonesia. Pembangunan knowledge base ini diarahkan untuk menyediakan pengetahuan (dari pakar dan pustaka) tentang manajemen nutrisi cabai merah berbasis pertanian teliti. Pengetahuan yang dibangun berisikan aturan-aturan (rules) dalam memanajemen kegiatan pemupukan menuju keseragaman spasial untuk memperoleh tujuan yang sudah diutarakan sebelumnya. Pendekatannya adalah bahwa kondisi seragam pada lahan akan lebih mudah mengelolanya pada kegiatan pertanian yang konvensional. Kondisi seragam disini adalah pH tanah optimal dan cukup akan bahan organik. Kapur/belerang berperan untuk mengatur pH tanah sedangkan pupuk kandang berperan untuk mengatur kadar bahan organik. Keduanya diaplikasikan untuk mendapatkan kondisi tanah yang ideal dan optimal, yang berarti bahwa kapur/belerang untuk memperbaiki pH tanah agar ideal untuk pertumbuhan cabai merah, karena dengan pH yang ideal maka secara tidak langsung banyak tersedia unsur-unsur hara yang cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman, dengan kata lain pengaplikasian pupuk sintetis (pupuk tunggal atau pupuk majemuk) akan bisa diserap optimal oleh tanaman dan produktivitas 15 ton/ha dapat terpenuhi. Pada umumnya pengetahuan-pengetahuan seperti itu tidak dipunyai oleh banyak orang khususnya petani cabai merah. Kebanyakan dari petani cabai belum sepenuhnya mengetahui proses pemupukan yang baik. Mereka membutuhkan panduan agar budidaya cabai merah bisa memperoleh hasil yang diharapkan dengan input yang diberikan bisa diminimalkan karena kondisi keseragaman spasial yang sebelumnya diciptakan (keseragaman spasial bisa menekan kebutuhan pupuk sintetis). Dengan knowledge base manajemen nutrisi cabai merah, kegiatan pemupukan bisa dilakukan dengan baik, mendekati presisi, dan sesuai yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Selain itu knowledge base ini telah dibangun dengan DBMS yaitu PostgreSQL yang tentunya sudah standar, sehingga bisa digunakan untuk mengembangkan berbagai aplikasi seperti berbasis android, web, decision support system, expert system, dst.
25
B. TAHAPAN PENGEMBANGAN BASIS PENGETAHUAN Terdapat beberapa tahapan dalam pembangunan basis pengetahuan (knowledge base) antara lain identifikasi masalah, akuisisi pengetahuan, representasi pengetahuan, validasi pengetahuan, kodifikasi, pengujian/implementasi dan pemeliharaan. Berikut ini adalah uraian masing-masing tahapan : 1) Identifikasi Masalah Tahap ini merupakan tahap yang paling awal dari pengembangan sebuah knowledge base. Pengidentifikasian masalah dilakukan untuk mengidentifikasi masalah-masalah dan batasanbatasan yang muncul mengenai manajemen nutrisi cabai merah. Dilakukan tahap analisis mengenai ruang lingkup dari manajemen nutrisi cabai merah, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Semuanya dianalisis sebagai dasar pemikiran untuk mengembangkan knowledge base. Masalahmasalah dalam hal ini adalah yang menjadi latar belakang, parameter, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan segala kebutuhan yang digunakan untuk membangun sistem ini. Pada tahap ini diuraikan pengetahuan-pengetahuan yang menjadi bagian utama dalam penyusunan knowledge base. Fokus utama lebih banyak membicarakan pengetahuan apa yang akan dikembangkan, dan apa alasannya atau dasar pemikirannya, dan bagaimana cara membangun pengetahuan, dst. Banyak masalah-masalah yang bisa menjadi pertimbangan untuk diidentifikasi lebih dini, agar mudah ketika dalam tahap pembangunan. Pemikiran awal pengetahuan ini berisikan tentang manajemen nutrisi cabai merah di wilayah tropika berbasis pertanian teliti (precision farming). Nutrisi cabai merah berhubungan erat dengan penyediaan unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman, dan tentunya berkaitan dengan kegiatan pemupukan. Dalam kegiatan pemupukan berhubungan dengan pemenuhan nutrisi oleh tanaman dengan menggunakan pupuk baik sintetis maupun non sintetis dan mengelola media tanam (tanah) agar optimal untuk mendukung penyerapan pupuk oleh tanaman. Amelioran adalah bahan-bahan yang bertujuan untuk memperbaiki tanah, yang dimaksud amelioran di sini adalah kapur/belerang untuk mengubah pH tanah, pupuk kandang untuk memperbaiki sifat fisik tanah, struktur tanah, menyediakan unsur hara yang baik untuk tanaman, serta meningkatkan kapasitas tukar kation tanah. Berbeda dengan pupuk sintetis (pupuk tunggal atau pupuk majemuk) yang bertujuan untuk memenuhi unsur makro primer tanaman (NPK). Dalam penentuan dosis pupuk tunggal atau pupuk majemuk, sebelumnya dilakukan analisis jaringan tanaman untuk mengetahui kebutuhan unsur tanaman cabai merah informasi ini mengacu pada Berke et al. (2005). Pada umumnya dalam penentuan dosis dari mulai kapur/belerang, pupuk kandang, pupuk sintetis, sifat tanah dilakukan analisis tanah terlebih dahulu untuk mengetahui unsur-unsur yang tersedia dalam tanah. Tidak mudah untuk melakukan analisis tanah, harus dibawa ke laboratorium dan membutuhkan waktu serta biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu perlu juga dikembangkan informasi tentang jenis tanah dan karakteristiknya. Main map untuk memudahkan mengidentifikasi masalah dalam pembangunan knowledge base ini adalah tersaji pada Gambar 9 sebagai berikut:
26
Gambar 9. Main map dasar pengembangan pengetahuan manajemen nutrisi cabai merah Pada Gambar 9 menjelaskan bahwa aspek tanah tidak terlepas dari aspek pemupukan, dan apabila pemupukan efisien dan efektif selain dosis yang tepat, juga tepat dalam waktu dan cara aplikasinya, semua saling mempengaruhi dalam hal manajemen nutrisi cabai merah. Mengacu pada hasil identifikasi masalah di atas maka diputuskan bahwa uraian pengetahuan yang dikembangkan adalah sebagai berikut: 1) Pengetahuan tentang jenis-jenis tanah dan karakteristik tanah yang potensial untuk budidaya cabai merah. Informasi tanah ini tidak bersifat mutlak, hanya sebagai rujukan untuk membantu mengidentifikasi jenis tanah. 2) Penentuan dosis kapur/belerang berdasarkan pH tanah dan tekstur tanah. 3) Penentuan dosis pupuk kandang dengan pilihan empat jenis pupuk kandang dari kotoran ayam, sapi, kuda, kambing berdasarkan kadar C-organik tanah yang ≤ 2.0%. 4) Penentuan dosis pupuk sintetis bisa dari pupuk tunggal atau pupuk majemuk, berdasarkan kadar jumlah unsur yang dibutuhkan oleh cabai merah, target hasil, kadar N, P, dan K dalam pupuk yang tersedia di pasaran. 5) Penentuan bagaimana cara aplikasi kapur/belerang, pupuk kandang, dan pupuk sintetis yang tepat dan waktu pengaplikasian yang sesuai. Setelah mengetahui batasan atau ruang lingkup pengetahuan yang dikembangkan, maka selanjutnya adalah mengakuisisi pengetahuan tersebut yang berasal dari pakar dan studi pustaka.
2) Akuisisi Pengetahuan Akuisisi pengetahuan merupakan proses ekstraksi, strukturisasi dan pengorganisasian pengetahuan dari satu atau banyak sumber. Tahapan ini merupakan paling krusial dari pembangunan knowledge base, dan menentukan keberhasilan suatu knowledge base yang akan dikembangkan. Pada tahap ini pengetahuan-pengetahuan yang digunakan sebagai bahan baku diperoleh bisa melalui beberapa tahapan sebelumnya, seperti analisis, perhitungan, pertimbangan, pengidentifikasian yang berdasarkan studi pustaka dan juga kegiatan diskusi dengan pakar. Pada akusisi pengetahuan dengan pakar, metode yang digunakan adalah manual yang dilakukan dengan wawancara untuk mendapatkan informasi/pengetahuan yang tidak tersedia secara eksplisit di dalam literatur atau pustaka. Wawancara dilakukan dengan seorang pakar Dr. Ir. Widodo, MS yang ahli mengenai cabai merah, sekaligus dosen IPB dan praktisi, banyak pengetahuan yang bersifat tacit diperoleh dari pakar. Kegiatan wawancara ini dilakukan di Laboratorium Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Teknik wawancara dengan pakar tidak hanya satu arah tetapi lebih ke kegiatan diskusi untuk memudahkan pakar dan knowledge engineer menggali banyak informasi. Kadang yang menjadi kendala dalam
27
proses wawancara adalah tidak jarang pakar menyampaikan informasi yang belum terstruktur dan beberapa kemungkinan bagian penting bisa terlewatkan, teknik diskusi bisa mengingatkan pakar untuk bagian-bagian penting agar disampaikan. Selain wawancara dengan pakar, studi pustaka juga dilakukan untuk menghimpun segala pengetahuan tentang pemupukan cabai merah. Studi pustaka diperoleh dari buku, jurnal, web resmi, literatur, hasil penelitian lembaga, dan beberapa literatur yang relevan. Tidak juga mudah mengakuisisi pengetahuan dari pustaka karena begitu banyak data/informasi yang berlimpah dan kadang-kadang membingungkan knowledge engineer akibat inkonsistensi data. Inkonsistensi data dari pustaka sering menimbulkan ambiguinitas sehingga tetap diperlukan konsultasi dengan pakar. Pada tahapan ini, proses akusisi pengetahuan dibatasi sesuai dengan hasil dari identifikasi masalah, yaitu pengembangan pengetahuan tentang tanah dan karakteristiknya, penentuan dosis kapur/belerang, penentuan pupuk kandang, penentuan pupuk sintetis, cara dan waktu aplikasi kapur/belerang, pupuk kandang, dan pupuk sintetis. Berikut ini adalah klasifikasi pengetahuan yang diakuisisi berdasarkan sumbernya (pustaka dan pakar): 1. Pengetahuan jenis tanah dan karakteristiknya Apabila berbicara mengenai tanah, merupakan hal yang sangat komplek apalagi berkaitan dengan sifat tanahnya. Tanah memiliki banyak sifat atau karakteristik tanah yang berbeda-beda sesuai jenis tanahnya. Akusisi pengetahuan tentang tanah ini mengalami banyak kendala. Banyak informasi dari buku, jurnal, hasil penelitian, internet yang berbeda satu sama lain. Masih belum tersedia informasi tentang sifat tanah secara konsisten. Karena pada dasarnya untuk mengetahui sifat tanah yang sebenarnya, perlu dilakukan analisis tanah di laboratorium, dan satu petak tanah dengan petak tanah yang lain, kecenderungan sering berbeda, oleh karena itu untuk mengetahui jenis tanah dan sifatnya memang baiknya perlu dilakukan analisis tanah, agar informasi yang dihasilkan lebih akurat, sehingga pengambilan keputusan nantinya sesuai dengan masalah yang ada. Dari masalah di atas pakar kemudian menginstruksikan untuk mengakuisisi pengetahuan tentang tanah yang bersifat umum, seperti jenis tanah dan karakteristik umum. Oleh karena itu pengetahuan ini hanya bersifat rujukan dan sebagai pemberi informasi yang umum tentang tanah. Selanjutnya pakar juga menganjurkan untuk mengakuisisi pengetahuan tentang sifat tanah yang umum, seperti data-data yang diambil pada analisis tanah, misalnya pH tanah (berupa nilai kisaran), tekstur, C-organik, KTK (Kapasitas Tukar Kation), ciri tanah, gambar tanah, dan kerapatan tanah (bulk density). Data-data tersebut diperoleh dari pustaka yang sebelumnya dianalisis terlebih dahulu. Sebenarnya masih banyak lagi sifat tanah yang lain, tetapi hal tersebut terlalu komplek, sehingga hanya jenis tanah dan sifat tanah yang secara umum disajikan. Tujuannya dengan pengetahuan tentang jenis tanah ini bisa membantu mengidentifikasi jenis tanah apabila tidak melakukan analisis tanah. Walaupun pada kenyetaannya lebih baik tetap melakukan analisis tanah. Berikut ini adalah hasil akuisisi pengetahuan untuk tanah dan karakteristiknya yang terdapat pada Tabel 5.
28
Tabel 5. Akuisisi pengetahuan jenis tanah dan karakteristiknya
pH (Max)
Kriteria pH
(a)
(a)
(b)
Lempung Berpasir
6.0
7.5
agak alkalis
0.15
rendah
0.4
sangat rendah
1.77
Tanah yang sangat lapuk, tekstur berat dan kadang-kadang lekat, struktur gumpal, bahan organik rendah. Ditemukan pada ketinggian dari muka laut sampai 400 m)
Andosol (Andisol)
Lempung Berdebu
4.5
6.0
agak masam
8.61
sangat tinggi
31.7
tinggi
0.81
Tanah berwarna hitam atau coklat tua, remah, kandungan bahan organik tinggi. Ditemukan pada ketinggian dari permukaan laut sampai 3000 m.
Gambut/ Organosol (Histosol)
Banyak serasahsaprik (muck)
3.0
4.5
sangat masam
12
sangat tinggi
100
sangat tinggi
2.00
Terdiri dari lapisan gambut (bahan organik) yang relatif tebal (40 m). Tanah jenuh sepanjang tahun. Reaksi tanah umumnya sangat masam.
Latosol (Inceptisol)
Lempung Berpasir
4.5
5.5
masam
2.17
sedang
10.5
rendah
1.38
Podzolik Merah Kuning (Ultisol)
Liat
4.2
4.8
masam
0.51
sangat rendah
5.7
rendah
1.50
Tanah dengan pelapukan lanjut. Unsur hara rendah, warna tanah merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan, atau kuning. Ditemukan dari pada ketinggian dari muka laut sampai 900 m. Tanah yang sangat tercuci, lapisan atas berwarna abu-abu muda sampai kekuningan, lapisan bawah merah atau kuning, terdapat akumulasi liat hingga tekstur relatif berat, struktur gumpal, bahan organik rendah, kejenuhan basa rendah. Bahan induk kadangkadang mempunyai karatan kuning, merah dan abu-abu. Ditemukan pada ketinggian antar 50 m-350 m.
Tekstur
(a)
(b)
Mediteran (Alfisol)
COrganik (%) (c)
Ket_COrganik
KTK (meq/ 100 g) (c)
pH (Min)
Jenis Tanah
(b)
Ket KTK (b)
Bulk density (g/cc) (c)
Ciri (a)
Sumber : (a) Hardjowigeno (2003), (b) Soil Survey Staff (1999) dan Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (2003), (c) Soil Survey Staff (1999)
Gambar Tanah (c)
29
2. Pengetahuan penentuan dosis kapur/belerang Pengetahuan untuk menentukan dosis kapur/belerang ini diperoleh dari literatur. Dalam literatur itu disebutkan bahwa parameter untuk menentukan dosis kapur/belerang tergantung pH tanah dan tekstur tanah, tanah masam perlu ditambah kapur, sedangkan tanah alkalis perlu ditambahkan belerang. Penentuan dosis kapur/belerang berdasarkan pH tanah sebaiknya adalah pH ukur dan jenis tekstur dari hasil analisis tanah agar lebih akurat hasilnya. Tetapi juga bisa menggunakan data pH dan tekstur dari informasi tanah yang sudah diberikan. Dari literatur yang didapat tidak ada keterangan mengenai kriteria pH. Kemudian ditambahkan informasi kriteria pH berdasarkan klasifikasi pH yang bersumber dari Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardowigeno (1995). Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengklasifikasian nilai pH. Selain itu pada literatur hanya tertulis kapur saja, tidak menyebutkan spesifik jenis kapur dan menggunakan satuan pounds/acre lalu dikonversi ke satuan kg/ha. Berikut ini adalah pengetahuan penentuan dosis kapur/belerang pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Akuisisi pengetahuan dosis kapur berdasarkan pH tanah dan tekstur tanah
No
Perubahan pH
Berpasir
1 4.0 - 6.5 3250 2 4.5 - 6.5 2750 3 5.0 - 6.5 2250 4 5.5 - 6.5 1500 5 6.0 - 6.5 750 Sumber : Knott JE (1957)
Lempung Berpasir
Tekstur (kg/ha) Lempung Lempung Berdebu
6250 5250 4250 3250 1750
8750 7250 5750 4250 2250
10500 8750 7000 5000 2750
Lempung Liat (loam clay) 12500 10500 8250 5750 3000
Muck (tanah gambut) 23750 20250 15750 10750 5500
Tabel 7. Pengetahuan dosis belerang berdasarkan pH tanah dan tekstur tanah No
Perubahan pH
1 8.5 - 6.5 2 8.0 – 6.5 3 7.5 – 6.5 4 7.0 – 6.5 Sumber : Knott JE (1957)
Berpasir 2500 1500 625 125
Tekstur (kg/ha) Berlempung 3125 1875 1000 188
Clayey 3750 2000 2500 375
Pengetahuan untuk penentuan dosis kapur/belerang itu dari mulai pH 4.0 sampai 6.0 untuk diubah ke 6.5 (pH optimal pertumbuhan cabai merah), apabila ternyata pH tanah yang ingin diketahui dosis kapur/belerangnya tidak masuk kisaran data tersebut, maka menggunakan metode pendekatan (pemilihan kisaran nilai pH yang memiliki kecenderungan pada kisaran nilai pH tertentu). Kemudian dari rekomendasi pakar data di atas dilakukan pendekatan, membuat kisaran nilai pH yang kecil selisihnya seperti berikut ini pada Tabel 8.
30
Tabel 8. Kisaran nilai pH yang ditambahkan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perubahan pH 3.6-4.0 4.1-4.5 4.6-5.0 5.1-5.5 5.6-6.0 8.1-8.5 7.6-8.0 7.1-7.5 6.6-7.0
3. Pengetahuan penentuan dosis pupuk kandang Pupuk kandang merupakan sumber bahan organik yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Sumber dari bahan organik sebenarnya tidak hanya dari pupuk kandang, misalnya dari pupuk hijau, kompos, dst. Keberadaan pupuk kandang yang mudah diperoleh dan sekaligus memanfaatkan limbah peternakan, menjadi pertimbangan juga. Jenis pupuk kandang banyak tersedia, misalnya yang berasal dari ayam, sapi, kuda, dan kambing. Setiap pupuk kandang mengandung kadar C-organik yang berbeda-beda, semakin tinggi kandungan C-organik tanah, maka semakin baik untuk diaplikasikan ke lahan. Kadar C-organik yang tinggi akan mengidentifikasikan jumlah bahan organik yang tinggi pula, keberadaan bahan organik sangat dibutuhkan oleh tanah, khususnya tanah yang miskin kandungan hara. Di bawah ini adalah pengklasifikasian C-organik tanah dan perlakuannya pada Gambar 10 dan juga Tabel 9.
31
Gambar 10. Pengklasifikasian C-organik Tabel 9. Klasifikasi C-Organik dan perlakuannya No 1
Kriteria C-Organik Sangat rendahrendah
C-Organik (%) (a) 0.1-2.0
2
Sedang-tinggi
2.1-5.0
3
Sangat tinggi
5.1-85.0
Perlakuan (b) Harus tambahkan bahan organik (pupuk kandang), karena c-organik rendah kandungan bahan organik juga rendah, dan KTK akan cenderung rendah. Lebih baik ditambahkan pupuk kandang (pilihan) Pengusahaan untuk pertanian lebih baik ditambahkan bahan organik (pupuk kandang) dan tanah mineral (tanah gambut/organosol/histosol)
Sumber : (a) Pusat Penelitian Tanah Bogor (1983) dalam Hardjowigeno (1995), (b) Pakar Pada Gambar 10 dan Tabel 10, menjelaskan bahwa setiap tanah memiliki kadar Corganik yang berbeda-beda. Untuk kriteria sangat rendah sampai rendah, sangat miskin bahan organik, sehingga perlu ditambahkan pupuk kandang sebagai salah satu sumber bahan organik, begitu juga dengan kriteria sedang sampai tinggi, dan sangat tinggi memiliki perlakuan yang berbeda-beda. Pada penentuan dosis pupuk kandang, hanya untuk tanah dengan C-organik ≤ 2.0% yang dilakukan perhitungan dan penyimpanan di basis data, dari kisaran kadar minimal C-Organik 0.1% sampai 2.0%. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus yang diperoleh dari pengetahuan tacit pakar. Dari informasi yang diperoleh bahwa berdasarkan
32
pengalaman pakar dan didukung dengan literatur, tanah yang C-organiknya ≤ 2.0%, memang masih tergolong rendah kandungan bahan organik, kemudian pakar menginstruksikan untuk membuat penentuan perhitungan dosis pupuk kandang pada tanah C-organiknya ≤ 2.0% sebagai kebutuhan minimum tanah terhadap bahan organik. Untuk mendapatkan pengetahuan dosis pupuk kandang maka dilakukan perhitungan, dengan mempertimbangkan parameter-parameter seperti C-organik yang tersedia pada tanah, luas lahan, kerapatan tanah, massa tanah, dan Corganik pupuk kandang. Sebelum ditunjukkan bagaimana cara perhitungannya berikut ini diinfokan beberapa asumsi dan parameter yang diperoleh dari literatur yang mendasari perhitungan dosis pupuk kandang : a) C-organik ideal 2.1%. Menurut Victoria (2005) menyebutkan bahwa tanah untuk tanaman (crop) minimal tersedia C-organik 2.0 %, sehingga diasumsikan bahwa C-organik ideal sekitar 2.1%. b) Karena kebutuhan pupuk kandang juga dipengaruhi oleh bulk density tanah maka berdasarkan Hardjowigeno (1995), untuk tanah mineral diasumsikan 1 g/cm3, dengan volume tanah 2000 m3 yang berasal dari (100x100x0.20) m3, sehingga massa tanah untuk tanah mineral 2000 ton. c) C-organik pupuk kandang dari ayam, sapi, kambing berturut-turut adalah 14.97%, 20.94%, 14.99% (Maerere AP et al. 2001) sedangkan kuda sebesar 17.93% (Rosliani et al. 2004). Perhitungan dalam menentukan dosis pupuk kandang berasal dari pakar dengan dibantu beberapa asumsi dan parameter dari pustaka. Sehingga berikut ini adalah pehitungannya: Parameter : Co_ideal = C-Organik yang ideal sekitar 2.1 % Co_tanah=C_Organik tanah (nilainya berkisar 0.1%-2.0%) Co_pukan_ayam= C-Organik pupuk kandang dari kotoran ayam (14.97%) Co_pukan_sapi= C-Organik pupuk kandang dari kotoran sapi (20.94%) Co_pukan_kuda= C-Organik pupuk kandang dari kotoran kuda (14.99%) Co_pukan_kambing= C-Organik pupuk kandang dari kotoran kambing (17.93%) Kerapatan_tanah atau bulk density= 1 g/cm3 Vol_tanah=Volume tanah (pxlxt)=100 m x100 m x 0.20 m = 2000 m3 Co_pukan= C-Organik pupuk kandang (%) Dengan mengacu pada parameter di atas maka untuk menghitung kebutuhan C-organik persamaan (1.1): Kebutuhan_Co ton =
__
x kerapatan_tanah x vol_tanah
(1.1)
Kebutuhan C-organik (ton) dikonversi ke jumlah pupuk kandang. Misalnya apabila ingin menggunakan ayam, sapi, kuda, atau kambing adalah sama saja perhitungannya, tinggal mengganti C-organik pupuk kandang : Persamaan (1.2) untuk menghitung dosis pupuk kandang, misalnya dari ayam : Dosis pukan ayamton =
+,--_
x Co_pukan_ayam
(1.2)
33
Jadi untuk mengetahui dosis pupuk kandang dapat dihitung dengan persamaan (1.3) : Dosis pukan =
./
01234567 81296:6; < ?@ +AB96:6; @ C96:6; D =>>
x Co_pukan
(1.3)
Misalnya C-organik tanah hasil analisis tanah adalah 1.5% dengan menggunakan rumus dosis pupuk kandang maka diperoleh kebutuhan untuk C-organik adalah 12 ton, kemudian dikonversi ke ukuran pupuk kandang untuk ayam 2 ton atau sapi 3 ton atau kuda 2 ton atau kambing 2 ton. Jumlah pupuk kandang tersebut adalah minimal, apabila ditambah lagi dosisnya lebih dari itu, hal tersebut bersifat pilihan. Banyak jenis pupuk kandang yang tersedia di pasaran. Rekomedasi terbaik berturut-turut pada penggunaan pupuk kandang dari kotoran ayam, sapi, kuda, dan kambing. Berikut ini adalah beberapa pertimbangan dalam menentukan jenis pupuk kandang yang terdapat pada Tabel 10. Tabel 10. Kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis pupuk kandang Jenis Pupuk Kandang dari Ayam
Kelebihan/kekurangan
Jumlah yang dibutuhkan sedikit, pemanfaatannya luas, cepat terdekomposisi, kadar unsur hara lebih banyak. Sapi Kadar serat tinggi (selulosa), kadar C tinggi menghambat penggunaan langsung ke lahan, kadar air tinggi. Kuda Jumlah yang dibutuhkan relatif sedikit, sedikit persebaran kotoran kuda, banyak mengandung Mg Kambing Bentuknya butiran menjadi sulit terdekomposisi, kalium relatif tinggi. Sumber : Hartatik W, Widowati LR 4. Pengetahuan penentuan dosis pupuk sintetis Pupuk sintetis merupakan pupuk yang berasal dari bahan kimia. Pupuk sintetis biasanya menyediakan unsur-unsur makro primer yang dibutuhkan oleh tanaman, seperti unsur N, P, dan K. Terdapat banyak pupuk sintetis di pasaran, dari jenis pupuk tunggal dan juga pupuk majemuk. Pupuk tunggal berarti hanya mengandung satu unsur misalnya hanya unsur N atau P, atau K saja. Sedangkan pupuk majemuk biasanya mengandung campuran dari beberapa unsur makro yaitu N, P, dan K. Dalam pembangunan knowledge base manajemen nutrisi cabai merah, menyediakan beragam rekomendasi dosis pupuk dari jenis-jenis pupuk sintetis di pasaran, dari pupuk tunggal seperti Urea-46, ZA-21, SP-36, SP-18, KCl-60, KCl-50 dan beberapa pilihan jenis pupuk dari kategori pupuk majemuk misalnya NPK (20-10-10), NPK (15-15-15), dst. NPK (20-10-10) berarti bahwa 20% mengandung unsur N, 10% unsur P, dan 10% unsur K. Informasi berbagai jenis pupuk sintetis baik tunggal dan majemuk yang dimasukkan dalam basis pengetahuan, diperoleh dari internet dan website resmi produsen pupuk sintetis di Indonesia, selain itu juga rekomendasi dari pakar. Berbeda jenis pupuk, maka takaran dosisnya juga berbeda. Pada dasarnya tidaklah mudah menentukan kombinasi dosis pupuk sintetis yang
34
tepat dari komposisi yang tersedia dipasaran, harus melalui perhitungan dan analisis. Penentuan dosis pupuk sintetis ini berdasarkan jumlah unsur yang dibutuhkan oleh cabai merah. Dengan mengacu pada Tabel 2, menurut Berke et al. (2005) didapat informasi bahwa jumlah unsur NPK dengan dipengaruhi oleh daya serap masing-masing unsur bahwa jumlah unsur yang dibutuhkan oleh cabai merah adalah unsur N sebesar 450 kg/ha, unsur P sebesar 220 kg/ha, dan unsur K sebesar 400 kg/ha untuk target hasil 5 ton/ha bobot kering. Selanjutnya dari informasi tersebut dikonversi, dianalisis dan dilakukan perhitungan bahwa untuk target hasil 15 ton/ha bobot basah dengan asumsi kadar air 90% maka kebutuhan unsur cabai merah adalah sebagai berikut yang tersaji pada Tabel 11. Tabel 11. Kebutuhan unsur NPK pada tanaman cabai merah (target hasil 15 ton/ha bobot basah) Unsur Kebutuhan akan unsur Daya serap (%) hara (kg/ha) N 180 40 P 22 10 K 200 50 *Asumsi tidak ada nutrien dalam tersedia dalam tanah
Jumlah unsur yang dibutuhkan (kg/ha) * 150 75 135
Jadi jumlah unsur makro primer yang dibutuhkan oleh cabai merah adalah 150 kg/ha untuk N, 75 kg/ha untuk P, dan 135 kg/ha untuk K. Jumlah unsur ini dengan asumsi tidak tersedianya unsur dalam tanah. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari pupuk sintetis yang banyak tersedia di pasaran. Dan agar keseluruhan pupuk sintetis bisa terserap optimal terserap optimal oleh tanaman, dan memenuhi target 15 ton/ha, maka kondisi tanah harus optimal dimana pH dan bahan organik cukup. Selain itu waktu pengaplikasian satuan pupuk NPK berbeda-beda menurut Berke et al, (2005) untuk pupuk N dari total dosis pupuk sebesar 40% diaplikasikan sebagai pupuk dasar, 20% pada 2 MST (Minggu Setelah Tanam), 20% pada 4 MST, 20% pada 6 MST, sedangkan P dan K adalah 50% pada pupuk dasar dan 50% sisanya pada 4 MST. Uraian di atas merupakan dasar analisis untuk pengetahuan penentuan dosis pupuk tunggal atau pupuk majemuk. Khusus untuk pupuk majemuk lebih komplek cara menghitungnya. Dalam pengaplikasiannya pupuk majemuk juga membutuhkan tambahan dari pupuk tunggal. Alasannya adalah bahwa waktu aplikasi setiap pupuk N, P, dan K berbeda-beda, sehingga apabila hanya pupuk majemuk saja yang diaplikasikan maka untuk unsur yang harusnya tidak perlu diaplikasikan menjadi teraplikasi, karena pupuk majemuk kandungan N,P, dan K nya tercampur. Dibawah ini dijelaskan bagaimana cara perhitungan dosis kedua jenis pupuk, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk beserta tambahannya dari pupuk tunggal. a) Pupuk Tunggal Berikut ini adalah jenis-jenis pupuk tunggal yang umum dipasaran. Urea-46 dan ZA21 mewakili dari pupuk N, SP-36 dan SP-18 mewakili dari pupuk P, sedangkan pupuk K diwakili oleh KCl-60 dan KCl-50. Karena merupakan pupuk tunggal, berarti hanya tersusun dari satu jenis unsur kandungan N, atau kandungan P atau kandungan K saja. Dalam pengaplikasian tidak keseluruhan jenis pupuk tunggal tersebut diaplikasikan, hanya dipilih
35
masing-masing satu jenis dari pupuk N, pupuk P, dan pupuk K. Tidak hanya jenis pupuk tunggal tersebut yang bisa digunakan. Banyak pilihan jenis di pasaran, dan juga bisa ditambahkan lagi untuk jenis-jenis pupuk tunggal yang lain pada pengetahuan ini. Berikut ini adalah jenis pupuk tunggal yang sudah diakuisisi yang terdapat pada Tabel 12. Tabel 12. Jenis pupuk tunggal dan presentase kandungan N, P, dan K Pupuk N P K
Jenis Pupuk Tunggal Urea-46 (46% N) ZA-21 (21% N) SP-36 (36% P2O5) SP-18 (18% P2O5) KCl (60% K2O) KCl (50% K2O)
Kand_n (%)
Kand_p (%)
Kand_k (%)
46 21 0 0 0 0
0 0 36 18 0 0
0 0 0 0 60 50
Pada Tabel 12 menunjukkan setiap masing-masing jenis pupuk tunggal memiliki kandungan N, P, dan K yang berbeda-beda. Untuk mengetahui dosis pupuk tunggal dari Tabel 12 menggunakan perhitungan rumus yang diperoleh dari pakar, yaitu sebagai berikut cara perhitungan dan parameter pentingnya. Parameter : n_cabai = Jumlah unsur N yang dibutuhkan oleh cabai merah (150 kg/ha) p_cabai= Jumlah unsur P yang dibutuhkan oleh cabai merah (75 kg/ha) k_cabai= Jumlah unsur K yang dibutuhkan oleh cabai merah (135 kg/ha) n_pd= aplikasi pupuk N sebagai pupuk dasar sebesar 40% n_2mst= aplikasi pupuk N sebagai 2mst sebesar 20% n_4mst= aplikasi pupuk N sebagai 4mst sebesar 20% n_6mst= aplikasi pupuk N sebagai 6mst sebesar 20% p_pd= aplikasi pupuk P sebagai pupuk dasar sebesar 50% p_4mst= aplikasi pupuk P sebagai 4mst sebesar 50% k_pd= aplikasi pupuk K sebagai pupuk dasar sebesar 50% k_4mst= aplikasi pupuk K sebagai 4mst sebesar 50% kand_n= kandungan unsur N (%) kand_p= kandungan unsur P (%) kand_k= kandungan unsur K (%) Perhitungan total dosis pupuk tunggal: Total DosisB-B-+F G I = +H
Total DosisB-B-+L G I = +H
Total DosisB-B-+N G I = +H
+:
+M
+J
x n,GJKI ;6
x p,GJKI ;6
x k ,GJKI ;6
(1.4) (1.5) (1.6)
36
1. Perhitungan untuk dosis pupuk N (Urea46 atau ZA21) DosisB-B-+F OPOPQ RSTSU G I = +H
DosisB-B-+F 2XTY G I =
+:
DosisB-B-+F 6XTY G I =
+:
+H
+:
x n,GJKI x n_pd ;6
x n,GJKI x n_2mst
(1.8)
x n,GJKI x n_6mst
(2.0)
;6
DosisB-B-+F 4XTY GI = + x n,GJKI x n_4mst +H +H
:
;6 ;6
2. Perhitungan untuk dosis pupuk P (SP36 atau SP18) DosisB-B-+M OPOPQ RSTSU G I = DosisB-B-+M 4XTY G I = +H
+H
+M
(1.7)
+M
x p_cabai G I x p_pd +H
x p,GJKI x p_4mst ;6
(1.9)
(2.1) (2.2)
3. Perhitungan untuk dosis pupuk K (KCl60 atau KCl50) DosisB-B-+J OPOPQ RSTSU G I = DosisB-B-+J 4XTY G I = +H
+H
+J
+J
x k ,GJKI x k_pd ;6
x k ,GJKI x k_4mst ;6
(2.3) (2.4)
Apabila terdapat jenis pupuk tunggal yang lain, perhitungannya hampir sama. Pupuk N diaplikasikan dari total dosis sebesar 40 % sebagai pupuk dasar, 20% pada 2 MST, 20% pada 4 MST, dan 20% pada 6 MST, sedangkan untuk pupuk P diaplikasikan dari total dosis sebesar 50% sebagai pupuk dasar dan 50% lagi diaplikasikan pada 4 MST, hal yang sama untuk pupuk K. Jenis pupuk tunggal yang terdapat pada Tabel 12, adalah umum dipasaran dan popular dikalangan petani. Yang perlu diingat adalah bahwa dalam pengaplikasiannya tidak ke enam jenis pupuk tunggal tersebut diaplikasikan semua. Hanya dipilih satu jenis pupuk tunggal yang mewakili masing-masing satu dari unsur N, unsur P, unsur K. b) Pupuk Majemuk Dalam menentukan rekomendasi untuk pupuk majemuk, berbeda dengan pupuk tunggal. Karena pupuk majemuk terdiri dari unsur N, P, dan K dengan berbagai kadar komposisi yang berbeda. Berdasarkan pakar pada kenyataannya pengaplikasian pupuk majemuk tidak bisa diaplikasikan sendiri, membutuhkan tambahan dari pupuk tunggal. Memang tidak mudah menghitung dosis pupuk apabila menggunakan pupuk majemuk, Pengetahuan dalam menentukan dosis pupuk majemuk yang berupa rumus-rumus ini berasal dari pakar. Jenis pupuk majemuk dipilih yang umum dipasaran dan datanya diperoleh dari internet, situs resmi PT. Petrokimia Gresik (www.petrokimia-gresik.com), PT. Pupuk Kaltim (www.pupukkaltim.com) sebagai salah satu produsen pupuk sintetis yang tergolong besar di Indonesia. Berikut ini adalah daftar jenis pupuk majemuk yang sudah diakuisisi pada Tabel 13 dan presentase NPK yang terkandung di dalamnya.
37
Tabel 13. Jenis pupuk majemuk yang telah diakusisi No
Jenis pupuk majemuk
Kand_n (%)
Kand_p (%)
Kand_k (%)
1 2
NPK 20-10-10 NPK 20-6-6
20 20
10 6
10 6
3
NPK 20-9-15
20
9
15
4 5
NPK 25-7-7 NPK 30-6-8
25 30
7 6
7 8
6
NPK 16-16-16
16
16
16
7 8
NPK 15-15-15 NPK (15-15-6)+2
15 15
15 15
15 6
9
NPK (12-12-17)+2
12
12
17
10 11
NPK 12-12-20 NPK 14-10-20
12 14
12 10
20 20
12
NPK 16-4-25
16
4
25
13 14
NPK (12-6-27)+4 NPK (14-8-18)+3
12 14
6 8
27 18
15
NPK (15-9-20)+4
15
9
20
Sumber : www.petrokimia-gresik.com, www.pupukkaltim.com, internet. Setelah salah satu jenis misalkan jenis NPK [X-Y-Z] sudah diketahui dosisnya melalui perhitungan, maka dihitungan tambahannya yang berasal dari pupuk tunggal. Pupuk N bisa menggunakan Urea-46 atau ZA-21, kemudian pupuk P bisa menggunakan SP-36 atau SP-18, dan pupuk K bisa menggunakan KCl-60 atau KCl-50. Waktu pengaplikasiannya sebagai pupuk dasar, 2 MST, 4 MST, dan 6 MST, tergantung ketentuan masing-masing pupuk tunggal. Pada perhitungan dosis pupuk majemuk dengan tambahan dari pupuk tunggal menggunakan rumus-rumus yang komplek. Berikut ini adalah fungsi perhitungan untuk menentukan dosis pupuk majemuk beserta tambahannya yang diperoleh dari pakar dan tersaji pada Lampiran 1. Setelah menghitung seperti persamaan (2.5) dan (2.6) maka diperoleh hasil dosis pupuk majemuk dari NPK [X-Y-Z] tertentu. Hasil tersebut diaplikasikan sebagai pupuk dasar dengan dikalikan 40% dan 4 MST dengan dikalikan 20%. Pada waktu 2 MST dan 6 MST, pupuk NPK [X-Y-Z] tidak diaplikasikan, karena apabila diaplikasikan unsur P dan K akan teraplikasi. Unsur P dan K hanya diaplikasikan sebagai pupuk dasar dan 4 MST sebesar masing-masing 50%. Menurut pakar, agar pertumbuhan dan kebutuhan tanaman tetap terpenuhi ditambahkan pupuk tunggal. Pupuk tunggal yang berfungsi sebagai tambahan harus memenuhi unsur N, P, dan K. Unsur N dapat diambil dari Urea-46 atau ZA21, unsur P dari SP-36 atau SP-18, dan unsur K dari KCl-60 atau KCl-50. Perhitungan lengkapnya bisa dilihat pada Lampiran 1.
38
5. Pengetahuan cara dan waktu aplikasi dari amelioran Selain penentuan dosis disajikan juga pengetahuan mengenai waktu dan cara aplikasi yang tetap dan sesuai untuk kapur/belerang, pupuk kandang, dan pupuk sintetis. Pengetahuan cara dan waktu aplikasi amelioran ini diperoleh dari pustaka, dan beberapa tambahan dari pakar. Berikut ini yang terdapat pada Tabel 14. Tabel 14. Waktu dan cara aplikasi amelioran Jenis Amelioran Kapur/Belerang
Waktu Aplikasi 2 minggu sebelum tanam (a)
Cara Aplikasi Kapur/belerang ditaburkan di atas tanah yang telah diolah, kemudian dicampur dengan tanah dengan pencangkulan kembali (c) (a) Pupuk Kandang 2 minggu sebelum tanam Pupuk kandang ditaburkan di atas tanah yang telah diolah, kemudian dicampur dengan tanah dengan pencangkulan kembali (c) Pupuk Tunggal/ Pemupukan dasar : Pemupukan dasar (a): ditaburkan di Pupuk Majemuk sebelum tanam (a) atas tanah yang telah diolah, kemudian Pemupukan susulan (b): dicampur dengan tanah dengan pencangkulan kembali (minimal di N (Urea-46/ ZA21) : daerah lubang tanam) 2,4, dan 6 minggu setelah Pemupukan susulan (b) : dilakukan tanam (MST) dengan cara disebar di samping larikan P (SP-36/SP-18) : 4 minggu setelah tanam (MST) tanaman (side-dressed). Selain itu apabila penanaman menggunakan K (KCl-60/ KCl-50) : 4 minggu setelah tanam (MST) plastik mulsa, maka bisa dibuat lubang pupuk diantara dua tanaman kemudian pupuk dilarutkan dengan air, dan di siramkan ke lubang pupuk. Sumber : (a) Pakar,(b) Berke et al. (2005), (c) Sumarni N (1966) Demikianlah tahap akuisisi pengetahuan, dimana semua pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan telah diperoleh dari pakar dan literatur. Pada masing-masing pengetahuan setelah selesai diakuisisi kemudian di validasi kebenarannya oleh pakar, dengan tujuan agar ketika terdapat sedikit kesalahan tidak berakibat fatal pada keseluruhan pengetahuan yang telah dibangun, serta memudahkan tahap validasi di akhirnya nanti.
3) Representasi Pengetahuan Setelah tahap akuisisi pengetahuan, tahap selanjutnya adalah representasi pengetahuan. Tahap ini merupakan tahapan dimana pengetahuan-pengetahun yang sudah diakuisisi sebelumnya diformulasikan agar kompatibel dan bisa disimpan dalam representasi penyimpanan komputer, mudah diakses, dan bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Ada banyak metode representasi seperti kaidah produksi (production rules), pohon keputusan (decision tree), tabel keputusan (decision table), jaringan semantik (semantic nets), frame, dst. Pemilihan metode representasi pengetahuan tergantung jenis pengetahuan yang akan direpresentasikan. Dalam pengembangan pengetahuan ini menggunakan metode pohon keputusan (decision tree), tabel keputusan (decision table), dan bentuk model data relasi (karena pengetahuannya sudah diakuisisi
39
langsung dalam bentuk tabel). Langkah pertama pengetahuan direpresentasikan dengan menggunakan metode pohon keputusan (decision tree) selanjutnya konversi ke metode tabel keputusan (decision table) agar lebih memudahkan untuk dimasukkan ke dalam basis data. Alasan pemilihan metode representasi jenis tersebut adalah karena jenis pengetahuan yang dikembangkan lebih mudah menggunakan metode tersebut, selain itu DBMS (PostgreSQL) yang akan digunakan merupakan penyimpanan tipe data relasional. Berikut ini adalah uraian cara merepresentasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diakuisisi. a) Representasi pengetahuan penentuan dosis kapur/belerang Bentuk representasi pengetahuan dosis kapur/belerang ini dikembangkan dari pengetahuan yang sudah diakusisi pada Tabel 6 dan Tabel 7 kemudian dengan menggunakan metode pohon keputusan dan tabel keputusan diperoleh hasil representasi pada Gambar 11 dan Tabel 15. Penjelasannya adalah bahwa tanah membutuhkan kapur/belerang untuk mengubah pH tanah ke pH optimal/ideal. Setiap tanah mempunyai nilai pH yang berbeda-beda, dari kategori sangat masam sampai agak alkalis dengan kisaran nilai 4.0 sampai 8.5, dan setiap tanah yang mempunyai nilai pH juga mempunyai jenis tekstur tanah, untuk tanah masam pilihannya ada enam jenis tekstur yaitu berpasir, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, lempung liat (clay loam), muck (pada tanah gambut). Sedangkan untuk tanah alkalis hanya ada tiga jenis tekstur yaitu berpasir, berlempung, berliat (clayey). Studi kasusnya adalah misalnya ada sebuah lahan untuk budidaya cabai merah, setelah dilakukan analisis tanah, maka diperoleh pH tanah adalah pada kategori masam 3 lebih tepatnya nilainya 5.5, dengan tekstur lempung berdebu, maka dengan melihat pada Tabel 15, maka kebutuhan tanah tersebut 5000 kg/ha kapur. Setelah pengaplikasian kapur maka pH tanah menjadi optimal, sehingga unsur hara yang dibutuhkan tanaman juga menjadi tersedia dengan cukup. Setelah itu juga dilengkapi bagaimana cara dan waktu aplikasi kapur yang merujuk pada pengetahuan di Tabel 14, untuk lebih jelasnya adalah berikut ini metode pohon keputusan dan dilanjutkan dengan tabel keputusan pada pengetahuan penentuan dosis kapur/belerang.
40
Gambar 11. Pohon keputusan pengetahuan penentuan dosis kapur/belerang
41
Selanjutnya dari metode pohon keputusan dikonversi ke metode tabel keputusan, berikut ini hasil dari konversi pohon keputusan ke tabel keputusan. Tabel 15. Tabel keputusan pada penentuan dosis kapur atau belerang (mengubah ke pH 6.5) Kriteria pH Sangat masam Sangat masam Sangat masam Sangat masam Sangat masam Sangat masam Masam 1 Masam 1 Masam 1 Masam 1 Masam 1 Masam 1
Perubahan pH
Tekstur
Dosis kapur/belerang (kg/ha)
Kapur atau Belerang
3.6-4.0
berpasir
3250
Kapur
3.6-4.0
lempung berpasir
6250
Kapur
3.6-4.0
lempung
8750
Kapur
10500
Kapur
12500
Kapur
23750
Kapur
3.6-4.0 3.6-4.0
lempung berdebu lempung liat
3.6-4.0
mucks
4.1-4.5
berpasir
2750
Kapur
3.6-4.0
lempung berpasir
5250
Kapur
3.6-4.0
lempung
7250
Kapur
8750
Kapur
10500
Kapur
20250
Kapur
3.6-4.0 3.6-4.0
lempung berdebu lempung liat
3.6-4.0
mucks
Masam 2
4.6-5.0
berpasir
2250
Kapur
Masam 2
4.6-5.0
lempung berpasir
4250
Kapur
Masam 2
4.6-5.0
lempung
5750
Kapur
Masam 2
4.6-5.0
7000
Kapur
Masam 2
4.6-5.0
8250
Kapur
Masam 2
4.6-5.0
mucks
15750
Kapur
Masam 3
5.1-5.5
berpasir
1500
Kapur
Masam 3
5.1-5.5
lempung berpasir
3250
Kapur
Masam 3
5.1-5.5
lempung
4250
Kapur
Masam 3
5.1-5.5
lempung berdebu
5000
Kapur
lempung berdebu lempung liat
Cara dan waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi
42
Lanjutan Tabel 15 Kriteria pH
Perubahan pH
Tekstur
Masam 3
5.1-5.5
lempung liat
Masam 3
5.1-5.5
mucks
5.6-6.0
Dosis kapur/belerang (kg/ha)
Kapur atau Belerang
5750
Kapur
10750
Kapur
berpasir
750
Kapur
5.6-6.0
lempung berpasir
1750
Kapur
5.6-6.0
lempung
2250
Kapur
5.6-6.0
lempung berdebu
2750
Kapur
5.6-6.0
lempung liat
3000
Kapur
5.6-6.0
mucks
5500
Kapur
Alkalis
8.1-8.5
berpasir
2500
Belerang
Alkalis
8.1-8.5
berlempung
3120
Belerang
Alkalis
8.1-8.5
berliat
3750
Belerang
7.6-8.0
berpasir
1500
Belerang
7.6-8.0
berlempung
1875
Belerang
7.6-8.0
berliat
2500
Belerang
Netral 1
7.1-7.5
berpasir
625
Belerang
Netral 1
7.1-7.5
berlempung
1000
Belerang
Netral 1
7.1-7.5
berliat
1250
Belerang
Netral 2
6.6-7.0
berpasir
125
Belerang
Netral 2
6.6-7.0
berlempung
188
Belerang
Netral 2
6.6-7.0
Berliat
375
belerang
Agak masam Agak masam Agak masam Agak masam Agak masam Agak masam
Agak alkalis Agak alkalis Agak alkalis
Cara dan waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi Cara & waktu aplikasi
Pada pengetahuan yang diakusisi dari literatur, tidak terdapat informasi kriteria pH. Pada Tabel 15 di atas, ditambahkan dengan tujuan untuk memudahkan penggolongan dan pengklasifikasian kisaran nilai pH. Kriteria pH diperoleh dari klasifikasi yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Pusat Penelitian Tanah (1983) yang diacu pada Hardjowigeno (1995). Kemudian terdapat penambahan nilai kisaran pH, ini berdasarkan masukan dari pakar agar lebih membantu dalam
43
klasifikasi nilai pH. Hal ini dilakukan dengan asumsi dan pendekatan. Hasil representasi pada Tabel 15, sudah memenuhi bentuk tabel/relasi yang telah sesuai dengan penggunaan PostgreSQL sebagai DBMS. b) Representasi pengetahuan penentuan dosis pupuk kandang Representasi pengetahuan untuk penentuan dosis pupuk kandang ini dikembangkan dari Gambar 10. Pengetahuan tersebut ditransfer ke metode pohon keputusan dan tabel keputusan yang tersaji pada Gambar 12 dan Tabel 16. Sebelumnya penjelasan atau uraian untuk representasi pengetahuan penentuan dosis pupuk kandang adalah, bawasannya tanah mempunyai nilai C-organik (%), kemudian apabila nilai C-organik tanah tersebut masuk pada kisaran 0.0-2.0% atau kategori sangat rendah sampai rendah, maka keputusannya adalah harus ditambahkan bahan organik, dalam hal ini adalah pupuk kandang. Setelah itu memastikan berapa besar persisinya nilai C-organik tanah tersebut, misalnya 1.0 %, maka dengan menggunakan persamaan (1.3), maka akan diperoleh berapa ton pupuk kandang yang minimal harus diaplikasikan ke lahan. Kemudian untuk kasus ke dua dengan kisaran C-organik tanah 2.1-5.0% maka keputusannya adalah lebih baik tetap ditambahakan bahan organik (pupuk kandang), karena pada dasarnya tanah akan semakin subur, apalagi untuk tesktur tanah yang cenderung berpasir atau berliat tetap baik ditambahkan pupuk kandang. Lain halnya untuk tanah yang memiliki nilai C-organik sangat tinggi, biasanya terdapat pada tanah ke tanah gambut (tanah organik), tetapi ada juga tanah yang sangat tinggi C-organiknya tetapi merupakan tanah mineral. Apabila tanahnya gambut maka pengusahaan untuk pertanian lebih baik ditambahkan bahan organik (pupuk kandang) dan tanah mineral jika memungkinkan. Pada pengetahuan penentuan dosis pupuk kandang, hanya dikembangkan untuk C-organik tanah yang ≤ 2.0%. Berikut ini adalah skema metode representasi pengetahuan dalam bentuk pohon keputusan yang tersaji pada Gambar 12.
44
Gambar 12. Pohon keputusan pada penentuan dosis pupuk kandang Setelah dilakukan analisis dan perhitungan, selanjutnya dari metode pohon keputusan yaitu pada Gambar 12, dikonversi ke metode tabel keputusan yang disajikan pada Tabel 16. Dosisnya diperoleh dengan melakukan perhitungan menggunakan persamaan (1.3) untuk menghitung dosis pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam, sapi, kuda , dan kambing. Tabel 16. Tabel keputusan untuk penentuan dosis pupuk kandang (pukan) C-organik (%) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
Dosis pukan Ayam (ton)
Dosis pukan Sapi (ton)
Dosis pukan kuda (ton)
Dosis pukan kambing (ton)
Perhitungan dosis pupuk kandang menggunakan persamaan (1.3)
45
Lanjutan Tabel 16 C-organik (%) 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2.0
Dosis pukan Ayam (ton)
Dosis pukan Sapi (ton)
Dosis pukan kuda (ton)
Dosis pukan kambing (ton)
Perhitungan dosis pupuk kandang menggunakan persamaan (1.3)
c) Representasi pengetahuan penentuan dosis pupuk sintetis Pada representasi pengetahuan penentuan dosis pupuk sintetis lebih komplek, dari yang lainnya. Terdapat dua jenis pupuk sintetis yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Apabila menggunakan pupuk tunggal maka terdapat pilihan pupuk N, pupuk P, dan pupuk K. Pada pupuk N pilihannya adalah Urea-46 atau ZA-21, kemudian pupuk P antara SP-36 atau SP-18, dan pupuk K antara KCl-60 atau KCl-50. Apabila ingin ditambahkan jenis pupuk tunggal lainnya juga tidak ada masalah. Apabila menggunakan pupuk majemuk misalnya NPK [X-Y-Z] perlu ditambahkan pupuk tunggal, karena akan sulit pengaplikasiannya apabila hanya menggunakan pupuk majemuk saja. NPK [X-Y-Z] berarti X-Y-Z merupakan presentase kombinasi N,P dan K, misalnya pupuk majemuk Ponska yaitu NPK 16-16-16 memiliki arti bahwa unsur N adalah 16%, unsur P adalah 16 %, dan unsur K adalah 16%. Sedangkan tambahan yang dari pupuk tunggal, diwakili masing-masing hanya satu dari pupuk N, pupuk P, dan pupuk K. Lebih jelasnya berikut ini disajikan dalam bentuk pohon keputusan untuk memudahkan pemahaman uraian di atas (Gambar 13).
46
Gambar 13. Pohon keputusan penentuan dosis pupuk sintetis
47
a. Pupuk Tunggal Penentuan dosis pupuk tunggal diperoleh dari Gambar 13 selanjutnya dikonversi ke metode tabel keputusan yang tersaji pada Tabel 17. Tabel 17. Tabel keputusan penentuan dosis pupuk tunggal Jenis Pupuk Total dosis dasar puput (kg/ha) tunggal (kg/ha) N Urea-46 Persamaan Persamaan (1.4) (1.7) N ZA-21 P SP-36 Persamaan Persamaan (1.5) (2.1) P SP-18 K KCl-60 Persamaan Persamaan (1.6) (2.3) K KCl-50 Keterangan : MST (Minggu Setelah Tanam) Pupuk
2 MST (kg/ha)
4 MST (kg/ha)
6 MST (kg/ha)
Persamaan (1.8)
Persamaan (1.9)
Persamaan (2.0)
-
Persamaan (2.2)
-
-
Persamaan (2.4)
-
Pada Tabel 17, terlihat jelas bahwa pengambilan keputusan untuk memilih pupuk yang sesuai dengan takaran dosis yang tepat bisa dilakukan dengan mudah, menggunakan perhitungan pada persamaan yang sudah tertera pada setiap baris dan kolom untuk jenis pupuk tunggal yang ingin diketahui dosisnya. b. Pupuk Majemuk. Penentuan dosis pupuk majemuk cenderung lebih sulit dari pupuk tunggal, karena ada tambahan dari pupuk tunggal, yang membuat perhitungannya lebih komplek. Pada Gambar 13 menjelaskan bahwa penentuan dosis pupuk majemuk berasal dari salah satu jenis pupuk majemuk dengan komposisi unsur tertentu, kemudian ditambahkan juga dari pupuk tunggal. Pada Gambar 13 untuk penentuan dosis pupuk majemuk selanjutnya dipetakan ke bentuk tabel yang terdapat pada Tabel 18. Perhitungan dosisnya terdapat pada Lampiran 1.
48
Tabel 18. Tabel keputusan penentuan dosis pupuk majemuk
Jenis NPK
NPK 20-10-10 NPK 20-6-6 NPK 20-9-15 NPK 25-7-7 NPK 30-6-8 NPK 16-16-16 NPK 15-15-15 NPK (15-15-6)+2 NPK (12-12-17)+2 NPK 12-12-20 NPK 14-10-20 NPK 16-4-25 NPK (12-6-27)+4 NPK (14-8-18)+3 NPK (15-9-20)+4 NPK 20-10-10 NPK 20-6-6 NPK 20-9-15
Dosis pupuk Majemuk
Tambahan pupuk tunggal N UreaZA46 21
Tambahan pupuk tunggal P SPSP-36 18
Tambahan pupuk tunggal K KClKCl60 50
Persamaan (2.5) , (2.6)
Persamaan (2.7), (2.8), (2.9), (3.0), (3.1), (3.2), (3.3), (3.4)
Persamaan (3.5), (3.6), (3.7), (3.8), (3.9), (4.0)
Persamaan (4.1), (4.2), (4.3), (4.4), (4.5), (4.6)
Demikianlah metode representasi pengetahuan penentuan dosis kapur/belerang, dosis pupuk kandang, dan dosis pupuk sintetis. Sedangkan untuk pengetahuan tentang tanah dan cara & waktu aplikasi ketiga penentuan dosis tersebut direpresentasikan dalam bentuk model data relasi. 4) Validasi Pengetahuan Merupakan tahapan yang dilakukan oleh pakar bersama-sama dengan knowledge engineer untuk mengecek hasil dari pengetahuan yang sudah dibangun. Dalam hal ini adalah berkaitan dengan konten pengetahuan, sampai kebenarannya diterima. Pada tahap validasi ini, semua pengetahuan yang sudah dibangun sudah divalidasi secara keseluruhan oleh pakar. Dalam tahapan validasi tidak ada kesalahan yang berarti, hanya terkait masalah pada redaksi, seperti tidak boleh menyebutkan kata liat, sudah disepakati bersama bahwa penggunaan kata liat dihapusnya, diganti dengan clay, selain itu kesalahan pada perhitungan dosis pupuk kandang. Pakar kemudian menginstruksikan untuk menghitung kembali. Validasi knowledge base ini lebih berfokus pada isi/konten dari pengetahuan yang telah dibangun. Tahapan ini hanya dilakukan sekali untuk yang utamanya, tetapi pada kenyataannya setiap tahapan pembangunan knowledge base dari mulai setelah akuisisi pengetahuan, representasi pengetahuan, dan kodifikasi juga dilakukan validasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. Karena knowledge engineer sering berdiskusi secara intensif dengan pakar, sehingga kesalahan-kesalahan yang muncul akan langsung dikoreksi sehingga tidak ada kesalahan yang berarti sebelum pembangunan aplikasi.
49
5) Kodifikasi Merupakan proses mentranfer dari perancangan logis yang biasanya berupa ERD (Entity Relationship Diagram) ke dalam DBMS. Kodifikasi bicara mengenai bagaimana sebuah knowledge base akan dimasukkan ke PostreSQL yang disini berperan sebagai DBMS. Kodifikasi terkait masalah membuat tabel, atribut, kolom, tipe data, dan masalah-masalah yang berkaitan secara struktural dan teknikal dengan DBMS. Sebelum masuk ke inti dari kodifikasi, maka sebelumnya diuraikan beberapa tahapan perancangan database yang akan digunakan untuk menyimpan pengetahuan, adalah sebagai berikut: a) Analisis kebutuhan Melakukan pengumpulan kebutuhan data, informasi, dan pengetahuan serta menganalisisinya dengan baik Perolehan data/informasi/pengetahuan ini bisa dari wawancara khususnya dengan pakar, pengamatan, analisis, dari buku, pehitungan, dst. Tahap analisis kebutuhan sudah diutarakan sebagian pada identifikasi masalah dan akusisi pengetahuan. b) Perancangan konseptual (conceptual design) Pada tahap ini semua data dikelompokkan menurut kriteria tertentu, kemudian dibuat hubungannya antara grup data satu dengan grup data lain atau disebut entitas, dan hubungan antar entitas disebut relationship. Pada perancangan konseptual dinyatakan dengan diagram ER yang menggambarkan data dalam bentuk entitas, dan hubungan antar entitas. Penekanan pada perancangan konseptual database adalah nama entitas dan hubungan entitas. Diagram ini belum mewakili bentuk yang akan disimpan melainkan hanya bersifat konseptual. Di bawah ini merupakan rancangan konseptual database yang tersaji pada Gambar 14.
Gambar 14. Rancangan konseptual (ER-Diagram)
50
Pada Gambar 14 menjelaskan hubungan antar entitas. Terdapat 10 buah entitas kuat antara lain, “tanah”, “ph”, “dosiskapbel”, “kriteria_co”, “dosispukan”, “dosispupukmajemuk”, “dosispupuktunggal_n”, “dosispupuktunggal_p”, “dosispupuktunggal_k”, dan “aplikasi”. Selain itu terdapat juga tabel relasi untuk menghubungkan beberapa tabel yang tidak memiliki relasi secara langsung. Ada empat buah tabel relasi yaitu “tanah_dosispm”, “tanah_dosispt”, “ph_teks”, dan “kriteriaco_co”. Berikut ini adalah penjelasannya: 1. Tanah memiliki pH, kemudian pH dan tekstur digunakan untuk menentukan dosis kapur/belerang. Hubungan antar entitasnya adalah 1:1 dan 1:M, bahwa entitas “tanah” memiliki satu dan hanya satu pH, sedangkan satu pH bisa dimiliki oleh banyak tanah. Kemudian hubungan entitas pH dengan entitas “dosiskapbel” adalah 1:M dan 1:1. Satu pH memiliki banyak tekstur, lalu satu pH dan satu tekstur memiliki satu dosis kapur/belerang, sehingga satu tekstur hanya dimiliki oleh satu pH. 2. Tanah juga memiliki kriteria C-organik, lalu kriteria C-organik tersebut memiliki hubungan dengan C-organik tanah melalui tabel relasi “kriteriaco_co” yang digunakan untuk menentukan dosis pupuk kandang. Hubungan entitas antara “tanah” dan “kriteria_co” adalah 1:1 dan I:M, dimana satu tanah hanya mempunyai satu kriteria C-organik, dan satu kriteria bisa dipunyai oleh banyak tanah. Entitas “kriteria_co” memiliki hubungan dengan entitas “dosispukan” 1:1 dan 1:M, satu kriteria C-organik memiliki banyak c-organik, lalu satu kriteria C-organik dan satu C-organik memiliki satu dosis pupuk kandang, kedua entitas ini dihubungkan dengan tabel relasi “kriteriaco_co”. 3. Tanah membutuhkan pupuk sintetis antara pupuk majemuk atau pupuk tunggal. Untuk menentukan dosis pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Hubungan antara tanah dengan pupuk majemuk adalah M:M dengan melalui tabel relasi “tanah_dosispm” yang berarti bahwa satu tanah bisa membutuhkan berbagai jenis pupuk majemuk dan sebaliknya. Sedangkan untuk hubungan tanah dengan dosis pupuk tunggal, terdapat satu tabel relasi yaitu “dosispt” yang menghubungkan dengan tiga entitas yang berbeda yaitu “dosispupuktunggal_n”, “dosispupuktunggal_p”, dan “dosispupuktunggal_k”. Sengaja ketiga entitas tersebut tidak dijadikan satu, agar memudahkan dalam pengklasifikasian jenis pupuk tunggal N, P, dan K, serta mudah dalam penambahan data baru nantinya. Hubungannya adalah M:M, dimana satu jenis tanah bisa membutuhkan banyak jenis pupuk tunggal N, P, dan K, dan begitu juga sebaliknya. 4. Entitas “aplikasi” mempunyai hubungan 1:M dan 1:1 dengan entitas “dosiskapbel”, “dosispukan”, “dosispupuktunggal_n”, dosispupuktunggal_p”, “dosispupuktunggal_k”, dan “dosispupukmajemuk”. Semuanya mempunyai satu aplikasi (waktu dan cara aplikasi) dan satu aplikasi bisa dipunyai oleh beberapa entitas yang sudah disebutkan sebelumnya. c) Perancangan logis (logical design) Pada perancangan logis digunakan untuk menentukan hasil perancangan yang memiliki relasi yang bersifat logis. Hasil dari diagram E-R dipetakan atau ditranformasikan ke dalam bentuk relasi/tabel sesuai dengan DBMS PostgreSQL. Kemudian menambahkan beberapa fiturfitur, seperti atribut (attributes), kunci primer (primery keys), kunci asing (foreign keys), nama entitas dan hubungan entitas. Hasil penambahan fitur-fitur tersebut tersaji pada Gambar 15. Selanjutnya agar lebih membantu dalam strukturisasi di DBMS maka dikonversi ke dalam bentuk relasi/tabel yang terlihat pada Gambar 16.
51
Gambar 15. Perancangan logis 52
Gambar 16. Skema hasil pemetaan dari E-R diagram ke tabel/relasi 53
d) Perancangan Fisik (physical design) Tahapan ini sangat spesifik terhadap jenis DBMS yang digunakan. Dan secara fisik perancangan database dengan PostgreSQL. Sudah berhubungan dengan jenis tipe data, kolom yang akan dibuat, dan atribut-atribut yang terdapat pada Gambar 17. ph_tekstur
dosiskapbel PK id_teks PK,FK2 id_amel
kriteria_co
kriteriaco_co
PK
kriteria_co bb_co ba_co perlakuan
id_krico id_co
FK1 id_ph id_teks
jns_teks doskapbel kap_bel
id_krico
id_ph PK
id_ph kriteria_ph bb_ph ba_ph
dosispukan PK id_co PK,FK2 id_amel tanah
co_tanah dos_pukan_ayam dos_pukan_sapi dos_pukan_kuda dos_pukan_kambing
dosispupuktunggal_n
jns_tnh ciri tekstur_literatur bb_ph_literatur ba_ph_literatur ket_ktk ktk bulk_density co_literatur ket_co gbr_tnh
tanah_dosispt
id_ptn FK2 id_amel ptn kand_n total_dosis dosptn_pd dosptn_2mst dosptn_4mst dosptn_6mst
id_tanah id_ptn id_ptp id_ptk
dosispupuktunggal_p PK id_ptp PK,FK2 id_amel
dosispupuktunggal_k PK id_ptk PK,FK2 id_amel ptk kand_k total_dosis dosptk_pd dosptk_2mst dosptk_4mst dosptk_6mst
tanah_dosispm
PK id_tanah PK,FK2 id_ph PK,FK3 id_krico
ptp kand_p total_dosis dosptp_pd dosptp_2mst dosptp_4mst dosptp_6mst
aplikasi PK
id_amel jns_amel wkt_aplikasi cra_aplikasi
id_tanah id_pm
dosispupukmajemuk PK id_pm PK,FK2 id_amel jenis_pm kand_n kand_p kand_k dosis_pm_pd dosis_pm_4mst tamb_urea46_pd tamb_urea46_2mst tamb_urea46_4mst tamb_urea46_6mst tamb_za21_pd tamb_za21_2mst tamb_za21_4mst tamb_za21_6mst tamb_sp36_pd tamb_sp36_4mst tamb_sp18_pd tamb_sp18_4mst tamb_kcl60_pd tamb_kcl60_4mst tamb_kcl50_pd tamb_kcl50_4mst
Keterangan Hubungan One to many = 1:M One to one = 1:1
Gambar 17. Entity Relationship Diagram pada perancangan fisik
54
Terdapat 14 entitas dalam database nutrisi cabai ini, 10 diantaranya adalah entitas utama, sedangkan empat lainnya adalah tabel relasi. Biasanya pada rancangan di DBMS, istilah-istilah atau nama yang digunakan dalam perancangan fisik sering sulit dipahami, supaya memudahkan dalam memahami berbagai entitas dan atribut yang digunakan dalam pembangunan basis data ini maka dibuatlah sebuah kamus database yang terdapat pada Lampiran 4 untuk mengetahui nama-nama entitas, dan Lampiran 5 untuk nama-nama atribut yang melengkapi entitas. Pada kedua lampiran tersebut juga dilengkapi dengan nama konseptual, nama fisik, penjelasan, tipe data, dan satuan yang digunakan. Selanjutnya adalah masuk inti dari kodifikasi sendiri. Ini berkaitan erat dengan DBMS yang digunakan yaitu PostgreSQL 9.0. Langkah awal, tentunya semua software sudah terinstal sempurna di komputer, kemudian pastikan software PostgreSQL dapat berjalan dengan baik. Lalu mengimplementasikan rancangan database ke PostgreSQL. PostgreSQL merupakan DBMS jenis data relasional, sehingga bentuknya relasi/tabel itu sesuai dengan rancangan database yang sudah dibuat sebelumnya. Berikut ini adalah kegiatan kodifikasi pada DBMS: 1. Pembuatan database “nutrisicabai_db” Pertama kali yang harus dilakukan adalah membuat database dengan memilih create database kemudian memberi nama database, untuk database ini bernama “nutrisicabai_db”. Di bawah ini hasil dari pembuatan database pada PostgreQL, yang terlihat pada Gambar 17.
Gambar 18. Membuat database bernama “nutrisicabai_db”
2. Pembuatan tabel sesuai dengan hasil perancangan fisik Setelah membuat database kemudian dilanjutkan membuat tabel. Ada 14 buah tabel utama sudah termasuk tabel entitas dan tabel relasi. Rancangan tabel sesuai dengan hasil dari perancangan fisik yang sudah dibuat sebelumnya, setelah itu dilanjutkan dengan membuat atribut untuk masing-masing tabel, setiap atribut dilengkapi dengan tipe data yang sesuai, seperti yang sudah diuraikan kamus database pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Kemudian membuat kunci utama (primary key), kunci asing (foreign key).
55
Gambar 19. Tabel-tabel dalam”nutrisicabai_db” 3. Pemasukkan data-data hasil representasi pengetahuan beserta parameter untuk perhitungan Database dan tabel sudah siap, kemudian memasukkan data-data atau pengetahuan hasil dari representasi pengetahuan sebelumnya. Untuk pengetahuan yang sifatnya sebagai informasi atau bukan perhitungan langsung dimasukkan ke dalam tabel, sedangkan untuk pengetahuan yang terdapat perhitungannya maka hanya parameternya saja yang dimasukkan, karena untuk mendapatkan hasil perhitungan menggunakan fungsi yang sudah dibuat sebelumnya. 4. Pembuatan hubungan antar tabel Tidak semua tabel bisa dihubungkan dengan kunci primer atau kunci asing, untuk tabel yang tidak terhubung secara langsung dengan tabel lain dibuatlah tabel relasi yang menyimpan kunci utama dari dua atau lebih tabel dengan memperhatikan hubungannya yaitu M:M, 1:1, atau 1:M. 5. Pembuatan fungsi Pada pembangunan database, terdapat pengetahuan berupa rumus-rumus perhitungan dosis pupuk. Pengetahuan ini sangat penting dan perlu disimpan dengan baik bersama dengan database agar mudah digunakan apabila diperlukan lagi. Rumus-rumus perhitungan pupuk ini sangat komplek, agar rumus-rumus tersebut lebih mudah diaplikasikan dalam menghitung dosis pupuk, maka rumus tersebut disimpan dalam beberapa fungsi (function) yang berperan untuk menghitung dosis pupuk sebelum melakukan penginputan ke dalam database. Dengan disimpannya rumus-rumus perhitungan pupuk ini, akan sangat berguna untuk menghitung dosis pupuk. Fasilitas ini seperti shortcut hanya dengan memanggil fungsi dan mendefinisikan parameter utama bisa langsung melakukan perhitungan dosis dan hasilnya disimpan dalam kolom-kolom pada masingmasing tabel.
56
Terdapat lima buah fungsi yang tersimpan dalam database (Gambar 20) yaitu fungsi “hitung_dosis_pukan” untuk menghitung dosis pupuk kandang, “hitung_dosis_pupuk_tunggal_n” untuk menghitung dosis pupuk tunggal N, “hitung_dosis_pupuk_tunggal_p” untuk menghitung dosis pupuk tunggal P, “hitung_dosis_pupuk_tunggal_k” untuk menghitung dosis pupuk tunggal k, dan “hitung_dosis_pupuk_majemuk” untuk menghitung dosis pupuk majemuk. Pada perhitungan dosis pukan, dosis pupuk tunggal N, P dan K, masih sederhana karena hanya perhitungan aritmatika sederhana. Berbeda dengan pembangunan untuk fungsi perhitungan dosis pupuk majemuk karena terdapat suatu kondisi if else then maka kode-kode yang digunakan juga panjang dan lebih komplek. Di dalam fungsi-fungsi tersebut terdapat kode (codes) yang berisi rumus dan parameter perhitungan untuk menentukan kelima dosis tersebut di atas. Pengembangan fungsi itu dari perhitungan rumus yang sudah diakuisisi sebelumnya dari pakar. Fungsi ini bekerja melalui perintah select pada query dengan memanggil nama fungsi dan memasukkan parameter-parameter utama agar diperoleh dosis pupuk. Berikut ini adalah kode-kode (codes) yang terdapat pada fungsi.
Gambar 20. Fungsi-fungsi yang tersimpan dalam database
57
I) Kode fungsi “hitung_dosis_pukan” DECLARE co_ideal DOUBLE PRECISION; kerapatan_tanah DOUBLE PRECISION; vol_tanah DOUBLE PRECISION; co_pukan_ayam DOUBLE PRECISION; co_pukan_sapi DOUBLE PRECISION; co_pukan_kuda DOUBLE PRECISION; co_pukan_kambing DOUBLE PRECISION; dos_pukan_ayam DOUBLE PRECISION; dos_pukan_sapi DOUBLE PRECISION; dos_pukan_kuda DOUBLE PRECISION; dos_pukan_kambing DOUBLE PRECISION; BEGIN --parameter co_ideal:=2.1;--satuan % kerapatan_tanah:=1.0;--satuan gr/cm3 vol_tanah:=2000.0;--satuan m3 co_pukan_ayam:=14.97;--satuan % co_pukan_sapi:=20.94;--satuan % co_pukan_kuda:=14.99;--satuan % co_pukan_kambing:=17.93;--satuan % --perhitungan dosis pupuk kandang dos_pukan_ayam:=((((co_ideal-co_tanah)/100.0)*(kerapatan_tanah*vol_tanah)/100.0)*co_pukan_ayam); dos_pukan_sapi:=((((co_ideal-co_tanah)/100.0)*(kerapatan_tanah*vol_tanah)/100.0)*co_pukan_sapi); dos_pukan_kuda:=((((co_ideal-co_tanah)/100.0)*(kerapatan_tanah*vol_tanah)/100.0)*co_pukan_kuda); dos_pukan_kambing:=((((co_ideal-co_tanah)/100.0)*(kerapatan_tanah*vol_tanah)/100.0)*co_pukan_kambing); INSERT INTO "dosispukan" VALUES (id_co, co_tanah, dos_pukan_ayam, dos_pukan_sapi, dos_pukan_kuda, dos_pukan_kambing, 'amel_02'); END
58
II) Kode fungsi “hitung_dosis_pupuk_tunggal_n” DECLARE n_cabai DOUBLE PRECISION; n_pd DOUBLE PRECISION; n_2mst DOUBLE PRECISION; n_4mst DOUBLE PRECISION; n_6mst DOUBLE PRECISION; total_dosis DOUBLE PRECISION;--total dosis pupuk tunggal dosptn_pd DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi sebagai dosptn_2mst DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi 2 MST dosptn_4mst DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi 4 MST dosptn_6mst DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi 6 MST
pupuk dasar (minggu setelah tanam) (minggu setelah tanam) (minggu setelah tanam)
BEGIN --jumlah unsur npk yang dibutuhkan oleh cabai merah n_cabai:=150.0; --satuan kg/ha --presentase dosis pupuk N yang diaplikasikan; n_pd:=0.40;--dosis diaplikasikan 40% pada pupuk dasar n_2mst:=0.20;--dosis diaplikasikan 20% pada 2mst n_4mst:=0.20;--dosis diaplikasikan 20% pada 4mst n_6mst:=0.20;--dosis diaplikasikan 20% pada 6mst --perhitungan total dosis pupuk tunggal total_dosis=((100.0/kand_n)*n_cabai); dosptn_pd =(total_dosis*n_pd); dosptn_2mst =(total_dosis*n_2mst); dosptn_4mst =(total_dosis*n_4mst); dosptn_6mst =(total_dosis*n_6mst); INSERT INTO "dosispupuktunggal_n" VALUES (id_ptn, ptn, kand_n, total_dosis, dosptn_pd, dosptn_2mst, dosptn_4mst, dosptn_6mst, 'amel_03'); END
59
III) Kode fungsi “hitung_dosis_pupuk_tunggal_p” DECLARE p_cabai DOUBLE PRECISION; p_pd DOUBLE PRECISION; p_4mst DOUBLE PRECISION; total_dosis DOUBLE PRECISION;--total dosis pupuk tunggal dosptp_pd DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi sebagai dosptp_2mst DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi 2 MST dosptp_4mst DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi 4 MST dosptp_6mst DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi 6 MST
pupuk dasar (minggu setelah tanam) (minggu setelah tanam) (minggu setelah tanam)
BEGIN --jumlah unsur npk yang dibutuhkan oleh cabai merah p_cabai:=75.0; --satuan kg/ha --presentase dosis pupuk N yang diaplikasikan; p_pd:=0.50;--dosis diaplikasikan 40% pada pupuk dasar p_4mst:=0.50;--dosis diaplikasikan 20% pada 4mst --perhitungan total dosis pupuk tunggal total_dosis=((100.0/kand_p)*p_cabai); dosptp_pd =(total_dosis*p_pd); dosptp_2mst =0; dosptp_4mst =(total_dosis*p_4mst); dosptp_6mst =0; INSERT INTO "dosispupuktunggal_p" VALUES (id_ptp, ptp, kand_p, total_dosis, dosptp_pd, dosptp_2mst, dosptp_4mst, dosptp_6mst,'amel_03'); END
60
IV) Kode fungsi “hitung_dosis_pupuk_tunggal_k” DECLARE k_cabai DOUBLE PRECISION; k_pd DOUBLE PRECISION; k_2mst DOUBLE PRECISION; k_4mst DOUBLE PRECISION; k_6mst DOUBLE PRECISION; total_dosis DOUBLE PRECISION;--total dosis pupuk tunggal dosptk_pd DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi sebagai dosptk_2mst DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi 2 MST dosptk_4mst DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi 4 MST dosptk_6mst DOUBLE PRECISION;--dosis pupuk tunggal pada waktu aplikasi 6 MST
pupuk dasar (minggu setelah tanam) (minggu setelah tanam) (minggu setelah tanam)
BEGIN --jumlah unsur npk yang dibutuhkan oleh cabai merah k_cabai:=135.0; --satuan kg/ha --presentase dosis pupuk N yang diaplikasikan; k_pd:=0.50;--dosis diaplikasikan 50% pada pupuk dasar k_4mst:=0.50;--dosis diaplikasikan 50% pada 4mst --perhitungan total dosis pupuk tunggal total_dosis=((100.0/kand_k)*k_cabai); dosptk_pd =(total_dosis*k_pd); dosptk_2mst =0; dosptk_4mst =(total_dosis*k_4mst); dosptk_6mst =0; INSERT INTO "dosispupuktunggal_k" VALUES (id_ptk, ptk, kand_k, total_dosis, dosptk_pd, dosptk_2mst, dosptk_4mst, dosptk_6mst, 'amel_03'); END
61
V) Kode fungsi “hitung_dosis_pupuk_majemuk” DECLARE xx DOUBLE PRECISION; xy DOUBLE PRECISION; xz DOUBLE PRECISION; xyz DOUBLE PRECISION; xyz_mark DOUBLE PRECISION; n_cabai DOUBLE PRECISION; p_cabai DOUBLE PRECISION; k_cabai DOUBLE PRECISION; n_pd DOUBLE PRECISION; n_2mst DOUBLE PRECISION; n_4mst DOUBLE PRECISION; n_6mst DOUBLE PRECISION; p_pd DOUBLE PRECISION; p_4mst DOUBLE PRECISION; k_pd DOUBLE PRECISION; k_4mst DOUBLE PRECISION;
dosis_pm_pd DOUBLE PRECISION; dosis_pm_4mst DOUBLE PRECISION; tamb_urea46_pd DOUBLE PRECISION; tamb_urea46_2mst DOUBLE PRECISION; tamb_urea46_4mst DOUBLE PRECISION; tamb_urea46_6mst DOUBLE PRECISION; tamb_za21_pd DOUBLE PRECISION; tamb_za21_2mst DOUBLE PRECISION; tamb_za21_4mst DOUBLE PRECISION; tamb_za21_6mst DOUBLE PRECISION; tamb_sp36_pd DOUBLE PRECISION; tamb_sp36_4mst DOUBLE PRECISION; tamb_sp18_pd DOUBLE PRECISION; tamb_sp18_4mst DOUBLE PRECISION; tamb_kcl60_pd DOUBLE PRECISION; tamb_kcl60_4mst DOUBLE PRECISION; tamb_kcl50_pd DOUBLE PRECISION; tamb_kcl50_4mst DOUBLE PRECISION;
BEGIN n_cabai:=150.0;--kebutuhan unsur N cabai merah, satuan kg/ha p_cabai:=75.0;--kebutuhan unsur P cabai merah, satuan kg/ha k_cabai:=135.0;--kebutuhan unsur K cabai merah, satuan kg/ha --presentase dosis pupuk N yang diaplikasikan; n_pd:=0.40;--dosis diaplikasikan 40% pada pupuk dasar n_2mst:=0.20;--dosis diaplikasikan 20% pada 2mst n_4mst:=0.20;--dosis diaplikasikan 20% pada 4mst n_6mst:=0.20;--dosis diaplikasikan 20% pada 6mst --presentase dosis pupuk P yang diaplikasikan p_pd:=0.50;--dosis diaplikasikan 50% pada pupuk dasar p_4mst:=0.50;--dosis diaplikasikan 50% pada 4mst --presentase dosis pupuk K yang diaplikasikan k_pd:=0.50;--dosis diaplikasikan 50% pada pupuk dasar k_4mst:=0.50;--dosis diaplikasikan 50% pada 4mst --pengecekan dosis total xx:=(100.0/x)*n_cabai;--x adalah presentase kandungan N xy:=(100.0/y)*p_cabai;--y adalah presentase kandungan P
62
xz:=(100.0/z)*k_cabai;--z adalah presentase kandungan k IF (xx<=xy) THEN IF (xx<=xz) THEN xyz:=xx; xyz_mark:=1; ELSE xyz:=xz; xyz_mark:=3; END IF; ELSE IF (xy<=xz) THEN xyz:=xy; xyz_mark:=2; ELSE xyz:=xz; xyz_mark:=3; END IF; END IF; dosis_pm_pd:=xyz*n_pd; dosis_pm_4mst:=xyz*n_4mst; IF (xyz_mark=1) THEN tamb_urea46_pd:=0; tamb_za21_pd:=0; tamb_urea46_4mst:=0; tamb_za21_4mst:=0; tamb_sp36_pd:=((50.0-((((y/100.0)*xx*n_pd)/p_cabai)*100.0))/100.0)*p_cabai*(100/36.0); tamb_sp18_pd:=((50.0-((((y/100.0)*xx*n_pd)/p_cabai)*100.0))/100.0)*p_cabai*(100/18.0); tamb_sp36_4mst:=((50.0-((((y/100.0)*xx*n_4mst)/p_cabai)*100.0))/100.0)*p_cabai*(100/36.0); tamb_sp18_4mst:=((50.0-((((y/100.0)*xx*n_4mst)/p_cabai)*100.0))/100.0)*p_cabai*(100/18.0); tamb_kcl60_pd:=((50.0-((((z/100.0)*xx*n_pd)/k_cabai)*100.0))/100.0)*k_cabai*(100.0/60.0); tamb_kcl50_pd:=((50.0-((((z/100.0)*xx*n_pd)/k_cabai)*100.0))/100.0)*k_cabai*(100.0/50.0); tamb_kcl60_4mst:=((50.0-((((z/100.0)*xx*n_4mst)/k_cabai)*100.0))/100.0)*k_cabai*(100.0/60.0); tamb_kcl50_4mst:=((50.0-((((z/100.0)*xx*n_4mst)/k_cabai)*100.0))/100.0)*k_cabai*(100.0/50.0);
63
ELSIF (xyz_mark=2) THEN tamb_urea46_pd:=((40.0-((((x/100.0)*xy*n_pd)/n_cabai)*100.0))/100.0)*n_cabai*(100.0/46.0); tamb_za21_pd:=((40.0-((((x/100.0)*xy*n_pd)/n_cabai)*100.0))/100.0)*n_cabai*(100.0/21.0); tamb_urea46_4mst:=((20.0-((((x/100.0)*xy*n_4mst)/n_cabai)*100.0))/100.0)*n_cabai*(100.0/46.0); tamb_za21_4mst:=((20.0-((((x/100.0)*xy*n_4mst)/n_cabai)*100.0))/100.0)*n_cabai*(100.0/21.0); tamb_sp36_pd:=(100.0/36.0)*0.10*p_cabai; tamb_sp18_pd:=(100.0/18.0)*0.10*p_cabai; tamb_sp36_4mst:=((50.0-((((y/100.0)*xyz*n_4mst)/p_cabai)*100.0))/100.0)*p_cabai*(100.0/36.0); tamb_sp18_4mst:=((50.0-((((y/100.0)*xyz*n_4mst)/p_cabai)*100.0))/100.0)*p_cabai*(100.0/18.0); tamb_kcl60_pd:=((50.0-((((z/100.0)*xy*n_pd)/k_cabai)*100.0))/100.0)*k_cabai*(100.0/60.0); tamb_kcl50_pd:=((50.0-((((z/100.0)*xy*n_pd)/k_cabai)*100.0))/100.0)*k_cabai*(100.0/50.0); tamb_kcl60_4mst:=((50.0-((((z/100.0)*xy*n_4mst)/k_cabai)*100.0))/100.0)*k_cabai*(100.0/60.0); tamb_kcl50_4mst:=((50.0-((((z/100.0)*xy*n_4mst)/k_cabai)*100.0))/100.0)*k_cabai*(100.0/50.0); ELSE tamb_urea46_pd:=((40.0-((((x/100.0)*xz*n_pd)/n_cabai)*100.0))/100.0)*n_cabai*(100.0/46.0); tamb_za21_pd:=((40.0-((((x/100.0)*xz*n_pd)/n_cabai)*100.0))/100.0)*n_cabai*(100.0/21.0); tamb_urea46_4mst:=((20.0-((((x/100.0)*xz*n_4mst)/n_cabai)*100.0))/100.0)*n_cabai*(100.0/46.0); tamb_za21_4mst:=((20.0-((((x/100.0)*xz*n_4mst)/n_cabai)*100.0))/100.0)*n_cabai*(100.0/21.0); tamb_sp36_pd:=((50.0-((((y/100.0)*xy*n_pd)/p_cabai)*100.0))/100.0)*p_cabai*(100.0/36.0); tamb_sp18_pd:=((50.0-((((y/100.0)*xy*n_pd)/p_cabai)*100.0))/100.0)*p_cabai*(100.0/18.0); tamb_sp36_4mst:=((50.0-((((y/100.0)*xz*n_4mst)/p_cabai)*100.0))/100.0)*p_cabai*(100.0/36.0); tamb_sp18_4mst:=((50.0-((((y/100.0)*xz*n_4mst)/p_cabai)*100.0))/100.0)*p_cabai*(100.0/18.0); tamb_kcl60_pd:=(100.0/60.0)*0.10*k_cabai; tamb_kcl50_pd:=(100.0/50.0)*0.10*k_cabai; tamb_kcl60_4mst:=((50.0-((((z/100.0)*xyz*n_4mst)/k_cabai)*100.0))/100.0)*k_cabai*(100/60.0); tamb_kcl50_4mst:=((50.0-((((z/100.0)*xyz*n_4mst)/k_cabai)*100.0))/100.0)*k_cabai*(100/50.0); END IF; tamb_urea46_2mst:=100.0*n_cabai*n_2mst/46.0; tamb_za21_2mst:=100.0*n_cabai*n_2mst/21.0; tamb_urea46_6mst:=100.0*n_cabai*n_6mst/46.0; tamb_za21_6mst:=100.0*n_cabai*n_6mst/21.0; INSERT INTO "dosispupukmajemuk" VALUES (id_pm,jenis_pm,x,y,z,dosis_pm_pd,dosis_pm_4mst,tamb_urea46_pd,tamb_urea46_2mst,tamb_urea46_4mst,tamb_urea46_6mst,tamb_za21_pd,tamb_za21_ 2mst,tamb_za21_4mst,tamb_za21_6mst,tamb_sp36_pd,tamb_sp36_4mst,tamb_sp18_pd,tamb_sp18_4mst,tamb_kcl60_pd,tamb_kcl60_4mst,tamb_kcl50_pd,ta mb_kcl50_4mst,'amel_03'); END
64
6. Pemanggilan fungsi untuk proses penginputan Selanjutnya adalah melakukan pemanggilan fungsi yang sudah dibuat untuk melakukan perhitungan dosis pupuk. Pemanggilan fungsi ini menggunakan salah satu perintah query pada SQL yaitu “select” dengan memasukkan parameter-parameter. Jadi prinsip kerja dari fungsi ini adalah melakukan perhitungan terlebih dahulu, sebelum penginputan. Berikut ini adalah pemanggilan fungsi yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 21. Pemanggilan fungsi “hitung_dosis_pukan”
Gambar 22. Pemanggilan fungsi “hitung_dosis_pupuk_tunggal_n”
65
Gambar 23. Pemanggilan fungsi “hitung_dosis_pupuk_tunggal_p”
Gambar 24. Pemanggilan fungsi “hitung_dosis_pupuk_tunggal_p”
Gambar 25. Pemanggilan fungsi “hitung_dosis_pupuk_majemuk”
66
Setelah pembuatan query seperti contoh di atas, kemudian query tersebut di running, maka secara otomatis fungsi melakukan perhitungan dan otomatis langsung disimpan dalam kolom-kolom pada tabel-tabel yang dimaksud di database. Penggunaan fungsi ini sangat membantu karena tidak perlu memasukkan satu persatu dosis hasil pehitungan, selain itu fungsi ini tersimpan dalam database. Sehingga bisa digunakan untuk berbagai keperluan nantinya. Misalnya apabila di pasaran terdapat jenis pupuk sintetis yang baru dan berbeda kandungan NPK nya, maka tidak perlu menghitung dosisnya dengan rumus-rumus yang panjang, cukup dengan melakukan pemanggilan fungsi pada query seperti yang sudah diutarakan sebelumnya. Selain itu apabila digunakan untuk komoditas selain cabai, dengan sudah diketahui kebutuhan unsur NPK dari komoditas tersebut, hanya dengan mengganti kebutuhannya bisa digunakan juga untuk menghitung dosis pupuk sintetis komoditas lain. Demikianlah tahapan kodifikasi yang secara teknik berhubungan langsung dengan DBMS sebagai media penyimpanan untuk pengetahuan-pengetahuan yang sudah dikembangkan. Semua tabel-tabel yang terdapat dalam database sudah terhubung dengan baik, dan masing-masing memiliki kunci primer atau kunci asing. Selain itu juga penyimpanan fungsi sebagai representasi hasil dari pengetahuan-pengetahuan berupa rumus perhitungan. Dengan fungsi ini lebih mudah dalam melakukan perhitungan dosis pupuk.
6) Pengujian/implementasi Proses pengujian dilakukan pada logika internal untuk memastikan semua pernyataan sudah diuji. Pengujian eksternal fungsional untuk memastikan kesalahan-kesalahan dan memastikan bahwa input akan memberikan hasil yang aktual sesuai yang dibutuhkan. Tahapan ini dilakukan untuk menguji prototipe yang telah dibangun sudah berhasil. Indikatornya adalah bahwa apa yang menjadi masukan akan menghasilkan luaran yang diharapkan. Kegiatan pengujian ini dilakukan oleh knowledge engineer. Bentuk nyata dari tahap pengujian adalah telah dibuatnya suatu contoh aplikasi/prototipe sederhana berbasis web. Perancangan prototipe ini dibangun untuk menguji apakah knowledge base yang sudah dibangun bisa dijalankan dengan baik, dan juga bertujuan untuk menampilkan bagaimana hasil dari knowledge yang sudah dikembangkan, agar pengguna lebih mudah dalam memanfaatkan knowledge base yang sudah dikembangkan. Ada dua aplikasi berbasis web yang sudah menggunakan knowledge base ini, yang pertama pengembangan dari penenlitian ini sendiri, kemudian yang kedua dikembangkan oleh Agus et al. (2012) sebagai tindak lanjut dari proyek tugas akhir mahasiswa pascasarjana MIT NRM (Master of science in IT for natural resource management). Berikut ini akan diuraikan pengujian/implementasi pada masingmasing aplikasi: 1. KNOWLEDGE BASE : Manajemen Nutrisi Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Aplikasi ini dikembangkan dari penelitian ini sendiri. Pembangunannya dengan menggunakan PHP dan Bitnami Wappstack sebagai server. Prototipe berhasil dijalankan dalam server local pada browser seperti Mozilla Firefox, dan Google Chrome. Tampilan muka halaman utama terlihat pada Gambar 26.
67
Gambar 26. Tampilan muka contoh aplikasi knowledge base nutrisi cabai merah
Pada Gambar 26 merupakan halaman utama dari contoh aplikasi yang sudah dikembangkan dari knowledge base. Halaman ini menjadi jendela untuk masuk ke dalam menu-menu utama yang sudah disajikan. Pada halaman ini juga menginformasikan kontenkonten apa saja yang tersedia. Menu utama ada di bagian sidebar antara lain menu “tanah”, “kapur/belerang”, “pupuk kandang”, “pupuk tunggal”, “pupuk majemuk”, “pemupukan” yang datanya dipanggil langsung dari database, sedangkan menu “kalkulasi pupuk kandang”, “kalkulasi pupuk tunggal”, dan “kalkulasi pupuk majemuk” hanya berisikan forms sebagai masukan untuk data yang tidak tersedia pada menu-menu sebelumnya. Implementasi dari dari knowledge base bisa dilihat pada tampilan halaman di menumenu utama. Pertama, untuk mengetahui karakteristik tanah, masuk ke menu tanah, selanjutnya terdapat beberapa pilihan tanah yang ingin diketahui karakteristiknya secara umum dan hasil dari karakteristiknya bisa dilihat di halaman selanjutnya. Pada halaman itu semua karakteristik umum tanah bisa diperoleh dan dilengkapi juga dengan gambar tanah, untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 27 dan Gambar 28.
68
Gambar 27. Tampilan halaman masukkan untuk jenis tanah
69
Gambar 28. Tampilan halaman karakteristik tanah Kemudian masuk ke implementasi pengetahuan yang kedua, yaitu penentuan dosis kapur/belerang. Dalam menentukan dosis tersebut, maka akan masuk pada halaman masukan untuk nilai pH (Gambar 29). Kemudian berlanjut pada halaman selanjutnya, yaitu dengan menentukan jenis tekstur (Gambar 30), sehingga dihalaman selanjutnya akan diperoleh dosis kapur/belerang dan kriteria pH-nya yang terlihat seperti pada Gambar 31.
70
Gambar 29. Halaman masukkan untuk pH tanah
Gambar 30. Halaman masukkan untuk jenis tekstur
71
Gambar 31. Tampilan hasil halaman dosis kapur/belerang Selanjutnya adalah implementasi untuk penentuan dosis pupuk kandang. Di awali dengan menentukan nilai C-organik tanah (bisa diperoleh dari hasil analisis tanah atau rujukan dari informasi karakteristik tanah sebelumnya) (Gambar 32) kemudian berlanjut ke halaman kedua (Gambar 33) untuk hasil luaran dosis pupuk kandang dari kotoran ayam, sapi, kuda, dan kambing. Selain rekomendasi dosis juga disajikan informasi rekomendasi jenis pupuk kandang terbaik yang digunakan dari empat pilihan jenis pupuk kandang yaitu ayam, sapi, kuda, dan kambing.
Gambar 32. Halaman masukan nilai c-organik
72
Tambahan rekomedasi terbaik dalam pemilihan pupuk
Gambar 33. Halaman hasil penentuan dosis pupuk kandang Implementasi untuk penentuan dosis pupuk tunggal sesuai dengan jenis masing-masing pupuk tunggal tersedia pada menu pupuk tunggal. Langkah awal akan memasukkan jenis pupuk tunggal N, kemudian pupuk tunggal P, dan pupuk tunggal K yang diinginkan. Setelah itu diperoleh dosis untuk masing-masing jenis pupuk tunggal, pengaplikasian pupuk masingmasing dari komposisi pupuk yaitu N,P, dan K, untuk lebih lanjut terdapat pada Gambar 34 dan Gambar 35.
73
Gambar 34. Halaman masukan jenis pupuk tunggal
Tambahan rekomedasi terbaik dalam pemilihan pupuk tunggal N
Gambar 35. Halaman hasil penentuan dosis pupuk tunggal Dalam implementasi penentuan dosis untuk pupuk majemuk terlihat seperti Gambar 36 dan Gambar 37. Pada sidebar terdapat pada menu “pupuk majemuk”. Kemudian pada halaman awal, memasukkan jenis pupuk majemuk yang ingin diketahui dosisnya, maka pada halaman ke dua, diperoleh dosis pupuk majemuk dan berbagai kombinasi tambahan dari pupuk tunggal, serta rekomendasi terbaik untuk tambahan yang dari pupuk tunggal N. Berikut ini bentuk implementasinya untuk pengetahuan penentuan dosis pupuk majemuk.
74
Gambar 36. Halaman masukan salah satu jenis pupuk NPK
Gambar 37. Halaman hasil penentuan dosis pupuk majemuk dan tambahannya Selanjutnya adalah implementasi cara dan waktu aplikasi, yang bisa ditemukan pada menu “pemupukan”. Pada halaman awal terdapat pilihan antara pupuk majemuk/tunggal, pupuk kandang, dan kapur/belerang, yang ingin diketahui bagaimana cara dan waktu aplikasinya, dan di halaman setelahnya bisa diperoleh waktu aplikasi, dan cara aplikasi yang tepat, untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 38 dan Gambar 39.
75
Gambar 38. Halaman masukan cara dan waktu aplikasi
Gambar 39. Halaman hasil penentuan cara dan waktu aplikasi Hasil dari yang sudah ditunjukkan pada tampilan aplikasi di atas, dipanggil dari database. Untuk menu “kalkulasi pupuk kandang”, “kalkulasi pupuk tunggal”, dan “kalkulasi pupuk majemuk”, disediakan untuk pengguna yang ingin menghitung dosis pupuk sintetis tetapi belum tersedia dari menu-menu sebelumnya. Pengguna hanya memasukkan kadar N, P, dan K, untuk masing-masing form yang telah disediakan. Berikut ini tampilan halamannya pada Gambar 40 untuk kalkulasi pupuk kandang berdasarkan kadar C-organik tanah dan bulk density. Pada menu
76
“pupuk kandang” diasumsikan bulk density adalah sama yaitu 1.0 g/cm3, sedangkan pada menu “kalkulasi pupuk kandang bulk density sebagai variabel yang berubah. Nilai bulk density bisa disesuaikan dengan nilai bulk density tanah yang sebenarnya dengan ini bisa lebih presisi. Sedangkan untuk Gambar 41, Gambar 42, dan Gambar 43 kalkulasi untuk dosis pupuk tunggal. Pada Gambar 44 untuk kalkulasi untuk dosis pupuk majemuk. Dari masukan pada setiap form di masing-masing kalkulasi, pada halaman selanjutnya bisa diperoleh rekomendasi dosis yang sesuai dengan inputan di halaman sebelumnya.
Gambar 40. Halaman kalkulasi untuk dosis pupuk kandang
77
Gambar 41. Halaman kalkulasi untuk dosis pupuk tunggal N
Gambar 42. Halaman kalkulasi untuk dosis pupuk tunggal P
78
Gambar 43. Halaman kalkulasi untuk dosis pupuk tunggal K
Gambar 44. Halaman kalkulasi untuk dosis pupuk majemuk 2. EXPERT SYSTEM : Increasing Chili (Capsicum annuum L.) productivity Aplikasi ini berbasis web dikembangkan oleh Agus et al. (2012). Secara garis besar hampir sama dengan aplikasi yang dikembangkan sebelumnya. Terdapat menu “soil type”, “addition lime/sulfur”, “addition manure fertilizer”, “addition single fertilizer”, “addition compound fertilizer”, “fertilization”.
79
Pada Gambar 45 menunjukkan tampilan halaman utama aplikasi, kemudian pada Gambar 46 adalah halaman galeri foto untuk lebih membuat aplikasi tampak menarik.
Gambar 45. Tampilan halaman utama (Agus et al. 2012)
Gambar 46. Halaman foto galeri (Agus et al. 2012) Menu yang pertama adalah “soil type”, dengan memilih salah satu jenis tanah, kemudian akan diperoleh ciri tanah dan pH tanah. Tampilan halamannya masukkan pada Gambar 47 dan hasil dari masukkan jenis tanah adalah halaman karakteristik tanah seperti pada Gambar 48, dan begitu juga seterusnya.
80
Gambar 47. Halaman tampilan inputan jenis tanah (Agus et al. 2012)
Gambar 48. Tampilan halaman karakteistik tanah (Agus et al. 2012) Demikianlah tahapan implementasi/pengujian. Hasilnya adalah sebuah contoh aplikasi sederhana berbasis web yang dikembangkan sendiri dan dikembangkan oleh Agus et al. (2012), yang membuktikan bahwa knowledge base yang sudah dibangun berjalan dengan baik. Contoh aplikasi tersebut masih banyak kekurangan, dan masih bisa di kembangkan lebih lanjut misalnya mengembangkan aplikasi berbasis android, pembangunan sistem pakar, DSS atau aplikasi yang lebih besar lagi dan tentunya lebih interaktif bagi pengguna.
81
7) Pemeliharaan Tahapan yang tidak kalah penting ketika membangun sebuah sistem adalah pemeliharaan (maintenance). Kegiatan pemeliharaan sistem baiknya rutin dilakukan untuk menjaga konsistensi data, tindak lanjutnya adalah nanti apabila knowledge base ini sudah benar-benar dikembangkan untuk aplikasi yang nyata, karena pada penelitian ini hanya sampai menghasilkan knowledge base dan contoh aplikasinya saja. Tetapi apabila knowledge base ini sudah dikembangkan lebih besar perlu dipelihara, sering diupdate, dan bisa juga diekplor lebih dalam. Keuntungan knowledge base ini adalah semua pengetahuan sudah tersimpan dengan baik, dan fungsi-fungsi yang merupakan perhitungan dosis pupuk juga sudah tersimpan, apabila knowledge base ini digunakan untuk kebutuhan yang lain, hanya beberapa parameter yang diganti. Selebihnya hanya dipanggil fungsi yang ingin digunakan. Apabila di pasaran misalnya terdapat jenis pupuk yang lain hanya tinggal mengupdate, maka secara otomatis akan diketahui dosis pupuknya. Begitu juga apabila ingin menambahkan data jenis tanah yang lain, dst. Pemeliharaan juga bisa dilakukan setelah mendapat masukan dari pengguna lain dan melengkapi kekurangan data agar lebih baik. Demikianlah uraian pembangunan sebuah knowledge base manajemen nutrisi cabai merah. Terdapat banyak kendala, khususnya pada tahap akusisi pengetahuan, kodifikasi, dan implementasi. Pada akusisi pengetahuan knowledge engineer kesulitan dalam mengakusisi pengetahuan yang berasal dari pustaka karena banyak sekali data dan informasi yang tersebar di berbagai media serta tidak konsisten. Kemudian pada kodifikasi kendalanya adalah pembangunan database dan pembuatan fungsi untuk perhitungan rumus. Sedangkan pada tahapan implementasi, karena sebelumnya kesulitan dalam pembangunan database, maka ketika menyambungkan untuk membuat web juga terhambat. Knowledge base ini sudah standar formatnya sesuai dengan DBMS yang secara umum digunakan untuk pengembangan berbagai aplikasi. Jadi akan sangat mudah dikembangkan untuk aplikasi berbasis android, desktop, DSS, sistem pakar, dst. Dengan dibangunnya sebuah knowledge base manajemen nutrisi cabai merah ini, diharapkan minimal pengetahuan-pengetahuan yang belum terintegrasi dengan baik menjadi satu kesatuan yang utuh agar dapat lebih mudah diakses dan digunakan bagi banyak orang. Contoh pembangunan aplikasi di atas membuktikan bahwa knowledge base ini telah berhasil dikembangkan walaupun untuk pengujian dilapangan belum dilakukan. Tetapi setidaknya sudah banyak pengetahuan yang berasal dari pakar dan literatur terakomodir di sini. Untuk tahap selanjutnya bisa dieksplor lebih lanjut agar semakin berguna untuk kepentingan khususunya petani cabai merah. Knowledge base ini ditujukan khusus untuk jenis pertanian konvensional, jadi belum bisa diterapkan pada pertanian organik, atau pertanian dalam rumah kaca. Selain itu juga hanya berlaku pada wilayah tropika.
82