HASIL DAN PEMBAHASAN Mesin Pembeku Eksergetik Pengujian pergerakan bahan pada proses pembekuan produk dengan kecepatan pergerakan bahan dari 0.95 cm/min mencapai 70.6 cm/min. Arah pergerakan produk adalah dari proses pembekuan tahap I ke tahap III, atau dari kanan ke kiri seperti ditunjukkan pada Gambar 23. Gambar isometri hasil rancangan prototipe mesin pembeku eksergetik ditunjukkan pada Gambar 24. Pada rancangan awal terdapat fan yang terletak di atas lempeng pembeku yang digunakan untuk menghembuskan udara dingin (air blast), namun demikian pada pengujian awal, putaran kipas menimbulkan panas. Kerugian panas pada sistem udara hembus mengakibatkan proses pembekuan menjadi tidak efisien. Karena itu pada penelitian ini, sistem udara hembus tidak digunakan.
Ruang Pembeku
Tmb
Tmf
Tma Wadah produk
Motor
Plat pembeku
Katup ekspansi
Poros berulir Kompresor
Kondensor
Gambar 23 Sistem Alir Pergerakan Produk dalam Mesin Pembeku Suhu Bertahap Kontinyu.
44
Gambar 24 Gambar Teknik Mesin Pembeku Suhu Bertahap Hasil Rancangan.
Uji Kinerja Pembeku Eksergetik Unjuk Kerja. Model prototipe mesin pembeku eksergetik diuji tanpa menggunakan beban (bahan yang dibekukan) untuk melihat unjuk kerja dari model sistem yang dirancang tersebut. Perhitungan unjuk kerja pada sistem refrigerasi ditunjukkan dengan nilai COP (Coefficient of Performance) atau koefisien performansi, yang diturunkan dari efisiensi siklus Carnot (Persamaan 67 – 69).
45
Perhitungan COP menggunakan persamaan 67 sampai dengan persamaan 69 dengan entalpi diperoleh dari diagram Tekanan Entalpi (P-h diagram) untuk R-12 (Lampiran 8). Suhu Evaporator I, II, dan III = -15.6 °C, -21.3 °C, dan -28.9 °C. Suhu Kondensor = 35.2 °C. Dari suhu evaporator dan kondensor tersebut digunakan untuk menentukan entalpi refrigeran: Efek Refrigerasi tahap I
= h4c - h1c = 111.1 kJ/kg
Efek Refrigerasi tahap II
= h4b - h1b = 108.5 kJ/kg
Efek Refrigerasi tahap III
= h4a - h1a = 105.1 kJ/kg
Kerja Kompresor
= h2 - h1 = 37.4 kJ/kg
COP
= (111.1 + 108.5 + 105.1)/((3)(37.4)) = 2.89
Tabel 3 Perbandingan Kinerja Mesin Pembeku Suhu Tetap1] dan Suhu Bertahap Parameter
Suhu tetap1] (°°C)
Suhu evaporator Suhu kondensor Suhu lempeng pembeku Bahan lempeng pembeku Efek refrigerasi (kJ/kg)
-33.3 54.9 -17.7 Alumunium 82.79
COP 1]
1.20
Dengan pentahapan suhu (°C) tahap I tahap II tahap III -15.6 -21.3 -28.9 35.2 35.2 35.2 -13.9 -20.4 -28.3 Stainless steel 111.1 108.5 105.1 2.89
Ruliyana, 2004 Unjuk kerja dari model sistem yang dikembangkan tersebut lebih
tinggi daripada sistem suhu tetap rancangan Ruliyana (2004), hal ini terlihat dari COP yang sebelumnya 1.20 naik menjadi 2.89 (Tabel 3), atau mengalami kenaikan sebesar 141 %.. Dengan demikian, model sistem pembekuan suhu bertahap dapat meningkatkan unjuk kerja sistem refrigerasi. Perbedaan suhu antara lempeng dengan evaporator masing-masing tahap menjadi konstan setelah beberapa saat dimana aliran refrigeran menjadi tunak (steady) dan
46
ditunjukkan dengan tidak terjadinya penurunan suhu yang signifikan, baik pada lempeng maupun evaporator. Profil penurunan suhu evaporator dan lempeng pembeku tiap tahap pembekuan ditunjukkan pada Gambar 25, 26 dan 27. Perbedaan suhu antara evaporator dan lempeng berkisar antara 3 sampai 5 °C. Perbedaan suhu tersebut terjadi karena wadah mempunyai ketebalan (1.2 mm) dan lempeng memiliki konduktivitas termal sebesar 15 W/mK.
50 40
Suhu Kondensor
Suhu (oC)
30 20
Suhu Lempeng tahap I
10 0
Suhu evaporator tahap I
-10 -20
Rata-rata beda suhu 3 °C
-30 0
15
30
45
60
75
Waktu (menit)
Gambar 25 Profil Suhu Evaporator dan Suhu Lempeng Tahap I.
Pengujian tanpa bahan dilakukan untuk melihat profil penurunan suhu wadah produk. Profil penurunan suhunya terlihat seperti Gambar 28 dan 29 Pada saat wadah produk diletakkan bersamaan dengan bekerjanya mesin terlihat bahwa dalam waktu 30 menit, perbedaan suhu wadah dengan lempeng pembeku pada tahap I, II, III adalah 4.3 °C, 4.8 °C, dan 10.3 °C. Kemudian, setelah mesin berkerja konstan, wadah diletakkan pada lempeng pembeku tersebut selama 32 menit, dan perbedaan suhu wadah dengan lempeng pembeku tahap I, II, III adalah 5 °C, 3.7 °C, dan 9.5 °C (Tabel 4).
47
50 40
Su h u ( o C )
30
Suhu Kondensor
20 Suhu Lempeng tahap II
10 0
Suhu evaporator tahap II
-10 Rata-rata beda suhu 5 °C
-20 -30 0
15
30
45
60
75
Waktu (menit)
Gambar 26 Profil Suhu Evaporator dan Suhu Lempeng Tahap II.
50 40
Suhu ( o C )
30
Suhu Kondensor
20 10
Suhu Lempeng tahap III
0 -10
Suhu evaporator tahap III Rata-rata beda suhu 3 °C
-20 -30 0
15
30
45
60
Waktu (menit)
Gambar 27 Profil Suhu Evaporator dan Suhu Lempeng Tahap III.
75
48
40 30
suhu (o C)
20 10 0 -10
1 0
5
10
15
20
25
30
35
2
-20
3
-30 -40
waktu (menit)
Tplat1
Tplat2
Tplat3
Tw adah1
Tw adah2
Tw adah3
Gambar 28 Profil penurunan suhu wadah produk bersamaan dengan suhu lempeng pembeku.
40 30
suhu (o C)
20 10 0 -10
50
55
60
65
70
1
75
2
-20 -30
3
-40
waktu (menit) Tplat1
Tplat2
Tplat3
Tw adah1
Tw adah2
Tw adah3
Gambar 29 Profil penurunan suhu wadah produk daging setelah suhu lempeng pembeku konstan.
49
Tabel 4 Beda suhu antara wadah produk dengan lempeng sentuh
Kondisi
Suhu konstan Tlempeng Twadah Suhu Lempeng Suhu Wadah Pembeku (oC) produk (oC) I
II
III
I
II
III
Perbedaan suhu wadah dengan lempeng (oC) I II III
Sejak awal pengoperasian -13.9 -20.4 -28.3 -9.6 -15.6 -17.8 4.3 4.8 10.3 mesin pembeku Setelah lempeng -16.1 -22 -28.9 -11.1 -18.3 -19.4 5 3.7 9.5 pembeku konstan
Pembentukan kristal es (salju)
Lempeng Pembeku
Gambar 30 Pembentukan kristal es pada lempeng pembeku.
Dari hasil pengamatan visual pada menit ke-50 pengoperasian mesin pembeku terjadi pembentukan kristal es (salju) pada permukaan lempeng pembeku seperti tampak pada Gambar 30. Hal tersebut menimbulkan dampak terhadap proses pembekuan pada tahap I, II dan III, yaitu terhambatnya proses penyerapan panas bahan di evaporator I, II dan III, karena adanya pembentukan salju dapat menimbulkan perbedaan suhu antara lempeng pembeku dan wadah produk.
50
Pada tahap I, pembentukan salju dapat memperlambat pelepasan panas sensibel bahan yang ditunjukkan dengan penurunan suhu produk yang lambat.
Pada tahap II, pembentukan salju dapat memperlambat proses
perubahan fase bahan, dan pada tahap III, pembentukan salju dapat memperlambat pelepasan panas sensibel bahan di bawah titik bekunya. Pergerakan Wadah Pembeku Gambar 31 menunjukkan profil suhu evaporator, lempeng, dan wadah produk pada saat wadah produk digerakkan dengan kecepatan 20 cm/min diatas lempeng pembeku. Suhu lempeng sentuh berkisar antara -21.7 oC hingga -23.2 oC untuk tahap I, II, dan III. Suhu wadah produk meningkat sebagai akibat dari gesekan antara dasar wadah dengan lempeng, serta akibat kontak faktor yang kurang baik.hal ini menimbulkan kerugian termal yang ditunjukkan oleh peningkatan suhu rata-rata sekitar 4 sampai 5 °C antara wadah produk dengan lempeng.
0 -5 Tplat
-10
Suhu o ( C) -15
-20 -25 -30
Tahap I
0
Tahap II
200
Tahap III
400 waktu (detik)
600 Twadah
Gambar 31 Profil suhu wadah pada kecepatan 20 cm/min di atas lempeng bersuhu tetap -24 °C.
Pada kecepatan wadah produk 20 cm/min, satu siklus pembekuan memerlukan waktu 600 detik atau masing-masing tahapan 200 detik. Suhu
51
wadah meningkat sepanjang pergerakan pada tahap I dan tahap II, lalu menurun kembali pada tahap III. Kecepatan wadah berpengaruh terhadap gesekan dan peningkatan suhu. Semakin cepat gerakan wadah, makin tinggi pula peningkatan suhunya, dan sebaliknya, semakin rendah kecepatan wadah, laju peningkatan suhu semakin kecil, seperti ditunjukkan pada Gambar 32, 33 dan 34. Beda suhu minimum dan maksimum antara wadah dengan lempeng pembeku ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Beda Suhu minimum dan maksimum antara wadah dengan lempeng pembeku Kecepatan Wadah (cm/min) 30.0 48.0 70.6
Beda Suhu (oC) Minimum Maksimum 7 9 8 9.5 7.5 8
0
suhu (oC)
-5 -10
0
100
Tlempeng
200
300
400
T wadah
-15 -20 -25 w aktu (detik)
Gambar 32 Profil suhu lempeng sentuh dan wadah produk pada kecepatan wadah 30.0 cm/min.
52
0
suhu (oC)
-5
0
50
100
150
250
Twadah
Tlempeng
-10
200
-15 -20 -25 w aktu (detik)
Gambar 33 Profil suhu lempeng sentuh dan wadah produk pada kecepatan wadah 48.0 cm/min.
0
suhu (oC)
-5 -10
0
30
60
90
120
150
180
Twadah
Tlempeng
-15 -20 -25 w aktu (detik)
Gambar 34 Profil suhu lempeng sentuh dan wadah produk pada kecepatan wadah 70.6 cm/min.
Pengujian pergerakan wadah pada sistem suhu bertahap dengan kecepatan wadah 0.95 cm/min, menunjukkan bahwa penurunan suhu wadah cukup baik dengan perbadaan suhu terhadap lempeng sekitar 5 – 10 °C, seperti ditunjukkan pada Gambar 35.
53
30
I
II
Twadah
Suhu (celcius)
20
Medium pembeku
10
III
0
Waktu bisa diperpendek dan Suhu bisa ditingkatkan
-10
Waktu bisa diperpendek
-20
Suhu bisa ditingkatkan
-30 -40 0
20
40
60 waktu (menit)
80
100
120
Gambar 35 Profil penurunan suhu wadah pada pembekuan suhu bertahap kontinyu dengan kecepatan konstan 1.8 cm/menit.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, kecepatan gerakan wadah pada tahap I dapat dipercepat atau waktunya diperpendek. Selanjutnya, suhu media tahap II bisa ditingkatkan, sedangkan pada tahap III, waktunya bisa dipersingkat dan suhu media pembeku dapat ditingkatkan.
Analisis Energi dan Eksergi Pada kajian ini akan dibahas tentang: (1) Karakteristik pembekuan konvensional daging sapi segar, (2) Karakteristik Pembekuan Suhu Bertahap sistem Batch dan Kontinyu, (3) Analisis Energi dan Eksergi Sistem Pembekuan, (4) Simulasi proses pembekuan eksergetik
Karakteristik Pembekuan Konvensional Daging Sapi Segar Pembekuan
konvensional
adalah
sistem
pembekuan
yang
menggunakan suhu media pembeku tetap selama proses pembekuan. Pada
54
percobaan pertama pembekuan konvensional, suhu tetap yang digunakan adalah -10 °C dan mengalami fluktuasi suhu dalam kisaran -9 °C hingga -11 °C. Sampel daging yang dibekukan adalah berat 184.4 gram dan tebal 2.0 cm. Sebaran suhu bahan selama pembekuan ditunjukkan pada Gambar 36.
Suhu (Celcius)
40 30
Tb1
20
Tb3 suhu media pembeku
10 0 -10 -20 -30 -40 0
20
40
60
80
100 120
140
160
180
200
220
waktu (menit)
Gambar 36 Profil penurunan suhu daging sapi pada proses pembekuan suhu tetap dengan suhu media pembeku -10 °C. Pada tahap I, suhu permukaan bawah (Tb1) yaitu bagian bahan yang bersentuhan dengan media pembeku mengalami penurunan suhu paling cepat dibandingkan bagian lain. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu titik beku daging (-2.2 °C) pada permukaan bawah daging adalah sekitar 51 menit. Titik ini merupakan awal daging mulai membeku. Total waktu pembekuan (waktu yang dibutuhkan dari Tb1 = 0 °C menjadi Tb3 = -3 °C) adalah 166.0 menit. Laju pembekuan adalah perbandingan antara tebal bahan terhadap total waktu pembekuan, sehingga laju pembekuan pada percobaan ini adalah 0.72 cm/jam. Pada percobaan kedua, proses pembekuan dilakukan dengan suhu tetap -20 °C dan mengalami fluktuasi suhu dalam kisaran -19.7 °C hingga -
55
21.8 °C (Gambar 37a). Sampel daging sapi yang dibekukan adalah berat 50.0 gram dan tebal 1.6 cm. Pada tahap I, suhu permukaan bawah (Tb1) yakni bagian bahan yang bersentuhan dengan media pembeku mengalami penurunan suhu paling cepat dibandingkan bagian lain. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu titik beku daging -2.2 °C pada permukaan bawah daging adalah sekitar 35 menit yang merupakan awal pembekuan. Konduktivitas termal daging sapi pada kisaran suhu 0 sampai 30 °C adalah 0.45 W/mK, sedangkan pada suhu -5 °C konduktivitasnya adalah 1.10 W/mK (Pham dan Willix, 1989). Hal ini menunjukkan bahwa pada saat bahan belum membeku, laju pelepasan panas daging ke lempeng lebih lambat daripada setelah membeku. Selanjutnya konduktivitas termal lempeng sentuh pada kondisi yang sama sebesar 15.2 W/mK. Resistensi termal daging sapi yang dibekukan dapat dinyatakan dengan bilangan Biot (Biot Number, Bis = hD/k). Lambatnya laju penurunan suhu daging bagian dalam ditunjukkan oleh perbedaan kurva suhu Tb1 dan Tb2 yang lebih besar daripada perbedaan kurva Tb2 dengan Tb3, artinya Tb2 lebih lambat turun karena dipengaruhi oleh konduktivitas di atas titik beku. Suhu permukaan atas (Tb3) dipengaruhi oleh suhu udara di ruang pembeku. Jadi pada akhir tahap I, Tb3 sekitar 4 °C merupakan suhu permukaan luar daging yang dipengaruhi oleh udara ruang pembeku. Total waktu pembekuan (waktu yang dibutuhkan dari Tb1 = 0 °C hingga Tb3 = -5 °C) adalah 73.8 menit, sehingga laju pembekuan pada percobaan ini adalah 1.30 cm/jam. Profil sebaran suhu daging sapi segar selama proses pembekuan menggunakan metode lempeng sentuh dengan suhu media pembeku tetap, ditunjukkan pada Gambar 37a.
56
40
Suhu Media Pembeku
30
Tb3
suhu (C )
20
Tb2
10
Tb1
0 -10 -20 -30 -40 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
waktu (menit) (a)
40
Suhu media pembeku
S u hu (Celcius)
30
Tb1
20
Tb2
10
Tb3
0 -10 -20 -30 -40 0
20
40
60
80
100 120 140 waktu (menit)
160
180
200
220
(b) Gambar 37 Profil penurunan suhu pembekuan suhu tetap daging sapi segar, (a) pada suhu media pembeku -20 °C; (b) pada suhu media pembeku -25 °C
57
Data pengujian sampel berikutnya (ketiga) ditunjukkan pada Gambar 37b. Proses pembekuan dilakukan dengan suhu media tetap, yaitu -25 °C (berfluktuasi pada kisaran -23 °C hingga -25.9 °C). Berat sampel daging yang dibekukan adalah 280.0 gram dan tebal 2.8 cm. Total waktu pembekuan (waktu yang dibutuhkan dari Tb1 = 0 °C hingga Tb3 = -5 °C) adalah 130.0 menit, sehingga laju pembekuan pada percobaan ini adalah 1.29 cm/jam. Data hasil pengujian ketiga percobaan tersebut ditabulasikan dalam Tabel 6, dan sebagai perbandingan pada Tabel 7 ditunjukkan hasil pengujian pembekuan dari beberapa bahan pangan lain beserta laju pembekuannya. Laju pembekuan sangat dipengaruhi oleh suhu media pembeku. Semakin rendah suhu media pembeku maka semakin cepat laju pembekuannya, dan sebaliknya, semakin tinggi suhu media pembeku maka semakin lambat laju pembekuannya.
Tabel 6 Perbandingan Karakteristik Pengujian Daging Sapi Pada Pembekuan Konvensional Suhu Tetap -10 °C, -20°C dan -25 °C Keterangan Massa daging (g) Tebal daging (cm) Suhu Awal Daging (C) Suhu Akhir Pembekuan (C) Lama pembekuan (menit) Laju Pembekuan (cm/jam)
Suhu Media Pembeku (°C) -10 -20 -25 184.4 50.0 280.0 2.0 1.6 2.8 28 30 26 -3 -11 -10 166.0 73.8 130.0 0.72 1.30 1.29
Titik beku bahan dipengaruhi oleh konsentrasi zat terlarut pada air yang terkandung pada bahan yang disebut kadar air (Desrosier, 1998). Kadar air daging sapi yang tinggi menunjukkan konsentrasi zat terlarut yang tinggi pula (62 – 77 %, dari Heldmand dan Lund, 1992). Tingginya
58
konsentrasi zat terlarut akan menurunkan tekanan uap air bahan dan pada akhirnya akan menurunkan titik bekunya. Tabel 7 Perbandingan karakteristik beberapa bahan pangan dengan metode lempeng sentuh Bahan Pangan
Daging Sapi3] Ikan Patin1] Ikan Patin2] Ayam Broiler2]
Suhu Media (°C)
Tebal Bahan (cm)
-10 -20 -25 -17 -40 – (-42.6) -39.2 – (-41.4)
2.0 1.6 2.8 1 – 1.3 2 1
Lama pembekuan (menit) 166.0 73.8 130 160 – 210 16.7 – 18.3 11.9 – 13.2
Kategori Laju Pembekuan Pembekuan (Robinson, (cm/jam) 1985)
0.72 1.3 1.29 0.286 – 0.37 6.9 4.8
lambat cepat cepat lambat cepat cepat
1]
Ruliyana, 2004 Tambunan, 2003 3] Pada penelitian ini 2]
Karakteristik Pembekuan Eksergetik Sistem Batch dan Kontinyu Tahap II dari proses pembekuan merupakan tahap paling kritis dimana pada tahap ini terjadi pembentukan kristal es. Untuk mempertahankan mutu produk, maka pembentukan kristal es harus kecil sehingga laju pembekuan harus cepat. Dari hasil pengujian pembekuan daging sapi dengan suhu media pembeku tetap -10 °C, laju pembekuan yang dihasilkan adalah 0.72 cm/jam (di bawah 1 cm/jam). Laju pembekuan tersebut merupakan pembekuan lambat yang akan mengurangi mutu produk yang dibekukan. Oleh karena itu, suhu media pembeku tahap II adalah harus lebih rendah dari -10 °C. Pada percobaan pertama, pengujian sistem pembeku eksergetik menggunakan suhu media pembeku -10, -25, dan -25 °C masing-masing pada tahap I, II dan III dengan sistem batch. Berat sampel daging sapi yang dibekukan adalah 283.0 gram dan tebal 3.0 cm. Pada sistem batch sampel yang telah menyelesaikan proses tahap I digeser ke lempeng pembeku berikutnya untuk proses tahap II, dan demikian selanjutnya hingga menyelesaikan proses tahap III. Lama sampel berada di lempeng pembeku
59
masing-masing tahap disesuaikan dengan kebutuhan untuk menyelesaikan masing-masing tahap tersebut. Oleh sebab itu pengendalian otomatis perlu ditambahkan dalam sistem ini karena selain untuk membuat suhu yang terkontrol pada masing-masing tahap pembekuan juga untuk mengendalikan sistem proses pada masing-masing tahap. Suhu bertahap sistem batch ditunjukkan pada Gambar 38.
40 Suhu Media Pembeku
Suhu (Celcius)
30
Tb1
20
Tb2
10
Tb3
0 -10
I
-20 -30
II
III
-40 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
waktu (menit)
Gambar 38 Profil sebaran suhu produk daging sapi suhu media pembeku tahap I, -10 oC, dan tahap II dan III masing-masing -25 oC. Gambar 38 memperlihatkan grafik sebaran suhu bahan dengan suhu media pembeku tahap I sebesar -10 oC, sedangkan tahap II dan III masingmasing -25 oC. Proses pembekuan pada percobaan ini menggunakan sistem batch, dimana bahan diletakkan pada tahap I hingga suhu bagian bawah bahan mencapai 0 °C, setelah itu wadah digeser ke tahap II hingga perubahan fase selesai, lalu wadah digeser ke tahap III untuk hingga suhu bagian atas bahan (pusat termal) mencapai suhu -5 °C. Waktu keseluruhan yang dibutuhkan dari awal proses, dimana suhu bahan 30 °C mencapai suhu akhir pusat termal bahan -5 °C adalah 210 menit, sedangkan waktu
60
pembekuannya (dari Tb1 = 0 °C hingga Tb3 = -5 °C) adalah 135.0 menit, dengan tebal bahan 3.0 cm, sehingga laju pembekuannya adalah 1.26 cm/jam. Selanjutnya, sampel daging sapi dengan berat 45.0 gram dan tebal 2.2 cm dibekukan dengan pembeku eksergetik sistem batch dengan suhu pada masing-masing tahap -3 oC, -15 oC, dan -21 oC. Profil penurunan suhu bahan pada bagian bawah (Tb1), tengah (Tb2), atas bahan (Tb3) dan suhu media pembeku ditunjukkan pada Gambar 39. Waktu pembekuannya (dari Tb1 = 0 °C hingga Tb3 = -5 °C) adalah 110.0 menit, dengan tebal bahan 2.2 cm, sehingga laju pembekuannya adalah 1.20 cm/jam.
40 Suhu media pembeku Tb3
30
suhu (C)
20
Tb2 Tb1
10 0 -10 -20 -30 -40 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
waktu (menit)
Gambar 39 Profil sebaran suhu produk daging sapi dengan suhu media pembeku tahap I, II, dan III adalah -3 oC, -15 oC, dan -21 oC. Pada Gambar 39 terlihat bahwa lamanya produk berada pada tahap I tidak sama dengan lamanya produk berada pada tahap lainnya (tahap II maupun tahap III), hal ini disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan suhu daging untuk mencapai 0 °C pada tahap I lebih cepat daripada daging tersebut berubah fase pada tahap II dan lebih cepat daripada lamanya
61
menurunkan suhu daging dibawah titik beku pada tahap III. Sedangkan lamanya produk berada pada tahap II bergantung dari lamanya produk terjadi perubahan fase dalam bahan. Sehingga waktu proses pembekuan pada model daging sapi pada tahap I, II, dan III tidak sama. Tabel laju
8
pembekuan
memperlihatkan daging
hasil
sapi
pengolahan
menggunakan
data
sistem
terhadap pembekuan
dengan suhu tetap dan suhu bertahap. Sebagai perbandingan, pada Tabel
9
ditunjukkan
laju
pembekuan
ikan
patin
dan
ayam
broiler dengan metode lempeng sentuh (Anggraheni, 2003). Dari kedua tabel
tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin rendah suhu media
pembeku maka laju pembekuannya semakin cepat, dan sebaliknya semakin tinggi suhu media pembeku akan memperlambat laju pembekuan.
Tabel 8 Laju pembekuan daging sapi menggunakan sistem pembekuan dengan suhu tetap dan suhu bertahap Sistem Pembekuan :
Suhu Bertahap
Tebal bahan (cm) Suhu media pembeku (oC)
2.2
Suhu Tetap
3.0
-3 -15 -21 -10 -25 -25
Laju pembekuan (cm/jam)
1.20
1.26
1.6
2.8
-20
-25
1.30
1.29
Tabel 9 Laju pembekuan ikan Patin dan Ayam Broiler dengan metode lempeng sentuh Bahan Pangan : Tebal bahan (cm) Suhu media pembeku (oC) Laju pembekuan (cm/jam) Sumber : Anggraheni, 2003
Ikan patin Ayam broiler 2 -40.0 6.55
1 -41.4 4.92
62
Pengujian pembekuan daging sapi menggunakan sistem pembeku eksergetik kontinyu menghasilkan profil pembekuan daging sapi seperti ditunjukkan pada Gambar 40, 41, dan 42. Perbedaan profil pembekuan daging sapi sistem kontinyu dengan sistem batch adalah pada sistem kontinyu, suhu wadah produk cenderung berfluktuasi sekitar 2 derajat, hal ini disebabkan oleh tiga hal, yakni: (1) lendutan pada poros pembawa wadah produk yang mengakibatkan wadah bergerak zig-zag, (2), adanya gesekan antara wadah produk dengan lempeng pembeku yang mengakibatkan kerugian perpindahan panas produk dalam wadah yang bergeser, dan (3) lempeng pembeku yang tidak rata mengakibatkan perpindahan panas pada wadah bergerak menjadi sangat berfluktuasi.
40 Twadah
30
Tb1 Tb3
20 Suhu (Celcius)
Medium pembeku 10 0
-5 °C
-10 -20 -30 -40 0
20
40
60
80
97.6
100
120
140
Waktu (menit)
Gambar 40 Profil pembekuan daging tanpa kemasan dalam wadah produk yang dibekukan dengan sistem pembekuan eksergetik secara kontinyu (suhu media: -8, -18, -26 °C) pada kecepatan wadah 2.0 cm/min.
63
40
Twadah Tb1
30
Tb3 Medium Pembeku
Suhu (Celcius)
20 10 0
-5 °C
-10 -20 -30 -40 0
20
40
60
80
100
120
133.1
140
Waktu (menit)
Suhu (celcius)
Gambar 41
Profil pembekuan daging sapi dengan kemasan plastik dalam wadah produk dan dibekukan dengan sistem pembekuan eksergetik secara kontinyu (suhu media: -8, -20, -28 °C) pada kecepatan wadah 1.5 cm/min.
40
Twadah
30
Tb1 Tb3
20
Medium pembeku
10 0
-5 °C
-10 -20 -30 -40
107.5
0
20
40
60 80 waktu (menit)
100
120
140
Gambar 42 Profil Sampel daging dengan kemasan plastik dan styrofoam yang diletakkan terbalik dalam wadah produk, dan dibekukan dengan sistem pembekuan eksergetik secara kontinyu (suhu media: -5, -18, -30 °C) pada kecepatan wadah 1.8 cm/min.
64
Pada Gambar 40, dengan kecepatan pergerakan wadah 2 cm/jam, waktu proses pembekuan untuk mencapai suhu pusat termal (-5 °C) dibutuhkan waktu sekitar 97.6 menit. Jika kecepatan wadah diperlambat 25 % dari semula atau 1.5 cm/jam maka waktu proses pembekuan menjadi lebih lama yaitu 133.1 menit (25 % lebih lama dari proses sebelumnya). Fluktuasi suhu wadah produk pada sistem eksergetik kontinyu disebabkan oleh faktor ketidak-rataan lempeng pembeku. Hal ini sangat berpengaruh terhadap laju penurunan suhu produk yang dibekukan. Berbeda dengan sistem batch yang tidak terjadi fluktuasi suhu wadah produk, sehingga laju penurunan suhu cenderung lebih stabil dan dapat terlihat dari laju pembekuannya. Laju pembekuan pada sistem batch lebih cepat daripada sistem kontinyu. Laju pembekuan sistem batch berkisar dari 1.20 – 1.26 cm/jam, dan sistem kontinyu berkisar antara 0.70 – 1.13 cm/jam.
Analisis Energi dan Eksergi Sistem Pembekuan Setiap proses termal menghasilkan energi berguna dan energi yang tidak dapat digunakan dalam proses tersebut. Energi yang tidak dapat digunakan tersebut menjadi waste dan merupakan kerugian. Analisis energi digunakan untuk menghitung keseimbangan energi, bahwa energi yang diterima sama dengan yang dilepaskan, sedangkan analisis eksergi digunakan untuk menentukan kerja teoritis maksimum yang dapat digunakan sehingga meminimumkan energi yang tidak dapat digunakan tersebut. Energi yang tidak dapat digunakan disebabkan oleh adanya pertumbuhan entropi pada setiap proses selama proses tersebut berada di atas nol absolut. Semakin besar perubahan entropi selama proses berlangsung, semakin kecil ekserginya. Analisis eksergi dilakukan untuk memperbesar eksergi melalui minimisasi pertumbuhan entropi.
65
Sasaran yang ingin dicapai adalah proses pembekuan yang menghasilkan ∆S minimum atau mendekati nol, atau dengan kata lain proses pembekuan reversibel. Reversibilitas proses pembekuan dapat dicapai jika suhu media pembeku dapat mengikuti perubahan suhu bahan yang dibekukan. Meskipun akan berpengaruh signifikan terhadap perubahan entropi sistem keseluruhan, penelitian ini hanya mengkaji perubahan entropi pada proses pembekuan, dan masih mengabaikan perubahan entropi pada mesin refrigerasi yang digunakan. Analisis energi dan eksergi didasarkan pada sifat termofisik sampel daging sapi yang digunakan dan suhu operasi pembekuan. Tabel 10 menunjukkan sifat termofisik sampel daging sapi yang digunakan.
Tabel 10 Sifat-sifat termofisik sampel daging sapi yang digunakan Sistem pembekuan Keterangan Massa produk Luas Tebal Cp (di atas titik beku): Cp (di bwh titik beku) Panas Laten Pembekuan air Panas Laten Produk Berat Molekul Air Titik Beku Massa jenis Massa air Kandungan air Massa bahan kering Ratio y (water to dry) Kadar padatan Fraksi mol air pd T2 Fraksi mol air pd Tfp Berat Molekul padatan produk %Unfrozen water %Frozen water Fraksi air bebas (γ) Konstanta Gas
Sat
Suhu Tetap
Suhu Bertahap
0.05 0.28 0.0015 0.0072 0.016 0.028 2.914 2.914 1.616 1.616
Batch Kontinyu 0.283 0.045 0.09 0.10 0.09 0.08 0.0072 0.0020 0.0040 0.0072 0.0041 0.0048 0.030 0.022 0.010 0.010 0.010 0.010 2.914 2.914 2.914 2.914 2.914 2.914 1.616 1.616 1.616 1.616 1.616 1.616
kJ/kg
333.8
333.8
14 15 16 17 18 19
kJ/kg kg/mol C kg/m3 kg % kg
206.8 18 -2.2 2066.1 0.0365 73 0.0135 2.7 27 0.91371 1
20
kg/mol
21 22 23 -
16.8 77.0 0.77 kJ/mol.K 8.314
Pers. Ukur Ukur Ukur -
kg m2 m kJ/kgK kJ/kgK
-
%
% %
306
333.8
206.8 206.8 18 18 -2.2 -2.2 1388.9 1310.2 0.2044 0.2066 73 73 0.0756 0.0764 2.7 2.7 27 27 0.95181 0.95181 1 1
333.8
333.8
333.8
333.8
333.8
206.8 18 -2.2 1010.1 0.0329 73 0.0122 2.7 27 0.91371 1
206.8 18 -2.2 2250.0 0.0657 73 0.0243 2.7 27 0.93271 1
206.8 18 -2.2 1388.9 0.0730 73 0.0270 2.7 27 0.82956 1
206.8 18 -2.2 2181.8 0.0657 73 0.0243 2.7 27 0.92320 1
206.8 18 -2.2 1666.7 0.0584 73 0.0216 2.7 27 0.94225 1
306
306
306
306
306
306
306
31.3 57.1 0.57 8.314
31.3 57.1 0.57 8.314
16.8 77.0 0.77 8.3140
22.0 69.9 0.70 8.314
7.7 89.4 0.89 8.314
19.1 73.9 0.74 8.314
25.9 64.5 0.65 8.314
66
Kebutuhan
minimal
energi
untuk
pembekuan
yang
dihitung
berdasarkan data tersebut ditunjukkan pada Tabel 11. Energi yang dilepaskan oleh bahan dan diserap oleh lempeng pembeku pada proses pembekuan adalah energi dalam bentuk panas sensibel dan panas laten. Panas sensibel adalah panas yang menyebabkan terjadinya penurunan suhu, sedangkan panas laten menyebabkan perubahan fase bahan dari cair ke padat (kristal-kristal es). Tabel 11 Hasil perhitungan kebutuhan minimal energi pembekuan Pengujian
Pers
Suhu tetap
Batch
Suhu bertahap Kontinyu
Massa produk (kg)
-
0.05
0.28
0.283
0.045
0.09
Suhu awal (°C)
-
30
23.7
25
30
Suhu akhir pembekuan (°C)
-
-9
-5
-5
-9
Suhu media pembeku Tma (°C)
-
-21
-25
-10
Suhu media pembeku Tmf (°C)
-
-21
-25
Suhu media pembeku Tmb (°C)
-
-21
-25
Suhu lingkungan (T0)
-
30
30
0.1
0.09
0.08
25
28
28
20
-7
-18
-8
-6
-3
-8
-5
-8
-5
-25
-15
-18
-18
-21
-18
-25
-21
-26
-30
-28
-30
30
30
30
30
30
30
Entalpi tahap I (kJ)
24
-4.69
-21.13
-22.43
-4.22
-7.13
-8.8
-7.92
-5.18
Entalpi tahap II (kJ)
25
-11.31
-46.93
-47.43
-10.18
-15.32
-21.79
-16.2
-12.58
Entalpi tahap III (kJ)
26
-0.55
-1.27
-1.28
-0.49
-0.7
-2.55
-0.84
-0.49
Total Entalpi (kJ/kg)
30
-330.9
-247.6
-251.4
-330.9
-257.3
-331.4
-277.4
-228.1
120
150
170
120
100
116
137
110
Lama pembekuan (menit) Energi terpakai (kWh)
2
2.47
2.87
2.01
1.6
1.9
2.2
1.6
Energi terpakai (dalam kJ)
7200
8892
10332
7236
5760
6840
7920
5760
Keb. Energi pembekuan (kJ)
16.55
69.33
71.15
14.89
23.16
33.14
24.96
18.25
ukur
Kebutuhan minimum energi pembekuan dinyatakan dengan perubahan entalpi pembekuan dimana harganya hanya tergantung pada suhu awal dan suhu akhirnya untuk bahan tertentu. Tanda negatif pada nilai perubahan entalpi menunjukkan bahwa energi (panas) dilepas dari sistem (bahan yang dibekukan) dalam hal ini dari model daging sapi ke media pembekunya. Energi terpakai adalah energi yang secara nyata digunakan untuk proses pembekuan tersebut, dan diukur dengan menggunakan kWh-meter. Energi tersebut dipakai untuk menggerakkan kompresor sehingga terjadi
67
penurunan suhu media pembeku. Dengan demikian, energi terpakai dipengaruhi oleh suhu media pembeku yang diterapkan dan lamanya proses pembekuan berlangsung (laju pembekuan). Kajian eksergi dilakukan untuk melihat efektivitas penggunaan energi pada setiap tahap dalam proses pembekuan tersebut. Tabel 12 menunjukkan hasil perhitungan asupan, kehilangan, dan efisiensi eksergi pada berbagai skenario proses pembekuan daging sapi segar. Asupan eksergi pada tabel tersebut.
Tabel 12 Hasil Perhitungan Asupan dan Efisiensi Eksergi Pembekuan Daging Sapi Pengujian Perubahan entropi (kJ/K)
Suhu bertahap Kontinyu
Pers.
Suhu tetap
34 suku-1 34 suku-2 34 suku-3
-0.02
-0.07
-0.08
-0.01
-0.03
-0.03
-0.03
-0.02
-0.04
-0.17
-0.18
-0.04
-0.06
-0.08
-0.06
-0.05
-0.002
-0.005
-0.005
-0.002
-0.003
-0.010
-0.003
-0.002
-21
-25 -0.90
Tahapan Suhu (°C) Total entropi (kJ/kgK)
34
-1.20
Eksergi input (kJ)
42
0.95
43
2.29
44
0.11
Total eksergi input 42+43+44 (kJ/kg) Kehilangan eksergi 53 (Tahap I) (kJ) Kehilangan eksergi 57 (Tahap II) (kJ) Kehilangan eksergi 63 (Tahap III) (kJ) Kehilangan eksergi 53+57+63 (total) (kJ/kg) Efisiensi eksergi total 63 (%)
Batch
-10,-25,-25 -3,-15,-21 -8,-18,-26 -5,-18,-30 -8,-21,-28 -5,-18,-30 -0.91
-1.20
-0.94
-1.21
-1.01
-0.83
4.68
3.41
0.52
1.02
1.15
1.14
0.68
10.41
10.51
1.77
2.88
4.10
3.28
2.37
0.28
0.28
0.10
0.16
0.63
0.20
0.12
66.95
54.90
50.21
53.13
45.16
58.80
51.26
39.56
0.68
3.24
1.93
0.27
0.55
0.61
0.65
0.29
0.94
4.83
4.88
0.57
1.06
1.51
1.35
0.87
0.04
0.12
0.12
0.03
0.07
0.24
0.09
0.06
33.25
29.25
24.48
19.42
18.69
23.66
23.29
15.22
50.34
46.73
51.24
63.44
58.62
59.76
54.56
Rata-rata kehilangan eksergi selama proses pembekuan dengan suhu media pembeku tetap berkisar antara 29 hingga 33 kJ/kg. Nilai ini jauh lebih besar jika dibandingkan rata-rata kehilangan eksergi selama proses pembekuan suhu bertahap yang hanya sebesar 15 kJ/kg hingga 23 kJ/kg.
61.53
68
Eksergi input suhu tetap berkisar antara 54 – 66 kJ/kg, dengan model sistem pembekuan suhu bertahap dapat menurunkan eksergi input menjadi 39 – 58 kJ/kg atau turun sekitar 8 – 15 kJ/kg. Rata-rata efisensi eksergi pada sistem pembekuan suhu tetap berkisar antara 46 % hingga 50 %, sedangkan dengan sistem pembekuan suhu bertahap dapat meningkatkan efisiensi eksergi sekitar 1 – 13 % menjadi sekitar 51 – 63 %, dimana efisensi eksergi pembekuan suhu bertahap sistem batch berkisar antara 51 % hingga 63 % dan efisiensi eksergi pembekuan suhu bertahap sistem kontinyu berkisar antara 54 – 61 %. Besarnya total enthalpi atau panas total yang dipindahkan (Qfs atau ∆Hfs) adalah kebutuhan minimum energi yang dibutuhkan untuk pembekuan daging sapi. Target dari analisis eksergi adalah menentukan besarnya kehilangan eksergi proses pembekuan untuk tahap I, II,
dan III,
sebagaimana dinyatakan oleh Bruttini et al (2001) bahwa kehilangan eksergi terjadi pada tiap tahap proses pembekuan. Dalam pengujian pembekuan daging sapi ini, kehilangan eksergi yang terjadi disajikan pada Tabel 12. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa kehilangan eksergi terbesar terjadi pada tahap I sampai tahap II, yaitu saat penurunan suhu bahan dari suhu awal ke titik beku dan saat pembekuan air bebas dalam bahan. Dengan demikian, cara penghematan energi dapat dilakukan dengan pengendalian suhu media pembeku pada tahap I dan tahap II. Pengendalian suhu media pembeku dapat mengakibatkan perubahan asupan eksergi pada sistem pembeku eksergetik. Semakin tinggi suhu media pembeku, semakin kecil asupan ekserginya sehingga efisiensi ekserginya meningkat. Dengan demikian, sistem pembeku eksergetik mampu meningkatkan efisiensi eksergi pembekuan. Sebagai contoh, jika suhu media pembeku tahap I dinaikan, maka asupan energinya menjadi lebih rendah, sehingga efisiensi eksergi sistem meningkat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan antara suhu media pembeku dan suhu awal bahan yang kecil.
69
Sementara itu, jika suhu media pembeku sistem pembeku eksergetik pada tahap II dan III sama dengan sistem suhu tetap, maka asupan ekserginya tidak berubah, sehingga efisiensi ekserginya cenderung sama. Berkaitan dengan faktor mutu produk yang dibekukan, dimana pada tahap II merupakan tahap kritis dalam pembekuan, maka dengan suhu media pembeku yang rendah pada tahap ini akan dapat meningkatkan laju pembekuan, sehingga mutu produk dapat dipertahankan. Efisiensi eksergi merupakan perbandingan eksergi output dengan eksergi input. Sedangkan eksergi input dipengaruhi oleh perbedaan antara suhu media pembeku dan suhu bahan yang dibekukan. Jadi, jika input ekserginya tetap, tetapi output ekserginya ditingkatkan, maka efisiensi eksergi akan meningkat. Atau, jika proses pembekuan diperbaiki sehingga input energinya menjadi lebih kecil dan menghasilkan output yang sama, maka efisiensi ekserginya pun meningkat. Energi pada proses pembekuan ini terdiri dari energi listrik, energi mekanis, dan energi panas. Energi yang digunakan untuk menggerakkan kompresor diperoleh dari energi listrik yang diubah menjadi energi mekanis (kerja). Kerja tersebut digunakan untuk mengambil panas bahan di ruang pembeku dan melepaskannya ke lingkungan di kondensor. Proses pembekuan merupakan proses pengambilan panas bahan oleh suhu media pembeku. Pengambilan panas oleh suhu media pembeku mempengaruhi kerja kompresor. Semakin cepat pengambilan panas, maka semakin rendah suhu media pembeku sehingga kerja kompresor pun semakin besar. Dan sebaliknya, jika suhu media pembeku semakin tinggi, maka kerja kompresor semakin kecil. Setiap proses termal selalu memproduksi entropi yang sebanding dengan kehilangan eksergi. Tabel 13 menunjukkan bahwa hubungan suhu media pembeku tahap I, II, dan III dari hasil pengujian pembekuan daging sapi terhadap kehilangan eksergi proses pembekuan.
70
Tabel 13 Kehilangan eksergi pembekuan daging sapi dengan berbagai suhu media pembeku Tma (°C) Tmf (°C) Tmb (°C) Kehlgn eksergi (kJ/kg)
-25 -25 -25
-21 -21 -21
-10 -25 -25
-8 -21 -28
-8 -18 -26
-5 -18 -30
-5 -18 -30
-3 -15 -21
26.31
30.04
21.55
23.29
18.69
23.66
15.22
17.28
Jika selisih suhu media pembeku tahap I terhadap tahap
II
dibandingkan dengan selisih suhu media pembeku tahap I terhadap tahap III, maka suhu tak-berdimensi tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan 67 sebagai rasio beda suhu media pembeku antara tahap I dan II dengan antara tahap I dan III.
T′ =
Tma − Tmf Tma − Tmb
.........................................67)
Pada pengujian pembeku eksergetik, bilangan tak-berdimensi (T’) memberikan makna bahwa jika nilai T’ sama dengan satu artinya beda suhu antara tahap I ke II sama dengan beda suhu antara tahap I ke III, atau suhu tahap II sama dengan suhu tahap III (Tmf = Tmb). Jika nilai T’ lebih besar dari 0 dan lebih kecil dari satu, maka beda suhu antara tahap I ke II lebih kecil daripada beda suhu antara tahap I ke III. Gambar 43 menunjukkan bahwa semakin besar suhu tak-berdimensi (T’) berbanding lurus secara linier terhadap kehilangan eksergi. Pada suhu tak-berdimensi sama dengan 0 menghasilkan kehilangan eksergi terkecil, dan sebaliknya pada nilai suhu tak-berdimensi sama dengan 1 menghasilkan kehilangan eksergi terbesar.
71
Kehilangan eksergi (kJ/kg)
35 30 25 20 15 y = 12.556e0.7295x
10
R2 = 0.5205
5 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
(Tma-Tmf)/(Tma-Tmb)
Gambar 43 Grafik hubungan kehilangan eksergi (kJ/kg) terhadap nilai suhu tak-berdimensi T’= (Tma-Tmf)/(Tma-Tmb).
100
Kehilangan eksergi (kJ/kg) Efisiensi eksergi (%)
90 80 70
y = -19.08x + 70.461
60 50 40 30
y = 7.1648x + 15.277
20 10 0 0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
T' = (Tma-Tmf)/(Tma-Tmb) Efisiensi eksergi (%)
Kehilangan eksergi (kJ/kg)
Gambar 44 Grafik hubungan efisiensi eksergi (%) dan kehilangan eksergi (kJ/kg) terhadap T’ = (Tma-Tmf)/(Tma-Tmb).
1
72
Gambar 44 menunjukkan grafik hubungan suhu tak-berdimensi (T’) terhadap efisiensi eksergi dan kehilangan eksergi. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa suhu tak-berdimensi berbanding lurus secara linier dengan kehilangan eksergi dan berbanding terbalik secara linier dengan efisiensi eksergi. Dengan dimikian, pengendalian suhu media pembeku pada tahap I, dengan mempertahankan suhu media pada tahap II dan tahap III, dapat mengurangi kehilangan eksergi dan meningkatkan efisiensi eksergi. Gambar 44 ini dapat digunakan untuk penentuan suhu media pada tahap I (Tma) jika suhu media tahap II (Tmf) dan suhu media tahap III (Tmb) diketahui. Suhu media tahap II ditentukan berdasarkan laju pembekuan yang diharapkan, sedangkan suhu media tahap III ditentukan berdasarkan suhu akhir bahan beku yang diharapkan (Tambunan et al, 2007).
9.0
Energi terpakai (MJ)
8.0 y = -0.0336x + 8.6173
7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 45
50
55
60
Efisiensi Eksergi (%)
Gambar 45 Grafik hubungan efisiensi eksergi (%) dengan energi terpakai (MJ) pada sistem pembekuan eksergetik untuk model daging sapi segar.
65
73
Jika model sistem pembekuan eksergetik baik sistem batch maupun kontinyu diterapkan pada pembekuan daging sapi maka kehilangan eksergi berkurang dan efisiensi eksergi meningkat. Dari hasil pengujian pembekuan daging sapi dengan pembeku eksergetik diperoleh bahwa semakin besar efisiensi ekserginya makin kecil energi terpakainya. Dan sebaliknya, semakin kecil efisiensi ekserginya semakin besar energi terpakainya (Gambar 45).
Pengaruh Efisiensi Eksergi terhadap Laju Pembekuan Gambar 46 menunjukkan grafik hubungan antara efisiensi eksergi dengan laju pembekuan pada pengujian sistem pembekuan suhu bertahap untuk daging sapi. Efisiensi eksergi ditentukan dari analisis eksergi dan laju pembekuan ditentukan dari data pengujian pembekuan daging sapi.
Laju pem bekuan (cm /jam )
1.4
1.2 y = -0.0104x + 1.7835 R2 = 0.7412 1
0.8 45
50
55
60
65
Efisiensi eksergi (%)
Gambar 46 Hubungan efisiensi eksergi dengan laju pembekuan pada pembekuan eksergetik untuk daging sapi.
74
Semakin tinggi efisiensi eksergi pembekuan, makin rendah laju pembekuannya,
dan
sebaliknya,
semakin
rendah
efisiensi
eksergi
pembekuan, semakin tinggi laju pembekuannya. Laju pembekuan bahan merupakan tolok ukur mutu bahan yang dibekukan, jika laju pembekuannya kurang dari 1 cm/jam, maka tergolong dalam pembekuan lambat dan mutunya kurang baik. Oleh karenanya, pengawasan terhadap laju pembekuan perlu dilakukan agar mutu produk pangan yang dibekukan dapat tetap dipertahankan. Efisiensi eksergi sistem pembekuan konvensional lebih rendah daripada model sistem pembekuan eksergetik, sedangkan efisiensi eksergi berbanding lurus dengan energi spesifik, maka pembeku eksergetik dengan efisiensi eksergi yang tinggi mempunyai energi spesifik juga tinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan pembeku konvensional. Pada penelitian ini, efisiensi eksergi tertinggi sebesar 61.53 % untuk sistem pembekuan eksergetik kontinyu dengan energi terpakainya adalah 5.76 MJ.
Simulasi Proses Pembekuan Eksergetik Simulasi hubungan suhu media pembeku dengan kehilangan eksergi ditunjukkan pada Gambar 47. Semakin tinggi suhu media pembeku, semakin kecil kehilangan ekserginya. Pengaruh suhu media pembeku terhadap laju pembekuan ditunjukkan pada Gambar 48, dimana semakin tinggi Tmf (dari -40°C hingga -5°C), maka semakin lambat pula laju pembekuannya. Hal ini karena laju pembekuan merupakan fungsi dari suhu media pembeku tahap II (Tmf), dan laju pembekuan berbanding lurus dengan beda suhu antara bahan dan media pembeku. Semakin besar beda suhu antara bahan dan media maka laju pembekuannya semakin cepat. Grafik ini dapat digunakan untuk menentukan suhu media pembeku tahap II (Tmf) berdasarkan laju pembekuan yang diharapkan.
75
K eh ilan g an ekserg i (kJ/kg )
60 50 40 y = -1.0945x + 6.0967
30
2
R = 0.9986
20 10 0 -40
-30
-20
-10
0
o
Suhu media pembeku tahap II (T mf , C ) pada T ma = -5 dan T mb = -40
Gambar 47 Grafik hubungan suhu media pembeku Tmf (Tma = -5 °C dan Tmb = -40 °C) terhadap kehilangan eksergi.
5.00
L a ju Pe m b e k u a n (c m /ja m )
4.50 4.00
y = -0.0667x + 2.0014 2 R =1
3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 -40
-35
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
Suhu Media Pembeku Thp II (Tmf) dalam Celcius
Gambar 48 Hubungan suhu media pembeku (Tmf) dengan laju pembekuan pada Tma = -5 °C; Tmb =-40°C.
76
Hubungan laju pembekuan dengan efisiensi eksergi disajikan pada Gambar 49. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi Tmf maka makin tinggi pula efisiensi ekserginya, tetapi laju pembekuannya menurun. Sebaliknya, jika Tmf semakin rendah, maka laju pembekuan semakin cepat, namun efisiensi ekserginya semakin kecil.
80
E fis ie n s i e ks e rg i (% )
70 y = -49.311Ln(x) + 115.03 R2 = 0.9987
60 50 40 30 20 10 0 2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
Laju Pembekuan (cm/jam)
Gambar 49 Grafik hubungan laju pembekuan dengan efisiensi eksergi pada Tma = -5 °C; Tmb =-40°C. Jika suhu media pembeku tahap I (Tma) diturunkan secara perlahan maka efisiensi ekserginya akan menurun sebagaimana disajikan pada Gambar 50. Pada kurva dEx/dt dengan Tma -5 °C (Tmb = -40°C) berada di sebelah paling kiri atas, dan kurva dengan Tma sebesar -15 °C (Tmb = -40°C) berada di sebelah paling kanan bawah, sedangkan kurva dengan Tma sebesar -10 °C (Tmb = -40°C), berada diantara kurva Tma -5 dan Tma -15 °C. Agar kualitas produk pangan yang dibekukan tetap terjaga maka Tma harus lebih tinggi atau sama dengan Tmf untuk mencegah rekristalisasi bahan yang
77
dibekukan (Golden, et al. 1997). Sebaliknya pula Tmf harus lebih rendah atau sama dengan Tma dan harus lebih tinggi atau sama dengan Tmb. 1.8 y = 1.8366e0.0269x R2 = 0.9966
1.6 1.4
y = 1.5918e0.0257x R2 = 0.9961
dEx/dT
1.2 1 0.8
y = 1.4099e0.0237x R2 = 0.9963
0.6 0.4 Tma=-5
0.2
Tma=-10
Tma=-15
0 -40
-35
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
Suhu Media Pembeku (Tmf) dalam derajat Celcius
Gambar 50 Grafik hubungan suhu media pembeku terhadap perubahan eksergi dEx/dT (Tma = -5 °C;Tmb = -40 °C dan Tma = -10 °C; Tmb = -40 °C, serta Tma = -15 °C; Tmb = -40 °C).