BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang pengaruh implantasi subkutan logam kobalt kromium sebagai bahan dasar mini screw orthodontics terhadap reaksi jaringan dorsum kelinci albino telah dilakukan. Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis menunjukkan tidak ada gejala serta perubahan sikap dan kematian kelinci selama 24 jam pada kedua kelompok yaitu kelompok implantasi kobalt kromium dan tanpa implantasi (kontrol negatif). Kondisi kesehatan umum kelinci tidak ditemukan perubahan sistemik, abnormalitas perilaku, dan perubahan lokal. Gambaran klinis area insisi 24 jam pasca implantasi dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa baik kelompok perlakuan maupun kontrol hanya terlihat tanda inflamasi ringan berupa eritema (tanda panah). A
B
Gambar 1. Gambaran makroskopis area insisi 24 jam pasca implantasi. Pada kelompok perlakuan (A) maupun kontrol negatif (B) terlihat tanda inflamasi ringan berupa eritema (tanda panah).
37
Pengamatan
parameter
inflamasi
secara
mikroskopis
dilakukan
menggunakan metode pembutaan (blinding method). Nilai rerata dan simpangan baku parameter inflamasi implantasi subkutan logam kobalt kromium dan kontrol selama 14 hari dapat dilihat pada Tabel I. Tabel I menunjukkan bahwa nilai rerata dan simpangan baku parameter inflamasi kedua kelompok selama 14 hari implantasi menunjukkan perbedaan. Kelompok implantasi kobalt kromium menunjukkan rerata yang lebih besar daripada kelompok kontrol untuk parameter makrofag, giant cell, dan fibrosis. Rerata sel plasma kedua kelompok menunjukkan jumlah yang sama. Tabel I. Hasil rerata dan simpangan baku jumlah sel parameter inflamasi implantasi subkutan logam kobalt kromium dan kontrol selama 14 hari Parameter inflamasi
Sampel Uji Kobalt kromium
Kontrol
Polimorfonuklear
0,6 ± 0,49
0,7 ± 0,48
Limfosit
0,9 ± 0,87
1,0 ± 0,67
Sel Plasma
0,6 ± 0,24
0,6 ± 0,21
Makrofag
1,4 ± 0,84
0,9 ± 0,74
Giant cell
0,5 ± 0,27
0
Nekrosis
0
0
Neovaskularisasi
0,6 ± 0,33
0,7 ± 0,48
Fibrosis
0,5 ± 0,27
0,1 ± 0,02
0
0
Infiltrat Lemak
38
Untuk mengetahui signifikansi perbedaan secara statistik rerata kedua kelompok digunakan uji independent sample t-test. Syarat uji statistik parametrik independent sample t-test adalah data berdistribusi normal dan variansi homogen. Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data terdistribusi normal, sedangkan uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah data memiliki variansi yang homogen (Dahlan, 2006). Hasil uji normalitas dan uji homogenitas dapat dilihat pada Tabel II dan Tabel III.
Tabel II. Hasil uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk
Polimorfonuklear
Statistik Shapiro-Wilk 0,78
Limfosit
0,81
0,17
Sel Plasma
0,72
0,14
Makrofag
0,17
0,26
Giant cell
0,78
0,85
Sel Nekrosis
-
-
Neovaskularisasi
0,72
0,14
Fibrosis
0,66
0,25
Infiltrat Lemak
-
-
Parameter inflamasi
Signifikansi 0,85
39
Tabel III. Hasil uji homogenitas parameter inflamasi Parameter inflamasi
Signifikansi
Polimorfonuklear
0,13
Limfosit
0,11
Sel Plasma
0,43
Makrofag
0,35
Giant cell
0,05
Sel Nekrosis
-
Neovaskularisasi
0,32
Fibrosis
0,84
Infiltrat Lemak
-
Dari Tabel II dan Tabel III dapat diketahui hasil uji normalitas dan uji homogenitas semua kelompok menunjukkan p>0,05 yang berarti data terdistribusi normal serta memiliki variansi yang homogen. Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas maka data penelitian memenuhi syarat untuk dilakukan uji independent sample t-test. Rangkuman hasil uji independent sample t-test tercantum dalam Tabel IV. Tabel IV menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada parameter giant cell. Pengamatan secara mikroskopis 14 hari pasca implantasi terlihat infiltrasi giant cell dan fibrosis pada kelompok perlakuan implantasi logam kobalt kromium (Gambar 2 dan Gambar 3). Pada kelompok kontrol negatif hanya terlihat infiltrasi sel inflamasi seperti leukosit, limfosit, sel plasma, makrofag, serta neovaskularisasi dan proliferasi sel fibroblas (Gambar 3).
40
Tabel IV. Rangkuman hasil independent sample t-test reaksi jaringan subkutan terhadap implantasi subkutan logam kobalt kromium
A
Parameter inflamasi
Nilai t
Signifikansi
Polimorfonuklear
0,37
0,13
Limfosit
0,29
0,15
Sel Plasma
0,00
0,43
Makrofag
0,41
0,35
Giant cell
0,67
0,00
Sel Nekrosis
-
-
Neovaskularisasi
0,29
0,32
Fibrosis
0,01
0,10
Infiltrat Lemak
-
-
B
Gambar 2. Gambaran mikroskopis area insisi 14 hari pasca implantasi. Pada kelompok perlakuan (A) tampak adanya giant cell disekitar area bekas implantasi logam kobalt kromium (tanda panah) dan pada kelompok kontrol negatif (B) terlihat neovaskularisasi serta infiltrasi sel-sel inflamasi (tanda panah).
41
A
B
Gambar 3. Gambaran mikroskopis area insisi 14 hari pasca perlukaan pada kelompok perlakuan implantasi logam kobalt kromium (A) tampak adanya serabut serabut fibrin yang tipis (tanda panah) dan pada kelompok kontrol negatif (B) hanya terlihat sedikit infiltrasi sel-sel fibroblas (tanda panah).
42
B. Pembahasan Hasil pengamatan makroskopis 24 jam pasca implantasi tidak terlihat gejala serta perubahan sikap dan kematian kelinci pada kedua kelompok yaitu implan kobalt kromium dan kontrol negatif. Kondisi kesehatan umum kelinci diobservasi dan tidak ditemukan perubahan sistemik, abnormalitas perilaku, dan perubahan lokal. Kelompok perlakuan maupun kontrol hanya terlihat tanda inflamasi ringan berupa eritema. Proses implantasi dari suatu material akan menimbulkan trauma terhadap jaringan atau organ. Proses trauma memicu mekanisme hemostasis yang mengawali reaksi selular dari proses penyembuhan luka (Anderson, 2001). Eritema muncul dikarenakan jaringan merespon trauma melalui proses hemostasis. Hemostasis adalah proses tubuh yang secara simultan menghentikan perdarahan dari tempat yang cedera, sekaligus mempertahankan darah berada di dalam kompartemen vaskular (Sacher dan McPherson, 2004). Selanjutnya terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan tekanan cairan di kapiler meningkat dan terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang dimediasi oleh histamin. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah membuat warna jaringan menjadi terlihat kemerahan (Corwin, 2009). Hasil penelitian pada Tabel I menunjukkan rerata dan simpangan baku parameter inflamasi implantasi subkutan logam kobalt kromium dan kontrol selama 14 hari memperlihatkan bahwa kedua kelompok terjadi reaksi inflamasi pada jaringan subkutan dorsum kelinci albino. Reaksi inflamasi yang terjadi pada kelompok kontrol merupakan reaksi penyembuhan luka yang terjadi setelah insisi dan proses suturing yang dilakukan pada jaringan dorsum kelinci. Hal ini ditandai
43
dengan infiltrasi sel leukosit, limfosit, sel plasma, makrofag, neovaskularisasi serta sel fibroblas pada area insisi. Proses penyembuhan luka merupakan suatu respon jaringan terhadap trauma berupa pemulihan dari integritas jaringan serta pengembalian struktur dan fungsi jaringan yang mengalami trauma (Kalangi, 2004). Saat terjadi luka, pembuluh darah akan terbuka dan terjadi reaksi hemostasis yaitu keluarnya platelet yang menyumbat pembuluh darah (Kumar dkk., 2007). Platelet akan menguraikan substansi proinflamasi seperti adenosine diphosphate (ADP), tissue growth factor beta (TGF-β), platelet-derived growth factors (PDGF) yang berfungsi untuk merangsang kemotaksis neutrofil, monosit, dan fibroblas ke area luka (de la Torre, 2006). Selanjutnya monosit berubah menjadi makrofag yang akan melepaskan faktor pertumbuhan untuk menstimulasi proliferasi fibroblas dan angiogenesis. Limfosit datang ke daerah luka pada tahap berikutnya dan memulai fase penyesuaian respon imun (Diegelman dan Evans, 2004; Tsirogiani dkk., 2006). Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel limfosit B yang mengalami diferensiasi akhir. Sel ini menghasilkan antibodi untuk melawan antigen di tempat radang (Sudiono dkk., 2003). Fibroblas muncul dari jaringan perivaskuler dan mensintesis proteoglikan dan prokolagen yang kemudian diubah menjadi kolagen ekstraseluler (Quirinia, 1999). Menurut Clark (1996) sit. van Beurden dkk. (2005), fibroblas memulai produksi komponen jaringan granulasi seperti fibronektin, kolagen, dan asam hialuronat. Jaringan granulasi terbentuk selama proses penyembuhan luka yang berkembang dari jaringan ikat di sekeliling area luka dan mengandung pembuluh
44
darah kecil, sel inflamasi, fibroblas, dan myofibroblas. Neovaskularisasi merupakan proses saat pembuluh darah yang telah ada sebelumnya akan mengeluarkan tunas kapiler untuk menghasilkan pembuluh darah baru (Kumar dkk., 2007). Neovaskularisasi pada proses penyembuhan luka diperlukan sebagai penyedia nutrisi bagi fibroblas, leukosit, dan keratinosit yang sedang berproliferasi dan bermigrasi secara cepat (Lange-Asschenfeldt dkk., 2001). Hasil independent sample t-test pada Tabel IV menunjukkan perbedaan yang signifikan pada parameter giant cell mengindikasikan implantasi subkutan logam kobalt kromium berpengaruh terhadap infiltrasi giant cell secara signifikan. Ratner (2001), menjelaskan setelah implantasi material, makrofag akan mempertahankan jaringan normal dengan melakukan fagositosis sel mati, debris sel, dan jasad renik lainnya. Makrofag kemudian memecahnya menggunakan enzim lisosom. Bila makrofag bergerombol mengelilingi benda asing yang terlalu besar untuk difagositosis, maka makrofag akan berfusi dan meleburkan diri membentuk massa besar berinti banyak yang disebut giant cell di sekitar area implan sebagai respon host terhadap benda asing (Fawcett, 2002). Hallab dan Jacobs (2009) menambahkan, secara umum proses implantasi yang melibatkan jaringan vaskular akan memicu proses organisasi yaitu pertumbuhan jaringan granulasi menuju daerah inflamasi eksudatif yang memicu pembentukan jaringan fibrosis. Reaksi-reaksi tersebut terjadi sekitar 2 minggu sejak proses implantasi (Anderson, 2001). Mekanisme terbentuknya giant cell disekitar area implan sebagai respon terhadap benda asing dijelaskan oleh Ward (2008) sebagai proses biokimiawi
45
yang kompleks. Setelah biomaterial diimplankan ke dalam jaringan, trauma yang melibatkan jaringan vaskuler saat prosedur implantasi memicu pembentukan matriks provisional pada daerah implantasi. Matriks provisional terdiri atas fibrinogen, yang diproduksi oleh aktivasi sistem koagulasi, sistem trombosis dan produk inflamasi yang dihasilkan sistem komplemen, platelet yang teraktivasi, sel inflamasi serta sel endotel (Kapanen, 2002). Selanjutnya, fibrinogen akan terikat pada permukaan material yang dikenal sebagai proses biofuling. Fibrinogen merupakan deposisi protein plasma dalam matriks ekstraseluler yang disekresikan saat terjadi peningkatan permeabilitas vaskular yang dimediasi oleh Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) (Mitchell dan Cotran, 2003). Makrofag akan ditarik oleh reseptor yang disekresi oleh fibrinogen yaitu integrin mac-1 untuk berfusi menjadi multinucleated giant cell dan melepaskan sitokin proinflamasi berupa Transforming Growth Factor beta (TGF-β) (Tang dkk., 1996). Transforming growth factor beta (TGF-β) merupakan sitokin yang paling banyak diekspresikan sepanjang proses inflamasi dan eskpresinya dihubungkan dengan fibrosis kronis. TGF-β terbukti dapat menstimulasi proses fibrosis sel dan jaringan, seperti paru-paru, ginjal, hati, kulit dan jaringan subkutan (Ihn, 2005). Fibroblas akan bertransformasi menjadi myofibroblas sebagai respon sinyal dari TGF-β yang akan mensintesis prokolagen melalui aktivasi mediator smad. Mediator smad merupakan serangkaian protein intraseluler yang dikenal dapat menstimulasi fibrosis melalui jalur TGF-β (Gu dkk., 2007). Prokolagen kemudian mengalami proses pengikatan silang (crosslink) untuk meningkatkan kekuatan jaringan dan membentuk anyaman-anyaman menjadi kolagen ekstraseluler yang
46
matang. Kolagen yang sudah matang bersama dengan matriks ekstraseluler secara bertahap membentuk kapsula kolagen fibrosa impermeabel (fibrosis) (Ward, 2008). Keberadaan giant cell pada area implantasi hanya berlangsung dalam waktu yang sangat singkat (beberapa hari) (Anderson, 2001). Honma dan Hamasaki (1996) melaporkan bahwa giant cells akan mulai menghilang dari area implan bersamaan dengan resorbsi kapsula kolagen fibrosa melalui proses apoptosis. Pada kasus dimana proliferasi giant cell terlau banyak dapat menyebabkan pelepasan mediator seperti radikal bebas reactive oxygen intermediates (ROI) yang dapat mendegradasi jaringan dan menyebabkan nekrosis (Anderson dkk., 2008). Pada penelitian ini pada sampel yang terlihat proliferasi giant cell tidak menunjukkan adanya infiltrasi sel nekrosis serta jumlah giant cell yang terlihat hanya sedikit sehingga kemungkinan giant cell akan mengalami apoptosis dan menghilang dari area implantasi. Dalam penelitian ini waktu penelitian yang dilakukan selama 15 hari (2 minggu pasca implantasi). Untuk mengetahui giant cell mengalami apoptosis dan menghilang pada area implantasi secara pasti, pengamatan seharusnya dilakukan dengan menambahkan variabel waktu, misalnya 3 minggu sampai 4 minggu pasca implantasi. Selain makrofag, giant cell, dan fibrosis, pada kelompok perlakuan implantasi subkutan logam kobalt kromium juga ditemukan infiltrasi sel polimorfonuklear (PMN), neovaskularisasi dan limfosit. Reaksi inflamasi dimulai
dengan sel leukosit polimorfonuklear mengalami emigrasi dan bergerak dari pembuluh darah menuju jaringan perivaskular dan tempat implan (implant site)
47
untuk memfagosit mikroorganisme dan material benda asing. Leukosit melekat pada permukaan implan melalui komplemen dan imunoglobulin dan akan menghasilkan enzim (Meyer dkk., 2005). Selanjutnya respon implantasi diinisiasi oleh monosit dan makrofag yang diikuti oleh proliferasi fibroblas, limfosit dan sel endotel vaskular di sekitar implan yang nantinya akan terbentuk jaringan granulasi. Jaringan granulasi memiliki penampakan berwarna merah muda di permukaan luka dengan memiliki karakteristik histologi berupa proliferasi pembuluh darah baru (neovaskularisasi) dan fibroblas. Fibroblas aktif dalam mensintesis kolagen dan proteoglikan. Beberapa fibroblas pada jaringan granulasi memiliki gambaran seperti otot polos (Hofstetter dkk., 2003). Komposisi kobalt kromium dari tipe yang satu dengan tipe yang lain serta dari setiap produksi pabrik yang satu dengan pabrik yang lain selalu berbeda. Kobalt kromium yang digunakan pada penelitian ini adalah Remanium® GM 800 produksi Dentaurum, dengan komposisi kobalt 53,3%, kromium 31%, silika 1% serta 14,7% sisanya adalah molibdenum, tungsten, mangan dan karbon. Rangkuman hasil uji energy dispersive spectrometry (EDS) kobalt kromium Remanium® GM 800 sebelum diimplan (Lampiran 9) dan setelah diimplan (Lampiran 10) dapat dilihat pada Tabel V. Dari Tabel V dapat diketahui bahwa setelah diimplankan secara subkutan selama 14 hari, kobalt kromium tidak mengalami banyak perubahan komposisi dibandingkan dengan sebelum implan.
48
Tabel V.
Rangkuman hasil uji energy dispersive spectrometry (EDS) kobalt kromium Remanium® GM 800 sebelum dan setelah diimplan Logam Remanium® GM 800
Komposisi Co
Cr
Si
Sebelum implantasi
53,16%
30,79%
1,03%
Setelah implantasi
53,6%
30,89%
1,23%
Logam kobalt kromium akan menciptakan lapisan inert pada permukaan luar yang disebut passive layer berupa lapisan kromium oksida (Cr2O3) ketika berinteraksi dengan oksigen. Passive layer inilah yang menyebabkan kobalt kromium memiliki resistensi terhadap korosi dengan membentuk lapisan setebal 1-4 nm yang memisahkan logam dengan lingkungan dan cairan di sekitarnya (Bellefontaine, 2010). Menurut Frazier dan Andrews (1979), ambang batas toksisitas CCR50 dari ion logam Fe, Co, Ni, Cr berturut turut (dalam satuan ppm) adalah 59; 3,5; 1,1; 0,06 sedangkan kadar ion logam Fe, Co, Ni, Cr yang terlepas dan terlarut dari logam kobalt kromium berturut turut (dalam satuan ppm) adalah 0,176; 1,41; 0,295; 0 (Prasetyo, 2010). Hal ini mengindikasikan bahwa respon inflamasi yang terjadi pada jaringan setelah implantasi logam kobalt kromium merupakan reaksi benda asing dan bukan akibat dari pelepasan ion logam serta ion-ion logam yang terlepas dan terlarut dari logam kobalt kromium tergolong aman, sehingga dapat dikatakan logam kobalt kromium berpotensi sebagai alternatif bahan dasar pembuatan mini screw orthodontics.
49