83
BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA
4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Pengumpulan Data Perusahaan 4.1.1.1 Data Kondisi Lingkungan Perusahaan Demi meningkatkan kenyamanan dan keamanan pabrik, perusahaan meneliti kondisi pabrik. Dan dapat dilihat dari data kondisi lingkungan perusahaan dari Dinas Kesehatan yang meneliti kondisi pabrik. Untuk pengukuran kualitas udara, temperatur, dan kebisingan dilakukan secara berkala.
Tabel 4.1 Daftar Pengukuran Dan Pemantauan K3 NO
JENIS PENGUKURAN &
LOKASI
PEMANTAUAN
PENGUKURAN &
FREKUENSI PELAKSANA
PEMANTAUAN 1.
Udara : - Ruang Pengelasan
6 Bulan
- Ruang Painting
6 Bulan
2. Udara Luar Lingkungan - Halaman Depan
6 Bulan
1. Udara Lingkungan Kerja
2.
Kerja
- Halaman Belakang
6 Bulan
Penerangan :
- Ruang Engineering
3 Bulan
Eksternal
Eksternal
84
3.
2. Luar Lingkungan Kerja
5.
3 Bulan
- Adm. Gudang
3 Bulan
- QC Test
3 Bulan
- Produksi
3 Bulan
- Personalia
3 Bulan
- PPIC
3 Bulan
- QE
3 Bulan
- Ruang Painting
3 Bulan
- Ruang Pengelasan
3 Bulan
- Ruang PK & Coil
3 Bulan
- Ruang CT/VT
3 Bulan
- Ruang QC
3 Bulan
- Kebun Belakang
3 Bulan
- Halaman Depan
3 Bulan
- Ruang Genset
3 Bulan
- Genset
6 Bulan
- Forklip
6 Bulan
- Blasting
6 Bulan
- Spray
6 Bulan
- Sand Blasting
6 Bulan
- Painting
6 Bulan
- Tank Making
6 Bulan
Internal
Kebisingan 1. Lingkungan Kerja
4.
- Kasir
Emisi
Getaran
Internal
Internal
Eksternal
Eksternal
85
6.
7.
Kebauan
Limbah Cair
- Sand Blasting
6 Bulan
- Painting
6 Bulan
- Kebun Belakang
6 Bulan
1. Kualitas Udara, jika dibandingkan dengan
Eksternal
Eksternal
surat Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan, kualitas udara di dua lokasi (ruang Produksi dan ruang kantor), yang diukur masih dibawah nilai ambang batas. Tabel 4.2 Hasil Kelembaban dan Temperatur Udara Lokasi
Kelembaban
Temperatur
Ruang Produksi
50-55 %
30-34°C
Ruang kantor
57-62 %
22-26°C
2. Tingkat Kebisingan, hasil pengukuran tingkat kebisingan dari PT Trafoindo Prima Perkasa secara keseluruhan masih dibawah nilai ambang batas yang diperkenankan menurut KepMenaker. No. Kep51/Men/1999, Tentang : Nilai ambang
batas
faktor
fisika
ditempat
kerja
dan
48/MENLH/11/1996 Tentang : Baku tingkat kebisingan.
Kep.
MENLH
No:
86
Tabel 4.3 Laporan Hasil Pengukuran Kebisingan Bulan Januari 2006 NO
LOKASI
KRITERIA
HASIL
PERATURAN
PENGUKURAN 1
2.
Lingkungan Kerja
KepMenaker.
NAB = 85 dBA
No.
• Ruang painting
84,9 dBA
Kep51/Men/1999
• Ruang fixing part
82,5 dBA
Tentang : Nilai ambang
• R. Tank Making
83,75 dBA
batas faktor fisika ditempat
• Ruang Radiator
83,55 dBA
kerja
• Ruang Potong
75,5 dBA
• Ruang CT/VT
71,75 dBA
• Ruang QC
70,65 dBA
Luar
Kep.
Lingkungan NAB = 70 dBA
MENLH
No
:
48/MENLH/11/1996
Kerja • Halaman depan
75,4 dBA
Tentang : Baku tingkat
• Halaman belakang
56,15 dBA
kebisingan
• Halaman samping
61,65 dBA
4.1.1.2 Tata Tertib Perusahaan Dan Disiplin Perusahaan ► Tata Tertib Perusahaan 1. Waktu kerja normal adalah dari pukul 08.00 – 17.00 WIB 2. Waktu istirahat adalah dari pukul 12.00 – 13.00 WIB
87
3. Cuti hamil adalah selama 3 bulan 4. Kecelakaan atau sakit diperkenankan libur sesuai dengan anjuran dokter
► Disiplin Perusahaan 1. Masuk dan pulang kerja tepat waktu 2. Masuk kerja berpakaian yang sopan 3. 15 menit sebelum waktu pulang kerja karyawan diperkenankan meninggalkan pekerjaan secara bergantian untuk persiapan pulang disamping kebersihan lokasi kerja harus dijaga dan dipertahankan. 4. Karyawan tidak diperkenankan membawa benda apapun milik perusahaan tanpa seijin atasannya pada saat pulang kerja. 5. Karyawan tidak dalam keadaan mabuk dilokasi kerja 6. Karyawan tidak boleh memperjual belikan jenis barang apapun dilokasi pabrik. 7. Dilarang merokok dilokasi pabrik 8. Harus memakai perlengkapan yang telah ditentuakan diarea pabrik.
4.1.1.3 Visi dan Misi Perusahaan ► Visi Perusahaan PT. Trafoindo Prima Perkasa bertekad menjadi perusahaan yang terunggul dalam mutu, kehandalan dan pelayanan pelanggan dengan harga yang kompetitif dibidang
88
peralatan listrik tegangan menengah serta menjadi perusahhan yang terlengkap dalam varian produknya, bebas dari pencemaran lingkungan dan tanpa kecelakaan kerja.
► Misi Perusahaan PT. Trafoindo Prima Perkasa sebagai penghasil produk yang memenuhi persyaratan pelanggan, dengan cara memeperhatikan dampak yang timbul terhadap lingkungan dan keselamatan dan kesehatan kerja para karyawan, senantiasa menetapkan, mengimplentasikan dan melakukan perbaikan terus menerus terhadap Sistem Manajemen Mutu, Sistem manajemen Lingkungan dan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja seperti yang digariskan dalam standar ISO 9001:2000, ISO 14001:1996 dan OHSAS 18001:1999, sehingga tercapai kepuasan pelanggan, lingkungan yang bebas dari pencemaran dan peningkatan faktor keselamatan dan kesehatan kerja para karyawan demi terwujudnya visi perusahaan.
4.1.1.4 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Perusahaan : 1. Wilayah pabrik harus bebas rokok 2. Setiap tenaga kerja wajib menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. 3. Pembersihan pada wilayah proses produksi oleh petugas kebersihan harus dilakukan secara rutin
89
4. Setiap tenaga kerja diwajibkan untuk mengenakan alat pelindung diri yang telah disediakan oleh pihak perusahaan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. 5. Setiap tenaga kerja mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakukan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama 6. Pihak perusahaan akan memeberikan ganti rugi perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja 7. Setiap tenaga kerja memperoleh jaminan tenaga kerja (JAMSOSTEK). 8. Mematuhi peraturan dan undang-undang yang berhubungan dengan persyaratan produk, persyaratan pengendalian lingkungan dan keselamatan dan kesehatan kerja. 9. Melakukan perbaikan terus menerus sistem manajemen lingkungan, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. 10. Menekan kecelakaan kerja, jumlah karyawan yang sakit dan potensi kecelakaan kerja. 11. Mengendalikan pencemaran air, tanah dan udara akibat dan aktivitas produksi.
90
4.1.2 Pengumpulan Data Penelitian 4.1.2.1 Data Kecelakaan Kerja
Tabel 4.4 Data Kecelakaan Kerja Produksi Bulan Juni 2005- Mei 2006 DATA KECELAKAAN KERJA NO.
BULAN
JUMLAH KECELAKAAN
1
Juni
3
2
Juli
4
3
Agustus
1
4
September
1
5
Oktober
3
6
November
4
7
Desember
3
8
Januari
2
9
Februari
1
10
Maret
2
11
April
4
12
Mei
3
TOTAL
31
91
4.1.2.2 Data Jumlah Karyawan
Tabel 4.5 Data Jumlah Karyawan Produksi Bulan Juni 2005- Mei 2006 DATA JUMLAH KARYAWAN NO.
BULAN
JUMLAH KARYAWAN
1
Juni
276
2
Juli
274
3
Agustus
274
4
September
274
5
Oktober
274
6
November
274
7
Desember
274
8
Januari
273
9
Februari
273
10
Maret
272
11
April
273
12
Mei
263
TOTAL
3274
Rata-Rata
273
92
4.1.2.3 Data Absensi Karyawan
Tabel 4.6 Data absensi Karyawan Produksi ABSENSI KARYAWAN PABRIK BULAN JUNI 2005 – MEI 2006 NO
BULAN
JUMLAH
SAKIT
KECELAKAAN
IZIN
ALPA
CUTI
KARYAWAN
JUM. ABSENSI
1
Juni
276
15
10
12
7
22
66
2
Juli
274
17
18
14
9
18
76
3
Agustus
274
22
9
17
11
14
73
4
September
274
16
4
16
7
18
61
5
Oktober
274
18
20
12
4
25
79
6
November
274
19
18
18
10
19
84
7
Desember
274
20
18
16
14
15
83
8
Januari
273
15
12
19
9
21
76
9
Februari
273
15
14
21
9
27
86
10
Maret
272
18
16
15
8
18
75
11
April
273
24
12
19
12
20
87
12
Mei
263
14
15
17
10
20
76
Total
3274
215
168
204
110
237
922
93
Jumlah Absensi Bulan Juni 2005-Mei 2006 100
Nilai
80
66
76
79
73
84
83
76
87
86
76
75
61
60 40 20
ei M
Ap ril
Ju A g li us tu Se s pt em be r O kt o No ber ve m be De r se m be r Ja nu a Fe ri br ua ri M ar et
Ju ni
0
Bulan
Grafik 4.1 Jumlah Absensi Bulan Juni 2005 – Mei 2006
4
4
3
3 2
1
1
2 1
Bulan
Grafik 4.2 Jumlah Kecelakaan Bulan Juni 2005 – Mei 2006
ei
3
Ap ril
3
M
4
Ju li Ag us tu Se s pt em be r O kt ob er No ve m be De r se m be r Ja nu a Fe ri br ua ri M ar et
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
Ju ni
Nilai
Data Jumlah Kecelakaan Bulan Juni 2005-Mei 2006
94
4.2 Pengolahan Data 4.2.1 Perhitungan Kuantitatif 4.2.1.1 Perhitungan Ratio Kekerapan (Frekuensi) Cidera Kecelakaan Kerja ► Perhitungan Bulan juni 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 276 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 66 x 8 jam = 528 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 3 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 276 x 26 x 8 = 57408
Jumlah absensi dalam sebulan
=
528
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 56880
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera : Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
3× 1.000.000 = 52,74 ≈ 53 56880
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 53 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
95
► Perhitungan Bulan juli 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 274 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 76 x 8 jam = 608 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 4 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 274 x 26 x 8 = 56992
Jumlah absensi dalam sebulan
=
608
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 56348
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera :
Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
4 × 1.000.000 = 70,98 ≈ 71 56348
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 71 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
96
► Perhitungan Bulan Agustus 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 274 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 73 x 8 jam = 584 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 1 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 481 x 26 x 8 = 56992
Jumlah absensi dalam sebulan
=
584
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 56408
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera :
Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
1× 1.000.000 = 17,72 ≈ 18 56408
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 18 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
97
► Perhitungan Bulan September 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 274 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 61 x 8 jam = 488 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 1 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 274 x 26 x 8 = 56992
Jumlah absensi dalam sebulan
=
488
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 56504
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera :
Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
1× 1.000.000 = 17,69 ≈ 18 56504
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 18 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
98
► Perhitungan Bulan Oktober 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 274 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 79 x 8 jam = 632 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 3 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 274 x 26 x 8 = 56992
Jumlah absensi dalam sebulan
=
632
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 56360
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera :
Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
3× 1.000.000 = 53,22 ≈ 53 56360
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 53 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
99
► Perhitungan Bulan November 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 274 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 84 x 8 jam = 672 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 4 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 274 x 26 x 8 = 56992
Jumlah absensi dalam sebulan
=
672
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 56320
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera :
Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
4 × 1.000.000 = 71,02 ≈ 71 56320
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 71 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
100
► Perhitungan Bulan Desember 2005 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 274 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 83 x 8 jam = 664 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 3 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 274 x 26 x 8 = 56992
Jumlah absensi dalam sebulan
=
664
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 56328
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera :
Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
3× 1.000.000 = 53,25 ≈ 53 56328
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 53 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
101
► Perhitungan Bulan Januari 2006 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 273 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 76 x 8 jam = 608 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 2 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 273 x 26 x 8 = 56784
Jumlah absensi dalam sebulan
=
608
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 56176
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera :
Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
2 × 1.000.000 = 35,60 ≈ 36 56176
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 36 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
102
► Perhitungan Bulan Februari 2006 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 273 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 86 x 8 jam = 688 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 1 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 273 x 26 x 8 = 56784
Jumlah absensi dalam sebulan
=
688
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 56096
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera :
Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
1× 1.000.000 = 17,82 ≈ 18 56096
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 18 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
103
► Perhitungan Bulan Maret 2006 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 272 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 75 x 8 jam = 600 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 2 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 272 x 26 x 8 = 56576
Jumlah absensi dalam sebulan
=
600
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 55976
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera :
Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
2 × 1.000.000 = 35,72 ≈ 36 55976
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 36 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
104
► Perhitungan Bulan April 2006 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 273 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 87 x 8 jam = 696 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 4 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 273 x 26 x 8 = 56784
Jumlah absensi dalam sebulan
=
696
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 56088
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera :
Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
4 × 1.000.000 = 71,31 ≈ 71 56088
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 71 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
105
► Perhitungan Bulan Mei 2006 Asumsi : 1 orang 8 jam kerja 1 bulan 26 hari kerja Diketahui dari data penelitian : □ Jumlah karyawan : 263 orang karyawan □ Perhitungan jumlah absensi 1 bulan : 76 x 8 jam = 608 Jam/Bulan □ Jumlah kecelakaan kerja bulan Juni 2005 = 3 orang Jumlah Man-haours dalam sebulan
= 263 x 26 x 8 = 54704
Jumlah absensi dalam sebulan
=
608
Jumlah Man-hours kerja (nyata)
= 54096
□ Perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera :
Ratio Kekerapan cidera = Jumlah kecelakaan x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja
Ratio Kekerapan cidera =
3× 1.000.000 = 55,45 ≈ 55 54096
Jadi ratio kekerapan cidera menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2006 , 55 kecelakaan terjadi setiap juta man-hours kerja.
106
Dari perhitungan tersebut maka hasil secara keseluruhan terdapat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.7 Ratio Kekerapan Cidera Bulan Juni 2005 – Mei 2006 No
Bulan
Ratio Kekerapan
1
Juni
53
2
Juli
71
3
Agustus
18
4
September
18
5
Oktober
53
6
November
71
7
Desember
53
8
Januari
36
9
Februari
18
10
Maret
36
11
April
71
12
Mei
55
Total
553
Rata-rata
46,08
107
71
71
53
53
71 55
53 36
ei
18
M
18
Ap ril
18
36
Ju A g li us tu Se s pt em be r O kt o No ber ve m be De r se m be r Ja nu a Fe ri br ua ri M ar et
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Ju ni
Nilai
Ratio Kekerapan Cidera
Bulan
Grafik 4.3 Ratio Kekerapan Cidera Kecelakaan Kerja per Bulan
Bulan
Grafik 4.4 Jumlah Jam Kerja Produktif Juni 2005 – Mei 200
ei M
ril Ap
er No ve m be De r se m be r Ja nu a Fe ri br ua ri M ar et
r
kt ob
O
em pt
us Se
Ag
be
tu s
li Ju
ni
57500 56880 57000 56348 56408 56504 56200 56320 56328 56176 56096 55976 56088 56500 56000 55500 55000 54096 54500 54000 53500 53000 52500 Ju
Nilai
Jumlah Jam Kerja Produktif Juni 2005 - Mei 2006
108
4.2.1.2 Perhitungan Ratio Keparahan (Severity) Cidera Kecelakaan Kerja ► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Juni 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = 56880 Jumlah hari hilang = 10 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 10 x 1.000.000 = 175,80 56880
Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 175,80 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 175,80 hari hilang.
► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Juli 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = 56348 Jumlah hari hilang = 18 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 18 x 1.000.000 = 319,44 56348
Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 319,44 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 319,44 hari hilang.
109
► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Agustus 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = 56408 Jumlah hari hilang = 9 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 9 x 1.000.000 = 159,55 56408
Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 159,55 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 159,55 hari hilang.
► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan September 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = 56504 Jumlah hari hilang = 4 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 4 x 1.000.000
= 70,79
56504 Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 70,79 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 70,79 hari hilang.
110
► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Oktober 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = 56200 Jumlah hari hilang = 20 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 20 x 1.000.000 = 355,87 56200
Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 355,87 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 355,87 hari hilang.
► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan November 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = 56320 Jumlah hari hilang = 18 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 18 x 1.000.000 = 319,60 56320
Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 319,60 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 319,60 hari hilang.
111
► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Desember 2005 Diketahui : Jumlah Man-hours = 56328 Jumlah hari hilang = 18 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 18 x 1.000.000 = 319,55 56328
Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 319,55 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 319,55 hari hilang.
► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Januari 2006 Diketahui : Jumlah Man-hours = 56176 Jumlah hari hilang = 12 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 12 x 1.000.000 = 213,61 56176
Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 213,61 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 213,61 hari hilang.
112
► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Februari 2006 Diketahui : Jumlah Man-hours = 56096 Jumlah hari hilang = 14 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 14 x 1.000.000 = 249,57 56096
Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 249,57 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 249,57 hari hilang.
► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Maret 2006 Diketahui : Jumlah Man-hours = 55976 Jumlah hari hilang = 16 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 16 x 1.000.000 = 285,83 55976
Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 285,83 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 285,83 hari hilang.
113
► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan April 2006 Diketahui : Jumlah Man-hours = 56088 Jumlah hari hilang = 12 Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 12 x 1.000.000 = 213,94 56088
Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 213,94 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 213,94 hari hilang. ► Perhitungan Ratio Keparahan Cidera bulan Mei 2006 Diketahui : Jumlah Man-hours = 54096 Jumlah hari hilang = 65 Hari (Cacat Kecelakaan jari tangan, yang menyebabkan ruas jari kelingking kiri putus dihitung hilang 50 hari {Tabel 2.1}+ 15 Hari absensi kecelakaan kerja) Ratio Keparahan Cidera (S) = Jumlah hari yang hilang x 1.000.000 Jumlah man-hours kerja Ratio Keparahan Cidera
= 65 x 1.000.000 = 1201,56 54096
Angka ratio keparahan yang diperoleh adalah sebesar 1201,56 yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif selama 1201,56 hari hilang.
114
Tabel 4.8 Ratio Keparahan Cidera Bulan Juni 2005 – Mei 2006 No
Bulan
Ratio Kekerapan
1
Juni
175,80
2
Juli
319,44
3
Agustus
159,55
4
September
70,79
5
Oktober
355,87
6
November
319,60
7
Desember
319,55
8
Januari
213,61
9
Februari
249,57
10
Maret
285,83
11
April
213,94
12
Mei
1201,56
Total
3885,11
Rata-rata
323,75
115
1400 1201,56 1200 1000 800 600
200
355,87 319,6 319,55
319,44
400 175,8
159,55
285,83 213,61 249,57 213,94
70,79
ei M
Ap ril
ar et M
ri Fe br ua ri
Ja nu a
Ag us tu s Se pt em be r O kt ob er No ve m be r De se m be r
Ju li
Ju ni
0
Grafik 4.5 Ratio Keparahan Cidera Kecelakaan Per Bulan
4.2.1.3 Perhitungan % Kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) Kebutuhan alat pelindung diri pada perusahaan PT. Trafoindo Prima Perkasa telah cukup jumlahnya dengan kebutuhan karyawan. Bila dilihat Alat Pelindung Diri (APD) yang ada telah cukup memadai baik secara kuantitas maupun secara kualitas, karena pengawasan APD telah dilakukan secara berkala, sehingga semua sesuai dengan keperluan. Yang harus diperhatikan adalah bagaimana para karyawan memaksimalkan ketersedian alat pelindung diri yang telah disediakan oleh pihak perusahaan untuk melindungi diri dari kecelakaan, sehingga dapat menekan seminimal mungkin terjadinya kecelakaan. Tabel alat pelindung diri dapat dilihat pada lampiran 9.
116
4.2.2 Perhitungan Kualitatif 4.2.2.1 Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tabel 4.9 Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja No
Uraian Kejadian
Penyebab
Akibat
1
Terpleset tetesan oli
Lingkungan pabrik
Terjatuh dan Terluka
2
Mata terkena debu
Lingkungan pabrik
Iritasi pada mata
3
Tabung gas N2 jatuh
Penempatan tidak baik
Tertimpa dan terluka
4
Tertusuk/ tergores potongan silicon
Human error
Terluka
5
Terkena panas dari tungku annealing Human error
6
oven
Lingkungan Pabrik
Terjatuh dilubang mesin slitter
Human error
Terluka dan Tebakar
Terjatuh dan terluka
Lingkungan Pabrik 7
Tertimpa benda karena sling crane
Lingkungan Pabrik
Tertimpa dan Terluka
putus 8
Radiasi komputer
Lingkungan pabrik
Kesehatan pekerja
9
Tabung angin kompresor meledak
Lingkungan pabrik
Terluka
10
Penerangan diarea kerja
Lingkungan pabrik
Terantuk Gangguan mata untuk jangka panjang
11
Kejatuhan fixing part
Penempatan tidak baik
Tertimpa dan terluka
117
12
Terkena gram besi saat
Human error
Terjepit dan terluka
Lingkungan pabrik
Kesehatan jangka
mengencangkan baut 13
Getaran Impact wrench
panjang 14
Terjepit pengencang steel bench
Human error
Terjepit dan terluka
15
Tersandung kabel melintang
Human error
Terjatuh dan terluka
Penempatan tidak baik 16
Tertimpa tumpukkan core
Penumpukkan bahan
Tertimpa dan terluka
yang tidak tepat 17
Iritasi kulit dari oli trafo revisi
Lingkungan pabrik
Kesehatan jangka panjang
18
Tersandung rel lori
Human error
Terjatuh dan terluka
Penempatan tidak baik 19
Terjepit mesin press core condition
Human error
Terjepit dan terluka
20
Terpotong pisau mesin cutting
Human error
Terpotong dan terluka
21
Terjatuh kelubang mesin potong
Human error
Terjatuh dan terluka
core
Lingkungan Pabrik
22
Kejatuhan matris core
Lingkungan Pabrik
Terjatuh dan terluka
23
Tergores gergaji mesin band saw
Human error
Terluka
24
Keletihan mata akibat susun core
Lingkungan pabrik
Iritasi pada mata
118
25
Terjepit pintu gerbang
Human error
Terjepit dan terluka
26
Terjatuh kelubang annealing
Human error
Terjatuh dan terluka
Lingkungan Pabrik 27
Terjepit roll mesin slitter
Human error
Terjepit dan terluka
28
Terbentur beban core
Human error
Terbentur dan terluka
Lingkungan pabrik 29
Keletihan saat proses annealing
Lingkungan pabrik
Dapat menimbulkan jenis kecelakaan yang lain
30
Tertabrak lori
Human error
Terjatuh dan terluka
Lingkungan pabrik 31
32
Terbentur putaran dudukan pisau
Human error
core
Lingkungan pabrik
Iritasi mata karena terkena aceton
Bahan kimia
Terbentur dan terluka
Iritasi pada mata
Human error 33
Kebisingan pada saat memasang
Lingkungan pabrik
matris 34
Terkena putaran Uncoiler pada
Kesehatan jangka panjang
Human error
Terbentur dan terluka
Lingkungan pabrik
Terbakar dan Terluka
mesin potong core 35
Ledakan regulator gas N2 yang pecah
119
36
Tersetrum listrik karena instalasi
Human error
rusak
Lingkungan pabrik
Terstrum dan Terluka
4.2.2.2 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja Tabel 4.10 Uraian dan Klasifikasi Kecelakaan Kerja No 1.
Bulan Juni
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Juli
Uraian Kejadian
Klasifikasi Kecelakaan
Terpleset tetesan oli mesin sewaktu
Jenis kecelakaan : Terjatuh
membawa bahan baku
Penyebab : Lingkungan Pabrik
Tersandung kabel yang melintang
Jenis kecelakaan : Terjatuh
sewaktu berjalan
Penyebab : Human error
Tertimpa tumpukan core sewaktu
Jenis kecelakaan : Tertimpa
bekerja
Penyebab : Lingkungan pabrik
Tergores gergaji mesin band saw
Jenis kecelakaan : Tergores
sewaktu bekerja
Penyebab : Human error
Terpotong pisau mesin mesin cutting Jenis kecelakaan : Terpotong core sewaktu mengganti mata pisau
Penyebab : Human error
Terpleset tetesan oli mesin sewaktu
Jenis kecelakaan : Terjatuh
membawa bahan baku
Penyebab : Lingkungan Pabrik
Terjepit mesin press core condition
Jenis kecelakaan : Terjepit
sewaktu bekerja
Penyebab : Human error
120
8.
Agustus
Terpotong pisau mesin mesin cutting Jenis kecelakaan : Terpotong core sewaktu mengganti mata pisau
9.
September Terjatuh dilubang mesin mesin slitter sewaktu berjalan
Penyebab : Human error Jenis kecelakaan : Terjatuh Penyebab: ▪ Human error ▪ Lingkungan pabrik
10.
Oktober
11.
12.
13.
November
14.
Tersetrum listrik karena instalasi
Jenis kecelakaan : Tersetrum
rusak
Penyebab : Human error
Terjepit pintu gerbang sewaktu
Jenis kecelakaan : Terjepit
menutup sehingga jari tangan patah
Penyebab : Human error
Kejatuhan matris core sewaktu
Jenis kecelakaan : Tertimpa
berjalan
Penyebab : Lingkungan pabrik
Terbentur beban crena sewaktu
Jenis kecelakaan : Terbentur
berjalan
Penyebab : Human error
Tertabrak lori sewaktu berjalan
Jenis kecelakaan : Tertabrak Penyebab : Human error
15.
Iritasi mata karena terkena aceton
Jenis kecelakaan : Iritasi Penyebab : Lingkungan pabrik
16.
17.
Desember
Terjepit Pengencamg steel bench
Jenis kecelakaan : Terjepit
sewaktu menyetel mesin
Penyebab : human error
Tersandung kabel yang melintang
Jenis kecelakaan : Terjatuh
sewaktu berjalan
Penyebab : Human error
121
18.
Terjatuh kelubang mesin slitter
Jenis kecelakaan : Terjatuh
sewaktu berjalan
Penyebab: ▪ Human error ▪ Lingkungan pabrik
19.
20.
Januari
21.
22.
23
Februari
Maret
24
25.
26.
27.
April
Tergores gergaji mesin band saw
Jenis kecelakaan : Tergores
sewaktu bekerja
Penyebab : Human error
Kajatuhan Fixing part sewaktu
Jenis kecelakaan : Tertimpa
bekerja
Penyebab : Lingkungan pabrik
Terjepit roll mesin slitter seaktu
Jenis kecelakaan : Terjepit
bekerja
Penyebab : Human error
Terpotong pisau mesin cutting
Jenis kecelakaan : Terpotong
sewaktu bekerja
Penyebab : Human error
Terkena panas dari tungku annealing Jenis kecelakaan : Terbakar oven
Penyebab : Human error
Tersandung rel lori sewaktu
Jenis kecelakaan : Terjatuh
membawa bahan baku
Penyebab : Lingkungan pabrik
Tersetrum listrik karena instalasi
Jenis kecelakaan : Tersetrum
rusak
Penyebab : Human error
Terkena putaran uncoiler pada mesin Jenis kecelakaan : Terbentur potong core
Penyebab : Human error
Kejatuhan matris core sewaktu
Jenis kecelakaan : Tertimpa
bekerja
Penyebab : Lingkungn pabrik
122
28.
29.
Mei
30.
31
Terbentur beban crane sewaktu
Jenis kecelakaan : Terbentur
berjalan
Penyebab : Human error
Terpotong pisau mesin cutting
Jenis kecelakaan : Terpotong
sewaktu bekerja
Penyebab : Human error
Tersetrum listrik karena instalasi
Jenis kecelakaan : Tersetrum
rusak
Penyebab : Human error
Iritasi kulit dari oli trafo
Jenis kecelakaan : Iritasi Penyebab : Lingkungan pabrik
4.2.2.3 Identifikasi Faktor Utama Penyebab Kecelakaan Kerja Berdasarkan refensi yang ada, beberapa faktor-faktor utama yang umum dipergunakan dalam menentukan penyebab utama suatu permasalahan antara lain: 4M (Man-manusia, Machine-mesin, Method-metode, Material-bahan baku), 4P (Place-tempat,
Procedure-prosedur,
People-manusia,
Policy-kebijakan),
4S
(Surrounding-lingkungan, Supplier-pemasok, System-sistem, Skill-kemampuan). Faktor utama tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan.
Tabel 4.11 Definisi Faktor-faktor Utama Penyebab Kecelakaan kerja Faktor Utama
Keterangan
Man-manusia
Hal-hal yang berkaitan dengan kondisi pekerja
123
Machine-mesin
Hal-hal yang berkaitan dengan mesin dan peralatan secara fisik
Method-metode
Hal-hal yang berkaitan dengan langkah kerja, prosedur dan pelaksanaannya
Material-bahan baku
Hal-hal yang berkaitan dengan semua jenis bahan yang digunakan
Place-tempat
Hal-hal yang berkaitan dengan kondisi tempat kerja
Procedure-prosedur
Hal-hal yang berkaitan dengan peraturan perusahaan
People-manusia
Hal-hal yang berkaitan dengan kerja
Policy-kebijakan
Hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan perusahaan
Surrounding-lingkungan
Hal-hal yang berkaitan dengan kondisi tempat kerja
Supplier-pemasok
Hal-hal yang berkaitan dengan pemasok
System-sistem
Hal-hal yang berkaitan dengan langkah kerja, prosedur dan pelaksanaannya
Skill-kemampuan
Hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan pekerja
Hal yang didapat dari penelitian ini, untuk menentukan faktor-faktor utama mana yang akan digunakan berdasarkan akar kecelakaan kerja. Yaitu perbuatan tidak selamat (berbahaya), keadaan tidak selamat (berbahaya) dan Penyimpangan kebijakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Setelah mendapat data historis kecelakaan kerja selama satu tahun terdapat 34 kejadian kecelakaan kerja, untuk itu
124
dapat ditentukan faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja. Untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja maka dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan pihak perusahaan. Diskusi dilakukan dengan 3 orang expert diperusahaan. Para expert tersebut dipilih atas pertimbangan pengalaman dan jabatan diperusahaan, khusunya dibagian produksi. Berdasarkan tabel 4.10 lalu diputuskan untuk membandingkan dengan 3 penyebab kecelakaan kerja berdasarkan teori akar kecelakaan kerja yang memilki definisi sama. Faktor-faktor utama yang terpilih adalah sebagai berikut: 1. Perbuatan tidak selamat atau perbuatan berbahaya disamakan dengan manmanusia, people-manusia karena sama-sama berkaitan dengan kondisi pekerja. Faktor utama yang dipilih menjadi faktor man-manusia 2. Keadaan tidak selamat atau keadaan berbahaya disamakan dengan placetempat, surrounding-lingkungan karena sama-sama dengan kondisi tempat kerja. Faktor utama yang dipilih menjadi faktor surrounding-lingkungan. 3. Kebijakan keselamatan kerja disamakan dengan policy-kebijakan karena sama-sama berkaitan dengan kebijakan perusahaan. Faktor utama yang dipilih sebagai penyebab kecelakaan kerja menjadi faktor penyimpangan policykebijakan. Setelah mendapatkan faktor-faktor utama yang akan dipergunakan untuk didiskusikan oleh 3 orang expert yaitu faktor man-manusia, faktor surroundinglingkungan dan penyimpangan policy-kebijakan maka diadakan diskusi/ wawancara. Berdasarkan faktor bahaya penyimpangan policy-kebijakan terdiri dari 5 subfaktor,
125
yang diambil dari kebijakan yang ada diperusahaan. Kebijakan perusahaan yang ada adalah: 1. Wilayah pabrik harus bebas rokok 2. Setiap tenaga kerja wajib menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya 3. Pembersihan pada wilayah proses produksi oleh petugas kebersihan harus dilakukan secara rutin 4. Setiap tenaga kerja mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. 5. Setiap tenaga kerja diwajibkan untuk mengenakan alat pelindung diri yang telah disediakan oleh pihak perusahaan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.
5 subfaktor penyebab kecelakaan yang diambil merupakan penyimpangan dari kebijakan diatas yaitu: 1. Merokok dilokasi pabrik 2. Membuang sampah tidak pada tempatnya 3. Wilayah proses produksi tidak rutin dibersihkan oleh petugas kebersihan 4. Tidak mematuhi peraturan untuk mengenakan alat pelindung diri yang telah disediakan oleh pihak perusahaan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan 5. Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3.
126
4.2.2.4 Penentuan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Didalam menentukan faktor penyebab kecelakaan kerja berdasarkan 36 data kejadian kecelakaan kerja menggunakan diskusi dengan 3 expert. Hasilnya adalah sebagai berikut
127
Tabel 4.12 Rakapitulasi Hasil Diskusi Pemilihan Penyebab Kecelakaan Kerja Man-Manusia No
Bulan
Surrounding-Lingkungan
Penyimpangan kebijakan X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X
1
Jumlah. X1 Kecelakaan Juni 3 0
2
Juli
4
0
1
3
0
1
1
3
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
1
0
3
Agustus
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4 September
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
5
Oktober
3
0
0
1
0
0
2
1
0
0
0
0
1
0
2
0
0
0
0
0
0
0
6 November
4
0
0
1
0
0
3
1
0
0
0
1
0
0
2
0
1
0
0
0
0
0
7
Desember
3
0
1
1
0
0
2
1
0
0
0
0
1
1
2
0
0
0
0
0
0
0
8
Januari
2
0
0
2
0
0
2
2
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
9
Februari
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
Maret
2
0
0
1
0
0
2
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
11
April
4
0
1
1
0
0
1
2
0
0
0
0
1
1
2
0
0
0
0
0
0
0
12
Mei
3
0
0
2
0
0
0
2
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
1
0
31
0
3
14
0
2
15
14
0
0
0
2
11
3
13
0
1
0
0
0
3
0
Jumlah
X2
X3
X4 X5
X6
X7 X8
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
2
0
0
0
0
0
1
0
128
Jumlah Penyebab Kecelakaan 25
21
Jumlah
20 15
14
15
14
13 11
10 5
3
3
3
2
2
1
0 X2
X3
X5
X6
X7
X11
X12
X13
X14
X16
X20
X22
Kode Penamaan
Grafik 4.6 Hasil Diskusi Penyebab Kecelakaan Kerja
Untuk lebih jelas urutan dari jumlah penyebab yang paling banyak sampai dengan sedikit terdapat pada tabel dibawah ini : Pada tabel 4.2 dijelaskan bahwa X1-X22 merupakan subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja dari tiga faktor utama, yaitu Manusia, Lingkungan, dan Penyimpangan kebijakan K3. Pada tabel ini dapat dilihat jumlah setiap subfaktor yang terjadi selama bulan Juni 2005 – Mei 2006. Sebagai contoh pada bulan Juni 2005 dari tiga kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh subfaktor X5 (Pemuatan, penempatan, dan pencampuran tidak selamat) sebanyak 1 kali, X6 (Mengambil posisi atau sikap tidak selamat ) 1 kali, X12 (Keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam, licin, berkarat, longgar, bengkok) 1 kali, X14 (Penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang, pintu, tata ruang, rancangan, muatan yang
129
berlebihan, penjajaran yang berbahaya) 2 kali, X20 (Wilayah proses produksi tidak rutin dibersihkan oleh petugas kebersihan) 1 kali, dan X22 (Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3) sebanyak 2 kali. Atau lebih jelasnya dari ketiga kecelakaan pada bulan Juni 2005 disebabkan oleh faktor dan subfaktor sebagai berikut : 1. Faktor Manusia ► Subfaktor yang menjadi penyebabnya : •
X5 = Pemuatan, penempatan, dan pencampuran tidak selamat ( 1 kali)
•
X6 = Mengambil posisi atau sikap tidak selamat (1 kali)
2. Faktor Lingkungan ► Subfaktor yang menjadi penyebabnya : •
X12 = Keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam, licin, berkarat, longgar, bengkok (1 kali)
•
X14 = Penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang, pintu, tata ruang, rancangan, muatan yang berlebihan, penjajaran yang berbahaya ( 2 kali)
3. Faktor Penyimpangan kebijakan K3 ► Subfaktor yang menjadi penyebabnya : •
X20 = Wilayah proses produksi tidak rutin dibersihkan oleh petugas kebersihan (1 kali)
•
X22 = Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3 (2 buah)
130
Sedangkan untuk jumlah merupakan hasil penjumlahan subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja selama bulan Juni 2005 – Mei 2006. Sebagai contoh pada kolom X1 selama 12 bulan yaitu Juni 2005 – Mei 2006 memilki total nol, artinya dari kecelakaan yang terjadi selama periode tersebut tidak ada yang disebabkan oleh subfaktor Kegiatan tidak sah (X1). Pada kolom X3 selama 12 bulan, yaitu bulan Juni 2005 - Mei 2006 memilki jumlah 14, artinya selama 12 bulan telah terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh subfaktor X3 sebanyak 14 kali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.15, Tabel 4.16, Tabel 4.17 dan Tabel 4.18 (Contoh kecelakaan kerja dan klasifikasi penyebab terjadinya). Sedangkan untuk penamaan kode X1-X22 dapat dilhat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Peringkat Penyebab kecelakaan Kerja hasil Diskusi Rank
Penyebab KK
Kode
Jumlah
pengaman 1
Tidak adanya pengawasan langsung terhadap
X22
21
setiap tenaga kerja atas perlindungan K3 2
Mengambil posisi atau sikap tidak selamat
X6
15
3
Tidak memanfaatkan perlengkapan K3
X3
14
4
Bekerja pada peralatan yang bergerak atau
X7
14
X14
13
perlengkapan berbahaya 5
Penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang,
131
pintu, tata ruang, rancangan, muatan yang berlebihan, penjajaran yang berbahaya 6
Keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam,
X12
11
licin, berkarat, longgar, bengkok 7
Kegiatan dengan kecepatan berbahaya
X2
3
8
Rancangan atau konstruksi yang tidak selamat
X13
3
9
Wilayah proses produksi tidak rutin dibersihkan
X20
3
X5
2
oleh petugas kebersihan 10
Pemuatan, penempatan, dan pencampuran tidak selamat
11
Tanpa pelindung
X11
2
12
Peredaran udara yang kurang selamat
X16
1
Tabel diatas menjelaskan pengurutan subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan mulai dari yang paling banyak sampai yang paling sedikit. Dari tabel tersebut dapat dilihat mana subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang paling sering terjadi. Dan pada kenyataannya subfaktor X22 atau tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3 merupakan kasus yang paling banyak terjadi.
132
Tabel 4.14 Kode Penamaan Item Penyebab Kecelakaan Kerja Faktor
Penyebab Kecelakaan Kerja
Kode
Utama Manusia
Kegiatan tidak sah
X1
(X1-X9)
Kegiatan dengan kecepatan berbahaya
X2
Tidak memanfaatkan perlengkapan K3
X3
Salah penggunaan perlengkapan K3
X4
Pemuatan, penempatan, dan pencampuran tidak selamat
X5
Mengambil posisi atau sikap tidak selamat
X6
Bekerja pada peralatan yang bergerak atau perlengkapan
X7
berbahaya Mengganggu, menyalahgunakan, dan mngejutkan
X8
Tidak memakai pakaian keamanan atau pelindung bahan
X9
Lingkungan
Perlindungan yang kurang memadai
X10
(X10-X17)
Tanpa pelindung
X11
Keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam, licin,
X12
berkarat, longgar, bengkok Rancangan atau konstruksi yang tidak selamat
X13
Penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang, pintu,
X14
tata
ruang,
rancangan,
penjajaran yang berbahaya
muatan
yang
berlebihan,
133
Penerangan yang kurang selamat
X15
Peredaran udara yang kurang selamat
X16
Pakaian atau perlengkapan yang kurang selamat
X17
Penyimpangan Merokok dilokasi pabrik
X18
Kebijakan K3
Membuang sampah tidak pada tempatnya
X19
Wilayah proses produksi tidak rutin dibersihkan oleh
X20
(X18-X22)
petugas kebersihan Tidak mematuhi peraturan yang ada
X21
Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap
X22
tenaga kerja atas perlindungan K3
Tabel diatas menjelaskan penamaan subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja dari X1 sampai X22. Subfaktor-subfaktor tersebut merupakan bagian dari tiga faktor utama penyebab kecelakaan, yaitu Manusia, Lingkungan dan Penyimpangan kebijakan K3.
4.3 Analisa 4.3.1 Analisa Kondisi Pabrik dan Kegiatan Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Didapat dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan, diketahui bahwa selama ini perusahaan telah memilki divisi khusus , program-program serta kegiatan
134
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang menangani masalah-masalah seputar K3. Walaupun telah memilki divisi khusus berserta program dan kebijakannya namun pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja diperusahaan masih terdapat adanya penyimpangan-penyimpangan yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan faktor human error merupakan faktor utama yang memilki hubungan sangat kuat dengan penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Dimana faktor human error tersebut yang terdiri dari subfaktor tidak memanfaatkan perlengkapan yang telah disediakan dan mengambil kedudukkan atau sikap tidak selamat, merupakan dua subfaktor yang paling sering terjadi hingga menyebabkan kecelakaan. Selain itu ditempat kedua faktor penyimpangan kebijakkan K3 juga sering kali menjadi penyebab terjadinya kecelakaan dimana subfaktornya adalah tidak mematuhi peraturan yang berlaku menjadi penyebab paling utama untuk faktor ini Walaupun telah disediakan APD (Alat Pelindung Diri), pada kenyataannya tidak semua pekerja mau menggunakan alat pelindung diri. Berdasarkan hasil analisa para pekerja tidak mau menggunakan alat tersebut karena berbagai alasan, seperti : malas, mengganggu kenyaman kerja dan merasa dirinya sudah ahli dan paham dalam melakukan pekerjaannya. Padahal berdasarkan data perusahaan alat pelindung diri yang disediakan sudaj cukup memadai dan mencukupi untuk semua para karyawan disetiap bagian atau departemen masing-masing. Sehingga disini terlihat kurangnya kesadaran para karyawannya dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
135
Kurang maksimalnya pengawasan secara langsung para pekerja PT. Trafoindo Prima Perkasa juga berpengaruh terhadap terhadap kecelakaan yang terjadi. Hal ini terjadi karena belum adanya divisi khusus K3 yang mengawasi setiap departeman dipabrik. PT. Trafoindo Prima Perkasa hanya memiliki divisi K3 secara umum yang mengawasi keseluruhan aktivitas K3 dipabrik, sehingga pengawasan secara langsung masih sangat kurang. Jika pengawasan dilakukan secara maksimal terhadap para karyawannya resiko kecelakaan kerja dapat ditekan seminimal mungkin. Dalam menangani masalah kecelakaan kerja, perusahaan mengeluarkan kebijakkan dimana setiap pekerja wajib mengikuti asuransi JAMSOSTEK. Untuk mengikuti asuransi JAMSOSTEK, harus mengisi data-data pekerja pada formulir JAMSOSTEK yang telah disediakan (formulir ini dapat dilihat pada lampiran). Asuransi JAMSOSTEK dirasakan sangat membantu para pekerja yang terkena kecelakaan, besar kecilnya anggaran yang diterima oleh pekerja dilihat dari parahtidaknya kecelakaan yang dialaminya. Setelah dilakukan pengamatan pada lingkungan perusahaan PT. Trafoindo Prima Perkasa, dapat dilihat bahwa hampir tidak ada masalah berarti mengenai kondisi lingkungan, hal ini karena PT. Trafoindo Prima Perkasa selalu melakukan pemeriksaan kondisi lingkungan kerja secara berkala baik secara internal maupun eksternal perusahaan, sehingga apa yang ada diperusahaan telah sesuai dengan ketetapan yang berlaku, dalam hal ini adalah peraturan pemerintah. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini akan sedikit dibahas mengenai beberapa kondisi lingkungan kerja fisik di PT. Trafoindo Prima Perkasa.
136
► Untuk Temperatur Udara Data terbaru yang dimilki perusahaan yaitu hasil penelitian dari divisi K3 perusahaan menunjukkan hasil sebesar 30-34° C (Tabel 4.2) untuk ruang produksi. Temperatur sebesar ini sebenarnya cukup tinggi dari batas normal, karena batas normal temperatur yang ideal adalah sebesar 24-27° C. Berdasarkan penelitian ketahanan tubuh manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar sekitar ± 25% untuk kondisi panas dan ± 35% untuk kondisi dingin, semuanya dari keadaan normal tubuh (Sutalaksana, 1979, h.81). untuk kasus ini temperatur di lantai produksi PT. Trafoindo Prima Perkasa merupakan temperaur maksimal yang diperbolehkan, yaitu 33,75° C , yang diperoleh dari 27° C + 6,75° C (27° C x 25%). Walaupun panas tetapi masih dalam batas normal yang diperbolehkan. Temperatur yang terlalu tinggi akan menyebabkan cepat lelah dan cenderung membuat banyak kesalahan (Sutalaksana, 1979, h.81). Panasnya temperatur dilantai produksi pabrik lebih disebabkan oleh aktivitas mesin yang bermacam-macam. Pada saat jam kerja sebagian besar mesin akan beroperasi sehingga akan mengeluarkan udara panas. Tetapi hal itu telah diantisipasi dengan menyediakan ventilasi udara yang cukup memadai sehingga akan terjadi pergantian udara didalam pabrik dengan udara dari luar pabrik, sehingga temperatur udara didalam tidak melebihi batas normal. Hal ini demi kenyamanan dan keamanan para pekerjanya. Sedangkan untuk temperatur didalam ruang kantor yaitu sebesar 22-26° C (Tabel 4.2) merupakan temperur ideal yang diperbolehkan. Karena batas terendah temperatur ideal adalah sebesar 15,6° C,
137
dapat diperoleh dari 24° C - 8,4° C (24° C x 35%). Temperatur yang terlalu rendah akan menyebabkan cepat mengantuk dan cenderung kurang konsentrasi sehingga dapat membuat banyak kesalahan (Sutalaksana, 1979, h.81).
► Untuk Pencahayaan Pada PT. Trafoindo Prima Perkasa pencahayaan sudah cukup ideal yaitu berdasarkan dua sumber cahaya yang terdiri dari sumber panas misalnya matahari. Berdasarkan pengamatan, cahaya matahari masuk melalui sirkulasi udara yaitu berupa ventilasi udara, dan celah-celah pada atap dan terdapat lampu neon yang tersebar pada lingkungan tempat kerja. Kedua sumber cahaya ini menghasilkan penerangan yang baik bagi para pekerjanya untuk dapat melihat benda yang sedang dikerjakan. Konstruksi pintu bangunan dan ventilasi udara yang cukup besar memungkinkan terjadinya sirkulasi udara. Konstruksi pintu bangunan yang besar juga dapat digunakan untuk sewaktu-waktu terjadinya kebakaran agar pekerja dapat mudah keluar ruangan. Jarak antar mesin juga memeilki celah yang cukup luas yang memungkinkan pekerja untuk berjalan dengan aman pada waktu terjadi kebakaran. Selain itu, PT. Trafoindo Prima Perkasa telah mengantisipasi akan terjadinya kebakaran dengan menyediakan peralatan pemadam api seperti tabung-tabung pemadam api., selang pemadam kebakaran dan yang terlebih penting adalah alarm kebakaran untuk memperingatkan pekerja jika terjadi seaktu-waktu terjadi
138
kebakaran. Tabung-tabung pemadam api ini diletakkan disetiap sudut ruang pabrik maupun ruang kantor untuk memudahkan penanganan apabila terjadi kebakaran.
► Kebisingan Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat kebisingan pada pabrik PT. Trafoindo Prima Perkasa secara keseluruhan masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan. Dimana pada ruang Tank Making sebesar 83,75 dBA dari batas tertinggi yang ditetapkan sebesar 85 dBA (Tabel 4.3). Sedangkan halaman depan tingkat kebisingannya adalah sebesar 75,4 dBA (Tabel 4.3) dari batas yang di ijinkan sebesar 70 dBA. Tingkat kebisingan tersebut melebihi batas yang diijinkan, hal ini disebabkan karena pada halaman depan yang terletak ditepi jalan raya dimana banyak dilalui oleh bermacam-macam jenis kendaraan, adanya area parkir untuk kendaraan (motor dan mobil) yang masuk PT. Trafoindo Prima Perkasa, juga ditambah dengan aktifitas forklip dihalaman depan untuk mengangkut produk ke truk-truk pengangkut. Berdasarkan pengamatan tingginya tingkat kebisingan ini agak sulit untuk diturunkan, hal ini disebabkan karena suara-suara yang timbul tidak hanya berasal dari dalam kawasan pabrik tetapi juga dari luar area pabrik sehingga agak sulit untuk mengantisipasi hal tersebut. Tetapi hal ini tidaklah mengganggu aktifitas didalam pabrik maupun dikantor, karena letaknya yang agak jauh dari halaman depan.
139
4.3.2 Analisa Hasil Perhitungan Ratio Kekerapan Cidera Dari hasil perhitungan, ratio kekerapan cidera kecelakaan kerja pada PT Trafoindo Prima Perkasa diperoleh angka ratio kekerapan cidera yang paling tinggi yaitu pada bulan Juli 2005, November 2005 dan April 2006 sebesar 71. Selanjutnya bulan Mei 2005 sebesar 55. Juni 2005 , Oktober 2005 dan Desember 2005 sebesar 53. Pada bulan Januari 2006 dan Maret 2006 sebesar 36. Dan yang terendah ada pada bulan Agustus 2005, September 2005 dan Februari 2006 sebesar 18. ( lihat Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Ratio Kekerapan Cidera Per Bulan). Nilai rata ratio kekerapan cidera adalah sebesar 46,08 ≈ 46 korban, yang berarti 46 korban terjadi setiap juta man-hours kerja. Nilai yang diatas rata-rata terjadi pada bulan Juni 2005, Juli 2005, Oktober 2005, November 2005, Desember 2005, April 2006 dan Mei 2006. Sedangkan untuk ratio kecelakaan dibawah rata-rata terjadi pada bulan Agustus 2005, September 2005, Januari 2006, Februari 2006, dan Maret 2006. Perbedaan yang terdapat pada ratio kekerapan ini lebih disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah korban kecelakaan kerja per bulannya. Pada bulan Agustus 2005, September 2005, januari 2006, Februari 2006, dan Maret 2006, merupakan bulan dimana terjadi angka kecelakaan yang paling rendah dibanding bulan-bulan lainnya. Ratio kekerapan cidera bertujuan untuk menghitung frekuensi terjadinya kecelakaan kerja setiap satu juta man-hours kerja yang didasarkan pada jumlah kecelakaan yang terjadi setiap bulannya dan jumlah absensi setiap bulannya.
140
4.3.3 Analisa Hasil Perhitungan Ratio Keparahan Cidera Kecelakaan Kerja Untuk perhitungan ratio keparahan cidera (severity rate), diperoleh gambaran situasi yang lebih baik dari pada perhitungan ratio kekerapan cidera, yang hanya menghitung frekuensi korban kecelakaan dan bukanlah merupakan ukuran yang tepat terhadap pengaruh dari kecelakaan. Perhitungan ratio keparahan cidera mengacu pada jumlah hari yang hilang dihitung dalam jumlah hari waktu setiap juta manhours kerja. Dari hasil perhitungan ratio keparahan cidera pada PT. Trafoindo Prima Perkasa, ratio keparahan cidera yang paling tinggi terjadi pada bulan Mei 2006 yaitu sebesar 1201,56. Ini berarti bahwa perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam kerja produkstif selama 1201,56 hari hilang. Jumlah hari hilang pada bulan Mei 2006 ini menunjukkan angka yang paling tinggi. Hal ini disebabkan korban kecelakaan kehilangan ruas jari kelingking kiri yang mengakibatkan hari hilang sebesar 50 hari(Tabel 2.1). Yang dimaksud dengan hari yang hilang adalah hari kerja yang hilang karena cidera akibat kerja, yaitu hari seorang pekera tidak bisa masuk bekerja, yang diperhitungkan mulai shift hari berikutnya. Pada cacat anatomis atau cacat funsi digunakan konversi nilai cacat kedalam hari kerja yang hilang sesuai tabel 2.1. Ratio tingkat keparahan kedua tertinggi adalah pada bulan Oktober 2005 yaitu sebesar 355,87 hari, artinya selama 355,87 hari kerja hilang dalam 1.000.000 jam kerja produkstif. Ratio keparahan terbesar ketiga ada pada bulan November 2005 yaitu sebesar 319,60 hari, artinya selama 319,60 hari hilang dalam 1.000.000 jam kerja produktif. Untuk kedua ratio keparahan diatas hanya dihitung berdasarkan
141
jumlah hari yang hilang akibat kecelakaan kerja atau absensi akibat cidera saat kecelakaan. Hal ini karena pada bulan-bulan tersebut tidak terjadi suatu kecelakaan yang berakibat fatal yang dapat menyebabkan kehilangan funsi anatomi tubuh. Jadi pada bulan-bulan yang lain (selain bulan Mei 2006) kecelakaan yang terjadi tidak menyebabkan kehilangan bagian dari anatomi tubuh korban. Ratio tingkat keparahan terendah terjadi pada bulan September 2005 yaitu sebesar 70,79 hari, artinya selama 70,79 hari hilang dalam 1.000.000 jam kerja produktif karena kecelakaan kerja. Pada bulan ini jumlah absensi akibat kecelakaan cukup rendah dan jumlah absensi secara keseluruhan termasuk rendah dalam 12 bulan terakhir, sehingga angka ratio keparahan cidera juga rendah. Nilai rata-rata ratio keparahan cidera adalah sebesar 323,75. Nilai yang diatas rata-rata adalah pada bulan Oktober 2005 dan Mei 2006 .
4.3.4 Analisa Persen Ketersediaan APD Seperti telah diketahui bahwa pada PT. Trafoindo Prima Perkasa telah memilki ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang sudah cukup memadai baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Oleh sebab itu seharusnya para karyawan mampu memanfaatkan ketersediaan alat pelindung diri dengan maksimal, tetapi pada kenyataannya justru banyak terjadi kecelakaan kerja yang disebabkan karena para karyawannya tidak memanfaatkan alat pelindung diri yang telah disediakan. Berdasarkan hasil analisa sebanyak 14 kali subfaktor penyebab kecelakaan kerja yang tidak mau memanfaatkan alat pelindung diri (X3) terjadi dalam kurun waktu
142
Juni 2005 – Mei 2006. Mengapa hal ini bisa terjadi? Berdasarkan hasil penelitian ternyata hasilnya banyak para pekerja tidak mau menggunakan alat pelindung diri denga
berbagai alasan, sebagai contoh adalah merasa tidak nayaman apabila
menggunakan APD tersebut atau lupa menggunakannya, dan lain-lain. Disini terlihat bahwa kurangnya kesadaran dari para pekera dalam menggunakan alat pelindung diri masih sangat besar, selain itu kurangnya pengawasan dari pihak perusahaan juga ikut mejadi penyebab hal ini terjadi. Oleh karena itu untuk menekan seminimal mungkin jumlah kecelakaan sebaiknya perusahaan mulai memberikan pelatihan dan pembinaan kepada karyawan untuk terus menggunkan APD, serta selalu melakukan pengawasan terhadap para karyawan dilapangan agar dapat memantau secara langsung kegiatan dan pemanfaatan alat Pelindung Diri yang telah disediakan.
4.3.5 Analisa Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Untuk mendapatkan pencarian penyebab masalah dalam penelitian ini berdasarkan diskusi dengan pihak perusahaan. Sehingga 31 buah data korban kecelakaan dapat diketahui faktor-faktor penyebab kecelakaan berdasarkan teori akar kecelakaan kerja, yaitu Manusia, Lingkungan dan Penyimpangan kebijakan K3. Uraian dan klasifikasi kecelakaan, didapatkan subfaktor-subfaktor yang banyak terdapat pada setiap kecelakaan. Subfaktor terbanyak yaitu Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3, dan yang kedua terbanyak adalah subfaktor Mengambil posisi atau sikap tidak selamat (Lihat Tabel 4.12).
143
Sedangkan untuk faktor penyebab kecelakaan kerja didapatkan bahwa faktor manusia secara akumulasi adalah faktor yang paling tinggi, faktor manusia ini dapat disebut sebagai “Human Error”. Ditempat kedua adalah faktor lingkungan yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja, dimana pengaruh kondisi lingkungan yang menyebabkan timbulnya terjadi kecelakaan. Untuk tempat ketiga atau faktor yang paling rendah penyebab terjadinya kecelakaan adalah penyimpangan kebijakan K3. Walaupun di faktor penyimpangan kebijakan K3 terdapat subfaktor yang paling besar yaitu tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3, tetapi secara akumulasi faktor ini merupakan yan g paling rendah. Untuk menetukan faktor dan subfaktor penyebab kecelakaan kerja tersebut, para expert juga memberikan alasan mengapa dapat masuk kedalam faktor atau subfaktor tersebut. Keseluruhan hasil diskusi diperoleh berdasarkan hasil diskusi yang sudah difikirkan. Maka didapatkan 31 buah data korban kecelakaan kerja serta masingmasing faktor penyebabnya dan subfaktor penyebabnya. Dari hasil diskusi dengan para expert maka diperoleh faktor-faktor beserta subfaktor-subfaktor yang menyebabkan 31 kecelakaan kerja tersebut, yaitu : ► Manusia 1. Kegiatan dengan kecepatan berbahaya 2. Tidak memanfaatkan perlengkapan K3 3. Pemuatan, penempatan, dan pencampuran tidak selamat 4. Mengambil posisi atau sikap tidak selamat 5. Bekerja pada peralatan yang bergerak atau perlengkapan berbahaya
144
►Lingkungan 1. Tanpa pelindung 2. Keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam, licin, berkarat, longgar, bengkok 3. Rancangan atau konstruksi yang tidak selamat 4. Penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang, pintu, tat ruang, rancangan, muatan yang berlebihan, penjajaran yang berbahaya 5. Peredaran udara yang kurang selamat ► Penyimpanag kebijakan K3 1. Wilayah proses produksi tidak rutin dibersihkan oleh petugas kebersihan 2. Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3 Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan oleh para expert yang terdiri dari pihakpihak terkait dengan penelitian ini diantaranya Kepala Bagian Produksi, Pihak HRD, dan Ketua K3 PT. Trafoindo Prima Perkasa. Dimana mereka berpendapat serta menentukan bahwa faktor penyebab kecelakaan kerja yang paling berpengaruh adalah faktor manusia itu sendiri dengan subfaktor yaitu tidak memfaatkan perlengkapan K3 yang tersedia. Yang kedua adalah faktor lingkungan kerja sebagai peneyebab terbesar kedua kecelakaan kerja dimana subfaktor yang mempengaruhi adalah Penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang, pintu, tat ruang, rancangan, muatan yang berlebihan, penjajaran yang berbahaya. Ditempat ketiga faktor penyimpangan kebijakan K3 menjadi penyebab terjadinya kecelakaan dimana subfaktor yang berpengaruh adalah tidak adanya pengawasan langsung terhadap
145
setiap tenaga kerja atas perlindungan K3, yang menjadi subfaktor terbesar dari semua subfaktor.
4.3.6 Analisa Hasil Pengolahan Data Kekuatan Hubungan Kecelakaan Kerja Dengan Faktor Utama dan Subfaktor Penyebab Kecelakaan Kerja Untuk mengetahui hubungan masing-masing faktor utama maupun subfaktornya maka harus menghitung prosentase dari semua subfaktor yang ada. Hasil perhitungan prosentase dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
Tabel 4.15 Prosentase Faktor dan Subfaktor Penyebab Kecelakaan Kerja Faktor
Subfaktor
Jumlah
% Subfaktor
% Faktor
Manusia
Kegiatan dengan kecepatan
3
berbahaya Tidak memanfaatkan
=3% 14
perlengkapan K3 Pemuatan, penempatan, dan
2
(2/102)*100% =2%
15
tidak selamat Bekerja pada peralatan yang
(14/102)*100% = 14 %
pencampuran tidak selamat Mengambil posisi atau sikap
(3/102)*100%
(15/102)*100% = 15 %
14
(14/102)*100%
48 %
146
bergerak atau perlengkapan
= 14 %
berbahaya Lingkungan
Tanpa pelindung
2
(2/1002)*100% =2%
Keadaan yang rusak,
11
misalnya kasar, tajam, licin,
(10/102)*100% = 10 % 29 %
berkarat, longgar, bengkok Rancangan atau konstruksi
3
yang tidak selamat Penyusunan, penimbunan,
(3/102)*100% =3%
13
penyimpanan, gang, pintu,
(13/102)*100%
tat ruang, rancangan, muatan
= 13 %
yang berlebihan, penjajaran yang berbahaya Peredaran udara yang kurang
1
selamat Penyimpangan
Wilayah proses produksi
Kebijakan K3
tidak rutin dibersihkan oleh
(1/102)*100% =1%
3
(3/102)*100% =3%
petugas kebersihan Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap
23 % 21 (20/102)*100%
147
tenaga kerja atas
= 20 %
perlindungan K3 Total
102
100 %
100%
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa total subfaktor penyebab kecelakaan kerja selama periode bulan Juni 2005 – Mei 2006 adalah sebesar 102. dari hasil tersebut dapat dihitung bahwa dari total semua kecelakaan yang terjadi selama periode tersebut subfaktor X3 atau tidak memanfaatkan alat pelindung diri memiliki prosentase sebesar 14 %. Angka tersebut didapat dari total subfaktor X3 atau tidak memanfaatkan alat pelindung diri yang sebanyak 14 kali dibagi total jumlah subfaktor secara keseluruhan, yaitu 102, hasilnya adalah 0,14 atau 14 %. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa faktor manusia cukup besar dalam mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja yaitu sebesar 48 % dari total semua kecelakaan yang terjadi. Dari 48 % tersebut merupakan akumulasi dari subfaktorsubfaktor penyebab terjadinya kecelakaan. Dari sini dapat dilihat bahwa manusia atau bisa disebut sebagai pekerja / karyawan merupakan sumber utama yang menyebabkan
terjadinya
kecelakaan.
Dengan
berbagai
subfaktor
yang
mempengaruhi dibawahnya. Sebagai contoh subfaktor terbesar dari faktor Manusia adalah mengambil posisi atau sikap tidak selamat dan tidak memanfaatkan perlengkapan K3 yang telah disediakan. Sebenarnya jika kedua subfaktor ini dapat
148
minimalisasi, maka bukan tidak mungkin jumlah kecelakaan dapat ditekan seminimal mungkin. Berdasarkan hasil diskusi dengan para expert diperusahaan maka diperoleh suatu kenyataan bahwa secara garis besarnya jumlah kecelakaan diperusahaan memang dipengaruhi oleh faktor manusia atau pekerja lapangan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Itulah yang akan dibahas dalam masalah kecelakaan kerja. Dari hasil diskusi yang dilakukan dengan para expert, dan dari hasil analisa dilapangan bahwa subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan secara dominan disebabkan oleh mengambil posisi atau sikap tidak selamat dan tidak memanfaatkan perlengkapan K3 yang telah disediakan. Berdasarkan dua subfaktor ini sebenarnya bisa dimabil tindakan yang lebih baik untuk dapat seminimal mungkin menekan jumlah keelakaan. Untuk mencari solusi dari masalah ini maka perlu di cari terlebih dahulu alasan-alasan dari subfaktor-subfaktor yang terjadi. Sebagai contoh dalam bekerja, para pekerja mengambil sikap atau kedudukan yang tidak selamat, mengapa hal ini terjadi? Disini perlu dicari sumber masalahnya yaitu apakah kurangnya pelatihan untuk para pekerja atau memang perlu adanya perbaikan untuk posisi pekerja atau operator dilapangan sehinnga dapat menghindari terjadinya kecelakaan, atau mungkin ada masalahmasalah yang lain. Berdasarkan hasil analisa tersebut maka perlu dicari sumber masalah mana saja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja berdasarkan subfaktorsubfaktor yang terjadi. Oleh karena itu penulis berdiskusi dengan para expert dan berusaha untuk menemukan sumber masalah yang menjadi penyebab kecelakaan
149
kerja bedsarkan subfaktor yang ada. Ada beberapa hal yang kemungkinan bisa menjadi sumber masalah atas faktor manusia dan subfaktor-subfaktor yang terjadi sehingga menimbulkan masalah, yaitu : 1. Kurangnya pelatihan terhadap para pekerja 2. Posisi tempat kerja yang tidak ergonomis 3. Kelelahan karena kerja 4. Masalah psikologis atau emosional para pekerja Dari empat sumber masalah diatas yang kemungkinan menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja maka perlu dicari solusi terbaik agar masalah kecelakaan kerja dapat ditekan seminimal mungkin dikemudian hari. Faktor lingkungan merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor manusia yaitu sebesar 29 % dari total semua kecelakaaan yang terjadi. Dari 29 % tersebut merupakan akumulsi dari subfaktor-subfaktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Subfaktor terbesar untuk faktor lingkungan ini adalah penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang, pintu, tata ruang, rancangan, muatan yang berlebihan, penjajaran yang berbahaya dan keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam, licin, berkarat, longgar, bengkok. Berdasarkan hasil pengamatan, bahwa sebenarnya kondisi lingkungan kerja secara fisik sudah baik dan memenuhi standar yang telah ditetapkan seperti temperatur, cahaya, kebisingan dan lain-lain (lihat Lampiran 4) artinya situasi tempat kerja sudah cukup nyaman secara fisik, dan tidak mempengaruhi kondisi kerja para pekerjanya, juga tidak menyebabkan terjadinya kecelakaan dalam 12 bulan terakhir. Tetapi disini
150
yang menjadi masalah adalah kondisi tata ruang atau penempatan yang kurang baik sehingga tanpa disadari dapat menimbulkan suatu kecelakaan. Selain itu keadaan yang rusak atau berbahaya juga dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Dari dua subfaktor tersebut perlu adanya perbaikan untuk kondisi lingkungan kerja agar dapat menekan seminimal mungkin jumlah kecelakaaan. Faktor yang paling rendah yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan adalah faktor penyimpangan kebijakan K3 yaitu sebesar 23 %. Dari 23 % tersebut merupakan akumulasi dari subfaktor-subfaktor yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Disini ada subfaktor yang merupakan subfaktor terbesar dari semua subfaktor yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yaitu tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3. mengapa ini bisa terjadi? Dari faktor yang paling rendah tetapi memilki subfaktor yang paling besar sebagai penyebab terjadinya kecelakaan. Berdasarkan hasil analisa bahwa dari semua kecelakaan yang terjadi dapat dilihat bahwa kurang adanya pengawasan dan perhatian secara langsung terhadap karyawan dan kondisi pekerjaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan sumber daya manusia yang menjadi pengawas terhadap kondisi Keselamatan dan Kesehatan Keja (K3) para pekerjanya. PT. Trafoindo Prima Perkasa walaupun telah memilki suatu organisasi K3 didalam lingkup perusahaan tetapi masih terbatas, artinya K3 yang diterapkan merupakan K3 secara makro, sehingga kurang adanya pengawasan langsung terhadap kegiatankegiatan yang bersakala mikro, sebagai contoh tidak adanya pengawasas K3 secara langsung untuk setiap departemen didalamnya. jika pengawasan dapat diterapkan
151
dengan baik kemungkinan besar jumlah kecelakaan dapat ditekan seminimal mungkin. Oleh karena itu perlu dicari solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini.
4.3.7 Analisa Hubungan Perhitungan Kuantitatif Dengan Kualitatif Untuk menganalisa hubungan kauntitatif dengan kualitatif, data yang dipakai hanya diambil dat ekstrim atau data yang berada diatas rata-rata. Data yang diambil adalah adalah data dari hasil perhitungan ratio keparahan cidera kecelakaan kerja pada bulan yang memilki ratio paling tinggi. Kemudian dari data tersebut dihubungkan dengan penyebab kecelakaan dari hasil diskusi dengan para expert. Data yang diambil adalah data pada bulan Oktober 2005 dan Mei 2006 dimana kedua data tersebut berada diatas rata-rata. Data kejadian kecelakaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.16 Data Spesifikasi Kecelakaan Kerja Pada Bulan Oktober 2005 No
Jenis
Departemen
Pekerjaan
1
Operator
Pekerja Pengangk
Uraian Kejadian
Kecelakaan
Produksi
Perbaikan
2
Tmp/Tgl/Jam
Produksi
Bagian Terluka
Pabrik/ 08-10-05
Tersetrum listrik
Telapak
14.00 WIB
karena instalasi
tangan
rusak
terbakar
Pabrik/ 20-10-05
Terjepit pintu
Ibu Jari
09.00 WIB
gerbang sewaktu
tangan
152
3
ut bahan
menutup sehingga
baku
jari tangan patah
Operator
Produksi
mesin
kanan patah
Pabrik/ 28-10-05
Kejatuhan matris
Sekitar
11.00 WIB
core sewaktu
Pundak dan
berjalan
bahu
Cutting Core
Untuk data faktor penyebab kecelakaan berdasarkan diskusi dengan para expert terdapat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.17 Hasil Diskusi Faktor Penyebab Keelakaan Bulan Oktober 2005 No
Uraian Kejadian
Kode
Keterangan Hasil Diskusi
Penamaan 1
Tersetrum listrik karena
a. X3
instalasi rusak
b. X7 c. X12 d. X22
• Pekerja tidak menggunakan sarung tangan • Seharusnya pekerja terlebih dahulu mematikan instalsi listrik • Kabel-kabel listrik yang rusak • Tidak adanya pengawasan langsung terhadap pekerja
2.
Terjepit pintu gerbang
a. X6
• Pekerja ceroboh sehingga tidak
153
sewaktu menutup
b. X14
• Bentuk pintu gerbang yang
sehingga jari tangan patah 3
sengaja terjepit pintu gerbang
kurang proporsional
Kejatuhan matris core
a. X6
• Pekerja tidak memeprhatikan
sewaktu berjalan
b. X14
kondisi lingkungan sekitar
c. X22
• Tempat penyimpanan matris core yang kurang baik • Tidak adanya pengawasan dari pihak perusahaan tentang tempat penyimpanan matris core
Pada perhitungan ratio keparahan cidera kecelakaan kerja, nilai yang paling ektrim terjadi pada bulan mei 2006 sebesar 1201,56 hari, yang berarti bahwa dalam perusahaan tersebut dalam waktu 1.000.000 jam kerja produkstif selama 1201,56 hari hilang. Data kejadian kecelakaan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
154
Tabel 4.18 Data Spesifikasi Kecelakaan Kerja Pada Bulan Mei 2006 No
Jenis
Departemen
Pekerhjaan
1
Operator
Tmp/Tgl/Jam
Produksi
Terluka
Pabrik/ 12-05-06
Terpotong pisau
Ruas jari
15.00 WIB
mesin cutting
kelingking
sewaktu bekerja
kanan putus
Pabrik/ 15-05-06
Tersetrum listrik
Telapak
09.00 WIB
karena instalasi
tangan
rusak
terbakar
Pabrik/ 26-05-06
Iritasi kulit dari
Permukaan
15.00 WIB
oli trafo
kulit tangan
Cutting Operator
Produksi
Perbaikan
3
Operator
Bagian
Kecelakaan
Mesin
2
Uraian Kejadian
Produksi
mesin Slitter
Untuk data faktor penyebab kecelakaan berdasarkan diskusi dengan para expert terdapat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.19 Hasil Diskusi Faktor Penyebab Keelakaan Bulan Mei 2006 No
Uraian Kejadian
Kode
Keterangan Hasil Diskusi
Penamaan 1
Terpotong pisau mesin
a. X3
• Pekerja tidak menggunakan
cutting sewaktu bekerja
b. X7
sarung tangan pelindung
c. X12
• Seharusnya pekerja lebih
155
berhati-hati menggunakan peralatan berbahaya • Mata pisau mesin cutting yang tajam 2.
Tersetrum listrik karena
a. X3
instalasi rusak
b. X7 c. X12 d. X22
• Pekerja tidak menggunakan sarung tangan • Seharusnya pekerja terlebih dahulu mematikan instalsi listrik • Kabel-kabel listrik yang rusak • Tidak adanya pengawasan langsung terhadap pekerja
3
Iritasi kulit dari oli trafo
a. X20 b. X22
• Wilayah sekitar mesin slitter tidak rutin dibersihkan oleh petugas kebersihan • Tidak adanya pengawasan dari pihak perusahaan tentang oli yang berceceran ditempat kerja
156
4.3.8 Analisa Penyebab K3 secara Psikis (Hubungan Atasan Denagn Karyawan) Didalam teori, bahwafaktor manusi secara psikis, tidak seorangpun yang yakin seseorang memulai dan dimana pula mengakhiri, masalah ini kompleks dan luas sekali. Oleh karena itu pencegahan yang dapat dilakukan secara psikis adalah seperti penyuluhan, pendidikan, latihan serta komunikasi (Human Relation) yang baik antar karyawan dengan karyawan dan karyawan dengan atasan. Jadi penyebab kecelakaan kerja selain berdasarkan teori akar kecelakaan kerja yang terdiri dari kebijakan manajemen, perbuatan tidak selamat dan keadaan tidak selamat, dapat juga disebabkan oleh human relation antara atasan dengan karyawannya amat susah untuk diteliti. Hal ini dikarenakan data yang diperoeleh penulis tidak lengkap, seperti nama korban serta tidak terjun langsung mewawancarai korban kecelakaan kerja. Istilah human relation secara sederhana mencakup arti hubungan manusiawi. Istilah manusiawai disini menunjuk kepada arti sifat, watak, pendapat dan tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat. Dilihat dari kegiatannya, human relation lebih melihat arti manusia berdasarkan hubungan dari aspek kejiwaan yang terdapat pada dirimanusia. Di negara-negara maju, human relation semakin banyak mendapat perhatian para manajer dalam berbagai organisasi perusahaan dan instansi, karena semakin dirasakan pentingnya dalam rangka memecahkan masalah-masalah yang ada dalam manajemen perusahaan terutama yang menyangkut faktor manusia. Hubungan anatar manusia itu sudah pasti mempunyai tujuan tertentu, yaitu untuk saling mempengaruhi, mengubah sikap, perilaku dan sebagainya.
157
Dari uaraian tersebut dapat dilihat bahwa human relation sangat perlu dilakukan didalam organisasi atau perusahaan untuk meniadakan gangguan sebagai akibat salah komunikasi atau salah interprestasi. Terutama untuk menghilangkan frustasi khususnya frustasi agresif, serta menggugah kagairahan kerja, kedisiplinan serta kegiatan kerja, sehingga muncul kerjasama yang kebih produkstif dari pada yang sebelumnya dengan perasaan bahagia dan puas hati. Faktor Manusia dalam Human Relation Titik sentral human relation adalah manusia, dan titik sentral human relation dalam organisasi perusahaan adalah karyawan. Manusia atau bawahan, dalam konteks
human
relation,
harus
ditinjau
dari
segi
manusiawinya.
Untuk
mempraktekkan human relation, seorang pemimpin perlu banyak mempelajari sifat manusia sebagai karyawan. Human relation merupakan tanggung jawab setiap orang dalam suatu organisasi. Dalam hubungan ini, manajer mempunyai tanggung jawab utama menegakkan iklim hubungan manusiawi yang menyenangkan. Tetapi semua staf bawahan dan para karyawan operasional dalam organisasi juga turut menentukan terciptanya iklim itu sehingga mereka harus berbagi tanggung jawab. Adapun usaha yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk memperbaiki kondisi human relation adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, kejujuran, keterbukaan dan perhatian
158
2. Memelihara
iklim
komunikasi
terbuka,
memegang
teguh
etika
berkomunikasi, mempermudah umpan balik, dan memodifikasi jumlah tingkatan dalam organisasi 3. Melakukan acara-acara kekeluargaan seperti rekreasi, kegiatan keagamaan, olahraga, dan kesenian 4. Membentuk saluran-saluran pribadi bagi karyawan, menyelenggarakan pertemuan tahuan, dan membentuk tim-tim atau dewan khusus yang menangani masalah manjemen dan permasalahan dalam perusahaan 5. Program komunikasi vertikal yang efektif harus direncanakan, dilaksanakan secara berkesinambungan, mendengarkan secara objektif, menggunakan saluran rutin, menitikberatkan kepekaan dan penerimaan dalam pemasukkan gagasan dari tingkat yang lebih rendah dan mencakup tindakan untuk menanggapi masalah.
159
Tabel 4.20 Evaluasi K3 pada PT. Trafoindo Prima Perkasa No 1
Hal Yang Perlu Diperhatikan
Realita
Penyebab
Usulan Penanggulangan
Kegiatan dengan kecepatan berbahaya (X2)
3%
• Tidak mengetahui prosedur
• Ada Pengawasan langsung
Tidak memanfaatkan perlengkapan K3 (X3)
14 %
yang ada secara benar
• Pelatihan khusus
• Tidak ada pengawasan
• Penyuluhan K3
langsung terhadap pekerja Pemuatan, penempatan, dan pencampuran
2%
tidak selamat (X5) Mengambil posisi atau sikap tidak selamat
• Tidak ada pengawasan langsung terhadap pekerja
15 %
(X6)
• Tidak ada pengawasan langsung terhadap pekerja
• Ada pengawasan langsung • Penyuluhan K3 • Ada pengawasan langsung • Penyuluhan K3 • Pelatihan prosedur yang benar • Display
Bekerja pada peralatan yang bergerak atau perlengkapan berbahaya (X7)
14 %
• Perlatan yang digunakan memilki resiko tinggi
• Penyuluhan K3 • Pelatihan tentang prosedur
160
• Tidak ada pengawasan langsung terhadap pekerja • Tidak mengetahui prosedur
penggunaan yang tepat • Display • Ada pengawasan langsung
yang ada secara benar Tanpa pelindung (X11)
2%
• Tidak ada pengawasan langsung terhadap pekerja
Keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam,
10 %
licin, berkarat, longgar, bengkok (X12) Rancangan atau konstruksi yang tidak
3%
(X14)
• Ada pengawasan langsung
• Tidak ada pengawasan
• Ada pengawasan langsung
langsung terhadap pekerja • Tidak ada pengawasan
Penyusunan, penimbunan, penyimpanan,
yang berlebihan, penjajaran yang berbahaya
• Pengawasan langsung
langsung terhadap pekerja
selamat (X13)
gang, pintu, tat ruang, rancangan, muatan
• Tidak ada pengawasan
• Kelengkapan alat pelindung
13 %
langsung terhadap pekerja
• Ada pengawasan langsung
161
Peredaran udara yang kurang selamat (X16)
3%
• Tidak ada pengawasan langsung terhadap pekerja
• Pekerja diwajibkan menggunakan pelindung pernafasan
Wilayah proses produksi tidak rutin
14 %
dibersihkan oleh petugas kebersihan (X20)
Tidak adanya pengawasan langsung terhadap setiap tenaga kerja atas perlindungan K3 (X22)
• Tidak ada pengawasan langsung terhadap pekerja
2%
• Penyimpangan kebijakan K3 • Tidak ada organisasi khusus
• Penyuluhan K3 • Ada pengawasan langsung
• Ada pengawasan langsung • Ada organisasi yang menangani K3 secara langsung
162
4.4 Usulan Perbaikan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja 4.4.1 Usulan Perbaikan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bersifat Makro Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dan hasil analisa hubungan kualitatif, diperoleh faktor yang memilki hubungan sangat kuat terhadap kecelakaan kerja adalah manusia dan penyimpangan kebijakan K3. sedangkan faktor lingkungan mempunyai hubungan yang kuat terhadap penyebab kecelakaan kerja. Faktor manusia biasanya dibicarakan tentang psysiology dan psikology, tetapi dari hasil penemuan-penemuan ilmu modern tidak seorangpun yang yakin dimana seseorang memulai dan dimana pula harus mengakhiri. Masalah ini kompleks dan luas sekali, oleh karena itu usaha pencegahan yang dapat dilakukan secara psycologis sangat
berpengaruh,
seperti
penyuluhan,
pendidikan
dan
latihan.
Faktor
penyimpangan kebijakan K3 dapat dilakukan dengan memperbaiki dan menambah kebijakan yang ada disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perusahaan. Brdasarkan kedua faktor yang berpengaruh yaitu manusia dan penyimpangan kebijakan K3, maka usulan perbaikan yang disarankan adalah : 1. Membuat dan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5/1996 dan mengaudit SMK3 secara periodik setiap 3-6 bulan. Dimana keduanya berpengaruh
didalam mengatur pekerjanya yang diharapkan dapat
mengurangi kecelakaan kerja. Unsur-unsur yang terkait didalam membuat dan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
163
(SMK3) berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5/1996 dan mengaudit SMK3 secara periodik setiap 3-6 bulan, sebagai berikut : A. Membuat dan Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5/1996 1. Komitmen dan kebijakan 2. Perencanaan 3. Penerapan 4. Pengukuran dan Evaluasi 5. Tinjauan Ulang dan Peningkatan Oleh Pihak Manajemen B. Mengaudit SMK3 secara periodik setiap 3-6 bulan 1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen 2. Kemanan bekerja berdasarkan Sistem Manjemen K3 3. Standar Pemantauan 4. Pelaporan dan Perbaikan Kekurangan 5. Pengelolaan Material dan Perpindahannya 6. Audit Sistem Manajemen K3 7. Pengembangan Keterampilan dan Kemampuan
2. Dapat juga dengan mendirikan divisi khsusus atau sistem dan prosedur pengawasan K3 di masing-masing departemen. Usulan Prosedur Pengawasan K3 didepartemen Produksi :
164
Penanggung Jawab
Ketua P2K3
Koordinator Departemen Produksi
Anggota P2K3
Pengawasan
Karyawan
Diagram 4.1 Usulan Sistem dan Prosedur Pengawasan K3 di Departemen Produksi PT. Trafoindo Prima Perkasa
165
Adapun deskripsi pekerjaan untuk masing-masing adalah sebagai berikut : ► Penanggung Jawab Merupakan pengawas Keselamatn dan Kesehatan Kerja tertinggi di PT. Trafoindo Prima Perkasa. •
Ringkasan : Melaksanakan salah satu funsi organisasi manajemen yaitu funsi pengawasan K3, melalui P2K3. (P2K3 adalah Panitia Pembina Keselamatn dan Kesehatan Kerja)
•
Tugas :
1. Melaksanakan pengawasan dari dalam organisasi 2. Melaksanakan pengawasan dari luar organisasi •
Hubungan Kerja :
1. Bekerja sama dengan instansi lain yang terkait mengenai masalah K3 2.
Menerima laporan dari bawah (P2K3) mengenai masalah K3
► Ketua P2K3 Merupakan pengawas K3 secara operasional •
Ringkasan
1. Pemeliharaan kondisi kerja dalam melaksanakan kebijakan dalam menangani segi-segi keselamatan dan kesehatan kerja 2. Membantu pimpinan dalam menjalankan kebijaksanaan dalam menangani segi-segi keselamatn dan kesehatan kerja
166
•
Tugas
1. Menghimpun dan mengolah seluruh masalah K3 dilingkungan tempat kerja dan menyelenggarakan penyuluhan secara aktif kepada para karyawan. 2. mengadakan pengawasan, penelitian, evalusi dan pengendalian terhadap kondisi kerja yang dapat menimbulkan kemungkinan bahaya bagi karyawan. 3. Melaksanakan pokok-pokok kebijaksanaan pimpinan perusahaan dalam bidang K3 dengan berlandaskan Undang-undang yang berlaku. 4. Menyelenggarakan rapat anggota P2K3 secara rutin setiap akhir bulan pada minggu keempat dengan pokok bahasan masalah yang berhubungan dengan K3 5. Mengadakan evalusi tentang peristiwa kecelakaan yang menimpa karyawan PT. Trafoindo Prima Perkasa. 6. Menyelenggarakan pembinaan, penyuluhan dan latihan-latihan K3 kepada para karyawan 7. Mengadakan pelatihan P3K dan pemadaman kebakaran dilingkungan produski dan staf 8. Mengadakan pemeriksaan terhadap lingkungan kerja, baik berupa kebisingan, pencahayaan, getaran , udara ,debu, bau dan kondisi mesin serta alat-alat pendukung lainnya yang mungkin dapat memberi pengaruh buruk terhadap kesehatan para karyawan 9. Mengadakan
koordinasi,
komunikasi
dan
kerjasama
dengan
Departemen Tenaga Kerja dalam hal sistem pelaporan kegiatan K3
pihak
167
•
Hubungan Kerja :
1. Bertanggung jawab kepada penaggung jawab 2. Kerjasama dengan pihak Departemen Tenaga Kerja dalam hal sistem pelaporan kegiatan K3.
► Koordinator Departemen Produksi Merupakan pengawas K3 didepartemen Produksi •
Ringkasan : Merupakan pengawas K3 didepartemen Produksi
•
Tugas :
1. Menerapkan dan mengawasi, mengendalikan dan mengkoordinir pelaksanaan K3 didepatemennya masing-masing 2. Mengusulkan dan mengajukan saran serta pertimbangan kepada ketua P2K3 dalam hal K3 dilingkungan departemennya.
•
Hubungan Kerja :
1. Bertanggung jawab kepada ketua P2K3 2. Bekerja sama dengan anggota P2K3 yang lainnya.
168
4.4.3 Usulan Perbaikan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bersifat Mikro Berdasarkan pengolahan data, faktor manusia dan lingkungan memilki hubungan dalam masalah kecelakaan kerja. Untuk itu hal tersebut perlu diperbaiki, sehingga dapat mengurangi korban kecelakaan kerja yamg disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang baik. ► Berdasarkan analisa kondisi pada perusahaan, faktor-faktor yang kurang didalam lingkungan produksi adalah : 1. Display, kurang terdapat display pada perusahaan dan penempatan display tidak startegis, yaitu diletakan jauh dari pekerjanya. 2. Penempatan dan peletakan yang tidak sesuai / tidak aman 3. Lingkungan kerja yang tidak bersih 4. Pengawasan terhadap keamanan ruang produksi misalnya instalasi listrik, mesinmesin berbahaya dan lain-lain. Dari data diatas
uraian kecelakaan yang ada pada pembahasan sebelumnya,
menunjukkan tidak rutinnya pengawasan ke tempat-tempat kerja. Pengawas yang selalu melakukan pengawasan pada lokasi-lokasi yang dianggap berbahaya melaksanakan tugasnya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sangat penting guna mengurangi kecelakaan kerja. Dimana masing-masing pengawas mempunyai tugas sendiri-sendiri terhadap hal-hal yang perlu untuk diawasi. Berdasarkan faktor-faktor yang dijabarkan diatas, maka dapat dilakukan perbaikan pada lingkungan produksi PT. Trafoindo Prima Perkasa, yaitu: 1. Display
169
■
Peletakkan display yang strategis yaitu tidak terhalang oleh mesin atau peralatan kerja lainnya dan disesuaikan peletakkannya dengan pekerjaan yang dilakukan. Misalnya display “Hindarkan Tangan Anda”, diletakkan berdekatan dengan Steel Bench, mesin Press Condition dan lain-lain.
■
Menambah jumlah display pada lingkungan pabrik, yaitu : •
“Awas! Bahaya Panas, Jangan Dipegang” (Pada Tungku Annealing Oven)
•
Hati-hati! Anda Memasuki ruangan Tegangan Listrik Tinggi” (Pada ruang panel listrik)
•
Kebersihan Adalah Pangkal Kesehatan dan Keselamat Kerja” (Pada setiap tempat yang mudah dilihat)
•
Dan lain-lain
2. Lingkungan Kerja yang tidak bersih dan rapi •
Ada pengawas K3 yang mengawasi petugas kebersihan
•
Membersihan sampah-sampah produksi dan tempat-tempat strategis secara rutin
3. Keadaan yang rusak, misalnya kasar, tajam, licin, berkarat, longgar, bengkok •
Memberikan display atau tanda-tanda peringatan pada tempat-tempat yang dianggap rawan seperi lubang, lantai yang licin dan lain-lain.
•
Mengganti kerusakan pada alat-alat yang rusak, misalnya mata pisau, bor, alat-alat yang berkarat, dan lain-lain.
170
•
Pekerja diwajibkan menggunakan alat-alat pelindung saat bekerja,
4. Penyusunan, penimbunan, penyimpanan, gang, pintu, tata ruang, rancangan, muatan yang berlebihan, penjajaran yang berbahaya •
Memperbaiki tata ruang, penimbunan barang yang dianggap berbahaya
•
Memberikan tempat khsusus untuk penimbunan barang yang berlebihan
► Sedangkan faktor manusia yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan berdasarkan analisa adalah: 1. Kurangnya pelatihan terhadap para pekerja 2. Kurangnya kesadaran dalam menggunakan alat pelindung diri (APD) 3. Posisi tempat kerja yang tidak ergonomis 4. Kelelahan karena kerja 5. Masalah psikologis atau emosional para pekerja Berdasarkan faktor-faktor yang dijabarkan diatas, maka dapat dilakukan perbaikan pada lingkungan produksi PT. Trafoindo Prima Perkasa, yaitu : 1. Perusahaan sebaiknya mengadakan program-program pembinaan dan pelatihan K3 bagi para pekerja, sehingga pengetahuan mereka akan pentingnya K3 semakin bertambah. Dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran akan K3 pekerja akan selalu berhati-hati dan disiplin terhadap kebijakan K3 yang berlaku. Pelatihan-pelatihan yang diperlukan antara lain :
171
•
Pembinaan atau latihan mengenai pekerjaan, sehingga para pekerja dapat lebih manguasai pekerjaannya masing-masing untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
•
Pembinaan atau pelatihan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) kepada para pekerja, agar para pekerja dapat memberikan pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan pada karyawan lain.
•
Pembinaan atau pelatihan dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) agar semua karyawan dapat menggunakan APD dengan baik dan teratur untuk menghindari terjadinya kecelakaan.
2. Dalam melaksanakan pekerjaannya, setiap karyawan perlu ditingkatkan kedisiplinannya dalam menggunakan alat pelindung diri, memperhatikan ramburambu dan peringatan yang ada. Karyawan harus selalu waspada terhadap kemungkinan bahaya yang selalu muncul dan terjadi setiap saat. Disamping itu pengawas hendaknya harus selalu menegur serta menyadarkan para pekerjanya apabila tidak mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja. 3. Merancang tempat kerja yang ergonomis, agar semua karyawan dapat merasa nyaman dan aman dalam berkerja. Seperti tempat kerja, rancangan tata ruang yang baik, serta mengurangi penimbunan yang berlebihan agar tidak terjadi kecelakaan akibat dari semua itu.
172
4. Semua pekerja harus berperan aktif dalam menciptakan suasana kerja yang aman dan sehat. Kesadaran pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja menjadi tugas dari pengawas, tetapi merupakan tugas dari semua karyawan yang ada didalam perusahaan tersebut. 5. Mengadakan suatu hubungan yang harmonis, baik antara karyawan dengan karyawan maupun atasan dengan bawahan, sehingga dapat tercipta suasana kerja yang kondusif dan nayaman baik secara fisik maupun secara psikologis.