45
BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA
4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk menunjang pengolahan data yang dilakukan. Data yang digunakan adalah data jumlah cacat untuk setiap karakteristik kualitas kunci (CTQ) produk SOFAR. Data CTQ tersebut diambil pada bagian pengemasan (Striping) yang memiliki jumlah cacat paling banyak dari keseluruhan proses yang dilakukan. Terdapat 3 jenis cacat yang ada pada proses striping. Dari 3 jenis cacat tersebut tidak semua jenis yang selalu terjadi. Untuk cacat jenis test dan massa frekuensi terjadinya hanya sesekali saja, dan secara kebetulan tidak terjadi pada data produk SOFAR yang menjadi diambil sebagai data penelitian. Data yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
46
Tabel 4.1 Jumlah Cacat pada Produk SOFAR Batch ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Test -
Jenis Defect Tab Massa 105 60 30 104 245 125 200 70 66 72 90 45 60 281 89 60 156 60 241 100 66 63 94 300 40 66 132 110 210 108 150 190 100 -
Sumber : PT. SOHO Industri Pharmasi
Total Produksi 590189 590119 588075 587083 586606 591080 589297 592268 591633 591815 593167 594037 594424 588919 591631 590303 592824 592521 591999 590643 592139 592203 593148 587582 586369 587318 591459 591066 591844 587862 589773 589759 592606
47
4.2 Pengolahan Data Pengolahan data yang dilakukan terdiri dari 5 fase berdasarkan metode DMAIC untuk memperoleh usaha perbaikan yang dapat dilakukan. Dalam fase DMAIC tersebut digunakan beberapa alat statistik yang dapat digunakan untuk mengolah dan menganalisa data yang ada.
4.2.1 Fase Define Fase ini bertujuan untuk mendefinisikan masalah yang ada dengan penjabaran dalam project statement, pembuatan diagram SIPOC dan peta proses dari produk. ¾ Project Statement Definisi dari pernyataan proyek penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Latar Belakang (Bussiness Case) PT. SOHO Industri Pharmasi yang bergerak dibidang farmasi, secara tidak langsung ikut memegang peranan penting dibidang kesehatan masyarakat. Oleh karena itu kualitas produk yang dihasilkan harus dijaga dengan sebaik mungkin untuk menghindari bahaya kesehatan bagi pelanggan yang menggunakan produk yang dihasilkan. Namun dalam kegiatan produksi yang berlangsung masih terdapat sejumlah produk cacat yang dihasilkan. Untuk itu masih perlu dilakukan tindakan perbaikan untuk mengurangi cacat yang dihasilkan.
48
2. Pernyataan Masalah (Problem Statement) Dari keseluruhan proses, cacat yang paling banyak terjadi pada proses pengemasan (Striping). Dimana cacat yang selalu terjadi adalah cacat pada tablet obat yang dihasilkan, sehingga perlu diketahui faktor yang paling dominan menyebabkan cacat tersebut terjadi untuk dapat dilakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. 3. Pernyataan Tujuan (Goal Statement) Tujuan yang ingin dicapai adalah dapat memperbaiki proses yang berlangsung sehingga dapat mengurangi jumlah cacat yang dihasilkan. Selain itu juga meningkatkan kinerja dari proses yang berlangsung agar terkendali dengan baik. Dengan sendirinya jika tujuan tersebut tercapai maka akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. 4. Ruang Lingkup Proyek (Project Scope) Penelitian yang dilakukan difokuskan pada proses Striping yang berfrekuensi cacat paling tinggi, untuk produk SOFAR yang memiliki tingkat produksi tinggi. 5. Milestone Batas waktu dilakukannya penelitian adalah antara Maret 2007 sampai Juni 2007. Dimana pengamatan dilakukan secara berkala dalam rentang waktu tersebut.
49
¾ Pembuatan Diagram SIPOC Diagram SIPOC merupakan salah satu teknik yang paling sering digunakan untuk perbaikan proses. Digunakan untuk menyajikan tampilan dari aliran kerja yang terdiri dari lima elemen yaitu : Supplier, Input, Process, Output dan Customer. Berikut adalah diagram SIPOC dari proses striping yang diamati.
Supplier PT. Avesta (Alufoil)
Input
Proses
Output
Customer
Tablet Produk SOFAR
Striping
Produk SOFAR
PT. Parit Padang (Distributor)
Alufoil
Produk Defect Pengguna Akhir Alufoil Defect
PT. Arts Indonesia (Box & Leafleat)
Box Leafleat
Boxing
Warehouse
Gambar 4.1 Diagram SIPOC
Proses striping adalah salah satu proses pengemasan primer (kontak langsung dengan obat) yang merupakan proses akhir produksi. 5 elemen yang termasuk didalam proses pengemasan adalah : • Supplier : PT Avesta yang menyuplai alufoil untuk produk di PT. SOHO Industri Pharmasi. Alufoil yang disuplai terdiri dari 2 jenis yaitu lapisan alufoil yang tercetak merk dari obat untuk lapisan depan strip, dan lapisan
50
alufoil polos untuk lapisan belakang strip. PT. Arts Indonesia yang menyuplai kemasan box (karton) dan leafleat yang berupa lembaran kertas tentang informasi penggunaan dari produk. • Input : Untuk proses striping, input yang dibutuhkan adalah tablet hasil proses tableting sebelumnya dan alufoil. Sementara untuk proses boxing dibutuhkan hasil strip dari proses striping, box dan leafleat dari produk. • Process : Dalam proses pengemasan terdapat 2 tahap pengemasan yaitu primer (striping) yang dilanjutkan dengan sekunder (boxing). Setelah pengemasan selesai produk jadi tersebut dipindahkan ke gudang warehouse untuk proses distribusi. • Output : Hasil utama yang didapat adalah produk jadi. Selain itu terdapat produk dan alufoil yang cacat selama proses. • Customer : Barang jadi tersebut selanjutnya dikirim ke PT. Parit Padang selaku distributor PT. SOHO, yang kemudian akan didistribusikan sampai ke pengguna akhir. Diagram SIPOC sebelumnya hanya merupakan garis besar dari proses pengemasan dan elemen yang terkait didalamnya sebagai fokus penelitian. Untuk melihat secara keseluruhan dari proses produk SOFAR, berikut ini adalah peta prosesnya.
51
¾ Pembuatan Peta Proses (OPC)
OPERATION PROCESS CHART Nama Produk : SOFAR (per box) Dipetakan oleh : Iemel Faranila Tanggal Dipetakan : 27 Mei 2007
Sekarang
Bahan Baku Campuran Utama
Box
Leafleat
2"
Usulan
O-7
Leafleating
4"
Ms. Pelipat
O-6 I-4
Printing Ms. Cetak
Granulasi
90'
O-1
60'
O-2
5"
O-3 I-1
Ms. Tableting
15"
O-4 I-2
Ms. Coating
Granulator
Dry Mixing Mixer
Tableting
Coating
Alufoil Striping 15" O-5 I-3 Ms. Striping
12"
Kegiatan :
8
Pemeriksaan
5
Penyimpan Total
Jumlah
Operasi
Waktu 150'53"
1
-
52
150'53"
Gambar 4.2 OPC Produk SOFAR
O-8 I-5
Boxing Manual
52
Melalui peta proses dapat diketahui tahapan proses yang dilakukan pada produk secara lebih detail. Untuk membuat produk SOFAR dibutuhkan bahan baku utama produk berupa bahan-bahan kimia sesuai dengan formula yang telah ditentukan. Selain itu dibutuhkan bahan lainnya seperti leafleat yang merupakan keterangan aturan penggunaan obat, dan bahan pengemas yaitu alufoil dan box. Untuk kebutuhan pengemasan, Leafleat yang telah diterima dan diperiksa sebelumnya, melalui proses leafleating yaitu pelipatan menggunakan mesin. Sementara itu box pengemas harus dicetak kode produksi dan tanggal kadaluarsa obat terlebih dahulu. Proses dari pembuatan produk SOFAR sendiri dimulai dengan kegiatan granulasi (pengayakan) semua bahan baku campuran utama yang telah ditimbang sebelumnya sesuai dengan ketentuan formula produk. Proses ini bertujuan untuk menyamakan ukuran partikel bahan baku. Selanjutnya bahan-bahan yang telah digranulasi tersebut dicampur menggunakan mixer sampai semua bahan tersebut menjadi rata. Proses berikutnya adalah tableting yaitu proses pembentukan bahan campuran menjadi bentuk tablet sesuai standar yang ditentukan. Bersamaan dengan proses yang sedang berjalan, dilakukan pemeriksaan berat dari tablet yang telah terbentuk. Jika tablet yang terbentuk sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, selanjutnya tablet tersebut diberikan lapisan pada proses coating. Pemberian lapisan ini dilakukan untuk menjaga agar tablet tidak mudah hancur
53
serta mengurangi rasa pahit dan bau dari obat. Pemeriksaan juga dilakukan pada proses ini untuk menguji waktu larut dari obat. Setelah proses coating, tablet-tablet obat tersebut dipindahkan erea pengemasan. Jika tidak memungkinkan untuk langsung dilakukan dikemas, tablet-tablet tersebut disimpan ketempat penyimpan sementara untuk menunggu proses striping. Proses striping ditujukan untuk memberi lapisan pembungkus (strip) obat dengan menggunakan alufoil. Satu strip obat terdiri dari 10 tablet. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan kondisi strip pembungkus dan tablet obat didalam strip. Kemudian setelah dipastikan dalam kondisi yang baik, strip obat tersebut dikemas dalam kemasan box kecil. Setiap box berisi 10 strip serta 1 lembar leafleat, dan pemeriksaan dilakukan untuk memastikan apabila terjadi kelebihan atau kekurangan setiap boxnya. Box-box kecil tersebut lalu dikemas kedalam kardus. Barang jadi tersebut kemudian dipindahkan ke warehouse sebagai tempat penyimpan sementara, sebelum dikirim ke distributor.
4.2.2 Fase Measure Dalam fase ini dilakukan pengukuran terhadap kinerja yang berlangsung saat ini. Hal pertama yang dilakukan adalah penentuan karakteristik kualitas kunci (CTQ). Lalu pengukuran dilakukan melalui pembuatan peta kendali, perhitungan (Defect Per Million Opportunities) DPMO dan Level Sigma yang telah dicapai dari proses yang berlangsung sampai saat ini.
54
¾ Identifikasi Karakteristik Kualitas Kunci (CTQ) Pada proses striping terdapat 3 jenis cacat yang berkaitan langsung dengan tablet obat. Tidak semua jenis cacat itu selalu terjadi selama proses berlangsung. Ketiga jenis cacat tersebut merupakan karakteritik kualitas kunci (CTQ), yaitu : • Test : merupakan cacat pada produk jika terdapat kekurangan jumlah tablet per strip obat (terdapat kekosongan pada area-area yang seharusnya terisi tablet obat). • Tab : jika terjadi kerusakan pada tablet obat, seperti patah, hancur. • Massa : jika terdapat ketidaksesuaian berat dari tablet-tablet obat yang telah distriping.
¾ Pembuatan Peta kendali Pembuatan peta kendali dijutukan untuk mengetahui apakah proses yang berlangsung berada dalam kendali staistik atau tidak. Hal ini dapat diketahui dengan melihat ada tidaknya data yang berada diluar batas kendali atau tidak. Berikut merupakan rumus dan hasil yang diperoleh.
σ=
p(1 − p) ; p= n
Peta Kendali p :
UCL = p + 3σ CL = p LCL = p − 3σ
∑D ∑n
i
i
=
3888 = 0.0001995 19491761
55
Tabel 4.2 Perhitungan Peta Kendali p Batch ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Total
Total Defect 105 60 30 104 245 125 200 70 66 72 90 45 60 281 89 60 156 60 241 100 66 63 94 300 40 66 132 110 210 108 150 190 100 3888
Total Produksi 590189 590119 588075 587083 586606 591080 589297 592268 591633 591815 593167 594037 594424 588919 591631 590303 592824 592521 591999 590643 592139 592203 593148 587582 586369 587318 591459 591066 591844 587862 589773 589759 592606 19491761
Standar Deviasi 0.00001838 0.00001838 0.00001842 0.00001843 0.00001844 0.00001837 0.00001840 0.00001835 0.00001836 0.00001836 0.00001834 0.00001832 0.00001832 0.00001840 0.00001836 0.00001838 0.00001834 0.00001835 0.00001836 0.00001838 0.00001835 0.00001835 0.00001834 0.00001842 0.00001844 0.00001843 0.00001836 0.00001837 0.00001836 0.00001842 0.00001839 0.00001839 0.00001835
Proporsi Defect (p) 0.0001779 0.0001017 0.0000510 0.0001771 0.0004177 0.0002115 0.0003394 0.0001182 0.0001116 0.0001217 0.0001517 0.0000758 0.0001009 0.0004771 0.0001504 0.0001016 0.0002631 0.0001013 0.0004071 0.0001693 0.0001115 0.0001064 0.0001585 0.0005106 0.0000682 0.0001124 0.0002232 0.0001861 0.0003548 0.0001837 0.0002543 0.0003222 0.0001687
LSL
USL
0.0001443 0.0001443 0.0001442 0.0001442 0.0001442 0.0001444 0.0001443 0.0001444 0.0001444 0.0001444 0.0001445 0.0001445 0.0001445 0.0001443 0.0001444 0.0001444 0.0001445 0.0001445 0.0001444 0.0001444 0.0001444 0.0001444 0.0001445 0.0001442 0.0001442 0.0001442 0.0001444 0.0001444 0.0001444 0.0001442 0.0001443 0.0001443 0.0001445
0.0002547 0.0002547 0.0002548 0.0002548 0.0002548 0.0002546 0.0002547 0.0002546 0.0002546 0.0002546 0.0002545 0.0002545 0.0002545 0.0002547 0.0002546 0.0002546 0.0002545 0.0002545 0.0002546 0.0002546 0.0002546 0.0002546 0.0002545 0.0002548 0.0002548 0.0002548 0.0002546 0.0002546 0.0002546 0.0002548 0.0002547 0.0002547 0.0002545
56
Contoh Perhitungan batch ke-1 :
σ=
0.0001995(1 − 0.0001995) = 0.00001838 590189
UCL = 0.0001995 + 3 × 0.00001838 = 0.0002547 CL = 0.0001995 LCL = 0.0001995 − 3 × 0.00001838 = 0.0001443
P Chart of Defect 1
0.0005
1 1
1
0.0004
1
Proportion
1
1
0.0003
1
UCL=0.0002545 _ P=0.0001995
0.0002
LCL=0.0001444 0.0001
1 1 1
1
1
1
1
1 1
1
1
1 1
0.0000 1
4
7
10
13
16 19 Sample
22
25
28
31
Tests performed with unequal sample sizes
Gambar 4.3 Peta Kendali P
Hasil peta kendali menunjukan bahwa data yang ada tidak dalam kendali statistik yang baik. Hal tersebut terlihat dari hanya ada 12 data saja yang berada dalam batas kendali, sementara 21 data yang lain berada diluar batas kendali. Variasi data terbilang tinggi, terlihat dari grafik yang sangat berfluktuatif.
57
¾ Perhitungan DPMO & Level Sigma
DPMO merupakan ukuran peluang kegagalan (defect) yang diidentifikasi dengan berapa banyaknya defect yang akan muncul dalam satu juta kesempatan. Selanjutnya dengan perhitungan DPMO dapat dilakukan perhitungan dari nilai sigma yang telah dicapai saat ini. Berikut kangkah perhitungannya. D (Jumlah keseluruhan produk cacat) = 3888 tablet U (Total produk yang diproduksi) = 19491761 tablet OP (Karakteristik Kualitas Kunci / CTQ) = 3 TOP (Total Opportunities) = U × OP = 19491761 × 3 = 58475283 DOP (Defect per Opportunities) =
D 3888 = = 0.00006649 TOP 58475283
DPMO (Defect Per Million Opportunities) = DOP × 10 6 = 66.49 DPU (Defect Per Unit) =
D 3888 = = 0.0001995 U 19491761
Y (Yield) = (1 – DPU) × 100% = 99.98% Level Sigma (Hasil interpolasi dari Yield) = 5.05
4.2.3 Fase Analyze
Dalam fase ini dilakukan penjabaran dari faktor-faktor penyebab timbulnya cacat yang dilakukan dengan pembuatan diagram sebab akibat (fishbone). Dikarenakan hanya cacat jenis tab saja yang terjadi pada produk yang diteliti, maka
58
analisa dilakukan untuk jenis cacat tab saja. Berikut hasil pembuatan diagram yang dilakukan.
Material Penyimpanan WIP Rapuh Cetakan kurang Bagus
Tidak mengikuti prosedur
Metode
Manusia Salah Setting Kurang Teliti
Kurang Pengalaman Lelah
Kurang Pengawasan Macet Kesalahan dlm mesin Terjepit Setting tdk sesuai Suhu tdk Optimal
Defect Tab Produk SOFAR Rusak Kotor Kurang Perawatan Ketajaman Gunting tidak sesuai
Mesin
Gambar 4.4 Diagram Sebab Akibat Defect Tab Jika ditinjau dari faktor manusia kemungkinan cacat jenis tab diakibatkan kurang pengalamannya operator yang mengopersikan mesin tersebut, yang bisa disebabkan operator tersebut merupakan operator baru atau operator tersebut belum terbiasa dengan mesin yang digunakan, karena faktor dilakukannya perputaran tugas secara berkala. Penyebab lainnya adalah kelelahan yang dialami sehingga dapat menyebabkan berkurangnya konsentrasi, kurangnya pengawasan yang diberikan baik
59
oleh operator maupun petugas lain yang bertugas membantu serta kurangnya ketelitian dari operator sehingga terjadi kesalahan dalam menyeting mesin yang digunakan. Mesin yang digunakan juga ikut mempengaruhi timbulnya defect. Yang paling dominan adalah setting mesin yang tidak sesuai sehingga dapat merusak tablet yang diproses. Faktor dominan lainnya adalah kesalahan tidak terduga yang terjadi dalam mesin, yaitu jika tablet yang ada terjepit sehingga selain tablet tersebut akan rusak, proses yang berlangsung juga menjadi terhambat dan menambah kerusakan pada tablet yang lain. Kemungkinan lainnya adalah jika mesin yang digunakan rusak atau kurang perawatan sehingga menjadi kotor yang dapat menyebabkan kemacetan mesin, dan jika gunting yang terdapat pada mesin kurang tajam. Kondisi material (tablet) yang telah diproses sebelumnya juga berpengaruh. Jika tablet itu rapuh dan cetakan dari tablet yang kurang baik juga dapat mengakibat kerusakan. Dikarenakan penggunaan sistem job shop pada lantai produksinya, Work in Process yang ada tidak jarang harus disimpan sementara waktu untuk menunggu
proses selanjutnya. Penyimpanan tersebut merupakan faktor penyebab yang cukup dominan rusaknya tablet akibat banyaknya penumpukan yang terjadi. Faktor metode mempengaruhi jika dalam metode yang digunakan saat pengoperasian mesin dan kegiatan lainnya tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya.
60
4.2.4 Fase Improve
Dalam fase ini ditentukan modus kegagalan potensial dengan FMEA. Sebelumnya perlu diketahui yang paling memegang peranan dalam proses yang bersangkutan untuk menentukan modus kegagalan tersebut, sehingga dilakukan perhitungan AHP untuk menentukannya. Setelah hasil dari FMEA diperoleh maka dicari tindakan perbaikan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki proses yang ada. ¾ Perhitungan dengan AHP (Analytical Hierarchy Process)
AHP digunakan untuk mengetahui peringkat pemegang peranan dalam proses striping yang dilakukan. Saat proses striping berlangsung pemegang peranan terhadap penentuan produk cacat yang dihasilkan adalah operator, petugas pembantu dan controller. Peringkat dihitung berdasarkan 4 faktor tinjauan seperti yang terdapat pada diagram sebab akibat yang telah dibuat sebelumnya, yaitu manusia, mesin, material dan metode. Berikut merupakan matriks perbandingan antar semua faktor yang bersangkutan.
Tabel 4.3 Matriks Kriteria Manusia Mesin Material Metode
Manusia 1 2 1/2 1/4
Mesin 1/2 1 1/4 1/8
Material 2 4 1 1/2
Metode 4 8 2 1
61
Tabel 4.4 Matriks Kriteria Manusia Operator Operator Petugas Pembantu Controller
1 1/3 1/9
Petugas Pembantu 3 1 1/3
Controller
9 3 1
Tabel 4.5 Matriks Kriteria Mesin Operator Operator Petugas Pembantu Controller
1 1/2 1/6
Petugas Pembantu 2 1 1/3
Controller
6 3 1
Tabel 4.6 Matriks Kriteria Material Operator Operator Petugas Pembantu Controller
1 2 1
Petugas Pembantu 1/2 1 ½
Controller
1 2 1
Tabel 4.7 Matriks Kriteria Metode Operator Operator Petugas Pembantu Controller
1 1/2 1/4
Petugas Pembantu 2 1 1/2
Controller
4 2 1
Selanjutnya pembobotan peringkat yang telah dilakukan, digunakan untuk perhitungan yang akan menghasilkan peringkat nilai akhir dari setiap faktor yang bersangkutan. Perhitungan dilakukan menggunakan software Expert Choice 2000. Berikut merupakan diagram hasil perhitungan yang diperoleh.
62
Gambar 4.5 Diagram Hasil Perhitungan AHP menggunakan Expert Choice
Hasil perhitungan AHP menunjukan bahwa yang paling memegang peranan dalam proses striping adalah operator. Disamping itu faktor mesin adalah faktor yang paling mempengaruhi dibanding faktor lainnya.
63
¾ Pembuatan FMEA
Penggunaan metode FMEA digunakan untuk mengetahui peringkat prioritas dari faktor penyebab terjadinya cacat (modus kegagalan potensial). Berikut hasil yang didapat.
Tabel 4.8 FMEA Cacat Jenis Tab Modus Kegagalan Potensial
Efek Potensial Modus Kegagalan
Operator kurang pengalaman (teliti)
Hasil striping tidak sesuai ketentuan
Setting suhu tidak sesuai
- Tablet Rusak - Strip Bocor
Kesalahan tidak terduga dalam mesin
- Tablet Rusak - Proses striping terhambat
Material Buruk
Tablet mudah patah (rapuh)
Penyimpanan Work in Process
Tablet rusak
RPN
Sebab Potensial Modus Kegagalan
Pengendalian
48
Operator tidak terbiasa dengan mesin yang digunakan (Job Rotation)
Traning
112
Perubahan suhu melebihi batas ketentuan
Cari setting yang optimal
100
Tablet terjepit dalam mesin
Pengawasan saat proses berlangsung
30
Tablet tidak sesuai standar
Pengawasan yang lebih ketat
125
Menunggu proses selanjutnya
Minimasi penyimpanan & banyaknya tumpukan WIP
Nilai O
4
4
4
3
5
S
4
7
5
5
5
D
3
4
5
2
5
64
Prioritas modus kegagalan potensial dapat dilihat dari nilai RPN (Risk Priority Number) yang diperoleh dari hasil pengalian bobot terhadap nilai O
(Occurrence), D (Detection),
dan S (Severity) dari masing-masing modus
kegagalan potensial yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi dengan manajer produksi yang bersangkutan. Berikut ini diagram pareto yang menunjukan nilai RPN yang telah diperoleh.
Gambar 4.6 Pareto Nilai RPN Modus Kegagalan Potensial
Berdasarkan hasil diskusi terdapat 5 faktor penyebab dominan yang memungkinkan terjadinya defect seperti yang terlihat pada tabel FMEA. Hasil perhitungan menunjukan nilai RPN paling tinggi ada pada modus kegagalan
65
penyimpanan WIP saat menunggu proses selanjutnya yang mengakibatkan banyaknya penumpukan tablet yang dilakukan pada tempat penyimpanan sementara. Nilai RPN tertinggi kedua dimiliki modus kegagalan setting suhu yang diakibatkan perubahan suhu pada saat mesin beroperasi melebihi batas setting awal yang dilakukan (95±15°C), sehingga menyebabkan kerusakan pada tablet dan juga kebocoran pada strip (alufoil) kemasan. Modus kegagalan kesalahan tak terduga pada mesin memilki nilai RPN tertinggi ketiga. Kesalahan yang dimaksud apabila dalam pipa jalur lewatnya tablet, terdapat tablet yang terjepit yang dapat diakibatkan desakan dari banyaknya tablet yang diproses. Hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada tablet dan terhambatnya proses striping yang berlangsung. Peringkat prioritas selanjutnya adalah modus kegagalan dari operator yang bertugas dan terakhir adalah buruknya material (tablet) dari proses tableting sebelumnya. Berdasarkan peringkat prioritas tersebut dapat dilakukan bebarapa tindakan perbaikan yang diperlukan.
¾ Penggunaan Metode Fuzzy
Metode Fuzzy (Logika Fuzzy) merupakan suatu cara untuk memetakan suatu ruangan input ke dalam suatu ruang output, dimana dalam penelitian ini inputnya berupa suhu yang mempengaruhi jumlah defect produk sebagai outputnya. Dikarenakan hasil FMEA sebelumnya menunjukan bahwa setting suhu merupakan modus kegagalan prioritas kedua, maka digunakan metode fuzzy sebagai solusinya.
66
Pada mesin striping, setting suhu hanya dilakukan pada pengatur suhu saat awal mesin diaktifkan. Pengatur suhu tersebut mengatur suhu dengan kelipatan 5. Terdapat 2 pengatur suhu, sehingga setting suhu dilakukan pada kedua pengatur sebagai pemanas kedua lapisan alufoil yang terpisah (masing-masing lapisan memiliki pemanas). Pemanasan ini bertujuan untuk merekatkan kedua lapisan alufoil. Setelah mesin diaktifkan, mesin dibiarkan menyala untuk beberapa saat tanpa melakukan kegiatan apapun sebagai tindakan pemanasan. Dalam pemanasan mesin tersebut terjadi perubahan (kenaikan) suhu secara otomatis dari setting awal yang dilakukan. Pemanasan ini dilakukan sampai perubahan suhu tersebut stabil. Setelah stabil mesin mulai beroperasi untuk kegiatan striping. Selama mesin beroperasi akan terjadi perubahan suhu lagi dari suhu stabil proses pemanasan (kebanyakan berupa kenaikan suhu). Kenaikan suhu pada saat mesin beroperasi tersebutlah yang mempengaruhi defect pada tablet obat ataupun kebocoran pada alufoil yang digunakan. Untuk itu kenaikan suhu pada saat mesin beroperasilah yang perlu diperhatikan untuk mengurangi defect. Sehingga dalam perhitungan metode fuzzy berikut digunakan data setting suhu dari mesin striping saat beroperasi, untuk mencari setting suhu yang paling baik agar defect yang dihasilkan semimimum mungkin. Data setting suhu mesin striping dapat dilihat pada bagian lampiran, dengan batas toleransi setting awal suhu yang digunakan perusahaan adalah 95±15°C (80 - 110°C).
67
Berdasarkan data yang ada, setting suhu saat mesin beroperasi berada dalam range 105-125°C, dimana dalam pembentukan aturan fuzzy yang digunakan dibedakan menjadi 2 kondisi yaitu normal dan tinggi. Sementara data jumlah defect yang ada maksimum berjumlah 300 tablet, yang merupakan defect total dari keseluruhan penyebab cacat. Dikarenakan tidak adanya pembedaan defect berdasarkan penyebabnya, maka diamsusikan total defect tersebut akibat setting suhu. Kemudian jumlah defect tersebut dibedakan dalam 3 kondisi yaitu sedikit, sedang dan banyak. Berikut merupakan penggunaan metode fuzzy yang dilakukan. Aturan Fuzzy yang digunakan : 1. IF Suhu1 Normal AND Suhu2 Normal, THEN Defect Sedikit 2. IF (Suhu1 Normal AND Suhu2 Tinggi) OR (Suhu1 Tinggi AND Suhu2 Normal), THEN Defect Sedang 3. IF Suhu1 Tinggi AND Suhu2 Tinggi, THEN Defect Banyak Himpunan Fuzzy : Variabel Suhu
Gambar 4.7 Fungsi Keanggotaan Variabel Suhu
68
Fungsi Keanggotaan:
⎧120 − T ; 105 ≤ T ≤ 120 ⎪ μ Suhu Normal [T1 & T2 ] = ⎨ 15 ⎪⎩0 ; T ≥ 120
T ≤ 110 ⎧0 ; ⎪ μ Suhu Tinggi [T1 & T2 ] = ⎨ T - 110 ⎪⎩ 15 ; 110 ≤ T ≤ 125
Variabel Defect
Gambar 4.8 Fungsi Keanggotaan Variabel Defect
Fungsi Keanggotaan : D ≤ 50 ⎧1; ⎪125 − D ⎪ μ Defect Sedikit [D] = ⎨ ; 50 ≤ D ≤ 125 100 ⎪ D ≥ 125 ⎪⎩0 ;
69
⎧ ⎪0 ; D ≤ 75 atau D ≥ 225 ⎪ ⎪150 - D μ Defect Sedang [D] = ⎨ ; 75 ≤ D ≤ 150 ⎪ 75 ⎪ D - 150 ⎪⎩ 75 ; 150 ≤ D ≤ 225 D ≤ 175 ⎧0 ; ⎪ D - 175 ⎪ μ Defect Banyak [D] = ⎨ ; 175 ≤ D ≤ 250 ⎪ 75 D ≥ 250 ⎪⎩1;
Berdasarkan aturan dan himpunan yang terbentuk selajutnya dilakukan perhitungan untuk setiap kemungkinan kombinasi suhu dari kedua pengatur suhu. Berikut contoh perhitungan dan hasil yang diperoleh. Kombinasi suhu 105 & 110 • Nilai Keanggotaan Suhu : 120 − 105 15 = =1 15 15 μ Suhu Tinggi [105] = 0
μ Suhu Normal [105] =
120 − 110 10 2 = = 15 15 3 μ Suhu Tinggi [110] = 0 μ Suhu Normal [110] =
70
• Nilai Defect setiap aturan Aturan 1 : IF Suhu1 Normal AND Suhu2 Normal, THEN Defect Sedikit
α − predikat1 = μ Suhu Normal [105] ∩ μ Suhu Normal [110]
(
)
= min μ Suhu Normal [105], μ Suhu Normal [110] ⎛ 2⎞ 2 = min⎜1, ⎟ = ⎝ 3⎠ 3
125 − D 75 2 125 − D = 3 75 D1 = 75
μ Defect Sedikit [D]=
Aturan 2 : IF (Suhu1 Normal AND Suhu2 Tinggi) OR (Suhu1 Tinggi AND Suhu2 Normal), THEN Defect Sedang
α − predikat 2 = μ Suhu Normal [105] ∩ μ Suhu Tinggi [110]
(
)
= min μ Suhu Normal [105], μ Suhu Tinggi [110] = min (1, 0) = 0
μ Defect Sedang [D] = 0 → D 2 ≤ 75 atau D ≥ 225 Aturan 3 : IF Suhu1 Tinggi AND Suhu2 Tinggi, THEN Defect Banyak
α − predikat 3 = μ Suhu Tinggi [105] ∩ μ Suhu Tinggi [110]
(
)
= min μ Suhu Tinggi [105], μ Suhu Tinggi [110] = min (0 , 0 ) = 0
μ Defect Tinggi [D] = 0 → D 3 ≤ 175
71
• Nilai Defect (D) D=
αpred1 × D1 + αpred 2 × D 2 + αpred 3 × D 3 αpred1 + αpred 2 + αpred 3
2 75 × + 0 × D 2 + 0 × D 3 3 D= = 75 2 +0+0 3
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Kombinasi Suhu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kombinasi Suhu Pengatur 1 105 105 105 105 105 110 110 110 110 115 115 115 120 120 125
Pengatur 2 105 110 115 120 125 110 115 120 125 115 120 125 120 125 125
Jumlah Defect Maksimum 50 75 125 150 150 75 125 150 150 150 175 175 225 225 300
Hasil perhitungan menunjukan untuk mendapatkan hasil defect yang seminimum mungkin akibat faktor setting suhu adalah dengan menggunakan kombinasi suhu saat mesin beroperasi yang masih berada dalam batas ketentuan
72
setting awal yang digunakan (80-110°C). Untuk itu operator perlu memperkirakan
kemungkinan perubahan suhu yang umumya terjadi, sehingga setting awal dari mesin dapat disesuaikan untuk menjaga agar kenaikan suhu yang dialami mesin saat beroperasi tidak melebihi batas setting awal. Dikarenakan tidak adanya pembedaan fungsi keanggotaan antar pengatur suhu, maka jika terjadi kebalikan kombinasi suhu antar pengatur suhu, hasil yang didapat akan tetap sama.
¾ Usulan Perbaikan
Untuk lebih meningkatkan kinerja dari proses dan menjaga agar proses tetap berada dalam kendali, perlu dilakukan beberapa tindakan perbaikan. Berdasarkan hasil FMEA yang didapat, secara garis besar tindakan perbaikan yang diperlukan adalah : 1. Meminimasi penyimpanan WIP yang ada sehingga dapat mengurangi penumpukan yang dapat mengakibatkan kerusakan pada WIP (tablet). Dengan melakukan kegiatan penjadwalan proses sebaik mungkin yang dapat meminimasi penyimpanan WIP. 2. Mencari setting suhu yang terbaik untuk mengurangi rusaknya tablet akibat pemanasan yang dilakukan. Untuk itu digunakan metode Fuzzy untuk mendapatkan hasil yang terbaik. 3. Melakukan pengawasan yang lebih baik saat proses berlangsung, sehingga penuangan tablet dilakukan secara berkala dengan jumlah yang disesuaikan
73
dengan kondisi mesin, untuk menghindari desakan berlebihan yang dapat mengakibatkan terjepitnya tablet dalam mesin. 4. Dilakukan traning untuk semua operator terutama bagi operator yang belum memiliki cukup pengalaman. Sebaiknya traning dilakukan secara berkala untuk lebih meningkatkan kinerja dari operator. 5. Dilakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian dengan lebih baik.
Perbaikan tersebut dilakukan pada semua faktor yang dapat memungkinkan timbulnya defect seperti yang terlihat pada diagram sebab akibat yang telah dibuat. Usulan secara lebih detail yang dapat dilakukan adalah : • Faktor Manusia : 1. Memberikan traning untuk meningkatkan ketrampilan pekerja, terutama yang belum berpengalaman secara berkala dan kontinu. 2. Lakukan penjadwalan proses dengan seoptimal mungkin untuk meminimasi penyimpanan dan penumpukan work in process yang berlebihan. 3. Operator dapat mengetahui dengan baik kondisi mesin dengan baik, sehingga dapat melakukan setting awal mesin dengan baik untuk mengantisipasi perubahan suhu yang melebihi batas ketentuan dari setting awal mesin (80-110°C) saat mesin beroperasi.
74
4. Melakukan koordinasi yang baik antar semua pihak yang terlibat secara langsung dalam proses, sehigga dapat bekerjasama dengan baik dan saling mengingatkan satu sama lain sehingga tidak terjadi kelengahan. 5. Memperketat kegiatan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan, dan melakukan pengawasan secara berkala oleh kepala bagian sehingga jika terjadi permasalahan dapat segera ditanggulangi. 6. Mengadakan briefing sebelum kegiatan berjalan dan review diakhir kegiatan untuk pemantauan secara berkelanjutan dan terus menerus. 7. Mendokumentasikan setiap kegiatan dengan lebih baik, terutama jika terdapat produk cacat dilakukan pemisahan secara lebih detail dan diberi penjelasan penyebabnya, sehingga dapat diketahui secara pasti faktor penyebab utama untuk penangan selanjutnya. 8. Pekerja yang lebih berpengalaman memberikan masukan dan bimbingan kepada pekerja yang belum memiliki cukup pengalam. 9. Dilakukan pengaturan kerja dengan baik, jangan sampai pekerja bertugas non-stop atau kurang mendapatkan waktu istirahat yang cukup untuk
menghindari kelelahan yang dapat menurunkan kinerja. • Faktor Mesin 1. Dilakukan pemeriksaan mesin sebelum dan sesudah proses untuk memastikan mesin dalam keadaan baik.
75
2. Secara rutin dilakukan kegiatan mantainance, dan jangan sampai ada penundaan untuk memenuhi target sehingga dapat menjaga peforma mesin selalu dalam keadaan baik. 3. Dilakukan pemanasan sebelum mesin digunakan. 4. Segera dilakukan penggantian komponen mesin yang tidak dalam kondisi baik. 5. Penuangan tablet kedalam mesin sebaiknya dilakukan secara berkala dan pastikan dalam jumlah yang sesuai agar tidak terjadi kemacetan dalam mesin akibat terlalu banyaknya tablet didalam mesin. 6. Selalu disediakan peralatan yang dibutuhkan untuk menangani jika terjadi permasalahan secara tiba-tiba. • Faktor Material 1. Pastikan material dalam kondisi yang baik dan telah melewati pengujian sebelum material tersebut diproses. 2. Sebisa mungkin hindari penyimpaan work in process, karena semakin banyak dan lama penyimpanan yang dilakukan dapat merusak WIP itu sendiri. 3. Jika terjadi penyimpanan work in process, atur peletakan dengan baik agar tidak terjadi penyusunan yang berlebihan yang dapat merusak.
76
• Faktor Metode 1. Melakukan perbaikan dan penambahan SOP (Standart Operating Procedure) yang dianggap perlu.
2. Menempatkan SOP disetiap lokasi yang dianggap perlu dan mudah dibaca sebagai acuan kegiatan yang dilakukan. 3. Melakukan sosialisasi dan penjelasan SOP sehingga dapat dimengerti dan dijalankan dengan baik.
4.2.5 Fase Control
Fase ini bertujuan untuk mengedalikan tindakan perbaikan yang dilakukan, dimana fese ini merupakan awal dari perbaikan yang terus-menerus. Dengan dilakukan simulasi perhitungan untuk peningkatan kinerja proses dapat menjadi gambaran seberapa besar hasil yang dapat diperoleh. Selanjutnya dilakukan dokumentasi dan sosialisasi usaha perbaikan yang dilakukan. ¾ Simulasi Perhitungan Peningkatan Kinerja Proses
Simulasi perhitungan ini dilakukan untuk menunjukan peningkatan kinerja proses yang berlangsung yang dapat dilihat dari nilai DPMO dan Level Sigma yang dicapai. Perhitungan dilakukan dengan mensimulasikan pengurangan jumlah defect yang dapat meningkatkan kinerja proses. Jika jumlah defect semakin
berkurang, maka nilai DPMO yang diperoleh akan semakin kecil sehingga Level
77
Sigma yang dicapai akan semakin besar. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.10 Hasil Simulasi Pengurangan Jumlah Defect Pengurangan Defect 10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Total Defect
3888
3499
3110
2722
2333
1944
1555
1166
778
389
DPMO
66.49
59.84
53.19
46.54
39.89
33.24
26.60
19.95
13.30
6.65
Level Sigma
5.05
5.125
5.175
5.225
5.275
5.325
5.375
5.425
5.475
5.638
¾ Dokumentasi dan Sosialisasi
Kegiatan dokumentasi bertujuan membuat suatu rangkuman dari proyek DMAIC yang dilakukan. Kegiatan ini dapat mempermudah sosialisasi keseluruh bagian perusahaan untuk mendukung perbaikan secara teru-menerus. Kegiatankegiatan yang dapat dilakukan diantaranya : •
Merevisi prosedur lama yang telah disesuaikan dengan perbaikan yang telah dicapai.
•
Membuat dokumentasi aktivitas dan hasil yang diperoleh secara sederhana, jelas, mudah dimengerti dan digunakan. Pastikan dokumen tersebut tetap upto-date.
•
Membuat laporan pengukuran yang dapat memberikan informasi dengan cepat dan sederhana, misalnya dengan pembuatan grafik.
78
•
Menetapkan standar kualitas yang lebih baik.
•
Sosialisasi secara menyeluruh tentang perbaikan-perbaikan yang telah dicapai.
4.3 Analisa Data
Berdasarkan hasil pengolahan data jumlah defect pada proses striping dalam kegiatan produksi PT. SOHO Industri Pharmasi, dapat disimpulkan bahwa proses striping memiliki kinerja yang cukup baik. Dapat dilihat dari nilai sigma yang didapat
yaitu 5.05 dimana nilai tersebut telah mendekati nilai maksimumnya yaitu 6 sigma. Tetapi melalui pembuatan peta kendali hanya terdapat 12 data saja yang berada dalam batas kendali (hanya 36%), dikarenakan variasi data jumlah defect yang sangat signifikan satu dengan yang lainnya. Sehingga walaupun sudah memiliki kinerja yang terbilang baik, proses ini masih memerlukan perbaikan dengan mengurangi variasi jumlah defect yang dihasilkan, agar lebih seragam dalam jumlah yang kecil. Jika hal tersebut dapat dilakukan, maka akan meningkatkan kinerja proses itu dan juga lebih terkendali. Defect yang paling dominan dan selalu terjadi pada proses striping adalah defect tab (kerusakan tablet). Melalui pembuatan FMEA dapat diketahui terdapat 3
modus kegagalan dominan yang mempengaruhi terjadinya kerusakan tablet yang diproses, yaitu penyimpanan WIP, setting suhu dan kesalahan yang terjadi dalam mesin. Untuk itu tindakan perbaikan perlu dilakukan terutama untuk mengatasi 3 permasalahan tersebut.
79
Minimasi penyimpanan WIP dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan penjadwalan proses yang optimum sehingga WIP yang dihasilkan dapat langsung diproses. Sedangkan untuk mendapatkan setting suhu yang optimum digunakan metode Fuzzy. Hasil yang diperoleh menunjukan setting suhu yang optimum saat mesin berjalan adalah pada suhu yang berada pada ketentuan setting awal mesin, yaitu 80-110°C. Dikarenakan adanya perubahan suhu pada mesin saat beroperasi, maka setting awal dari mesin harus disesuaikan dengan perubahan suhu yang terjadi untuk menjaga suhu pada mesin saat beroperasi agar tidak melebihi batas ketentuan setting awal mesin.
Faktor kesalahan dalam mesin terjadi apabila dalam pipa jalur lewatnya tablet, terdapat tablet yang terjepit yang dapat diakibatkan desakan dari banyaknya tablet yang diproses. Hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada tablet dan terhambatnya proses striping yang berlangsung. Untuk itu perlu dilakukan pengawasan yang lebih baik saat proses berlangsung. Dimana penuangan tablet dilakukan secara berkala dengan memperhatikan jumlah tablet yang berada dalam mesin, untuk menghindari desakan berlebihan yang dapat mengakibatkan terjepitnya tablet dalam mesin. Berdasarkan hasil simulasi perhitungan pengurangan jumlah defect terlihat bahwa jika jumlah defect semakin berkurang, maka nilai DPMO yang diperoleh akan semakin kecil sehingga Level Sigma yang dicapai akan semakin besar. Hal tersebut menunjukan adanya peningkatan kinerja proses dengan berkurangnya jumlah defect yang dihasilkan.