DIPLOMASI Tabloid
Media Komunikasi dan Interaksi
No. 5, Tahun I, Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
Customer Service: (021) 686 63162 Email:
[email protected]
http://www.diplomasionline.net
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
Aidan White Sekertaris Jenderal Federasi Jurnalis Internasional
Tantangantantangan Etika untuk Lanskap Media yang Berubah Carl Bildt Menteri Luar Negeri Swedia
Menapak Langkah Nyata Hubungan Kerjasama RI-Swedia
Catherine Wilson:
ISSN 1978-9173
www.diplomasionline.net
9
771978 917386
Bangga Dengan Batik
DIPLOMASI
No. 5, Tahun I
Media Komunikasi dan Interaksi
DIPLOMASI
Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
Media Komunikasi dan Interaksi Daftar Isi 04
Fokus Dialog, Kebebasan Berekspresidan Kepekaan Budaya
06
Fokus Global Inter-Media Dialogue Mendorong Kebebasan Berekspresi
09
Fokus Tantangan-tantangan Etika untuk Lanskap Media yang Berubah
10
Fokus Diplomasi Mendorong Dialog Antar-Media
11
15
Fokus Media Dapat Membantu Peran Diplomasi
14
Fokus Perlu Menekankan Kode Etik Jurnalisme
14
Hubungan Kerjasama RI-Swedia
13
Sorotan Lembaga Think Thank dan Akademisi Dilibatkan Dalam Pengkajian Kebijakan
Politik Luar Negeri Indonesia Erat Kaitannya Dengan Kesejahteraan dan Harga Diri Bangsa
Batik : Heritage of Indonesia – World Tour 2008
No. No.5,4,Tahun TahunI I
Teras Diplomasi
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Mei - 14 - 14 Mei Juni 2008 2008
Mengurangi Gap Pemahaman Media
P
emerintah Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Norwegia dengan dukungan dari Pemerintah Selandia Baru, telah menyelenggarakan Global Inter-Media Dialog ke-3 di Bali. Indonesia dan Norwegia samasama memandang bahwa dialog global inter media ini sangat penting, mengingat sekarang ini media-media di seluruh dunia tengah menghadapi berbagai tantangan, baik itu dalam segi kontroversi pemberitaan maupun gap mengenai pemahaman kebebasan pers. Sebagian kalangan media memandang kegiatan publikasi sebagai sebuah kebebasan berekspresi. Dan sebagian kalangan media lainnya menyatakan bahwa kebebasan ekspresi itu tidak mutlak, sehingga tidak bisa digunakan sebagai alasan untuk mengabaikan etika kepatutan dan HAM. Untuk itu diperlukan
adanya batasan yang tegas, bahwa kebebasan berekspresi itu bukan berarti kebebasan tanpa batas untuk menyuarakan atau menuliskan apa saja tanpa menggunakan kode etik. Kebebasan tersebut tidak bersifat absolut karena dibatasi oleh kebebasan orang lain. Semua pihak harus memiliki faham yang sama tentang kebebasan berekspresi, ini yang harus kita garis bawahi. Kebebasan berekspresi merupakan hak azasi manusia, penghilangan hak tersebut merupakan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dimana dalam konteks ini, kebebasan berekspresi merupakan tuntutan politik, ekonomi dan sosial. Media memiliki kekuatan untuk memfokuskan perhatian public terhadap isu-isu penting, memberikan pembelajaran, pencerahan, serta menyatukan persepsi. Media massa dunia
memiliki kredibilitas untuk mendorong dan memberi inspirasi kepada komunitas-komunitas yang beragam, organisasiorganisasi, kelompok-kelompok, dan individu-individu untuk mengambil tindakan kolektif guna mencapai tujuan yang baik. Oleh karena itu media dituntut untuk lebih dewasa dan bijaksana tanpa harus menanggalkan profesionalime. Sangat menarik, bahwa dari dialog dengan tema Ethical Journalism in Extreme Conditions: the Challenge of Diversity” ini, para jurnalis dari berbagai belahan dunia mencapai suatu kesepakatan untuk membuat suatu kode etik yang bertanggung jawab. Media dunia merasa perlu untuk menekankan kembali kode etik dalam jurnalisme, karena setiap tulisan dan laporan itu mempunyai pengaruh yang cukup besar, bukan saja untuk orangorang atau kelompok-kelompok tertentu, tetapi juga berdampak kepada dunia secara global. Media sebagai salah satu elemen didalam civil society memiliki peran terdepan untuk mengurangi tensi atau kesalah fahaman yang muncul akibat isuisu terkait, yang dapat dijadikan semacam alat dalam diplomasi, baik yang state maupun yang non state yang bisa membantu mengurangi ketegangan secara umum.[]
Dari Pembaca Sebagai warga negara yang cinta tanah airnya, saya sangat bersyukur dengan keberadaan tabloid Diplomasi ini. Saya belum pernah melihat ada tabloid yang khusus menyajikan persoalanpersoalan hubungan luar negeri seperti tabloid Diplomasi ini. Informasi yang disampaikan menjadikan saya lebih memahami persoalan dengan lebih jelas, sebut saja misalnya issu nuklir Iran, pergeseran perbatasan dan sebagainya, sehingga saya pun bisa mengerti suatu kebijakan yang diambil pemerintah dalam suatu issu. Menurut hemat saya, media memang harus memberikan informasi dengan baik, sehingga kita tidak perlu membuang-buang energi percuma dengan protes dan demo, hanya karena penyajian informasi yang kurang baik dan tidak lengkap dari media. Bravo Diplomasi Efraim Ferdauzi S. Jakarta
Selama ini aku ndapetin tabloid Diplomasi dari kampus, dimana terkadang harus cepet-cepetan dengan teman-teman, kalau nggak bisa-bisa gigit jari nggak kebagian. Menurut aku tabloid Diplomasi ini bagus, dan lebih bagus lagi kalau kita kebagian semua. Nah, aku usul bagaimana kalau oplahnya ditambah, atau bagaimana caranya supaya kita bisa dapet tabloid Dilomasi secara rutin, jadi nggak was-was kebagian apa nggak.
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi Pemimpin Umum / Pemimpin Redaksi Khariri Ma’mun Redaktur Pelaksana P. Sadadi Staf Redaksi Cahyono Joni M. Achmad Fino Kardiono Saiful Amin Arif Hidayat Tata Letak dan Artistik Tsabit Latief Distribusi Mardhiana S.D. Kontributor Daniel Ximenes Alamat Redaksi Jl. Kalibata Timur I No. 19 Pancoran, Jakarta Selatan 12740 Telp. 021-68663162, Fax : 021-2301090, Website http://www.diplomasionline.net Email
[email protected] Cover : Catherine Wilson Cover dan Bingkai: Dok.kapanlagi dok.kapanlagi Diterbitkan oleh Pilar Indo Meditama bekerjasama dengan Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim email:
[email protected]
Sukses buat tabloid Diplomasi Denny Prakarsa Paramadina, Jakarta.
Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.
4
DIPLOMASI
No. 5, Tahun I
Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
Fokus
D
ua kali penyelenggaraan Global Inter-Media Dialog—yang pertama di Bali pada September 2006 dan yang kedua di Oslo tahun lalu—semakin meneguhkan keyakinan kita bahwa dialog merupakan sebuah kebutuhan. Kebutuhan ini terutama didorong oleh merebaknya berbagai kontroversi khususnya yang terjadi pada awal tahun 2006. Kontroversi itu dipicu oleh publikasi kartun yang sangat melecehkan martabat Nabi Muhammad, serta reaksi emosional atas penerbitan kartun ini yang terjadi di dunia Muslim. Tercatat sebanyak 139 orang telah menjadi korban sepanjang gelombang kerusuhan dan kekerasan yang terjadi akibat penerbitan kartun ini. Melalui proses dialog ini, kita kembali menegaskan sikap kita atas beberapa kebenaran yang fundamental. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebebasan berekspresi merupakan hak asasi manusia yang paling mendasar. Pembatasan atas kebebasan berekspresi pada intinya merupakan sebuah wujud kejahatan terhadap kemanusiaan. Setiap insan dikaruniai dengan hak asasinya masing-masing, dan karenanya hak ini menjadi bagian yang esensial dari sebuah sistem demokrasi. Hal itulah yang menjadi dasar mengapa pada masa awal transisi demokrasi di Indonesia, kebebasan berekspresi dan kebebasan pers merupakan kebebasan-kebebasan warga yang pertama kali dipulihkan. Reformasi yang menyeluruh di Indonesia tidaklah mungkin akan terjadi tanpa hadirnya kebebasan pers, tanpa terciptanya sebuah kebebasan untuk mengungkapkan kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Semenjak Indonesia pulih dari krisis ekonomi Asia dan setelah bangsa ini mampu meraih buah reformasi berupa kemajuan ekonomi belakangan ini—yang juga tidak terlepas dari dukungan dan peranan pers dalam masyarakat kita—maka bangsa ini sungguh berhutang budi kepada para insan pers Indonesia. Melalui kebebasan berekspresi yang dijalankan secara
Dialog, Kebebasan Berekspresi dan Kepekaan Budaya
1
berani namun penuh pengabdian, para insan pers telah ikut membentuk terciptanya sebuah Indonesia yang baru. Kebebasan Berekspresi Tidaklah Tanpa Batas Kebebasan berekpresi pada intinya merupakan sebuah keharusan politis, sosial dan ekonomi, namun kebebasan ini sendiri bukanlah sebuah kebebasan yang tanpa batas. Tiada satu pun kebebasan yang bersifat absolut. Hal ini telah berulang kali kita tegaskan melalui dialog ini. Kebebasan berekspresi senantiasa dibatasi— diantaranya—oleh hak orang lain untuk menjaga nama baiknya masingmasing. Karena itulah kita mengenal adanya aturan hukum atas pencemaran nama baik dan hasutan. Kebebasan ini dibatasi pula oleh hak masyarakat untuk manikmati ketertiban umum. Karena itulah kita memiliki aturan yang melarang pengerahan massa yang berpotensi memicu kerusuhan. Kebebasan ini juga dibatasi oleh hak masyarakat untuk menjaga kehormatan kepercayaan dan tradisi budaya mereka. Karena itulah maka tidak ada satu pun kelompok atau individu yang diperbolehkan untuk mengolok-olok obyek-obyek apa pun yang dianggap suci oleh sebuah
kelompok agama atau kepercayaan. Penistaan atas simbol-simbol suci keagamaan dapat dianggap sebagai tindakan penyebaran kebencian. Meski tindakan penyebaran kebencian ini layak untuk kita cerca, namun bukan berarti kita boleh melakukan tindakan balasan berupa aksi kekerasan yang masif. Bahkan tindak pembunuhan dan pengrusakan yang dilakukan sebagai reaksi terhadap penyalahgunaan kebebasan berekspresi merupakan tindakan yang jauh lebih terkutuk. Mempertimbangkan Kepekaan Budaya Salah satu pelajaran berharga yang dapat—dan selayaknya—kita tarik dari pengalaman selama ini adalah bahwa tindakan yang ekstrim bukanlah merupakan jalan keluar. Bentuk-bentuk aksi yang ekstrim hanya mengarah pada kehancuran. Kita harus terus mengupayakan keseimbangan yang tepat antara kebebasan berekspresi dengan kepekaan budaya (cultural sensitivity). Untuk itulah maka kita terus mencoba menyeimbangkan setiap hak yang kita nikmati dengan hak yang dimiliki oleh orang lain. Sayangnya pelajaran penting itu belumlah tersebar secara jauh dan meluas. Hilangnya kepekaan terhadap
Hassan Wirajuda Menteri Luar Negeri RI
kelompok keagamaan masih sangat terlihat nyata dalam produksi dan distribusi film “Fitna” baru-baru ini. Di sisi lain, kelompok-kelompok militan pun bereaksi sangat keras, dan bahkan mengancam produser serta distributor film ini. Para pendukung kebebasan pers seyogyanya tidak perlu kecewa tatkala berbagai kalangan mengupayakan berbagai langkah untuk mencegah distribusi film “Fitna” melalui jaringan internet. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon secara sangat tepat menyebutkan: “Hak bagi kebebasan berekspresi tidaklah terancam oleh langkah pembatasan ini.” Dalam keadaan apapun, dengan ataupun tanpa merebaknya berbagai kontroversi, forum Global InterMedia Dialog perlu untuk terus digiatkan, khususnya di tengah beragam tantangan yang harus dihadapi oleh para praktisi media massa di berbagai penjuru dunia. Beragam keprihatinan dan tantangan tersebut terefleksi dalam agenda Global Inter-Media Dialog ke-3 kali ini. Agenda ini diantaranya mencakup: perubahan lanskap media yang sebagian besar merupakan hasil dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi; peliputan atas kelompok minoritas; dan kebenaran-kebenaran yang menyesakkan dada seperti kemiskinan, perang melawan teror, dan perubahan iklim global. Salah satu bentuk kebenaran pahit yang perlu untuk diatasi bersama-sama adalah masih banyaknya jurnalis yang terbunuh ketika menjalankan tugas profesinya,
No. No.5,4,Tahun TahunI I
DIPLOMASI
5
Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Mei - 14 - 14 Mei Juni 2008 2008
Fokus namun hal ini justeru kerap kali terjadi di luar wilayah konflik bersenjata. Saya yakin hal ini perlu untuk dibicarakan secara serius melalui dialog seperti ini. “CNN Effect” dan Peran Penting Media Di sisi lain, masih terdapat pula beberapa kesempatan berharga. Salah satu kesempatan yang dapat dimanfaatkan adalah “CNN Effect”— sebuah istilah yang kerap digunakan oleh para pakar ilmu politik. Istilah ini merujuk pada peranan yang dapat dimainkan bukan saja oleh CNN dan BBC namun juga seluruh media yang memiliki jangkauan peliputan luas, termasuk media cetak dan internet, dalam mendorong sebuah pemerintahan yang enggan untuk bertindak dalam sebuah situasi krisis misalnya di Kosovo, Rwanda, Somalia dan belakangan ini, Darfur. Besarnya simpati dan dukungan dari masyarakat internasional dan upaya penyelamatan besar-besaran bagi para korban tsunami di Aceh pada Desember 2004 merupakan respons yang spontan dari berbagai aktor: pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); dan para individu. Tidak ada sedikitpun keraguan bahwa upaya penyelamatan ini juga sangat terbantu oleh peliputan yang luar biasa yang dilakukan oleh media internasional. Saya meyakini bahwa “CNN Effect” itu nyata belaka, dan dengan cara terbaiknya akan dapat menjadi instrumen dari rasa kemanusiaan dan solidaritas diantara bangsa-bangsa dan peradaban dunia. Tentu saja, “CNN Effect” ini memiliki keterbatasan dan kelemahan. Ketika liputan media terlampau terfokus pada sebuah krisis, maka krisiskrisis yang terjadi di belahan bumi lainnya akan cenderung terlupakan. Dan ketika liputan media menjadi terlampau berorientasi pada krisis, maka media akan cenderung untuk mengabaikan fase pasca krisis, yang boleh jadi memang kurang mendesak namun tidak kurang pentingnya. Meski demikian, tidak diragukan lagi bahwa “CNN Effect” dapat dimanfaatkan bukan saja dalam konteks krisis, melainkan pula dalam pembangunan komunitas dunia. Saat ini banyak sekali aktor ataupun pelaku di dunia yang ikut memberikan kontribusi dalam
pembangunan, sesuai kemampuan mereka dan selaras dengan pandangan mereka tentang bagaimana cara menciptakan kehidupan yang lebih toleran dan menciptakan dunia yang lebih baik. Seperti disebutkan oleh pakar ilmu politik Paul Kennedy, aktor-aktor inilah yang ikut membentuk masyarakat sipil global yang sesungguhnya. Aktor-aktor ini meliputi pemerintah, dan tentu saja, LSM, termasuk di dalamnya organisasi antar pemerintah pada level regional dan global, institusi internasional, yayasanyayasan, komunitas keagamaan, individu-individu terkemuka, dan para pesohor dari dunia bisnis pertunjukan. Sebagian diantara mereka berhubungan dan bekerja erat satu sama lain. Namun terkadang terjadi duplikasi kerja antara satu aktor dengan aktor lainnya, dan bahkan lebih buruk lagi, mereka kerap berkompetisi— ketimbang bekerja sama dalam mendapatkan dukungan dan sumber daya. Hal ini sangat mungkin terjadi tatkala dua atau lebih aktor terlibat dalam satu isu yang sama, namun memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang sebuah persoalan yang mereka coba pecahkan. Dan mungkin saja mereka menerapkan pendekatan yang kurang tepat dalam memecahkan persoalan tertentu. Seperti halnya yang kini terasa, maka kiranya masih akan dibutuhkan waktu yang lama sebelum para aktor ini dapat membentuk sebuah masyarakat sipil global yang
sesungguhnya. Hal itulah yang kerap mengingatkan saya pada sebuah kegagalan global lainnya: ketidakmampuan komunitas internasional untuk membentuk sebuah kemitraan global yang secara efektif mampu secara menjawab permasalahan-permasalahan inti yang dihadapi oleh generasi saat ini. Diantara beragam permasalahan itu adalah isu-isu sistemik yang menjadi pokok pembahasan di berbagai konferensi internasional yang diselenggarakan oleh PBB dalam dua dekade terakhir ini—termasuk didalamnya masalah perubahan iklim global. Karenanya, apa yang kita miliki di dunia saat ini adalah sebuah orkestrasi besar yang sarat dengan niat mulia namun masih mencari-cari seorang figur konduktor atau pemimpin orkestra. Saya sepenuhnya percaya bahwa media massa dapat memainkan peran sebagai konduktor. Media dapat memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya untuk menarik perhatian audiens, bukan semata-mata pada bermacam-macam krisis yang tengah terjadi saat ini, atau pada beragam persoalan yang selama ini terabaikan, namun juga pada langkah-langkah sinergis yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Media memang telah mampu memainkan peranan tersebut, namun masih sangat terbatas dalam lingkup “CNN Effect.” Saya percaya bahwa media dapat berperan lebih dari sekedar “CNN Effect.” Hal ini tentunya membutuhkan perencanaan yang
matang, konsultasi dan penguatan kapabilitas dan sumber daya. Melalui dialog seperti GIMD, maka diharapkan tercipta sebuah niat baik dan kerjasama yang erat. Dan ketika niat baik itu menjadi semakin mengental, dan kerjasama telah menjadi sebuah kebiasaan, maka hal ini akan bermuara pada terciptanya sebuah rasa tanggung jawab bersama. Tanggung jawab akan melahirkan kepedulian terhadap sesama, dan hal inilah yang menjadi pijakan bagi terbangunnya berbagai komunitas. Pada suatu saat nanti, dunia yang lebih baik akan tercipta, yakni tatkala kita semua mampu menerima dan menghargai kemajemukan ras manusia. Dan ketika kita semua telah belajar untuk dapat menerapkan hak dan kebebasan, termasuk kebebasan berekspresi, tanpa mengesampingkan kepedulian dan kepekaan terhadap sesama. Saya percaya, kekuatan media bukanlah semata-mata untuk menarik perhatian audiens atas berbagai isu, namun juga untuk mendidik, mencerahkan, serta menyatukan persepsi. Media sesungguhnya mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia.[] 1 Diadaptasi dari Keynote Address Menteri Luar Negeri yang disampaikan pada Pembukaan Global Inter-Media Dialogue 3, Bali, 7 Mei 2008)
Pertukaran media
Elisabeth Eide
Peneliti Universitas Oslo, Norwegia
Perkembangan globalisasi media dan jurnalisme Internasional perlu untuk melakukan pertukaran perspektif dalam pemberitaanya. Hal itu agar mereka dapat memahami latar berlakang konflik yang melintasi batas-batas negara. Pertukaran dapat dilakukan dengan memberi kesempatan kepada jurnalis untuk bekerja di tempat berbeda. Misalnya jurnalis dari Indonesia dimagangkan di Norwegia dan sebaliknya, sehingga mereka bisa mema-
hami kebijakan redaksional media itu dalam situasi krisis, hal itu akan sangat bermanfaat. Kami mempunyai rencana-rencana menarik yakni mempromosikan informasi menurut pandangan saya, para jurnalis pasti harus lebih banyak belajar secara aktif. Program yang diajukan untuk pertukaran mahasiswa dan sarjana informasi yakni mengenai; Network atau Jaringan Peliputan Agama dan issu kalangan minoritas.[]
6
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 5, Tahun I
Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
Fokus
Global Inter-Media Dialogue
Mendorong Kebebasan Berekspresi
Mr. Wegard Harsvik,
Deputi Menteri, Kementerian Urusan Budaya dan Gereja Norwegia
P
erjuangan untuk kebebasan berbicara tidak kurang pentingnya dan tidak kurang berbahayanya dewasa ini dibandingkan dengan dua tahun yang lalu, ketika Global Inter-Media Dialogue digagas. Tahun lalu, 86 orang jurnalis dan 20 pekerja media lainnya terbunuh. Ini merupakan suatu peningkatan yang dramatis dibandingkan dengan lima tahun yang lalu dan merupakan yang tertinggi semenjak tahun 1994. Jumlah total 1511 orang professional media telah diserang secara fisik, dan 67 orang diculik menurut Reporters Without Borders. Angka-angka tersebut juga menunjukkan bahwa pertikaian bersenjata merupakan ancaman terbesar terhadap keamanan professional media. Lebih dari setengah dari jumlah tenaga jurnalis yang terbunuh tahun lalu meninggal di Irak, dan sebagian besar diantara mereka bekerja untuk media lokal. Situasi tersebut juga serius di Somalia, Sri Lanka, Republik Demokratik Kongo dan Afghanistan. Salah satu dari contoh-contoh yang paling baru dari perjuangan demi kebebasan berbicara muncul bulan lalu. Seorang reporter dari harian the New York Times ditangkap di Zimbabwe saat “melakukan tugas jurnalisme”. Tuduhan terhadapnya adalah bahwa ia sedang “mengumpulkan, memproses dan menyebarkan berita”. Namun, sebagai seorang reporter internasional, ia lebih aman dibandingkan dengan banyak jurnalis lokal. Ia dilepaskan
sesudah dua hari dan artikel sebanyak 10 halaman tentang pemilihan umum dimuat pada bagian teratas versi online dari NYT (the New York Times). Sayangnya, sejumlah jurnalis lokal yang tidak diketahui jumlahnya menderita nasib yang sama atau lebih buruk tanpa membuat pemberitaan sama sekali, jauh kurang dari kepala berita sekalipun. Tetapi, reporter-reporter tidak harus bekerja dalam zona perang beresiko. Jurnalis investigatif dari Meksiko, Lydia Cacho, pemenang Hadiah Kebebasan Pers Dunia UNESCO yang terpuji, sudah menjadi target-target ancaman kematian, sabotase, tuntutantuntutan fitnah dan pelecehan oleh polisi, karena pekerjaannya yang membongkar rantai prostitusi dan pornografi anak-anak. Sayangnya investigasi seranganserangan fisik atas para pekerja media jarang berakhir dengan pengadilan atau penangkapan. Adalah vital bagi para pelaku kejahatan semacam ini ditangkap dan diajukan kepengadilan. Tahun ini pengadilan para tersangka pembunuh editor Hrant Dink di Turki akan amat penting. Suatu pengadilan yang layak tidak hanya akan mempengaruhi masa depan jurnalis di Turki tetapi juga dapat berfungsi sebagai suatu contoh kenegara-negara lain dimana para jurnalis sedang terancam. Resiko para jurnalis Dibeberapa tempat, para jurnalis seperti dikelilingi dengan “lingkaran api”, dan setiap orang yang berbicara kepada jurnalis atau diwawancarai oleh mereka beresiko “terbakar” apakah itu pemerintah atau para aktor yang bukan-aktor negara tetapi berkuasa. Oleh karena itu kebebasan berbicara lebih banyak menuntut hak-hak dari pekerja media terhadap keamanan. Itu merupakan hak fundamental yang harus dinikmati oleh setiap orang. Ancaman terhadap para jurnalis tidak hanya berbahaya bagi para jurnalis itu sendiri; ancaman itu berbahaya bagi suatu masyarakat
keseluruhan – pada tingkat lokal - pada tingkat nasional – dan yang paling utama pada tingkat internasional. Karena membungkam para jurnalis mencekik aliran informasi. Kurangnya informasi mengakibatkan pengabaian. Pengabaian menciptakan kesalahpahaman dan ketidak-percayaan. Dan, ketidak-percayaan seperti yang kita ketahui, melahirkan pertikaian. Albert Camus pernah menulis: “Kejahatan yang berada didunia selalu memunculkan pengabaian niat-niat baik bisa berbuat sama banyaknya dengan keinginan jahat (niat-niat buruk).” Jurnalisme yang baik dapat membantu kita memahami secara tepat pertikaian-pertikaian mana yang sungguh-sungguh jauh dan yang lebih dekat kelihatannya. Sungguh, mereka dapat membantu memberi pencerahan. Pertikaian mana yang menjadi bagian dari kita sendiri dan mana yang bukan bagian itu. Karena kadang-kadang secara tidak sadar kita merupakan bagian dari konflik yang lebih luas. Tetapi, aksi-aksi lokal mempunyai efek-efek global, sebagaimana diilustrasikan oleh kontroversi kartun, perubahan iklim dan meningkatnya harga-harga pangan.
Dengan demikian, saya berharap Global Intermedia Dialogue akan terus berlanjut untuk menantang ide-ide yang kita punyai mengenai “kita” dan mengenai “mereka” dan berusaha untuk memastikan bahwa mereka tidak pernah menjadi bersifat seperti batu. Norwegia mempromosikan kebebasan berekspresi saya turut mendorong agar Norwegia mengintensifikasi upayaupayanya – dan berusaha untuk lebih strategis dalam mempromosikan kebebasan berekspresi. Pertama, kami memohon untuk mengintensifikasi tanggapan kami terhadap ancaman-ancaman terhadap jurnalis dan pelecehan jurnalis. Ketika para jurnalis terbunuh sementara mereka melaksanakan pekerjaan mereka, kami akan menggunakan semua saluran yang mungkin ada untuk memastikan bahwa kebebasan dari hukuman tidak berlaku. Ini mempersyaratkan suatu kerjasama yang lebih erat baik dengan organisasi pers Norwegia maupun organisasiorganisasi pers internasional. Kami sedang mensponsori proyek-proyek media di Timur Tengah dan di Afrika Timur. Di Afghanistan kami
No. No.5,4,Tahun TahunI I
DIPLOMASI
7
Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Mei - 14 - 14 Mei Juni 2008 2008
Fokus mensponsori rumah para penulis di Kabul. Di Rusia the Norwegian Union Journalists membantu kalangan jurnalis dengan dukungan kami. Kami akan mendukung Global Investigative Journalism Conference 2008 di Norwegia pada bulan September. Dan dalam bulan Juni 2009, the Freedom of Expression Foundation, Oslo and the International Freedom of Expression Exchange (IFEX) atau Kebebasan Internasional Pertukaran Ekspresi akan menyelenggarakan suatu peristiwa kebebasan berekspresi global di Oslo. Kami bangga menjadi salah satu diantara para sponsor. Kedua, kami akan meningkatkan pendanaan untuk upaya-upaya kebebasan ekspresi dan media yang independen sebesar NOK 15 juta atau 15 juta Krone Norwegia (atau sekitar US$ 3 juta). Dana-dana baru ini akan digunakan untuk mendorong kebebasan ekspresi dan media yang independen dinegaranegara yang sedang bertikai dan dinegara-negara dimana para jurnalis berada dibawah tekanan. Sekali lagi, kami akan bekerja erat dengan organisasi-organisasi media yang independen dan organisasi-organisasi kebebasan ekspresi. Ketiga, kami akan mencari caracara yang layak untuk mengangkat issue ini kejenjang yang lebih tinggi sampai pada agenda internasional, dengan jajaran organisasi multilateral yang lebih luas. Kami juga akan berbuat yang seperti demikian juga dengan negara-negara lain yang berbagi dengan pendekatan kami. Melembagakan dialog Hubungan internasional semakin terbentuk dengan orang-orang yang meminta pemerintahan mereka dan dengan demikian memantapkan kontak langsung dengan rakyat dinegara-negara lain. Ini tidak diragukan lagi merupakan suatu perkembangan yang positif. Kami semua menginginkan rakyat Negara kami mengadakan kontak dengan rakyat negaranegara lain. Tetapi, kami tidak akan bersikap naif, kontak kadangkadang dapat mengakibatkan pertikaian. Tantangannya adalah bagaimana mengemukakan konflikkonflik semacam ini – seperti kontroversi kartun – yang wujudnya
terutama bukan antar-pemerintah. Kami selama berabad-abad telah mengembangkan lembaga-lembaga internasional dimana para pemerintah dapat bertemu untuk menyelesaikan pertikaian-pertikaian dengan Negaranegara lain. Tetapi lembaga-lembaga antar-pemerintah ini tidak selalu memiliki perlengkapan dengan baik untuk merundingkan pertikaian dengan para aktor masyarakat sipil dari berbagai macam Negara. Sesungguhnya, selama kontroversi kartun, banyak pemerintah Barat secara eksplisit menyatakan bahwa mereka tidak menginginkan melibatkan diri mereka sendiri dalam apa yang telah dipublikasikan harianharian. Pertikaian yang kami saksikan muncul selama kontroversi ini berbeda jenisnya, dan membutuhkan jenis dialog yang berbeda pula. Global Inter-Media Dialogue mewakili satu cara untuk melembagakan dialog semacam ini, sehingga kali berikutnya, muncul suatu konflik semacam ini, maka kami berharap tidak terlepas dari pengawasan. Untuk kontroversi-kontroversi baru yang pastinya akan muncul, dan kami mempunyai banyak issue yang tidak akan bersepakat. Tetapi, setidaktidaknya kami akan mempunyai jaringan-jaringan dan kewaspadaan yang lebih besar serta pengertian untuk membantu kami ketika membicarakan ketidak-sepakatan ketidak-sepakatan ini, dan untuk mencegah agar pertikaian tidak memuncak dan memanas, keluar dari kendali. Mengutip ucapan Maradonna, seorang ahli filsafat yang ternama, atau mungkin sedemikian ternamanya sebagai seorang ahli filsafat, ketika ditanyai apa yang membuat orang menjadi pemain sepak bola yang ternama atau besar: Yang penting bukan berlari dimana bola itu berada, tetapi saya berlari kemana bola itu akan pergi.” Para jurnalis didunia yang sedang mengalami kesulitan, saya berterimakasih untuk mengerjakan pekerjaan yang penting ini bersamasama. Tahun ini Dialog akan berfokus pada Jurnalisme yang Beretika dalam Kondisi-kondisi yang Ekstrim: Tantangan atas Keragaman atau the Ethical Journalism on Extreme Conditions: The Challenge on Diversity.[]
Etika Global Jurnalisme Bambang Harymurti Anggota Dewan Pers
P
embicaraan mengenai etika global sangat sulit dirumuskan namun masalah itu perlu terus di dialogkan untuk meningkatkan sensitivitas para jurnalis karena perubahan-perubahan ruang publik akibat perkembangan media. Setelah dua kali dialog dilakukan di Bali pada 2006 dan di Oslo pada 2007, saling pengertian diantara pada jurnalis menjadi lebih baik.
Diantara kita menyadari bahwa kemajuan informasi yang terjadi hampir setiap hari harus terus kita ikuti dan amati karena merupakan dinamika perubahan. Dahulu, kita membahas tetangga kita dengan diam-diam, sekarang, informasi itu tersebar demikian cepat, melalui apa saja, terlebih dengan adanya internet. Apa yang tersebar dilingkungan kita, ditingkat nasional, ditingkat internasional begitu banyak informasi yang beredar. Sekarang, kita perlu mengkaji apakah yang kita peroleh sebenarnya. Timbul kepekaan baru dan kesadaran baru agar berusaha untuk tidak menyakiti orang lain. Cara yang paling beradab adalah duduk bersama membahas dan menyelesaikannya bersamasama secara etis untuk setiap
perbedaan persepsi dalam menyajikan berita. Amat memprihatinkan mendengar betapa banyaknya para jurnalis yang telah terbunuh ketika menunaikan tugas. Dan kita harus membicarakan penanggulangannya. Globalisasi yang terjadi pada dunia jurnalis berarti juga globalisasi dunia pada umumnya. Sebaiknyalah kita duduk bersama membicarakan bagaimana kita dapat membuat berita tanpa harus mengorbankan jiwa. Setiap perbedaan akibat keragaman dapat dibicarakan dan perbedaan dapat dikomunikasikan tanpa harus menyakiti pihak atau orang lain dengan memperhatikan etika. Dengan terus berusaha mengkaji etika ini, maka kita dapat terus mengikuti etika yang terus berubah. Untuk membahas bagaimana kita melihat keragaman menurut persepsi dari pihak lain kita memerlukan dialog. Kita memang memiliki hak kebebasan berbicara tetapi tidak untuk menyakiti orang lain. Karena itu, dialog diadakan di Bali Indonesia. Bagi siapa saja di Indonesia yang merasa dirinya disakiti, maka tempat yang dipilih adalah Bali. Sesuai dengan program pemerintah Indonesia untuk mempromosikan pariwisata, maka Bali akan dapat anda sebarluaskan melalui media anda sebagai tempat yang amat menarik dan aman bagi siapa saja yang berkunjung.[]
8
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 5, Tahun I
Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
Fokus
Aidan White
Sekertaris Jenderal Federasi Jurnalis Internasional
K
ita memulai dengan bayangbayang akan krisis kartun ketika kita diingatkan bahwa kebebasan berekspresi perorangan yang tak terbatas, yang tak terkendalikan bukanlah tanpa konsekuensi. Kita telah melihat betapa pentingnya jurnalisme dalam meliput pertikaian antar-budaya, apakah itu di Asia Tengah atau di Asia Selatan, di Timur Tengah, di Jantung Afrika, atau digigir Eropa yang penuh berisikan ketegangan. Kita telah menyadari tidak ada sudut manapun dari belahan dunia yang tidak tersentuh oleh “cemeti” kesalahpahaman, pengabaian dan prasangka buruk. Sebagian dari pertikaian ini masih berlangsung saat ini, sebagian berada dalam memori yang terus hidup, dan yang lain masih lebih jauh. Dalam berusaha untuk memahami akar-akar pertikaian, para jurnalis lebih dari yang lain perlu untuk memperhatikan kata-kata dari William Faulkner yang mengingatkan kita bahwa masa lalu tidaklah mati. Mempromosikan Kepalsuan Melalui dialog, kita telah mempertimbangkan betapa media dapat digunakan untuk mempromosikan dan menyebarluaskan kepalsuan, penipuan dan spekulasi, mempromosikan kesalahpahaman, kebencian dan kekerasan. Dan kita telah menggali perbedaanperbedaan antara ekspresi bebas dan media bebas. Manipulasi pendapat publik oleh ekstrimis yang mencari penyelamatan
melalui media dan meracuni pembicaraan tentang publik karena perorangan dan kelompok-kelompok yang mengekspresikan diri mereka sendiri secara bebas tidak bertujuan untuk kebenaran. Kita membutuhkan ketelitian pelaporan dan pelaporan yang berimbang. Kita menyaksikan sirkulasi dan promosi klaim-klaim palsu sebagai penanganan bukti yang menipu. Ahli filsafat Onora O’Neill empat tahun yang lalu mengingatkan media Barat untuk memikir ulang sikapsikap kebebasan pers sebagai obat penawar kebebasan berekspresi yang tidak terbatas yang, ia perlihatkan dengan tepat, yaitu “penghormatan diri sendiri.” Kebebasan ekspresi, demikian ia katakan, hanya dapat mendukung penemuan kebenaran, ketika itu tertanam dan dikelilingi dalam diskusi dimana pendapatpendapat yang berbeda tidak hanya diungkapkan, tetapi juga diuji dalam perdebatan terbuka. Tetapi, jurnalisme adalah “menganggap orang lain.” Jurnalisme dituntun oleh misi – mengatakan kebenaran, kemerdekaan, kepentingan publik dan suatu
sikap yang bertanggung-jawab terhadap dampak publikasi dan penyebaran kata-kata dan citracitra kita. Untuk bekerja secara efektif, jurnalisme harus tertanam atau dikelilingi dengan komunikasi yang mempromosikan diskusi dan pertukaran yang demokratis. Akses Informasi berkualitas Dewasa ini, ekspresi bebas, kebebasan pers dan pencarian kebenaran adalah sekutu-sekutu atau pertemanan yang alami, khususnya ketika mereka berhadapan dengan musuh-musuh umum atau musuh yang lazim–seperti negara-negara
yang menerapkan penyensoran atau memanfaatkan propaganda untuk membentuk ruang informasi publik. Bilamana ada suatu kehampaan atau kevakuman informasi, maka, kehampaan itu harus diisi. Semua suara – apakah itu di Tibet, atau di Zimbabwe, atau Rusia – memiliki hak untuk didengar. Tetapi tidak cukup bagi kita untuk mempunyai hak mengekspresikan pendapatpendapat kita. Kita juga harus mempunyai akses untuk informasi yang berkualitas yang menyediakan konteks, analisa dan komentar mengenai dunia yang kompleks
Tantangan-tantangan Etika untuk Lanskap Media yang Berubah
No. No.5,4,Tahun TahunI I
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Mei - 14 - 14 Mei Juni 2008 2008
9
Fokus dimana kita hidup. Itulah mengapa, pada suatu waktu ketika lembaga-lembaga yang berkuasa, kelompok politik dan korporat mendominasi dan menyimpangkan komunikasi dan ketika kelompok ekstrimis politik dan agama mengotori atau membuat polusi untuk perdebatan publik, kita harus mengambil tantangan untuk berpikir ulang mengenai peranan kebebasan media dan jurnalisme yang independen memberi ruang bagi kebebasan berekspresi, mempertimbangkan juga kenyataankenyataan teknologi dan komersial. Dewasa ini, karya para jurnalis dilaksanakan dalam kondisi-kondisi yang penuh kehati-hatian dan seringkali berbahaya. Makin banyak jurnalis yang terbunuh, makin banyak media yang dijadikan target, lebih berlimpah lagi ancaman-ancaman menghadang. Tetapi ancaman-ancaman ini tidak hanya datang dari luar. Karena konperensi ini akan mengungkapkan lingkup jurnalisme yang berkualitas telah dibatasi secara dramatis dalam tahun-tahun terakhir. Disekitar dunia korupsi tersiar dimana-mana dan disekitar jurnalisme. Bahkan dinegara-negara ketika kebebasan berbicara menjadi batu penjuru demokrasi, kondisi-kondisi pasar yang berubah-ubah, banyak memangkas anggaran-anggaran editorial telah memberikan dampak yang amat menimbulkan kebinasaan. Tidaklah cukup membiarkan jurnalisme kepada pasar. Banyak pekerja kita dilumpuhkan oleh dampak Internet, merusakkan “pabrik” jurnalisme dalam kepanikan mereka untuk menghindari kepastian kemerosotan dalam pasar-pasar tradisional. Dan Internet sendiri, yang telah memberikan ekspresi bebas ledakan terbesarnya dalam sejarah, bukanlah penjamin akses yang mudah terhadap informasi yang dapat diandalkan dan yang berkualitas. Kitapun tidak dapat mengandalkan lembaga-lembaga pemerintah atau negara yang tidak dapat dihindarkan mempunyai kecenderungan untuk mempolitisir atau memperalat informasi untuk selaras dengan kepentingankepentingan mereka. Saya diingatkan mengenai hal
ini beberapa hari yang lalu ketika saya memimpin sebuah missi para pemimpin jurnalis ke Beijing. Persiapan untuk Pertandinganpertandingan Olimpiade merupakan karya luar biasa dengan koreografi politik, dan hubungan massa sampai beberapa minggu yang lalu, bermula dengan janji-janji pemerintah China kepada Komite Olimpiade Internasional untuk membuka pintu terhadap praktek jurnalisme yang bebas. Ini merupakan suatu janji yang berani, karena kebebasan pers di China, ketika sekitar 30 orang jurnalis dan penulis sedang berada dipenjara, suatu permainan yang sedang dimainkan oleh pemerintah atas ketentuan-ketentuannya sendiri yang tidak berkompromi. Walaupun Pasal 35 Undang-undang Dasar China atau the Chinese Constitution menyatakan bahwa para warga negara menikmati kebebasan berbicara dan kebebasan pers, itu merupakan suatu kebebasan yang ada yang terbaik dalam kondisi yang samar-samar. Optimisme yang ditimbulkan oleh beberapa langkah yang terbatas Pembebasan Jurnalis Hongkong Ching Cheong dan pengenalan petunjuk-petunjuk yang memberikan media asing hak untuk mewawancarai penduduk lokal semuanya dipadamkan oleh tanggapan China yang sengit dan kejam terhadap apa yang ia klaim sebagai liputan media Barat yang bermusuhan dengan protes-protes di Tibet dan rekaman atau record hak-hak asasi manusia negara tersebut. Bulan lalu, diluar kemilaunya publisitas yang diilhami oleh Tibet, sebuah pengadilan China menghukum seorang aktifis hakhak asasi manusia Hu Jia dengan hukuman tiga setengah tahun penjara karena ia berbicara dengan mediamedia asing dan mempublikasikan artikel-artikel yang mengecam China mengenai hak-hak asasi manusia disitus jaringan yang berkantor pusat di Amerika Serikat. Beberapa hari yang lalu, beberapa orang jurnalis asing yang berkantor pusat di China berkata kepada saya bagaimana mereka telah dijadikan target dan disakiti disitus-situs jaringan China dalam sebuah gelombang permusuhan anti orang-orang asing atas peristiwa-peristiwa baru-baru ini.
Pada pihak mereka para pemimpin China secara tegas memperlihatkan kesinisan mengenai kelekatan Barat terhadap hak-hak asasi manusia. Mereka mengetahui dengan baik bagaimana kondisi kompetitif untuk mendapatkan akses terhadap pasar-pasar China telah mengakibatkan beberapa pengkhianatan media yang spektakuler. Keputusan Korporasi Media Rupert Murdoch (Rupert Murdoch’s News Corporation) untuk melarang BBC News dari saluransaluran satelit Asia dan kerja sama dengan raksasa Internet Yahoo! dalam menyediakan bukti yang membantu mengirimkan jurnalis Shi Tao kepenjara selama sepuluh tahun karena mengirimkan informasi keluar negeri menceritakan kisah mereka sendiri. Kontribusi Media Dalam lanskap informasi ini yang berbeban berlebihan dan dengan ketidak-pastian, ketika media global dan organisasiorganisasi supranasional melemahkan cengkeraman negara bangsa, ketika rakyat disenangkan dengan melimpahnya informasi, ketika para politikus ditakutkan oleh para ekstrimis dan korupsi, ketika banyak kalangan bisnis media telah kehilangan indera missinya, maka kita memang harus sungguh-sungguh memikir ulang sikap kita tentang bagaimana media dan jurnalisme berkontribusi terhadap kehidupan demokratis. Agar demokrasi itu berhasil,
tidaklah cukup bahwa media dan para jurnalis bebas mengekspresikan pandangan, kita juga harus memberikan informasi kepada para warga negara. Kita perlu mengkomunikasikan sebuah gambaran yang utuh. Kita perlu menganalisa dan menuliskan inforamsi sesuai konteksnya. Kita harus melakukan intelejensi informasi dan dapat diandalkan, sehingga orang-orang dapat mengaksesnya, membenarkan informasi itu menurut mereka sendiri dan mengambil keputusan-keputusan yang sudah diinformasikan. Singkatnya, melalui jurnalisme yang professional kita harus berjanji pada diri kita sendiri bertanggungjawab terhadap suatu etika atau tatasusila komunikasi untuk membantu rakyat atau orang-orang memahami dengan lebih baik kerumitan dunia disekitar mereka. Itulah kunci mengadakan sebuah dialog antar-budaya suatu proses proses yang bermakna dan bukan melulu hubungan antar masyarakat untuk butir-butir yang bermakna-baik dari “mengenal lebih baik”. Tidaklah dapat dibenarkan bahwa informasi yang berkualitas merosot karena kita mengekspansikan wawasan-wawasan ekspresi bebas. Tetapi itu akan terjadi kecuali jika kita tidak melakukan suatu upaya dari hati nurani untuk melindungi dan meningkatkan nilai-nilai serta hal-hal yang baik kepada publik yang mengalir dari jurnalisme yang bertanggung-jawab dan beretika.[]
10
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 5, Tahun I
Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
Fokus
Y
usuf Kanli, jurnalis Turkish Daily News, mencatat tercapainya kesamaan pandangan mengenai soal yang paling penting di antara para peserta Global Inter-Media Dialogue ke-3 di Bali, 7-8 Mei 2008, yaitu bahwa: “Journalism is an everyday task of questioning ourselves, our own integrity.” Global Inter-Media Dialogue (GIMD) merupakan inisiatif Pemerintah Indonesia, bersamasama Pemerintah Norwegia, untuk memfasilitasi dialog dan pembentukan network di antara tokoh-tokoh media dari seluruh penjuru dunia. Inisiatif ini merupakan respon konstruktif atas berbagai kontroversi yang ditimbulkan akibat ketidakfahaman, miskomunikasi, dan kurangnya sensitivitas dalam membuat, menerbitkan dan menyebarkan produk media yang terkait dengan nilai-nilai budaya, tradisi dan agama yang berbeda-beda. Antara lain, kontroversi ketika penerbitan kartun Nabi Muhammad oleh sebuah harian di Denmark yang memancing kritik dan reaksi yang sangat keras karena dianggap telah menodai Islam. Sementara itu, sebagian pekerja media terutama di beberapa negara Eropa melihat hal itu sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan kebebasan pers belaka. Bagi dunia pers, mencari keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab atau sensitivitas bukanlah hal yang baru. Di masa lalu, ruang perdebatan mengenai hal ini—tentang apa yang boleh dan tidak boleh ditulis, atau apa yang bersifat sensitif dan tidak sensitif—umumnya terjadi antara aktor pemerintah dan kalangan pers. Namun globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi dan demokratisasi informasi telah memungkinkan khalayak umum untuk mendapatkan akses terhadap informasi dan sekaligus ikut menjadi bagian aktif dari informasi tersebut. Akibatnya, sebuah berita atau produk media menjadi lebih cepat tersebar
Diplomasi Mendorong Dialog Antar-Media
dan lebih berdaya jangkau luas. Hal ini memungkinkan publik untuk memasuki ruang perdebatan yang sebelumnya hanya diisi oleh pemerintah dan pers. Banyak peserta dalam rangkaian diskusi GIMD pertama (Bali, 2006), ke-dua (Oslo, 2007) dan ke-tiga (Bali, 2008) mengkuatirkan efek reaksi dari publik yang kini terasa sangat dominan dan tidak jarang ”mengancam” kebebasan pers itu sendiri. Pers kini dihadapkan pada tantangan dan dilema baru: bagaimana para pekerja media seharusnya bersikap dalam menghadapi proses globalisasi yang mendorong masuknya partisipasi publik yang lebih luas dalam informasi—termasuk reaksi massa— yang berpengaruh pada kebebasan berekspresi, etika jurnalistik, dan keselamatan pekerja media di
lapangan? Dalam hal ini, kontribusi GIMD adalah mendorong adanya komunikasi yang lebih terbuka antar insan media tentang sikap, cara pandang, dan langkah yang harus diambil dalam menanggapi fenomena baru tersebut. Sejak awal, insan media telah diingatkan akan peran yang sangat penting dan strategis; yakni peran untuk mengedukasi masyarakat ketimbang sekedar memberitakan sebuah ”kejadian” seperti apa adanya. Himbauan ini memang belum dapat diterima secara luas oleh semua kalangan media. Namun dari rangkaian tiga kali GIMD, telah terlihat adanya kesadaran baru dan bahkan antusiasme insan media untuk mencari terobosan-terobosan segar dalam menjawab tantangan baru serta strategi media untuk beradaptasi dengan globalisasi dan segala konsekuensinya. Salah satu bentuk konkritnya adalah The Ethical Journalism Initiative yang diluncurkan pada GIMD 3, dimana para insan media sendiri menyerukan perlunya sebuah kampanye untuk memulai ”era baru media” yang lebih ber-etika dan mendayagunakan segala sumber daya termasuk kemajuan
Umar Hady dan Landry Subianto
teknologi. Dengan kata lain, target capaian proses GIMD yang pada awalnya hanyalah memfasilitasi dialog dan menumbuhkan sensitivitas kiranya telah terlampaui. GIMD telah mendorong lahirnya sebuah gerakan baru di dunia media yang berbasis etika, tanpa harus terjebak dalam relativisme nilai-nilai budaya, tradisi, dan agama. Namun perlu diingat bahwa gagasan-gagasan yang dilahirkan dalam forum GIMD bukanlah— atau belum menjadi—gerakan yang meliputi dunia media secara luas, terutama di negara-negara maju dan yang menganut demokrasi liberal. Tantangan ke depan tidaklah lagi pada upaya untuk membangun dialog di antara para peserta GIMD, namun justru pada strategi untuk mengintegrasikan gagasan ethical journalism pada tataran umum kebebasan pers dan berekspresi, baik di dunia Barat maupun di negaranegara lainnya. Capaian terpenting dari proses GIMD adalah terbentuknya “GIMD Network” di antara para tokoh media dunia, yang akan melanjutkan dialog antar media. Hal ini merupakan cerminan dari kesadaran dan komitmen para pelaku media untuk terus berdialog, lebih banyak belajar tentang satu sama lainnya, dan saling menghargai sensitivitas kultural masing-masing. Kita berharap bahwa proses yang kelahirannya ”dibidani” oleh diplomasi Indonesia ini akan berujung pada kontribusi media bagi upaya menciptakan dan memelihara perdamaian dunia.[]
No. No.5,4,Tahun TahunI I
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Mei - 14 - 14 Mei Juni 2008 2008
11
Fokus
Dr. Hariyadi Wirawan Kepala Jurusan FISIP UI
K
ita berharap dari penyelenggaraan Global Inter Media Dialog (GIMD) ini adalah untuk mencapai persamaan persepsi dikalangan media, yang mungkin dikemudian hari dapat membantu diplomasi secara keseluruhan, terutama diplomasi antar negara terkait dengan berbagai isu-isu yang panas yang dapat membuat situasi nasional menjadi tidak kondusif untuk perdamaian. Isu panas itu seringkali terjadi terkait dengan perbedaan pemahaman yang di latar belakangi oleh perbedaan cultural di masingmasing negara. Media sebagai salah satu elemen didalam civil society memiliki peran terdepan untuk mengurangi tensi atau kesalah fahaman yang muncul akibat isuisu terkait, yang dapat dijadikan semacam alat dalam diplomasi, baik yang state maupun yang non state yang bisa membantu mengurangi ketegangan secara umum. Extremitas media dunia barat itu adalah karena pengaruh culture didalam masyarakat, khususnya terkait dengan bagaimana persepsi local dalam memahami suatu isu. Seperti kasus di Denmark, ducklandpost, itu adalah bagaimana orang Denmark melihat isu melalui kacamata budaya mereka, walaupun mereka sebenarnya juga merupakan bagian pemicu masalah itu, dan juga bagian dari media, namun disini terlihat peran persepsi culture yang sangat subjektif yang membuat masyarakat menjadi tidak bisa menerima. Karena masyarakat Denmark dalam kasus itu bahkan merasa, bahwa ada penyalah gunaan media massa untuk kepentingan dan tujuan-tujuan tertentu. GIMD ini sebetulnya adalah sarana untuk menjembatani perbedaan-perbedaan itu, dan sebagai upaya untuk menjelaskan klasifikasi persoalanpersoalan yang muncul akibat dari perbedaaan persepsi yang berlatar belakang budaya. Dan sering kali hal itu bisa dimengerti setelah masing-masing pihak memberikan penjelasan, dan tentu saja diharapkan agar
dimasa yang akan datang, media akan lebih memiliki rasa tanggung jawab sosial maupun tanggung jawab internasional yang mengatasi persoalan-persoalan budaya pada umumnya. Jadi memahami bahwa dia tidak sama, dan oleh karena itu media diharapkan untuk segera berhati-hati didalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar opini.
intinya meminta seluruh insane media untuk membantu sekuat mungkin pemerintahnya masingmasing, dalam menciptakan opini yang menyejukkan bagi masingmasing negaranya, sehingga rakyat juga diberikan pengertian yang baik mengenai segala sesuatu yang muncul, yang dapat menimbulkan ketegangan.
Membantu masalah internasional Hal ini diprakarsai oleh dua
Peran media lebih berhasil Dalam hal ini, sering kali media
negara, Indonesia dan Norwegia, dimana kedua-duanya memiliki keinginan untuk mendorong media massa dalam membantu masalahmasalah internasional, sehingga media massa juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari diplomasi internasional untuk meredakan ketegangan internasional. Oleh karena itu, walaupun kita tidak memiliki hubungan diplomatic dengan Israel, tetapi wartawannya datang, yaitu dari media massa Yediot Ahonot, yang merupakan media konservatif disana, yang diharapkan dapat memberi input dan kita pun memberi masukan kepada mereka agar mereka juga memperoleh gambaran mengenai bagaimana kita memandang persoalan tentang Palestina misalnya, dan masalah kekerasan Israel disana. Dan juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk menjelaskan posisi mereka disana, sehingga kita bisa memberikan semacam saran agar masalah tersebut bisa diselesaikan secara lebih baik. Dan peran Idiernot Parahonout itu seperti peran free pers kita juga, yaitu membantu untuk bukan sematamata kepentingan Israel tetapi juga membantu agar Palestina mendapat banyak kemudahan dari pertemuan ini. Jadi pemerintah Indonesia itu mengundang dengan tujuan-tujuan yang positif Tujuan penyelenggaraan GIMD ini sangat positif, dan walaupun mungkin ini yang terakhir dari seri GIMD yang telah tiga kali diselenggarakan mulai dari 2006 di Jakarta, Oslo dan di Bali ini yang terakhir, tapi mungkin akan diikuti oleh beberapa deklarasi yang
itu lebih berhasil dibandingkan pemerintah, karena media itu perannya luar biasa, dia bisa membuat masyarakat marah dan sebaliknya juga bisa membuat masyarakat happy. Jadi mungkin dimintakan oleh deklarasi ini semacam ‘marilah media membantu pemerintah’, dalam hal ini tanpa harus mengurangi otonomi media sebagai lembaga yang menyampaikan opini baik dari sisi pemerintah maupun dari sisi public. GIMD ini secara umum mengindikasikan adanya perkembangan, walaupun tentu ada exception atau pengecualian, seperti misalnya setelah dua kali penyelenggaraannya, muncul persoalan seperti yang di Denmark misalnya. Dan mereka bersikukuh untuk tetap bertahan pada pendiriannya, yang menurut saya sangat tidak tepat. Disini mungkin GIMD itu bisa masuk sebagai freepoint, sebagai sesuatu area dimana jelas-jelas bahwa media massa dapat mempengaruhi public opini, untuk misalnya menyerang kelompok lain. Dan kemudian GIMD bisa memberikan rekomendasi “what to be done” apa yang harus dilakukan. Tentunya tidak ada otoritas seperti misalnya GIMD bilang “eh kamu tidak boleh begini, tidak boleh begitu”, tetapi paling tidak ada upaya dari rekan-rekan di seluruh dunia untuk menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Persoalannya adalah yang sering menjadi panas karena adanya information gap, adanya celah informasi, dimana yang satu berfikir bahwa pihak yang lain begitu, dan sebaliknya pihak yang lain juga
demikian, sehingga menjadi tajam, dan itu tidak baik buat diplomasi internasional. Oleh karena itu, mungkin media lain paling tidak bisa menjelaskan kepada negara lainnya yang terlibat didalam konflik itu, untuk bisa melihat persoalan secara lebih jernih dan menempatkan persoalan sesuai pada proporsinya. Itu yang bisa dibantu, tetapi peserta ketiga kali ini mungkin akan ada kemajuan yang bisa dikatakan lebih berarti.
Media Dapat Membantu Peran Diplomasi
Dan akan lebih baik lagi seandainya diselenggarakan GIMD yang ke- 4, saya pribadi menyarankan untuk mengundang Israel dan Palestina juga, karena GIMD merupakan salah satu potensi untuk penyelesaian. Kenapa ini tidak dilakukan oleh PBB, jujur saja sebenarnya PBB itu dikendalikan oleh AS, sehingga sulit bagi dia untuk dapat melakukan sesuatu yang berbobot netral. Jadi pada akhirnya kita menginisiasi sendiri dan menggagas ini dengan harapan semua negara yang media massanya ingin melihat dunia ini lebih baik, akan mau bergabung dan urun rembug disini untuk mencari solusi yang tepat bagi penyelesaianpenyelesaian krisis yang berdimensi cultural. Saya merasa bahwa seandainya hal ini terus dikembangkan dengan sasaran yang lebih luas, maka tentu bukan saja ini akan mendorong perbedaan, seperti contohnya chalence of diversity, tetapi juga mungkin memberikan cetak biru lain, misalnya dalam strategi pembangunan yang bisa disampaikan oleh media massa. Jadi artinya dimensinya diperluas, dan dari dimensi yang diperluas inilah kita akan memperoleh manfaat yang lebih luas dari peran media massa di tingkat internasional. Saya selalu berkeyakinan, bahwa kerja sama di bidang media massa itu paling banyak membawa manfaat, mengigat effect dari media massa itu sangat luas, sebagaimana saya katakan tadi dimana media massa bisa membuat orang sedih, marah, gembira baik itu berupa media cetak, radio, elektronik dan sebagainya.[]
DIPLOMASI
12
No. 5, Tahun I
Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
Bingkai
Keket, begitu ia biasa disapa, memang tak
menampik bahwa kecantikan dan kemolekan tubuh kerap menjadi pilihan pertama saat calon model menapakkan kaki di dunia modeling. Namun demikian modal untuk menjadi model handal tidak hanya berupa penampilan fisik semata, menurut Keket diperlukan juga attitude dan rasa percaya diri. “Menjadi model pokoknya tidak hanya sekedar cantik tapi harus punya wawasan, dan atittude yang baik untuk menjalin kerjasama yang baik dengan orang lain, disiplin dan pede”. []
dok.kapanlagi
Foto: Aji Notonegoro.dok
eskipun aktifitasnya dalam berlenggak-lenggok di catwalk sudah tidak seaktif dulu dan lebih fokus di dunia akting, Chaterine Wilson, model papan atas kelahiran 25 Februari 1981 ini, tidak ingin meninggalkan dunia model yang telah membesarkan namanya. Terbukti alumnus ‘Look Models’ ini begitu antusias ketika diajak oleh perancang busana Ajie Notonegoro untuk mempromosikan batik ke manca negara. Sambutan yang luar biasa dari masyarakat luar negeri terhadap karya asli bangsa Indonesia itu, membuat dirinya semakin bersemangat untuk lebih intens melakukan promosi batik ke berbagai negara lainnya. Pada tanggal 16-17 April 2008, Chaterine terlibat dalam program Batik : Heritage of Indonesia-World Tour 2008 yang diselenggarakan oleh Direktorat Diplomasi Publik Deplu dan KBRI Manila di Heritage Hotel, Manila. Kemudian disusul dengan acara serupa di Aucland, New Zealand pada tanggal 24 April 2008. Chaterine ikut mensukseskan promosi busana batik hasil rancangan Ajie Notonegoro yang sangat menggugah minat pasar luar negeri. Melihat antusiasme pasar luar negeri terhadap batik,
Chaterine merasa bahwa ini merupakan kesempatan dan tantangan yang sangat bagus bagi para perancang busana, dan pengusaha di bidang fashion untuk mengembangkan batik dan kemudian melakukan “go internasional” Sebagai model professional, Chaterine yang memiliki postur tubuh dengan bobot 52 Kg dan tinggi 177 Cm ini, selalu serius dalam pekerjaannya, dan hasilnya Chaterine dipercaya untuk mendukung program Batik Heritage of Indonesia world tour, dan sebagai ikon produk kecantikan Mustika Ratu, yang kemudian memperluas peluangnya menjadi bintang iklan, sinetron dan videoklip. Putri kedua dari pasangan Peter Wilson dan Rosita ini, masuk peringkat 15 besar di kontes ‘The Guess Watches’ and ‘Elle Timeless Beauty International Model Search’ di Swiss. Dan juga disandingkan dengan actor papan atas dunia, Antonio Banderas, menjadi ikon produk POLICE, sebuah merek terkenal di dunia mode dalam produk kacamata, jam tangan, aksesoris, parfum, tas dan dompet. Menjadi ikon produk kaliber dunia, pastinya bukan hal mudah bagi Chaterine, karena secara personal ia harus mampu merefleksikan kualitas produk tersebut. Di dunia acting, sekarang ini sudah cukup banyak film dan sinetron yang dibintangi oleh Chaterine, seperti Pesan Dari Surga, Serpihan, Tipu Kanan Tipu Kiri, Lewat Tengah Malam, Cinta Silver, Janji Joni, Ungu Violet dan lainlainnya. Tapi ditengah kesibukannya sebagai model dan artis, Chaterine juga masih sempat membuka sebuah resto berkonsep Cafe & Lounge di jalan Dago, Bandung. Untuk itu ia harus bolak-balik Jakarta-Bandung untuk melihat perkembangan kafe miliknya yang bernama 666 (triple 6), sebuah nama yang diambil karena bertepatan dengan saat cafenya dibuka. Bandung dipilihnya karena suasananya yang asyik, sangat cocok buat kafe miliknya yang berkonsep outdoor. Hal yang cukup unik yang pernah dialami oleh Chaterine adalah saat ia ditunjuk sebagai ikon dalam acara “Artha Graha Peduli” di gereja Olumene, “padahal mereka tahu kalau aku muslim” jelas Chaterine. Tapi bagi Chaterine, berbagi kasih kepada sesama manusia tidaklah harus melihat agamanya, itulah prinsip Chaterine dalam berhubungan dengan sesama khususnya kepada anak-anak jalanan. Karena itu ia pun tak segan-segan untuk ikut dalam kampanye antipemiskinan global yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) melalui UNDP (United Nation Development Program).
Foto: Aji Notonegoro.dok
Bangga dengan Batik M
kapanlagi.dok
Catherine Wilson
No. No.5,4,Tahun TahunI I
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Mei - 14 - 14 Mei Juni 2008 2008
13
Berita Foto
Batik : Heritage of Indonesia – World Tour 2008
Pada tanggal 16-17 April 2008, KBRI Manila bekerjasama dengan Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri RI, menyelenggarakan Batik : Heritage of Indonesia – World Tour 2008 di Heritage Hotel, Manila, Fillipina. Acara tersebut merupakan bagian dari program promosi batik dan seni budaya Indonesia ke dunia internasional dan juga dalam upaya mensukseskan program Visit Indonesia 2008. Batik adalah warisan budaya asli bangsa Indonesia yang unik, eksostis dan bertaraf internasional. Tidak kurang dari 20 koleksi karya Adjie Notonegoro, mulai dari kebaya hingga gaun pengantin dari bahan batik, ditampilkan oleh 8 peragawati nasional, dalam peragaan busana tersebut. Rancangan busana yang elegan dengan sentuhan modern tapi tidak meninggalkan kesan tradisional dari batik itu sendiri, sangat memberi kesan yang mendalam kepada para pengunjung yang hadir. Kalangan pejabat pemerintahan Fillipina, diplomat, fashion designer, seniman, artis, pengusaha dan para tokoh masyarakat menyampaikan apresiasi mereka terhadap penyelenggaraan acara tersebut. Selanjutnya pada tanggal 2324 April 2008, acara serupa digelar di hotel Hyatt, Auckland, New Zealand. Kali ini melibatkan 10 orang peragawati nasional untuk memperagakan kebaya dan gaun malam rancangan Adjie Notonegoro. Tidak kurang dari 300 undangan yang hadir dari kalangan pejabat pemerintahan New Zealand, diplomat, fashion designer, artis, dan para pengusaha memberikan standing ovation karena kagum, konsep modern dan elegan yang disuguhkan ternyata sangat menarik dan diluar dugaan mereka. Duta Besar RI, Amris Hassan,
dalam sambutannya menyampaikan bahwa selain mempromosikan batik sebagai produk budaya Indonesia, fashion show ini juga diharapkan dapat meningkatkan persahabatan kedua negara melalui pemahaman budaya dan people to people contact. Dalam acara tersebut, Menteri Chris Carter, menyatakan bahwa batik Indonesia sangat maju dan memiliki nilai seni yang tinggi, oleh karena itu keterampilan dan pengalaman Adjie dapat memberikan
inspirasi kepada para perancang di New Zealand. Sekitar 20 anggota Asosiasi Pengusaha Fashion New Market di Auckland mengharapkan diberikannya peluang dan kesempatan bekerja sama di bidang industri fashion dengan Indonesia, setelah mengikuti dan menyaksikan berbagai mata acara yang digelar terkait peragaan busana batik tersebut. [] Foto: Aji Notonegoro.dok
14
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 5, Tahun I
Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
Fokus
Perlu Menekankan Kode Etik Jurnalisme G
lobal Inter-Media Dialogue sangat bermanfaat bagi insan pers dan para pemimpin pemerintahan untuk merekatkan hubungan yang mungkin renggang dikarenakan masalah pemberitaan. Walaupun sekarang ini teknologi informasi sudah berkembang sedemikian pesatnya sehingga lebih mendekatkan hubungan diantara kita, tetapi banyak hal yang harus dilakukan oleh media. Karena seperti gagasan perlunya dilakukan dialog intermedia ini adalah disebabkan adanya kontroversi dalam pemberitaan, dimana hal itu ditunjukkan dengan begitu lebarnya jurang perbedaan faham antara media di Barat dan media di Timur. Kalangan media di Barat memandang kegiatan publikasi yang menjurus kepada penghinaan agama sebagai sebuah kebebasan berekspresi. Untuk itu harus ada batasan yang tegas, bahwa kebebasan berekspresi tidak boleh menghina orang lain atau sesama agama. Kebebasan ekspresi itu tidak mutlak, sehingga tidak bisa digunakan sebagai alasan atau dasar untuk menghina sesama agama. Untuk itulah maka insan pers berada disini untuk melakukan dialog, jadi kesempatan pertemuan di Bali ini saya rasa cukup baik untuk mengutarakan kembali berbagai persoalan yang perlu dibahas, agar semua pihak faham tentang batasanbatasan kebebasan berekspresi, ini yang harus kita garis bawahi Kode etik jurnalisme memang senantiasa ada, tetapi nampaknya dibanyak negara kode etik ini bukanlah hal penting yang harus diperhatikan dalam kebebasan berekspresi, mereka menyatakan bebas untuk menyuarakan atau menuliskan apa saja tanpa menggunakan kode etik. Saya rasa kita harus menekankan kembali kode etik ini dalam jurnalisme, karena apa yang kita liput, kita tulis atau kita laporkan itu mempunyai pengaruh yang cukup besar, bukan saja untuk orang-orang yang berada dalam lingkup regional, tetapi berdampak kepada dunia secara global. Jadi harus hati-hati dalam
melakukan kegiatan jurnalisme, kode etik ini penting dilaksanakan juga oleh negara-negara lain dan profesi-profesi lainnya. Karena apa yang kita tulis itu dampaknya cukup luas, terutama di media internet, dimana kita harus lebih berhati-hati. Seperti kita tahu, bahwa penayangan kartun nabi Muhammad SAW telah mengakibatkan 139 orang meninggal dunia. Ini sebuah pelajaran kepada si pembuat kartun itu dan kita semua, saya berharap cukup satu itu saja menjadi pelajaran dan jangan lagi ada yang kedua, seperti semacam film fitna. Mungkin hal itu disebabkan oleh kemajuan teknologi, yang menjadikan dampaknya begitu cepat terasa. Tidak seperti dulu dimana secara tradisional dampaknya tidak begitu luas, karena tayangan kartun itu hanya dapat dilihat di barat saja, tapi sekarang ini hanya dalam waktu beberapa jam saja, hal itu bisa disebarkan ke seluruh dunia. Jadi itulah dampak ironis dari kemajuan teknologi, dia mempunyai sisi negatif disamping sisi positifnya juga banyak. Sisi negatifnya adalah dimana sekarang ini setiap orang bisa menulis apa saja dalam blog. Dulu di Malaysia ada yang kita sebut dengan surat layang yang di tulis untuk memfitnah orang, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi, karena sekarang surat layang tersebut sudah berubah bentuk kedalam blog. Sekarang saja di Malaysia sudah ada 500.000 blogers, jadi bayangkanlah dampaknya dalam menciptakan gap, apalagi hal ini tidak diawasi oleh undang-undang dan peraturan. Kalau media adalah sebuah usaha berbadan hukum, sedangkan bloger lebih bersifat personal, dan bisa memunculkan persoalan baru dimasa mendatang sebagai dampak dari teknologi. Di Malaysia selepas pemilu ke 12 yang baru ini, nampak jelas bahwa dimensi media sudah berubah bahkan mempunyai policy untuk lebih seksama dan adil. Dulu media di Malaysia terlalu banyak memberitakan tentang kegiatankegiatan pemerintah dan para pemimpin, tapi sekarang ini pihak
Datuk Azman Ujang General Manager Malaysian National News Agency
oposisi pun sudah mendapat tempat. Jadi sudah ada rethingking, inilah pesan yang disampaikan oleh rakyat Malaysia. Pada pemilu kali ini, mereka
menyatakan bahwa dalam waktu 2-3 minggu akan membuat regulasi baru, karena saat ini pemerintah sedang mengkaji beberapa peraturan yang dulu mengekang kebebasan pers. Ini pilihan rakyat yang semakin kuat menyerukan kepada pemerintah untuk mengendurkan tekanantekanan terhadap kebebasan pers. Memang banyak pendapat yang menyalahkan media, tetapi bukannya media itu tidak melakukan tugas mereka untuk melaporkan kepada masyarakat. Tapi banyak terjadi dimana kasus kecil yang dibesar-besarkan, dan itu yang dilihat oleh masyarakat melalui TV dan sebagainya. Jadi saya tekankan bahwa hal itu bukan dilakukan oleh pemerintah, tetapi dibuat oleh masyarakat, yang terkadang pemerintahpun tidak dapat mengerti apa yang dilakukan oleh masyarakat. Saya cukup kagum dengan kebebasan pers di Indonesia, tetapi
Di Malaysia selepas pemilu ke 12 yang baru ini, nampak jelas bahwa dimensi media sudah berubah bahkan mempunyai policy untuk lebih seksama dan adil. Dulu media di Malaysia terlalu banyak memberitakan tentang kegiatan-kegiatan pemerintah dan para pemimpin, tapi sekarang ini pihak oposisi pun sudah mendapat tempat. Jadi sudah ada rethingking, inilah pesan yang disampaikan oleh rakyat Malaysia.
bukan saja memberi isyarat pemerintah bagaimana yang mereka mau, tetapi juga media bagaimana yang mereka mau, karena telah banyak kritik terhadap media yang menyampaikan laporan berat sebelah. Sekarang ini untuk survive, saya rasa media harus relevan dengan tuntutan agar lebih seimbang dalam pemberitaan. Juga dalam mensupport internet, kalau dulu rakyat patuh pada team media tapi sekarang media sudah terbuka dan ada take and give untuk rakyat. Sekarang ini sudah ada kebebasan pers dan terutama saya rasakan pemerintahpun berupaya dan
seperti kata Menteri Luar Negeri RI, Dr. N. Hassan Wirajuda, bahwa tidak ada kebebasan yang mutlak, dan kita harus mengambil banyak pelajaran dari itu, kebebasan bukan berarti boleh membuat kartun yang menghina atau menyinggung orang lain dan sebagainya. Masyarakat Malaysia memang kagum dengan kebebasan pers di Indonesia dan terutama dengan keberadaan Dewan Pers. Kita belum mempunyai itu, tetapi menteri penerangan yang baru telah mendorong komunitas media di Malaysia untuk mewujudkan terbentuknya Dewan Pers sebagaimana yang ada di Indonesia.[]
No. No.5,4,Tahun TahunI I
DIPLOMASI
15
Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Mei - 14 - 14 Mei Juni 2008 2008
Sorotan
Hubungan Kerjasama RI-Swedia
enteri Luar Negeri Swedia, Carl Bildt, berkunjung ke Indonesia pada tanggal 21 – 22 April 2008. Dalam kujungan tersebut Carl Bildt melakukan Courtesy Call kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pertemuan bilateral dengan Menlu RI, serta pertemuan dengan Utusan Khusus Presiden, Ali Alatas, disamping juga mengikuti round table discussion yang membahas masalah Myanmar di CSIS. Pada pertemuan bilateral RISwedia, kedua Menlu membicarakan berbagai perkembangan dalam negeri masing-masing negara, perkembangan hubungan bilateral, serta isu regional maupun internasional, seperti perkembangan Uni Eropa, Permasalahan Myanmar, Iran, Lebanon, Palestina, climate change dan ASEAN. Kunjungan Carl Bildt ini adalah sebagai langkah nyata kebijakan luar negeri Swedia yang kini lebih difokuskan kepada masalah ekonomi dan perdagangan terhadap Asia. Swedia memandang Asia sebagai kawasan yang berkembang dengan cepat dan mempunyai potensi untuk membantu menciptakan perekonomian global yang lebih stabil. Peranan Asia akan sangat signifikan untuk mengurangi kemiskinan dunia sebagaimana ditargetkan MDG. Fokus kerjasama pembangunan Swedia dengan Indonesia untuk periode 2005-2009 pada dasarnya masih sama dengan periode lima tahun sebelumnya, yakni demokrasi, pelestarian lingkungan dan penghormatan HAM, HIV/AIDS
Carl Bildt
Menteri Luar Negeri Swedia
Kami sangat menghargai kemajuan yang dicapai oleh Indonesia dalam masalah perlindungan terhadap Hak-Hak Asasi Manusia (HAM). Kami melihat ada niat yang besar dari pemerintah Indonesia dalam hal ini. Untuk itu kami ingin berbagi dan bertukar pengalaman dalam penegakan HAM ini. Selain membicarakan hubungan bilateral, kedua negara juga membahas mengenai sejumlah isu yang menjadi perhatian bersama, antara lain isu Myanmar, Timur Tengah dan krisis pangan. Kami mendukung usulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi guna membahas krisis pangan yang tengah melanda dunia. Swedia akan mendukung perlindungan HAM dan mengapresiasi upaya-upaya yang telah dilakukan Indonesia untuk melindungi HAM. Pembentukan dialog HAM RI-Swed-
Sehubungan dengan itu, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menyatakan perlunya upaya menyeimbangkan perdagangan antara Indonesia dan Swedia, mengingat neraca perdagangan Indonesia dengan Swedia mengalami deficit. Hubungan kedua negara mengalami peningkatan yang cukup signifikan sejak tiga tahun terakhir bila dilihat dari pertemuan kedua Menlu. “Sejak tahun 2006 sampai saat ini kami telah tiga kali bertemu untuk membahas berbagai hal guna lebih meningkatkan hubungan kedua negara,” kata Menlu Hasan Wirajuda. Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Swedia berkomitmen untuk mengembangkan hubungan yang baik di tataran politik menjadi hubungan ekonomi yang saling menguntungkan. Menurut Menlu RI, selama ini hubungan kedua
negara di tataran politik sangat baik, namun neraca perdagangan kedua negara masih kecil, hanya sekitar US$ 883 juta. Oleh karena itu, diperlukan komitmen bersama untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi. Disamping itu selain sepakat untuk mendorong kerja sama dwipihak di segala bidang, kedua negara juga sepakat meningkatkan kerja sama antara organisasi regional masing-masing, yakni ASEAN dan Uni Eropa. Berkaitan dengan larangan terbang Garuda, Menlu Hasan Wirajuda mengharapkan agar Swedia dapat berperan aktif membantu mencarikan jalan keluarnya, sehingga Garuda dapat memulai lagi penerbangannya ke Eropa.[]
Swedia Mengapresiasi Perlindungan HAM di Indonesia ia, ditujukan sebagai forum untuk mengkoordinasikan segala bentuk bantuan dan kerja sama kedua negara di bidang HAM yang selama ini telah dilaksanakan oleh berbagai institute, seperti SIDA (Swedish International Development Agency) dan RWI (Raoul Wallenberg Institute), agar dapat diselaraskan dengan prioritas dan kebutuhan Indonesia. Pemerintah Swedia juga menaruh perhatian pada permasalahan HAM di Myanmar, oleh karena itu saya berharap Pemerintah Swedia dan Pemerintah Indonesia dapat secara bersama-sama mendorong pemajuan HAM di Myanmar. Yang jelas, masalah Myanmar ada didalam agenda Pemerintah Swedia. Isu-isu kebebasan dan demokrasi, adalah permasalahan yang sangat penting bagi kami di Swedia Kami menyambut baik rencana referendum konstitusi dan juga rencana pemerintah militer Myanmar
untuk menyelenggarakan pemilu pada 2010. Namun langkah itu tidak bisa dilakukan secara sepihak. Para pemimpin politik yang ada di Myanmar, mestinya mendapatkan kesempatan untuk terlibat dalam proses politik itu. Semua elemen, seperti para pemimpin politik yang ada di Myanmar, juga harus dilibatkan. Dalam hal ini ASEAN memiliki peranan penting untuk mendorong demokratisasi di Myanmar. Saya berharap ASEAN dapat memainkan perannya dengan baik, sehingga demokratisasi yang selama ini didorong oleh komunitas internasional terwujud di Myanmar. Untuk itu kami memberikan apresiasi yang baik kepada Indonesia atas kontribusinya dalam upaya demokratisasi di Myanmar. Bagaimanapun isu Myanmar ini tak hanya menjadi agenda regional seperti ASEAN, tetapi juga sudah menjadi perhatian Uni Eropa.[]
dok.google
M
serta kerja sama penelitian, sesuai dengan dasar kebijakan kerjasama pembangunan Swedia secara keseluruhan. Jumlah alokasi dana pembangunan Swedia kepada Indonesia periode 2005-2009 sekarang ini mengalami peningkatan yang signifikan, yakni dari maksimum SEK 250 juta(USD 62,8 juta) pada periode sebelumnya menjadi SEK 440-680 juta (USD 97,1 juta). Kerjasama bilateral lain yang ditingkatkan adalah pengembangan proyek waste refinery atau pengolahan sampah menjadi bio-fuel, pengembangan kerjasama di bidang pendidikan, sosial dan kebudayaan, serta adanya keinginan yang besar dari Swedia untuk berinvestasi di sektor kehutanan, komunikasi, farmasi, kimia dan pengolahan air.
16
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 5, Tahun I
Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
Sorotan
ada tanggal 23-24 April 2008, Menteri Hukum dan HAM RI membuka secara resmi Dialog HAM RI-Swedia. Dialog tersebut dilaksanakan dalam format Pleno dan dilanjutkan dengan 3 (tiga) parallel working group. Topik bahasan dialog tersebut adalah mengenai ; Hak-hak Perempuan : Kekerasan terhadap Perempuan (Rights of Women : Violance against Women), Hak-hak Penyandang Cacat : aksesibilitas dan keterjangkauan (The Rights of the Disable : Accessibility and Affordabililty), dan Perlindungan Hak-hak Anak : Anak-anak yang bermasalah dengan Hukum (Protecting the Rights of the Child : Children in Conflict with The Law) Pembahasan Rights of Women difokuskan pada upaya bersama menangani kekerasan terhadap perempuan selaras dengan berbagai instrumen HAM dan kesepakatan internasional terkait, seperti Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan Beijing Declaration and Platform for Action. Pembahasan Rights of the Disable, difokuskan pada aspek aksesibilitas dan kemampuan (affordability) dalam penanganan masalah yang berbasis hak, dengan merujuk kepada Konvensi Hak Penyandang Cacat yang telah diratifikasi oleh Indonesia tahun lalu. Sedangkan pembahasan Rights of the Child lebih difokuskan pada implementasi pasal-pasal Konvensi Hak Anak baik dengan perhatian khusus pada anak yang bermasalah dengan hukum. Dialog diikuti oleh sekitar 100 peserta, termasuk 15 peserta dari delegasi Swedia. Peserta Indonesia terdiri dari wakil Departemen terkait, 16 Kakanwil Departemen Hukum dan HAM sebagai Panitia Pelaksana RANHAM Daerah, akademisi, praktisi, media dan LSM. Disamping itu, selain melakukan dialog, delegasi Swedia juga melakukan kunjungan ke Lembaga Pemasyarakatan Anak dan Perempuan di Tangerang, serta Balai Latihan Kerja Penyandang Cacat di Cibinong pada tanggal 25 April 2008. Kegiatan ini merupakan forum untuk bertukar pengalaman dan pemikiran, yang diharapkan dapat
Dialog HAM
RI - Swedia
meningkatkan saling pengertian antara kedua negara terhadap berbagai isu HAM, serta sebagai sarana untuk menjajaki kerjasama bilateral dalam rangka meningkatkan kapasitas kedua negara dalam melaksanakan komitmen kemajuan dan perlindungan HAM. Dialog HAM ini merupakan salah satu pilar yang penting dalam hubungan bilateral antara Indonesia
dan Swedia, dan diharapkan dapat terselenggara secara reguler. Disamping itu Pembentukan dialog HAM RI-Swedia ini juga ditujukan sebagai forum untuk mengkoordinasikan segala bentuk bantuan dan kerjasama kedua negara di bidang HAM. Selama ini, kerja sama IndonesiaSwedia di bidang HAM dilaksanakan oleh lembaga seperti SIDA (Swedish
International Development Agency) dan RWI (Raoul Wallenberg Institute). Untuk kedepannya, kedua negara menilai, bantuan dan kerja sama yang telah dijalin dapat diselaraskan dengan prioritas dan kebutuhan Indonesia. Menurut Menlu Hasan Wirajuda, hak asasi manusia merupakan pilar penting dalam politik kita dewasa ini, dan di masa yang akan datang, Indonesia juga akan mengirim orang ke Swedia untuk mengikuti pelatihan HAM. Kerja sama HAM antara kedua negara sebetulnya bukan hal yang baru, namun kali ini kedua negara sepakat untuk memformulasikannya dalam bentuk dialog HAM. Indonesia dan Swedia sepakat untuk aktif mempromosikan perlindungan HAM dan menggelar dialog HAM sebagai sarana untuk saling tukarmenukar informasi dan pengalaman. Selama ini pemahaman tentang HAM ada di tataran politis, maka kali ini melalui dialog, HAM itu akan dipandang dari sisi penerapannya. Yaitu hal-hal apa yang bisa dilakukan untuk mendorong penghormatan HAM, dan dalam hal ini pemerintah Indonesia telah memiliki rencana aksi terkait HAM, demikian dijelaskan oleh Menlu Hassan Wirajuda.[]
dok.google
P
No. No.5,4,Tahun TahunI I
DIPLOMASI
17
Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Mei - 14 - 14 Mei Juni 2008 2008
Sorotan
Pentingnya Hubungan Harmonis RI - Malaysia bulan Juli 2008. Kami memohon supaya Menlu RI melakukan kunjungan ke Kuala Lumpur untuk mengintensifkan perbincangan JCIM. Jadi melalui JCIM itulah, kita harapkan berbagai permasalahan dapat kita bahas. Perkara-perkara yang akan terus kita perjuangkan bersama ialah kebajikan juga hal-hal yang berkaitan dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berjumlah sekitar 1-2 juta orang di Malaysia sekarang ini.
Y.B. Datuk Seri Utama Dr. Rais Yatim, Menteri Luar Negeri Malaysia
I
ni adalah kesempatan bagi saya untuk menyampaikan fikiran serta hasil kunjungan perkenalan saya sebagai Menteri Luar Negeri Malaysia, dimana setelah dilantik saya berkesempatan berkunjung ke Jakarta untuk berkenalan dengan rekan-rekan di institusi Departemen Luar Negeri RI dan bertemu dengan Menlu R.I. N. Hassan Wirajuda serta melakukan perbincangan, dimana dalam pertemuan tersebut yang pertama ditegaskan adalah pentingnya keharmonisan hubungan antara Indonesia dan Malaysia. Itu merupakan topik dan bahasan yang utama. Kami telah melakukan perbincangan dan menganggap betapa pentingnya dua hal itu dikembangkan dalam melakukan berbagai pendekatan, walaupun ada permasalahan-permasalahan tertentu, kami tetap sepakat supaya persahabatan dan hubungan antara Indonesia dan Malaysia itu mencerminkan sejarah sosio economy serta kepentingan-kepentingan bersama serta berbagai kebajikan dan kebaikan yang dirasakan oleh rakyat kedua negara. Diputuskan dalam perbincangan, antara lain untuk mengaktifkan kembali Joint Commision IndonesiaMalaysia (JCIM), melanjutkan kembali perundingan yang mungkin dapat kita adakan dengan sebaik-baiknya sebelum sidang ASEAN pada penghujung tahun ini, atau sekiranya mungkin sebelum Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan ke Kuala Lumpur dalam Pertemuan G8 pada
Persoalan TKI di Malaysia Disamping itu, banyaknya pekerja illegal di Malaysia yang juga masuk dalam pokok perbincangan, dimana kita berupaya menentukan solusi dari masalah yang mereka hadapi. Kita menggalakkan supaya pekerja-pekerja dari Indonesia mempunyai izin, dan para pekerja yang tidak memiliki dokumen agar dapat dibantu oleh pemerintah Indonesia agar menjadi tenaga kerja resmi. MoU tentang ketenaga kerjaan, secara tekhnik memang belum selesai semua, tetapi permasalahan tenaga kerja Indonesia di Malaysia, termasuk yang menghadapi tuntutan hukum di Malaysia telah mendapat perhatian yang tinggi dari PM Malaysia. Hasil dari perbincangan awal tahun ini antara PM Malaysia dengan Presiden RI telah menghasilkan kesefahaman, dimana 17 kasus utama yang mencuat kepermukaan, prosesnya akan dipercepat. Saya berharap menjelang Juli sudah ada kemajuan dalam proses penyelesaian kasus-kasus tersebut. Sebagaimana kita ketahui sistim hukum masing-masing negara memiliki landasannya sendiri-sendiri, dimana pada hal-hal tertentu pemerintah tidak boleh campur tangan soal pengadilan. Malaysia juga menghadapi masalah yang sama, bila warga negara Malaysia menghadapi permasalahan pengadilan di luar negeri. Jadi dalam konteks 17 kasus tadi, kami melakukan langkah yang komprehensif dengan mempercepat prosesnya. Disamping itu kami juga mengambil tindakan-tindakan yang perlu, sesegera mungkin untuk mengecam orang-orang yang terlibat dalam kasus-kasus tersebut. Identitas para pelaku sudah kami pastikan dan juga sudah dilakukan pemeriksaan. Misalnya untuk kasus pelatih karate Indonesia, sekarang ini kami sedang mendatangkan pelatih karate itu ke Kuala Lumpur untuk melakukan pemeriksaan
terhadap 4 pihak dan beberapa pihak lainnya yang didakwa telah melakukan tindak kekerasan terhadap beliau. Saya sendiri merasa gusar atas peristiwa tersebut, apalagi mereka adalah saudara-saudara kita disini, jadi kami ingin meyakinkan kepada masyarakat Indonesia bahwa kita turut sedih atas terjadinya kasus tersebut dan kami akan mencoba untuk menyegerakan penyelesaiannya. Dalam pada itu dari beberapa ratus ribu tenaga kerja illegal asal Indonesia di Malaysia, sebagian besar memang bermasalah, jadi kami meminta supaya fakta tersebut dapat difahami, sementara kami berusaha menyelesaikan 17 kasus yang ada di pengadilan. Sebenarnya banyak kasus-kasus lainnya, tetapi kasusnya tergolong kasus yang ringan namun jumlahnya cukup besar, karena itu saya telah meminta kepada Menlu RI untuk memahami beratnya beban itu bagi Malaysia Yang sudah selesai dari MoU ketenaga kerjaan adalah aturan-aturan untuk memperbaiki kebijakannya, agar memberi manfaat yang lebih kepada para tenaga kerja, seperti system asuransi. Terutama asuransi kesehatan serta asuransi yang menyangkut keadaan, dimana pada suatu keadaan terpaksa harus dideportasi, dengan demikian pemerintah Malaysia dapat memberikan perlindungan kepada para tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Selain itu juga ada project sekolah untuk anak-anak pekerja dari Indonesia khususnya di Sabah. Pembangunan sekolahnya sudah kita lakukan, namun masih kekurangan tenaga guru dan diusahakan untuk ditambah agar mencukupi bagi terlaksananya pendidikan untuk pekerja-pekerja dari Indonesia di kota Kinabalu. Guru-guru tersebut akan bertugas dibawah pengawasan Indonesia dan Jawatan Pendidikan di Malaysia Berapa jumlah sekolah dan daya tampungnya, hal itu belum dipastikan, sebab proyek ini masih baru. Sekolah ini untuk membantu para pekerja di perkebunan khususnya dan pekerja di lapangan binaan di Sabah . Pertukaran Kunjungan Jurnalis Mengenai rencana kunjungan para jurnalis, akan dipercepat pelaksanaannya. Kami berdua telah setuju agar antara jurnalis Kuala Lumpur dan Jakarta dapat mempersiapkan diri dalam melakukan kunjungan muhibah ini dan menetapkan kawasan-kawasan yang akan dikunjungi dan menetapkan juga topic pembahasan yang akan dibicarakan nanti. Pelaksanaan kunjungan jurnalis dari kuala Lumpur ke Jakarta dan sebaliknya para jurnalis dari Jakarta ke Kuala Lumpur akan kita
tentukan jadwalnya. Pengawasan bersama Pembalakan Liar Kami juga membahas masalah pembalakan liar, sebagaimana yang dilaporkan oleh media, dan kami sepakat untuk melakukan supervision bersama yang selama belum pernah dilakukan. Pemerintah daerah di Kalimantan akan bersama-sama dengan para petugas dari Malaysia berupaya agar kegiatan pembalakan liar itu dapat kita atasi. Selama ini pengawasan hanya dilakukan secara sendiri-sendiri, dimana Indonesia melakukan pengawasan sendiri, dan ketika memasuki wilayah perbatasan, maka pihak Malaysia yang melakukan pengawasan. Dalam masalah ini kita juga harus realistis, saya dengan Menlu RI sudah membicarakan bahwa bagaimana cara para pembalak tersebut bisa menembus perbatasan, tentu dengan sepengetahuan orang tertentu, oleh sebab itu maka kami perlu melakukan operasi pengawasan bersama untuk memantau kegiatan tersebut. Kalau dilakukan sepihak tidak akan efektif, kalau dilakukan bersama akan lebih mempererat hubungan kedua negara. Pengawasan ini akan kami fokuskan di wilayah Serawak dan Kalimantan, dan akan kami buat laporannya di JCIM yang akan datang Untuk memberi kesan yang baik, kedua belah pihak akan menjalankan tugas bersama-sama, dimana hal ini akan kami bawa ke JCIM. Saya akan langsung menyarankan kepada kerajaan Malaysia agar segera mengambil langkah-langkah untuk mewujudkan kerja sama untuk kepentingan kedua negara. Perbatasan laut Sulawesi Mengenai perbatasan di laut Sulawesi khususnya Ambalat, kita patuh pada ketetapan awal yang ada sekarang. Kita sudah banyak melakukan perundingan dan kedepan perundingan akan dilakukan dikawasan yang menjadi permasalahan itu. Malaysia tetap berkeinginan agar penyelesaian permasalahan yang mengemuka ini tetap dilakukan dalam suasana persahabatan. Dan kami mencoba untuk menyegerakan proses itu agar supaya tidak terlalu lama. Hal ini sangat penting, dan sekiranya pengukuran secara teknikal telah siap, maka Malaysia dengan segenap upaya juga akan memberikan penilaian yang sepadan. Itulah antara lain yang kita hasilkan dalam pertemuan perkenalan saya dengan Menlu RI dan sebagai kunjungan pertama ini, saya sangat berterima kasih.[]
18
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 5, Tahun I
Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
Sorotan Sorotan
Lembaga Think Thank dan Akademisi Dilibatkan Dalam Pengkajian Kebijakan B
adan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) diharapkan memiliki peran kunci dan menjadi baris terdepan didalam penyampaian atau merumuskan rekomendasi yang menyangkut politik luar negeri. Untuk menunjang kearah tersebut pimpinan deplu mengamanatkan agar BPPK membuat fondasi dasar untuk menuju suatu badan pengkajian yang ideal. BPPK bertugas merumuskan kebijakan atau menyampaikan rekomendasi kebijakan yang sifatnya kebijakan multilateral dan juga bilateral. Hal ini karena mungkin teman-teman di unit-unit regional, mengingat kesibukan dan waktu yang terbatas, sehingga kurang memiliki cukup waktu untuk mengelola hal-hal yang sifatnya lebih kepada suatu kebijakan yang strategis, yang future oriented, jadi BPPK dapat memainkan peranannya disitu. Untuk mencapai tahapan badan pengkajian yang ideal, butuh proses dan waktu. Pertama kita harus dilengkapi dengan mindset, yaitu bagaimana kita dengan unit-unit operasional, mempunyai pemahaman yang sama. Jangan sampai ada kesan bahwa kalau kita masuk ke isu-isu regional, itu seolah-olah kita menginjak kaki mereka. Karena sesungguhnya memang tidak demikian, kita sebetulnya membantu memfasilitasi. Jadi mungkin langkah yang pertama adalah mengubah mindset, dan kedua adalah ketersediaan dari segi SDM nya. Kita semua disini belum ahli dan belum memiliki pemahaman tentang policy planning, kita masih membutuhkan semacam pelatihan atau pengetahuan khusus tentang hal tersebut. Oleh sebab itu didalam menghadapi berbagai tantangan, terutama dua tantangan ini, kami melakukan pendekatan dengan
masing-masing chapter atau unit-unit operasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemudian melibatkan mereka didalam kegiatankegiatan kami, dan juga melakukan koordinasi mengenai isu-isu terkait yang perlu di kaji oleh BPPK. Jadi kami melakukan interaksi yang intens dengan unit-unit operasional. Selanjutnya untuk peningkatan kualitas SDM, pada kesempatan lawatan saya ke Kanada dalam rangka Policy Planning Dialog dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Kanada, disitu kita mendapat bantuan untuk capacity building dari Kemlu Kanada. Dan melalui training ini diharapkan kita dilatih untuk mampu mengidentifikasi isu apa saja yang mesti dikaji, dan bagaimana proses pengkajian itu. Sedikit catatan, bahwa ternyata policy planning atau pengkajian kebijakan itu adalah suatu pekerjaan yang sangat sulit tapi penuh tantangan. Saya sering berbicara dengan orang-orang yang berkecimpung di bidang ini, dan jawabannya selalu menyatakan bahwa policy planning adalah yang paling sulit didalam Kemlu. Bahkan Dubes Norwegia, ketika saya bertanya kepada beliau, menyampaikan bahwa unit policy planning di Kemlu Norwegia tidak ada, karena terlalu complicated. Dan kalau untuk merumuskan suatu kebijakan yang strategis, mereka seringnya ad hock, jadi mereka tidak memiliki policy planning. Jadi itu salah satu tantangan, yang oleh karenanya kita dituntut untuk menghadapinya dengan professional. Tambahan lagi didalam arahannya, bapak Menlu menggaris bawahi untuk membuat proses ini dengan suatu academic exercise, academic process. Mengapa, karena itu menyangkut suatu research yang masih harus kita olah kembali. Proses pengolahan kembali di BPPK inilah
yang nanti akan kita hadapi. Modus operandi kita di BPPK, salah satunya adalah format seminar dan forum dialog. Format ini yang sering kita pakai, dan sekarang kita sebut itu Pertemuan Kelompok Ahli (PKA), dimana formatnya bisa besar atau kecil, maksimal 40 orang dan minimal 10 orang atau bisa kurang dari itu, tergantung kebutuhannya. Dan umumnya komponen atau pihak-pihak yang hadir dalam proses pengkajian itu adalah kalangan akademisi dan praktisi, dan terkadang juga kita undang duta besar yang terlibat, tergantung dari topiknya, serta tentu juga dari kalangan Deplu sendiri. Kalau kita mengadakan kajian ini di luar kota, biasanya kita melibatkan perguruan tinggi yang ada di kota itu. Kita pernah melakukan kajian di Bali, waktu itu topiknya mengenai AS pasca pemilu dan dampak kebijakannya terhadap Indonesia, disini kita juga melibatkan dosen-dosen dari Udayana dan dari universitas lainnya di Bali. Kita sekarang sedang mencoba menciptakan suatu proses pengkajian, dimana sebelum membuat PKA, kita bertemu dulu satu atau beberapa tahap sebelumnya, yang kita sebut sebagai forum atau diskusi terbatas, yang bisa menjadi arahan bagi PKA. Dan kita anggap proses ini adalah hasil dari teman-teman di BPPK, sehingga ada semacam rasa kepemilikan. Pendekatan lainnya adalah Planning Policy Consultation (PPC), yaitu dialog antara kita dengan kemlu-kemlu dari berbagai negara, seperti yang saya lakukan dengan Kanada. PPC ini sudah kita lakukan dengan Jepang serta Vietnam, dan dalam waktu dekat BPPK juga akan ke Moscow untuk mengadakan Policy Planning Consultation. Sebelum ini Direktur Jenderal Policy Planning dari kemlu Rusia pernah datang ke
Jakarta. Lalu yang ketiga, yang juga kita lakukan adalah membuat semacam jurnal, dimana kita mempunyai tiga jurnal. Yang pertama adalah Jurnal Luar Negeri, dimana isinya lebih banyak berupa tulisan-tulisan atau mungkin research yang dibuat oleh kalangan praktisi dan akademisi, dimana kita sedang mencoba untuk lebih menyempurnakannya. Disamping itu, kita juga melakukan penelitian atau kajian bersama dengan beberapa universitas. Tahun ini BPPK juga akan mengadakan kajian bersama dengan think-thank, dimana hal ini masih dalam tahap penjajakan dan belum di identifikasi dengan pihak mana saja kita akan bekerjasama. Di tahun 2008 ini kita mempunyai serangkaian program, salah satunya adalah program yang akan kita sumbangkan di bulan Agustus dalam rangka HUT Deplu, seperti juga tahun lalu. Kemudian menyelenggarakan kajian tentang Timur Tengah dan Palestina, untuk mengetahui apa dan dimana kira-kira peran yang bisa kita mainkan. Selanjutnya mengadakan kajian tentang Internasional Criminal Court, dimana pada tahun ini Indonesia diharapkan akan meratifikasi dokumen tersebut sebagai bagian dari rencana Reinham II. Kemudian kita juga ikut memonitor, Center for East Asia Cooperation (CEACORP), sebuah badan yang sebetulnya adalah milik Deplu yang dibentuk dengan SK Menteri. CEACORP ini dibentuk dalam rangka Network of East Asia Think-thank (NEAT) dan bertugas menjadi coordinator berbagai think-thank yang ada di Indonesia, dan mereka diharapkan memainkan peran yang cukup aktif didalam forum NEAT tadi. BPPK juga terlibat dalam sosialisasi Piagam ASEAN, dimana pada awal tahun kami mendapat
No. No.5,4,Tahun TahunI I
DIPLOMASI
19
Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Mei - 14 - 14 Mei Juni 2008 2008
Lensa instruksi dan arahan untuk juga bisa ikut ambil bagian didalam sosialisasi Piagam ASEAN. Dalam hal ini pendekatan yang kami ambil adalah melalui pemerintah provinsi maupun melalui beberapa universitas. BPPK juga terlibat dalam satu network, yaitu Forum Komunikasi ke Litbang-an, yang terdiri dari semua litbang dari departemen terkait. Disini kita juga mengadakan kajian dan sosialisasi tentang Piagam ASEAN, yang menurut hemat saya sangat dibutuhkan, karena sifatnya itu sangat sektoral. Kalau berbicara tentang keterkaitan BPPK dalam forumforum bilateral di beberapa kesempatan, saya bersyukur bahwa kami dilibatkan dalam komisi bersama bilateral, dimana yang saya ikuti baru tiga negara, yaitu dengan India, Swedia dan Jerman. Saya sangat menghargai hal ini, karena bagaimanapun kami sangat membutuhkan exercise ini, sehingga apabila kami diperlukan untuk membuat suatu kajian tentang isu-isu bilateral, kami akan lebih siap. Tidak semua negara memiliki lembaga semacam BPPK yang dimiliki oleh Indonesia. Dalam kunjungan saya ke Italia dan bertemu dengan pejabat kemlu Italia, mereka tidak punya badan semacam BPPK, yang mereka miliki adalah thinkthang yang berada diluar kemlunya. Dan think-thank ini tidak selalu dilibatkan didalam perumusan kebijakan, apalagi lembaga universitas. Malahan sewaktu saya berkunjung ke salah satu universitas disana, dan menceritakan bahwa di Indonesia, universitas-universitas dilibatkan dalam pengambilan keputusan perumusan suatu kebijakan, mereka menyatakkan itu bagus sekali dan berharap Italia juga mengambil sistim yang sama dengan Indonesia. Di Indonesia, lembaga-lembaga think-thank yang ada, praktisi dan akademisi juga dilibatkan dalam PKA hampir disetiap kesempatan. Kita juga menerima pemikiran-pemikiran yang sifatnya kritis, supaya mudahmudahan rekomendasi atau input yang kita berikan itu diharapkan lebih balance.[]
Menteri Luar Negeri RI Diterima Presiden Uzbekistan
Dalam rangka kunjungan kerja di Uzbekistan tanggal 13-14 Mei 2008, Menteri Luar Negeri RI DR. N. Hassan Wirajuda telah diterima secara resmi oleh Presiden Uzbekistan Islam Karimov di Istana Oqsaroy Presiden Uzbekistan menyampaikan bahwa kunjungan ini merupakan manifestasi dari kerjasama kedua negara yang terus berkembang, dan meskipun Indonesia-Uzbekistan secara geografis berjauhan, namun secara historis dan keagamaan keduanya sangat dekat. Indonesia adalah negara pertama yang dikunjungi oleh Presiden Islam Karimov sejak Uzbekistan memperoleh kemerdekaannya tahun 1991. Kunjungan Menteri Luar Negeri RI yang pertama kali ini juga sekaligus menjadi dasar bagi pengembangan kerjasama antara kedua negara. Dalam rangkaian kunjungan kerjanya di Tashkent, Uzbekistan, Menteri Luar Negeri RI juga telah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Uzbekistan, Vladimir Imamovich Norov dalam rangka peningkatan kerjasama kedua negara serta melakukan pembicaraan mengenai masalah-masalah regional dan internasional, antara lain: dibidang pendidikan, yakni kerjasama antara University of World Economy and Diplomacy di bawah Kemlu Uzbekistan dengan Pusdiklat Deplu. Uzbekistan juga mengharapkan Indonesia mendukung kerjasama Uzbekistan dengan ASEAN dan negara-negara anggota ASEAN. Selain itu, Uzbekistan juga telah meminta dukungan Indonesia atas prakarsa Uzbekistan mengenai pemulihan Afghanistan yang telah disampaikan Presiden Islam Karimov dalam KTT NATO di Rumania pada 3 April 2008. Menlu RI juga telah bertemu dengan Menteri Hubungan Kerjasama
Ekonomi Luar Negeri, Investasi dan Perdagangan, Uzbekistan, Elior Ganiev dengan mengikutsertakan para pengusaha dari Indonesia di berbagai bidang khususnya di sektor telekomunikasi, perbankan dan perminyakan. Pertemuan Menteri Luar Negeri RI dan Menteri Luar Negeri Uzbekistan diakhiri dengan acara penandatangan MoU kedua Negara, antara lain: MoU between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Uzbekistan on the Establishment of Joint commision for Bilateral Cooperation; dan MoU between the Centre of Education and Diplomatic Training of the Department of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia and the University of World Economy and Diplomacy of the Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Uzbekistan. Pada hari yang sama, Menlu RI juga telah menyampaikan sambutannya dalam acara Business Talks yang dilanjutkan One on One Meeting Indonesia-Uzbekistan di Hotel Le Grande Plaza-Tashkent yang dihadiri oleh pengusaha-pengusaha dari kedua negara. Indonesia diwakili oleh PT. Telekomunikasi Indonesia, PT. Bank Muamalat Indonesia, PT. Pertamina, PT. Istana Karang Laut, PT. Energi Bumi Persada dan Bumi Resources-Bakrie and Brothers Group, sedangkan perwakilan instansi pemerintah lainnya adalah dari Departemen ESDM – RI serta Departemen Perdagangan-RI. Dalam kunjungan kerjanya di Tashkent, Menlu RI melakukan kunjungan kehormatan kepada the Speaker of the Legislatif Chamber of Oliy Majlis of the Republic of Uzbekistan, Dilorom Tashmukhamedova dengan pembicaraan mengenai kerjasama yang telah terbina dengan baik khususnya kerjasama dengan parlemen Uzbekistan, dan kegiatan saling kunjung Ketua Parlemen kedua negara baru-baru ini. Seluruh rangkaian kegiatan kunjungan kerja Menlu RI beserta rombongan telah mendapatkan perhatian dari hampir seluruh media massa setempat baik media cetak dan elektronik yang ditayangkan dalam TV setempat pada hari yang sama serta sangat mendapat respon yang positif dari jurnalis maupun publik setempat. (Sumber: KBRI Tashkent)
Sekjen Deplu:
Menggaris bawahi Tujuh Hal Bagi Keberhasilan PCPB Pada tanggal 20 Mei 2008, Sekjen Deplu RI, Duta Besar Imron Cotan telah hadir dan menyampaikan pidato mewakili Menlu RI pada thematic debate di Dewan Keamanan PBB di bawah mata acara: “Post-conflict peacebuilding”(PCPB). Dalam debat tematis yang dipimpin oleh Menlu Inggris David Miliband tersebut, terdapat 55 pembicara dari delegasi anggota DK dan non-DK, 7 (tujuh) diantaranya pada tingkat Menteri (Afrika Selatan, Belanda, Bosnia and Herzegovina, Inggris, Kroasia, Sierra Leone, dan Spanyol), sementara lainnya pada tingkat Wakil Menlu dan Wakil Tetap/Deputi Wakil Tetap. Thematic debate mengenai PCPB tersebut merupakan salah satu kegiatan utama DK PBB pada bulan Mei 2008 di bawah Presidensi Inggris. Debat dimaksudkan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang menghambat upaya internasional dalam membantu negara-negara untuk mencapai stabilitas dan perdamaian yang berkesinambungan ketika negara-negara tersebut baru lepas dari situasi konflik. Dalam pernyatannya , Dubes Imron Cotan antara lain menggarisbwahi pentingnya 7 (tujuh) hal bagi keberhasilan suatu upaya PCPB, yakni: kepemimpinan dan kepemilikan nasional, (penetapan prioritas-prioritas, modalitas bagi penggelaran yang cepat (rapid deployment) bagi civilian experts, kerjasama internasional, sumber dana yang memadai, keikutsertaan pelaku-pelaku non-pemerintah dan sektor swasta, dan exit strategy yang jelas. Sementara itu, dalam konteks PBB, Indonesia telah menggarisbawahi peran sentral dari Peacebuilding Commission (PBC) dalam memberi arah kebijakan dan strategi bagi upaya-upaya PCPB yang ditempuh PBB. Ditekankan pula pentingnya sinergi antara PBC, DK PBB, Majelis Umum PBB (termasuk didalamnya Komite 5 dan Komite Khusus mengenai Operasi Pemeliharaan Keamanan PBB), dan ECOSOC. (Sumber. PTRI New York)
DIPLOMASI
22
Media Komunikasi dan Interaksi
No. 5, Tahun I
Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
Lensa
Soal Penyerangan Terhadap Presiden Timor Leste
Dok.presidensby
Indonesia Ingin Pelaku Segera Dibawa ke Pengadilan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menyatakan simpati atas insiden penembakan Presiden Timor Leste Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao, serta mengutuk pelaku penyerangan pada 11 Februari 2008 tersebut. “Indonesia mengutuk kejahatan itu dan mendukung penuh demokrasi serta mengakui Timor Leste sebagai pemerintahan demokrasi yang sah di negara itu,” tegas Presiden SBY dalam konferensi pers bersama dengan PM Xanana Gusmao di Istana Merdeka, Selasa (29/4) siang, usai melakukan pertemuan bilateral. Indonesia dan Timor Leste, lanjut SBY, akan terus melakukan kerjasama di dalam bidang penegakan hukum. Presiden berharap pihak Kejaksaan Agung Timor Leste dan Kepolisian Indonesia segera membawa pelaku penyerangan itu ke pengadilan. “Dan dengan kerjasama yang baik serta kegigihan dan profesionalisme Polri, kita dapat menahan empat orang warga negara Timor Leste yang terlibat dalam penyerangan tersebut. Kerjasama terus dilakukan dalam suasana yang penuh dengan kemitraan,” kata Presiden SBY kepada para wartawan. Selain kerjasama bidang penegakan hukum, Indonesia dan Timor Leste juga akan terus meningkatkan kerjasama di
bidang pendidikan. “Indonesia menyambut baik siswa-siswa dari Timor Leste yang menuntut ilmu di Indonesia,” kata Presiden SBY. Sebagai tindak lanjut dari hasil pertemuan Presiden Ramos Horta dan Presiden SBY di Jakarta pada 5 Juni 2007, telah dioperasikan Pusat Kebudayaan Indonesia di Dili di bawah pengelolaan KBRI Dili. “Hal ini sangat baik untuk meningkatkan persahabatan kedua negara,” lanjut Presiden. Tak hanya pendidikan di bidang akademis, namun Indonesia dan Timor Leste juga akan meningkatkan kerjasama pendidikan di bidang militer, seperti pertukaran pelatihan perwira-perwira militer Timor Leste dengan Indonesia. Indonesia dan Timor Leste juga membahas memgenai peningkatan kerja sama di bidang pemberantasan korupsi. “Kami berharap bisa menggalang kerjasama dalam rangka pemberantasan korupsi agar pemerintahan kedua negara dapat berjalan dengan baik,” jelas SBY. Presiden SBY dan PM Timor Leste Xanana Gusmao juga membahas mengenai kelanjutan dari penentuan garis batas negara. “97 persen sudah dapat diselesaikan, kita harapkan dapat dirampungkan penetapan garis batas itu tahun ini atau tahun depan,” kata Presiden SBY. Hal lain yang dibahas dari pertemuan bilateral tersebut adalah mengenai laporan final dari Komisi Kebenaran dan Persahabatan. “Kami masih menunggu laporan final dari Komisi Kebenaran dan Persahabatan yang sama-sama dibangun untuk menuntaskan persoalan masa lalu demi persahabatan dan kerja sama yang lebih kokoh di masa depan,” papar Presiden SBY yang didampingi oleh PM Timor Leste. Selain itu, tiga isu regional juga
dibahas oleh kedua belah phak, diantaranya adalah dukungan Indonesia terhadap perpanjangan mandat dari UNMIT di Timor Leste serta dukungan penuh Indonesia dalam rangka peningkatkan stabilitas dan keamanan di Timor Leste, dukungan Indonesia terhadap Timor Leste untuk membantu Timor Leste dalam melakukan persiapan ke arah keanggotaan ASEAN, serta harapan dari Presiden SBY agar Timor Leste untuk selalu memberikan komitmen dan mendukung serta mengembangkan Coral Triangle Initiative. Sementara itu, PM Timor Leste Xanana Gusmao, menyatakan terima kasihnya atas dukungan Indonesia terhadap Timor Leste. “Seperti yang kita semua ketahui, bahwa kami memiliki komitmen yang besar untuk membangun
Timor Leste, karena tahun ini, kami memasuki tahun reformasi. Oleh karena itu, kami hadir hari ini untuk meminta saran dari saudarasaudara kami di Indonesia yang lebih berpengalaman dalam hal ini dalam rangka membangun negara kami, Timor Leste,” ujar Xanana dalam konferensi pers bersama SBY. Xanana juga mengemukakan bahwa dengan adanya kunjungan ini, maka hubungan antara Indonesia dan Timor Leste akan semakin erat. Usai mengadakan konferensi pers bersama, Presiden SBY dan PM Timor Leste beserta seluruh tamu negara, mengikuti jamuan santap siang di Istana Negara. Di dalam jamuan tersebut, Presiden SBY didampingi oleh Menko Polhukam Widodo AS, Menko Perekonomian Boediono, Mensesneg Hatta Rajasa, Seskab Sudi Silalahi, Mendagri Mardiyanto, Menlu Hassan Wirajuda, Menhan Juwono Sudarsono, Menteri Hukum dan HAM Andi MAttalatta, Mendag Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Mentan Anton Apriyantono, Menkes Siti Fahdillah Soepari serta Juru Bicara Presiden Dino Patti Djalal. (mit)
Membantu Timor Leste Menjadi Anggota ASEAN
S
aya mendapat tugas dari pimpinan Departeman Luar Negeri Bapak Hassan Wirajuda untuk membantu mempersiapkan Timor Leste yang akan masuk dan bergabung kedalam ASEAN. Karena ASEAN Charter dalam salah satu chapter nya menyebutkan masih membuka kesempatan untuk menerima anggota baru. Tapi tentunya itu tergantung dari Timor Lestenya sendiri, dan semua negara anggota ASEAN. Kapan Timor Leste bisa masuk dan siap, baik dari sumber daya manusianya dan segala macamnya, serta accept kepada perjanjian-perjanjian yang ada seperti treaty dan sebagainya, dan kemudian yang terakhir baru ASEAN Charter. Dalam hal ini Indonesia mencoba membantu Timor Leste untuk mempersiapkan diri, tapi itu tidak tergantung kepada Indonesia dan Timor Leste sendiri, teapi juga tergantung dari negara-negara anggota ASEAN, karena hal itu sifatnya konsensus. Pemerintah Timor Leste menargetkan pada 2012 untuk bisa bergabung, tetapi itu tergantung bagaima-
na perkembangannya, karena negaranegara anggota ASEAN akan melihat secara objective bagaimana kesiapan Timor Leste, apakah sudah memenuhi persyaratan atau belum. Karena kita semua tidak menghendaki adanya permasalahan di kemudian hari. Jadi bisa saja hal itu terlaksana tepat waktu atau mundur dari rencana, itu tergantung dari Timor Leste sendiri, misalnya bagaimana mereka berupaya memacu perkembangan terutama pembangunan ekonominya, mengingat ASEAN Economic Community akan efektif pada 2015.
No. No.5,4,Tahun TahunI I
DIPLOMASI
23
Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Mei - 14 - 14 Mei Juni 2008 2008
Lensa
SBY Apresiasi Permintaan Maaf Ramos Horta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengapresiasi sikap Presiden Timor Leste Ramos Horta yang meminta maaf kepada wartawan Metro TV Desi Anwar. “Saya berharap ini bisa diselesaikan dengan baik, dengan suasana persahabatan dari kedua negara,” kata Presiden, pada bagian lain keterangan pers bersamanya dengan PM Xanana Gusmao, di Istana Merdeka, Selasa (29/4) siang. Seperti diketahui, terjadi keselahpahaman antara pihak Timor Leste dengan Desi Anwar berkaitan dengan penyerangan terhadap Ramos Horta dan Xanana Gusmao, beberapa waktu lalu. Ramos Horta menyebut Mayor Reinaldo, tokoh pemberontak, memiliki hubungan baik dengan Desi Anwar. Dalam pembicaraan bilateral antara SBY-Xanana Gusmao, persoalan ini termasuk yang dibahas karena telah menumbuhkan perasaan perasaan tidak tenteram. Dijelaskan oleh PM Xanana Gusmao, ia akan bertemu dengan Desi Anwar dan melakukan diskusi lebih lanjut mengenai masalah tersebut. “Kesala-
Kunjungan Kehormatan PM Xanana Gusmao Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima kunjungan kehormatan dari Perdana Menteri Republik Demokratik Timor Leste, Kay Rala Xanana Gusmao, di Istana Merdeka, Selasa (29/4) pukul 10.05 WIB. Ini merupakan kunjungannya ke luar negeri pertama Xanana sejak dilantik menjadi PM Timor Leste pada 8 Agustus 2007. Terakhir kali Xanana Gusmao berkunjung ke Indonesia pada 13-17 Desember 2006, saat masih menjadi Presiden Timor Leste. Usai acara penyambutan di teras depan Istana Merdeka, Presiden SBY dan PM Xanana Gusmao memimpin pertemuan bilateral sekitar 1 jam. Dalam pertemuan tersebut, Presiden SBY didampingi Menko Polhukam Widodo AS, Menko Perekonomian Boediono, Mensesneg Hatta Rajasa, Seskab Sudi Silalahi, Mendagri Mardiyanto, Menlu Hassan Wirajuda, Menhan Juwono Sudarsono, Menteri Hukum dan HAM Andi MAttalatta, Mendag Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Mentan Anton Apriyantono, Menkes Siti Fahdillah Soepari serta Juru Bicara Presiden Dino Patti Djalal. Hal-hal yang dibahas di dalam pertemuan bilateral tersebut, antara lain, mengenai rencana kerjasama antara Indonesia-Timor Leste di bidang penegakan hukum, pendidikan, pemberantasan korupsi, serta penentuan garis batas kedua negara. Usai pertemuan bilateral, pihak Indonesia dan pihak Timor Leste menandatangani emnpat perjanjian kerja sama bilateral. Masing-masing MoU (Memorandum of Understanding) antara BPOM Republik Indonesia dengan Kementrian Kesehatan Timor Leste tentang kerja sama teknis di bidang pengawasan obat dan makanan yang ditandatangani oleh Kepala BPOM RI Husniah Rubiana Thamrin Akib dengan Menkes Timor Leste Nelson Martins. Kemudian MoU bidang perdagangan yang ditandatangani oleh Mendag Mari Elka Pangestu dan Menteri Pariwisata Industri dan Perdagangan Timor Leste Gil da Costa Alves, MoU kerja sama teknis di bidang industri kecil dan menengah yang ditandatangani Menteri Perindustrian Fahmi Idrsi dan Menteri Pariwisata Industri dan Perdagangan Timor Leste Gil da Costa Alves. Setelah melakukan penandatanganan MoU dan melaksanakan konferensi pers bersama, Presiden SBY dan PM Timor Leste mengikuti jamuan kenegaraan di Istana Negara yang diikuti oleh seluruh tamu negara pada pukul 13.00 WIB. Dalam kunjungan kehormatan ini, PM Timor Leste didampingi Menlu Zacarias Albano da Costa, Menteri Hukum dan HAM Lucia Lobato, Menkes Nelson Martins, Mendiknas Joao Cancio Freitas, Mensesneg Arcangelo Leite, Menteri Perekonomian Joao Goncalves, Menteri Infrastruktur Negara Pedro Lay, Menteri Pariwisata Industri dan Perdagangan Gil da Costa Alves, serta Menteri Agrikultur dan Perikanan Mariano Sabino Lopes. (mit)
hpahaman dan kurangnya informasi bisa menyebabkan hal ini terjadi. Presiden kami, Ramos Horta, menyatakan permintaan maaf dan sangat menyesal hal ini telah terjadi,” kata Xanana, sambil menitikkan air mata. Presiden SBY memberikan apresiasi kepada pemerintahan Timor Leste mengenai cara penyelesaian masalah ini. “Saya berikan apresiasi, Xanana akan bertemu dengan Desi sendiri untuk mengakhiri kesalahpahaman yang terjadi serta melakukan klarifikasi,” kata SBY. “Dengan adanya statemen penyesalan beliau terhadap apa yang terjadi, saya berharap bisa mengakhiri sesuatu dengan bijak. Kita bisa ambil hikmah dari pelajaran ini. Menyadari bahwa satu statemen bisa menimbulkan sesuatu yang tidak baik,” jelas Presiden SBY. Di dalam kesempatan tersebut, Presiden SBY mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menyambut baik statemen penyesalan dari Ramos Horta tersebut. (mit)
Krisis Pangan Dunia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusulkan kepada Sekjen PBB Ban Ki-moon agar PBB menyelenggarakan high level meeting guna membahas masalah krisis pangan yang saat ini dihadapi dunia. Menurut Menlu Hasan Wirajuda, usulan Presiden Yudhoyono yang disampaikan dalam bentuk surat itu dipicu oleh ancaman krisis pangan yang dihadapi dunia dalam beberapa waktu terakhir ini terkait dengan melambungnya harga bahan pangan. Mengenai format pertemuan dan waktu penyelenggaraannya belum disepakati, pada awalnya ada pemikiran untuk melakukan pertemuan itu menjelang Sidang Majelis Umum PBB di New York, September tahun ini. Namun, berdasarkan perbincangan lebih lanjut, sejumlah pihak menilai isu mengenai krisis pangan ini sangat mendesak sehingga bisa dilakukan lebih awal, tidak perlu menunggu hingga September, dan jika diperlukan Indonesia bersedia menjadi tuan rumah. Dalam beberapa pekan terakhir melonjaknya harga bahan pangan pokok ,seperti beras, gandum dan jagung di sejumlah negara-negara miskin dunia telah memicu terjadinya kerusuhan dan unjuk rasa besar-besaran di berbagai kawasan dunia. Dalam Konferensi Perdagangan PBB di Accra, Ghana, Ban Ki-moon mengatakan bahwa, kenaikan harga pangan dunia pada saat ini dapat berkembang menjadi krisis yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial dan keamanan.[]
20
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
Media Komunikasi dan Interaksi
Berita Foto
S
olo Center Point Foundation dan Pemerintah Kota Surakarta 2008 pada tanggal 12-13 April 2008, menyelenggarakan Solo Batik Carnival (SBC) di Surakarta. Acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan citra Kota Solo sebagai Kota Batik di tingkat nasional maupun internasional, serta mendorong masyarakat terutama generasi muda untuk melestarikan kebudayaan tradisional. Acara tersebut dihadiri oleh
No. 5, Tahun I DIPLOMASI Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2008
No. 2, Tahun I, Tgl. 15 Februari - 14 Maret 2008
Solo Batik Carnival
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Duta Besar Brazil, Duta Besar Spanyol, Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri serta Duta Heritage Solo ; Titi Kamal. Acara dimulai dengan Royal Dinner di Pura Mangkunegaran Surakarta, Sabtu 12 April 2008, dengan menggelar 100 peserta. Peserta Solo Batik Carnival ini berasal dari berbagai lapisan masyarakat, seperti pelajar, dosen, organisasi profesi, instansi
pemerintah, hingga ibu rumah tangga yang sebelumnya sudah mengikuti workshop pembuatan kostum, tari, dan runway Pada tanggal 13 April 2008, acara dilanjutkan dengan acara pendamping Srawung Batik yang dibuka oleh Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri beserta Duta Besar Spanyol. Srawung Batik tersebut memamerkan berbagai ragam kerajinan Batik dan produk handicraft hasil UKM-UKM di
sepanjang citywalk jalan Slamet Riyadi. Pembukaan Parade Carnival SBC dibuka seusai acara makan siang di Lojigandrung, rumah dinas Walikota Surakarta. Rute karnival dimulai dari titik Solo Center Point (SCP), kemudian menuju Balai Kota Surakarta, yang berjarak sekitar 4 km. Acara tersebut dipadati tidak kurang dari 500 ribu orang yang terdiri dari penduduk Solo dan para pelancong dari dalam dan luar negeri.
kota Einbeck, Niedersachsen yang berlangsung selama empat hari sejak 1 Mei 2008. Peragaan busana yang berlangsung sekitar 40 menit dengan dipandu oleh pembawa acara dan iringan musik pop Indonesia, mampu memukau para hadirin yang berjumlah tak kurang dari 150 orang. Pada akhir peragaan, Burgermeister (Walikota) Einbeck menyampaikan dukungan penyelenggaraan acara tentang batik Indonesia, dan mengharapkan kerjasama selanjutnya dalam penampilan seni budaya Indonesia dapat lebih diperkenalkan di Einbeck. Usai acara peragaan, para penonton mengamati batik-batik tulis yang
dipajang di sepanjang ruangan gedung. Brigitte Willach (59 th) seorang warga negara Jerman pecinta Indonesia dengan pengetahuan dan pengalaman luas mengenai seni budaya batik Indonesia selanjutnya menyampaikan paparan yang sangat menarik dan terperinci. Paparannya meliputi sejarah budaya batik di lingkungan Keraton Yogyakarta, proses pembuatan batik tulis, serta pengalaman pribadi di Indonesia berkaitan dengan seni batik. Brigitte Willach memulai ketertarikannya atas batik sejak usia 15 tahun. Ia memiliki koleksi lukisan dengan motif bermacammacam, termasuk desain batik yang dipelajarinya secara mendalam di Yogyakarta. Ia memahami sepenuhnya corak dan motif batik yang ada, dengan mempelajari secara langsung dengan ahli-ahli dan perajin batik Indonesia. Dalam 20 tahun terakhir ia telah melakukan berbagai
pameran tentang batik di Jerman, Denmark, Belgia, Polandia, Amerika Serikat, dan Jepang. Willach memiliki hubungan erat dan kedekatan dengan pengrajin batik tradisional dari Jawa Tengah khususnya dan khususnya Yogyakarta, dengan mempelajari proses pembuatan batik tulis termasuk kain tenun ikat. Willach telah memperoleh dukungan penuh Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam melakukan kegiatan promosi batik dengan paparan melalui seminar, simposium, pameran, perlombaan. Dengan kegiatan promosi batik tersebut, diharapkan ketertarikan masyarakat Jerman akan budaya tradisional Indonesia semakin meningkat dan semakin meluas terutama agar batik sebagai warisan seni budaya asli Indonesia makin dikenal. (pw) (Sumber: KJRI Hamburg)
Batik untuk Pakaian Musim Panas di Jerman
K
ain batik tidak terbatas dipakai pada acara resmi tradisi Jawa, tetapi juga dirancang untuk digunakan sebagai pakaian sehari-hari musim panas di Jerman. Beragam rancangan pakaian musim panas batik ini diperagakan oleh 10 pasang mahasiswa Jerman dan Indonesia yang sedang menempuh studi di Sekolah Tinggi Kejuruan Lanjutan Einbeck dalam rangkaian acara pameran “Patchworktage“di
No. No.5,4,Tahun TahunI I
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Mei - 14 - 14 Mei Juni 2008 2008
21
Kilas
No. 2, Tahun I, Tgl. 15 Februari - 14 Maret 2008
Australia dan Kanada Harapkan Jasa Baik Indonesia untuk Myanmar “Pemerintahan Indonesia telah diminta Australia dan Kanada untuk menjalankan jasa baiknya (good offices) mengkonfirmasikan kepada Pemerintah Myanmar atas kesediaan Myanmar menerima bantuan kemanusiaan dari negara-negara tersebut.” Pernyataan ini disampaikan oleh Jubir Deplu J. Kristiarto Legowo, pada Press Briefing di ruang Palapa, Deplu, 9 Mei 2008. Ditambahkan Jubir bahwa pada 8 Mei 2008, Menlu RI secara langsung menelpon Menlu Myanmar U Nyan Win, untuk menyampaikan ungkapan simpati dan belasungkawa atas terjadinya
musibah badai Siklon Nargis tersebut. Menlu RI juga menanyakan kesediaannya Myanmar untuk menerima bantuan kemanusiaan dari negara-negara lain. Dalam komunikasi per telpon tersebut Menlu Myanmar menkonfirmasikan akan menyambut baik setiap negara yang berkeinginan memberikan bantuan kepada Myanmar. “Bahkan dalam komunikasi tersebut telah dirinci hal-hal yang sangat dibutuhkan di lapangan seperti obat-obatan, makanan, tenda, pakaian dan lainlain,” demikian imbuh Jubir. Bantuan Indonesia Badai Nargis yang menghantam
Myanmar pada Sabtu (3/5) telah menelan korban jiwa yang tidak sedikit. Presiden RI dan Menlu RI secara kusus telah mengirimkan surat bela sungkawa Pemerintah dan Rakyat Indonesia atas musibah tersebut. Presiden RI pun telah mengumumkan akan memberikan uang tunai sebesar US$ 1 juta. Selain itu, Indonesia juga memberikan bantuan berupa bahan makanan, obat-obatan, selimut, tenda, dan barang-barang lain yang sangat dibutuhkan di lapangan. “Kita siap memberikan apapun yang dibutuhkan oleh Pemerintah Myanmar termasuk kemungkinan bantuan personil,” tegas Jubir.
Bantuan telah dikirikan ke Myanmar pada 8 Mei 2008 dengan manggunakan dua pesawat Hercules melalui rute Jakarta-Medan-Yangon. Diharapkan bantuan tersebut akan tiba di Yangon pada hari ini (9/5). Sampai saat ini KBRI Yangon mengkonfirmasikan bahwa tidak ada WNI yang menjadi korban dalam badai tersebut. Tetapi gedung KBRI mengalami beberapa kerusakan. Saat ini telah dilakukan langkahlangkah penaggulangan agar kegiatan kerja KBRI dapat segera pulih. (pw/MRY)
Dok.google
R I - Australia Belum Saling Mengenal Dengan Baik
Bill Farmer
Duta Besar Australia untuk Indonesia
Sebagai tetangga, Indonesia dan Australia sebenarnya belum benar-benar saling mengenal dengan baik. Karena itu bagi kami, saat ini yang penting adalah mendorong berkembangnya
generasi baru yang bisa lebih mengenal dan mengerti Indonesia dan Australia. Hubungan people to people itu penting dan kami telah berusaha mendorong generasi baru di Australia untuk mencari tahu lebih banyak mengenai Indonesia dengan cara belajar atau bekerja. Pemerintah Australia yang baru, berencana memperluas bidang-bidang ajaran untuk mempelajari bahasa-bahasa yang ada di Asia, termasuk bahasa Indonesia. Pemerintah juga berusaha meningkatkan diplomasi multilateral dan keterlibatan di wilayah regional, serta melanjutkan aliansi dengan AS. Ada bagian yang berubah dan ada juga yang berlanjut. Kami tetap menjaga hubungan regional, tetapi tetap juga
berhubungan dengan AS. Akan tetapi, PM Kevin Rudd menegaskan bahwa aliansi itu tidak bisa diartikan bahwa kami harus selalu setuju dan menurut atau mengikuti apa kata AS tentang berbagai isu. Hal itu dibuktikan dengan keputusan untuk meratifikasi Protokol Kyoto dan tidak menambah jumlah pasukan di Irak. Sehubungan dengan keberadaan kami di Timor Leste, kami akan tetap berada di Timor Leste jika masih dibutuhkan. Jika pemerintah Timor Leste memutuskan tidak lagi memerlukan bantuan, kami akan pergi, karena kami tidak memiliki rencana lain. Kami menghormati proses hukum di Indonesia atas warga Australia yang ditahan karena memiliki obat-obatan terlarang. Hanya saja terdapat
perbedaan pandangan pada pemberlakuan proses hukuman mati. Jika ada putusan seperti itu, kami akan meminta pengampunan untuk diganti menjadi hukuman penjara seumur hidup. Selama lima tahun terakhir ini kerja sama bilateral atau regional antara Indonesia-Australia berjalan baik. Semua berjalan dalam bentuk kemitraan. PM Rudd menekankan pentingnya Indonesia. Banyak isu diantara kita. Jika terjadi sesuatu yang buruk di Indonesia, kami akan terkena pengaruh. Mimpi buruk bagi Indonesia juga mimpi terburuk bagi kami.[]
Resensi
S
ebagai negara baru yang mengalami banyak perubahan, Indonesia telah menempatkan dirinya sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia, dan juga menjadi negara demokrasi nomor tiga terbesar setelah India dan Amerika Serikat. Kenyataan menunjukkan bahwa peta persoalan politik di Indonesia kini semakin meluas. Hal itu bukan hanya dilihat dari terbentuknya berbagai lembaga negara baru, dan kian besarnya pengaruh partai-partai politik, melainkan juga adanya perkembanganperkembangan baru dalam mekanisme penyelenggaraan pemilihan umum. Pada tahun 2005, secara serentak telah diselenggarakan pemilihan kepala pemerintahan daerah secara langsung di lebih dari 200 kabupaten, kota dan provinsi di Indonesia. Energi demokratisasi tergerak begitu besar, bukan hanya di tingkat nasional, melainkan juga merambah ke tingkat local. Buku ini memaparkan berbagai dimensi dari perkembangan terakhir dalam bidan politik di Indonesia. Buku ini bukan hanya memberikan perspektif politik Indonesia yang biasanya dibagi dalam dikotomi politik aliran, tetapi juga membahas bagaimana membangun kerangka konseptual system politik di Indonesia, termasuk hubungan antar lembaga negara. Pasca Soeharto, Indonesia mengalami perubahan yang sangat luas dan dalam di bidang politik. Demokrasi dan demokratisasi melanda lembaga-lembaga
Disain Baru
Sistem Politik Indonesia negara yang tidak tersentuh sebelumnya. Potensi masyarakat sipil juga menguat, sekalipun masih memiliki keterbatasan akibat faktor-faktor internal. Partai-partai politik berkembang hingga ke tingkat local dan masuknya kalangan partai ke Departemen dan kementerian, sekalipun dengan kapasitas yang belum memadai. Kini masyarakat sudah memiliki kebebasan yang luas, mulai dari melakukan aksi demonstrasi hingga memprotes kebijakan public yang dirasakan merugikan kepentingan warga negara. Namun disisi lain juga muncul sisi-sisi negative, seperti mencuatnya konflik antar warga yang terutama disebabkan karena bangkitnya politik etnis dan politik identitas, juga terjadinya konflik dalam tubuh partai-partai politik. Buku ini membahas 10 tema, yaitu Pancasila sebagai Penuntun
Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:
http://www.diplomasionline.net
Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:
[email protected]
Proses Demokratisasi ; Antisipasi Amandemen Konstitusi : Menuju Presidensiil ; Reformasi Parlemen Indonesia ; Sistim Pemilihan Umum Campuran ; Ideologi Partai Politik ; Amnesia Politik Partai Politik ; Partai Politik Lokal untuk Republik Kelima ; Dwifungsi Penguasa-Pengusaha ; dan Menegakkan Netralitas Birokrasi: Mungkinkah ?. Sebagian dari kesepuluh tema yang dibahas dalam buku ini tidak bisa dibaca secara terpisah dari yang lainnya. Ada keterkaitan satu dengan yang lainnya, mulai dari persoalan konstitusi, pelembagaan politik, persoalan ideologi negara dan partai politik, pilihanpilihan kebijakan partai politik, pengorganisasian politik sampai kepada perilaku politik, upaya membedakan ruang public dengan ruang privat, hingga fungsi birokrasi dalam masa modern.
Referensi utama buku ini adalah fenomena politik yang terjadi sepanjang satu windu terakhir, terutama sejak tahun 1998, evaluasi atas kemajuan dan kemunduran di bidang politik sampai ulasanulasan lainnya. Buku ini juga berbicara mengenai kerangka ideal system politik Indonesia sebagaimana yang diinginkan oleh masing-masing penulis. Buku ini tidak secara spesifik membahas tema pluralisme, konflik politik, hubungan ras dan etnis, masalah sipil-militer, perkembangan politik Indonesian dibandingkan dengan perkembangan politik negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara, namun buku ini dapat melengkapi literature mengenai sistim politik Indonesia dan memberikan inspirasi dalam membangun dan membentuk tatanan baru politik Indonesia dan mengembangkan pemikiranpemikiran segar untuk demokrasi Indonesia di masa depan.
Data Buku Judul Buku : Disain Baru Sistem Politik Indonesia Editor : Indra J. Piliang dan T.A. Legowo Penerbit : Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jumlah halaman : 146
Direktorat Diplomasi Publik Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110 Telepon : 021-3813480 Faksimili : 021-3513094