Diplomasi. Media Komunikasi dan Interaksi. Kontribusi Islam Dan Demokrasi Dalam Membangun Indonesia Menlu Malaysia :

No. 24 Tahun Tgl. 15II,Oktober - 14- 14 Nopember 2009 No. 21,II,Tahun Tgl. 15 Juli Agustus 2009

Diplomasi TABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi www.tabloiddiplomasi.com

Menlu RI :

Menlu RI :

Mengenang Seratus Tahun Mohammad Roem

Proyeksi Sistim Nilai Demokrasi dalam Diplomasi Indonesia

Kontribusi Islam Dan Demokrasi Dalam Membangun Indonesia

Menlu Malaysia :

Hubungan RI – Malaysia Ibarat Menarik Rambut Dalam Tepung Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional

Perlukah Mematenkan Warisan Budaya?

Da’i Bachtiar :

Menyelesaikan Persoalan TKI di Malaysia Dengan Kepala Dingin Kebudayaan, Fondasi Untuk Memperkuat Hubungan RI - Suriname

Nia Zulkarnaen :

“KING”

Lola Amaria:

Serangan Non PolitikBulutangkis Film Bertema Pertama di Dunia Klaim Warisan Budaya Email: [email protected]

Email: [email protected]

ISSN 1978-9173 ISSN 1978-9173

Email: [email protected]

www.tabloiddiplomasi.com

771978 917386 771978 917386 9

9

Departemen Luar Negeri Republik Indonesia

Departemen Luar Negeri Republik Indonesia

Diplomasi TABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

Daftar Isi

>4

Fokus

> 16

Kilas

>8

Lensa

> 17

Kilas

Lensa

> 18

Kilas

Bingkai

> 20

Bingkai

> 21

Menlu RI : Proyeksi Sistim Nilai Demokrasi Dalam Diplomasi Indonesia Hubungan RI – Malaysia Ibarat Menarik Rambut Dalam Tepung

> 11

Media Telah Menjadi Bagian Dari Suatu Proses Politik Yang Kontra Produktif

> 12

Serangan Non Politik Klaim Warisan Budaya

> 13

L

E

N

S

A

Prajurit TNI Terima Medali PBB di Lebanon

ARAH POLUGRI PASCA PEMILU 2009: MENUJU INDONESIA YANG LEBIH KOMPETITIF

Sorotan

Peluncuran Buku Islam in Indonesia : A to Z Basic Reference

Sorotan

Badan Khusus Perlindungan TKI di Luar Negeri Perlu Dipertimbangkan

k

i

14

las

Dok. Diplomasi

9

Kekuatan Batik

Diplomasi Pengembalian Asset

Menlu RI :

Media Jangan Cepat Memberitakan Sesuatu yang Faktanya Belum Jelas

Dok. muslimdaily.net

Perlukah Mematenkan Warisan Budaya?

Diplomasi

Teras Diplomasi

I

ndonesia dan Malaysia adalah dua negara yang bertetangga dekat, bahkan sangat dekat, dan sering dikatakan sebagai bangsa serumpun. Namun dalam kesehariannya, bisa dikatakan bahwa keharmonisan yang seharusnya tercipta dari kedekatan itu sangat jauh panggang dari api. Dalam membicarakan hubungan IndonesiaMalaysia ini, Presiden SBY membandingkan hubungan Indonesia dengan Iceland, sebuah negara yang terletak jauh di pojok utara kawasan Eropa Utara. Dan karena letak kedua negara yang sangat jauh itulah, maka otomatis tidak banyak permasalahan yang dialami oleh kedua negara. Berbeda dengan Malaysia, yang sangat dekat dan hanya dipisahkan oleh sebuah garis perbatasan, maka dari waktu ke waktu selalu saja timbul permasalahan. Apalagi hubungan kedua negara ini bersifat multi-dimensional, tidak hanya berupa hubungan politik, ekonomi, perdagangan, investasi, dan pendidikan tetapi juga hubungan antar rakyat yang sudah terjalin begitu lama. Masalah-masalah yang menjadi topik hangat antara Indonesia dan Malaysia sekarang ini adalah mengenai pengakuan sepihak yang dilakukan oleh Malaysia terhadap warisan seni dan budaya bangsa Indonesia, yang terkadang berdampak pada mencuatnya ketegangan dalam hubungan kedua negara. Namun sesungguhnya permasalahan itu umumnya diakibatkan oleh emosi masyarakat yang berlebihan dan tanpa pemahaman yang mendalam tentang suatu permasalahan, apalagi karena memang rakyat Indonesia sudah terluka dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia, sehingga apapun yang dilakukan oleh pihak Malaysia, seakan-akan itu melecehkan bangsa Indonesia, melanggar hukum internasional dan merampas hak-hak bangsa Indonesia. Adalah menjadi peran media untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat agar bisa mendapatkan gambaran yang kongkrit tentang suatu permasalahan,

namun sayangnya terkadang informasi yang disampaikan oleh media massa Indonesia kepada publik pun ternyata tidak lengkap, sehingga gambaran yang diterima oleh masyarakat juga menjadi tidak lengkap pula. Padahal sesungguhnya persoalan warisan seni dan budaya yang dipermasalahkan oleh kedua negara ini adalah persoalan yang rumit, pelik dan sensitif, dimana orang bisa saja menjadi emosional. Apalagi kemudian bahwa produk-produk kebudayaan antara Indonesia dan Malaysia memang cukup banyak persamaannya. Maka oleh karena itu tidak seharusnya hal itu diperuncing sehingga menjadi masalah yang berkelanjutan. Sebenarnya kalau berfikir secara jernih, kita patut merasa sedih dengan kondisi hubungan Indonesia-Malaysia sekarang ini. Karena sebagai puak Melayu dan tetangga dekat, kita selalu dianggap sebagai saudara, namun karena rendahnya perhatian dan pemahaman kita tentang kebudayaan kita sendiri, maka timbulah permasalahan tersebut. Namun demikian kedua pemerintahan sangat sadar untuk melihat suatu masalah yang timbul dalam perspektif yang lebih luas dan dengan pendekatan yang rasional, yaitu pendekatan yang melihat hubungan kedua negara dan rakyat kita dalam keutuhan masalahnya. Bagaimanapun kita tidak ingin satu masalah yang muncul dapat mengganggu hubungan kedua negara tetangga dekat, yang dalam banyak hal juga sama-sama berbagi nilai-nilai strategis dalam hubungan kedua negara. Pemahaman masyarakat tentang masalah seni dan budaya, hak cipta dan klaim-mengklaim ini memang suatu hal yang menuntut untuk dilakukannya upaya pembelajaran, pemahaman dam pencerahan. Karena itu khusus dalam tabloid Diplomasi edisi kali ini dipaparkan berbagai persoalan yang terkait dengan permasalahan tersebut, agar kita mendapatkan pandangan yang lebih luas dan dapat menyikapi suatu persoalan dengan lebih bijak, selamat membaca.

Diplomasi TABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

Pemimpin Umum / Pemimpin Redaksi Khariri Ma’mun Redaktur Pelaksana Kholid M. Staf Redaksi Cahyono Saiful Amin Arif Hidayat Taufik Resamaili Tata Letak dan Artistik Tsabit Latief Distribusi Mardhiana S.D. Kontributor M. Dihar Alamat Redaksi Jl. Kalibata Timur I No. 19 Pancoran, Jakarta Selatan 12740 Telp. 021-68663162, Fax : 021-86860256, Tabloid Diplomasi dapat di Download di http://www.deplu.go.id Email : [email protected] Cover : Annisa Fatharini Duta Belia 2009 Photo : Dok.Diplomasi Diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri R.I bekerjasama dengan Pilar Indo Meditama

Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim email:

[email protected]

Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.

Diplomasi

4

F

o

k

u

s

Menlu RI :

Proyeksi Sistim Nilai Demokrasi Dalam Diplomasi Indonesia ada tanggal 10 Desember tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bali telah meresmikan Bali Democracy Forum. Persitiwa ini sangat bersejarah karena dari Bali kita mencoba menaburkan benihbenih demokrasi sebagai bagian dari peradaban baru di kawasan Asia. Forum ini adalah forum dialog antar pemerintah untuk berbagi pengalaman dan praktekpraktek terbaik dalam memajukan demokrasi di kawasan Asia. Untuk pertama kalinya pemajuan demokrasi menjadi agenda negara-negara di kawasan Asia, dari Lebanon di bagian barat ke New Zealand di bagian timur dan dari Mongolia di bagian utara ke Indonesia di bagian selatan. Bali Democracy Forum dihadiri oleh Kepala Negara/ Kepala Pemerintahan, para menteri dan pejabat tinggi dari kawasan Asia. Sebagai kegiatan kerjasama, upaya pemajuan demokrasi merupakan kegiatan terus menerus. Karena itulah menjelang acara peluncuran Bali Democracy Forum tahun lalu saya selaku Menteri Luar Negeri, dan Rektor Universitas Udayana menandatangani MoU untuk membentuk Institute for Peace and Democracy, yang berpusat di Universitas Udayana. Institut ini merupakan lembaga pelaksana (implementing agency) dari Bali Democracy Forum yang akan menyelenggarakan rangkaian kegiatan konferensi, seminar, workshops, round tables, penelitian dan publikasi. Lembaga ini diharapkan menjadi laboratorium yang berharga untuk menunjang kegiatan akademis Universitas Udayana. Pemilihan Bali sebagai tuan rumah kami lakukan dengan

No. 24 Tahun II

Dok. Diplomasi

P

pertimbangan yang seksama. Meminjam nama besar Bali, forum demokrasi ini dari judulnya saja mudah dikenal masyarakat dunia. Alasan lainnya adalah—dan ini lebih substantif—karena kultur masyarakat Bali identik dengan kultur demokrasi dan perdamaian yang dibangun di atas falsafah Tri-Hita-Karana, yang mengajarkan keseimbangan dalam hubungan yang harmonis antara Manusia, Tuhan dan Alam. Keberhasilan Bali Democracy Forum dan Institute for Peace and Democracy pada gilirannya dapat ikut membesarkan nama Bali dan Universitas Udayana. Mengapa demokrasi dan mengapa diplomasi Indonesia ikut memajukan demokrasi? Demokrasi dalam artian harafiah adalah pemerintahan oleh rakyat. Berasal dari kata Yunani “demos”, yang berarti “people” atau rakyat dan

“kratos“ yang berarti “rule” atau pemerintahan. Terminologi ini mempunyai tiga makna dasar dalam penggunaannya sekarang, yaitu (1) suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan politik dilakukan langsung oleh seluruh rakyat yang bertindak di bawah aturan suara terbanyak. Biasanya dikenal sebagai demokrasi langsung; (2) suatu bentuk pemerintahan dimana rakyat menggunakan hak yang sama, tidak secara pribadi tetapi melalui wakil-wakilnya yang dipilih oleh dan bertanggungjawab kepada rakyat, yang disebut sebagai demokrasi perwakilan; dan (3) suatu bentuk pemerintahan— biasanya demokrasi konstitusional—di dalamnya kekuasaan dari pemegang suara terbanyak dilakukan dalam kerangka batasan-batasan konstitusi yang menjamin semua warga menikmati hak-hak individu

dan kolektif, seperti kebebasan berbicara dan beragama. Bentuk ke-tiga ini disebut sebagai liberal atau “constitutional democracy” (Ensiklopedia Brittanica). Sejak awalnya konsep demokrasi konstitusional terkait erat dengan penghormatan atas hak asasi manusia. Bahkan sekarang konsep demokrasi dikaitkan erat dengan hak asasi manusia dan pembangunan. Democracy, human rights and development merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Ketiadaan demokrasi melahirkan pemerintahan otoriter yang melanggar hak-hak asasi manusia. Sebaliknya keterbelakangan dalam pembangunan tidak akan menumbuhkan demokrasi dan akan mengurangi penikmatan hak-hak asasi, tidak hanya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tetapi juga hak-hak sipil dan politik. Dengan kata lain, diperlukan konsep pembangunan yang seimbang antara upaya memajukan pembangunan politik dan pembangunan sosial ekonomi. Dalam pengalaman kita hidup bernegara, pada masa orde baru kita mengalami ketimpangan konsep pembangunan itu. Selama 30 tahun lebih konsep pembangunan kita terlalu menekankan kepada pembangunan ekonomi. Demi pertumbuhan ekonomi diperlukan stabilitas politik dan demi stabilitas politik di bawah pemerintahan yang otoriter kebebasan dan hak-hak rakyat dikurangi. Dapat dipahami jika pada tahapan-tahapan awal pembangunan demi kepentingan pembangunan ekonomi, hakhak rakyat sementara dikurangi, tetapi dari hasil pembangunan

15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2009

Diplomasi F yang terjadi di tanah air. Ketika di dalam negeri kita diajarkan tentang Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila, di mata internasional kita menjadi bangsa pariah dan pesakitan pelanggar hak asasi manusia. Padahal sesungguhnya kata dalam sila kedua “kemanusiaan yang adil dan beradab” itu lebih indah dan sarat makna dibandingkan kata “hak asasi manusia”, yang sejak abad pertengahan sudah diperdebatkan apakah kata itu juga mencakup kewajiban hak asasi manusia sebagai padanannya. Pada titik itu saya sampai pada kesimpulan bahwa pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia dan impunitas itu terjadi karena tidak adanya demokrasi. Adanya monopoli kekuasaan oleh suatu kelompok masyarakat, maka kelompok itu juga memonopoli kebenaran. Pasti tidak ada check and balance serta mekanisme kontrol dan koreksi diri yang akibatnya menjadikan pelanggaran hak asasi manusia terus menerus terjadi. Sehebathebatnya diplomasi, dia tidak akan mampu untuk mengamankan kepentingan nasional “untuk membenarkan” pelanggaranpelanggaran HAM dan untuk meningkatkan citra bangsa di luar negeri. Saya juga sampai kepada kesimpulan bahwa tidak cukup

lagi diplomasi hanya menjadi ujung tombak untuk mencapai kepentingan nasional kita. Diplomasi juga punya kewajiban untuk mengomunikasikan perkembangan-perkembangan di dunia luar ke dalam negeri, sehingga jarak antara sisi domestik dan sisi internasional (faktor intermestik) kita tidak terlalu jauh. Ini konsekuensi dari era globalisasi dimana terdapat saling ketergantungan antar negara dan masalahnya yang semakin erat. Karena itulah pada tahun 1989, saya tampil dengan gagasan pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dengan tujuan agar komisi itu secara bertahap dapat mengerosi monopoli kebenaran yang menjadi sumber pelanggaran hak asasi manusia. Dan dengan begitu impunitas berkurang, dan hak asasi manusia dapat dilindungi. Itulah prestasi besar yang dicapai oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sejak kelahirannya pada tahun 1993 sampai dengan reformasi digulirkan pada tahun 1999, dimana demokrasi, pemajuan dan perlindungan HAM menjadi pilar-pilar reformasi yang penting. Krisis moneter kawasan Asia Timur yang menerpa Korea Selatan, Thailand dan

Dok. Diplomasi

itu sendiri kita akan mencapai suatu titik, dimana kebebasan dan hak-hak asasi rakyat tidak dapat lagi dikesampingkan: suatu titik dimana karena keberhasilan pembangunan ekonomi, kebutuhan sandang dan pangan mulai tercukupi dan pemerataan pendidikan menjadikan rakyat lebih cerdas, maka tiada lain yang akan dituntut oleh rakyat kecuali kebebasan dan hak-hak asasinya. Kegagalan pembangunan pada masa orde baru, adalah kegagalan untuk menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi di satu pihak dan pembangunan politik, yang berarti pemajuan demokrasi dan hak asasi manusia di pihak lain. Dengan dalih mencapai stabilisasi politik dan kesatuan bangsa, kita memiliki pemerintahan yang sangat sentralistik demi kerugian pluralisme dan kebhinekaan bangsa. Moto nasional kita seolaholah dibalik menjadi “tunggal ika bhineka”. Itulah yang kita alami di Indonesia sejak tahun 1970an sampai dengan akhir 1990an. Saya mengalami sebagai wakil Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada akhir 1980an bagaimana sulitnya kita membela dan membenarkan pelanggaranpelanggaran hak asasi manusia

o


k

u

s

5

Indonesia pada tahun 1997, bagi Indonesia telah menjadi krisis multi-dimensional: ekonomi, sosial-politik dan keamanan. Ketimpangan konsep pembangunan yang tidak menjamin keseimbangan antara pembangunan politik dan pembangunan ekonomi menjadikan Indonesia collapse. Dalam refleksinya, sebagai bangsa kita memutuskan untuk mengoreksi kesalahankesalahan masa lalu kita, dengan menggulirkan reformasi atas pilarpilar: demokratisasi, penegakkan hukum dan penghormatan HAM, pemajuan otonomi daerah serta upaya mengatasi krisis ekonomi. Sepuluh tahun proses itu, telah mentransformasi Indonesia menjadi negara demokrasi ke-tiga terbesar di dunia. Di Indonesia kita telah membuktikan bahwa demokrasi, Islam moderat dan modernitas serta pluralisme dapat hidup berdampingan dan bersamaan tumbuh subur. Di era demokrasi, Indonesia juga mencapai pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi—dan tahun ini kita mampu meraih angka pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (4,3%—tertinggi ke-tiga setelah China dan India) di tengah krisis finansial global dewasa ini. Di era demokrasi yang seringkali gaduh dan hiruk pikuk, Indonesia juga mencapai suasana yang aman dan damai setelah mampu menyelesaikan situasi konflik di daerah melalui cara-cara dialog dan negosiasi. Apa keterkaitan proses reformasi dan hasil-hasil yang kita capai dalam negeri dengan perkembangan dunia di luar kita? • Jarak antara sisi domestik dengan sisi internasional kita semakin dekat. Indonesia bahkan menjadi bagian dari mainstream perkembangan global dimana sejak berakhirnya perang dingin, pluralistic democracy, open and competitive economy and respect for human rights mengemuka; • Indonesia telah mencapai point of no return, bahkan

No. 24 Tahun II

Diplomasi

6

F

o

k

u

s

Dok. Diplomasi

memasuki tahap konsolidasi guna memperkuat akar demokrasi dalam kehidupan masyarakat; keberhasilan rangkaian penyelenggaraan pemilu yang aman, damai dan yang demokratis telah menambah kredibilitas suara kita; • Demokrasi sudah merupakan bagian dari sistem nilai (value system) yang dapat diproyeksikan dalam misi diplomasi kita. Kemajuan yang kita capai di dalam negeri sangat dihargai oleh masyarakat internasional. Suara kita kredibel dan didengar oleh bangsa-bangsa lain. Tidak lagi kita dilihat sebagai bangsa pariah dalam kehidupan antar bangsabangsa. Proyeksi sistem nilai demokrasi ke kawasan dan global Ketiadaan pembangunan politik di Asia Tenggara sekarang ini, mirip Indonesia pada masa pra-reformasi. ASEAN gemar berbicara mengenai kerjasama pembangunan ekonomi. Dan selama 35 tahun tidak pernah menempatkan pembangunan politik dalam kerjasama antara negara-negara anggotanya.

No. 24 Tahun II

Orientasi politik 10 negara anggota ASEAN juga sangat beragam: mereka terdiri dari negara-negara yang demokratis, setengah demokratis bahkan yang lebih ekstrim, junta militer. Kelangkaan proses demokratisasi dan penghormatan HAM di Myanmar telah menjadi isu yang memecah ASEAN. Kecuali kerjasama pembangunan politik diperhatikan, maka tidak akan mungkin ASEAN akan dapat menjadi organisasi yang kohesif. Karena itulah sejak tahun 2003 Indonesia telah memajukan konsep political and security community—disamping konsep economic and socio-cultural community—menjadikan ASEAN demokratis, menghormati HAM dan memajukan good governance. Prinsip-prinsip itu kini sudah dikukuhkan dalam Piagam ASEAN. Bahkan dalam waktu dekat, ASEAN juga akan memiliki Human Rights Comission. Peta yang sama mengenai pembangunan politik juga terdapat di kawasan Asia, yang tertinggal jauh dengan kawasan lain, tidak hanya dengan kawasan Eropa tetapi juga dengan Afrika dan Amerika Latin. Sebagai kawasan yang sangat beragam dan tingkat pembangunan yang

sangat berbeda-beda, pemajuan demokrasi dan penghormatan HAM juga tidak pernah menjadi agenda pembicaraan antar pemerintah. Seperti juga di lingkungan ASEAN, kawasan Asia bangga dengan pertumbuhan ekonominya yang relatif tinggi namun alergi untuk berbicara guna memajukan kerjasama politik. Padahal pertumbuhan ekonomi di kawasan telah mencapai pada suatu titik dimana perkembangan politik juga tidak bisa dikesampingkan, apalagi di tengah era informasi (information age), lintas informasi antar negara, termasuk tentang demokrasi dan hak asasi manusia, tidak bisa lagi disekatsekat. Pembentukan Bali Democracy Forum yang merupakan forum untuk berbagi pengalaman dan praktek terbaik dalam mengelola negara, sesungguhnya juga merupakan proses membagi pengalaman kita dalam memajukan konsep pembangunan yang seimbang antara pembangunan politik dan ekonomi. Pada pihak lain melalui kerjasama pada forum ini Indonesia juga dapat belajar dari pengalaman negara-negara lain guna memperkuat proses konsolidasi demokrasi kita setelah 10 tahun reformasi. Kita menilai sudah pada gilirannya negaranegara Asia untuk memajukan demokrasi dan hak asasi manusia agar tidak mengulangi kesalahan kita, dimana karena ketidakseimbangan itu kita mengalami krisis multidimensional. Apabila itu terjadi pada skala kawasan, itu juga berarti krisis yang membahayakan masa depan kerjasama negara di kawasan, yang dapat menciptakan gangguan keamanan dan stabilitas politik. Sebagai bagian integral dari ASEAN dan kawasan Asia, Indonesia berkepentingan agar kawasan tidak mengalaminya dan tentunya tidak ada dampak negatif terhadap Indonesia. Kemajuan proses demokratisasi dan suara Indonesia yang semakin kredibel

meyakinkan banyak negara bahwa Indonesia merupakan negara yang tepat untuk memimpin proses pemajuan demokrasi di kawasan. Kita tidak memaksakan suatu model demokrasi, sebab benih-benih demokrasi yang kita semai melalui forum ini menumbuhkan proses demokrasi dari dalam dan ini menjadikan negara-negara peserta Bali Democracy Forum merasa nyaman. Tidak hanya pertemuan Bali Democracy Forum yang pertama tahun lalu dihadiri oleh 32 negara, tetapi juga sebagai forum yang inklusif, pertemuan itu dihadiri tidak hanya oleh negaranegara demokrasi, tetapi juga negara-negara yang mempunyai aspirasi untuk memajukan demokrasi. Tidak berlebihan bila saya katakan bahwa Bali Democracy Forum kini menjadi topik pembicaraan pemimpinpemimpin dunia. Melalui forum ini, dari Bali, Indonesia juga mulai dikenal sebagai promotor upaya pemajuan demokrasi, melengkapi keterkenalan Bali karena keindahan alam, ketinggian seni budaya dan keramah-tamahan warganya. Pemajuan demokrasi di tataran global Ironis bahwa negara-negara maju selalu mendorong proses demokratisasi di negara-negara berkembang, tapi cenderung menghindari pemajuan demokrasi pada tataran global. Terdapat kesenjangan yang besar antara dorongan untuk memajukan good governance pada tingkatan nasional, sementara pada tingkatan internasional dunia mengalami krisis global governance. Idiom “might is right” masih berlaku dalam politik global—dan bukan “right is might” sebagaimana seharusnya. Dengan penguasaan modal, dominasi teknologi, dan kedigjayaan militer mereka, segelintir negara maju masih berpretensi mampu mengatur dunia dan kehidupan seluruh umat manusia. Pendekatan kekuasaan dan kekuatan (power based approach)


Diplomasi f daripada pendekatan demokrasi, dialog dan inclusiveness sangat menonjol pada Dewan Keamanan, dimana lima anggota tetap mempunyai kekuasaan yang luar biasa, termasuk hak veto, dan di Bretton Woods Institutions, seperti IMF, Bank Dunia serta Regional Development Banks dimana negara-negara ekonomi maju menjadi pemegang saham utama yang ditopang oleh weighted voting. Komposisi keanggotaan dan proses pengambilan keputusan di banyak institusi global sudah tidak lagi merepresentasikan realitas dunia masa kini. Akibatnya institusi-institusi global tersebut cenderung semakin tidak efektif. Sementara di Indonesia kita gandrung untuk melakukan reformasi pada tataran global reformasi, global governance masih sangat alot, mereka yang selama 64 tahun menikmati hakhak istimewa tidak mudah untuk mengurangi hak-haknya. Desakan untuk merubah biasanya mudah dipatahkan dengna penggunaan hak veto. Hikmah terpenting dari krisis finansial dan ekonomi global yang melanda dunia dua tahun terakhir ini adalah mulai munculnya kesadaran akan keperluan mereformasi lembagalembaga keuangan global dan regional. Negara-negara maju yang tergabung dalam G-8, menyadari bahwa untuk menanggulangi krisis ekonomi global, tidak bisa lagi ditangani oleh mereka sendiri, karena itu diperlukan partisipasi negaranegara emerging economies. Sebagai negara dengan GNP (Gross National Products) menurut ukuran Purchasing Power Parity (PPP) ke-16 terbesar di dunia, ekonomi yang sangat dinamis, posisi Indonesia yang semakin diperhitungkan, Indonesia telah diundang menjadi anggota G-20 Summit. Terjemahan praktis dari perkembangan di atas adalah surutnya peranan G-8 yang merupakan kelompok eksklusif negara-negara maju. Peran


mengatur kebijakan ekonomi dunia mulai digantikan oleh G-20, yang merupakan kelompok yang melibatkan baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang. Semakin pentingnya peranan G-20 tidak terlepas dari fakta bahwa kehadiran negaranegara berkembang seperti Indonesia telah membentuk perspektif yang lebih tepat dalam melihat masalah dan membangun solusinya. Seperti kita saksikan Indonesia segera setelah krisis moneter 1997/1998, krisis finansial dan ekonomi global telah mendorong dimulainya proses

Reformasi Dewan Keamanan PBB merupakan agenda penting dunia sekarang ini. Kita berada pada posisi yang sangat baik untuk melakukan itu karena sekarang ini, di era reformasi kita memiliki kredibilitas dan mempunyai hubungan yang baik dengan semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang dan yang senantiasa memprioritaskan cara-cara dialog dan kemitraan. Tetapi lebih dari itu kita mempunyai aspirasi dan semangat untuk menciptakan suatu tatanan dunia (world order) berdasarkan kemerdekaan,

o

k

u

s

7

bebas menindas yang lemah, akan muncul rasa marah, dan disitu tidak akan ada stabilitas atau perdamaian. Dimana ada ketidakadilan yang didiamkan saja, disitu muncul kultur balas dendam.” • “Kalau pangkal masalahnya adalah ketidakseimbangan dalam hubungan antarmanusia, maka solusinya adalah memperbaiki keseimbangan—dengan pengakuan bahwa seluruh umat manusia adalah sejajar dan memiliki hak-hak yang sama dihadapan hukum

“Ironis bahwa negara-negara maju selalu mendorong proses demokratisasi di negara-negara berkembang, tapi cenderung menghindari pemajuan demokrasi pada tataran global. Terdapat kesenjangan yang besar antara dorongan untuk memajukan good governance pada tingkatan nasional, sementara pada tingkatan internasional dunia mengalami krisis global governance”. reformasi lembaga-lembaga keuangan internasional dan global yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods dengan segala hak-hak istimewanya. Proses demokratisasi pada global economic governance sudah dimulai. Indonesia berkepentingan untuk mendorong reformasi pada badan-badan ekonomi global berhasil ke arah membangun suatu tatanan ekonomi dunia yang baru yang lebih adil dan memadai dalam perkembangan dunia dewasa ini. Indonesia dan juga negara-negara lain yang sehaluan berkepentingan untuk memanfaatkan momentum reformasi yang dilakukan oleh G-20 untuk mendorong reformasi di bidang-bidang global governance lainnya seperti bidang politik dan keamanan.

perdamaian abadi dan keadilan sosial yang diamanatkan oleh para pendiri Republik Indonesia. Sebagai penutup, perkenankan saya menyampaikan satu renungan yang merupakan argumen untuk memilih demokrasi—yang pertama kali saya sampaikan dalam pidato saya selaku Menteri Luar Negeri RI di Sidang Majelis Umum PBB bulan November tahun 2001. • “Sesungguhnya semua masalah yang kita hadapi dewasa ini, baik pada tingkat global maupun nasional, dapat kita telusuri hingga ke ujung pangkalnya—yaitu defisiensi dalam hubungan antar-manusia. Dimana ada ketidaksetaraan yang tentu tidak diterima oleh pihak yang lemah, disitu ada ketegangan dan konflik. Dimana yang kuat

Tuhan dan hukum manusia. Sebagai sesama, baik kelompok maupun individu manusia cenderung memiliki rasa menyayangi satu sama lainnya.” • “Sebagai sesama manusia, masing-masing bertanggungjawab atas perbuatannya dan atas dampaknya terhadap orang lain sehingga rasa keadilan setiap orang dapat terpenuhi. Solusi ini bukanlah yang saya temukan baru-baru ini. Ini adalah sesuatu yang telah kita kenali sejak lama, yang kita sebut selama ini sebagai demokrasi.” Transkrip Sambutan Dr. N. Hassan Wirajuda Menteri Luar Negeri Republik Indonesia pada acara penganugerahan “Udayana Award”Universitas Udayana, Denpasar, 8 Oktober 2009.

No. 24 Tahun II

Diplomasi

8

L

E

N

S

A

Dok. Presidensby.info

Hubungan RI – Malaysia Ibarat Menarik Rambut Dalam Tepung

Dato’ Anifah Aman Menlu Malaysia

D

alam kunjungan saya di Jakarta kali ini kami memiliki kesan bahwa hubungan antara Malaysia dan Indonesia, baik di tingkat Presiden dan PM, para menteri dan juga rakyat kita, secara keseluruhan begitu akrab dan erat. Meski demikian sebagai tetangga dekat, pasti muncul masalah, sebagaimana yang terjadi baru-baru ini. Tetapi walau bagaimanapun, yang penting adalah, kita harus selalu memupuk hubungan silaturahim diantara kedua negara. Jadi kami sepakat bahwa hubungan kedua negara ini harus ditingkatkan, dan beberapa isu yang muncul hendaknya kita pecahkan dengan baik. Saya dan Menlu RI, Bapak Hassan Wirajuha percaya bahwa kita akan mampu mengatasi dengan baik berbagai persoalan yang muncul dan tidak akan mengganggu hubungan bilateral dua negara yang sudah berjalan baik. Hubungan Indonesia – Malaysia kalau diibaratkan seperti ungakapan yang menyatakan “ibarat menarik rambut dalam tepung”. Dimana rambut itu jangan sampai putus dan tepungnya jangan sampai berserakan. Jadi upaya-upaya penyelesaian dan perundingan yang kita lakukan itu harus menghasilkan kebaikan bagi kedua negara dan rakyat kita. Eminent Person Group EPG

No. 24 Tahun II

Indonesia dan Malaysia telah membuat beberapa rekomendasi untuk meningkatkan dan mempererat hubungan kedua negara ketingkat yang lebih baik. Sehingga sebagai dua bangsa yang bertetangga kita dapat terus hidup berdampingan secara damai dengan semangat bertetangga, apa lagi kita memiliki banyak sekali kesamaan. Klaim Budaya Mengenai permasalahan budaya, sebenarnya kita sudah melakukan perbincangan dengan panjang lebar. Sebagaimana diketahui bahwa cukup banyak masyarakat Malaysia yang dulunya juga berasal dari Indonesia, sehingga banyak budaya yang diwarisi oleh nenek moyang dahulu yang dipraktekkan di Malaysia. Kalau kita lihat, mulai dari pesisir laut sebelah utara Kedah sampai ke Johor, sebagian besar masyarakat yang tinggal disana sekarang ini, mereka itu berasal dari Indonesia. Karena itu budaya Indonesia yang mereka warisi itu masih sangat kental disana.Tetapi kita sepakati, bahwa ini adalah hak milik Indonesia. Soal tari Pendet, saya sendiri belum tahu bagaimana itu tari Pendet, jadi sampai sekarang rakyat Malaysia tidak pernah berupaya untuk mengakui bahwa itu milik Malaysia. Ini merupakan kesalahan yang dilakukan oleh Discovery Channel, dan mereka telah memberikan penjelasan kepada kita, dan kita terima penjelasan itu dengan baik, karena kesalahan itu bisa saja terjadi dimana saja dan dilakukan oleh siapa saja. Tetapi memang ada beberapa media yang belum merasa puas dengan penjelasan tersebut yang pada akhirnya menimbulkan ketegangan dan memberikan rasa kurang puas, tidak saja bagi masyarakat Indonesia yang

berada di Indonesia tetapi juga masyarakat Indonesia yang berada di Malaysia. Permasalahan ini juga menimbulkan kekhawatiran masyarakat Malaysia, kita juga khawatir apakah warga Malaysia yang berada di Indonesia aman atau tidak. Tetapi karena keyakinan bahwa kita memiliki hubungan yang akrab, kami mencoba menepis kekhawatiran tersebut, hingga kami mendapatkan kepastian dari Bapak Presiden dan juga Menlu RI bahwa rakyat Malaysia yang berada di Indonesia terjamin keselamatannya. Mengingat peran media demikian besar dalam mempengaruhi masyarakat maka kami berharap kepada insan media kedua negara agar dalam menyampaikan pemberitaan jangan sampai mengakibatkan ketegangan hubungan kedua Negara. Tapi

“Hubungan Indonesia – Malaysia kalau diibaratkan seperti ungakapan yang menyatakan “ibarat menarik rambut dalam tepung”. Dimana rambut itu jangan sampai putus dan tepungnya jangan sampai berserakan. Jadi upaya-upaya penyelesaian dan perundingan yang kita lakukan itu harus menghasilkan kebaikan bagi kedua negara dan rakyat kita. “

sebaliknya berita-berita yang disampaikan dapat memperkuat hubungan dan menentramkan keadaan. Meskipun demikian saya memahami bahwa tidak semestinya semua berita itu hanya yang baik-baik saja, boleh saja kritis asal tepat dan proporsional supaya masyarakat bisa menganalisa dengan baik. Dalam hal produk-produk kebudayaan, antara Indonesia dan Malaysia memang cukup banyak persamaan, tetapi hendaknya itu tidak seharusnya menjadi masalah, karena bisa kita bicarakan secara baik. Tetapi sebagaimana yang dikatakan oleh Menlu RI, kita semestinya bangga jika budaya Indonesia dipromosian di luar negeri. Sebagaimana kebudayaan Malaysia juga sering dipertunjukkan di beberapa negara, dan kita bangga dengan hal itu. Persoalannya hanya bahwa kita boleh mengapresiasi kebudayaan negara-negara lain, termasuk Indonesia, tetapi kita jangan mengambil hak milik kebudayaan itu. Issu Terorisme Indonesia dan Malaysia juga intensif melakukan kerjasama di bidang anti terorisme, dan yang paling sering dilakukan adalah dalam bentuk tukarmenukar informasi supaya kita dapat menyelesaikan berbagai permasalahan terorisme. Mengenai Dr. Azahari dan Noordin M Top, kita menghormati Indonesia selaku sahabat dan negara tetangga, maka kita menaruh kepercayaan kepada Indonesia terhadap pemburuan mereka, walaupun mereka adalah Warga Negara Malaysia. Jadi tidak ada sedikitpun intervensi dari pemerintah Malaysia mengenai bagaimana cara penangkapannya, dalam hal ini kita hanya melakukan kerjasama tukarmenukar informasi.[]


Diplomasi L Menlu RI :

RI – Malaysia

Dok. Diplomasi

Media Jangan Cepat Memberitakan Sesuatu yang Faktanya Belum Jelas

S

ebagai Negara bertetangga Indonesia dan Malaysia, dari waktu ke waktu pasti muncul masalah, apalagi sifat hubungan kedua negara bersifat multidimensional, tidak hanya berupa hubungan politik, ekonomi, perdagangan, investasi, dan pendidikan tetapi juga hubungan antar rakyat yang sudah berlangsung lama. Dalam kaitan


itu kita tidak mengesampingkan masalah, tetapi kedua pemerintahan dengan sadar menyelesaikan masalah yang ada untuk meningkatkan hubungan yang lebih baik kedepan. Kami menghargai kunjungan Menlu Dato’ Anifah Aman ke Indonesia sebagai bagian dari kontak dan konsultasi yang terus-menerus dilakukan, baik

pada tingkat Presiden dan PM, tingkat Menteri, para tokoh, parlemen dan lain-lainnya. Kita juga menghargai sambutan yang sangat baik yang diberikan oleh pemerintah Malaysia atas kunjungan Ketua EPG Indonesia, Bapak Try Sutrisno dan dua anggota EPG Indonesia, ditengah perdebatan tentang isu-isu yang kita hadapi akhir-akhir ini. Dalam kunjungan singkat tersebut delegasi EPG Indonesia diterima oleh PM Dato’ Nadjib dan Ketua EPG Malaysia Tun Musa Hitam. Keesokan harinya, sekembalinya dari Malaysia, Ketua EPG Indonesia diterima oleh Presiden SBY dan diminta untuk menjelaskan kepada publik melalui media tentang kesan dan pengalamannya berkunjung dan melakukan perbincangan di Kuala Lumpur. Kedua pemerintahan sepakat untuk terus menyelesaikan masalah-masalah yang ada dan timbul dalam hubungan bilateral kedua negara. Sebetulnya EPG yang dibentuk tahun lalu oleh Presiden Indonesia dan PM Malaysia, memperoleh mandat untuk menyampaikan laporan dan rekomendasi-rekomendasi mengenai bagaimana kita menangani dan menyelesaikan masalah-masalah yang ada dan apa langkah-langkah yang harus diambil untuk memajukan hubungan kedua negara. Namun karena laporan dan rekomendasi itu belum lama diselesaikan, maka kedua negara dan pemerintahan belum sempat duduk bersama untuk merancang semacam plan of action programme yang perlu kita lakukan untuk menindaklanjuti rekomendasirekomendasi yang disampaikan.

E

N

S

A

9

Tetapi karena hubungan kita yang multi-dimensional, kita sudah terkejar oleh munculnya isu atau masalah-masalah baru, yang kalau tidak kita tangani segera, dapat mengganggu hubungan kedua negara. Tetapi percayalah bahwa pada tingkat kedua pemerintahan, kita sangat sadar untuk melihat suatu masalah yang timbul dalam perspektif yang lebih luas dengan pendekatan yang rasional, yaitu pendekatan yang melihat hubungan kedua negara dan rakyat kita dalam keutuhan masalahnya. Kita tidak ingin satu masalah yang muncul dapat mengganggu hubungan kedua negara tetangga dekat, yang dalam banyak hal juga samasama berbagi nilai-nilai strategis dari hubungan kedua negara. Dengan semangat itulah kami membicarakan berbagai hal dan langkah-langkah yang perlu dilakukan kedepan, termasuk kesepakatan untuk tidak berpuas diri dengan apa yang kita capai sekarang. Kita juga tidak ingin dari waktu ke waktu menghadapi surprise, oleh karena itu kita sepakati untuk membangun komunikasi yang baik. Presiden dengan PM, saya dengan Menlu Dato’ Anifah Aman, untuk secara cepat saling berkomunikasi jika ada permasalahan agar saling mengerti alasan dibalik timbulnya suatu masalah, dan apa yang akan dilakukan oleh masingmasing untuk menghadapi masalah itu. Dengan begitu saya pikir pertemuan yang kita lakukan sangat positif dalam kita melangkah kedepan. Masalah klaim Malaysia terhadap seni budaya Indonesia juga sudah dibicarakan, dan kita sepakat sebagai negara yang bertetangga dekat, bahwa ada bagian-bagian dari warisan budaya Indonesia yang juga terdapat di Malaysia, dan sebaliknya ada bagian-bagian budaya Melayu yang juga berada di Indonesia. Dengan kata lain kita tidak perlu terlalu sensitif pada hal-

No. 24 Tahun II

Diplomasi

10

L

E

N

S

hal yang terkait dengan sebaran budaya masing-masing pihak, karena art and culture memang cenderung universal, dalam artian bisa saja nilai budaya kita dihargai di Malaysia, Eropa dan dimana saja. Jadi yang kami sepakati adalah untuk mengurangi hal-hal yang dapat menjadi isu sensitif, yaitu klaim kepemilikan atas suatu warisan budaya. Menlu Dato’ Anifah Aman sependapat bahwa kita masingmasing berupaya untuk sejauh mungkin menghindari hal-hal yang sensitif. Malaysia sudah menjelaskan kasus tari Pendet langsung kepada kami, dan sebelumnya juga kepada pemerintah untuk mengklarifikasikan hal tersebut secara langsung, yaitu Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Malaysia kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia dan juga dari pihak Discovery Channel beserta sponsornya, yang secara terbuka telah memberikan penjelasan kepada kita. Jadi dengan kata lain, ada understanding yang baik diantara kita untuk melakukan upaya-upaya menghindari agar hal tersebut tidak terjadi lagi. EPG sebenarnya sudah memberikan laporan yang lengkap, dan rekomendasirekomendasi yang disampaikan sudah memberikan roadmap yang dapat ditempuh oleh kedua pemerintahan untuk tidak hanya menyelesaikan masalah tetapi juga meningkatkan saling pengertian yang lebih baik antar kedua rakyat dan pemerintahan. Merupakan tugas pemerintah bahwa dari rekomendasi itu kita pelajari dan tentukan programprogram yang akan kita lakukan sekarang dan kedepan. Oleh karena itu baik pada tingkat pejabat senior dan tingkat menteri, kita sepakat untuk segera duduk bersama. Kedua, rekomendasi tentang hubungan kesejarahan. Sebetulnya dalam hal ini EPG sudah menyelenggarakan seminar di Jakarta untuk melihat lagi

No. 24 Tahun II

A kebelakang segi kesejarahan dan kedekatan hubungan kita, yang mungkin oleh generasi sekarang cenderung dilupakan. Jadi dengan kata lain kita gali secara mendalam fundament yang dapat mengokohkan hubungan kedua negara. Itu yang dimaksud oleh Dato’ Aman bahwa kita sebagai tetangga jangan taken for granted, terhadap apa yang kita tahu dan miliki sekarang. Itu harus kita perkokoh, termasuk dengan menggali akar budaya kita. Isu terorisme Mengenai kerjasama dibidang contra-terrorisme baik secara bilateral dan juga dalam kerangka ASEAN, kita sebetulnya memiliki perangkatperangkat arrangement, seperti sharing information termasuk inteligen information, capacity building bahkan dalam hal-hal tertentu jika diperlukan joint operation. Jadi atas fundament itu sebetulnya kepolisian kedua negara selalu berkerjasama secara erat. Pastinya kita juga membicarakan bagaimana mendorong peran positif media massa, termasuk bagaimana memajukan hubungan bilateral kedua bangsa yang lebih baik dalam lingkungan masingmasing, dimana Indonesia tengah berada dalam era keterbukaan dan kebebasan media yang begitu besar, termasuk untuk menerbitkan surat kabar atau membuka channel baru dengan tanpa memerlukan izin apapun, jadi begitu mudah dan bebasnya. Dan itu memang akan sangat tergantung kepada tanggung jawab media sendiri, sebagai pemerintah kita tidak boleh membatasi, dalam artian melakukan sensor dan sebagainya. Tetapi saya kira pada akhirnya media akan mengukur sejauh mana publik bereaksi, apakah mereka akan ikut terbakar dengan arah kebijakan media tertentu, dan kemudian membuat suatu masalah menjadi

lebih besar. Pada kenyataannya tidak demikian, saya percaya bahwa publik kita juga rasional, sehingga upaya-upaya yang cenderung insight ke arah membakar bara permusuhan, juga tidak mendapat tempat dihati publik kita. Dengan kata lain masalah keterbukaan dan kebebasan media yang begitu besar, secara umum bukanlah suatu masalah yang kompleks, karena pada kenyataannya kita menyaksikan bahwa true time dan dalam waktu yang tidak lama, upayaupaya mengeksploitasi suatu

masalah secara negatif juga tidak mendapat tempat. Untuk masalah pulau Jemur yang di Malaysia ditulis Jemor, ternyata sesungguhnya ada tiga pulau yang menggunakan kata yang sama. Ada pulau Jemur milik Indonesia yang terletak dekat Bengkalis dan ada pulau Jemur milik Malaysia di dekat Selangor yang merupakan tempat tujuan wisata. Jadi terkadang kita sudah ribut sendiri terhadap sesuatu yang belum jelas, karena itu tolong media jangan mudah terbakar oleh sesuatu yang faktanya belum jelas.[]

Blok Ambalat Merupakan Salah Satu Blok Konsesi Minyak Ketika memberitakan Blok Ambalat, tampaknya media media Indonesia banyak yang terkena provokasi didalam. Padahal kalau kita melihat Laut Sulawesi dalam ilmu Toponimi atau penamaan laut, yang namanya perairan Ambalat itu tidak ada, yang ada hanya Laut Sulawesi. Dalam peta Angkatan Laut, namanya juga sama yaitu Laut Sulawesi atau Celebes Sea. Secara seismik dasar Laut Sulawesi itu banyak mengandung migas, dan karena itu para engineering eksplorasi yang bertugas disitu membaginya dalam bentuk kotak-kotak atau blokblok yang kemudian mereka namakan dengan Ambalat, Bukat, Nordik, Sembawang, Japek dan sebagainya. Blokblok konsesi minyak tersebut terdapat di dasar laut atau pulau dengan kedalaman 2.500 meter dibawah laut. Blok Ambalat itu sendiri letaknya sangat jauh dari pantai, yaitu sekitar 80 mil laut, dimana kita sama-sama memiliki klaim atas wilayah

tersebut. Indonesia memiliki batas wilayah klaimnya sendiri, dan Malaysia juga memiliki batas wilayah klaimnya sendiri. Ditengah-tengah dua batas wilayah klaim antara Indonesia dan Malaysia itulah yang sering dikatakan terjadi saling klaim antara Indonesia dan Malaysia, atau dipersepsikan terjadinya pelanggaran batas wilayah, dimana sebenarnya tidak pernah ada kapal Malaysia yang melintas batas wilayah Indonesia, karena jaraknya 80 mil laut dan itu hanya buang-buang uang. Karena kapal perang Malaysia yang mengawasi perbatasan itu berasal dari Pangkalan Lumut di Selat Malaka, dan akses kesana itu tidak ada atau sangat kecil. Permasalahan ini menjadi sensitif karena perusahaanperusahaan minyak yang akan melakukan eksplorasi di kedalaman 2.500 meter seperti itu, paling tidak membutuhkan tenaga kerja sedikitnya sekitar 30.000 orang.[]


Diplomasi L

E

N

S

A

11

K

laim kebudayaan yang dilakukan oleh Malaysia terhadap sebagian budaya Indonesia seharusnya dilihat secara jernih. Tak ada salahnya kita melihat persoalan ini dengan dengan pendekatan “cerminan diri”. Karena kalau kita teriak maling maka kita harus melihat dicermin apakah kita juga seperti itu atau tidak. Seperti masalah penjiplakan lagu, saya tahu bahwa lagu ‘Dari Sabang Sampai Merauke’ itu memang sangat mirip dengan lagu kebangsaannya Perancis, jadi memang siapa menjiplak siapa. Banyak contoh lainnya yang telah disebutkan termasuk lagu dangdut yang sebelumnya saya anggap unik, tetapi ternyata jiplakan juga. Demikian pula dengan masalah Hak Cipta individu dan komunal yang ternyata sangat sulit untuk didaftarkan, karena seorang pencipta lagu ataupun tarian itu kalaupun bisa diajukan hak ciptanya, otomatis akan ada konsekuensi limitasi waktu, sehingga dengan demikin menjadi tidak relevan lagi. kalau lagu-lagu tradisional dan juga makanan khas daerah seperti tempe, soto dan sebagainya, kita daftarkan hak ciptanya, maka saya khawatir justru kita sendiri yang akan kehilangan. Padahal yang namanya tempe itu dari dulu identik atau dikenal sebagai miliknya orang Jawa, demikian juga dengan soto. Jadi arah perdebatan mengenai HAKI dan Hak Cipta itu sebenarnya sangat menghawatirkan. Kita menjadi bangsa yang seolah-olah berpikir dengan cara Barat terhadap sesuatu yang merupakan budaya tradisional kita. Kalau kita berpikir mengenai Hak Cipta untuk pembuatan robot ataupun software misalnya, maka sah-sah saja kita mengklaim Hak Paten atau Hak Ciptanya. Tetapi untuk


sesuatu yang sudah menetap, sudah tentu mereka sudah tidak perlu mengklaim untuk bisa didaftarkan. Pada produk budaya, yang penting adalah semangatnya untuk sharing, saya yakin penemu atau pencipta lagu Rasa Sayange itu tidak berpikir bahwa itu sebagai miliknya semata. Banyak orang pada jaman dahulu itu yang menciptakan lagu untuk dinikmati bersama-sama dengan orang lain, dia tidak berpikir menciptakan lagu untuk mendapatkan berapa besar royaltinya. Dalam kasus Malaysia, ini lebih kepada suatu event yang bertujuan untuk men drive, jadi hal ini banyak dimunculkan untuk mendrive suatu isu yang kemudian saya lihat menjadi out of control pada waktu dilakukannya razia terhadap orang-orang Malaysia. Dalam hal tari Pendet, satu minggu setelah perdebatan itu muncul kita berdiskusi dengan setiap orang untuk membuat statement, tetapi ternyata hal itu luput dari pemberitaan atau memang sengaja tidak diliput. Discovery, sebuah TV channel programe, mengatakan bahwa merekalah yang salah. Mereka mempunyai program kerjasama dengan Malaysia, dan dalam upaya melakukan promosinya, mereka menggunakan konsultan dari Singapura untuk mencarikan beberapa image yang bisa digunakan untuk program ini. Konsultan dari Singapura tersebut mengusulkan tari Pendet, maka itulah yang kemudian dipakai oleh Discovery yang selanjutnya disiarkan, dan kita ribut, namun ributnya berbuntut ‘ganyang Malaysia’ bukan Discovery. Media men drive untuk ‘ganyang Malaysia’ dan tidak ada yang melihat atau meliput penjelasan yang dilakukan atau statement yang disampaikan

oleh Discovery, sehingga akhirnya mereka mengulangi lagi statement tersebut, karena merasa hal itu tidak sampai ke masyarakat Indonesia. Mereka menyatakan bahwa merekalah yang membuat kesalahan itu, dan sebagai gantinya mereka akan membuat suatu program mengenai tari Pendet di Discovery, dan itu lagi-lagi tidak ada yang meliput. Dalam program ini secara jelas akan disampaikan bahwa tari Pendet itu berasal dari Bali. Sebenarnya kalau kita melihat itu, pembahasan mengenai tari Pendet dapat dihentikan, apalagi kemudian Discovery memberikan suatu bonus program yang menyatakan tari Pendet sebagai budaya milik Indonesia. Tapi ini tidak demikian, masalah ini kemudian malah digunakan untuk menarik masalah pemukulan TKI dan blok Ambalat yang kesemuanya dikait-kaitkan, sehingga masyarakat tidak bisa melihat hal lain selain ‘ganyang Malaysia’. Jadi ini sangat disayangkan, karena membuat persoalan menjadi complicated. Sekarang ini kebijakan luar negeri banyak yang dimanipulasi oleh kalangan tertentu untuk melihat siapa yang bereaksi terhadap perseteruan kita dengan Malaysia, yang ternyata lebih banyak ruginya. Pada akhirnya kita rugi dan Malaysia juga rugi, dan siapa yang mendapat keuntungan dalam hal ini saya juga tidak tahu, mungkin media cetak dan elektronik yang ratingnya semakin naik. Jadi tanpa disadari, media telah menjadi bagian dari suatu proses politik yang kontra produktif, dimana terus terang kita seharusnya malu dengan itu. Apalagi kita adalah sebuah negara yang sangat besar dengan kebhinekaannya. Kita harus bangga dengan itu dan

Dok. islamlib.com

Media Telah Menjadi Bagian Dari Suatu Proses Politik Yang Kontra Produktif

Endi Bayuni Pemred The Jakarta Post

harus sepakat bahwa dengan sekian banyak budaya yang kita miliki, tidak berarti bahwa negara-negara lain tidak boleh memilikinya, karena setiap orang juga tahu bahwa itu adalah milik Indonesia. Mengenai batik, banyak negara-negara lain yang juga mempunyai batik, seperti China, India, dan lain-lainnya. Di AS itu banyak didapatkan batik China, dan awalnya saya tersinggung dengan itu, tapi itu adalah pintarnya marketing China, dan itu tidak berarti kita kemudian mengatakan bahwa China mencuri batik Indonesia, begitu juga dengan Malaysia. Jadi memang seharusnya kita tidak membuat permasalahan menjadi lebih rumit dan mencoba untuk melihat siapa yang sebenarnya diuntungkan dengan persoalan ini. Ini akan mempersulit ratusan ribu pekerja kita yang bekerja di Malaysia, bisa kita bayangkan kalau seandainya masyarakat Malaysia juga berpikiran sempit seperti disini dengan melakukan razia terhadap orang Indonesia disana. Pada akhirnya kita yang akan lebih dirugikan, dan untungnya Malaysia tidak ikut terpancing emosinya dan berupaya untuk menyelesaikan masalahnya, dan saya senang bahwa ternyata sudah ada kesepakatan untuk menyelesaikan masalah ini.[]

No. 24 Tahun II

Diplomasi BI N GK A I

M

enanggapi seputar klaim yang dilakukan oleh Malaysia atas beberapa produk kesenian dan budaya Indonesia yang menjadi isu hangat dan banyak diperbincangkan belakangan ini, Lola Amaria, yang berprofesi sebagai artis bintang film dan sutradara ini menanggapi dengan penuh keprihatinan. Berikut adalah tanggapan Lola Amaria seputar klaim yang dilakukan oleh Malaysia, sebagaimana dikutip dari harian Suara Pembaruan edisi 26 Agustus 2009. Sebenarnya klaim-klaim Malaysia itu terjadi karena kesalahan Pemerintah Indonesia sendiri yang kurang preventif didalam menjaga warisan seni dan budaya bangsa. Kalau sudah seperti ini barulah memberikan reaksi. Masalah ini sebetulnya berpangkal dari masalah ekonomi

adalah tidak pernah mematenkan apa pun yang dimiliki oleh bangsa Indonesia secara turun-temurun. Padahal, di dunia internasional, berlaku hukum seperti itu. Harusnya dari awal pemerintah sudah memiliki benteng untuk melestarikan budaya nasional kita. Masalah ini akan seperti bom waktu, karena kita tidak pernah menyangka kapan akan ada serangan-serangan nonpolitik yang bentuknya seperti ini. Karena itu Pemerintah jangan hanya bicara saja, sekaranglah waktunya untuk bertanggung jawab, karena masalah klaimmengklaim ini bisa terus berlanjut jika Indonesia tidak melakukan tindakan preventif. Pemerintah sebaiknya segera mendaftarkan dan mematenkan seluruh kesenian dan kebudayaan Indonesia, yang seharusnya itu dilakukan sejak dulu.

Dok. entry-indonesia.com

12

Lola Amaria:

Serangan Non Politik

Klaim Warisan Budaya dan identitas bangsa. Malaysia itu tidak memiliki identitas yang jelas, sementara Indonesia yang sudah lebih tua usianya, memiliki akar budaya yang lebih jelas, dimana setiap daerah memiliki kesenian dan kebudayaannya masingmasing yang berbeda. Sementara Indonesia dan Malaysia itu punya nenek moyang yang sama, jadi mungkin karena itulah, maka kemudian mereka merasa berhak untuk mengklaim kebudayaan kita. Menurut perempuan kelahiran Jakarta, 30 Juli 1977 ini Kesalahan Pemerintah Indonesia

No. 24 Tahun II

Pemerintah belum terlambat untuk melakukan itu sekarang, tetapi harus dilakukan secepat mungkin. Apalagi hanya dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, sudah banyak sekali kebudayaan Indonesia yang diklaim oleh Malaysia. Mulai dari batik, Reog Ponorogo, sampai tari Pendet, dan kalau dibiarkan, bisa jadi akan ada lagi yang mereka klaim. Tampaknya Pemerintah Indonesia, dan juga termasuk para anggota DPR, dalam hal ini tidak berbuat banyak untuk menjaga dan mempromosikan

budaya Indonesia. Sementara Pemerintah Malaysia sangat royal dalam menggelontorkan dana untuk membuat iklan yang ditayangkan di berbagai stasiun televisi asing. Dana yang dianggarkan Pemerintah Indonesia sangat jauh dibandingkan realisasinya, apalagi kalau kemudian 'disunat' sana sini, sehingga anggaran yang awalnya miliaran rupiah, pada akhirnya hanya tinggal puluhan juta. Lantas bagaimana kita mau buat iklan yang bagus kalau begitu? Dalam hal ini Malaysia itu

sebenarnya hanya lebih pintar mengemas, ditambah lagi dia punya anggaran yang besar untuk membuat iklan. Dan kita sebenarnya bisa membuat iklan yang lebih bagus dari yang ada sekarang, namun masalahnya adalah tidak ada dananya. Pemerintah harusnya lebih serius didalam menangani masalah ini, dan kita juga harus lebih pintar daripada Malaysia. Jika tidak, bisa jadi seni dan budaya Indonesia itu akan terus diklaim oleh Malaysia.[]


Diplomasi

Yovy Widianto

Vokalis Band Yovie and Nuno

S

ebagai bentuk apresiasi dari diakuinya batik sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, saya berharap semoga dengan apa yang telah dilakukan oleh segenap masyarakat Indonesia, walaupun baru satu hari kita semua bersama-sama menggunakan batik, tetapi itu bisa menjadi inspirasi untuk halhal yang lain selain batik. Selain batik juga banyak sekali kekayaan budaya Indonesia yang memang juga harus dengan teliti dipelajari dengan seksama. Apabila telah terindikasi secara faktual bahwa itu memang kepunyaan Indonesia, maka tidak ada halangan buat kita untuk membuat literasi bahwa itu adalah hak kekayaan budaya Indonesia. Batik, selain tehnik pembuatannya, kita juga bisa membuat hak ciptanya secara bagian-perbagian. Artinya ada juga karya-karya yang merupakan bagian dari corak batik yang sudah dikenal sebagai budaya milik Indonesia seperti misalnya batik Parang Nusa dan lain sebagainya. Sebab itu akan menjadi kekuatan argument tersendiri apabila misalnya batik itu diklaim oleh Negara lain. Sebab ada pengakuan dari negara tetangga yang mengatakan sedang mempelajari dan akan menanyakan kepada UNESCO kenapa badan dunia tersebut lebih mengakui proses pembuatan batik dengan menggunakan canting. Jadi ini menunjukkan bahwa masih ada hal-hal lain yang dapat kita perkuat mulai dari sekarang, apakah itu dari motifnya, jenis-jenis bahannya dan lain sebagainya, itu harus kita buat lebih detil lagi. Dengan kecintaan anak muda Indonesia yang luar biasa terhadap batik, saya rasa itu


Dok. Diplomasi

BI N GK A I

Kekuatan Batik menjadi semacam inspirasi, bahwa ternyata memang kalau kita beri spirit atau semangat, masyarakat kita bisa sangat mencintai batik atau apapun, asalkan itu produk budaya asli Indonesia. Untuk pembenahannya, pemerintah seharusnya sudah mulai bergerak, baik itu ke industri batik yang bersifat perorangan (home industry) ataupun industri kolektif, dan juga industri batik yang konvensional ataupun inkonvensional. Ini sebenarnya

bisa menjadi kekayaan tersendiri buat kita, oleh sebab itu ketika industri yang bersifat perorangan itu mampu membuat karyakarya yang subjektif, artinya sebuah karya yang khas dengan originalitas yang luar biasa, maka memang sebaiknya didaftarkan hak ciptanya. Dan juga akan menjadi sesuatu yang luar biasa kalau misalnya ada terobosan inovasi yang menarik. Saya punya keyakinan kalau misalnya kita mengenakan jas, terkadang tidak semua orang Indonesia kalau

13

mengenakan jas itu kelihatan luwes, walaupun memang terlihat berkelas, tetapi tidak luwes. Tetapi kalau mengenakan batik, orang akan terlihat berkelas, ada membuminya disitu, kesederhanaan dan kepribadian yang menonjol, jadi melengkapi semuanya, di satu sisi dia elegan dan di sisi lainnya dia membumi dengan kesederhanaannya. Itulah kelebihan batik dibandingkan dengan busana lainnya dan jas sekalipun, dan itu harus kita pertahankan. Apalagi jika dibandingkan dengan batik dari negara lain, ternyata batik Indonesia itu menang motif. Memang ada orang yang mengatakan bahwa yang mendisain batik Indonesia yang pertama itu adalah orang-orang China, tetapi kalau kita melihat sejarah budaya dengan cerita dan tahun-tahun yang terjadi pada abad-abad sebelum ini, awalawalnya itu memang kelihatan sekali corak desain Chinanya, dan itu bisa kita temui seperti di Semarang dan di daerah-daerah utara. Di daerah perkotaan terkadang masih kita jumpai ada orang yang membuat batik, tetapi batiknya berbeda dengan batik orang-orang yang ada di Yogya, Solo ataupun Pekalongan. Jadi saya yakin bahwa motif-motif itu akan menjadi kekuatan kita dan dengan begitu kita bisa katakan bahwa batik ini adalah yang teralkulturisasi dengan China dan ini adalah batik kita yang original. Batik itu dicintai oleh segenap lapisan masyarakat, dan saya yakin batik akan memiliki tempat tersendiri dihati masyarakat Indonesia. Rasa kecintaan itu akan tumbuh dengan sendirinya, mungkin awal-awalnya memang harus didorong, tetapi saya optimis bahwa batik akan dicintai dengan sepenuh hati. Jadi tanpa kegiatan apapun, batik akan tetap menjadi sesuatu yang dicintai oleh segenap bangsa Indonesia.[]

No. 24 Tahun II

Lensa

9 DIPLOMASI Fokus

L

S

Diplomasi

14

KI

A

Tidak Bisa Dibarter Perlukah Mematenkan Warisan Budaya? Dok. Diplomasi

Masalah warisan budaya adalah itu tidak ada yang dimiliki oleh saling klaim, dan problem satu negara, semua budaya itu persoalan yang rumit, pelik demarkasi. dan sensitif, dimana orang bisa pinjaman. Karena itu perundingan menjadi emosional. Kata beliau, bahasa Indonesia batas laut adalah Karena suatu itu itu 30% adalah bahasa Arab, persoalan Hak Cipta dan warisan jenis negosiasi yang tidak budaya sudah selayaknya 30% bahasa dari Eropa terutama bisa dibarter, karena dilihat Belanda dan Portugis dan 40% secara keseluruhan. didalamnya itu banyak Pertama, kita harus secara bahasa Melayu. Menurut beliau terdapat faktor yang sangat objektif bersedia melihat catatan yang penting sebenarnya bolehcomplicated, jadi kalau boleh saja ada beberapa kesenian kita sendiri, bagaimana kepatuhan mau dibarter dengan apa, kita dalam masalah HAKI ini. kita yang dilestarikan atau itu tidak bisa. Paling tidak Kedua, mengenai kompleksitas dimainkan di negara lain, tetapi ada 7 faktor dalam setiap dalam hal budaya. Dan Ketiga ada satu kekuatan dari Indonesia perundingan batas laut adalah pemahaman mengenai yang unik dan tidak akan bisa yang harus dijadikan acuan, prinsip-prinsip dasar Hak Cipta, dicuri atau dijiplak oleh negara yang semuanya terkait HAKI, dan Hak Paten. Inilah lain, yaitu kebhinekaan kita. dengan situasi di suatu sebenarnya yang menimbulkan The power of kebhinekaan kita wilayah, baik kerancuan dan hukum distorsi,lautnya karena itulah yang harus kita banggakan Arif Havas Oegroseno itudan apakemudian yang akanpreseden kita lakukan dan lestarikan, jadi seharusnya keputusan hakim atau Dirjen Hukum Dan Perjanjian Arif Havas Oegroseno kedepan, apakah melalui kita melihat hutannya, bukan Internasional arbitrase, juga dalam cara Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional pendekatan hak atau pendekatan melihat pohonnya satu-persatu. menarik garis. cara lain. Jadi kalau misalnya ada orang Itu adalah hal-hal yang si saja dan kemudian kitasebenarnya jual ke luar dalam Jawa tinggal di Malaysia, maka Pertama adalah mengenai banyak, dan ada dalam melakukan men negeri. Mereka marah kepadadalam batas cara-cara kita.kita Saya punya daftar akan sangat naïf kalau kemudian hukum laut, khususnya perundingan batas laut dengan kita, laut, karena bukannya membantu, sementara lagu-lagu jiplakan di kita mengatakan bahwa ‘karena faktor yang paling netral cuma Singapura, dan kemudian juga tetapisatu, malah melakukan Indonesia, seperti Lagu Panon sekarang kamu di Malaysia, yaitu geografi, karena geografi dari segi teknis teknis ada pembajakan Hak Cipta. Karena seperti Hideung dari Jawageodesi, Barat yang maka kamu tidak boleh lagi itu apa adanya bentuknya kitakalau masuk wacthlist dan bagaimana mengonversikan diciptakan oleh Hermansuatu itulahitu, menggunakan bahasa Jawa’. a selalu katanya yang lain masih bisa di pernah keluar lagi dari situ, Zuhdi, Kopi Dangdut, Pertiwi, sistem navigasi dariIbu tahun 1973 tidakinterpretasikan. r Yang paling sulitKemudian ada orang Bugis yang justeru naik sedikit Pengantin Dayung apakahdan sekarang hingga keRemaja, 2009, kemudian i kita kalau kita menghadapi geografi tinggal yang di AS atau orang Jawa yang priority watchlist. Si Cantik ke Eropa, dan mereka tidak boleh UPS situasi tahunJelita, 1973Dibawah bisa dibacamenjadi n ada Sampan, rumit. Remi Silado pernah Pohon Kemboja, dan yangkarena lainmenggunakan bahasa Jawa dan dengan UPS sekarang, tu Penandatangan ini, merupakan kita melalui lain. mempraktekan budayanya disana, sistem UPS tahun 1973 itu masih mengingatkan ya di satu perjanjian hukum laut yang tulisannya di Kompas, bahwa Menariknya adalah bahwa itukan aneh. DNS. Kemudian navigasi pelayaran, gmen penting karena disinilah makin sesama pencuri kita jangan dalam kontekswilayah HAKI secara Pandangan-pandangan seperti pembagian pelayaran, ditegaskan posisi pulau Panaitan, saling mendahului. Hal ini saya umum, kita adalah negara yang itulah yang saya kira objektif dan hydrografi dan elemen dasar an. sebuah pulau yang hampir karam, sampaikan bukannya bermaksud termasuk kedalam watchlist, mendudukkan persoalan secara lautnya. elum tetapiMalaysia, tetap kita perjuangkan secara membela tetapi yaitu negara yang melakukan lebih tenang, dimana kita bisa Banyak faktor dan teknis arena hukum dan kita pertahankan. sebagaimana yang diajarkan oleh pelanggaran Hak Cipta. Dulu memandang persoalan secara sekali yang kemudian semua itu an dalam lebih rasional. Istilah ‘pinjaman’ para Titik orangyang tua kita kita, gunakan bahwa kita posisi kita adalah watchlist, tetapi dikumpulkan, dianalisa dan dibaca. perundingan adalah juga harus melihatitu posisi kita.titik Itu maya, sekarang kita sudah naik kelas ini juga menarik, karena kita Maka kalau kemudian ditarik garis karena memang tanahnya hanya sebagian dari tulisan Remisudah dan menjadi priority wacthlist, semua tahu bahwa UNESCO dengan begitu saja, kita tidak mau, k tidak sehinggga Silado yangada, secara panjangmarker lebar titiknya itu artinya 80% dari produk Hak mengakui Wayang sebagai mikian mereka juga tidak, karena memangmengomentari itu ditempel di ataslagu-lagu suar. Pada saat masalah Cipta dalam bentuk cakram yang warisan budaya. Tetapi dalam elemennya disitu semua. a, oleh beredar kita klaimbeliau padakita tahun dokumennya tersebut ada kalimat dimana menurut di Indonesia adalahApalagi lama,pertama selamasemuanya. ini saya tidak pernah nyak 1960, pulau itu masih ada tanahnya adalah sama-sama pencuri. bajakan yang menarik, ‘cerita dalam melihat, sayakedalam melakukan ulah yaitu dipinggir pantai didaerah wayang meminjam karakter dari Kenapadimana kita masuk study dari batas watchlist pasang surut, sekarang tanahnya itu heroik India’, jadi menurut Bhinneka Tunggal Ika ini,sekian awalnyabanyak adalahratusan Kekuatan kisah perjajian batas laut, itu tidak ada anan. sudah tidak ada lebih karena dikerukUNESCO oleh Sekarang ini yang dulu ketika diselenggarakannya kita juga meminjam. barter.Aids Yang adalah deadlock seriuspihak lagi adalah asing. mengenai konser forada Africa. Waktu itu Kalau Malaysia meminjam sehingga kemudian diserahkan stian masalah kompleksitas kesamaan Afrika tengah dilanda kelaparan, Untuk perundingan batas kesenian atau kebudayaan ke lembaga arbitrase ICC untuk elemen palbudaya. DalamTimur sebuah sementara kita tengah mengalami wilayah segmen 1 dan 2 Indonesia, kita katakan diputuskan oleh ICC.Orang-orang seminar gi yangbelum diselenggarakan swasembada pangan. ini kita tahu kapan bisa mereka menjiplak, tapi kalau Harus ada faktor keadilan, jadidi UI,diselesaikan, serba Profesor Bachtiar Alam AS membantu mereka dengan kita meminjam kesenian atau tetapi yang jelas setiap kita hitung semuakonser, faktornya, kita menyampaikan, bahwa dari sudut pastian menyelenggarakan tetapi kebudayaan negara lain tidak waktu kita siap untuk melakukan antropologi, budaya hitung panjang pantainya berapa, pandang lagu-lagunya malah kita bajak apa-apa, itu tidak fair. UNESCO n perundingan.[] baru ditarik garis. Jadi elemennya da

No. 24 Tahun II

mengakui bahwa wayang adalah budaya tradisional Indonesia, tetapi alur cerita dalam cerita pewayangan meminjam kisah heroik dari India, jadi pandangan bahwa budaya itu adalah suatu pinjaman, adalah benar. UNESCO juga mengakui bahwa Ramayana sebagai Indian traditional performance, lantas bagaimana dengan sendratari Ramayana kita, apakah dengan begitu sendratari Ramayana itu kemudian dikatakan sebagai sebuah hasil curian atau jiplakan, tidak. Kita tidak bisa melihat masalah budaya secara hitam putih seperti itu, karena kalau simplistic, maka kita akan terkotak-kotak dan tidak bisa melihat nilai agung dari sebuah seni, yaitu universalitas itu sendiri. Di Flores ada yang namanya ‘samanasanta’ yaitu prosesi Paskah yang khas selama satu minggu, dan seharusnya adanya di Portugal, tetapi ternyata prosesi ini sudah tidak ada di Portugal. Di Flores, prosesi ini dilakukan dengan menggunakan bahasa Portugis, yang sebenarnya tidak difahami artinya oleh orang-orang di Flores sekarang ini. Tetapi mereka tahu bahwa prosesi dan bahasa yang digunakan adalah seperti itu, dan itu dipraktekkan sampai sekarang. Orang-orang Portugis, bahkan dari kalangan high level-nya, baik dari kantor PM dan Kepresidenan, banyak yang berkunjung ke Flores untuk melihat prosesi tersebut. Lantas apakah dengan demikian kita lalu dianggap mencuri kebudayaan Portugis. Kalau seandainya kemudian kita balik dengan orang-orang di Malaysia yang mempraktekkan budaya kita, kalau kemudian kita menganggap mereka sebagai pencuri, berarti kita juga pencuri, dan apakah kemudian Portugis harus marah, faktanya tidak seperti itu. Jadi kita tidak bisa melihat persoalan budaya tersebut dengan sesimpel itu. Hal lain yang terkait dalam


Diplomasi KI konteks budaya, misalnya sarung, asumsi kita sarung itu milik kita. Padahal kita tidak bisa mengklaim bahwa sarung itu adalah milik kita, karena orang-orang di Timur Tengah dan London juga memakai sarung. Apalagi misalnya dakon, orang mengatakan bahwa permainan itu berasal dari Jawa, padahal sebenarnya yang pertamakali menemukan permainan ini adalah masyarakat Afrika, dimana disana disebut ‘mancara’ dan sudah dimainkan oleh mereka sejak 5000 tahun yang lalu. Pertamakali mereka memainkannya di batu yang dilubangi atau di tanah, dan kemudian akhirnya memakai kayu. Mancara adalah permainan yang sangat simple, dimana ada mancara yang 2 rol, 4 rol, dan 6 rol. Hak Cipta Mengenai ranah hukumnya, seperti misalnya rendang yang diklaim oleh Malaysia. Sebenarnya kalau kita lihat bagaimana dengan American pizza, Italian pizza, Thailand pizza, apakah kemudian orang Italia harus marah dan melakukan demo dan sweeping. Lantas bagaimana kalau kita kemudian juga mengisi pizza dengan rendang. Soto misalnya, ada soto Madura, Kudus, Betawi, Bandung, dan sebagainya, lalu siapa yang menjiplak. Kalau suatu hari ada soto Malaysia, kita marah bahwa Malaysia telah mencuri soto, tetapi soto yang mana yang dicuri Malaysia. Its culture is universal. Sebenarnya didalam konteks Hak Cipta ini ada suatu ilmu yang namanya region traffict indication, seperti misalnya kopi Aceh, itu sangat khas. Kalau kita pergi ke Starbuck, mereka menjual kopi dari daerah-daerah khusus seperti Gayo coffee, Toraja coffee, Bali coffee dan lain-lain, itu adalah region traffict indication. Jadi tidak berarti bahwa kopi sebagai sebuah unit sale kemudian harus didaftarkan sebagai milik kita, itu tidak bisa. Sama halnya dengan soto, sate, rendang, pizza dan sebagainya.


Dok. muslimdaily.net

Apalagi kemudian rendang yang di Malaysia itu berbeda dengan rendang Padang, bumbu dan cara memasaknya juga berbeda, sehingga rasanyapun juga berbeda. Sebenarnya dari segi hukum, ada dua hak terkait dengan HAKI yang kita sering salah paham. Pertama adalah Hak Perseorangan dan kedua Hak Masyarakat. Jadi ada Hak Intelektual yang bersifat individu atau perorangan yang merupakan hasil olah pikir dari satu, dua atau sekelompok orang, dan juga yang bersifat komunal atau masyarakat. Kalau yang bersifat perorangan, itu hampir sama dengan masalah HAM dan demokrasi, hanya saja manifestasinya adalah Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Switch Terpadu, Rahasia Dagang dan sebagainya, semua ini konsepnya adalah barang. Sementara itu untuk yang bersifat hak masyarakat atau komunal, terdiri dari tiga macam, yaitu Rekayasa Genetika, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Misalnya soto, yang menemukan itu sifatnya bukan individu, tetapi community. Sedangkan Hak Cipta sifatnya perorangan atau bisa juga sebuah perusahaan. Sebenarnya ini adalah dua hal berbeda yang sering dicampur-adukkan, terutama mengenai Hak Cipta yang dalam sisi hukum kita dan

hukum internasional memiliki lingkup perlindungan di bidang penciptaan seni sastra dan ilmu pengetahuan. Bentuknya antara lain lagu, musik seni tari, seni batik, drama, film, fotografi dan peta. Jadi orang yang mempunyai ciptaan di bidang seni budaya dan ilmu pengetahuan bisa mendapatkan perlindungan hak ciptanya. Bentuk perlindungannya adalah bahwa yang melakukan penjiplakan atau pembajakan akan mendapatkan hukuman pidana, karena tindakan penjiplakan atau pembajakan dianggap sebagai tindakan kriminal. Negara memberikan hak itu kepada dia, dengan memberikan proteksi berupa kriminalisasi pelanggaran. Namun demikian Hak Cipta ini ada limitasi masa berlakunya, yaitu sepanjang hidup si pencipta plus 50 tahun. Jadi Hak Cipta itu memberikan perlindungan hukum dalam bentuk kriminalisasi, dimana kalau ada orang yang menjiplak atau membajak maka dia bisa dipenjarakan, tetapi sebagai pencipta anda juga tidak bisa menikmati hak tersebut selamanya. Pendaftaran Hak Cipta ini sifatnya juga tidak wajib, karena merupakan hak individu, jadi mau didaftarkan atau tidak itu terserah saja. Kita seringkali terbius bahwa Hak Cipta ini wajib didaftarkan, padahal tidak. Biasanya pendaftaran Hak Cipta

L

A

S

15

itu dilakukan untuk memperkuat jika dikhawatirkan akan terjadinya gugatan. Lalu bagaimana dengan seni tradisional kita, misalnya tari Pendet. Ada yang mengatakan bahwa tari Pendet harus didaftarkan Hak Ciptanya agar tidak dicaplok oleh negara lain. Jika kita ingin mendaftarkan tari Pendet menurut rejim Hak Cipta yang ada di Indonesia ataupun di dunia internasional, maka kita harus tahu siapa penciptanya. Katakanlah penciptanya ditemukan, dimana menurut media katanya sudah meninggal pada tahun 1957, lalu siapakah yang kemudian berhak untuk mendaftarkan? Karena ini sudah memasuki ranah hukum dan bukan sematamata masalah budaya, maka harus jelas siapa yang berhak untuk mendaftarkan, apakah anaknya, cucunya, atau ahli warisnya yang lain. Kalau memang ada penciptanya dan bisa dibuktikan bahwa tari tersebut memang ciptaannya, ada buktibukti dan saksinya dan kemudian ada ahli warisnya, maka dia berhak untuk mendaftarkan Hak Ciptanya. Namun begitu dia mendaftarkan Hak Ciptanya, maka ada konsekuensi limitasi waktunya. Oleh karena UndangUndang mengatur bahwa pendaftaran Hak Cipta hanya berlaku selama hidup plus 50 tahun, jadi kalau yang menciptakan tari Pendet itu meninggal dunia pada tahun 1957, itu berarti sudah lewat. Maka begitu didaftarkan dia langsung expired dan langsung boleh diambil oleh siapa saja, dan kita tidak boleh marah. Jadi kita perlu menyikapi masalah-masalah seperti ini dengan lebih tenang, kepala dingin dan lebih rasional, karena track record kita juga tidak terlalu bagus. Terkadang memang ada beberapa permasalahan yang perlu diluruskan, apalagi karena hubungan kita dengan Malaysia itu multi dimensi, yang harus kita kelola bukan hanya masalah ini saja.[]

No. 24 Tahun II

Diplomasi

16

KI

L

A

Arif Havas Oegroseno

Dirjen Hukum Dan Perjanjian Internasional

S

Diplomasi Pengembalian Asset dok.primaironline

D

alam kaitannya dengan permasalahan Bank Century, dibawah kordinasi Team Departemen Keuangan, pemerintah telah mengirimkan surat permohonan bantuan timbal balik dibidang pidana kepada 13 yurisdiksi. Kita meminta dilakukan pelacakan, pembekuan, dan penyitaan asset dan diharapkan nantinya mereka juga akan melakukan pengembalian asset tersebut kepada Indonesia. Selain dengan Hongkong, kita juga sudah mulai melakukan kerjasama dengan Inggris. Mereka sudah menghubungi kita dan ada sejumlah asset yang dibekukan disana, namun belum diketahui secara persis berapa besarnya. Hubungan komunikasi terus kita lakukan dengan polisi khusus di Inggris yang berada dibawah London Metropolitan yang bertugas untuk melakukan pengembalian asset. Dalam konteks hukum internasional, recovery asset system adalah suatu upaya untuk mengembalikan asset yang merupakan procesed for crime. Ini merupakan suatu terminologi hukum yang baru dalam hukum internasional, yang artinya adalah uang atau asset hasil kejahatan dan segala keuntungan yang telah didapatkan dari asset tersebut. Ini berbeda dengan kita yang masih menganut prinsip barang bukti untuk membuktikan suatu tindak kejahatan. Jadi kalau seseorang itu melakukan tindak pidana penggelapan atau korupsi dengan nilai Rp 1 trilyun, kemudian uangnya itu dikelola melalui investment banker dan custody di Hongkong sehingga berkembang menjadi Rp 5 trilyun, maka menurut hukum internasional yang harus dikembalikan nilainya adalah Rp 5 trilyun. Sementara itu di Indonesia, sesuai dengan Undang-

No. 24 Tahun II

Undang yang ada, kita hanya menuntut ganti rugi, maka yang dikembalikan hanya yang Rp 1 trilyun itu. Kalau kita lihat pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menurut saya ini seperti dinosaurus yang tidak mengakomodasi perkembangan dunia hukum internasional. Kalau kita memang serius mau mengembalikan asset diluar negeri, maka harus ada perubahan mendasar dalam Undang-Undang Tipikor yang memungkinkan kita mengambil procesed of crime. Kalau filosofi hukum kita masih menganut pola ganti rugi, maka moral phsykologinya adalah ‘kalau mau mencuri maka jangan tanggung-tanggung’. Kita curi 1 triliun kemudian dikembangkan hingga menjadi 5 triliun, kalau nanti tertangkap dan dijatuhi

hukuman 4 tahun penjara, tidak apa-apa. Kita bayar ganti rugi 1 triliun, karena kita masih punya 4 triliun. Nanti keluar dari penjara baru kita bertobat minta ampun kepada Tuhan YME. Ini adalah modus yang primitif, apalagi dalam konteks hukum internasional terbaru. Jadi misalnya seseorang mempunyai rumah dan ketika dia melakukan suatu tindak pidana misalnya drugs dirumahnya, maka rumahnya juga bisa disita oleh negara, jadi bukan hanya drug-nya saja. Yang sering kita lihat dalam kasus drugs adalah speedbout. Bahkan dalam konteks upaya FBI melawan mafia, yang disita itu juga termasuk tempat-tempat yang dijadikan sebagai tempat pertemuan para mafia, karena itu termasuk sebagai bagian dari instrument of crime atau sebagai alat untuk melakukan tindak kejahatan. Kalau hukum

di negeri kita, prinsip-prinsip ini belum ada, padahal kita sudah meratifikasi konvensi anti korupsi dan trans-national organization of crime, dimana UU kita seharusnya menyesuaikan dengan melakukan revisi-revisi yang diperlukan untuk memungkinkan kita melakukan asset recovery yang sesuai dengan hukum internasional. Sewaktu kita melakukan perundingan dengan Hongkong (Indonesia mempunyai perjanjian MSA dengan Hongkong), salah satu pasal yang cukup lama kita rundingkan adalah mengenai asset sharing. Kalau misalkan asset yang akan dikembalikan itu bentuknya berupa uang, mereka meminta sharing. Waktu itu saya menolak, karena bagi saya itu tergantung crime-nya. Kalau crime-nya itu berupa draft related atau uang palsu, dimana draft nya mungkin di Hongkong dan source nya di Indonesia, kemudian


Diplomasi KI kita bisa menangkap beberapa orang disini lalu dibuat semacam kerjasama sehingga asset di Indonesia dan asset di Hongkong bisa disita, maka itu boleh dibagi. Tetapi kalau crime-nya adalah korupsi, itu tidak bisa dibagi, karena merupakan anggaran APBN atau uang negara. Kita sudah sepakat bahwa dalam konteks corruption crime, semua asset bisa dikembalikan seluruhnya, kita mungkin hanya membayar ongkos administrasi notaris perbankan yang diperkirakan sekitar 40 ribu sampai 100 ribu dolar Hongkong, jadi basicly cukup begitu. Kita telah berhasil memasukkan pasal-pasal kunci seperti itu kalau terjadi korupsi di Indonesia. Problem lainnya yang juga saya lihat melalui riset yang kita lakukan, yaitu bahwa dari berbagai kasus korupsi yang ada di Indonesia, setahu saya hanya ada satu keputusan hakim yang mencantumkan tentang asset di luar negeri. Saya rujuk hasil keputusan hakim anggota yang lain, juga tidak ada, maka kita harus melakukan invensi. Dengan demikian tugas teman-teman kita di international crime Deplu menjadi lebih berat, karena harus melakukan invensi atau argumentasi bahwa ada aliran dana dari yang bersangkutan kepada accountaccount yang nilainya begitu besar. Hal ini mungkin salah satu yang juga perlu digarap lebih lanjut dalam konteks pemahaman bagi law enforcement di Indonesia mengenai prinsip-prinsip hukum internasional terkait asset recovery. Ini merupakan langkah awal yang bagus, dimana konvensi hukum internasional mengenai asset recovery ini baru dimulai pada tahun 2003. Pada masa lalu, pendekatannya lebih kepada masalah perdata dan pidana, dan dengan adanya berbagai tindak pidana korupsi yang luar biasa di berbagai negara seperti Filipina, Peru, Nigeria dan lain-lainnya, maka pada akhirnya rejim asset


kalau crime-nya adalah korupsi, itu tidak bisa dibagi, karena merupakan anggaran APBN atau uang negara. Kita sudah sepakat bahwa dalam konteks corruption crime, semua asset bisa dikembalikan seluruhnya, kita mungkin hanya membayar ongkos administrasi notaris perbankan yang diperkirakan sekitar 40 ribu sampai 100 ribu dolar Hongkong, jadi basicly cukup begitu. Kita telah berhasil memasukkan pasal-pasal kunci seperti itu kalau terjadi korupsi di Indonesia.

recovery ini diperkenalkan. Dalam konvensi anti korupsi, rejim asset recovery dikatakan sebagai the fundamental of principal in the faith with corruption, karena seperti yang saya katakan tadi, kalau filosofinya masih ganti rugi, maka mereka tidak akan keberatan untuk mengganti seperti itu. Ada sebuah kasus di KPK, dimana waktu itu terdakwa kasus tindak pidana korupsi harus mengembalikan uang sebesar Rp 370 milyar, itu adalah hasil korupsi yang dilakukan pada tahun 2002 sedangkan proses pengadilannya baru dilakukan pada tahun 2006. Jadi kalau Rp 370 milyar itu di investasikan dari tahun 2002 hingga 2006 itu sudah menjadi berapa ?. Kalau itu diinvestasikan secara agresif di

L

A

S

17

Singapura dengan tingkat return mencapai 20% pertahun, berarti dia sudah mendapatkan 120% selama 6 tahun. Jadi ketika dia diminta untuk mengembalikan hasil korupsinya, palu diketok hari ini, besoknya dia langsung bayar. Itulah yang terjadi, karena Undang-Undangnya hanya mengatakan ganti rugi, hanya mengatur tentang tindak pidana korupsinya dan tidak mengatur mengenai instrumen korupsinya. Itulah persoalan yang sedang kita hadapi saat ini, dan juga gambaran secara umum mengenai Bank Century, dimana kita tinggal menunggu proses-proses selanjutnya dari yurisdiksi-yurisdiksi terkait untuk mengetahui tingkat kemajuan dari apa yang sedang kita upayakan.[]

Prajurit TNI Terima Medali PBB di Lebanon

P

rajurit TNI yang tergabung dalam Kontingen Garuda di Lebanon Selatan mendapat penganugerahan Medali PBB. Medali disematkan langsung oleh Unifil Force Commander (FC) Mayor Jenderal Claudio Graziano dari Italia dalam sebuah upacara di Markas Batalyon Infanteri Mekanis TNI Kontingen Garuda (Konga) XXIII-C, Selasa (6/10). Sebanyak 1.148 prajurit TNI yang tergabung pada misi Unifil (United Nations Interim Force In Lebanon) berhak menyandang medali PBB setelah lebih dari sembilan bulan menjalankan tugas sesuai Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1701 sebagai peace keeper di Lebanon Selatan. Bertindak selaku Komandan Upacara Wadansatgas Indobatt Letnan Kolonel Mar Suherlan. Upcara dihadiri lebih dari 300 undangan, baik sipil maupun militer. Hadir pula beberapa pejabat sipil Lebanon dan beberapa tokoh agama setempat. Dari KBRI Beirut

Dok. Poskota

hadir Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Lebanon R Bagas Hapsara beserta beberapa staf kedutaan dan Atase Pertahanan RI yang berkedudukan di Kairo-Mesir, Kolonel Laut Sigit S beserta isteri. Dalam amanatnya, Mayjen Graziano menyatakan bahwa medali merupakan bentuk penghargaan dan pengakuan

PBB atas jasa para prajurit TNI dalam berkontribusi kepada UNIFIL sehingga stabilitas keamanan dan perdamaian di Lebanon Selatan dapat tercapai. Penganugerahan ini istimewa karena dilakukan sehari setelah Ulang Tahun ke-64 Tentara Nasional Indonesia. (sumber : Kompas).

No. 24 Tahun II

Diplomasi

18

KI

L

A

S

ARAH POLUGRI PASCA PEMILU 2009:

MENUJU INDONESIA YANG LEBIH KOMPETITIF DI PERCATURAN INTERNASIONAL Oleh : Sanga Panggabean LATAR BELAKANG Pilpres tanggal 8 Juli 2009 telah dilalui dengan lancar dan baik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhasil memenangkan pencalonan kembali sebanyak 60% dari jumlah pemilih. Makna dari suksesnya Pemilu tahun 2009 adalah semakin kuatnya transisi Indonesia sebagai negara demokrasi. Apakah artinya bagi arah dan pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia selanjutnya?. Hal utama tentunya adalah kontinuitas kebijakan. Sejak masa jabatan pertama tahun 2004, Presiden SBY telah menempatkan polugri sebagai bagian penting dari pemerintahannya. Prinsip “Navigating Between Turbulent Oceans” sebagai pengejawantahan politik luar negeri yang bebas aktif telah memperkuat komitmen Indonesia dalam menjunjung multilateralisme; polugri yang mengacu pada norma-norma internasional seperti demokrasi dan HAM; penekanan pada kerjasama internasional dalam melayani kepentingan nasional dan kepentingan internasional1. Hal ini juga konsisten dengan agenda dan tantangan nasional berupa dukungan terhadap kedaulatan nasional dan memagari potensi disintegrasi; memperkuat kredibilitas internasional melalui promosi demokrasi dan penghormatan HAM; meneruskan pemulihan ekonomi; dan perlindungan bagi WNI. Pelaksanaan polugri pada lima tahun terakhir

1

Bantarto Bandoro, “Indonesia Make Itself Heard Globally”, The Indonesian Quarterly, Vol 36, 2008, p.16-17.

No. 23 Tahun II

memperlihatkan adanya tambahan dimensi baru pada postur Indonesia di kancah internasional. Selain peran tradisional yang diembannya a.l. sebagai negara berkembang, pendiri Non Blok dan ASEAN, postur Indonesia telah memperoleh berbagai dimensi baru sebagai negara demokrasi ketiga terbesar dan berpenduduk Muslim (yang moderat) terbesar di dunia. Sementara pada tataran kekuatan ekonomi global, purchasing power nasional telah mencapai peringkat ke15, memungkinkan Indonesia untuk duduk sebagai anggota G-20; memenuhi tawaran sebagai negara peserta Enhance Engagement OECD; dan diusulkan berpartisipasi dalam klub emerging powers, BRIC (Brazil, Rusia, India, China). Namun dilain pihak, polugri dikritik sementara kalangan sebagai terlalu bertumpu pada kebutuhan memproyeksikan soft power Indonesia, sebagai international norms-entrepreneur. Dikatakan bahwa Polugri memerlukan sebuah cetak biru kebijakan luar negeri yang lebih terukur dan konkret agar dapat membumikan politik luar negeri “bebas-aktif” dalam kancah internasional, guna pencapaian kepentingan nasional dan peningkatan posisi internasional Indonesia secara lebih signifikan di kancah panggung politik global.2 Sebagai contoh, kasus Ambalat yang kembali mencuat, beberapa bulan lalu mengisyaratkan bahwa Indonesia kembali diuji aspek kedaulatannya dan ujian ini tidak terlepas dari persepsi adanya “pengaruh asing” yang 2

(Prof Anak Agung Banyu Perwita PhD *)

ingin memanfaatkan kekayaan alam Indonesia dengan caracara lain. Hal ini senada terkait dengan perdebatan mengenai neoliberalisme yang mengarah kepada paham berpikir serba liberal dalam bidang ekonomi politik, sementara Indonesia dianggap masih amat rentan terhadap sistem ekonomi global yang berorientasi pada pasar.3 Kritik yang paling tajam selama satu tahun terakhir ini adalah apa yang dianggap sebagai titik lemah polugri, terkait dengan prioritas lingkaran konsentris pertama, ASEAN. Beberapa pengamat melihat penetapan ASEAN sebagai soko guru polugri sudah tidak tepat lagi karena proses pemetaan arsitektur regional belum memungkinkan untuk menempatkan ASEAN “in the driver seat”. POKOK PERMASALAHAN Bagaimana menyatukan aspek dimensi baru polugri dan kritik diatas ?. Polugri Indonesia tidak bergerak dalam suatu ruang kosong, namun dipengaruhi oleh lingkungan eksternalnya. Berakhirnya Perang Dingin dan proses globalisasi yang menyertainya telah mendorong dominasi nilai-nilai demokrasi, HAM, governance, kebijakan yang berorientasi pasar dan munculnya isu-isu non tradisional yang bersifat transboundary. Sekalipun demikian, sebagai suatu fenomena hubungan internasional, persaingan antar negara dan perebutan pengaruh tetap akan berlangsung. Aspek

3

(Pilpres dan Kuasa Globa lPublished on July 7, 2009 by Robi Cahyadi Kurniawan Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Unila.

ideologis yang mewarnai hubungan internasional sejak Perang Dunia II memang semakin berkurang, namun dampak dari globalisasi adalah bahwa hubungan internasional menjadi semakin asimetris. Sistem internasional yang selama ini banyak diwarnai aspek konflik diganti dengan kombinasi karakteristik kompetisi dan kemitraan. Fenomena ini dapat dilihat dari hubungan China dan Amerika Serikat yang kompetitif sekaligus berupaya membangun kemitraan. Sementara India yang memiliki tradisi Non Blok, memperkuat kemitraan dengan Amerika Serikat (perjanjian kerjasama nuklir antara kedua negara tahun 2008), dalam upaya kepentingannya mengimbangi kekuatan China, maupun dalam fungsi mengandalkan kebijakan mengembangkan energi nuklir. Pemerintahan Presiden SBY periode ke-2 (2009-2014) akan ditandai oleh berbagai tantangan dan juga peluang. Indonesia seperti negara–negara lain dalam derajat berbeda, juga terkena imbas rangkaian krisis global selama dua tahun terakhir, yakni krisis energi dan pangan tahun 2007 dan fenomena kisis ekonomi dan keuangan global tahun 2008 yang masih berlangsung. Krisis keuangan global tahun 2008, yang bermula dari krisis finansial Amerika Serikat akibat kredit macet perumahan rakyat, meluas menghantam sektor keuangan global dan akhirnya menjalar ke sektor riil, membawa perekonomian global kedalam resesi dan deflasi. Tidak hanya negara berkembang tetapi negara maju juga terkena dampak negatif perekonomiannya. Krisis telah mempengaruhi berbagai upaya dalam mengatasi berbagai krisis yang terjadi pada separuh dekade terakhir, a.l. krisis energi, pangan, pemenuhan waktu (timeline) mitigasi perubahan iklim bagi negara maju dan pencapaian MDGs tahun 2015. Namun dilain pihak, krisis

15 september - 14 OKTOBER 2009

Diplomasi KI keuangan dan ekonomi global tahun 2008 secara geo strategis telah mendorong baik peran negara-negara Asia maupun dalam bentuk jejaring dalam kapasitas pengaruh yang lebih besar. India dan terutama China posisinya menjadi lebih kuat dihadapkan pada posisi Amerika Serikat dan Uni Eropa yang mengalami penurunan ekonomi. Fenomena yang penting dari menurunnya dominasi Amerika Serikat adalah upaya negara tersebut untuk mencoba kemitraan dengan China untuk mengimbangi kompetisi dengan China, yang sering disebut sebagai G-2. Dalam menghadapi krisis finansial global, Asia telah menjadi bagian penting dari solusi. Kesepakatan Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) yang menyepakati USD 120 milyar dalam bentuk currency swap menunjukkan bahwa Asia merupakan blok kekuatan ekonomi dunia dan akan berujung pada adanya distribusi kekuatan yang lebih besar bagi Asia.4 Apa yang terjadi adalah semakin meningkatnya peran ekonomi Asia dalam struktur kepemimpinan global. Terdapat lima ekonomi Asia yang menjadi anggota G-20. Peran G-20 sendiri kedepan akan meningkat dan diperkirakan akan melampaui peran G-7/G-8. Di kawasan Asia bahkan juga muncul gagasan perlunya suatu kelompok new Asia Pacific Summit atau G-10 (AS, China, Korea, Jepang, Indonesia, Australia, Rusia, Kanada, Meksiko dan India) yang akan mengganti APEC.5 Pada dasarnya sedang berlangsung proses transformasi global dan regional yang harus disikapi secara tepat. Di kawasan sedang terjadi berbagai pergeseran dalam bentuk

4

5

Closing Remarks Menlu Indonesia, Seminar Nasional “Refleksi Satu Dasawarsa Polugri dan Proyeksi Arah Polugri untuk Abad 21, UI, 5 Mei 2009. [Pertemuan 2009 APEC Study Centers Consortium Conference (ASCC) “APEC at 20: Looking Ahead to the Next Decade” di Singapura tanggal 13-15 Juli 2009].

15 september - 14 OKTOBER 2009

ekspansi mandala regional dari yang semula mencakup lingkup Asia timur melebar ke Asia Pasifik yang ditandai dengan kebangkitan China, datangnya India, kembali engangement AS terhadap kawasan Asia, dan revitalisasi peran Jepang khususnya di bidang keamanan.6 MEMBANGUN POLUGRI YANG KOMPETITIF Menghadapi suatu konstelasi politik internasional yang berubah dan hubungan internasional yang sangat dinamis, diplomasi dan politik luar negeri harus mampu memproyeksikan kekuatannya/pengaruhnya sehingga memperoleh pengakuan status kekuatan tersebut dari pihak ketiga. Keterkaitan posisi geostrategi Indonesia dan pemberdayaan potensi merupakan aspek yang perlu tersus dikembangkan oleh polugri saat ini. Sebagai negara ASEAN terbesar, Indonesia harus mampu mendorong realita sebagai pemimpin regional. Penekanan pada ASEAN sebagai sokoguru politik Indonesia masih sering dipertanyakan karena ASEAN belum mampu mentransformasikan perannya dari dimensi diplomasi preventif, menciptakan keharmonisan antar negara tetangga dan kawasan, yang memang merupakan strategi yang tepat selama tiga dasa warsa pertama ASEAN, menjadi bagian aktif dari diplomasi community building (Piagam ASEAN, Komunitas ASEAN 2015), dalam rangka menjawab tantangan kompetisi dalam dunia global dan tantangan regionalisme baru di Asia melalui building blocs (ASEAN + 3 and East Asia Summit/EAS). Namun demikian, Satusatunya wahana agar dapat terlibat dalam proses pembentukan arsitektur kawasan adalah tetap melalui ASEAN yang dapat menghadirkan semua major players seperti AS, China, Jepang, Rusia, UE dan India. 6

Rakaryan Sukarjaputra, “Satu dasukaryawarsa Politik dan Kebijakan LN RI, Kompas, April 2009

Aksesi AS terhadap Treaty of Amity and Cooperation/TAC pada ASEAN Ministerial Meeting/ AMM bulan Juli 2009 merupakan bukti keseriusan AS pada ASEAN dan kawasan Asia, selain berkepentingan menghadapi peningkatan pengaruh kekuatan China. Indonesia tidak akan meninggalkan ASEAN meskipun tantangannya berat dan mampu untuk mengarahkan ASEAN menjadi organisasi yang kredibel dan menunjang kepentingan nasional, serta meyakinkan semua pihak bahwa ASEAN harus tetap menjadi driving force dalam semua arsitektur yang sedang dan akan terbentuk. Sekalipun soft power Indonesia dianggap tinggi karena kredensial demokrasinya, reputasinya sebagai negara berkembang terkemuka, namun soft power harus dikombinasi oleh hard power untuk menjadi effektif, yang dapat menjadi instrumen penekan dalam politik luar negeri7. Negara-negar seperti AS dan China memiliki soft power yang effektif dikarenakan basis hard power yang sudah kuat. Aspek yang seringkali tidak disadari adalah adalah bahwa Indonesia adalah suatu aspiring great power dengan luas wilayah 6 juta m2 (daratan dan air), sumber daya yang besar, dimana penduduk diperkirakan mencapai 600 juta orang dalam 50 tahun mendatang. Kondisi dari tingkat hard power Indonesia sering dikatakan sebagai jauh dibawah potensi yang sebenarnya dan tidak ada yang lebih mendesak untuk disinergikan dari kondisi pengelolaan sektor kelautan. Indonesia merupakan negara kepulauan namun bukan negara kelautan, karena masih didominasi oleh sektor agraris. Indonesia memiliki sumber kelautan yang besar, baik sumber tidak terbarukan (minyak bumi, tembaga, besi dll) maupun sumber daya terbarukan

7

Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik, Graha Ilmu 2008, p.81-82.

L

A

S

19

(perikanan). Pada tahun 2007, sumbangan dari sektor kelautan diperkirakan USD 100 milyar dari estimasi USD 800 milyar.8 Indonesia perlu membangun visi dan kekuatan maritim yang sesuai dengan tuntutan geopolitik, persepsi keruangan dan perspesi keunggulan kompetitif baik yang berbasis sumber daya alam/ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan maupun geografi serta memiliki wawasan global, serta perlu disukung pengembangan armada pengamanan laut baik menyangkut jumlah dan kualitas alutsista, teknologi dan kemampuan sumber daya manusia. Visi maritim termasuk perlu diterjemahkan dalam berbagai kebijakan turunan yang mencakup kebijakan tata ruang, perkapalan, pelabuhan, transportasi, prioritas kebijakan ekonomi dan pengembangan industri maritim, pembangunan angkatan bersenjata, kebijakan fiskal, investasi, energi, dirgantara, pembangunan daerah dan kawasan serta tatanan kelembagaan dan pembangunan sumber daya manusia. Paradigma kelautan sudah lama dituntut untuk menjadi bagian dari kebijakan pembangunan Indonesia. Seyogianya paradigm ini juga melekat pada arah dan pelaksanaan polugri. Paradigma kelautan merupakan prasyarat bagi emerging powers seperti China dan India sehingga dapat sampai pada tingkat pencapaian kapasitas politik dan ekonomi di percaturan internasional saat ini. Indonesia dengan sumber kelautan yang besar dan kondisi geostrategis kelautannya dapat mencapai tingkat kapasitas kompetitif yang sama.[] Artikel ini merupakan Pemenang Ke-dua pada Lomba Penulisan Ilmiah dalam Rangka HUT RI dan HUT Deplu ke-64.

8

Rokhmin Dahuri, “WOC and RI’s sustainable development, Jakarta Post, 11 May 2009)

No. 23 Tahun II

Diplomasi

20

S OROT A N

Islam in Indonesia : A to Z Basic Reference

Dok. Diplomasi

Peluncuran Buku

Direktur Diplomasi Publik, Umar Hadi memberikan buku hasil karyanya kepada Ketua Umum Muhammadiyah, Din Syamsudin.

B

ertempat di Hotel JW Marriot, Jakarta, pada tanggal ..Oktober 2009 , Direktorat Diplomasi Publik Deplu menggelar acara peluncuran buku Islam in Indonesia : A to Z Basic Reference yang merupakan karya Direktur Diplomasi Publik Deplu, Umar Hadi. Buku tersebut diterbitkan oleh Center for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC), Jakarta. Acara ini sekaligus juga menandai keberangkatan Umar Hadi yang akan mengemban jabatan baru sebagai Wakil Duta Besar RI di Den Hagg, Belanda. Berikut adalah bincang-

No. 24 Tahun II

bincang singkat Diplomasi dengan Umar Hadi, seputar peluncuran buku hasil karyanya tersebut. ‘Indonesia ke depan akan tetap menjasi sebuah negara tempat dimana Islam dan demokrasi dapat berjalan seiring. Artinya ada stabilitas politik, kesejahteraan sosial, kemakmuran ekonomi, kemajuan teknologi, keberlangsungan lingkungan hidup, dan kemampuan Indonesia lainnya yang dapat di kontribusikan secara signifikan bagi ketertiban dunia berlandaskan pada perdamaian, kebebasan, dan keadilan sosial’.

Dan itu berarti menyatakan sesuatu, yaitu bahwa mayoritas Muslim di Indonesia ini adalah orang-orang yang toleran, cinta damai dan mampu berdialog dan berargumentasi secara ilmiah dan baik. Dan minimal sesuatu itu adalah terminologi-terminologi mengenai berbagai hal terkait dengan Islam, yang kita urutkan dari A sampai Z. Disitu kita jelaskan, misalkan Abangan, Kiai, Santri itu apa terminologinya. Kita juga sering baca kata ‘Al Qur’an’ dimana-mana, di koran dan sebagainya, tetapi ‘Al Qur’an’ itu tidak ada di kamus bahasa Inggris.

Kemudian kita tampilkan juga semua organisasi-organisasi Islam yang ada di Indonesia, dan disitu dijelaskan bahwa disini memang ada keberagaman pandangan dan ideologi, tetapi faktanya masyarakat kita itu lebih banyak yang moderat. Bagian lainnya adalah mengenai hubungan antara Muslim dengan Negara, misalnya bagaimana peran umat Islam terhadap global warming, bagaimana peran umat Islam dalam pembangunan negara, dan apa saja pemikiran-pemikiran Islam tentang negara’.[]


Diplomasi KI engenai isu akan dibentuknya suatu badan khusus untuk perlindungan TKI di luar negeri sebenarnya itu adalah sesuatu yang tidak perlu, karena hal itu sudah dilakukan oleh PerwakilanPerwakilan kita. Karena memang perwakilan resmi pemerintahan yang ada di suatu negara adalah perwakilan-perwakilan tersebut. Jadi kalau nanti ada lembaga baru lagi yang dibentuk, itu untuk apa, belum jelas bagaimana statusnya dan belum tentu itu bisa diterima oleh negara setempat. Itu merupakan suatu proses yang panjang lagi, jadi kita tidak perlu melakukan pemborosan, karena perwakilan kita sanggup untuk melakukannya. Saat ini sudah ada kesepakatan mengenai peningkatan penghasilan para tenaga kerja kita di Malaysia, dan kita harapkan ini bisa bermanfaat dan betul-betul bisa dilaksanakan di lapangan, karena memang sudah selayaknya bahwa orang yang bekerja untuk memperoleh imbalan yang setimpal dari pekerjaan yang dilakukan. Adalah tidak pada tempatnya bagi para pengguna jasa dimanapun, termasuk di Malaysia, memperkerjakan orang tanpa menghormati hak-haknya. Merupakan hak para pekerja kalau sudah selesai bekerja untuk memperoleh bayaran secara layak sesuai dengan ketentuan standar minimum gaji yang berlaku di negara itu. Dalam hal ini kita tidak menuntut sesuatu yang berlebih, hanya mengharapkan saling menguntungkan, karena kami mengetahui bahwa ada kebutuan mengenai tenaga kerja disana dan di sisi tenaga kerja kita ada kebutuhan untuk memperoleh pekerjaan. Jadi kalau semuanya berjalan dengan lancar, insya Allah akan baik semuanya. Mengenai kapan pencabutan moratorium ini dilakukan, kita tunggu bagaimana kondisi disana, karena segala sesuatu itu harus dilihat kemaslahatannya. Dengan moratorium ini kita harapkan ada perubahan yang besar di Malaysia, yaitu bahwa para tenaga kerja kita dihormati profesinya sesuai dengan kontrak kerja yang sudah mereka miliki dan sudah mereka sepakati bersama.


A

S

21

Badan Khusus Perlindungan TKI di Luar Negeri Perlu Dipertimbangkan Sekiranya nanti situasinya sudah kondusif dan Menteri Tenaga Kerja RI melihat sudah tidak ada lagi aral melintang, Deplu pada prinsipnya akan mendukung departemen teknis seandainya dirasa perlu pencabutan moratorium tersebut. Dan tentunya ada prosedur yang harus dilalui sebelum suatu keputusan diambil, jadi kita menghormati kordinasi yang berlangsung antara pemerintah Indonesia dan Malaysia, dalam hal ini Menaker dan counterpartnya di Malaysia. Kita akan terus memantau perkembangan lapangan di Malaysia, apakah benar situasinya sudah membaik atau belum. Kita berharap secepat mungkin pihak Malaysia bisa merespon perkembangan yang sudah membaik antara IndonesiaMalaysia. Kita sudah menyepakati mengenai peninjauan kembali dan perubahan-perubahan yang perlu dilakukan. Malaysia harus segera menyesuaikan aturan-aturan setempat mengenai peraturan perundangan mereka yang masih belum sesuai dengan kondisi kebutuhan tenaga kerja asing. Kita harapkan hal itu segera dilakukan yang tentunya bisa mendukung kerjasama Indonesia-Malaysia dibidang tenaga kerja. Deplu tidak bisa memantau terjadinya pengiriman tenaga kerja illegal, tetapi kita berharap bahwa setelah proses diumumkannya moratorium oleh Menaker, seharusnya pihak aparat melaksanakan penegakan hukum. Departemen Tenaga Kerja dan BNP2TKI harus melakukan penegakan hukum agar tidak terjadi pengiriman tenaga kerja ke Malaysia secara non-prosedural. Deplu mengharapkan instansi terkait melaksanakan tugasnya secara baik untuk mencegah supaya jangan sampai terjadi pengiriman tenaga kerja illegal itu. Deplu menghimbau agar pengawasan di bandara, pelabuhan ataupun dipintu-pintu perbatasan supaya bisa dilaksanakan dengan efektif.

Jadi situasinya memang harus diperjuangkan, dan itu sudah kita laksanakan. Kita juga akan terus mengawal proses ini sampai kepada suatu titik dimana kondisinya memungkinkan bagi tenaga kerja kita untuk bisa bekerja secara layak, aman, dan terhormat sesuai dengan profesi pekerjaan mereka. Kalau para tenaga kerja kita belum mendapatkan hak dan kedudukan yang semestinya, maka pencabutan moratorium itu belum akan dilakukan. Kita akan lihat bagaimana perubahannya dikehiduppan sehari-hari, dan saya fikir Deplu hanya perlu memantau apa yang terjadi, apakah betul di Malaysia situasinya telah membaik atau tidak. Mengenai cost structure, itu sedang dibicarakan dan merupakan kewenangan Depnaker dan Deplu (Direktorat Perjanjian Tenaga Kerja). Kita berharap bisa dicapai kesepakatan mengenai ongkos yang layak, karena cost structure yang sudah disepakati sebelumnya, saat ini sudah tidak berlaku lagi di Malaysia, karena pada dasarnya para agency di Malaysia memungut biaya yang jauh diluar cost structure yang disepakati tersebut. Namun demikian kedua negara tidak mau terjebak untuk menetapkan cost structure yang tidak sesuai dengan harga pasar. Jadi sedang dicari formula yang pas dimana kedua negara dan juga para pihak yang terlibat itu nanti tidak merasa terlalu terbebani, tetapi juga tidak terlalu jauh dari nilai pasar yang berlaku. Karena kalau terlalu jauh dengan harga pasar nantinya juga akan terjadi pelanggaran-pelanggaran sosial, sehingga antara keinginan dan kenyataan itu tetap jauh bedanya. Ini juga membahayakan bagi tenaga kerja kita. Yang penting besarannya itu tidak terlalu berat bagi kita, karena ada kebutuhan disana. Tetapi kalau tidak dinaikkan, pengguna jasa di Malaysia yang akan meminta jasa tenaga kerja itu akan ditarik biaya yang sangat tinggi, sehingga selisih

Dok. Diplomasi

M

L

Teguh Wardoyo

Direktur PWNI dan BHI

antara cost structure real dengan yang kita sepakati itu sangat jauh, dan itu memberatkan bagi tenaga kerja dan pengguna jasanya, dan itu yang tidak kita inginkan. Bagi para keluarga Indonesia yang anggota keluarganya ada yang terpaksa harus bekerja di luar negeri, sebaiknya melalui prosedur yang jelas sesuai aturan pemerintah, ada kontrak kerjanya, dan semua identitas yang tertera dalam kontrak kerja tersebut hendaknya benar adanya dan tidak dipalsukan, baik umur, alamat, dan sebagainya. Dengan demikian Perwakilan RI diluar negeri, atas dasar kontrak kerja yang jelas dan ditanda tangani para pihak bisa berupaya maksimal untuk memperoleh asuransi yang menjadi hak setiap tenaga kerja, seandainya mereka mendapatkan musibah. Jadi kami menghimbau agar masyarakat tidak mudah tertipu oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab, ikuti prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah, ikuti seluruh proses yang harus dilalui, sehingga segala sesuatunya itu sudah memperoleh perlidungan sejak awal dan akan memudahkan dalam mengantisipasi segala bentuk musibah yang kita sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi nanti.

No. 24 Tahun II

Diplomasi S OROT A N

Bekerjasama dengan International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) dan Non Aligned Movement Centre for South-South Technical Cooperation (NAM CSSTC), pada tanggal 12-15 Oktober 2009, Pemerintah Indonesia menyelenggarakan ‘Simposium Negara Berkembang mengenai Perancangan Konstitusi dalam Konteks Keberagaman dan Konflik di Asia’ di Hotel Four Seasons, Jakarta. Symposium ini bertujuan untuk mempertimbangkan dampak dari rancangan konstitusi terhadap kinerja negara dalam mengelola dan meminimalkan resiko konflik yang dipicu oleh keberagaman suku, agama dan budaya di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Para peserta symposium yang berjumlah 35 orang ,terdiri dari para pakar dan praktisi pembuatan konstitusi dari 19 negara, utamanya adalah negaranegara berkembang di kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Latin disamping juga dari Amerika Serikat. Ada tujuh tema utama yang dibahas dalam symposium ini, yaitu mengenai pencarian konstitusi yang inklusif di Asia Selatan dan Tenggara ; perancangan konstitusi untuk keberagaman suku bangsa ; jalan konstitusional bagi wanita dalam ketata-laksanaan pemerintah ; ruang konstitusional untuk agama dan nilai-nilai keagamaan ; ruang konstitusi untuk bahasa dan kebudayaan ; memberikan keadilan dan non-diskriminasi ; dan terakhir adalah kesadaran dan terobosan bagi generasi pembuat konstitusi berikutnya. Sebagai negara yang dinilai telah berhasil membangun konstitusi dengan mengakomodasi berbagai kepentingan yang berbeda dari segenap lapisan masyarakatnya, Indonesia dapat dijadikan contoh yang baik bagi negara-negara lainnya. Karena konstitusi Indonesia dibangun diatas landasan pluralisme dimana terdapat perbedaan budaya, agama dan bahasa.

No. 24 Tahun II

Perancangan Konstitusi dalam Konteks

Keberagaman dan Konflik di Asia Dok.Diplomasi

22

Dari penyelenggaraan symposium ini, para peserta diharapkan memperoleh suatu kesimpulan yang dapat mendukung pelaksanaan konstitusi dan proses membangun konstitusi secara lebih efektif di masa mendatang. International IDEA sebagai mitra Pemerintah Indonesia dalam penyelenggaraan symposium ini adalah sebuah organisasi antar-pemerintah yang diberikan mandate Statuta-nya untuk mendukung dan memajukan demokrasi yang lestari di seluruh dunia. Baru-baru ini International IDEA yang berbasis di Stockholm, Swedia ini mulai mengembangkan program ‘Proses Pembangunan Konstitusi’ untuk mendukung pertukaran pengetahuan bagi proses konstitusi nasional yang dibangun secara inklusif dan partisipatif. Sementara itu NAM CSSTC yang berbasis di Jakarta,

Indonesia, adalah organisasi yang didirikan oleh negara-negara non-blok untuk memberikan kontribusi bagi percepatan dan kemajuan pembangunan nasional dengan memperkuat dan memperluas kerjasama teknik negara berkembang dalam konteks kerjasama pembangunan

internasional. Tujuan khusus dari NAM CSSTC adalah untuk meningkatkan kemampuan negara berkembang dalam mengentaskan kemiskinan dan mempercepat pembangunan social, ekonomi dan politik melalui kerjasama teknik.[]

Klaim Pulau Berhala

S

alah seorang pimpinan DPRD Sumatera Utara pernah membuat statement yang keras bahwa pulau Berhala telah diiklankan dan diklaim oleh Malaysia. Namun Setelah di cek di peta Indonesia, peta Malaysia dan juga internet, ternyata ada lima pulau yang memiliki nama Berhala, dimana dua pulau berada di Indonesia dan tiga pulau lainnya di Malaysia. Pulau Berhala yang di Indonesia berada di Selat Malaka, yaitu diantara

Riau dan Jambi. Sedangkan yang di Malaysia terletak di Sandakan, Sabang dan Laut China Selatan, jadi sejak kapan Sumatera Utara berbatasan dengan Sandakan. Pulau Jemur juga sama, ada dua, satu punya Indonesia dan satu punya Malaysia. Perlu dipertanyakan apakah hal seperti ini hanya keisengan seseorang karena ketidaktahuanya dalam membaca peta atau ada unsur kesengajaan untuk memunculkan masalah ?


Diplomasi

Dok.Diplomasi

Menampilkan Indonesia Secara Utuh

Filda Azalia Pamano Santri Teladan Pondok Pesantren Darunnajah, Ulujami, Jakarta

M

elalui Duta Belia kita bisa membawa dan memberikan kesan yang baik tentang Indonesia kepada masyarakat internasional melalui kegiatan kebudayaan. Inti dari pelaksanaan Duta Belia 2009 adalah terkait dengan isu terorisme

yang sedang marak sekarang ini, dan dalam hal ini Duta Belia berupaya untuk memberikan pengertian kepada masyarakat internasional bahwa sebenarnya Indonesia tidak seperti yang diisukan, yaitu sebagai sarangnya teroris atau hal-hal yang terkait dengan itu. Jadi melalui Duta Belia ini kita bisa menampilkan Indonesia secara utuh dan memberikan kesan yang baik. Inilah Indonesia yang sebenarnya, dimana tidak semua orang Indonesia itu adalah teroris atau penganut Islam garis keras seperti itu. Sekarang ini banyak pihak luar yang hanya melihat posisi Indonesia dari satu sisi saja, yaitu sisi jeleknya saja, seperti misalnya terorisme, korupsi dan sebagainya. Padahal sesunguhnya Indonesia memiliki banyak potensi. Seperti misalnya Duta Belia yang terdiri dari orang-orang terpilih, mereka adalah anggota Paskibraka, Santri Teladan, Pemenang lomba Debat berbahasa Inggris tingkat nasioal dan juga Pemenang Olimpiade Fisika/ Matematika/ Biologi Internasional. Indonesia ternyata bisa dan mampu memenangkan Olimpiade Internasional tersebut, dan ini bisa kita tunjukkan kepada dunia luar. []

Sheira Narita Siswi SMAN 1 Pekan Baru, Riau.

D

alam Duta Belia ini kami bertugas untuk membawa nama baik Indonesia dan sekaligus mempromosikan kebudayaan Indonesia melalui sebuah pementasan teater yang membawa misi perdamaian. Karena sebagaimana kita tahu bahwa sekarang ini sedang marak isu mengenai pemboman di Indonesia, maka dari itu kami melakukan sebuah upaya agar terjalinnya hubungan yang lebih harmonis antara Indonesia-Australia. Saat ini Indonesia masih memerlukan berbagai pengembangan yang lebih di berbagai bidang supaya

Dok.Diplomasi

Generasi Muda Harus Meningkatkan Nasionalisme

Zulham Sururi Pelajar SMAN 1 Lhokseumawe, Nangroe Aceh Darussalam.

M

elalui program Duta Belia saya bisa mengenal teman-teman dari seluruh penjuru tanah air, yaitu temanteman dari Paskibraka, Team Olimpiade Fisika, Santri Teladan dan juga para pemenang debat dalam bahasa Inggris


tingkat nasional. Mereka semua telah menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kemampuan yang bisa dibanggakan ke dunia luar. Apalagi masyarakat luar negeri sangat mengapresiasi kita, terutama dalam hal keragaman budaya di Indonesia. Mereka sangat memperhatikan perkembangan Indonesia, apalagi dengan terjadinya kasus pemboman di Jakarta. Dan bagi saya para teroris pelaku pemboman tersebut bukan bangsa Indonesia, karena mereka tidak memiliki jiwa nasionalisme Indonesia. Untuk itu generasi muda Indonesia harus meningkatkan rasa nasionalisme dengan cara mempelajari sebanyak mungkin berbagai hal tentang Indonesia. Apakah itu mengenai sistim pemerintahan, keanekaragaman budaya dan sebagainya, agar nantinya bisa mempresentasikan hal tersebut kepada dunia luar.

P

I

N

I

23

Setelah Duta Belia Ingin Menjadi Indonesia bisa dipandang sebagai Duta Besar negara yang disegani dimata dunia

Dok.Diplomasi

kata apa mereka

O

Kita harus bisa menunjukkan dan menjelaskan bahwa bangsa Indonesia tidak seperti yang mereka kira, oleh karena itu kita harus bangkit agar negara-negara lain memandang Indonesia secara baik. Kita harus bisa menunjukkan kemampuan kita di berbagai bidang, baik itu dibidang pendidikan, ilmu pengetahuan, olahraga maupun seni dan budaya. Apalagi sebenarnya bangsa Indonesia itu sangat kreatif, tapi sayangnya itu tidak dipergunakan untuk mempromosikan Indonesia ke luar. Padahal kesenian dan budaya kita sangat beragam dan sangat potensial untuk dipromosikan, sampai-sampai Malaysia memakai dan mengambil seni budaya Indonesia sebagai alat promosi mereka untuk menarik minat wisatawan mancanegara dan juga mengakuinya sebagai budaya mereka. Sebagai anak bangsa, saya jelas merasa sakit hati dengan Malaysia, padahal semua

internasional. Pengembangan yang perlu menjadi perhatian lebih bagi Indonesia, utamanya adalah dibidang keamanan. Karena dimata dunia internasional, selama ini bidang keamanan di Indonesia dinilai masih sangat kurang sekali. Oleh karena itulah mereka seperti menjadi agak takut untuk berkunjung ke Indonesia, apalagi dengan terjadinya peledakan bom di Jakarta baru-baru ini. Tetapi secara keseluruhan Indonesia telah memiliki peran yang sangat baik di dunia internasional, baik itu dari segi politik, sosial budaya maupun ekonomi. Dan untuk menghadapi perkembangan kedepan kita harus siap mengikuti perkembangan dunia internasional, kita harus lebih banyak belajar tentang hubungan internasional dan diplomasi, karena bagaimanapun sebagai Duta Belia kita mengemban tugas berat untuk membawa nama baik Indonesia ke dunia luar. Sekarang ini saya memang masih dalam tahap belajar, dan mudahmudahan pada tahun 2015 nanti, yaitu saat diberlakukannya ‘Masyarakat ASEAN’ saya sudah cukup mempunyai bekal untuk mewujudkan cita-cita saya menjadi Dubes. Dan saya berharap kepada para generasi muda untuk tetap setia mempertahankan dan melanjutkan kemerdekaan Indonesia yang sudah diperjuangkan oleh para pahlawan bangsa dengan giat belajar, agar kedepannya bisa membawa Indonesia sebagai sebuah negara yang maju.[] juga tahu bahwa itu adalah seni dan kebudayaan bangsa Indonesia sejak jaman nenek moyang kita dulu. Karena itu sudah saatnya bagi bangsa Indonesia untuk melakukan langkah-langkah nyata agar dunia internasional melihat bangsa Indonesia secara utuh sebagai bangsa yang patut disegani. Saya rasa kedepannya generasi muda Indonesia perlu mendapatkan gemblengan mengenai leadership dan nasionalisme, sehingga mampu menjadi pemimpin bangsa maupun pemimpin dalam hubungan antar negara. Kita semua sebaiknya juga memperdalam pengetahuan mengenai seni dan budaya Indonesia, sehingga dengan demikian dapat mengembangkan seni dan budaya sebagai sarana untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri.[]

No. 24 Tahun II

No. 21, Tahun

Diplomasi No. 24 Tahun II, Tgl. 15 Oktober - 14 Nopember 2009

http://www.diplomasionline.net

TABLOID

Dok. Diplomasi

Media Komunikasi dan Interaksi www.tabloiddiplomasi.com

Menlu RI :

Mengenang Seratus Tahun Moham

Kontribusi Isla Dan Demokras Dalam Memban Indonesia Da’i Bachtiar :

B

Menyelesaikan Pers TKI di Malaysia Den Kepala Dingin MENTERI LUAR NEGERI RI MENERIMA UDAYANA AWARD

ertempat di Gedung Teater Fakultas Kedokteran Universitas Udayana di Denpasar, Menteri Luar Negeri RI, Dr. N. Hassan Wirajuda menerima Anugerah Udayana yang disematkan langsung oleh Rektor Udayana, Prof. DR. Dr. I Made Bakta, Sp. PD (KHOM). Upacara penganugerahan yang berlangsung pada 8 Oktober 2009 tersebut didasarkan keputusan Senat Guru Besar Universitas Udayana. Acara penganugerahan tersebut disaksikan pula oleh unsur Pemda Bali, Civitas Akademika Universitas Udayana, perwakilan

asing di Indonesia, pejabat Deplu, masyarakat madani serta mahasiswa. Universitas Udayana memberikan Anugerah Udayana (Udayana Award) kepada perseorangan atau lembaga yang telah memberikan sumbangsih bagi kemajuan Universitas Udayana. Menteri Luar Negeri mendapatkan Anugerah tersebut karena dipandang berjasa dalam menunjang kegiatan Universitas Udayana, khususnya dalam merintis dan mengembangkan studi Hubungan Internasional dan

Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:

tari Barisan yang dibawakan oleh para peserta Beasiswa Seni dan Budaya (BSBI) 2009. Para peserta BSBI yang berasal dari beberapa negara saat ini sedang mengikuti pelatihan kesenian Indonesia, termasuk kesenian Bali di Sanggar Smarandana.[]

Nia Zulkarna

“KIN

Direktorat Diplomasi Publik

Film Bertema Bulutang Pertama di Du

http://www.tabloiddiplomasi.com

Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:

[email protected]

(Proyeksi Sistem Nilai Demokrasi Kebudayaan, Fondasi Dalam Diplomasi Indonesia)”. Seusai upacara tersebut, Memperkuat Hubunga Menteri Luar Negeri menjadi tuan rumah jamuan makan siang di Gedung Pasca Sarjana dan RI - Suriname ditampilkan tari Sekar Jagad dan

Demokrasi serta Perdamaian. Selain itu, Universitas Udayana juga menganggap bahwa Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda telah berhasil meletakkan dasar-dasar politik luar negeri indonesia di era reformasi dan mengangkat nama baik serta diplomasi Indonesia pada tingkatan yang terbaik pada tatanan global. Dalam rangkaian upacara penyerahan Anugerah Udayana tersebut, Menteri Luar Negeri juga menyampaikan kuliah umum dengan tema “Demokrasi: Indonesia, Kawasan dan Dunia

Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110 Telepon : 021-3813480 Faksimili : 021-3513094

Diplomasi. Media Komunikasi dan Interaksi. Kontribusi Islam Dan Demokrasi Dalam Membangun Indonesia Menlu Malaysia :

Recommend Documents