Edisi 004, Oktober 2011 Review Buku
Review Buku, Edisi 004, Oktober 2011
n Di g
ta
l
slim
m
ratis
s.co
ok
ati okr
m
em
i
De
MEMBANGUN TEORI DEMOKRASI ISLAM Khalisotussurur & Ihsan Ali-Fauzi
1
Edisi 004, Oktober 2011
Info Nader Hashemi, Islam, Review Buku: Buku Secularism and Liberal Democracy: Toward a Democratic Theory for Muslim Societies (Oxford: Oxford University Press, 2009), xiv + 304 halaman.
ABSTRAK
a ak
an
Perp
us
t Alexis de Tocqueville, pemikir Perancis abad ke-19, pernah menyatakan bahwa hubungan antara agama dan demokrasi di Barat adalah “satu masalah besar pada masa ini.” Meskipun mungkin hubungan de slim u keduanya kini bukan lagi masalah besar di w.m ww Barat, situasinya benar-benar berbeda di dunia Islam. Di sini, hubungan keduanya masih dicirikan oleh ketegangan yang v akut, dan banyak kalangan ter us bergelut i s i Mus mengatasinya. Buku ini sumbangan ke arah itu. Sambil berkaca pada hubungan agama dan demokrasi dalam sejarah dan pemikiran Barat, Nader Hashemi mencoba menawarkan sejumlah kemungkinan teoretis dan empiris bagi tumbuhnya dukungan kaum Muslim terhadap demokrasi, berdasarkan konsep “toleransi kembar” antara lembaga-lembaga agama dan negara. D
i
2
Edisi 004, Oktober 2011
S
n Di g
ta
l
slim
m
ratis
s.co
ok
ati okr
m
em
i
De
Review Buku
eraya mengutip pernyataan de Tocqueville di atas, buku ini ditulis dengan maksud mengurai ketegangan Islam dan demokrasi. Bagi penulisnya, ini bukan hanya soal kesarjanaan, tapi juga moral dan personal. Nader Hashemi adalah seorang sarjana berkebangsaan Kanada, dan kini bekerja sebagai gurubesar ilmu politik pada Josef Korbel School of International Studies, University of Denver, Amerika Serikat. Dia belakangan sering tampil di media-media massa populer, termasuk diwawancarai berbagai stasiun televisi mengenai demokratisasi yang kini berlangsung di banyak negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, dan baru-baru ini menerbitkan The People Reloaded: The Green Movement and the Struggle for Iran’s Future (2011). Sebagai seorang Muslim dan pecinta demokrasi, dia kecewa pada narasi yang umum beredar mengenai Islam dan demokrasi. Dalam buku ini, yang berasal dari disertasinya di Universitas Toronto, Kanada, dia 3
Edisi 004, Oktober 2011 Review Buku
menawarkan gagasan-gagasan baru mengenai bagaimana meredakan ketegangan di atas, dengan belajar dari hubungan agama dan demokrasi dalam sejarah dan pemikiran Barat.
Perp
us
Hashemi pertama-tama mengeritik pandangan yang luas beredar an mengenai inkompatibilitas agama dan k a a demokrasi liberal. Dia memulainya t dengan menelusuri sejarah peranperan yang dimainkan agama dalam demokratisasi Barat, langsung atau tidak. Dengan mendasarkan diri de slim u pada wawasan historis berjangka- w w . m w panjang (longue durée) yang dikembangkan Fernand Braudel, seorang sejarawan Perancis, dan vi si karya Michael Walzer tentang Mus pengaruh kaum Puritan terhadap modernisasi, Hashemi menarik sejumlah pelajaran yang bisa diambil untuk lebih memahami evolusi politik yang berlangsung di dunia Islam sekarang dan memecahkan masalahnya. Dari penelusuran historis ini, dia mengajukan argumen, yang bertentangan dengan pandangan
D
i
4
Edisi 004, Oktober 2011 Review Buku
n Di g
i
ta
l
slim
m
ratis
s.co
ok
ati okr
m
em
umum, bahwa banyak dari apa yang kita dambakan sekarang, yang samasama kita cita-citakan, termasuk hubungan antara agama, sekularisme, dan demokrasi liberal, muncul dari benturan dan aksi-aksi bargaining. Karenanya, kita juga tak bisa berharap yang lain dari itu di dunia Islam.
De
Banyak pemikir dan pemimpin politik Muslim, seperti pemikir liberal Abdul Karim Soroush (Iran) atau pemimpin Islamis Rachid al-Ghanoushi (Tunisia), sudah mengajukan argumen seperti di atas. Yang baru dan segar pada Hashemi adalah bahwa argumen-argumennya ditopang oleh contoh-contoh konkret dari sejarah Barat dan dari para pemikir Barat yang menonjol. Dia menawarkan bukti-bukti yang meyakinkan bahwa tampilnya para “wali”, “orang suci” dan kaum “fanatik agama” di tengah pergolakan sosial adalah fakta-fakta historis dan sosiologis yang tak bisa dibantah. Pendudukan kaum Anabaptis atas kota Muster di Jerman pada 1534, peristiwa yang begitu 5
Edisi 004, Oktober 2011 Review Buku
berdarah-darah dalam perkataan dan perbuatan mereka, kata Hashemi, tak jauh beda dari apa yang dilakukan Taliban dan kalangan ekstremis lainnya di dunia Islam hari-hari ini.
Perp
us
Jika kesamaan-kesamaan bisa ditarik antara apa yang dulu terjadi di aan Barat dan apa yang kini berlangsung k ta di dunia Islam, kita juga dapat melihat sejumlah kemungkinan bagaimana kalangan agama, termasuk kelompok ekstremnya, bisa memberi sumbangan kepada demokratisasi, de slim u baik langsung atau tidak. Salah satu w.m ww pelajaran itu adalah bahwa kaum ekstremis agama bisa berlaku sebagai semacam bidan bagi berlangsungnyav is proses demokratisasi. Itu antara i M us lain terjadi ketika perilaku fanatik atau ekstremis menjadi semacam katalisator yang memberi petunjuk bahwa perubahan harus terjadi, jika kita tak mau mati. Dengan kata lain, bahkan ekstremisme dan fanatisme pun pada akhirnya adalah sebuah pelajaran buruk yang harus dihindari. Hashemi percaya pada siklus regressi, perbaikan, dan pembaharuan.
D
i
6
Edisi 004, Oktober 2011 Review Buku
n Di g
ta
l
slim
m
ratis
s.co
ok
ati okr
m
em
i
De
Pada Bab II, Hashemi beralih kepada kemungkinan agama sebagai sumber positif bagi demokrasi. Dia memokuskan perhatian pada pandangan Locke tentang agama, dengan mengutip pernyataannya ini: “For obedience is due in the first place to God, and afterwards to the Laws.” Parhatikan bahwa, kata Hashemi, pandangan itu, yang menomorsatukan titah Tuhan daripada hukum sekular, tidak datang dari seorang Ayatullah Khomeini, tetapi seorang John Locke, salah satu pemikir terpenting, jika bukan bapak, liberalisme modern. Ini mengisyaratkan bahwa menjadi religius dan demokrat pada saat yang bersamaan bukanlah sesuatu yang mustahil. Sekarang, kata Hashemi, baik kalangan sekularis maupun kalangan Islamis yang pro- dan antidemokrasi di dunia Islam sama-sama mendasarkan diri pada penafsiran tertentu terhadap sumber-sumber keagamaan. Dia menyabut fenomena ini sebagai “duel ayat.” Soalnya 7
Edisi 004, Oktober 2011 Review Buku
adalah sejauhmana kalangan prodemokrasi berhasil memenangkan duel ini, dan membuka ruang bagi demokratisasi lebih jauh.
Perp
us
Sesudah melihat kemungkinan sumbangan agama di atas, pada bab ketiga Hashemi beralih kepada soal aan sekularisme. Dia mendiskusikan k a pandangan umum bahwa sekularismet adalah sesuatu yang wajib ada (sine qua non) bagi demokrasi liberal. Bagi Hashemi, dan dia jelas benar, di sinilah terletak ketegangan paling de slim u akut antara agama dan demokrasi.w w . m w Dia tak langsung menentang hal ini, tapi mencatat satu fakta penting: sementara di Barat sekularisme vi si dikaitkan dengan perkembanganMus perkembangan positif, di dunia Islam hal itu diasosiasikan dengan agendaagenda kolonial/imperialis, rezimrezim opresif, dan sikap bermusuhan terhadap agama seperti dicontohkan oleh versinya yang lebih kaku di Perancis (laïcité).
D
i
Dari latar belakang ini, yang diperlukan sekarang, menurut 8
Edisi 004, Oktober 2011 Review Buku
n Di g
ta
l
slim
m
ratis
s.co
ok
ati okr
m
em
i
De
Hashemi, adalah hubungan yang memadai antara sekularisme dan demokrasi liberal. Ini mengantarkannya pada pembahasan mengenai beragam bentuk sekularisme. Pada titik ini, dia menemukan bahwa konsep ilmuwan politik Alfred Stepan tentang “toleransi kembar” sangat menjanjikan. Jantung konsep Stepan, yang menyatakan bahwa baik lembaga-lembaga agama maupun negara harus saling mengakui dan menghargai kebebasan dan batasnya masing-masing (dengan kata lain: toleransi kembar), membuka kemungkinan paling besar bagi kedua belah pihak untuk saling mengakomodasi. Pada bagian akhir bukunya, yang dapat disebut sumbangan khususnya, Hashemi menawarkan dibangunnya sekularisme “asli” versi Islam, berdasarkan “toleransi kembar” model Stepan dan reformasi menyeluruh atas pemikiran Islam. Studi-studi kasusnya dari Iran, Turki dan Indonesia menunjukkan 9
Edisi 004, Oktober 2011 Review Buku
bahwa ada perdebatan serius di sana menyangkut perlunya perumusanulang pemikiran sosial dan politik dari dalam, dalam cara-cara yang sejalan dengan warisan ajaran Islam. Ini semua bukan modal yang sedikit.
Perp
us
Buku ini menawarkan cara pandang an baru terhadap masalah kompatibilitas k a Islam dan demokrasi. Argumen ta Hashemi secara langsung dan meyakinkan menentang argumen yang esensialis dan ahistoris, tapi populer, mengenai “Islam de lim s u sebagai pengecualian” (Islamis w.m ww exceptionalism) seperti yang dikembangkan sejarawan Bernard Lewis. Hashemi juga menolak tegasv is konsepsi ilmuwan politik Samuel i M us Huntington yang juga populer mengenai “benturan peradaban” (clash of civilizations) yang secara langsung menghadap-hadapkan Islam dan Barat. Dengan melihat kesejajaran antara sejarah Barat dan Islam, Hashemi justru ingin mengajak para pembacanya untuk memandang masalah ini sebagai
D
i
10
Edisi 004, Oktober 2011 Review Buku
masalah manusia bersama dan harus dipecahkan bersama.
n Di g
ta
l
slim
m
ratis
s.co
ok
ati okr
m
em
i
De
Argumen Hashemi akan memperoleh tantangan baik dari kubu liberal maupun Islamis. Bagi sebagian kalangan liberal, dia akan dipandang sebagai terlalu banyak meletakkan dasar demokrasi liberal pada agama. Sebaliknya, kalangan Islamis akan mempertanyakan asumsi-asumsi yang mendasari mengapa demokrasi liberal dianggap sebagai model tatakelola sosial-politik yang paling baik. Tapi karya ini jelas akan disambut gembira oleh kalangan Muslim demokrat yang sudah gerah baik terhadap konser vatisme Islam, yang di banyak negara seperti Mesir dan Yaman mendukung otoritarianisme, maupun Islamisme, yang di negaranegara seperti Iran dan Sudan menjadi alasan bagi pembangunan teokrasi. Selanjutnya, mereka menunggu dari Hashemi dan sarjanasarjana Muslim lain yang bekerja dalam arah yang serupa, misalnya 11
Edisi 004, Oktober 2011 Review Buku
Perp
us
Abdullahi Ahmed An-Na`im, elaborasi lebih jauh dari prinsipprinsip dasar tentang Islam dan demokrasi yang sudah mereka susun.
ww
12
vi
i
Kode buku: NHI001
sl .mu
an
imd
e
D
© 2011 Review Buku ini diterbitkan oleh Divisi Muslim Demokratis. Jika Anda berminat mendapatkan buku (ebook) yang direview, silakan isi form permintaan.
w
t
a ak
si
Mus