No.Tahun 30 Tahun Tgl.Juli 15-April - 14 Mei2009 2010 No. 21, II, Tgl.III,15 14 Agustus
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi www.tabloiddiplomasi.com
Menlu RI :
Mengenang Seratus Tahun Mohammad Roem Konga XXIII-B/UNIFIL Kontribusi Islam Potret Keberhasilan Dan Demokrasi Pasukan Indonesia di Lebanon Dalam Membangun Indonesia
Peningkatan Kapasitas Ekonomi NasionalDa’i Akan Memperkuat Daya Tawar Bachtiar :
Menyelesaikan Persoalan TKI di Malaysia Dengan Indobatt Sukses Kepala Dingin
Melakukan Pembinaan Kebudayaan, FondasiTeritorial Untuk Memperkuat Hubungan RI - SurinameKontribusi
PBB Terhadap Resolusi Konflik Sangat Besar
Nia Zulkarnaen :
Film
“KING”
G-20 Dan Pemberdayaan Posisi Indonesia dalam Bertema Bulutangkis Setting the Agenda Pada Pertamathe diNew Dunia Global Email:
[email protected]
Email:
[email protected]
ISSN 1978-9173 ISSN 1978-9173
Email:
[email protected]
www.tabloiddiplomasi.com
771978 917386 771978 917386 9
9
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Daftar Isi
>6 >7 >8 > 10 > 12
Fokus
UNIFIL Potret Keberhasilan Pasukan Indonesia di Lebanon
Fokus
Kontingen Garuda dan Total Diplomasi
Fokus
Indobatt Sukses Melakukan Pembinaan Teritorial
Fokus
> 21
Lensa
> 22 4
Peleburan G-8 Ke G-20 Refleksi Perubahan Konstelasi Power Antar Negara G-20 Dan Pemberdayaan Posisi Indonesia dalam Setting the Agenda Pada the New Global
Kilas
National Seminar & Career Development 2010 Universitas Tarumanagara
F
O
K
U
S
Kontingen Garuda XXIII-B/UNIFIL di Lebanon Selatan
Fokus
> 14
Sorot
> 16
Sorot
> 18
Lensa
Fokus
Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B Sebagai Pasukan Perdamaian di Lebanon Selatan
> 13
> 17
> 19
Kontribusi PBB Terhadap Resolusi Konflik Sangat Besar
Wilayah Operasi TNI Konga XXIII-B/UNIFIL dan Pembinaan Satuan
Komitmen ASEAN Terhadap Upaya Global PBB Bagi Pemeliharaan Perdamaian
Peace Keeping dan Peace Building Pengalaman ASEAN Mengelola Stabilitas Kawasan
Sorot
Tantangan dan Prioritas Peace Keeping
20
l
e
n
s
a
Sorot
Tantangan dan Dinamika Peace Keeping
Peningkatan Kapasitas Ekonomi Nasional Akan Memperkuat Daya Tawar
Diplomasi
Pemimpin Umum / Pemimpin Redaksi Khariri Ma’mun Redaktur Pelaksana Cahyono
Teras Diplomasi UUD 1945 sebagai konstitusi negara mengamanatkan kepada bangsa Indonesia untuk ikut serta secara aktif menciptakan tatanan dunia yang lebih damai, adil dan makmur berdasarkan prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karena itu arah kebijakan peningkatan peran Indonesia di dunia internasional tidak terlepas dari upaya untuk menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia pada khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya. Dalam upaya untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih damai Indonesia telah menunjukkan komitmennya dengan mengirimkan peace keeping ke berbagai belahan dunia yang sedang dilanda konflik. Pengiriman Pasukan Kontingen Garuda ini pertama kali dilakukan pada 8 Januari 1957 ke Mesir, dan hingga sekarang ini tercatat telah puluhan kali melaksanakan misinya. Sementara dalam upaya menciptakan tatanan dunia yang adil dan makmur, Indonesia juga berperan aktif dalam berbagai fora internasional, dan salah satunya adalah di G-20, yang dalam perkembangannya mengalami evolusi. G-20 yang pada awalnya merupakan forum tingkat menteri keuangan dan gubernur bank sentral untuk menangani crisis management, sekarang ini berubah menjadi forum leaders untuk membahas global economic governance dan bergeser pada perluasan kerjasama non-keuangan. Ini disebabkan karena krisis global yang dimulai dari sektor keuangan telah berdampak besar pada sektor riil, dan oleh karena itu diperlukan suatu penanganan yang komprehensif melalui perkuatan strategic linkages antara isu keuangan dan isu nonkeuangan. Oleh karena itu G-20 mulai merambah isu-isu yang beyond finance, seperti climate change, energy security, trade, investment, food security, dan labour. Dengan begitu maka keanggotaan Indonesia di G-20 tentunya akan meningkatkan leverage Indonesia dalam percaturan ekonomi politik internasional, disamping juga memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk berkiprah lebih besar dalam pembahasan global economic governance. Dan tentunya juga untuk menyuarakan kepentingan negara-negara
berkembang didalam mendorong terciptanya tata-kelola ekonomi dunia yang lebih berkeadilan, inklusif, transparan dan sustainable. G-20 sangat penting untuk pemberdayaan posisi Indonesia dalam setting the agenda pada the new global governance, dan juga memiliki pemanfaatan untuk pembangunan nasional, termasuk pengembangan domestic governance. Ini tentunya merupakan tantangan dan peluang bagi Indonesia dan akan berimplikasi pada strategi, mekanisme dan langkah-langkah Indonesia ke depan. Dalam hal peace keeping, dimana seiring dengan semakin kompleksnya isu dalam konflik-konflik yang terjadi, maka tantangan-tantangan barupun juga muncul dan perlu diantisipasi untuk menentukan langkah misi perdamaian dunia kedepan. Mengingat pentingnya peranan misi perdamaian saat ini, maka misi perdamaian dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan di wilayah konflik. Dalam hal ini pasukan peace keeping Indonesia memiliki keunggulan dan sudah diakui oleh dunia internasional. Hal ini ditunjukkan dengan keberhasilan peace keeping Indonesia didalam setiap melaksanakan mandatnya sebagai pasukan penjaga perdamaian di berbagai belahan dunia. Sebagai penggagas Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN, Indonesia dinilai berhasil didalam menciptakan kawasan yang relatif stabil selama hampir 40 tahun. Berdasarkan pengalaman mengelola stabilitas kawasan inilah dan dalam kaitannya dengan peace keeping dan peace building, maka selanjutnya adalah bagaimana Indonesia bisa meningkatkan profilenya kedepan. Bagaimana melalui peace keeping dan peace building ini Indonesia bisa merubah dan meningkatkan image tidak hanya sebagai pasukan perdamaian, tetapi juga sebagai pasukan yang mampu secara cepat beradaptasi dan mengambil hati rakyat dan penduduk setempat dengan tetap mengusung leverage yang dimiliki oleh Indonesia, yaitu sebagai negara demokrasi terbesar ketiga, negara berpenduduk Muslim terbesar dan negara yang menyuarakan moderasi.
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Staf Redaksi Saiful Amin Arif Hidayat Taufik Resamaili Dian harja Irana Tata Letak dan Artistik Tsabit Latief Distribusi Mardhiana S.D. Kontributor M. Dihar Alamat Redaksi Jl. Kalibata Timur I No. 19 Pancoran, Jakarta Selatan 12740 Telp. 021-68663162, Fax : 021-86860256, Surat Menyurat : Direktorat Diplomasi Publik, Lt. 12 Departemen Luar Negeri RI Jl. Taman Pejambon No.6 Jakarta Pusat Tabloid Diplomasi dapat didownload di http://www.tabloiddiplomasi.com Email :
[email protected] cover: Letkol. Inf. AM. Putranto, S. Sos Komandan Satgas Konga XXIII-B/UNIFIL (dok. Denny) Diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri R.I bekerjasama dengan Pilar Indo Meditama
Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim email:
[email protected] Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.
F
4 Dok. Diplomasi
Indonesia senantiasa secara sungguh-sungguh memberikan sumbangannya bagi penciptaan perdamaian dunia. Indonesia turut berpartisipasi dalam berbagai operasi pemeliharaan perdamaian PBB – komitmen yang terus dijaga sejak Indonesia pertama kali mengirimkan pasukan penjaga perdamaian “Garuda” ke Terusan Suez pada tahun 1956. Indonesia juga memainkan peran terdepan dalam berbagai proses perdamaian, termasuk Perjanjian Perdamaian Paris bulan Oktober 1991 yang menghasilkan Pemerintahan Kerajaan Kamboja yang demokratis dan saat ini telah menjadi sesama negara anggota ASEAN. Indonesia juga telah memfasilitasi proses perdamaian di Filipina Selatan yang melahirkan Perjanjian Perdamaian 1996. Jika ada program kegiatan PBB yang sangat melekat bagi harapan bersama insan manusia untuk terciptanya perdamaian dunia, itu adalah program pemeliharaan perdamaian PBB. Tidak ada yang lebih mendekatkan PBB kepada sekian banyak penduduk dunia dan membangkitkan harapan daripada menyaksikan keberadaan helm biru PBB di berbagai wilayah konflik. Pada saat yang sama, berbagai pengalaman menunjukkan bahwa peran global PBB akan lebih berhasil – dan kadang kala hanya akan berhasil – apabila PBB memperoleh dukungan yang kuat dari tataran regional serta partisipasi yang matang dari negara-negara yang terorganisasi di tingkat kawasan. Terdapat faktor-faktor di tingkat kawasan yang seringkali tidak ada di tataran global, seperti ikatan budaya dan
No. 30 Tahun III
okus
Menlu RI :
Komitmen ASEAN Terhadap Upaya Global PBB Bagi Pemeliharaan Perdamaian sejarah serta rasa kebersamaan penduduk sekawasan. Dan bahkan Piagam PBB memiliki satu Bab tersendiri yang khusus ditujukan bagi organisasi dan pengaturan regional, yaitu Bab VIII. Ini menunjukkan betapa para pendiri PBB memiliki visi mengenai peran yang saling melengkapi antara PBB dan organisasi-organisasi regional untuk memastikan tercapainya tujuan-tujuan PBB secara efektif. Kita akan membahas upaya global bagi perwujudan perdamaian dari kacamata kawasan, khususnya ASEAN. Kita akan membahas bagaimana ASEAN dapat memberikan kontribusi bagi pemeliharaan perdamaian dan post-conflict peacebuilding PBB yang bersifat multidimensional, dan bagaimana memperkuat kemitraan nyata antara ASEAN dan PBB. Dalam hal ini, kami berkeyakinan bahwa ASEAN merupakan entitas yang sangat meyakini dan selalu mengedepankan pemeliharaan perdamaian dan post-conflict peacebuilding yang bersifat multidimensional. Hal ini karena kita di kawasan ASEAN sangat memahami betapa hal-hal positif terjadi apabila perdamaian mengemuka dan konflik dapat diredam. Sejak pendirian ASEAN 33 tahun lalu, kawasan kita dapat dinilai telah menikmati perdamaian. Selama periode itu pula— kecuali ketika terjadi krisis
keuangan Asia — kawasan kita telah menikmati dinamisme ekonomi yang lebih dari sekedar menyamai bagian dunia lainnya. Di tengah krisis ekonomi dan keuangan global saat ini, bangsa-bangsa Asia Tenggara juga menghadapinya dengan rasa percaya diri dan sifat optimis. Ini antara lain dikarenakan ASEAN damai dengan dirinya sendiri dan dengan bagian lain dunia. Tidak dapat disangkal, kita telah menyaksikan beberapa periode ketegangan. Pada saat yang sama, banyak diantaranya dapat diselesaikan melalui keterlibatan yang konstruktif dari negara anggota ASEAN lainnya. Saya sudah memberikan contoh mengenai peranan Indonesia dalam proses perdamaian Kamboja serta Perjanjian Perdamaian 1996 di Filipina Selatan. Di wilayah Indonesia sendiri, yaitu di Aceh, suatu proses perdamaian sekitar 5 tahun yang lalu telah berhasil mengakhiri 3 dekade separatisme. Proses perdamaian itu dicapai melalui bantuan yang sangat
berharga dari beberapa negara Eropa dan ASEAN. Karenanya, kawasan kita merupakan kawasan dengan pengalaman yang sangat kaya, tidak hanya di pemeliharaan perdamaian dan postconflict peacebuilding yang bersifat multidimensional, melainkan juga cara-cara lain penciptaan perdamaian — termasuk peningkatan rasa percaya (confidence-building), diplomasi preventif, dan resolusi konflik. Dari berbagai pengalaman tersebut, kita telah mengembangkan berbagai keahlian yang dapat berguna bagi penciptaan perdamaian, dan kita ingin membagi berbagai keahlian ini dengan bagian dunia lainnya. Kita bersedia membagi berbagai pengalaman dan keahlian ini karena kita ingin memastikan bahwa perdamaian tercipta tidak hanya di kawasan kita tetapi juga di seluruh dunia. Karenanya, seluruh negara-negara ASEAN telah secara sungguh-sungguh mendukung berbagai inisiatif PBB guna memajukan perdamaian, dan juga tatanan peacebuilding PBB
15 APRIL - 14 MEI 2010
F
okus
5 paska KTT Dunia 2005. Memang perlu disadari bahwa komitmen ASEAN terhadap upaya global PBB bagi pemeliharaan perdamaian dan post-conflict peacebuilding adalah bagian dari upaya ASEAN dalam kerangka Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (APSC). Tanpa kerangka ini, visi satu Komunitas ASEAN tidak dapat terwujudkan. Dan secara nyata, banyak negara ASEAN juga seringkali memberi kontribusi bagi upaya pemeliharaan perdamaian PBB. Hingga bulan Mei tahun lalu, negara-negara ASEAN mengirimkan tidak kurang dari 3.000 personil militer dan sipil ke berbagai operasi penjaga perdamaian PBB. Di samping itu, dalam kapasitas individual, sejumlah besar warga ASEAN juga bertugas dalam berbagai misi militer, polisionil, sipil, politik, dan kemanusiaan PBB. Karenanya, saya berkeyakinan bahwa dengan adanya kekayaan pengalaman ini, termasuk dalam confidence-building, diplomasi preventif and resolusi konflik, ASEAN memiliki banyak potensi untuk dibagi dengan dunia. Saya juga berbesar hati karena kehadiran lembagalembaga studi dari negara-negara ASEAN akan memberikan kontribusi pada diskusi ini dan memastikan adanya pembahasan yang benarbenar mencerminkan perspektif kawasan. Pada saat yang sama, perlu disadari bahwa terdapat sejumlah besar keperluan peningkatan kapasitas (capacity building) bagi penguatan kontribusi ASEAN terhadap pemeliharaan perdamaian dan postconflict peacebuilding yang bersifat multidimensional. Kapasitas bagi koordinasi dan tindakan yang terorganisir secara bersama, koherensi strategi dan kebijakan, serta penguasaan karakter multidimensional dari pemeliharaan PBB dengan 3 prinsip umumnya: kejelasan dan kelayakan mandat, pemahaman yang sama atas tujuan misi perdamaian, serta dimilikinya kemampuan yang diperlukan bagi pelaksanaan misi. Dan juga kapasitas untuk mengembangkan “exit strategies” yang melahirkan program-program pembangunan paska-konflik yang kuat dengan kepemilikan nasional yang tulen.
15 APRIL - 14 MEI 2010
Dok. armybase.us
Kita juga perlu mengembangkan berbagai kemampuan yang diperlukan untuk melengkapi upaya pemeliharaan dan pembangunan perdamaian: kemampuan bagi upaya confidence building dan diplomasi preventif, kemampuan negosiasi dan mediasi, dan kemampuan untuk memajukan pembangunan ekonomisosial. Memang, upaya pemeliharaan perdamaian dan post-conflict peacebuilding yang multidimensional harus mempertimbangkan pembangunan ekonomi-sosial yang berkelanjutan dari penduduk terkait. Dan kemitraan yang ditujukan bagi peningkatan kapasitas secara efektif merupakan kunci bagi hal ini. ASEAN akan terus meningkatkan kapasitasnya seiring dengan perjalanan ASEAN menuju perwujudan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN. Sebagai contoh, pada saat ini, ASEAN tengah mengembangkan jejaring regional dari pusat-pusat pemeliharaan perdamaian nasional selaras dengan Rencana Aksi Vientiane dari Komunitas PolitikKeamanan ASEAN. Malaysia, Filipina, Thailand dan Indonesia sudah memiliki pusat-pusat ini, di mana dilakukan serangkaian perencanaan, pelatihan dan pertukaran pengalaman dan
best practices di bidang pemeliharaan perdamaian. Kita juga mengembangkan kualitas para pakar kita di bidang reformasi sektor keamanan, reformasi sektor hukum dan birokrasi, tata kepemerintahan yang baik, dan pembangunan ekonomi. Pada akhirnya, kita akan membentuk pengaturan ASEAN bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan yang dapat sewaktu-waktu dipergunakan dalam kerangka kerjasama di bidang rekonstruksi dan rehabilitasi pasca-konflik di berbagai kawasan. Dan pada akhirnya, kita akan mencapai pembentukan Institute for Peace and Reconciliation sebagaimana dimandatkan Cetak Biru Komunitas Politik-Keamanan ASEAN. Keberadaan Institut ini akan memungkinkan kita untuk mengambil keuntungan dari serangkaian pengalaman kita di bidang perdamaian serta resolusi dan manajemen konflik, dan membagi pengalaman ini dengan dunia. Ini adalah visi kita. Kita memahami, pada saat yang sama, ada berbagai tantangan ke depan. Memang, ada jalan berliku yang harus ditempuh ASEAN sebelum dapat mewujudkan visinya secara keseluruhan.
Pada saat yang sama, saya yakin ASEAN dapat terus maju. Melalui kemitraan dengan PBB bagi peningkatan kapasitas, melalui berbagai inisiatif antar-kawasan untuk belajar dari pengalaman kawasan yang lain, dan dengan mengumpulkan serta memanfaatkan sepenuhnya berbagai pengalaman, kemampuan dan sumber daya yang ada, kita dapat melangkah selaras dengan tuntutan jaman serta memperkuat kontribusi ASEAN bagi PBB dalam upaya pemeliharaan perdamaian dan post-conflict peacebuilding yang multidimensional. Kita di ASEAN memperoleh dinamisme kita dari perdamaian. Penduduk kita telah memperoleh manfaat besar dari rahmat perdamaian. Setidaknya, saat ini kita harus memberikan sumbangan bagi perluasan perdamaian tidak hanya di kawasan kita tetapi juga bagian lainnya di dunia. Untuk itu kami menyampaikan penghargaan atas keterlibatan berbagai mitra dalam penyelenggaraan lokakarya ini, khususnya Pemerintah Norwegia dan Sekretariat PBB.[] (Disunting dari International Workshop, The role of the United Nations in Multidimentional Peace Keaping Operations and post Conflict Peace Building:Towards an ASEAN Perspective. 29-30 Maret 2010, Jakarta)
No. 30 Tahun III
F
okus
6 Dok. Diplomasi
Bagas Hapsoro - Deputi Sekjen ASEAN - Duta Besar RI Untuk Lebanon 2007-2009
Dalam cover majalah UNIFIL atau dalam bahasa Arab disebut Al Janud (Pasukan Penjaga Perdamaian) edisi terbaru, terpampang gambar pasukan Indonesia. Ini merupakan sebuah apresiasi terhadap pasukan Indonesia, karena terus terang bahwa yang bisa masuk sebagai cover majalah ini, sebenarnya adalah hanya pasukan terbesar, tetapi dalam hal ini pasukan Indonesia bisa masuk. Karena itu saya cukup berbangga, apalagi karena pasukan Indonesia ini jumlahnya semakin bertambah terus. Sewaktu pertama kali saya datang ke Lebanon, jumlahnya baru sekitar 850 personil, dan sekarang sudah mencapai 1.307 personil. Kontingen yang sekarang ini bertugas di Lebanon adalah pasukan Konga XXIII-D/UNIFIL. Setiap tahunnya Indonesia mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Lebanon, dan biasanya masa penugasan pasukan Indonesia itu adalah yang paling lama dibandingkan masa penugasan pasukan dari negara lainnya. Tetapi dalam hal ini banyak keuntungan yang bisa kita peroleh; Pertama, bahwa ini dibiayai oleh PBB dan tidak menggunakan dana APBN ; Kedua, kita bisa memanfaatkan hal ini untuk melakukan kerjasama dengan pasukan dari negara-negara besar, seperti misalnya Perancis, Italia, Denmark, dan Jerman. Dalam hal jumlah pasukan, sekarang ini Indonesia menempati
No. 30 Tahun III
UNIFIL Potret Keberhasilan Pasukan Indonesia di Lebanon posisi nomor empat terbesar, yaitu setelah Italia, Perancis, dan Spanyol, kedepan jumlah ini akan terus semakin bertambah. Keuntungan lainnya yang bisa kita peroleh, adalah dalam hal membangun networking antara anggota pasukan, perwira dan sebagainya. Networking ini penting, karena ketika mereka pulang nanti, mereka sudah mempunyai jalinan kerjasama yang baik, dan bahkan bisa saling mengenal dengan baik antar sesama pribadi. Dan pada akhirnya, tentunya ini juga akan sangat membantu didalam pengembangan kerjasama di bidang militer. Indonesia harus mengejar ketinggalannya. Melalui peace keeping ini, Indonesia bisa mengejar ketertinggalannya dalam waktu tidak terlalu lama. Keuntungan-keuntungan lainnya juga cukup banyak, tetapi yang paling penting adalah bahwa peace keeping ini akan merubah dan meningkatkan image Indonesia tidak hanya sebagai pasukan perdamaian, tetapi juga pasukan yang bisa mengambil hati rakyat dan penduduk setempat. Selama 2 tahun 3 bulan saya bertugas sebagai Dubes RI untuk Lebanon, tidak ada kejadian-kejadian dalam eskalasi besar. Dan dengan kedudukan Lebanon sebagai anggota non-permanent DK PBB sekarang ini, hal ini telah membuat Indonesia semakin tenang, karena Lebanon sudah
bukan lagi sebagai objek dari suatu keputusan DK PBB tetapi juga sebagai subjek yang bisa menentukan suatu keputusan dan menentukan masa depan mereka sendiri. Salah satu kelebihan yang dimiliki pasukan Indonesia didalam pelaksanaan tugas misi perdamaian di Lebanon adalah kedekatannya dengan penduduk lokal. Mereka bisa mengajarkan tari poco-poco disamping juga belajar tarian rakyat Lebanon, sehingga tanpa ragu-ragu kami membuat Friends of Indonesia bagi siapa saja, entah itu penduduk atau siapapun dan terbuka untuk segala umur, tetapi kebanyakan adalah para anak-anak muda. Saya melihat ini sebagai suatu hal yang menggembirakan, karena hal ini membuat prajurit kita tidak merasa bosan dan merasa berada di tempat dimana mereka harus melakukan tugas penjagaan, tetapi juga adalah tempat dimana mereka dapat menjalin persahabatan dan melakukan komunikasi. Pasukan Indonesia bisa sangat diterima oleh masyarakat Lebanon itu disebabkan karena beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh pasukan dari negara-negara lainnya. Seperti misalnya dalam hal sopan santun, dimana setiap bertemu dengan penduduk, pasukan Indonesia selalu tersenyum dan menyapa. Kalau membawa kendaraan tidak ugal-ugalan melainkan sesuai dengan aturan yang telah ditetap-
” Salah satu kelebihan yang dimiliki pasukan Indonesia didalam pelaksanaan tugas misi perdamaian di Lebanon adalah kedekatannya dengan penduduk lokal ”
kan oleh UNEP, atau kalau misalnya melintasi sebuah desa yang menetapkan aturan bahwa jam sekian kecepatan kendaraan tidak boleh lebih dari sekian, itu selalu ditaati oleh pasukan Indonesia. Sementara pasukan dari negara lain mungkin tidak melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh pasukan Indonesia. Kemudian pasukan Indonesia juga membaur secara sosial dengan mengajarkan penduduk setempat untuk menari, berbahasa Inggris, mengoperasikan komputer, dan juga bahasa Indonesia, dan sekarang ditambah dengan mengajarkan tentang perbengkelan. Disamping itu para prajurit Indonesia juga diberikan kesempatan untuk bersosialisasi didalam menjalankan ibadah, baik yang Muslim maupun nonMuslim. Melalui pendekatan-pendekatan seperti itulah, maka pada akhirnya pasukan Indonesia sangat diterima oleh masyarakat Lebanon, termasuk dalam kegiatan-kegiatan sosial lainnya, seperti menjaga kebersihan, dan selalu menghadiri undangan dari kalangan manapun. Kalau kita ditawari untuk makan di rumah penduduk, itu jangan ditolak, karena akan membuat mereka kecewa dan merasa ada sesuatu yang hilang, karena itu kita tidak pernah menolak dan selalu hadir kalau ada undangan. Sementara kalau pasukan negara lain mungkin mereka agak hati-hati dalam hal ini. Disamping itu juga, adalah masalah history, dimana mereka menilai bahwa pasukan dari negara lain itu terlalu dekat dengan pasukan Israel, sementara pasukan Indonesia tidak pernah ada masalah dengan siapapun. Sementara di Lebanon itu ada militansi dan radikalisme, dan untuk itu kita menunjukkan diri sebagai negara yang besar dan memiliki jumlah penduduk yang juga besar jumlahnya, tetapi bukan sebagai negara agama melainkan sebagai negara yang moderat.[]
15 APRIL - 14 MEI 2010
F
okus
7 Kontingen Garuda dan Total Diplomasi Denny Lesmana
Direktorat Diplomasi Publik Kemlu RI Anggota Konga XXIII B
Salah satu kegiatan diplomasi total Indonesia yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah pengiriman Kontingen Garuda dalam misi penjagaan perdamaian di berbagai belahan dunia sejak tahun 1957. Pengiriman Kontingen Garuda ini sangat penting, baik dalam rangka penjagaan perdamaian maupun diplomasi, karena disamping tugas penjagaan perdamaian, para prajurit Garuda juga harus melakukan pendekatan dan negosiasi dengan masyarakat setempat agar situasi kondusif dapat tercipta di wilayah operasional Kontingen Garuda. Masyarakat Indonesia yang secara tradisi sudah memiliki keramahan alami dan kemampuan untuk menghargai orang lain serta metode penyelesaian konflik secara musyawarah untuk mencapai mufakat, secara natural telah memiliki modal dasar yang kuat untuk melakukan diplomasi publik dan memanfaatkan soft power. Hal ini sangat mendukung kegiatan Kontingen Garuda, karena dalam keseharianya mereka harus selalu berhadapan dengan masyarakat. Setelah pecahnya perang 34 hari antara Israel dengan Hezbollah pada tahun 2006, Pemerintah Indonesia kembali mengirimkan Kontingen Garuda, dimana kali ini bernaung dibawah misi UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon). Sampai saat ini Kontingen Garuda UNIFIL sudah memasuki tahun ke-empat penugasan, yaitu dimulai dari pasukan Konga XXIII-A (2006-2007), Konga XXIII-B (20072008), Konga XXIII-C (2008-2009) dan Konga XXIII-D (2009-2010). Dalam misi Konga XXIII-A dan Konga XXIII-B, masing-masing disertakan 3 (tiga) orang personil dari Kementerian Luar Negeri RI untuk bergabung dengan anggota kontingen yang berasal dari tiga matra kekuatan TNI, yaitu darat, laut dan udara yang terdiri dari berbagai macam satuan. Nuansa diplomasi, terutama diplomasi publik, sangat kental
15 APRIL - 14 MEI 2010
Dok. Denny
dalam pengiriman Kontingen Garuda UNIFIL ini, bahkan tidak kalah penting dibandingkan tugas utama UNIFIL dalam rangka operasi penjagaan perdamaian. Karena disamping operasi penjagaan perdamaian, Konga XXIII yang biasa disebut Indobatt (Indonesian battalion), juga melakukan kegiatan CIMIC (Civil-Military Coordination) yang merupakan salah satu ujung tombak Kontingen didalam melakukan pendekatan kepada masyarakat. Kegiatan CIMIC ini cukup banyak dan menjangkau seluruh kalangan usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Kegiatan yang dilakukan untuk anak-anak antara lain adalah Smart Car, kursus bahasa Inggris dan komputer, pengobatan massal, pembangunan taman bermain, menyelenggarakan peringatan Hari Anak Nasional di Lebanon dan kegaitan-kegitan lainnya yang diperuntukkan bagi anak-anak setempat. Smart Car adalah mobil pemberian Ibu Ani Bambang Yudhoyono kepada Kontingen Garuda UNIFIL yang berisi mainan anak-anak. Smart Car ini berkeliling dari satu desa ke desa lainnya di wilayah kerja Indobatt pada jadwal-jadwal yang telah ditentukan. Anak-anak di Lebanon Selatan sangat menyukai Smart Car ini, karena selain dapat bermain dengan berbagai mainan yang dibawa oleh Smart Car, mereka juga dapat menyaksikan pertunjukan sulap, mengikuti perlombaan menggambar dan lain sebagainya. Untuk remaja setempat, Indobatt melakukan pembangunan lapangan sepak bola, menyelenggarakan
pertandingan persahabatan sepak bola dan bola volley, pelatihan P3K, kursus komputer dan bahasa Inggris, serta kegiatan lainnya. Sementara untuk masyarakat lainnya, Indobatt melakukan pendekatan melalui silaturahmi dengan para tokoh masyarakat setempat, membantu memanen gandum, pengobatan massal, memadamkan kebakaran dan memberikan bantuan tenaga pada saat diminta oleh masyarakat setempat, bahkan merenovasi sebuah rumah untuk kemudian dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat. Dalam hal ini KBRI Beirut memberikan dukungan dengan memberikan peralatan DVD, TV, komputer dan printer. Di dalam rumah tersebut terdapat bendera Indonesia dan Lebanon, dengan tulisan Nahnu Ikhwan (Kita bersaudara) di bawahnya. Dalam melaksanakan tugasnya, para prajurit Indobatt sudah menjadi diplomat, menjadi wakil dari negara Indonesia dalam mempromosikan Indonesia, dimana keberhasilan para prajurit Indobatt dalam membina hubungan baik dengan masyarakat setempat, pada akhirnya membuahkan dukungan masyarakat terhadap kegiatan operasional Indobatt. Keberhasilan para prajurit Indobatt dalam win hearts and minds of people tampak pada saat kepulangan mereka, dimana masyarakat setempat berdatangan ke Markas Indobatt dan menyampaikan kesedihan mereka karena harus berpisah dengan personil Indobatt. Sebagian lainnya berdiri di sepanjang jalan ha-
nya untuk melambaikan tangan dan melepas kepulangan para diplomat berseragam asal Indonesia ini. Jika melihat pola-pola yang digunakan oleh para prajurit Indobatt, maka tampak bahwa para prajurit Indobatt telah menerapkan prinsipprinsip diplomasi publik dengan menggunakan soft power berupa kemampuan untuk melakukan pendekatan dengan seluruh komponen dalam masyarakat dalam rangka memenangkan hearts and minds of people. Hasil dari Kontingen Garuda tersebut adalah munculnya kepercayaan dari publik Lebanon kepada Kontingen Garuda khususnya, dan kepada Indonesia pada umumnya. Bahkan mereka menginginkan agar beberapa wilayah operasi negara anggota UNIFIL lainnya dijadikan sebagai wilayah operasi Indobatt. Pihak PBB melalui UNIFIL juga mengakui keberhasilan diplomasi publik yang dilakukan oleh para prajurit Indobatt. Hal ini ditunjukkan dengan pemberian bantuan dari UNIFIL yang diberikan melalui Indobatt. Selain itu pasukan Indobatt juga beberapa kali dilibatkan oleh UNIFIL dalam menyelesaikan konflik yang muncul antara Kontingen UNIFIL lain dengan masyarakat sekitar. Indobatt berhasil menjalankan kepercayaan yang diberikan secara maksimal, dan mampu menjadi mediator antara masyarakat dengan UNIFIL. Keberhasilan Kontingen Garuda dalam melaksanakan misi yang diberikan oleh PBB merupakan keberhasilan Indonesia, demikian pula keberhasilan para duta negara kita lainnya di berbagai bidang, seperti interfaith dialogue, ekonomi, olah raga, kesenian, dan lainlainnya. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia yang tentunya akan sangat membantu Indonesia di dalam melaksanakan pembangunan untuk mencapai tujuan nasional Indonesia. Pada akhirnya saya ingin mengajak semua pihak untuk ikut terlibat didalam memberikan dukungan untuk kesuksesan diplomasi Indonesia, yang hasilnya akan dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.[]
No. 30 Tahun III
F
okus
8 Indobatt Sukses Melakukan Pembinaan Teritorial
No. 30 Tahun III
sikap kekeluargaan yang sangat tinggi. Awalnyanya memang kegiatan ini menghadapi sedikit kesulitan, yaitu dalam melakukan pendekatan, mengingat warga Lebanon Selatan masih trauma akibat dampak terjadinya perang. Namun jika sudah diterima dalam lingkungan pergaulan warga setempat, biasanya mereka tidak segan-segan mengangkat kita sebagai bagian dari keluarga besar mereka. Kegiatan CIMIC ini dilakukan secara bertahap, pada tahap awal adalah penjajagan dan mempelajari situasi wilayah, kebiasaan, adat-istiadat dan permasalahan yang menonjol di lingkungan tugas. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Desember-Januari bertepatan dengan menghadapi musim dingin, dimana kegiatan masyarakat tidak terlalu banyak, termasuk kegiatan Arm Element/Pok Hezbolah. Sasaran utama pendekatan tahap awal ini adalah anak-anak dan orang tua. Tahap kedua dilakukan menjelang musim semi (Februari-Maret), yaitu setelah dianggap memungkinkan untuk melakukan pendekatan dengan anak-anak dan orang tua, karena mereka sudah bisa mene-
”
Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh prajurit Indobatt adalah melakukan anjangsana ke rumah-rumah masyarakat di wilayah binaannya, dimana terbukti hanya dalam waktu beberapa bulan saja hubungan dengan masyarakat dan warga setempat sudah sangat akrab dan bersahabat, sehingga keberadaan prajurit Indobatt sangat berarti bagi mereka. Hal ini disebabkan karena seluruh personil Indobatt menyadari bahwa tidak mudah melakukan pendekatan tanpa didasari keihklasan hati dan berkorban demi Merah Putih. Hasilnya jika dalam waktu 2 minggu saja pasukan Indobatt tidak berkunjung, mereka akan bertanyatanya kenapa prajurit Indobatt tidak lagi berkunjung ke rumah warga, karena masyarakat Lebanon itu sangat sensitif. Oleh karena itu kepekaan prajurit perlu ditingkatkan agar tidak terjadi kesalah-pahaman yang nantinya berdampak buruk terhadap pelaksanaan tugas di lapangan. Selain itu Indobatt juga melakukan tatap muka dengan para tokoh masyarakat setempat, dimana untuk ini diperlukan koordinasi lebih dulu, mengingat 98 % penduduk di wilayah Indobatt adalah kaum Syiah dan mereka merupakan tokoh garis keras kelompok Hezbolah. Kegiatan ini dilakukan secara rutin, baik melalui anjangsana ke rumah mereka secara langsung maupun diundang oleh Dansatgas ke Mako Satgas dan dihadiri oleh Komandan Sektor Timur. Hal-hal yang dibahas dalam pertemuan adalah seputar perkembangan di desa masingmasing dan juga digunakan sebagai forum perkenalan Dansektor Timur dan silaturahmi antara para Mayor dan Moukhtar di wilayah operasi Indobatt. Kegiatan pembinaan teritorial atau lebih dikenal dengan Cimic (Civil and Military Cooperation) yang dilakukan oleh prajurit Indobatt, ternyata sangat mendukung kelancaran tugas pokok sebagai pasukan perdamaian dunia, mengingat sebagian besar masyarakat beragama Islam (Syiah dan Suni) dan memiliki
rima keberadaan prajurit Indobatt. Langkah selanjutnya adalah melakukan penggalangan yang difokuskan kepada para pemuda dan tokoh masyarakat yang berpengaruh, khususnya tokoh-tokoh Hezbolah maupun Amal, termasuk para tokoh agama di desa binaan, dimana pada dasarnya mereka juga merupakan bagian dari Hezbolah dan Amal yang pernah berseteru dengan negara tetangga. Tahap ketiga dilakukan bertepatan dengan datangnya musim panas dan gugur, yaitu disaat kegiatan masyarakat semakin padat, karena memang saat yang paling baik untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti misalnya bercocok tanam hingga panen. Kelompok Hizbullah biasanya memanfaatkan waktu ini untuk memperbaiki fasilitas pertahanan mereka yang rusak akibat perang. Mereka juga berupaya memperkuat jaringan kelompoknya dengan memodernisasi jaringan komunikasi, merekrut personil, dan memperkuat persenjataan, dimana mereka memiliki rudal jarak menengah yang mampu mencapai Tel Aviv dan selalu siap setiap saat menghadapi ancaman dari Israel.
.....pasukan Konga XXIII-B/UNIFIL juga memberikan bantuan kepada desa binaan sesuai dengan kemampuan yang ada sebagai wujud kepedulian dan penggalangan masyarakat. Bantuan tersebut antara lain berupa generator listrik untuk kaum jompo, 3 unit mesin photo copy portable kepada Moukhtar setempat, tabung oksigen dan perangkat kesehatan kepada unit kesehatan setempat, perangkat komputer dan TV kepada salah satu perangkat desa, renovasi rumah Moukhtar setempat, perangkat olah raga kepada tokoh pemuda desa binaan, BBM kepada sekolah-sekolah di wilayah binaan, sembako kepada warga yang kurang mampu dan cacat akibat korban perang.
”
Demikian pula sebaliknya, status alart pihak Israel juga sangat tinggi. Aktivitas yang tinggi ini tentunya sangat menyita waktu para prajurit UNIFIL yang bertugas di sepanjang blue line, karena mereka harus bertugas memonitor pergerakan maupun membatasi kegiatan Arm Element khususnya yang beraktifitas di daerah operasi UNIFIL. Untuk mengimbangi dan menetralisir situasi di wilayah desa binaan, maka Satgas Konga XXIII-B/UNIFIL membuat berbagai-macam kegiatan sebagai upaya untuk meringankan beban penderitaan masyarakat yang trauma akibat perang. Bentuk-bentuk kegiatan CIMIC yang dilakukan oleh para prajurit Indobatt antara lain adalah menghadiri undangan makan bersama warga di rumah mereka, menghadiri pemakaman dan ta’ziah apabila ada warga yang meninggal dunia, menghadiri undangan pernikahan, ataupun melakukan anjangsana ke rumah-rumah penduduk sebagai upaya ‘merebut hati dan pikiran masyarakat agar tercipta situasi yang kondusif’. Prajurit Indobatt juga melakukan kegiatan Smart Car dengan menggunakan 2 unit kendaraan yang sudah di desain sedemikian rupa dan merupakan sumbangan dari Ibu Negara, Hj. Ani Yudhoyono. Sebelum acara Smart Car digelar, biasanya anak-anak disuguhi penampilan berbagai-macam kemampuan prajurit Indobatt, dan salah satunya yang paling digemari adalah permainan sulap dan boneka ikon prajurit Indobatt. Anak-anak sangat senang dan bisa tertawa bergembira menghilangkan trauma akibat perang, mereka juga sangat antusias ingin mengetahui tentang kehidupan masyarakat Indonesia dan mengucapkan terima kasih kepada Presiden SBY yang telah mengirimkan pasukan perdamaiannya ke bumi Lebanon. Prajurit Indobatt juga melakukan renovasi salah satu rumah warga yang rusak akibat perang, namun oleh pemiliknya rumah tersebut kemudian dihibahkan untuk dijadikan ‘Rumah Persahabatan Indonesia-Lebanon’. Di rumah ini para prajurit Indobatt menyelenggarakan berbagai kegiatan pelayanan kepada masyarakat, seperti misalnya pelayanan kesehatan gratis, kelas komputer,
15 APRIL - 14 MEI 2010
F
okus
Dok. Denny
9
Kontingen Garuda berbaur dan akrab dengan anak-anak dalam program Smart Car
bahasa Indonesia, seni tari tradisional Indonesia, dan berbagai kegiatan kepemudaan. Di rumah ini terpasang bendera Indonesia dan Lebanon yang dibawahnya dibubuhi tulisan dalam bahasa Arab Nahnu Ichwan yang artinya ‘kita bersaudara’. Selain itu pasukan Konga XXIII-B/UNIFIL juga memberikan bantuan kepada desa binaan sesuai dengan kemampuan yang ada sebagai wujud kepedulian dan penggalangan masyarakat. Bantuan tersebut antara lain berupa generator listrik untuk kaum jompo, 3 unit mesin photo copy portable kepada Moukhtar setempat, tabung oksigen dan perangkat kesehatan kepada unit kesehatan setempat, perangkat komputer dan TV kepada salah satu perangkat desa, renovasi rumah Moukhtar setempat, perangkat olah raga kepada tokoh pemuda desa binaan, BBM kepada sekolah-sekolah di wilayah binaan, sembako kepada warga yang kurang mampu dan cacat akibat korban perang. Selain bantuan-bantuan tersebut, personil Indobatt juga mem-
15 APRIL - 14 MEI 2010
bantu masyarakat melakukan panen gandum dan buah zaitun, membantu warga yang kendaraannya mengalami kecelakaan, melakukan kerja bakti membersihkan fasilitas umum bergotong-royong bersamasama dengan masyarakat . Bantuan-bantuan tersebut berdampak sangat positif secara psikologis bagi masyarakat dan karena itu pasukan Indonesia dianggap peka dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat, demikian juga bagi kaum jompo dan orang-orang tua dari Pok Hezbolah. Sikap dan perlakuan mereka sangat baik terhadap pasukan Indonesia, sehingga dapat lebih leluasa dan familiar didalam menjalankan tugas. Masyarakat Lebanon Selatan, khususnya di wilayah binaan Indobatt hampir 98 % adalah penganut Islam aliran Syiah, sehingga ada beberapa perbedaan dengan Islam di Indonesia yang cenderung lebih mirip Islam Suni. Guna mensiasati hal tersebut, maka kegiatan keagamaan seperti sholat berjamaah di Masjid, dilakukan secara bergantian, karena umumnya mereka tidak
mau di imami oleh yang bukan imamnya sendiri. Setelah warga melaksanakan sholat, baru kemudian dilanjutkan para prajurit Indobatt yang melakukan sholat, dan sambil menunggu giliran mereka duduk di belakang, dan justru hal inilah yang menjadi perekat antara masyarakat dengan prajurit Indobatt. Tahap ke-empat merupakan tahap konsolidasi bagi Satgas Konga XXIII-B/UNIFIL, yaitu pada bulan Nopember-Desember, atau sekitar 1,5 bulan menjelang akhir penugasan. Pada kesempatan ini kegiatan agak sedikit dikurangi mengingat sudah akan memasuki musim dingin. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Satgas Konga XXIII-B/UNIFIL untuk melakukan anjangsana ke tokohtokoh masyarakat dalam rangka berpamitan sekaligus menyampaikan permohonan maaf apabila selama penugasan ada ucapan, sikap dan tingkah laku para prajurit Indobatt yang kurang bisa diterima atau membuat warga tersinggung. Namun para tokoh dan warga masyarakat justeru menganggap penugasan prajurit Indobatt ini
sangat mulia dimata warga Lebanon Selatan, karena telah jauh-jauh datang dari Indonesia dan berkorban meninggalkan keluarga hanya untuk menjaga dan berbuat sesuatu yang sangat berarti bagi warga Lebanon Selatan. Bagi warga Lebanon Selatan, prajurit Indobatt sudah dianggap sebagai keluarga besar mereka sendiri, dan mereka akan selalu menyambut dengan tangan terbuka kapan saja prajurit Indobatt kembali ke Lebanon Selatan. Sebagai wujud rasa cinta dan persaudaraan antara warga Lebanon Selatan dengan prajurit Indonesia, beberapa warga masyarakat di desa binaan memasang bendera Merap Putih di depan rumahnya. Pada saat pasukan Indonesia akan meninggalkan Lebanon, banyak sekali warga masyarakat yang merasa kehilangan dan berduyun-duyun datang ke Mako Konga XXIII-B/UNIFIL untuk mengantar kepulangan para prajurit Indobatt, dan banyak diantara mereka yang tidak kuasa meneteskan air mata.[] (Cahyono/Khariri/AM. Putranto)
No. 30 Tahun III
F
okus
10 Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B
Sebagai Pasukan Perdamaian di Lebanon Selatan
tugas dan tanggung jawab Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/ UNIFIL sebagai bagian dari tugas UNIFIL adalah membantu Lebanese Armed Forces (LAF) dalam upaya mengamankan wilayah operasi UNIFIL dari keberadaan senjatasenjata illegal, kelompok bersenjata, menjaga integritas blue line, melaksanakan kegiatan sosial dan memberi bantuan kemanusiaan Dok. Denny
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pasukan perdamaian di Lebanon Selatan, Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/UNIFIL berkekuatan 850 personel, terdiri dari 541 personil TNI AD, 242 personil TNI AL dan 63 personil TNI AU, 1 personil dari Kementerian Pertahanan RI dan 3 personil dari Kementerian Luar Negeri RI. Sebagai Satuan Tugas yang tergabung dalam Pasukan Perdamaian Dunia, Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/UNIFIL berada dibawah kendali Komando UNIFIL Sektor Timur yang bermarkas di Marjayoun, Lebanon Selatan, sedangkan Markas Besar UNIFIL sendiri berada di Naqoura. Sesuai dengan resolusi PBB 1701 tanggal 17 Agustus 2006,
No. 30 Tahun III
serta melindungi kegiatan masyarakat setempat dalam rangka mendukung tugas Komando Sektor Timur. Guna mendukung pelaksanaan tugas pokok, Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/UNIFIL dilengkapi dengan kendaraan tempur yang terdiri dari 38 unit VAB APC, 12 unit BTR 80A APC, 2 unit VAB Command Post, 6 unit VAB Ambulance, 6 unit VBL Panhard dan 7 unit VAB APC sebagai National Support Element (kekuatan cadangan), serta dilengkapi dengan persenjataan Morri 60 mm Commando dan Morse 81 mm. Tugas yang dilakukan adalah patroli siang dan malam yang dilakukan sebanyak 50 kali setiap harinya, baik menggunakan kendaraan tempur maupun kombinasi
jalan kaki dengan mengerahkan 300 personil. Agar pelaksanaan kegiatan patroli ini tidak mengurangi kesejahteraan prajurit, maka pelaksanaannya di lapangan dibagi menjadi tiga kekuatan, 1/3 melaksanakan tugas, 1/3 standby dan 1/3 lainnya istirahat. Kegiatan ini dilakukan sepanjang tahun diluar kegiatan latihan bersama antar kontingen negara maupun kegiatan protokoler. Bentuk-bentuk patroli yang dilakukan antara lain static point, observation post, observation tower, patroli gabungan, counter rocket launching operation (CRLO), patroli area operasi, patroli blue line, area domination patrol, dan patroli udara. Static point adalah patroli untuk memantau atau memonitor daerahdaerah yang tidak terjangkau oleh rute patroli area operasi, dimana kehadiran pasukan UNIFIL sangat diperlukan di daerah ini. Observation Post adalah untuk memonitor wilayah yang tidak terjangkau oleh rute patroli area operasi dan static point selama 24 jam. Hal ini dilakukan karena tingkat kerawanan di wilayah tersebut masih tinggi sehingga kehadiran pasukan UNIFIL sangat diperlukan setiap saat. Observation Tower adalah untuk mengontrol keamanan kedudukan pasukan yang berada di dalam compound dari berbagai macam kemungkinan ancaman. Patroli Gabungan adalah operasi gabungan bersama dengan Lebanese Armed Forces (LAF), dimana pola operasi yang dilaksanakan berdasarkan pada perkembangan situasi yang terjadi di dalam wilayah operasi, bentuknya bisa berupa joint vehicle patrol, joint foot patrol, CRLO, combine/random check point dan co-located check point. CRLO adalah patroli kendaraan gabungan bersama 1 tim LAF yang dilaksanakan di wilayah Indobatt dimana kemungkinan wilayah tertentu akan digunakan sebagai tempat peluncuran roket dari pihak Arm Element/pok Hezbolah ke wilayah Israel, jadwal patroli ini bersifat random dan dikendalikan langsung oleh Sektor Timur. Sementara Patroli Area Operasi dilaksanakan oleh seluruh kompi mekanis untuk mengawasi wilayah operasi dengan rute yang telah ditentukan oleh
15 APRIL - 14 MEI 2010
F
okus
11 Sektor Timur. Patroli Blue Line adalah mengontrol batas wilayah negara antara Lebanon Selatan dengan Israel dari pelanggaran batas wilayah darat dan memonitor segala bentuk kegiatan provokasi oleh sekelompok masyarakat yang dapat menimbulkan perselisihan antara pihak-pihak yang bertikai. Patroli ini dilaksanakan dengan berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan tempur (ranpur). Area Domination Patrol adalah patroli kendaraan yang dilaksanakan dengan menggunakan rute CRLO namun tanpa melibatkan LAF. Ini berbeda dengan patroli-patroli lainnya karena dalam patroli ini ada tugas-tugas khusus yang tidak perlu diketahui oleh LAF, sifatnya hanya untuk internal pasukan UNIFIL. Jadwal patroli inipun langsung dikendalikan oleh Sektor Timur secara tertutup dan dikeluarkan hanya beberapa saat sebelum pelaksanaan. Patroli Udara dilakukan setiap bulan untuk memantau wilayah operasi Indobatt (batalion Indonesia) dari udara, sehingga perubahan kontur medan dan bangunan dapat diketahui secara detil, disamping juga merupakan bagian dari kegiatan penyelidikan untuk melengkapi data yang tidak dapat dipantau dari daratan. Sementara itu bentuk latihan dan operasi bersama yang dilakukan oleh Indobatt dengan kontingen negara lain, diantaranya adalah East Gate Exercise, yaitu tanggung jawab untuk menyelamatkan, mengawal dan mengamankan staf sipil UN apabila mereka mendapatkan ancaman keamanan didalam wilayah operasi UNIFIL saat terjadi konflik terbuka antara pihak-pihak yang sedang bertikai. Selanjutnya adalah East Beacon Exercise, yaitu melatih kemampuan pasukan UNIFIL didalam mengatasi suatu insiden yang terjadi di suatu wilayah tanggung jawabnya yang dilakukan secara cepat dan tepat berdasarkan Standarized Tactical Incident Reaction (STIR) yang telah ditetapkan oleh UNIFIL. Di lingkungan UNIFIL ada 2 team OGL (Observer Group in Lebanon) yang berdislokasi di Sec East HQ dan Sec West HQ dan bertugas
15 APRIL - 14 MEI 2010
Dok. Denny
memberikan laporan tentang segala bentuk aktifitas atau kegiatan, baik pelaksanaan patroli maupun pergaulan dengan masyarakat Lebanon Selatan yang dilakukan oleh pasukan UNIFIL di AOR nya, termasuk mengamati aktifitas Arm Element agar tidak merugikan kedua belah pihak. Keberadaan OGL ini dimanfaatkan oleh Indobatt untuk melakukan latihan evakuasi personil, yaitu dengan melakukan penyelamatan dan memberikan bantuan keamanan terhadap personil OGL yang mendapatkan ancaman dan penyerangan dari pihak yang sedang bertikai, yaitu mengevakuasi mereka dari pos OGL ke pos UNIFIL terdekat. Sebelumnya dislokasi Team OGL memang berada di wilayah tanggung jawab Indobatt dan berhadapan langsung dengan pos IDF. Untuk menguji kesiap-siagaan pasukan didalam menghadapi situasi yang memburuk maka dilakukan Alert Status Exercise. Dengan meningkatnya alert status menjadi hitam, yang diawali dari tahap Hitam 1 (semua personil masuk kedalam shelter), Hitam 2 (senjata bantuan dan ranpur berada di posisi stelling), dan Hitam 3 (seluruh personil, ranpur, senjata bantuan,
dan seluruh alutsista lainnya berada pada posisi stelling mengelilingi compound). Pada saat situasi alert status Hitam 3 berlarut, maka pasukan UNIFIL melaksanakan evakuasi keluar wilayah operasi. Sedangkan untuk menguji kemampuan pasukan dalam melaksanakan rencana kontijensi menutup area tertentu guna memonitor masyarakat yang keluar-masuk wilayah operasi Indobatt pada saat terjadi kerusuhan di dalam wilayah operasi UNIFIL, dilakukan Seal Contigency Plan Exercise. Latihan ini juga untuk menguji kemampuan berkoordinasi antar kontingen di tingkat Perwira Staf UNIFIL. Bentuk latihan untuk menguji kemampuan teknik komunikasi di tingkat para Komandan Satuan dengan Komandan Sektor dan antara para Perwira Staf Operasi dan perhubungan tingkat Batalion maupun tingkat Sektor dalam hal taktis dan administrasi, adalah Command Information System Exercise. Command Post Mobile Exercise adalah bentuk latihan untuk menguji kemampuan pasukan pengawal taktis Dansatgas, yaitu dengan mendirikan Pos Komando Taktis berikut gelar alat komunikasi dan melaksanakan pengamanan
di lapangan pada saat Komandan Satgas mengendalikan operasi di garis depan. Dalam hal ini prajurit Indobatt mampu mendirikan Mobile Command Post dalam waktu 2 menit 10 detik. Triangle Operation I, adalah operasi yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pembentukan Blue Ring (ring luar) dan tahap pembentukan Red Ring (ring dalam). Tujuan operasi ini adalah untuk mengamankan suatu daerah dari bahaya pemburu dan uxo’s. Sementara Triangle Operation II bertujuan untuk menemukan dan menghancurkan uxo’s serta mencari tempat-tempat persembunyian kelompok illegal bersenjata. VIP dan VVIP Security Exercise adalah bentuk latihan yang dilakukan secara internal di Indobatt untuk melatih kemampuan Prajurit Konga XXIII-B/UNIFIL agar mampu melaksanakan tugas-tugas pengawalan dan pengamanan kepada VIP/VVIP di lingkungan UNIFIL, baik pejabat militer maupun pejabat sipil, termasuk kunjungan para unsur pimpinan TNI maupun tamu negara lain pada saat melaksanakan kegiatan di wilayah operasi Indobatt.[] (Cahyono/Khariri)
No. 30 Tahun III
F
okus
12 Dampak dari perang 34 hari yang terjadi pada 12 Juli-14 Agustus 2006, antara kelompok Hizbullah (yang merupakan bagian masyarakat Lebanon) dan Israel, telah meminta korban jiwa yang cukup besar, baik bagi warga sipil maupun militer. Sumber yang ada mencatat, bahwa sejumlah 1.191 warga sipil dan anak-anak telah menjadi korban di pihak Lebanon. Sementara korban di pihak Israel sebanyak 119 prajurit IDF (Israel Defence Force) dan 39 warga sipil. Selain korban jiwa, juga terdapat kerugian material yang luar biasa. Banyak infrastruktur yang hancur hampir di seluruh wilayah Lebanon, dimana yang terparah adalah di kota Beirut sebagai pusat pemerintahan, dan juga sebagian besar wilayah Lebanon Selatan yang notabene hampir 98 % dihuni oleh kelompok Hezbolah dan keluarganya yang merupakan musuh bebuyutan Israel. Kondisi yang sangat memprihatinkan ini menggugah masyarakat internasional, dimana negara-negara anggota PBB sebagai dinamisator dalam menciptakan dan memelihara perdamaian dunia, memandang perlu untuk segera memberikan perhatian khusus terhadap penyelesaian konflik yang berkepanjangan antara Israel dengan kelompok Hezbolah yang merupakan bagian masyarakat Lebanon pada saat itu. Menyikapi perkembangan situasi yang terjadi, maka Dewan Keamanan (DK) PBB berupaya keras untuk menengahi konflik yang sedang terjadi agar segera diakhiri. Di sisi lain DK juga mengajak dunia internasional untuk bergabung bersama UNIFIL (United Nations Interim Forces in Lebanon) guna meredam timbulnya konflik dan mengupayakan terciptanya serta terpeliharanya perdamaian yang abadi pasca konflik antara Israel dengan kelompok Hezbolah di wilayah Lebanon. Sehingga keluarlah resolusi DK PBB 1701 tanggal 17 Agustus 2006 sebagai dasar dalam pelaksanaan tugas Operasi Perdamaian di wilayah Lebanon. Mengingat kondisi keamanan yang belum stabil, pemerintah Lebanon kemudian meminta kepada UNIFIL agar memperpanjang masa tugasnya. Dan sebagai jawabannya, DK PBB mengeluarkan resolusi 1773 tanggal 24 Agustus 2007 tentang perpanjangan masa tugas
Kontingen Garuda XXIII-B/UNIFIL di Lebanon Selatan Dok. Diplomasi
UNIFIL di Lebanon untuk satu tahun kedepan. Dengan diberlakukannya resolusi 1773 DK PBB ini, maka sebagai bentuk partisipasi pemerintah Indonesia dan rasa cinta damai yang tertuang pada alinea ke IV Pembukaan UUD 1945, Presiden RI, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, memerintahkan Panglima TNI untuk mengirimkan pasukan TNI sebanyak 850 personil yang bertugas sebagai bagian dari pasukan perdamaian dunia UNIFIL di Lebanon Selatan. Tugas pasukan TNI di Lebanon sekarang ini sudah memasuki tahun ke-4, dimana pasukan TNI yang bertugas pada periode I, tahun 2006-2007 adalah Satgas Yonif Mekanis TNI XXIII A. Pada tahun ke II, periode 2007-2008 adalah Sat-
gas Yonif Mekanis TNI XXIII-B. Pada tahun ke III, periode 2008-2009 adalah Satgas Yonif Mekanis XXIII-C, dan pada tahun ke IV, periode 2009-2010 sekarang ini adalah Satgas Yonif Mekanis XXIII-D yang berjumlah 1.018 personil, ditambah dengan Satgas Force Head Quarter Support Unit/HQSU (Konga XXVI-B1) sebanyak 50 personil, Satgas Force Protection Unit/FPU (Konga XXVI-B2) 150 personil, dan Satgas Military Police Company/MPC (Konga XX-B) berjumlah 75 personil, 7 personil sebagai Staff UNIFIL dan 11 personil sebagai Staf Sektor Timur. Pasukan TNI Sebagai Pasukan Misi Perdamaian Dunia Indonesia sebagai salah satu negara anggota PBB dan anggota tidak
Letkol Inf. AM Putranto, S.Sos. Komandan Satgas Konga Yonif Mekanis TNI tetap DK PBB telah menunjukkan komitmennya untuk mengirimkan pasukan Pemelihara Perdamaian di berbagai belahan dunia yang sedang dilanda konflik, termasuk salah satunya di Lebanon Selatan. Pengiriman Pasukan Kontingen Garuda pertama kali dilakukan pada tanggal 8 Januari 1957 ke Mesir, dan hingga sekarang ini tercatat sudah puluhan kali melaksanakan misinya. Hal ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia berperan serta secara aktif dalam upaya pemeliharaan perdamaian dunia. Pengiriman Pasukan Garuda Indonesia ini sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang berbunyi “..ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial..”. Hal ini juga diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang tugas TNI, dimana pada pasal 20 ayat 3 ditegaskan mengenai pengerahan kekuatan TNI dalam melaksanakan tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Operasi Pemeliharaan Perdamaian Dunia adalah sebagai salah satu wujud implementasi dari pelaksanaan tugas OMSP. Disamping itu pengiriman Pasukan Garuda Indonesia ini juga berdasarkan pada Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2006 tanggal 9 September 2006 tentang pengiriman pasukan Pemelihara Perdamaian di Lebanon Selatan. Berdasarkan MoU antara Pemerintah RI dan PBB tentang pengiriman Pasukan Pemeliharaan Perdamaian di Lebanon Selatan, dan berakhirnya masa penugasan Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-A/UNIFIL, rapat koordinasi pimpinan TNI pada tanggal 6 Juni 2007 memutuskan membentuk Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/ UNIFIL untuk menggantikan Satgas sebelumnya. Dan dalam rangka membentuk Satgas yang handal dan professional didalam mengemban misi bangsa dan negara, maka dilaksanakan tahap seleksi dan latihan pratugas guna mempersiapkan kualitas pasukan yang diharapkan.[]
F
okus
13 I Nyoman Sudira
Dok. Diplomasi
Pengajar di Universitas Parahyangan, Bandung
Saat PBB dihadapkan pada persoalan yang mengancam perdamaian internasional, maka jalan utama yang biasanya ditempuh adalah menyelesaikan segala persoalan secara damai. Dalam menyelesaikan persoalan antar negara yang bersengketa, PBB menjalankan perannya sebagai mediator. Sementara dalam kasus konflik bersenjata, yang ditawarkan adalah gencatan senjata. Jalan lain yang ditempuh dalam menangani konflik-konflik yang ditenggarai mengancam perdamaian internasional adalah dengan penerapan sangsi, baik yang berbentuk verbal sederhana seperti kecaman ataupun dalam bentuk intervensi militer. Beberapa bentuk sangsi yang pernah diberikan adalah berupa embargo militer, ekonomi, pelarangan terbang dan pelayaran, serta isolasi diplomatik. Beberapa konflik ada yang diselesaikan dengan resolusi DK PBB, seperti misalnya perang Iran-Irak (1988), kemudian persoalan Namibia diselesaikan dengan penandatanganan persetujuan melalui forum yang disediakan oleh Sekretaris Jenderal PBB. Dalam situasi yang lain PBB juga terlibat dalam negosiasi dengan perwakilan khusus, seperti misalnya pada perundingan perdamaian mengenai masalah Siprus, El Salvador, Mozambik, Liberia, Republik Afrika Tengah, Tajikistan dan Sahara Barat. Ilustrasi tersebut mengindikasikan bahwa PBB sudah menempuh banyak jalan untuk penciptaan perdamaian dunia. Peranan yang dilakukan PBB sudah terbukti beragam : PBB bisa berperan sebagai kerangka kerja untuk menentukan aksi perdamaian, bertindak sebagai aktor yang independen, menangani proses penyelesaian, tetapi tanpa kehilangan visi tentang apa yang diinginkan oleh negara anggota.
Kontribusi PBB Terhadap Resolusi Konflik Sangat Besar PBB dan Resolusi Konflik PBB adalah organisasi utama yang didedikasikan untuk perdamaian dan keamanan. Ada banyak peranan PBB dalam proses perdamaian yang jejak rekordnya meningkat pesat sejak berakhirnya Perang Dingin. Data Conflict Data Project mencatat bahwa sejarah persetujuan perdamaian yang pernah ditandatangani di dunia adalah 5 perjanjian damai antar negara, 17 persetujuan perdamaian perang saudara, dan 15 perjanjian perdamaian konflik formasi negara. Bila di asumsikan bahwa perjanjian tersebut adalah tahap awal dari proses resolusi konflik, maka dari seluruh perjanjian tersebut, 25 diantaranya adalah atas inisiatif PBB melalui keterlibatan DK, Majelis Umum, dan Sekretaris Jenderal. Hal ini membuktikan bahwa perhatian dan kontribusi PBB terhadap resolusi konflik adalah sangat besar. PBB membedakan beberapa cara intervensi untuk mencapai perdamaian. Selain bantuan kemanusiaan atau bantuan darurat yang dirancang untuk kebutuhan hidup bagi bangsa yang menderita supaya mereka tetap bisa bertahan hidup. Kategori-kategori utama intervensi perdamaian PBB ada tiga; Pertama, menciptakan perdamaian (peace making) yaitu bentuk-bentuk intervensi untuk mengakhiri permusuhan dan menghasilkan kesepakatan melalui cara-cara diplomasi, politik dan bila diperlukan bisa menggunakan cara militer. Cara diplomatik disini bisa berupa negosiasi kesepakatan, konferensi perdamaian untuk mengakhiri pertentangan. Kedua, menjaga perdamaian (peace keeping), yaitu intervensi pihak ketiga (PBB) untuk memisahkan pihak yang berperang dan menjaga situasi supaya terhindar dari segala bentuk kekerasan, kemudian memantau dan menegakkan kesepakatan, bila perlu dengan menggunakan kekerasan. Caranya mencakup pengawasan terhadap dihormatinya kesepakatan dan dilaksanakannya kegiatan-kegiatan pengembangan diri yang disepakati. Ketiga, menggalang perdamaian (peace building), yaitu usaha untuk menciptakan struktur perdamaian dalam kesetaraan dan keadilan bagi pihak-pihak yang berperang yang nantinya akan mengentaskan penyebab dari peperangan dan menyediakan beberapa alternatif penyelesaian. Disini PBB melaksanakan program-program yang dirancang untuk mengatasi penyebab konflik dan penderitaan dari masa lalu dan meningkatkan kestabilan dan keadilan jangka panjang. Kalau mengacu
pada pandangan Johan Galtung, peace building bisa dipahami dalam dua pandangan. Pertama mengacu pada perubahan sosial dan pembangunan ekonomi yang nantinya akan mengurangi kesenjangan dan ketidak-adilan dalam masyarakat. Kedua, merupakan segala usaha untuk meningkatkan hubungan antar pihak yang bersengketa menuju pada peningkatan kepercayaan dan kerjasama, persepsi yang benar dan menciptakan sikap yang positif, dan keinginan politik yang kuat untuk secara konstruktif menghilangkan perbedaan diantara mereka. PBB dalam menjalankan peranannya sebagai penjaga perdamaian tidaklah semuanya berjalan mulus dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Masih banyaknya korban sipil di wilayah konflik pada saat operasi perdamaian yang dilakukan PBB seperti di Bosnia Herzegovina telah mengundang banyak kritik tentang kapabilitas perlindungan kemanusiaan. Akan tetapi dibalik kerasnya kritik tersebut, pandangan yang meyakini bahwa hanya PBB-lah badan yang mampu mengkombinasikan politik, militer dan humanitarian intervention dalam rangka mengurangi dan mengurai misteri konflik harus diakui. Operasi perdamaian yang diemban oleh PBB adalah bagian penting dari sebuah tugas besar yang dinamakan Resolusi Konflik. Ini mengindikasikan bahwa ada kesamaan suara antara misi perdamaian di satu pihak dengan proses akhir menuju perdamaian yang sebenarnya (durable peace) yaitu pengaplikasian resolusi konflik. Dalam kaitan antara misi perdamaian dengan resolusi konflik, PBB memang tidak banyak terlibat selama perang dingin. Banyak konflik-konflik yang penting tidak dibawa ke PBB, seperti misalnya persoalan yang dialami oleh negara atau wilayah yang menjadi terbelah karena perang dingin (Jerman, Austria, Berlin, China, Vietnam dan Korea). Begitu juga konflik internal dari masing-masing blok, seperti misalnya invasi Uni Soviet ke Hongaria dan Cekoslowakia. Dengan demikian, kedua major power ini menempatkan bahwa manajemen konflik pada waktu itu berada dibawah kendali hubungan antar mereka. Kalaupun mereka bisa terlibat dalam wilayah konflik, pasti sebelumnya sudah melalui persetujuan terselubung antar mereka. Lebih parah lagi karena pada waktu Perang Dingin, hubungan antar dua blok diwarnai dengan persaingan persenjataan, isu nuklir, dan ideologi antar mereka, maka konflik-konflik yang terjadi
selama Perang Dingin tidak tertangani dengan baik. Perkembangan terakhir, terutama selepas Perang Dingin, juga menunjukkan adanya perubahan yang sangat signifikan berkenaan dengan besaran, fungsi-fungsi dan strategi dari misi perdamaian yang dijalankan PBB. Mekanisme kerja DK pada era Perang Dingin selalu menekankan pada sikap dan prinsip-prinsip imparsial, tidak menggunakan kekerasan (kekuatan militer), hanya memberikan perhatian pada pihak yang bersengketa agar mulai menuju dan mematuhi perjanjian perdamaian yang pernah disepakati. Akan tetapi sekarang DK tidak bisa lagi bertahan dengan mempertahankan mekanisme yang lama dalam keterlibatannya di daerah konflik. Apa yang dulu dilakukan DK dalam mengelola konflik memang memiliki kelemahan dan menjadi sasaran kritik. DK banyak dituduh hampir tidak melakukan apa-apa di Bosnia, akan tetapi melakukan banyak hal di Somalia, dan bahkan dianggap terlalu over acting dalam menangani perang Irak-Kuwait yang menjelma menjadi perang IrakAS. Saat ini, semua kesalahan dan kritik yang konstruktif tersebut sudah dijadikan bahan evaluasi untuk langkah ke depan. Singkatnya, selepas Perang Dingin, PBB sudah tidak lagi mengenal model yang mengarahkan kebijakan dan aksi yang akan dilakukan. Sebagai respon terhadap kritik tersebut, ada beberapa pemikiran baru yang nantinya membawa penyempurnaan bagi eksistensi peran DK dalam misinya menciptakan perdamaian baik dalam tingkat nasional maupun internasional. Beberapa kelemahan terdahulu sudah di evaluasi dan kini DK menuju pada doktrin baru yang akan mengkombinasikan pendekatan yang lebih sehat dan kuat dengan peningkatan misi perdamaian itu sendiri. Biasanya sebuah misi perdamaian mengerahkan pasukan bersenjata kurang dari 10.000 personel, akan tetapi untuk kasus Kamboja dan juga misi ke Bosnia, pasukan yang terlibat jumlahnya mencapai 30.000 dan 60.000 personil. Lebih penting lagi, misi dari penjaga perdamaian sudah bergeser dari yang dulu hanya memonitor penempatan pasukan dan gencatan senjata, kini sudah sampai pada pengawasan Pemilu, nation building, serta fungsi-fungsi lainnya, termasuk taktik dan strategi menekan yang tidak lagi hanya mengandalkan collective enforcement actions.[]
F
14
okus
S O R O T
Wilayah Operasi TNI Konga XXIII-B/UNIFIL dan Pembinaan Satuan Luas wilayah operasi yang menjadi tangung jawab Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/UNIFIL adalah sekitar 112 Km2, kedalaman 13 Km, dan blue line sepanjang 11 Km. Batas wilayah operasi Indobatt sebelah utara adalah berupa sungai Litani yang berbatasan dengan wilayah Lebanon Utara, sebelah timur berbatasan dengan Spanbatt (Spanyol Batallion) dan blue line, sebelah selatan berbatasan dengan Nepbatt (Nepal Batallion), sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Sektor Barat (Italbatt & Frenchbatt). Di wilayah operasi Indobatt terdapat 13 desa binaan yang menjadi tanggung jawab Indobatt. Untuk kelancaran tugas, Indobatt dibantu oleh LAF berkekuatan 1 Kompi plus 6 Peleton dan 1 tim yang tersebar di wilayah Indobatt dan dipimpin oleh seorang Kolonel. Namun kekuatan ini terkadang berubah tergantung dari perkembangan situasi yang terjadi, baik di Lebanon Selatan maupun di Lebanon Utara, karena gejolak antar kelompok di kota Beirut cukup tinggi dan beberapa kali terjadi perang kelompok. Sedangkan di sepanjang blue line, pos Indobatt berdampingan dengan 5 pos IDF yang rata-rata berkekuatan 1 Tim hingga 1 Peleton dan diperkuat dengan beberapa unit tank Mercava dan jeep Humvee bersenjata. Struktur organisasi Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/UNIFIL terdiri dari Markas Batalyon, 4 Kompi Mekanis, dan 1 Kompi Bantuan yang berdislokasi di UN Posn 7-1 Adshif Al Qusayr. Sedangkan dislokasi untuk 3 Kompi berada di luar, yaitu Kompi Mekanis A bermarkas di UN Posn 9-63 El Aadeisse, Kompi Mekanis B bermarkas di UN Posn 8-33 Markabe, dan Kompi Mekanis C bermarkas di UN Posn 9-2 Az Ziqqiah. Pembinaan Satuan Dalam hal pembinaan, Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/ UNIFIL melakukan pembinaan kedalam dan keluar. Secara umum pembinaan yang dilakukan kedalam, khususnya terhadap prajurit Garuda, lebih ditekankan kepada sikap profesionalisme keprajuritan
No. 30 Tahun III
sesuai dengan Standart Operation Procedure (SOP) yang diberlakukan bagi seluruh prajurit yang tergabung dalam misi perdamaian dunia. Hal ini sangat penting, mengingat jumlah negara yang tergabung dalam kontingen misi perdamaian di Lebanon Selatan (UNIFIL) berjumlah 28 negara dari Asia, Afrika dan Eropa. Guna menghindari kejenuhan dalam menghadapi tugas selama setahun, maka dilakukan beberapa kegiatan, antara lain berupa kompetisi antar Kompi, penghijauan lingkungan, panggung hiburan prajurit, peringatan hari-hari besar dan pengaturan cuti dinas. Kompetisi antar Kompi dilakukan setiap bulan guna memacu prestasi, semangat dan disiplin prajurit selama penugasan. Materi yang dilombakan antara lain berupa prestasi penemuan Uxo’s terbanyak, kebersihan lingkungan, kebersihan lingkungan static point, kebersihan kendaraan tempur, prestasi prajurit, kesiap-siagaan, ketertiban cara berpakaian, pertandingan olah raga dan lain-lainnya. Pencanangan penghijauan secara serentak di lingkungan tempat tinggal (compound) dilakukan pada saat musim panas tanggal 9 Juni 2008 yang dirangkaikan dengan acara Sport and Fun Games bersama negara-negara kontingen lainnya. Di area penghijauan yang dinamakan Indobatt Green Park ini sudah tertanam sebanyak 400 batang pohon Trembesi dan 4.500 batang pohon Angin-angin yang sebagian ditanam oleh masyarakat setempat, karena mereka meminta untuk ikut terlibat dalam kegiatan ini. Seluruh bibit pohon ini dibawa dari Indonesia, dan hasilnya sungguh luar biasa, karena saat ada kunjungan para pejabat Sektor Timur maupun pejabat lainnya dari UNIFIL, mereka sangat apresiatif terhadap inovasi prajurit Indobatt ini. Bagi prajurit yang sudah memenuhi persyaratan untuk melakukan cuti dinas, ditinjau dari masa tugas, disiplin dan prioritas, maka dia berhak untuk mendapatkan cuti dinas, namun hal ini diatur sedemikian rupa agar tidak mengorbankan kepentingan tugas pokok dan perimbangan kekuatan. Hak
cuti bagi prajurit UN selama penugasan 1 tahun adalah 2 kali periode dan tujuan cuti dibebaskan, kecuali ke negara yang tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan pemerintah Indonesia. Bagi para prajurit Indobatt yang beragama Islam, cuti ini dimanfaatkan untuk umroh ke
Mekah, sementara bagi yang nonMuslim untuk jalan-jalan ke negara Timur Tengah atau ke Eropa. Ini tentunya merupakan kesempatan dan pengalaman berharga yang sangat langka untuk menikmati keindahan dan memahami budaya negara lain. Disamping itu Indobatt juga
15 APRIL - 14 MEI 2010
F
okus
S menerapkan aturan larangan merokok di sembarang tempat, bahkan di home base pun ada beberapa tempat strategis yang ditetapkan sebagai ‘kawasan bebas rokok’, sehingga para prajurit sudah terbiasa untuk mentaati aturan tersebut, dan bagi yang ingin merokok disediakan tempat khusus berupa ‘smoking area’. Disiplin merokok ini ternyata berbuah positif dan memperoleh apresiasi dari Sektor Timur maupun UNIFIL, sehingga Indobatt diberikan kehormatan untuk dijadikan sebagai
salah satu tempat ‘Gas Station UNIFIL’ karena prajurit Indobatt dinilai mampu dan disiplin dalam menjaga kebersihan compoundnya. Salah satu faktor pendukung tercapainya pelaksanaan tugas pokok dengan baik adalah kemampuan memelihara peralatan, persenjataan, ranpur, kendaraan administrasi serta fasilitas prajurit lainnya, yaitu minimal dalam kondisi 90 %. Pemeriksaan material, baik yang berasal dari UN maupun dari negara kontingen, yang harus dipertanggungDok. Denny
15 APRIL - 14 MEI 2010
jawabkan oleh Satgas Yonif Mekanis Konga XXIII-B/UNIFIL antara lain adalah berupa Contingent Own Equipment (COE) yang dilakukan secara periodik setiap 3 bulan ; Operational Readiness Inspection (ORI) yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali menjelang musim panas dan musim dingin ; Hygiene Ispection dari UNIFIL dilakukan setiap 3 bulan dimana bila dari hasil pemeriksaan ada personil yang dinyatakan tidak sehat, maka Dansatgas wajib mengganti personil bersangkutan ; dan Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran yang dilakukan setiap 6 bulan. Pembinaan keluar, adalah dengan menjalin hubungan dengan pihak KBRI, dimana hal yang mendasar adalah menjaga silaturahmi dan hubungan kerjasama yang berkaitan dengan pelayanan pengurusan administrasi visa bagi para prajurit yang akan melakukan tugas maupun cuti dengan tujuan ke beberapa negara Timur Tengah ataupun Eropa. Pihak KBRI maupun Konjen RI setempat termasuk para Atase Pertahanan dan Atase Militer dalam hal ini membantu memfasilitasi, melayani dan memonitor para prajurit selama berada di negaranegara tujuan mereka. Selanjutnya adalah menjalin hubungan dengan kontingen negara lain, diantaranya melalui kunjungan kerja, penyelenggaraan sport and fun games, dan latihan bersama. Kunjungan kerja dilakukan dengan didahului koordinasi antar Komandan Kontingen agar memperoleh waktu yang tepat. Kegiatan ini sangat positif karena mengikut-sertakan perwakilan Perwira, Bintara dan Tamtama dimana mereka bisa memperoleh paparan mengenai sejarah dan budaya negara kontingen yang dikunjungi, struktur organisasi, dan alutsista yang digunakan. Kunjungan kerja ini juga dilakukan ke satuan jajaran LAF yang berada di wilayah Indobatt, dengan tujuan untuk mempererat kerjasama di lapangan dalam berbagai kegiatan patroli. Kegiatan Sport and Fun Games diprakarsai oleh Satgas Konga XXIII-B/UNIFIL dengan mengundang beberapa negara kontingen dan Duta Besar RI untuk Lebanon serta masyarakat setempat, dan dilaksanakan 2 kali dalam setahun. Acara ini diawali dengan welcome party dan diselingi pelaksanaan bazaar
O
R
O
T
15
dari tiap negara kontingen yang diwajibkan membawa souvenir untuk dipamerkan atau dijual kepada para prajurit negara kontingen yang hadir. Masyarakat juga dipersilahkan untuk menjual barang dagangan mereka, karena bazaar ini dimaksudkan juga untuk menghidupkan perekonomian masyarakat binaan Indobatt. Selain disuguhkan dengan atraksi seni dan budaya Indonesia, para pengunjung yang hadir juga dijamu makan siang bersama dengan menu khas Nusantara. Dampak kegiatan ini sangat luar biasa, karena disamping dapat mengenal secara lebih dekat antar sesama prajurit dari berbagai negara, koordinasi untuk mendukung tugas pokok juga menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan. Kegiatan ini mendapat respon dan apresiasi yang positif dari Komandan Sektor Timur dan Force Commander UNIFIL, termasuk para wartawan lokal dan internasional. Bahkan para peserta kontingen maupun masyarakat yang hadir berharap agar kegiatan serupa juga dapat dilakukan oleh kontingen negara lain. Indobatt juga melakukan kerjasama dengan kontingen negara-negara yang tergabung dalam UNIFIL dalam bentuk Latihan Bersama yang sudah terprogram dengan baik dan dilaksanakan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut sesuai dengan tahapan latihan. Pesertanya juga mulai dari tingkat Sektor hingga gabungan tingkat UNIFIL. Latihan bersama ini bertujan untuk menguji kemampuan tingkat profesionalisme para prajurit di lapangan sesuai dengan SOP UN, sehingga diperoleh kesamaan pola tindak didalam menghadapi berbagai persoalan di lapangan. Latihan bersama ini juga dimaksudkan untuk melatih kemampuan pasukan UNIFIL untuk mengatasi suatu insiden yang terjadi secara cepat dan tepat berdasarkan Standarized Tactical Incident Reaction (STIR) yang telah ditetapkan oleh UNIFIL yaitu sebanyak 18 macam. Indobatt berhasil meraih prestasi peringkat pertama dalam kegiatan Latihan Bersama ini, disusul oleh Spanbatt, Indbatt dan Nepbatt, masing-masing sebagai peringkat kedua, ketiga dan keempat.{} (Khariri/Cahyono/AM.Putranto)
No. 30 Tahun III
Diplomasi
16
S O R O T
Peace Keeping dan Peace Building
Pengalaman ASEAN Mengelola Stabilitas Kawasan Ade Padmo Sarwono Direktur Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN Dok. Diplomasi
Topik mengenai peace keeping dan peace buiding sudah tercantum di dalam Cetak Biru pembentukan Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN, jadi apa yang dibahas dalam hal ini sangat relevan dengan apa yang didorong di ASEAN. Di dalam Cetak Biru Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN yang digagas oleh Indonesia, dalam beberapa point dari elemen-elemen yang ada, salah satunya adalah mengenai peace keeping dan peace building. Namun demikian kita menyadari bahwa prosesnya itu membutuhkan berbagai tahapan, karena untuk mencapai suatu kesepakatan di ASEAN, itu harus dilakukan secara gradual, yaitu dimana semua pihak merasa comfortable. Tetapi karena ini sudah ada di Cetak Biru ASEAN, maka tinggal bagaimana ini bisa dibawa dan menjadi perhatian ASEAN untuk ditindak-lanjuti, terutama terkait dengan kerjasama antara ASEAN dengan PBB. Karena secara individual, negara-negara ASEAN itu memiliki kemampuan dan pengalaman dalam kaitan peace building, yang bisa di share antara yang satu dengan yang lainnya. Dan kalau semua pengalaman
No. 30 Tahun III
itu bisa dikolektifkan, maka ini akan menjadi suatu kekuatan bagi ASEAN, dan juga bermanfaat bagi ASEAN untuk membantu apabila diminta oleh PBB untuk terlibat dalam peace building force di kawasan lain. Apalagi bahwa selama hampir 40 tahun, kawasan Asia Tenggara itu bisa dikatakan relatif stabil. Bagaimanapun didalam suatu hubungan antar negara itu pasti ada hal-hal yang tidak selalu berjalan dengan mulus, begitu pula di kawasan Asia Tenggara memang masih ada sedikit friksi-friksi, namun itu kita coba kelola dengan baik sehingga tidak berkembang menjadi situasi yang menggangu stabilitas. Dan pada dasarnya hal ini sangat disadari oleh negara-negara ASEAN, terutama sekali sejak berlakunya Piagam ASEAN. Dalam hal ini, baik Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya saling mengingatkan, bahwa dalam melakukan interaksi antar negara-negara ASEAN, kita juga harus berpijak pada Piagam ASEAN. Berdasarkan pengalaman mengelola stabilitas kawasan itulah dan kaitannya dengan peace building yang tercantum di dalam Piagam ASEAN maupun Cetak Biru Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN, maka selanjutnya adalah bagaimana kita meningkatkan profile ASEAN. Bagaimana stabilitas yang kita bangun di kawasan ini bisa kita tularkan ke kawasan-kawasan lainnya, walaupun memang masih ada keterbatasan-keterbatasan. Yang sedang dicoba untuk kita realisasikan sekarang ini, terkait dengan Cetak Biru Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN, adalah bagaimana kita melakukan networking diantara beberapa Peace Building Centre yang ada di kawasan. Saat ini baru ada 4 (empat) Peace Building Centre, yaitu di Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Jadi bagaimana dalam kaitan peace keeping dan peace building ini, kita bisa bekerjasama untuk saling membantu guna meningkatkan dan
mengembangkan kapasitas masingmasing melalui pengembangan networking. Memang hal ini masih dalam tahap awal, dan oleh karena itu penyelenggaraan workshop mengenai peace keeping dan peace building ini diharapkan bisa memacu ASEAN untuk mulai mengembangkan networking. Di sisi lain, secara individual sebetulnya pemahaman negaranegara ASEAN mengenai peace keeping ini sudah baik, walaupun memang belum seluruhnya. Tambahan yang kita hadapi adalah pemahaman mengenai peace building, dimana didalam berbagai tataran di negara-negara ASEAN, pemahaman mengenai hal ini masih kurang. Tetapi tanpa disadari sebetulnya mereka mempunyai kemampuan untuk itu, karena masing-masing negara ASEAN memiliki pengalamannya sendiri. Indonesia misalnya memiliki pengalaman mengenai Aceh. Jadi sebetulnya pengalaman dari masing-masing negara ASEAN itu bisa di share, dan itu menunjukkan bahwa ASEAN memiliki kemampuan dalam hal ini, hanya saja belum digarap secara lebih baik. Dalam hal target pelaksanaannya, sebenarnya bersamaan dengan diberlakukannya pelaksanaan Komunitas ASEAN pada 2015. Namun demikian dalam hal Komunitas Ekonomi dan Komunitas Sosial Budaya itu ada tahapan-tahapan jangka pendek, menengah dan panjang. Khusus untuk Komunitas Politik dan Keamanan ini agak berbeda karena base-nya adalah bahwa semua negara anggota ASEAN harus comportable, namun demikian semuanya tetap diberlakukan pada 2015, dan juga ada beberapa elemen atau action line yang memang harus dilaksanakan antara 20092010 ini. Dengan demikian tentunya kita berharap agar ASEAN bisa berperan lebih aktif lagi didalam tataran global, dalam hal ini di PBB. Dengan adanya Piagam ASEAN, tentunya hal ini akan lebih didorong. Seperti misalnya sekarang ini di New York itu ada ASEAN-New York Comitte yang terdiri dari Perwakilan-Perwakilan Tetap ASEAN di New York, dimana
dalam hal ini kita mengharapkan semakin banyak lagi PerwakilanPerwakilan Tetap yang terlibat dan bisa memformulasikan suatu posisi atau pandangan bersama ASEAN yang bisa memberikan kontribusi pada penanganan dan penyelesaian masalah-masalah global. Inilah salah satu yang kita coba dorong sekarang, dan upaya selanjutnya adalah bagaimana kita meningkatkan profile ASEAN. Sebetulnya sudah cukup banyak achievement yang kita capai, namun itu belum bisa kita angkat sebagai agenda didalam meningkatkan profile ASEAN. Saya fikir negaranegara ASEAN lainnya juga sudah merasakan bahwa sudah waktunya bagi kita untuk meningkatkan profile ASEAN, terutama dengan sudah adanya ASEAN Charter. Sebelum kita memiliki ASEAN Charter, orang memang belum melihat arah ASEAN ini kemana. Tetapi sekarang sudah jelas kemana arahnya dan juga prinsip-prinsipnya, dimana kita sebagai anggota ASEAN harus mentaati hal tersebut, sehingga kita juga bisa mengembangkannya lebih lanjut. Hal-hal yang secara practical bisa dibawa ke ASEAN sekarang ini, adalah baru sebatas bahwa sudah waktunya bagi ASEAN untuk coba mulai bicara. Bahwa ASEAN sudah harus mampu mengidentifikasi apa saja kemampuan yang dimilikinya dan juga kelemahannya. Sebagaimana sudah disampaikan bahwa ASEAN itu sebetulnya memiliki kemampuan, namun tidak menyadarinya. Melalui Sekretariat ASEAN tentunya hal ini bisa kita angkat, apakah itu melalui pertemuan-pertemuan ASEAN yang terkait dengan isu-isu tersebut, misalnya forum SOM ASEAN atau ARF. Kita akan lihat forum mana yang lebih pas, tetapi biasanya karena masih tahap awal, isu ini mungkin akan dibawa di tingkat Menteri Luar Negeri, yang nantinya juga bisa diarahkan ke Dewan Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN. Dengan begitu kemudian bisa ditentukan sektor-sektor mana saja yang perlu ditindak lanjuti, tetapi pada awalnya mungkin kita perlu mengangkat awareness nya dulu, bahwa ternyata ASEAN memiliki kepentingan disini. Dan mengenai bagaimana ASEAN menindak lanjutinya, tentunya itulah yang memang harus kita bahas bersama.[]
15 APRIL - 14 MEI 2010
Diplomasi S
Tantangan dan Prioritas Peace Keeping
tidak sesuai lagi dengan tuntutan jaman. Dengan demikian, dua hal yang sudah dimasukkan dalam laporan assessment DK, yaitu proses refleksi untuk mengklarifikasi
Dua orang inisiator operasi peace keeping telah dinobatkan sebagai peraih hadiah Nobel Perdamaian secara terpisah, yaitu Lester Pierson pada 1957 dan Anumerta Dag Hammarskjold pada 1961. Selain itu, penghargaan juga diberikan kepada pasukan DK PBB yang telah melaksanakan misinya di beberapa negara. Akan tetapi tugas misi perdamaian tidaklah berhenti sampai disini. Seiring dengan semakin kompleksnya isu dalam konflikkonflik yang terjadi, maka tantangan barupun akan muncul dan perlu diantisipasi untuk menentukan langkah misi perdamaian kedepan. Mengingat pentingnya peranan misi perdamaian saat ini, juga berkenaan dengan semakin kompleksnya isu di wilayah konflik, maka misi perdamaian dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan di wilayah konflik. Meskipun ada pengecualian seperti di Lebanon dan Conggo, kebanyakan dari misi penjaga perdamaian yang dibuat sebelum 1990 adalah melalui atau atas sepengetahuan negara bersangkutan. Kedepan, mengingat adanya perkembangan dimana DK akan terlibat di manapun terjadi persoalan yang dianggap mengancam keamanan internasional, dan dalam situasi dimana ijin dari negara konflik bukan lagi sebagai suatu persyaratan, maka ada tuntutan baru yang harus dipersiapkan, yaitu bahwa misi penjaga perdamaian harus selalu siap dengan segala situasi darurat politik, juga dalam situasi perang nasional maupun lokal. Lebih penting lagi, misi perdamaian harus siap bekerja dalam wilayah yang tanpa hukum dan sarat kekerasan. Konflik-konflik yang terjadi, terutama setelah Perang Dingin, akan menjadi ujian bagi DK PBB, terutama mengenai kapabilitasnya sebagai penjaga perdamaian. Kegagalan yang dialami di Rwanda, Somalia dan Bosnia hingga banyak dikritik oleh para teoritisi resolusi konflik, harus dijadikan bahan evaluasi untuk peningkatan kapasitas operasi perdamaian dan menentu-
dan meningkatkan kapasitas PBB dalam merespon konflik-konflik yang terjadi dan menyadari kesalahan dari operasi peace keeping dalam beberapa kurun waktu yang lalu ; dan berbenah diri untuk menghadapi tantangan kedepan, harus segera di prioritaskan. Banyak sekali perubahan yang terjadi dalam misi perdamaian PBB sejak berakhirnya Perang Dingin. Dan meskipun ada beberapa batu sandungan (kasus Rwanda dan Somalia) dalam misi perdamaian yang telah dilakukan PBB, namun tetap harus diyakini bahwa PBB adalah satu-satunya badan yang memiliki kemampuan untuk melindungi dan menciptakan perdamaian bagi negara-negara di dunia. Dan jika PBB ingin mempraktekkan peace keeping yang efektif, maka PBB tidak boleh memberikan peluang kepada negara besar atau koalisi besar seperti NATO untuk mengendalikan langkah yang ingin ditempuh. Berikutnya PBB juga harus selalu meningkatkan kapabilitasnya untuk terlibat di setiap
15 APRIL - 14 MEI 2010
Dok. Denny
Personil Indobatt/Kontingen Konga XXIII-B membantu penduduk setempat memanen gandum
kan langkah baru kedepan. Menjadi penting bahwa kedepan, dalam setiap misinya, PBB harus selalu menekan jumlah korban sipil. Di Rwanda, genocide sudah mengambil 800.000 nyawa hanya selama April dan Juli 1994, dan sering disebut sebagai petaka besar di abad 21. Kasus yang terjadi di Bosnia juga harus dijadikan pelajaran, kota Muslim Bosnia, Srebrenica yang dijadikan tempat aman bagi kaum Muslim dan berada dibawah resolusi DK PBB no.819 (16 April 1993), malah dikepung oleh milisi Serbia. Dan ironisnya, selama pengepungan itu 8.000 penduduk Muslim harus meregang nyawa di depan mata pasukan perdamaian DK PBB. Dua kasus tersebut menunjukkan bahwa kedepan pasukan keamanan PBB akan selalu dihadapkan dengan isu-isu peningkatan korban jiwa, dan ancaman terorisme bagi seluruh umat manusia. Karena itu, maka prinsip netral, impartial, dan hanya berperan sebagai mediasi, semakin harus ditinggalkan, karena
O
R
O
T
17
wilayah konflik. Ada beberapa hal yang mendukung ke arah perbaikan ini, seperti misalnya pembentukan Rapidly Deployable Mission Headquarters (RDMHQ) dan UN Standby Arrangement System (UNSAS) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan rentang dari sumber peace keeping yang disediakan oleh Department of Peacekeeping Operations (DPKO). Kemudian juga ada Stanby High Readiness Brigade (Shirbrig) yang digalang oleh Denmark dengan jumlah pasukan 4.000-5.000 personil yang mampu di kirim ke daerah konflik dalam tempo 13-15 hari. Mengacu pada dinamika peranan PBB dalam misi perdamaian, maka terdapat indikasi yang kuat bahwa sejak selepas Perang Dingin dan di masa yang akan datang, peran PBB sebagai penjaga keamanan akan semakin meningkat. Paling tidak ada empat alasan mengenai hal ini ; Pertama, meningkatnya kapasitas yang dimiliki DK dalam melakukan tindakan operasi perdamaian disertai dengan besarnya dukungan dan peningkatan otoritas penggunaan pasukan militer, termasuk pemberian sangsi secara langsung. Kedua, semakin meningkat dan menguatnya penegakan terhadap demokratisasi, HAM, dan isu-isu kemanusiaan, akan memberikan legitimasi bagi negara-negara untuk memberikan perhatian pada kejadian-kejadian yang bertentangan dengan prinsip demokrasi, melanggar HAM dan mengancam harkat hidup orang banyak. Ketiga, masih banyaknya konflik internal yang terjadi, apakah itu karena krisis pemerintahan atau perang saudara. Ini akan membawa dampak pada semakin banyaknya pengungsi yang mengalir dari daerah konflik ke negara lain yang pada akhirnya akan mengundang perhatian dunia dan PBB untuk mengambil tindakan. Keempat, peningkatan informasi yang sedemikian pesat sudah membuat dunia menjadi sangat transparan, dan hampir tidak ada permukaan bumi yang tidak terjangkau. Hal ini sekaligus menjadi faktor penarik dan pendorong bagi PBB untuk menggelar operasi perdamaian, dibarengi dengan kesiagaan untuk masuk ke daerah konflik.[] (I Nyoman Sudira)
No. 30 Tahun III
Diplomasi
18
S O R O T
Dok. Diplomasi
Tantangan dan Dinamika Peace Keeping
Fikri Casidy Plh. Direktur Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata Peace keeping dan peace building tidak terlepas dari Cetak Biru Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN yang di dalamnya sudah jelas terdapat aksi-aksi yang akan dikerjakan oleh negara-negara ASEAN. Salah satunya adalah bahwa kita akan membuat semacam networking dari peace keeping training center yang berada di Asia Tenggara, khususnya ASEAN. Sekarang ini baru 4 (empat) negara yang memiliki peace keeping training center, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Networking ini sendiri nantinya akan memiliki pusat operasi, dimana dalam hal ini kita berkeinginan bahwa itu bisa berada di Indonesia. Dalam kaitan tersebut, kita melihat bahwa peace keeping PBB itu sendiri memang sudah berubah tantangannya. Kalau dulu kita menyebutnya sebagai traditional peace keeping, dimana kalau ada dua pihak yang bertikai, maka pasukan PBB hanya berada di tengah-tengah dan memonitor agar mereka tidak bertikai. Dan kalaupun tetap terjadi pertikaian, mereka hanya memonitor dan membuat catatan. Sekarang ini sudah tidak seperti itu dan sudah berubah. Kita menyebutnya sebagai multi-dimentional peace keeping, dimana dimensinya itu bukan hanya monitoring dan berada diantara dua pihak, tapi sudah lebih dari itu. Dalam hal ini tentunya banyak hal yang bisa dilakukan, seperti misalnya di suatu negara yang me-
No. 30 Tahun III
ngalami konflik, setelah pihak-pihak yang bertikai menyepakati suatu perjanjian damai, maka tentunya ini harus ada follow up nya, apa yang akan dilakukan selanjutnya. Dan oleh karena mereka baru saja selesai berperang, maka tentunya mereka tidak mempunyai struktur pemerintahan, dan oleh sebab itu mereka harus membentuk struktur pemerintahan yang baru. Apabila pihak-pihak yang bertikai sudah memiliki concern mengenai hal ini, maka PBB akan membantu melalui pengiriman pasukan perdamaian. Jadi dalam hal ini tugas pasukan perdamaian tidak hanya berupa monitoring, tetapi juga membantu membentuk struktur pemerintahan. Oleh karena itu sebuah operasi pemeliharaan perdamaian jangan hanya di identikkan dengan mengirim tentara atau polisi, melainkan juga tenaga-tenaga sipil untuk membangun struktur pemerintahan yang pastinya bukan kapasitasnya tentara. Tenaga sipil atau para birokratlah yang mengerti mengenai bagaimana caranya membuat suatu pemerintahan yang baik dan perangkat apa saja yang harus dimiliki serta bagaimana mereka berkoordinasi. Dan sebelum semuanya itu
dilakukan, yang pertama kali harus dilaksanakan biasanya adalah pemilu. Setelah pertikaian yang terjadi, maka harus jelas dulu siapa yang akan memimpin, dan dalam hal ini PBB dan pasukan perdamaiannya akan membantu penyelenggaraan pemilu ini, seperti misalnya di Namibia, Timor Leste dan lain-lainnya. Oleh karena itulah maka pasukan perdamaian itu disebut sebagai multi-dimentional peace keeping yang tentunya akan memerlukan resources yang cukup banyak jumlahnya untuk bisa melaksanakan mandat-mandat multi-dimentional peace keeping tersebut. Resources ini tentunya akan diambil dari negara-negara anggota PBB, baik berupa pasukan ataupun expertise. Dalam kaitan ini kita disini sedang dalam tahap untuk me review kapasitas tenaga-tenaga sipil ini, karena PBB berkeinginan untuk menajamkan pencapaian mandat dari multi-dimentional peace keeping ini. PBB berkesimpulan bahwa diperlukan tenaga-tenaga sipil untuk bisa menjadikan suatu negara yang akan dibantu tersebut menjadi lebih baik, lebih maju dan tidak terjadi konflik kembali. Tentunya dibutuhkan tenagatenaga ahli untuk melakukan upaya
pembangunan tersebut, seperti misalnya hakim, birokrat dan tenagatenaga ahli lainnya yang didapatkan dari negara-negara anggota PBB. Dalam hal ini kita harapkan bahwa ASEAN bisa memberikan kontribusinya kepada PBB. Tetapi sebelum kita memberikan kontribusi kepada PBB, mungkin kita harus tahu dulu apa saja kemampuan yang dimiliki oleh ASEAN. Kalau secara organisasi kita belum memiliki kemampuan, maka mungkin kemampuan dari negara-negara anggota ASEAN secara individu yang bisa kita kontribusikan. Dalam istilah Menlu, Dr. Marty Natalegawa, kita akan membuat Snap shot, yaitu mengidentifikasi kemampuan dan kekurangan kita. Dengan adanya snapshot ini, kita bisa melakukan perbandingan dengan negara-negara lain dan mungkin juga bisa saling mengisi. Yang kita tidak punya, mungkin dimiliki oleh negara lain dan demikian juga sebaliknya, Indonesia mempunyai kemampuan yang tidak dimiliki oleh negara-negara lain dan kita saling mengisi. Kemudian untuk menutup gap yang mungkin masih ada, maka kita akan melakukan partnership dengan PBB.[]
Dok. defence-news
15 APRIL - 14 MEI 2010
19 LEN
Syamsul Hadi, Ph.D
Pengajar Ekonomi Politik Internasional Departemen HI FISIP UI
Persoalan governance muncul dalam suatu setting social ketika perilaku yang rasional dari perspektif individu dan kelompok menghasilkan hasil-hasil kolektif (collective outcomes) yang tidak diharapkan bagi keseluruhan anggota. Dan keberadaan governance ini menyangkut collective actions dan penyediaan collective goods. RG Barry Jones (2001), menyatakan ”Governance indicates the many forms of collective regulation and management that include, but often take place beyond, the formal institutions of established governments…Contemporary global governance is an imperfect mosaic of unilateral, bilateral and multilateral inter-state actions and institutions, and essentially private arrangements between individuals, organizations and business enterprises” Tata nilai yang hendak ditegakkan di tataran global itu bersifat sangat variable (berubah-ubah), sebagai refleksi dari dinamika dan fluktuasi dalam sistem kapitalisme internasional. Sejak krisis global, prinsip-prinsip Washington Consensus yang semula menjadi norma ‘standard’ dalam ekonomi internasional, mengalami delegitimasi dan irrelevansi dalam beberapa aspeknya. Paul Krugman menyatakan, bahwa krisis global telah mengubah keyakinan ‘Reagania’ yang menyatakan negara adalah sebagai sumber masalah dan pasar adalah solusinya, menjadi sebaliknya, ketika pasar menjadi masalah maka negara adalah solusinya. Pengertian reformasi IMF setelah krisis 1997-1998 ; reform is directed to reverse the worst abuse of state control in the economy. Setelah krisis global yang terjadi adalah sebaliknya; reform is directed to reverse worst abuse of market (extreme) control in the economy. Liberalisasi sektor finansial yang direkomendasikan Washington Consensus ternyata menyebabkan perilaku tidak terkontrol di pasar finansial yang menyebabkan krisis finansial di AS dan membesar menjadi krisis finansial global. Korbannya bukan hanya sektor finansial, tetapi juga usaha-usaha di sektor riil, pekerja, pemerintah dan masyarakat secara umum. Intervensi negara, khususnya
15 APRIL - 14 MEI 2010
S
A
Peleburan G-8 Ke G-20
Refleksi Perubahan Konstelasi Power Antar Negara lewat paket-paket stimulus ekonomi, menjadi penyebab utama tidak berkembangnya krisis global 2008-2009 menjadi depresi global seperti di tahun 1930-an. Krisis global juga menyebabkan menguatnya gejala proteksionisme yang justeru dipelopori oleh AS sendiri melalui “Buy American Product”, beragam trade barriers terhadap China dan sebagainya. Lantas kemudian apakah perdagangan bebas itu suatu nilai universal ataukah bagian dari perjuangan kepentingan nasional suatu atau sekelompok negara. Fragmentasi dalam sistem internasional yang secara formal masih dibangun dari elemen negara-negara berdaulat (sovereign states) menyebabkan kompleksitas struktural yang menyebabkan sulitnya tercipta governance structure yang efektif. Variabel kepentingan nasional tetap dominan di dalam sistem internasional, termasuk forum G-20. G-20 merupakan ajang bagi AS, China dan UE untuk saling “menyerang” dan mencapai kompromi, termasuk dalam hal mata uang, regulasi sistem finansial dan persoalan bonus bagi para eksekutif di sektor finansial. Dalam konteks G-20, fungsinya sebagai forum diplomasi ekonomi untuk pencapaian kepentingan anggotaanggotanya yang berpengaruh, sering kali lebih mengemuka. Perubahan dalam IMF yang disepakati di forum G-20 (dengan peningkatan peran China dan negara berkembang di dalamnya), dan bahkan keputusan G-20 tentang “peleburan” G-8 ke G-20, adalah refleksi perubahan konstelasi power antar negara, dimana AS bersama Eropa dan Jepang, sudah tidak lagi sanggup menjadi ‘kekuatan penyangga utama’ dalam sistem internasional. Penurunan relative power AS, Eropa dan Jepang yang dibarengi naiknya power negara-negara lain seperti China, Afrika Selatan dan Brazil, pada akhirnya diakomodasi dalam G-20. Ini bisa ditafsirkan sebagai perluasan burden sharing dalam mengelola ekonomi global. Dua isu utama bagi negaranegara berkembang di dalam G-20 ini adalah masalah keterwakilan (representativeness), baik dalam arti ‘keterwakilan proporsional’ maupun dalam arti ‘keterwakilan kepenting-
an’. Lantas kemudian apakah karena G-20 mewakili 85 % dari GDP global, lalu dengan sendirinya menjadi sah untuk membangun kerangka global governance. Kemudian sejauhmana agenda-agenda dan keputusan-keputusan G-20 itu mencerminkan kepentingan negara-negara berkembang. Hal-hal ini berkait dengan masalah ada dan tidaknya fungsi democratic control dalam G-20 dilihat dari perspektif negara berkembang. Pengertian negara berkembang menurut lembaga Development Education, adalah negara-negara yang memiliki standar hidup yang rendah. Dikenal juga sebagai ‘Dunia Ketiga’, The South, dan ‘less-developed countries’. Website resmi WTO menyatakan, bahwa dalam WTO tidak ada definisi tertentu tentang negara maju dan negara berkembang, developing countries in the WTO are designated on the basis of self selection although this not necessarily automatically accepted in all WTO bodies’. Namun demikian WTO mengakui keberadaan 49 least-developed countries (LDCs), dan 32 diantaranya telah menjadi anggota WTO, termasuk Bangladesh, Cambodia, Haiti, Nepal dan Solomon Islands. Sementara IMF menggunakan kriteria yang terdiri atas level income per kapita, diversifikasi ekspor, dan integrasi kedalam sistem finansial global. Menurut kategori IMF World Economic Outlook, Oktober 2009, negara berkembang yang menjadi anggota G-20 adalah Brazil, Indonesia, India, Turki, China dan Meksiko. Kesadaran awal tentang eksistensi negara berkembang sebenarnya lebih bernuansa ‘anti kolonial’, yang termanifestasikan dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955. Sehingga dalam forum United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 15 Juni 1964, berdirilah G-77 yang kini anggotanya 133 negara. G-77 adalah koalisi terbesar negara berkembang yang ditujukan untuk mengartikulasikan dan mempromosikan kepentingan ekonomi negara-negara berkembang yang berkaitan dengan sistem PBB. Kontribusi utama G-77 adalah konsep New International Economic Order (NIEO) yang diadopsi Majelis Umum PBB pada tahun 1974. Pada mulanya NIEO diarahkan sebagai plat-
form negara-negara berkembang untuk memperjuangkan keseimbangan ekonomi dan perdagangan antara negara-negara Utara dan Selatan. Namun NIEO gagal karena lemahnya common ground di antara negara-negara berkembang sendiri. Sifnifikansi G-77 kemudian menurun dengan meningkatnya trend kerjasama regional dan bilateral, serta penguatan institusi Washington Consensus sejak awal 1980an. G-20 adalah koalisi negara pengekspor produk pertanian yang digerakkan oleh Brazil, India dan Afrika Selatan sebagai bentuk kekecewaaan terhadap Caims Group (terutama Australia) yang terlalu memihak AS dan UE. Sementara G-90 adalah koalisi negara-negara miskin dan berkembang kecil di Afrika, Karibia dan Pasifik dalam WTO yang ditujukan untuk menekasn AS dan UE untuk mencabut subsidi domestik agar mereka mempunyai akses pasar yang lebih besar ke pasar internasional. Kemudian G-33 adalah kaukus negara berkembang dalam WTO yang dipimpin oleh Indonesia untuk memperjuangkan the Special Safety Guard Mechanism (SSM), sebuah proposal untuk melindungi negara berkembang dari banjir impor produk pertanian dengan mengijinkan pemerintah meningkatkan tarif impor dari tingkat yang telah disepakati. Kasus WTO menunjukkan bahwa aliansi negara-negara berkembang dalam G-20, G-33 dan G-90 telah menjadi kekuatan pengimbang bagi AS, UE dan Jepang untuk membendung keinginan negara besar tersebut memaksakan agenda negosiasi, khususnya di sektor pertanian. Namun negara-negara berkembang tetap gagal memaksakan kepentingannya kepada negara maju tersebut untuk mencabut/mengurangi secara signifikan subsidi pertanian domestik mereka. Bahkan Doha Development Agenda (DDA) yang dicanangkan pada 2001, kini menemui kebuntuan, karena ‘keuletan’ negara-negara maju untuk mempertahankan proteksi di sektor pertanian. Padahal mereka telah banyak mendapatkan keberhasilan membuka akses pasar negara berkembang di sektor manufaktur dan jasa.
No. 30 Tahun III
20 S
A
Syamsul Hadi, Ph.D
Dok. Diplomasi
Pengajar Ekonomi Politik Internasional Departemen HI FISIP UI
G-20 bukanlah seperti PBB yang mempunyai keanggotaan universal, jadi sejak awal G-20 itu bersifat ‘elitis’. Dari sejarah awalnya G-20 memang ditujukan untuk menstabilkan sistem ekonomi dan finansial global. Dari sisi ini bisa ditafsirkan bahwa G-20 memang tidak ditujukan untuk mereformasi global governance agar selaras dengan kepentingan negaranegara berkembang. Agak sulit membayangkan bahwa kelompok negara berkembang dapat membentuk semacam ‘kaukus’ dalam G-20, (katakanlah misalnya G-6, yaitu Brazil, India, Indonesia, Meksiko, Turki dan China), karena tidak/belum adanya isu yang secara urgen dapat menyatukan mereka, disamping juga perbedaan kepentingan antar negara berkembang itu sendiri. Kalaupun kaukus semacam G-6 itu terbentuk, secara realistis maka kepemimpinan akan sangat mungkin berada di tangan China, lalu apakah terdapat rasionalisasi bagi kelima negara lainnya, termasuk Indonesia, untuk mendukung China, lalu apa kepentingannya. Dalam KTT G-20 di Pittsburgh, September 2009, diputuskan tentang perubahan dalam mekanisme pengambilan keputusan di IMF yang lebih mewakili kepentingan negara berkembang. Semula hak suara negara maju adalah 57 % dan hak suara negara berkembang 43 %. Disepakati bahwa negara berkembang akan mendapat tambahan hak suara minimal 5 %. Alih-alih sebagai bentuk ‘perhatian’ kepada kepentingan negara-negara berkembang, reformasi (parsial) dalam IMF itu
Peningkatan Kapasitas Ekonomi Nasional Akan Memperkuat Daya Tawar lebih merupakan konsesi Obama terhadap China, yang disamping semakin terlibat friksi dagang dengan AS, juga semakin meningkatkan kontribusinya bagi pendanaan IMF dan terus menyuarakan pentingnya mata uang alternatif selain USD. Ini dilakukan Obama sekaligus untuk ‘mengimbangi’ tekanan Eropa yang terus mengkritik kelemahan sistem kapitalisme Anglo-Saxon dan memperketat regulasi finansial di AS. China menggunakan status ‘negara berkembang’nya untuk berbagai kepentingan di forum internasional seperti WTO, Konferensi Perubahan Iklim PBB, dan G-20 untuk agenda-agenda nasionalnya sendiri. Sampai sejauh ini, kepentingan China dalam G-20 belum pernah ‘berbenturan” dengan kepentingan negara-negara berkembang. Jelas bahwa diktum realisme tentang sentralitas faktor power dalam hubungan internasional masih berlaku. Meski soft-power AS belum tertandingi, namun naiknya power China di bidang ekonomi secara jelas telah menemukan artikulasinya dalam global governance. Pada pertemuan tahunan gubernur bank sentral G-20 di Sao Paulo, Brazil, November 2008, usulan Indonesia untuk meningkatkan kerjasama diantara anggota untuk melakukan penanganan krisis secara cepat dan terarah, tidak hanya untuk mengembalikan kepercayaan pasar, namun juga guna memperbaiki stabilitas keuangan dan menormalisasi pertumbuhan ekonomi global, didukung dan diadopsi dalam keputusan penting G-20. negara-negara G-20 sepakat bahwa penanganan krisis harus diimbangi dengan upaya memitigasi dampak sosial, khususnya di emerging markets dan low income countries. Meskipun layak diapresiasi, namun usulan dan keputusan G-20 diatas cenderung ‘normatif’, karena implementasinya kurang dapat diukur dan relatif ‘tertelan’ oleh isu-isu besar yang diangkat China, UE (khususnya Perancis & Jerman) dan AS, seperti isu tentang bonus bagi eksekutif sektor finansial, kemungkinan membentuk bank
Dok. teresir.ngeblogs
LEN
sentral dunia, reformasi IMF dan perdebatan tentang alat pembayaran internasional. Indonesia memiliki jejak sejarah yang kuat dalam kerjasama antar negara berkembang, khususnya dalam kaitannya dengan Deklarasi Bandung (1955). Namun kerjasama dengan negara berkembang lain cenderung masih berada dalam ‘lingkaran konsentris kesekian’, yaitu setelah keberadaan Indonesia dalam ASEAN, G-20, APEC, bahkan OKI. Bila Indonesia ingin meningkatkan keberadaannya sebagai representasi negara berkembang dalam G-20, maka politik luar negeri Indonesia harus pula diarahkan untuk mengembalikan posisi Indo-
nesia sebagai penggalang solidaritas negara-negara berkembang, sebagaimana tercermin dari posisi Indonesia dalam KAA di Bandung tahun 1955, tanpa harus meninggalkan apa-apa yang telah dicapai selama ini. Prioritas kepada kerjasama Selatan-Selatan misalnya, perlu lebih di tingkatkan. Akhirnya belajar dari kasus China, bahwa peningkatan kapasitas ekonomi nasional akan dengan sendirinya memperkuat daya tawar dan signifikansi keberadaan dan peran suatu negara dalam global governance, tanpa harus melepas statusnya sebagai ‘negara berkembang’.[] Dok.voch.files
21 LEN
Dok. Diplomasi
Zainal Abidin Peneliti senior BI
G-20 merupakan forum diskusi terbuka dan konstruktif antara negara industri dengan Emerging Development Countries (EMDCs) dalam upaya menciptakan stabilitas ekonomi global. Disamping itu G-20 juga melakukan penguatan arsitektur keuangan internasional guna mensupport pertumbuhan global dan melakukan pembentukan agenda internasional pada area-area yang belum dicapainya suatu konsensus serta juga melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan krisis. G-20 dibentuk pada Pittsburgh Summit di Jerman tahun 1999, dimana Leaders Summit merupakan level tertinggi bagi pertemuan G-20. Pembentukan G-20 merupakan respon atas terjadinya financial crisis tahun 1990-an, dan juga rendahnya keterlibatan key emerging market countries dalam diskusi ekonomi dan governance global. Anggota G-20 adalah Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari 19 negara penting dan Uni Eropa, serta Managing Director IMF dan Presiden World Bank, juga Chairs International Monetary and Financial Committee dan Development Committee IMF dan World Bank (ex-officio). Negara-negara anggota G-20 ini mewakili sekitar 90 % GDP secara global dan 80 % perdagangan dunia, serta 2/3 populasi dunia. Namun dalam hal ini G-20 tidak memiliki sekretariat permanen, dan rotasi Chairsnya dilakukan setiap tahun berdasarkan regional grouping dan merupakan anggota Troika. Pertemuan-pertemuan yang dilakukan di G-20 adalah ; Pertemuan Reguler, yaitu Ministry of Finance and Central Bank Governors Meeting
S
A
G-20 Dan Pemberdayaan Posisi Indonesia dalam Setting the Agenda Pada the New Global (MGM) dimana hasil dari pertemuan ini adalah berupa komunike. Selanjutnya ada Deputies Meeting untuk membahas persiapan MGM, dan juga Workshop yang membahas mengenai isu-isu dalam Deputies Meeting dan MGM. Kemudian ada Study Group dan Working Group, yaitu pertemuan yang membahas dan mengkaji isu-isu khusus yang menjadi perhatian G-20. Tetapi pada kenyataannya isuisu yang dibahas dalam G-20 tidak hanya sebatas persoalan finansial, melainkan meluas kepada isu-isu non-finansial, seperti isu demografi (2004-2006), clean energy (20072008), energy security and climate change, food security, energy market, dan labour issues (2009). Isu-isu nonkeuangan ini memang disadari akan berdampak pada isu-isu keuangan, seperti masalah fiskal, moneter, financial sector dan lain-lainnya. Dalam rangka merespon krisis ekonomi dan keuangan global yang terjadi pada 2008, G-20 telah menyelenggarakan tiga kali Leaders Summit, yaitu Washington Summit (November 2008), London Summit (April 2009) dan Pittsburgh Summit (September 2009). Isu utama yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah mengenai ; pemulihan pertumbuhan ekonomi; penguatan sektor keuangan; dan reformasi international financial issues. Pada penyelenggaraan Washington Summit, yang ditekankan adalah mengenai short/medium term goal, khususnya dalam penguatan regulasi dan supervise sector keuangan. Pada pelaksanaan London Summit, indikasi mengenai pemulihan sudah mulai nampak, sehingga dengan demikian G-20 sudah mulai meng-address isu pertumbuhan ekonomi. Sementara pada Pittsburg Summit sudah beranjak pada penekanan mengenai long-term goal dan sustainable and balanced growth, dimana isu-isu non-ekonomi seperti climate change sudah mulai di address, dan juga institusionalisasi G-20 menjadi premier forum bagi kerjasama ekonomi internasional untuk menggantikan G-8. Yang menjadi prioritas penyelesaian Action Plan G-20 dan merupakan mandat bagi seluruh anggota G-20 pada 2010 adalah mencakup : Penguatan permodalan lembaga keuangan (strengthening global capital framework), Peningkatan kualitas
pengelolaan likuiditas lembaga keuangan (making global liquidity more robust), Mitigasi cross-border liquidity risk, Penguatan standar akuntansi (strengthening accounting standards), Pengaturan kompensasi eksekutif sektor keuangan (compensation scheme), Pengaturan pasar derivatif (OTC derivatives markets), Pencegahan moral hazard oleh lembaga keuangan yang berdampak sistemik (too big to fail project), Penguatan kepatuhan terhadap standar internasional (strengthening adherence to international standards), Perluasan ruang lingkup regulasi (expanding the scope of regulation), Wahana information sharing pengawas (supervisory colleges), Manajemen krisis lintas batas (cross-border crisis management), dan Menghidupkan kembali pasar sekuritisasi dengan pengaturan prudensial yang lebih ketat (re-launching securitization on sound basis). Isu yang mengkhawatirkan bagi Indonesia dalam kaitannya sebagai anggota G-20 adalah mengenai Non-Cooperative Jurisdictions (NCJ), dimana Indonesia berpotensi masuk kedalam NCJ versi FATF, mengingat Indonesia merupakan salah satu dari 25 negara yang masuk kedalam targeted review. Kelemahan Indonesia dalam hal ini adalah karena belum memiliki ketentuan perundangan mengenai anti pembiayaan terorisme (anti terrorism financing). FATF memang mempublikasikan hasil pertemuannya di Abu Dhabi pada tanggal 15 February 2010, yang memutuskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang telah melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga tidak termasuk dalam kategori ‘high risk jurisdictions’. Namun demikian, pasar memandang bahwa Indonesia tetap merupakan negara yang beresiko tinggi. Dampak dari masuknya Indonesia kedalam NCJ untuk AML/CFT adalah berupa meningkatnya country risk serta risk premium Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya concerted effort dari semua pihak terkait di Indonesia, terutama pihak-pihak yang terkait dalam hal diplomasi, agar Indonesia benar-benar terbebas dari high risk jurisdictions. Sebagai the new global governance dalam bidang ekonomi, tentunya G-20 memiliki peran didalam
memberikan directions kepada rest-of the world, expanded G-8, keterlibatan stakeholder termasuk private sectors dan civil society. Selain itu G-20 juga merupakan representasi bagi negara berkembang, dan sangat penting dalam upaya pemberdayaan posisi Indonesia dalam setting the agenda pada the new global governance, dan juga pemanfaatan untuk pembangunan nasional, termasuk pengembangan domestic governance. Hal ini akan berimplikasi pada strategi, mekanisme dan langkah-langkah Indonesia ke depan dan sekaligus juga merupakan tantangan dan peluang bagi Indonesia. G-20 merupakan organisasi yang bersifat non-binding, namun demikian merupakan leaders level commitment, serta merupakan upaya bagi G-7 dan G-8 (negara-negara maju) untuk merangkul EMDCs dalam membangun tata dunia baru. Dalam hal ini G-20 juga memberikan arahan atau penjabaran di fora lainnya, yaitu seperti di IMF, FSB, BCBS, OECD dan sebagainya, dengan keanggotaan yang lebih luas. Dan hal ini harus dipastikan bahwa reformasi yang dilakukan oleh G-20 itu sangat bermanfaat bagi Indonesia, misalnya dalam hal pengawasan large and complex financial institution. Oleh karena itu keterlibatan stakeholders, baik itu private sectors maupun civil society, harus dimulai dari level domestik masing-masing negara. Namun demikian perlu dijaga agar tidak menjadi channel bagi stakeholders negara-negara maju yang hanya memanfaatkan untuk akses masuk ke Indonesia. Indonesia menganut demokratisasi politik luar negeri yang berbeda dengan G-20 yang elit, oleh karena itu diperlukan adanya koordinasi yang efektif di level nasional dan secara strategis mampu menjembatani posisi-posisi Indonesia di berbagai fora, sesuai dengan kepentingan strategis Indonesia. Agar pemberdayaan posisi Indonesia dan pengembangan domestic governance berjalan secara efektif, maka adalah penting bahwa pemberdayaan posisi ini harus sejalan dengan penguatan performa ekonomi Indonesia. Disamping itu, Indonesia juga perlu meneruskan dan menguatkan momentum perbaikan kedalam secara menyeluruh.[]
Diplomasi
22
K
I
LA
S
National Seminar & Career Development
2010 Universitas Tarumanagara
Dok.majalahfranchise
Dok.Diplomasi
Dok.marisa
No. 30 Tahun III
Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Ekonomi (BEM FE) Universitas Tarumanagara kembali mendulang sukses pada penyelenggaraan National Seminar & Career Development (NSCD) 2010, yang diselenggarakan pada tanggal 15-20 Maret 2010 di Kampus I Universitas Tarumanagara, Jakarta. Sebelumnya BEM FE Universitas Tarumanagara juga telah berhasil meraih sukses dalam penyelenggaraan NSCD 2008 dan NSCD 2009. Penyelenggaraan NSCD tahun 2010 kali ini dibagi dalam tiga mata acara, yaitu terdiri dari Sponsor Fair yang diselenggarakan pada tang-
gal 15-18 Maret 2010. Kemudian Bursa Tenaga Kerja yang diselenggarakan pada tanggal 17-18 Maret 2010, dan sebagai puncak acara sekaligus penutup rangkaian NSCD 2010 pada tanggal 20 Maret 2010 digelar acara National Seminar. National Seminar sendiri dilaksanakan di Ruang Auditorium Lt. 8 Gedung M Kampus I Universitas Tarumanagara pada pukul 09.00 – 16.30WIB. Mata acara seminar dibagi dalam dua sesi, dimana pada sesi pertama NSCD 2010 menampilkan Bong Chandra, yaitu motivator termuda nomor satu di Asia. Dalam kesempatan ini Bong Chandra mengangkat tema ‘Ways to Raise Your Self Esteem’. Bong Chandra menggugah dan mengajak para peserta seminar untuk meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri guna meraih sukses. Pada sesi kedua penyelenggaraan seminar nasional, NSCD 2010 menampilkan artis-artis ibukota, yaitu Indra Lesmana, Vincent dan Desta dalam sebuah fun talk show yang dipandu oleh Alvin. Talk Show ini mengangkat tema ‘Reclaim Your Personal Power’ sebagai tindak lanjut dalam kaitan pelaksanaan seminar sesi pertama.
Disamping itu NSCD 2010 juga menampilkan artis-artis lainnya, yaitu Rommy, Joice Elvira, Brass band dan Balance Ballet sebagai special performance, sehingga semakin menambah semarak pelaksanaan NSCD 2010 ini. Para peserta seminar, yang sebagian besar terdiri dari para mahasiswa Universitas Tarumanagara dan juga para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, khususnya perguruan tinggi di Jakarta ini, tampak antusias dan bersemangat dalam mengikuti jalannya seminar. Hal ini ditunjukkkan dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada Bong Chandra, namun karena terbatasnya waktu, maka dengan sangat terpaksa tidak semua peserta seminar mendapatkan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Namun demikian para peserta seminar tampak puas dengan penampilan Bong Chandra, khususnya mengenai materi seminar yang disuguhkan, karena dari seminar ini para peserta seminar menjadi termotivasi untuk meraih kesuksesan dalam hidup ini sesuai dengan kemampuan dan bakatnya masingmasing.[]
15 APRIL - 14 MEI 2010
23
APA KATA MEREKA Kontingen Garuda Berhasil Membangun Kepercayaan Masyarakat Setempat
Dok.Diplomasi
Deita Ardetia Umar Mahasiswa Universitas Padjadjaran, Bandung.
Keunggulan yang dimiliki oleh TNI, dalam hal ini Pasukan Penjaga Perdamaian dari Indonesia, adalah didalam melakukan pendekatan terhadap masyarakat/penduduk setempat. Masyarakat di daerah konflik itu umumnya tidak yakin bahwa peacekeeping yang berada dibawah koordinasi PBB ini bisa memberikan jaminan keamanan terhadap mereka. Bahkan mungkin
sebaliknya, malah menimbulkan masalah baru bagi mereka. Dalam hal ini tampaknya peacekeeping dari Indonesia berhasil didalam membangun kepercayaan masyarakat setempat. Ini terbukti dengan banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh TNI bersama-sama dengan masyarakat setempat. Pendekatan seperti ini lebih efektif ketimbang hanya sekedar melakukan patroli sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh UNIFIL. Saya kira ini perlu ditingkatkan, karena melalui diplomasi seperti ini, Indonesia lebih banyak dikenal masyarakat dunia. Dari berbagai artikel yang saya baca di internet, ternyata pasukan Indonesia itu diakui memiliki profesionalitas yang tinggi. Dan ketika aktif sebagai peacekeeping PBB, Indonesia selalu berperan sebagai penghubung antara berbagai pihak di masyarakat Lebanon dengan UNIFIL.
Dok.Diplomasi
Rusmin Reisivu Mahasiswa Universitas Langlang Buana, Bandung
Saya kira apa yang dilakukan oleh pasukan Indonesia didalam menjaga perdamaian dunia itu sangat positif. Apalagi karena menurut kacamata dunia internasional, pasukan Indonesia itu sangat diperhitungkan karena memiliki reputasi dan prestasi yang sangat baik
15 APRIL - 14 MEI 2010
Namun kalau kita perhatikan, sebetulnya kekuatan militer Indonesia itu tidak seimbang dengan kebutuhan. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya adalah berupa lautan. Jadi dalam hal ini kekuatan matra laut Indonesia seharusnya lebih dominan, tetapi faktanya kekuatan matra daratlah yang lebih kuat dari pertahanan lautnya. Oleh karena itu tidak heran jika terjadi kasus seperti Ambalat yang merupakan bagian dari wilayah laut Indonesia, karena pertahanan kita di laut ini memang kurang. Oleh karena itu TNI perlu meningkatkan alutsista baik secara kuantitas maupun kualitas. Selanjutnya adalah penataan struktur pasukan TNI yang sesuai dengan kebutuhan, dimana Indonesia perlu memperkuat pertahanan matra laut, karena wilayah laut Indonesia yang harus dijaga oleh TNI itu cukup luas. Kemudian TNI juga perlu mensosialisasikan dirinya melalui kegiatan-kegiatan yang sifatnya merakyat seperti pameran, seminar dan diskusi, karena kebanyakan masyarakat Indonesia yang suka protes itu sebetulnya karena mereka tidak tahu persis bagaimana keadaan yang sebenarnya. Mereka tidak melihat ancaman yang datang dari luar, sehingga masalah pertahanan ini dianggap tidak penting, padahal sangat penting. TNI juga harus meningkatkan eksistensinya dalam kegiatan berskala internasional, karena ini akan sangat berpengaruh terhadap bargaining position Indonesia di dunia internasional, dimana saya kira perlu juga bagi Indonesia untuk mengajukan diri kembali menjadi anggota tidak tetap DK PBB.[]
Kontingan Garuda Memiliki Reputasi Cukup Baik
didalam melaksanakan tugasnya menjaga perdamaian di berbagai negara yang terlibat konflik. Pasukan Indonesia dikenal memiliki kemampuan dapat beradaptasi secara cepat dengan masyarakat setempat. Ini adalah kemampuan yang tidak dimiliki oleh pasukan dari negara lainnya, oleh karena itu prestasi ini patut dipertahankan. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan diplomasi politik luar negeri kita, karena ini akan memberikan nilai tambah bagi Indonesia. Kita harus memberikan penekanan pada masalah politik luar negeri Indonesia ini, karena sampai hari ini pun, saya masih bingung, sebenarnya arah politik luar negeri Indonesia ini mau kemana. Di era presiden Soekarno, Indonesia itu keluar masuk PBB, dan bagi saya itu adalah hal yang sangat pragmatis.
Namun demikian kita jangan melihat kepada masa lalu politik luar negeri Indonesia, melainkan bagaimana politik luar negeri Indonesia kedepan. Bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab, yang tetap menghargai proses perdamaian dunia. Saya kira Indonesia juga perlu mengajukan diri kembali menjadi anggota DK PBB, dengan begitu setidaknya Indonesia bisa berperan sebagai mediator atau fasilitator didalam melakukan upaya reformasi DK PBB sebagaimana yang diinginkan oleh negara-negara anggota PBB. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa sebagai lembaga internasional, PBB bisa dikatakan masih didominasi oleh negara-negara besar atau super power seperti AS maupun Rusia. Lalu apa sebenarnya tujuan
yang diinginkan dengan dibentuknya sebuah organisasi internasional seperti PBB ini, apakah hanya untuk kepentingan negara-negara besar tersebut atau untuk kepentingan seluruh negara di dunia. Jadi saya kira dengan semakin diperhitungkannya peran Indonesia di berbagai forum internasional, maka Indonesia bisa menanamkan pengaruhnya mengenai hal ini, yaitu melalui politik luar negerinya. Untuk itu Indonesia harus selalu mencermati isu-isu yang menjadi perhatian dunia internasional, apakah itu soal kemiskinan dan kelaparan, terutama di Afrika, food crisis, energy crisis, climate change ataupun peacekeeping, termasuk juga keterlibatan Indonesia dalam mensosialisasikan dirinya terhadap kondisi dunia, baik dalam isu-isu global maupun regional.[]
No. 30 Tahun III
No. 21, Tahun
Diplomasi No. 30 Tahun III, Tgl. 15 April - 14 Mei 2010
http://www.diplomasionline.net
TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi www.tabloiddiplomasi.com
Hambatan dan Keberhasilan
RI : Satgas Yonif Mekanis TNI KongaMenlu XXIII-B Ada beberapa kendala yang dihadapi Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/UNIFIL selama melakukan penugasan di Lebanon Selatan, antara lain masalah komunikasi, penguasaan adat-istiadat, dan dukungan dana CIMIC. Salah satu faktor keberhasilan melaksanakan misi adalah mampu berkomunikasi dengan masyarakat secara baik, karenanya sangat perlu untuk memahami bahasa setempat, dalam hal ini bahasa Arab. Guna menarik simpati masyarakat, tentunya dibutuhkan sarana penggalangan, namun mengingat keterbatasan anggaran, maka Dansatgas harus bekerja ekstra keras berupaya membuat inovasi-inovasi dan kreatifitas baru agar mampu mengimbangi kontingen negara lain. Perlu diketahui, bahwa kontingen negara-negara lain yang tergabung dalam UNIFIL didukung dengan dana CIMIC yang cukup besar oleh negaranya dan memberikan dampak positif bagi kontingen negara tersebut, karena semua kegiatan yang dilakukan oleh para prajurit UNIFIL dimonitor secara terus-menerus oleh personil Civil Affairs, CIMIC, maupun NGOs/LSM dari berbagai negara. Karena itu kegiatan CIMIC ini memberikan nilai tambah bagi kontingen negara bersangkutan dan sekaligus juga merupakan sebuah ajang promosi bagi negara tersebut. Catatan Keberhasilan Dalam Tugas Salah satu keberhasilan yang menonjol dalam penugasan perdamaian dunia adalah diterimanya kehadiran pasukan Indonesia di tengah-tengah warga Lebanon Selatan dan mampu menunjukkan sikap profesionalisme disamping juga mampu memelihara dan menjalin
Mengenang Seratus Tahun Indonesian Medal Parade, yaitu Moham Dok.Denny
Kontribusi Isla Dan Demokras Dalam Memban Indonesia kerjasama dengan kontingen negara lain secara baik. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah prestasi di luar tugas pokok, yaitu kemampuan para prajurit TNI Konga XXIII-B/UNIFIL di ajang prestise dalam rangka menjaga martabat bangsa melalui berbagai event pertandingan yang diselenggarakan di tingkat Sektor Timur maupun UNIFIL. Prestasi yang diraih oleh para prajurit Konga XXIII-B/UNIFIL diantaranya adalah ; Juara Umum III Bellubatt Trophy, Juara II Perorangan Tembak Tepat Senapan jarak 100 meter, Juara Umum II Lari 6 Km, Juara I Perorangan Ttembak Tepat Senapan jarak 100 meter, Juara I Bola Volley, Juara Umum II Lari 10 Km, Juara Umum I Tembak Pistol antar Dan Kontingen, Juara Umum I Tembak Senapan jarak 100 meter antar Dan Kontingen, Juara Umum I Bola Volley tingkat UNIFIL, Juara Umum I Bilyard tingkat UNIFIL, Juara Umum II Tembak Senapan jarak 100 meter tingkat UNIFIL, Juara Umum II Tembak Pistol jarak 15 meter dan 25 meter tingkat UNIFIL, Juara Umum I Bulu Tangkis tingkat UNIFIL,
Da’i Bachtiar :
Juara II Perorangan dan Juara III Ganda Putra Tenis Meja tingkat UNIFIL. Prestasi di bidang operasi adalah penemuan 4 buah bunker tempat persembunyian Pok Hezbolah saat terjadi perang pada tahun 2006, penemuan 162 Uxo’s berupa bom dan granat yang tidak meledak, serta ranjau AP/AT yang tersebar di wilayah operasi Indobatt. Di duga kuat bom-bom yang dijatuhkan oleh Israel dari udara mencapai 4 juta Uxo, sehingga tidak mengherankan jika selama ini masih banyak timbul korban di masyarakat akibat ledakan Uxo tersebut. Pasukan Indobatt juga memperoleh piagam penghargaan dari President of American University Culture and Art di Beirut dalam rangka pagelaran International Sport Festival untuk memperingati hari pahlawan angkatan perang Lebanon yang menampilkan 24 peserta dari berbagai kalangan, diantaranya mahasiswa Beirut, Kepolisian Lebanon, Tentara Lebanon, dan berbagai organisasi kepemudaan lainnya, sementara Indobatt mewakili UNIFIL. Indobatt juga sukses menggelar
Menyelesaikan Pers TKI di Malaysia Den Kepala Dingin
Kebudayaan, Fondasi Memperkuat Hubunga RI - Suriname
Nia Zulkarna
“KIN
Film Bertema Bulutang Pertama di Du
Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:
http://www.tabloiddiplomasi.com
Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:
[email protected]
acara penganugerahan tanda jasa yang diberikan oleh UN kepada para prajurit Satgas Yonif Mekanis Konga XXIII-B/UNIFIL. Tanda jasa ini diberikan kepada kontingen yang sudah melaksanakan penugasan diatas 4 bulan dan pelaksanaannya bertepatan dengan Independence Day kontingen negara yang bersangkutan. Untuk Indobatt acara ini seharusnya dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus, namun karena Force Commander UNIFIL ada kegiatan lain, maka akhirnya dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 2008. Dalam acara ini Indobatt menampilkan acara tambahan yang dikemas dalam bentuk semi entertaintment, sehingga membuat para undangan, khususnya FC UNIFIL dan para Komandan Kontingen yang hadir berdecak kagum dan memberikan ucapan selamat atas penampilan prajurit Indonesia yang professional dan melibatkan masyarakat binaan untuk berpartisipasi melakukan demonstrasi pertunjukan. Selama 30 tahun UNIFIL berdiri (1978-2008), menurut mereka baru kontingen Indonesia yang mampu menampilkan upacara dan demonstrasi dengan melibatkan banyak pihak. Sebelum upacara, FC UNIFIL secara simbolis melakukan penanaman bibit pohon Trembesi di Green Park Indobatt, kemudian dilanjutkan dengan upacara parade militer, dan defile. Acara tambahan adalah berupa kolone senapan, tarian perdamaian (tarian perang antar suku), beladiri karate, kegiatan CIMIC, simulasi mengatasi bencana alam, dan ditutup dengan acara resepsi di rub hall Indobatt. []
Direktorat Diplomasi Publik
Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110 Telepon : 021-3813480 Faksimili : 021-3513094