BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Implementasi
otonomi
luas
terhadap
penyelenggaraan
sistem
pemerintahan desa pada daerah Kabupaten Flores Timur belum berjalan optimal. Hal ini tercermati pada realisasi kewenangan melalui kebijakan daerah dalam bentuk produk hukum Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur penyelenggaraan sistem pemerintahan desa. Pemerintah Daerah Kabupaten Flores Timur tidak membentuk Perda yang bersifat atribusian untuk mengatur penyelenggaraan sistem pemerintahan desa. Pemerintah Daerah juga tidak membentuk semua Perda yang bersifat delegasian, dari total Perda yang didelegasikan PP No. 72 Tahun 2005 berjumlah 18 (delapan belas) buah Perda, baru terbentuk 9 (sembilan) buah Perda. Belum optimalnya implementasi otonomi luas berimplikasi terhadap penyelenggaraan sistem pemerintahan desa. Potret penyelenggaraan sistem pemerintahan desa, dapat diuraikan sebagai berikut: a. Potret kelembagaan desa menampilkan model kelembagaan desa yang belum sesuai dengan kondisi khusus daerah setempat. Hal ini disebabkan belum ada pengakuan dari Pemerintah Daerah atas eksistensi desa adat (Lewotanah) yang secara kenyataan masih hidup dan berkembang, melalui Perda;
155
b. Potret
kewenangan
desa
menampilkan
ketidakpastian
urusan
pemerintahan yang dikelola oleh desa. Hal ini disebabkan tidak ada penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten yang diserahkan pengaturannya kepada desa melalui Perda; c. Potret keuangan desa menampilkan pola fungsi mengikuti uang (function follow money), hal ini disebabkan oleh ketidakpastian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa; sumber keuangan yang kurang memadai, keuangan desa hanya bersumber pada alokasi dana desa dari Pemerintah Daerah Kabupaten. Pemerintah Daerah Kabupaten tidak mengalokasikan dana perimbangan yang diterima kabupaten atau kota serta pembagian hasil pajak dan retribusi daerah bagi desa melalui Perda. 2. Kendala-kendala yang menghambat implementasi otonomi luas terhadap penyelenggaraan sistem pemerintahan desa di Kabupaten Flores Timur, sebagai berikut: a. Belum ada kemauan politik (political will) dari Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Flores Timur untuk menjadikan urusan penyelenggaraan sistem pemerintahan desa sebagai salah satu urusan prioritas yang dituangkan melalui kebijakan daerah dalam bentuk produk hukum Perda; b. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan penjabaran lebih lanjut melalui PP No. 38 Tahun 2008 lebih menonjolkan sistem 156
rumah tangga materil. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah daerah ditetapkan secara pasti dan terperinci serta bersifat seragam tanpa memperhatikan kondisi masing-masing daerah. Hal demikian menimbulkan kesulitan bagi pemerintah daerah dalam mengimplementasikan otonomi luas; c. Kemampuan
aparatur
birokrasi
daerah
dalam
menerjemahkan
kebijakan pusat ke dalam kebijakan daerah berupa produk hukum Perda; koordinasi yang lemah antar instansi dalam membentuk Perda yang diamanatkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (delegasian); serta kurangnya pemahaman terhadap karakteristik desa adat (Lewotanah) di Kabupaten Flores Timur. d. Kondisi keuangan daerah kurang memadai dalam menunjang penyelenggaraan urusan pemerintahan yang begitu banyak. B. Saran 1. Perlu adanya komitmen bersama antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Flores Timur untuk menjadikan urusan penyelenggaraan sistem pemerintahan desa sebagai salah satu urusan prioritas. Kebijakan daerah terhadap penyelenggaraan sistem pemerintahan desa ditetapkan secara terencana melalui program legislasi daerah, sehingga pengaturannya dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan kondisi khusus daerah.
157
2. Perlu
adanya
pengembangan
dan
penguatan
kapasitas
aparatur
pemerintahan daerah dalam memformulasikan kebijakan daerah ke dalam bentuk produk hukum Perda dan derivasinya (Peraturan dan Keputusan Bupati) yang memperhatikan kebutuhan masyarakat dan kondisi khusus daerah. 3. Perlu kehati-hatian dalam melakukan penataan desa dan desa adat di Kabupaten Flores Timur. Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014, menampilkan integrasi fungsi desa sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dan desa sebagai sebuah unit birokrasi pemerintahan, yang terjelma dalam dua bentuk desa yaitu desa dan desa adat. Kedua bentuk desa tersebut bersifat pilihan (optional) dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, hal ini berarti opsi terhadap salah satu bentuk desa dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan desa disesuaikan dengan kondisi khusus daerah dan kebutuhan masyarakat setempat. 4. Perlu diterbitkan Perda yang mengatur hak ulayat. Penataan desa adat perlu diikuti dengan penataan hak ulayat yang dimiliki oleh desa adat, dalam artian penetapan desa adat tidak serta merta dapat memberikan ruang secara langsung bagi desa adat untuk mengatur dan mengurus tanah ulayat. Kriteria urusan tersebut bersifat kompleks, sehingga perlu dibentuk Perda dengan muatan materi tentang hak ulayat, yang membutuhkan 158
sinkronisasi vertikal dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam berbagai sektor. 5. Perlu kehati-hatian dalam menetapkan kewenangan berdasarkan hak asalusul dan kewenangan lokal berskala desa melalui Peraturan Bupati. Halhal yang perlu diperhatikan: kewenangan yang secara kenyataan selama ini diatur dan diurus oleh desa, kewenangan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kewenangan yang sesuai dengan karakteristik desa, dan kewenangan yang sesuai dengan kemampuan desa. 6. Perlu kehati-hatian dalam menetapkan alokasi dana desa melalui Peraturan Bupati. Pengelolaan alokasi dana desa harus disesuaikan dengan kewenangan berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten, sehingga pengelolaan keuangan desa sesuai dengan prinsip uang mengikuti fungsi (money follow function).
159