BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Pra-Interpretasi
Pada BAB ini akan dijelaskan tahapan dan hasil interpretasi data seismik 3D land dan off-shore yang telah dilakukan pada data lapangan “SOE”. Adapun tahapan yang dilakukan sesuai dengan diagram alir pada BAB sebelumnya yang dimulai dari pengumpulan data utama awal yaitu Data Seismik 3D dan Data Log Sumur, seismogram sintetik, well-seismic tie, picking horizon, interpretasi peta struktur waktu, analisis peta isochrones, interpretasi stratigrafi seismik hingga diperoleh system tract atau sejarah pengendapannya. Melalui Gambar 4.2 dapat terlihat peta Survey Area yang meliputi lokasi sumur yang digunakan (EM-1, EM-2, EM-3, EM-4, EM-5, EM-6, EM-7, EM-8, dan EM-9) serta Seismic Area dimana di bagian Selatan merupakan Data Seismik off-shore dan di bagian Utara merupakan Data Seismik land. Dari Data Log Sumur tersebut dibuat seismogram sintetik yang kemudian dilanjutkan dengan well-seismic tie secara langsung menggunakan perangkat lunak Syntool. Proses pengikatan data sumur terhadap data seismik dilakukan agar horison seismik dapat diletakkan pada posisi kedalaman yang sebenarnya. Proses
36
ini dilakukan dengan membuat suatu seismogram sintetik yang dihasilkan dari konvolusi wavelet dengan deret koefisien refleksi. Proses pengikatan data sumur merupakan tahap awal dari interpretasi seismik, yang meliputi ekstraksi dan pemilihan wavelet yang tepat untuk digunakan dalam pembuatan seismogram sintetik serta mengikatkannya dengan data seismik. Pada Sumur EM-1 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 950 ms dan panjang window data 600 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut dapat dilihat hasilnya pada Gambar 5.1 dimana panjang gelombang 130 ms, lag time 00, dan phase -1800.
Gambar 5.1 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-1
37
Gambar 5.2 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-1 terhadap Seismic Volume B land
38
Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-1 dengan Seismic Volume B land dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.2. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-1 memang terlihat kurang baik sehingga hasil well seismic tie sedikit kurang baik. Pada Sumur EM-2 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1150 ms dan panjang window data 600 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut dapat dilihat hasilnya pada Gambar 5.3 dimana panjang gelombang 260 ms, lag time 560, dan phase -300.
Gambar 5.3 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-2
Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-2 dengan Seismic Volume A off-shore dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.4. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-2 terlihat cukup baik sehingga hasil well seismic tie sudah baik.
39
Gambar 5.4 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-2 terhadap Seismic Volume A off-shore
40
Pada Sumur EM-3 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1320 ms dan panjang window data 400 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut dapat dilihat hasilnya pada Gambar 5.5 dimana panjang gelombang 250 ms, lag time 240, dan phase -1500.
Gambar 5.5 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-3
Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-3 dengan Seismic Volume A off-shore dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.6. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-3 terlihat sangat baik sehingga hasil well seismic tie sangat baik pula.
41
Gambar 5.6 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-3 terhadap Seismic Volume A off-shore
42
Pada Sumur EM-4 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1480 ms dan panjang window data 400 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.7 dimana panjang gelombang 260 ms, lag time 680, dan phase 00.
Gambar 5.7 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-4
Dari sintetik seismogram tersebut kemudian diakukan well-seismic tie Sumur EM-4 dengan Seismic Volume A off-shore dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.8. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-4 terlihat cukup baik sehingga hasil well seismic tie sudah baik.
43
Gambar 5.8 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-4 terhadap Seismic Volume A off-shore
44
Pada Sumur EM-5 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1460 ms dan panjang window data 400 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.9 dimana panjang gelombang 260 ms, lag time 1200, dan phase -1600.
Gambar 5.9 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-5
Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-5 dengan Seismic Volume A off-shore dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.10. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-5 terlihat cukup baik sehingga hasil well seismic tie sudah baik.
45
Gambar 5.10 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-5 terhadap Seismic Volume A off-shore
46
Pada Sumur EM-6 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1300 ms dan panjang window data 500 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.11 dimana panjang gelombang 250 ms, lag time 00, dan phase -600.
Gambar 5.11 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-6
Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-6 dengan Seismic Volume B land dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.12. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-6 terlihat cukup baik sehingga hasil well seismic tie sudah baik.
47
Gambar 5.12 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-6 terhadap Seismic Volume B land
48
Pada Sumur EM-7 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1300 ms dan panjang window data 450 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.13 dimana panjang gelombang 250 ms, lag time 00, dan phase -1800.
Gambar 5.13 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-7
Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-7 dengan Seismic Volume B land dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.14. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-7 terlihat kurang baik sehingga hasil well seismic tie sedikit kurang baik.
49
Gambar 5.14 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-7 terhadap Seismic Volume B land
50
Pada Sumur EM-8 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1240 ms dan panjang window data 450 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.15 dimana panjang gelombang 260 ms, lag time 600, dan phase -900.
Gambar 5.15 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-8
Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-8 dengan Seismic Volume B land dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.16. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-8 terlihat kurang baik sehingga hasil well seismic tie sedikit kurang baik.
51
Gambar 5.16 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-8 terhadap Seismic Volume B land
52
Pada Sumur EM-9 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1720 ms dan panjang window data 500 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.17 dimana panjang gelombang 250 ms, lag time 960, dan phase 00.
Gambar 5.17 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-9
Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-9 dengan Seismic Volume A off-shore dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.18. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-9 terlihat cukup baik sehingga hasil well seismic tie sudah baik.
53
Gambar 5.18 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-9 terhadap Seismic Volume A off-shore
54
5.2 Interpretasi Horison
Dari data ekstraksi wavelet kita dapat melihat bahwa pada area off-shore memiliki hasil well-seismic tie yang lebih baik daripada di area land. Hal ini dikarenakan data seismik di off-shore lebih baik dibandingkan data seismik di land sehingga mempengaruhi hasil well-seismic tie. Setelah seismogram sintetik dan data sumur diikat dengan data seismik, langkah selanjutnya adalah melakukan picking horizon yang dipandu oleh data sumur well marker pada perangkat lunak Seiswork. Zona interest berada pada umur batuan Paleosen hingga Eosen Tengah, sehingga untuk batas bawah dilakukan picking pada batas Paleosen Awal (BASEZ) dan sebagai guide dilakukan picking pada batas Paleosen Akhir (TOP-Z). Picking dilakukan dengan interval 32 bin inline dan xline pada area off-shore, sementara pada area land menggunakan data yang sudah ada dikarenakan data seismik yang kurang baik dan cukup sulit diinterpretasi untuk area land. Setelah melakukan picking pada masing-masing BASE-Z dan TOP-Z kemudian dilakukan interpolasi pada hasil picking tersebut.
55
Gambar 5.19 Picking horizon BASE-Z pada Seismic Volume A off-shore
56
56
Gambar 5.20 Hasil interpolasi horison BASE-Z pada area off-shore
57
57
Gambar 5.21 Hasil gabungan interpolasi horison BASE-Z area off-shore dan land
58
58
Gambar 5.22 Picking horizon TOP-Z pada Seismic Volume A off-shore
59
59
Gambar 5.23 Hasil interpolasi horison TOP-Z pada area off-shore
60
60
Gambar 5.24 Hasil gabungan interpolasi horison TOP-Z area off-shore dan land
61
Setelah memiliki horison BASE-Z sebagai batas bawah zona interest dan TOP-Z sebagai guide, kemudian dilakukan picking horizon pada clinoform di zona Paleosen Tengah (MID-Z) sebagai salah satu zona interest. Picking awal horison MID-Z dilakukan pada area off-shore di bagian Barat dengan interval 32 bin inline dan xline (Gambar 5.25) kemudian dilakukan interpolasi dari hasil picking tersebut (Gambar 5.26). Dengan melihat horison awal MID-Z yang telah diinterpolasi maka diperlukan perluasan horison karena dari hasil picking horizon awal MID-Z masih belum menggambarkan zona interest yang diperlukan. Sehingga picking pada area off-shore dilanjutkan ke bagian Timur dengan interval 64 bin searah hipotesa orientasi pengendapan serta dilanjutkan ke area land dengan interval 32 bin searah hipotesa orientasi pengendapan (Gambar 5.27). Dalam melakukan perluasan picking horizon ini digunakan Atribut Seismik Instantaneous Phase untuk dapat meningkatkan event refleksi lemah dan meningkatkan kontinuitas event, terutama pada area land dengan volum seismik yang cukup rumit. Setelah horison MID-Z diperluas kemudian dilakukan beberapa revisi pada beberapa daerah yang diperlukan dan dilakukan interpolasi dari hasil keseluruhan picking tersebut (Gambar 5.28).
62
Gambar 5.25 Picking horizon awal MID-Z pada Seismic Volume A off-shore
63
63
Gambar 5.26 Hasil interpolasi awal MID-Z pada area off-shore
64
64
Gambar 5.27 Perluasan picking horizon MID-Z pada area off-shore bagian Timur dan pada area land
65
Gambar 5.28 Hasil revisi perluasan horison dengan bantuan atribut seismik instantaneous phase dan interpolasi horison MID-Z area off65
shore dan land
66
Setelah melakukan piking horizon pada zona interest umur batuan Paleosen kemudian dilanjutkan hingga ke umur batuan Eosen Tengah. Picking horizon dilakukan pada clinoform yang berada pada umur batuan Eosen Tengah. Pada umur batuan Paleosen Akhir hingga Eosen Tengah terlihat 3 (tiga) buah clinoform pada volume seismik di area off-shore. Sehingga picking horizon dilakukan pada clinoform horison BER-A, BER-B, dan BER-C. Picking horizon dilakukan pada masing-masing clinoform dengan interval 16 bin searah hipotesa orientasi pengendapan. Dari hasil picking horizon tersebut kemudian dilakukan interpolasi dan dilakukan revisi pada beberapa daerah yang perlu dikoreksi. Untuk ketiga clinoform ini hanya terdapat pada area off-shore daerah pengamatan saja dan tidak ditemukan kontinuitasnya di area land. Dalam melakukan picking horizon pada clinoform BER-A, BER-B, dan BER-C terdapat suatu horison yang memotong ketiga clinoform tersebut hingga tidak ditemukan kontinuitasnya di area land. Diperkirakan bahwa telah terjadi erosi pada umur batuan Eosen Tengah yang telah memotong ketiga clinoform pada umur batuan dari Paleosen Akhir hingga Eosen Tengah tersebut. Kemudian untuk menandai batas erosi tersebut dilakukan picking horizon pada TOP-ABC. Picking horizon dilakukan dengan interval 64 bin serarah hipotesa orientasi pengendapan (Gambar 5.35). Dari hasil picking horizon tersebut kemudian dilakukan interpolasi dan direvisi pada beberapa daerah yang perlu dikoreksi (Gambar 5.36) sehingga diperoleh horison TOP-ABC (Gambar 5.37) yang memotong clinoform BER-A, BER-B, dan BER-C.
67
Gambar 5.29 Picking horizon pada clinoform BER-A pada Seismic Volume A off-shore
68
68
Gambar 5.30 Picking horizon pada clinoform BER-B pada Seismic Volume A off-shore
69
69
Gambar 5.31 Picking horizon pada clinoform BER-C pada Seismic Volume A off-shore
70
Gambar 5.32 Hasil interpolasi dan revisi horison dengan menggunakan atribut seismik instantaneous phase pada clinoform BER-A area 70
off-shore
71
Gambar 5.33 Hasil interpolasi dan revisi horison dengan menggunakan atribut seismik instantaneous phase pada clinoform BER-B area 71
off-shore
72
Gambar 5.34 Hasil interpolasi dan revisi horison dengan menggunakan atribut seismik instantaneous phase pada clinoform BER-C area 72
off-shore
73
Gambar 5.35 Picking horizon pada erosi horison TOP-ABC pada Seismic Volume A off-shore dan Seismic Volume B land
74
Gambar 5.36 Hasil interpolasi dan revisi horison dengan menggunakan atribut seismik instantaneous phase pada erosi horison TOP-ABC 74
area off-shore dan land
75
75
Gambar 5.37 Horison TOP-ABC yang telah direvisi
76
Setelah memiliki 7 (tujuh) horison tersebut (BASE-Z, MID-Z, TOP-Z, BER-A, BER-B, BER-C, dan TOP-ABC) kemudian dimbuat visualisasinya secara 3D untuk membantu dalam melakukan interpretasi selanjutnya. Dari hasil visualisasi secara 3D dapat terlihat dengan jelas bentuk dari ketujuh horison tersebut dan memperkirakan orientasi pengendapan yang sebenarnya.
Gambar 5.38 Horison BASE-Z secara 3D
77
Gambar 5.39 Horison MID-Z secara 3D
Gambar 5.40 Horison TOP-Z secara 3D
78
Gambar 5.41 Horison BER-A secara 3D
Gambar 5.42 Horison BER-B secara 3D
79
Gambar 5.43 Horison BER-C secara 3D
Gambar 5.44 Horison TOP-ABC secara 3D
80
Gambar 5.45 Seluruh horison secara 3D dengan volum seismik
5.3 Peta Isochrones
Dari ketujuh horison tersebut kemudian dibuat peta isochrones untuk dapat melihat orientasi pengendapan dari masing-masing perlapisan horison. Peta isochrones yang dibuat sebanyak 6 (enam) buah, yaitu; MID-Z terhadap BASE-Z, TOP-Z terhadap BASE-Z, BER-A terhadap TOP-Z, BER-B terhadap TOP-Z, BER-C terhadap TOP-Z, dan TOP-ABC terhadap TOP-Z. Pada peta isochrones MID-Z terhadap BASE-Z (Gambar 5.46) terlihat ketebalan lapisan isochrones semakin menipis dari arah Barat-Laut (NW) menuju arah Tenggara (SE). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi pengendapan MID-Z terhadap BASE-Z berasal dari arah NW ke arah SE.
81
Untuk peta isochrones TOP-Z terhadap BASE-Z (Gambar 5.47) terlihat ketebalan lapisan isochrones semakin menipis dari arah Barat-Laut (NW) menuju arah Tenggara (SE). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi pengendapan TOP-Z terhadap BASE-Z berasal dari arah NW ke arah SE. Begitu pula pada peta isochrones BER-A terhadap TOP-Z (Gambar 5.48), BER-B terhadap TOP-Z (Gambar 5.49), dan BER-C terhadap TOP-Z (Gambar 5.50) terlihat ketebalan lapisan isochrones semakin menipis dari arah Barat-Laut (NW) menuju arah Tenggara (SE). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi pengendapan BER-A, BER-B, dan BER-C terhadap TOP-Z, berasal dari arah NW ke arah SE. Sementara pada peta isochrones TOP-ABC, yang merupakan batas erosi, terhadap TOP-Z (Gambar 5.51) terlihat ketebalan lapisan isochrones semakin menebal dari arah Barat-Laut (NW) menuju arah Tenggara (SE) namun kemudian kembali menipis dengan arah yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa TOP-ABC telah memotong clinoform BER-A, BER-B, dan BER-C yang awalnya seperti mengikuti arah clinoform namun akhirnya memotong clinoform tersebut hingga kurang lebih sejajar dengan TOP-Z.
82
Gambar 5.46 Peta isochrones MID-Z terhadap BASE-Z
83
83
Gambar 5.47 Peta isochrones TOP-Z terhadap BASE-Z
84
84
Gambar 5.48 Peta isochrones BER-A terhadap TOP-Z
85
85
Gambar 5.49 Peta isochrones BER-B terhadap TOP-Z
86
86
Gambar 5.50 Peta isochrones BER-C terhadap TOP-Z
87
87
Gambar 5.51 Peta isochrones TOP-ABC terhadap TOP-Z
88
Dari keenam peta isochrones tersebut dapat terlihat bahwa ketebalan lapisan terus menipis dari arah NW ke arah SE (kecuali TOP-ABC yang merupakan batas erosi) yang juga membuktikan bahwa orientasi pengendapan secara keseluruhan berasal dari arah NW ke arah SE.
5.4 Interpretasi Stratigrafi Seismik
5.4.1 Schematic Section Dengan mengetahui arah orientasi pengendapan maka akan memudahkan dalam menentukan shelf-edge dan slope-break dari slope masing-masing waktu pengendapan dari horison-horison yang ada. Sebelumnya untuk
dapat
memudahkan dalam menentukan shelf-edge dan slope-break tersebut perlu ditentukannya cross-section terlebih dahulu (Gambar 5.52). Untuk cross-section diambil 4 (empat) arbitrary seismic line sebagai acuannya. Pada arbitrary seismic line yang pertama dilakukan slicing dengan garis lurus sesuai dengan orientasi pengendapan (NW-SE) melalui sumur EM-8, EM-6, dan EM-5. Sedangkan pada arbitrary line seimic yang kedua dilakukan slicing melewati beberapa sumur yang masih dapat ditarik suatu garis sesuai dengan orientasi pengendapannya (NW-SE), sumur tersebut antara lain; EM-1, EM-8, EM-7, EM-6, EM-5, dan EM-9. Kemudian pada arbitrary seismic line yang ketiga dilakukan slicing searah dengan strike orientasi pengendapan (SW-NE) melewati sumur EM-8 sebagai pembanding untuk area land dimana diketahui bahwa pada area ini memiliki volum seismik yang cukup rumit. Lalu yang terakhir pada arbitrary line seimic yang keempat dilakukan slicing searah strike
89
orientasi pengendapan (SW-NE) sebagai pembanding untuk area transisi off-shore dan land dengan melewati sumur EM-2.
Gambar 5.52 Peta cross-section dari keempat arbitrary seismic line
Pada arbitrary seismic line yang pertama dapat terlihat orientasi pengendapan bergerak menurun dari arah NW-SE (Gambar 5.53). Setelah tampilannya di-flattening pada horison BASE-Z semakin terlihat pola pengendapannya (Gambar 5.57) dimana MID-Z dan TOP-Z mengacu pada BASE-Z sedangkan BER-A, BER-B, dan BER-C pola pengendapannya mengacu pada TOP-Z.
Gambar 5.53 Arbitrary seismic line 1
90
91
Gambar 5.54 Arbitrary seismic line 1 dengan atribut seismik Ins. Phase
91
92
Gambar 5.55 Arbitrary seismic line 1 dengan flatten pada BASE-Z
92
93
Untuk arbitrary seismic line yang kedua tidak terlalu terlihat orientasi pengendapannya karena line ini tidak mengambil garis lurus tetapi melewati beberapa sumur yang saling berdekatan dengan arah utama tetap mengikuti orientasi pengendapan NW-SE (Gambar 5.56). Setelah line tersebut di-flattening pada BASE-Z terlihat bahwa BER-A, BER-B, dan BER-C masih dapat memanjang ke arah NW namun terpotong oleh TOP-ABC yang diidentifikasi sebagai erosi (Gambar 5.58). Pada arbitrary seismic line yang ketiga (Gambar 5.59) dan keempat (Gambar 5.64) terlihat strike orientasi pengendapan relatif berbentuk seolah-olah seperti anticline dari arah SW-NE. Setelah kedua line tersebut di-flattening pada horison BASE-Z terlihat bahwa pola pengendapan dari masing-masing horison relatif sama ketebalannya secara strike, baik itu di area off-shore (Gambar 5.61) maupun di area land (Gambar 5.64).
Gambar 5.56 Arbitrary seismic line 2
94
95
Gambar 5.57 Arbitrary seismic line 2 dengan atribut seismik Ins. Phase
95
96
Gambar 5.58 Arbitrary seismic line 2 dengan flatten pada BASE-Z
96
97
Gambar 5.59 Arbitrary seismic line 3
Gambar 5.60 Arbitrary seismic line 3 dengan atribut seismik Ins. Phase
98
Gambar 5.61 Arbitrary seismic line 3 dengan flatten pada BASE-Z
Gambar 5.62 Arbitrary seismic line 4
99
Gambar 5.63 Arbitrary seismic line 4 dengan atribut seismik Ins. Phase
Gambar 5.64 Arbitrary seismic line 4 dengan flatten pada BASE-Z
100
5.4.2 Identifikasi Slope Dengan memanfaatkan arbitrary seismic line dan peta isochrones yang ada dapat diinterpretasikan slope beserta lokasi shelf-edge dan slope-break dari masing-masing horison. Yang pertama adalah pada horison MID-Z. Dari arbitrary seismic line dapat terlihat bahwa MID-Z memiliki slope yang relatif landai. Untuk horison MID-Z, lokasi shelf-edge diidentifikasikan berada di sebelah Utara sumur EM-8 namun untuk slope-break MID-Z ini tidak dapat diidentifikasikan pada survey area ini (Gambar 5.65). Diperkirakan untuk lokasi slope-break dari MID-Z berada di luar survey area karena untuk horison MID-Z sendiri tidak terlihat adanya downlap terhadap BASE-Z di survey area ini. Untuk horison TOP-Z kurang lebih serupa dengan MID-Z dimana slope pada horison ini relatif landai namun sedikit lebih curam dibandingkan dengan MID-Z. Lokasi slope-break dari horison ini pun diidentifikasikan berada di luar survey area karena tidak terlihatnya downlap TOP-Z terhadap BASE-Z di survey area ini. Sedangkan untuk lokasi shelf-edge TOP-Z diidentifikasikan lokasinya berada di sebelah Utara sumur EM-5 (Gambar 5.66).
101
Gambar 5.65 Interpretasi slope dan lokasi shelf-edge dari MID-Z
102
102
Gambar 5.66 Interpretasi slope dan lokasi shelf-edge dari TOP-Z
103
Ketiga horison BER-A, BER-B, dan BER-C berbeda dengan MID-Z dan TOP-Z. Hal ini dikarenakan MID-Z dan TOP-Z berada pada umur batuan Paleosen yang pengendapannya terhadap umur batuan Krestaseus. Sedangkan BER-A, BER-B, dan BER-C berada pada umur batuan Eosen (Tengah) yang pengendapannya terhadap umur batuan Paleosen. Sehingga untuk BER-A, BERB, dan BER-C akan downlap terhadap TOP-Z yang juga merupakan batas umur batuan Paleosen (Akhir). Pada horison BER-A terlihat slope yang cukup curam dengan slope-break berupa downlap terhadap TOP-Z. Sementara untuk shelf-edge dari BER-A berada di sebelah Utara sumur EM-2 (Gambar 5.67). Untuk horison BER-B dan BER-C memiliki slope yang lebih curam dibandingkan dengan BER-A. Slope dari BER-B sendiri berada di antara sumur EM-5 dan EM-9 dengan shelf-break yang berbatasan dengan TOP-ABC dan slope-break berupa downlap terhadap TOP-Z (Gambar 5.68). Sementara untuk horison BER-C lokasi dari slope-break yang berupa downlap terhadap TOP-Z ini berada di sebelah Selatan sumur EM-9 dan shelfbreak horison ini sendiri berbatasan dengan TOP-ABC (Gambar 5.69) seperti BER-A dan BER-B. Dari ketiga clinoform umur batuan Eosen Tengah tersebut ada kemungkinan bahwa shelf-edge masing-masing horison berada lebih jauh lagi ke arah NW, tetapi dengan adanya erosi atau TOP-ABC membuat asumsi bahwa shelf-edge masing-masing horison berada di lokasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
104
Gambar 5.67 Interpretasi slope serta lokasi shelf-edge dan slope-break dari horison BER-A
105
105
Gambar 5.68 Interpretasi slope serta lokasi shelf-edge dan slope-break dari horison BER- B
106
Gambar 5.69 Interpretasi slope serta lokasi shelf-edge dan slope-break dari horison BER- C
107
Setelah mengidentifikasi slope, shelf-edge, dan slope-break dari masingmasing horison kemudian dapat diketahui panjang dan sudut dari masing-masing slope. Dengan melakukan beberapa perhitungan maka diperoleh nilai panjang dan sudut dari masing-masing slope tersebut. Untuk slope dari MID-Z dan TOP-Z tidak dapat diidentifikasi secara pasti karena slope-break dari kedua horison tersebut tidak berada pada survey area. Namun, dalam menentukan sudut slope dari kedua horison ini dibuat “horison bayangan” untuk dapat menghitungnya. Sehingga diketahui sudut slope dari MID-Z berkisar kurang lebih 1.60 dan TOP-Z berkisar kurang lebih 2.50. Sedangkan untuk clinoform pada umur batuan Eosen Tengah dapat dihitung lebih mudah dibandingkan pada umur batuan Paleosen karena shelf-edge dan slope-break dari clinoform tersebut berada di survey area. Untuk slope dari BER-A memiliki panjang sekitar 10 km dan sudut kurang lebih 1.30, pada BER-B panjang slope sekitar 6 km dengan sudut kurang lebih 5.50, dan untuk BER-C memiliki slope dengan panjang sekitar 7 km dan sudut kurang lebih 4.70.
Gambar 5.70 Lokasi shelf-edge dan slope-break serta sudut slope dari masing-masing horison pada arbitrary seismic line 1
108
109
5.4.3 System Tract Dengan mengetahui sudut dari masing-masing slope tersebut maka dapat diidentifikasikan bentuk system tract dari lingkungan pengendapan tersebut dengan bantuan Log Gamma Ray (GR). Untuk mengidentifikasikan system tract ini digunakan arbitrary seismic line 1 karena line ini berupa garis lurus yang searah dengan orientasi pengendapan sehingga akan memudahkan dalam meninterpretasikannya. Diasumsikan bahwa telah terjadi downlap pada MID-Z terhadap BASE-Z di luar survey area ini. Maka dengan melihat pola pengendapan yang ada dan asumsi telah terjadi downlap pada MID-Z terhadap BASE-Z diidentifikasikan bahwa pada interval waktu tersebut merupakan Lowstand System Tract (LST). Hal ini diperkuat dengan nilai Log GR yang relatif sama pada interval waktu BASE-Z – MID-Z yang merupakan salah satu ciri dari LST. Sedangkan pada interval waktu MID-Z – TOP-Z diidentifikasikan bahwa interval waktu tersebut merupakan Highstand System Tract (HST). Hal ini didasari dengan melihat pola pengendapan yang ada dan asumsi bahwa telah terjadi onlap pada TOP-Z terhadap BASE-Z di luar survey area ini. Berdasarkan Log GR juga semakin menguatkan bahwa interval waktu tersebut merupakan HST dengan nilai yang semakin menurun (ke arah TOP-Z) yang merupakan salah satu ciri dari HST. Diantara MID-Z dan TOP-Z ini sendiri sebenarnya terlihat kemungkinan adanya Transgressive System Tract (TST) berdasarkan data Log GR. Hal ini dapat dicirikan dengan sedikit meningkatnya nilai GR dari MID-Z ke arah TOP-Z
110
walaupun dengan interval yang cukup tipis. Namun, TST tersebut tidak dapat diidentifikasikan karena event tersebut tidak terlihat pada volum seismik yang ada. Untuk BER-A, BER-B, dan BER-C diidentifikasikan berada dalam satu interval waktu pengendapan yang sama dimana ketiga horison tersebut menunjukkan progradasi pengendapannya. Dengan melihat sudut slope yang cukup besar, diasumsikan interval waktu tersebut merupakan Shelf-Margin System Tract (SMST) dimana salah satu ciri SMST yang tebal adalah dapat mengalami longsoran dan bergerak ke arah cekungan oleh pensesaran tumbuh atau rayapan gravitasi. Sayang sekali nilai Log GR di sumur-sumur yang ada tidak dapat membantu untuk mengidentifikasi SMST ini karena clinoform ini sendiri telah terpotong oleh erosi TOP-ABC. Perlu ada sumur baru yang berlokasi di clinoform Eosen Tengah ini untuk dapat mengetahui struktur zona ini serta memvalidasi interval waktu dari TOP-Z – TOP-ABC.
Gambar 5.71 Bentuk system tract lingkungan pengendapan pada arbitrary seismic line 1 dengan flattening pada BASE-Z
111
112
Gambar 5.72 Bentuk system tract lingkungan pengendapan pada arbitrary seismic line 1 normal
112