BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden. Karakteristik atau ciri-ciri yang dimaksudkan adalah mengenai jenis kelamin, umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Dari karakteristik petani hutan rakyat ini dapat diketahui tentang kehidupannya beserta tingkat pendapatan setiap responden. Berdasarkan data hasil wawancara dan kuisioner telah diperoleh identitas masyarakat yang bertempat tinggal di Kabupaten Kulonprogo adalah sebagai berikut : Tabel 5.1. Identitas Petani Hutan Rakyat
Kategori No
Identitas Responden
Sertifikasi Jumlah
1
Jumlah
%
25
83,3
14
93,3
5
16,7
1
6,7
30
100
15
100
a. 25-40
5
16,7
1
6,7
b. 41-65
23
76,7
11
73,3
c. >65
2
6,6
3
20,0
Jumlah
30
100
15
100
a. 1 sd 4
26
86,7
7
46,7
b. 5 sd 6
3
10,0
6
40,0
c. >6
1
3,3
2
13,3
30
100
15
100
b. Perempuan Jumlah
3
%
Jenis Kelamin: a. Laki-laki
2
Non Sertifikasi
Umur Responden:
Jumlah Anggota Keluarga:
Jumlah
19
Kategori No
Identitas Responden
Sertifikasi Jumlah
4
Jumlah
%
1
3,3
0
0
15
50,0
5
33,3
c. SMP
3
10,0
3
20,0
d. SMA
7
23,3
4
26,7
e. Perguruan Tinggi
4
13,3
3
20,0
30
100
15
100
a. Buruh
0
0
3
20,0
b. Petani
28
93,3
8
53,3
c. Swasta
0
0
0
0
d. PNS
2
6,7
4
26,7
e. Pamong Desa
0
0
0
0
30
100
15
100
a. Buruh
1
3,3
1
6,7
b. Petani
2
6,7
4
26,7
c. Wiraswasta
3
10,0
2
13,3
d. Ojek
1
3,3
0
0
b. SD
Jumlah Pekerjaan Utama:
Jumlah 6
%
Tingkat Pendidikan: a. Tidak Sekolah
5
Non Sertifikasi
Pekerjaan Sampingan:
Jumlah Sumber : Analisis data primer, 2014
Dari tabel 5.1 menunjukkan bahwa identitas dari petani hutan rakyat di Kabupaten Kulonprogo beragam. Identitas petani hutan rakyat yang dimaksud adalah umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. a. Umur Pada pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Kulonprogo ini, petani hutan rakyat tidak ada yang berumur 25 tahun kebawah. Kebanyakan pengelola Hutan Rakyat berumur 41-65 tahun dengan presentase 76,7% untuk petani hutan rakyat sertifikasi dan 73,3% untuk petani hutan rakyat sertifikasi. Antara umur 25-40
20
tahun sebesar 16,7% untuk petani hutan rakyat bersertifikasi dan 6,7% untuk petani hutan rakyat non sertifikasi. Bahkan ada yang berumur >65 tahun yang berjumlah 6,6% untuk petani hutan rakyat sertifikasi serta 20,0% untuk petani hutan rakyat non sertifikasi yang masih aktif dalam mengelola Hutan Rakyat mereka. Dari hasil yang didapat umur petani hutan rakyat yang mengelola hutan baik petani hutan rakyat sertifikasi maupun non sertifikasi paling banyak berumur 41-65 tahun. Untuk para pemudanya kebanyakan lebih memilih pergi keluar kota untuk mencari pekerjaan atau untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi atau kuliah.
b. Jumlah Anggota Keluarga Pada tabel diatas tentang jumlah anggota keluarga, petani hutan rakyat memiliki jumlah anggota keluarga yang beragam. Jumlah anggota keluarga yang dimiliki paling banyak terdiri dari 6 orang sedangkan untuk paling sedikit dalam keluarga adalah 1 orang karena hanya tinggal sendiri. Jumlah anggota keluarga yang mendominasi dari penduduk di Kabupaten Kulonprogo ini dalam satu keluarganya terdiri dari 1-4 orang dengan presentase 86,7% untuk petani hutan rakyat bersertifikasi dan 46,7% untuk petani hutan rakyat non sertifikasi. Di sini jumlah anggota keluarga juga sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari, karena tanggungan yang semakin banyak. Semakin banyak tanggungan maka semakin banyak pula pengeluaran yang nantinya akan dikeluarkan. Dengan adanya pengelolaan Hutan Rakyat ini, masyarakat merasa lebih terbantu untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
21
c. Tingkat Pendidikan Dari tabel tersebut menunjukkan pendidikan tertinggi untuk petani hutan rakyat di Kabupaten Kulonprogo adalah Perguruan Tinggi baik DIII maupun S1, tetapi lulusan SD berjumlah 50,0% untuk sebagian besar petani hutan rakyat sertifikasi dan 33,3% untuk petani hutan rakyat non sertifikasi. Lulusan SMP terdapat 10,0% untuk petani hutan rakyat sertifikasi dan 20,0% untuk petani hutan rakyat non sertifikasi. Lulusan SMA untuk petani hutan rakyat sertifikasi berjumlah 23,3 % sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi terdapat 26,7%. Sementara itu untuk lulusan perguruan tinggi dengan prosentase 13,3% dalam petani hutan rakyat sertifikasi dan 20,0% dalam petani hutan rakyat non sertifikasi. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam proses pengelolaan Hutan Rakyat. Biasanya untuk yang berpendidikan tinggi, ilmu yang didapat akan semakin banyak dibandingkan yang hanya lulusan SD. Sehingga pola pikir untuk memecahkan suatu masalah akan berbeda.
d. Pekerjaan Pekerjaan utama para petani hutan rakyat di Kabupaten Kulonprogo hampir semua adalah sebagai petani, namun ada juga beberapa yang pekerjaan utamanya sebagai seorang PNS. Dari data yang diperoleh untuk petani hutan rakyat sertifikasi yang bekerja sebagai petani sebesar 93,3% dan yang bekerja sebagai PNS sebesar 6,7%. Sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi 20,0% bekerja sebagai buruh, 53,3% sebagai petani, dan 26,7% sebagai PNS. Selain itu ada beberapa masyarakat
22
baik dari petani hutan rakyat sertifikasi maupun non sertifikasi yang memiliki pekerjaan sampingan seperti wiraswasta, buruh tani, ojek, dan petani. 5.1.2. Kepemilikan Lahan Tabel 5.2 dan 5.3 memberikan gambaran tentang kepemilikan lahan dari 45 responden, yang terdiri dari 30 responden petani hutan rakyat sertifikasi dan 15 responden petani hutan rakyat non sertifikasi. Di lokasi penelitian terdapat dua jenis lahan yang dimiliki oleh masyarakat sekitar. Jenis lahan tersebut adalah lahan hutan rakyat dan lahan non hutan rakyat. Lahan hutan rakyat sendiri terdiri dari pekarangan, tegal, dan wono/alas. Sedangkan lahan non hutan rakyat terdiri dari sawah. Pengelolaan yang dilakukan pada hutan rakyat adalah pola pengelolaan pertanaman ganda, sedangkan pada lahan sawah hanya ditanami tanaman pertanian. Dari 45 orang yang memiliki lahan Hutan Rakyat memiliki luasan yang berbeda-beda dan hasil dari pengelolaan Hutan Rakyat tersebut merupakan mata pencaharian bagi masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tabel 5.2. Kepemilikan Lahan Petani Bersertifikasi No 1
Jenis Lahan
Luas (ha)
Luas rata-rata (ha)
%
Hutan Rakyat: a. Pekarangan
4,819
0,20
26,7
b. Tegal
8,165
0,30
45,2
c. Wono
2,85
0,10
15,8
15,834
0, 60
87,8
Sawah
2,2
0,07
12,2
Jumlah sawah
2,2
0,07
12,2
Jumlah Total 18,034 Sumber : Analisis data primer, 2014
0,67
100
Jumlah HR 2
23
Tabel 5.3. Kepemilikan Lahan Petani Non Sertifikasi No 1
Jenis Lahan
Luas (ha)
Luas rata-rata (ha)
%
Hutan Rakyat : a. Pekarangan
1,92
0,10
24,1
b. Tegal
0,8
0,05
10,0
c. Wono
4,45
0,30
55,8
Jumlah HR
7,17
0,45
89,9
Sawah
0,8
0,05
10,0
Jumlah sawah
0,8
0,05
10,0
Jumlah Total 7,97 Sumber : Analisis data primer, 2014
0,5
100
2
a. Hutan Rakyat Rata-rata kepemilikan lahan petani hutan rakyat bersertifikasi adalah 0,60 ha yang terdiri dari 0,20 ha pekarangan, 0,30 ha tegal, dan 0,10 ha wono. Sedangkan untuk kepemilikan lahanpetani hutan rakyat non sertifikasi adalah 0,45 ha yang terdiri dari 0,10 ha pekarangan, 0,05 ha tegal, dan 0,30 ha wono. Dari hasil tersebut luas kepemilikan lahan yang terbesar pada petani hutan rakyat sertifikasi adalah pekarangan sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi adalah wono. b. Non Hutan Rakyat Rata-rata kepemilikan lahan non hutan rakyat yang dimiliki oleh petani hutan rakyat bersertifikasi adalah 0,07 ha. Sedangkan untuk petani hutan rakyat non sertifikasi luas lahan non hutan rakyat yang dimiliki sebesar 0,05 ha. Lahan non hutan rakyat disini hanya terdiri dari sawah saja.
24
5.1.3. Sumber Pendapatan Mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Kulonprogo mayoritas adalah petani, dengan lahan berupa sawah, tegal, pekarangan maupun wono/alas. Jenis tanaman pertanian yang mereka tanam adalah jagung, kacang tanah, kedelai, ketela, dan padi. Tanaman pangan tersebut ditanam secara bergantian sesuai dengan musim tanam yang telah mereka lakukan selama ini. Hasil hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat saat ini adalah hasil dari tanaman kayu. Selain dari sektor kehutanan dan pertanian, penghasilan masyarakat juga sebagian berasal dari hewan ternak, kerja upah maupun dari pendapatan lain. Tabel 5.4 menjelaskan mengenai rata-rata pendapatan petani hutan rakyat sertifikasi dan petani hutan rakyat non sertifikasi dalam satu tahun. Pendapatan petani dari hasil lahan hutan rakyat dapat dibedakan dari pendapatan hasil tanaman kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Selain itu petani juga memperoleh pendapatan dari luar sektor kehutanan seperti hasil ternak, kerja upah, wiraswasta, bantuan, dan arisan. Tabel 5.4. Sumber Pendapatan Petani Hutan Rakyat Kategori No
1
Sumber Pendapatan
Sertifikasi Rerata pendapatan KK/th (Rp) %
Non Sertifikasi Rerata pendapatan KK/th (Rp) %
Hasil hutan rakyat: a. Hasil kayu hutan rakyat
5.164.725
37,9
3.800.000
39,9
b. Hasil perkebunan
2.274.700
16,7
101.333
1,0
Jumlah hasil hutan rakyat
7.439.425
54,9
3.901.333
41,0
33.733
0,2
228.666
2,4
742.000
5,4
1.348.000
14,1
2
Sawah
3
Hasil ternak
4
Kerja upah
2.181.666
16,0
1.501.333
15,7
5
Wiraswasta
2.040.000
15,0
2.260.000
23,7
25
Kategori No
Sumber Pendapatan
6
Bantuan
7
Arisan
Jumlah total Sumber : Analisis data primer, 2014
Sertifikasi Rerata pendapatan KK/th (Rp) %
Non Sertifikasi Rerata pendapatan KK/th (Rp) %
74.500
0,5
60.000
0,6
1.082.900
7,9
208.800
2,1
13.594.224
100
9.508.132
100
a. Hutan Rakyat Sumber pendapatan di lahan hutan rakyat dari hasil kayu yang diperoleh petani sertifikasi sebesar 37,9 %, hasil perkebunan sebesar 16,7 % dan hasil pertanian sebesar 0,24 %. Presentase sumber pendapatan petani hutan rakyat sertifikasi dari lahan hutan sangat tinggi jika dibandingkan dengan sumber pendapatan petani hutan rakyat non sertifikasi yaitu masing-masing 39,9 % untuk kasil kayu kehutanan, 1,0 % hasil perkebunan, dan 2,1 % hasil pertanian. Namun untuk hasil pertanian petani hutan rakyat non sertifikasi mempunyai penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan hasil petani hutan rakyat sertifikasi.
b. Non Hutan Rakyat Sedangkan sumber pendapatan dari luar sektor kehutanan atau non hutan rakyat seperti hasil ternak dan yang lainnya yang di peroleh petani sertifikasi yaitu sebesar 5,4 % hasil ternak, 16 % kerja upah, 15 % wiraswasta, 0,5% bantuan, dan 7,9 % dari hasil arisan. Untuk presentase sumber pendapatan petani non sertifikasi dari luar sektor kehutanan adalah 14,1 % hasil ternak, 15,7 % hasil kerja upah, 23,7 % wiraswasta, 0,6 % bantuan, dan 2,1% dari arisan. Adanya perbedaan sumber pendapatan dari kedua kelompok petani tersebut dikarenakan adanya perbedaan
26
pada jenis pekerjaan yang dilakukan, kemampuan mereka dalam pekerjaan, dan tingkat pendidikan petani hutan rakyat tersebut. Setelah mengetahui sumber pendapatan yang dihasilkan dan berapa besar jumlahnya, maka bisa diklasifikasikan nominal pendapatan untuk menentukan klasifikasi pendapatan berdasarkan UMR Kabupaten Kulonprogo tahun 2013. Besarnya UMR adalah Rp. 954.339,00/bulan. Sehingga pendapatan dalam satu tahunnya adalah Rp. 11.452.068,00. Klasifikasi tersebut disajikan dalam bentuk tabel berikut: Tabel 5.5. Klasifikasi Pendapatan Berdasarkan UMR Kategori No
Klasifikasi
Klasifikasi pendapatan (Rp)
Sertifikasi Jumlah
1 2 3
< UMR
<11.452.068,-
1 x UMR s/d 2 x UMR > 2xUMR
%
Non Sertifikasi Jumlah
%
15
50,0
8
53,4
11.452.068,- s/d 22.904.136.-
8
26,7
5
33,3
>22.904.136.-
7
23,3
2
13,3
30
100
15
100
Jumlah Responden Sumber : Analisis data primer, 2014
Klasifikasi pendapatan petani hutan rakyat berdasarkan UMR Kabupaten Kulonprogo dalam satu tahun yaitu : a. Penduduk miskin : Pendapatan <11.452.068/tahun, angka tersebut didapat dari UMR dalam satu tahun dikalikan satu kali. b. Penduduk menengah : Pendapatan 11.452.068-22.904.136/tahun, angka tersebut dari UMR dalam satu tahun dikalikan dua kali.
c. Penduduk kaya : Pendapatan 22.904.136 keatas. Dari tabel diatas pendapatan petani hutan rakyat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu miskin, menengah, dan kaya. 27
a. Miskin Dari
hasil
klasifikasi
pendapatan
berdasarkan
UMR
Kabupaten
Kulonprogo petani hutan rakyat sertifikasi yang masuk dalam kategori miskin sebesar 50,0% lebih kecil dibandingkan dengan petani hutan rakyat non sertifikasi yaitu 53,4%.
b. Menengah Petani hutan rakyat sertifikasi yang termasuk dalam kategori menengah terdapat 26,7%
dan petani hutan rakyat non sertifikasi yang masuk dalam
kategori menengah lebih besar dibandingkan dengan petani hutan rakyat sertifikasi dengan hasil 33,3%.
c. Kaya Untuk kategori ini petani hutan rakyat sertifikasi sebesar 23,3% sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi mempunyai hasil yang lebih kecil dibanding petani hutan rakyat sertifikasi yaitu sebesar 13,3%.
5.2. Pengelolaan Hutan Rakyat Pengelolaan hutan dapat diartikan sebagai teknik pengusahaan dan prinsip-prinsip teknik kehutanan untuk mengoperasikan sifat-sifat hutan, dengan tujuan memperoleh keuntungan dan nilai yang sebesar-besarnya dari hutan, atau dapat diartikan sebagai pemanfaatan fungsi hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara maksimal. Departemen Kehutanan merinci dalam skala luas
28
pengelolaan hutan meliputi kegiatan-kegiatan antara lain administrasi, teknik kehutanan (tanaman, pemeliharaan, penebangan), perlindungan hutan, teknik sipil, dan pemasaran kayu.
5.2.1. Komposisi Jenis Tanaman di Hutan Rakyat Adapun penyusun hutan rakyat berdasarkan sistem agroforestry terdiri dari jenis tanaman kehutanan, pertanian, dan perkebunan. Komposisi jenis tanaman tersebut disajikan dalam tabel sebagai berikut
Tabel 5.6. Kepemilikan Jenis Tanaman Penyusun Hutan Rakyat Kategori Sertifikasi No 1
Kepemilikan Hutan Rakyat
3
%
Jumlah
%
Jenis Tanaman Kehutanan: a. Jati
29
96,7
13
86,7
b. Mahoni
27
90
11
73,3
c. Jabon
2
6,7
1
6,7
d. Akasia
4
13,3
3
20,0
e. Sengon
18
60
5
33,3
f. Lainnya
0
0
0
0
Jumlah Responden 2
Jumlah
Non Sertifikasi
30
15
Jenis Tanaman Perkebunan: a. Mangga
4
13,3
1
6,7
b. Cokelat
6
20,0
0
0
c. Pisang
17
56,7
8
53,3
d. Cengkeh
14
46,7
0
0
e. Kelapa
23
76,7
5
33,3
f. Durian
4
13,3
0
0
g. Lainnya
17
56,7
4
26,7
Jumlah Responden
30
15
Jenis Tanaman Pertanian: a. Jagung
2
6,7
2
13,3
b. Singkong
4
13,3
1
6,7
c. Lainnya
0
0
0
0
Jumlah Responden Sumber : Analisis data primer, 2014
30
29
15
Sebagian masyarakat di Kabupaten Kulonprogo memanfaatkan lahan mereka untuk ditanami tanaman kehutanan, tanaman perkebunan, dan tanaman pertanian. Jenis tanaman kehutanan yang mereka tanam umumnya berupa jati, mahoni, jabon, akasia, trembesi, sengon, dll. Untuk tanaman perkebunan jenis tanaman yang ditanam diantaranya adalah mangga, cokelat, pisang, cengkeh, kelapa, durian. Sedangkan jenis tanaman pertanian yang umumnya ditanam masyarakat ialah jagung dan singkong. a. Tanaman Kehutanan Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa terdapat beragam jenis tanaman yang ditanam oleh petani hutan rakyat di Kabupaten Kulonprogo, baik dari tanaman berkayu, tanaman perkebunan, dan tanaman pertanian. Jenis tanaman kayu yang paling banyak ditanam adalah jati, mahoni, dan sengon dengan presentase jati 96,7 %, mahoni 90 %, dan sengon 60% untuk petani hutan rakyat sertifikasi, sedangkan hal serupa juga terjadi pada petani hutan rakyat non sertifikasi namun dengan presentase yang lebih kecil yaitu 86,7 % untuk jati, 73,3% untuk mahoni, dan 33,3 % untuk sengon. Sedangkan untuk jenis jabon dan akasia tidak banyak yang menanamnya. b. Tanaman Perkebunan Jenis tanaman perkebunan yang banyak ditanam dan mendominasi oleh petani hutan rakyat sertifikasi adalah kelapa sebesar 76,7 %, pisang 56,7 %, cengkeh 46,7 %. Untuk petani hutan rakyat non sertifikasi jenis tanaman perkebunan yang paling banyak ditanam adalah pisang dan kelapa dengan presentase 53,3 % untuk pisang dan 33,3 % untuk kelapa.
30
c. Tanaman Pertanian Sedangkan untuk tanaman pertanian petani hutan rakyat sertifikasi yang banyak ditanam adalah singkong dan jagung. Sedangkan tanaman pertanian yang banyak ditanam petani hutan rakyat non sertifikasi hanya jagung saja.
5.2.2. Kegiatan Pengelolaan Hutan Kegiatan pengelolaan hutan selalu untuk mendapatkan hasil hutan yang maksimal dan baik. Tahapan-tahapan pengelolaan hutan tersebut meliputi kegiatan sebelum pemanenan (pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan) dan kegiatan setelah pemanenan mulai dari pemanenan, penjualan, dan pengolahan hasil hutan kayu baik untuk industri maupun untuk sendiri. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat sebelum pemanenan tercantum dalam tabel berikut.
Tabel 5.7. Kegiatan Pengelolaan Hutan Rakyat Kategori No
Kegiatan Sebelum Pemanenan
Sertifikasi Jumlah
1
2
Non Sertifikasi %
Jumlah
%
Pembibitan: a. Menyemaikan Benih
14
46,7
3
20,0
b. Membeli Bibit
16
53,3
12
80,0
Jumlah Responden
30
15
Penanaman: a. Membuat Ajir
0
0
0
0
b. Membuat Lubang Tanam
30
100,0
15
100,0
c. Memberi Pupuk Dasar
21
70,0
10
66,7
Jumlah Responden
30
31
15
Kategori No
Kegiatan Sebelum Pemanenan
Sertifikasi Jumlah
3
Non Sertifikasi %
Jumlah
%
Pemeliharaan: a. Membersihkan Gulma
22
73,3
8
53,3
b. Menggemburkan Lahan
30
100,0
15
100,0
c. Pruning
24
80,0
12
80,0
d. Penjarangan
0
0
0
0
e. Membasmian Hama
6
20,0
5
33,3
f. Menjaga Keamanan
0
0
0
0
Jumlah Responden Sumber : Analisis data primer, 2014
30
15
a. Pembibitan Tahapan pengelolaan hutan rakyat yang pertama kali adalah pembibitan, pembibitan merupakan kegiatan mempersiapkan bibit siap tanam di lapangan dan dipelihara karena mengacu pada keberhasilan permudaan tanaman. Sebagian dari petani hutan rakyat sertifikasi dan petani hutan rakyat sertifikasi ada yang membeli bibit dan ada yang menyemaikannya sendiri. Namun kebanyakan dari mereka memilih membeli bibit daripada menyemaikan. Dari data diatas untuk petani hutan rakyat sertifikasi sebanyak 53,3% orang memilih untuk membeli bibit sedangkan 46,7% lainnya memilih untuk menyemaikan sendiri. Sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi sebanyak 20,0% orang menyemaikan bibit sendiri dan 80,0% lainnya membeli bibit. Bibit yang disemaikan itu sendiri berasal dari biji yang jatuh ke tanah dan tumbuh menjadi semai kemudian dipelihara, jadi petani hutan rakyat tidak menyemaikan sendiri dari biji.
32
b. Penanaman Tahapan pengelolaan hutan rakyat yang kedua adalah penanaman, penanaman adalah proses mempersiapkan bakal tanaman baru supaya dapat hidup mandiri. Sebelum melakukan penanaman biasanya dilakukan beberapa kegiatan terlebih dahulu seperti pemasangan ajir, pembuatan lubang tanam, dan pemberian pupuk dasar. Pemasangan ajir dilakukan supaya tanaman yang ditanam bisa teratur, namun petani hutan rakyat sertifikasi dan non sertifikasi tidak melakukan kegiatan ini sebelum melakukan penanaman. Pembuatan lubang tanam ini dilakukan untuk menanam atau memendam akar tanaman supaya dapat tumbuh dan berkembang. Pembuatan lubang tanaman ini sebaiknya dilakukan satu minggu sebelum penanaman supaya aerase dan drainase tanahnya baik serta racun-racun yang aada dalam tanah hilang. Akan tetapi petani hutan rakyat melakukan pembuatan lubang tanam bertepatan pada saat proses penanaman berlangsung, hal ini dilakukan oleh semua petani hutan rakyat sertifikasi dan non sertifikasi. Dan yang terakhir adalah pemberian pupuk dasar atau pupuk kandang yang bertujuan untuk menambah kandungan unsur hara dalam tanah yang diperlukan oleh tanaman. Tetapi tidak semua petani hutan rakyat menambahkan pupuk dasar pada saat melakukan penanaman hanya sekitar 70 % petani hutan rakyat sertifikasi dan 66,7 % petani hutan rakyat non sertifikasi yang menambahkan pupuk dasar.
c. Pemeliharaan Tahapan terakhir adalah pemeliharaan yang berupa pembersihan gulma, penggemburan lahan, pruning, penjarangan, pembasmian hama, dan menjaga keamanan. Pembersihan gulma dilakukan untuk membebaskan tanaman pokok dari
33
tanaman pengganggu, dan tidak semua petani hutan rakyat melakukannya hanya sekitar 73,3 % petani hutan rakyat sertifikasi dan 53,3 % petani hutan rakyat non sertifikasi yang melakukan hal tersebut. Yang kedua adalah penggemburan lahan, semua petani hutan rakyat melakukan hal ini karena memudahkan dalam pengolahannya. Pruning atau pemangkasan cabang dilakukan untuk mendapatkan pohon dengan batang yang lurus dan tinggi. Dari data yang diperoleh sebanyak 80% dari petani hutan rakyat sertifikasi dan petani hutan rakyat non sertifikasi melakukan pemangkasan cabang. Kemudian pengelolaan yang dilakukan adalah pembasmian hama seperti kutu, ulat ataupun penyakit tanaman lainnya. Tidak banyak petani yang melakukan hal tersebut karena mereka tidak ingin menggunakan bahan kimia hanya terdapat 20% petani hutan rakyat sertifikasi dan 33,3% petani hutan rakyat non sertifikasi yang melakukan pembasmian hama. Untuk pengamanan dan penjarangan petani hutan rakyat tidak melakukan hal tersebut.
5.3. Keuntungan dan Kerugian Sertifikasi Hutan Rakyat 5.3.1. Motivasi Menjadi Anggota Sertifikasi Hutan Rakyat Adanya Koperasi Wana Lestari Menoreh mendorong para petani hutan rakyat untuk bergabung dalam mengelola hutan secara lestari dan ingin mendapatkan manfaat dari program tersebut. Petani dalam penelitian ini yang menjadi responden untuk aspek kelembagaan keikutsertaan dalam anggota Koperasi Wana Lestari Menoreh sebanyak 30 responden. Motivasi tersebut disajikan dalam bentuk tabel berikut:
34
Tabel 5.8. Motivasi Menjadi Anggota Koperasi Hutan Rakyat Sertifikasi No 1
Uraian
Jumlah
%
Motivasi menjadi anggota: a. Ingin mendapatkan harga premium
2
6,7
b. Harga kayu lebih mahal
13
43,3
c. Ingin mendapatkan SHU
4
13,3
10
33,3
e.Ingin mendapatkan penyuluhan
1
3,3
f. Ingin mendapatkan pinjaman dana
3
10,0
g. Ingin banyak teman
2
6,7
h. Lainnya
1
3,3
d.Ingin mendapatkan bantuan bibit
Jumlah Pemilih
30
Sumber : Analisis data primer, 2014
Dari tabel 5.8 diketahui bahwa motivasi petani hutan rakyat menjadi anggota koperasi hutan rakyat sertifikasi beraneka ragam dan tiga jawaban terbanyak yaitu: a. Harga kayu lebih mahal Motivasi petani hutan rakyat bergabung menjadi anggota koperasi yaitu untuk mendapatkan harga kayu yang lebih mahal pada saat melakukan penjualan dibandingkan harga kayu yang di jual ke bakul. Selisih harga kayu antara koperasi dan bakul berkisar antara Rp. 150.000,- sampai Rp. 250.000,- per m3 untuk jati dan Rp. 100.000,- sampai Rp. 150.000,- per m3 untuk sengon. b. Ingin mendapatkan bantuan bibit Selain harga kayu yang lebih mahal petani hutan rakyat juga ingin mendapatkan bantuan bibit. Bantuan bibit ini didapatkan ketika mereka menjual kayu di koperasi, setiap menjual satu batang kayu akan diganti dengan 10 bibit oleh koperasi. c. Ingin mendapatkan SHU 35
SHU merupakan sisa hasil usaha dimana SHU ini akan didapatkan petani hutan rakyat sudah pada saat dilakukannya RAT. SHU ini berasal dari hasil penjualan kayu yang mereka lakukan akan dipotong Rp.5000,- sebagai tabungan dan dapat diambil pada saat rapat anggota tahunan.
5.3.2. Keuntungan Sertifikasi Hutan Rakyat Adanya Koperasi Wana Lestari Menoreh mendorong para petani hutan rakyat untuk bergabung dalam mengelola hutan secara lestari dan ingin mendapatkan manfaat dari program tersebut. Selain itu para petani dapat dengan mudah menjual hasil kayunya di Koperasi. Namun dalam melakukan kegiatan transaksi jual beli pasti ada keuntungan dan kerugian yang diperoleh. Keuntungan dan kerugian tersebut tercantum dalam tabel berikut :
Tabel 5.9. Keuntungan Menjual Kayu Ke Koperasi Wana Lestari Menoreh No 1
Uraian
Jumlah
Lebih senang menjual kayu kepada: a. Koperasi b. Tengkulak/bakul Jumlah
2
%
30
66,7
15
33,3
45
Keuntungan menjual kayu kepada koperasi: a. Adanya penggantian bibit
10
33,3
b. Harga lebih tinggi
30
100,0
c. Mengetahui harga/kubikasinya
1
3,3
d. Mendapatkan premi
2
6,7
e. Prosedur cepat
1
3,3
f. Kerusakan lingkungan kecil
5
16,7
0
0
g. Tidak menjawab Jumlah
30
36
No 3
Uraian
Jumlah
%
Keuntungan menjual kayu kepada bakul: a. Harga tawar tinggi
15
33,3
b. Prosedur cepat
40
88,9
c. Dibayar tunai
40
88,9
d. Tidak menjawab
5
4,4
Jumlah Sumber : Analisis data primer, 2014
45
Dari tabel tersebut, petani hutan rakyat sertifikasi lebih senang menjual kayu di koperasi sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi lebih senang menjual kayu di bakul. Adapun keuntungan menjual di Koperasi Wana Lestari Menoreh dan tengkulak. a. Keuntungan menjual kayu ke koperasi Keuntungan menjual kayu ke Koperasi Wana Lestari Menoreh adalah harga kayu lebih tinggi sebesar 100%, dan adanya penggantian bibit setiap menjual kayu sebesar 33,3%. Selain itu kerusakan lingkungan sangat kecil yaitu sebesar 16,7% karena pada saat penebangan memperhatikan keadaan sekitar dan diusahakan tidak mengenai atau merusak tanaman yang lain. b. Keuntungan menjual kayu di tengkulak atau bakul Terdapat beberapa keuntungan menjual kayu kepada tengkulak atau bakul. Namun keuntungan menjual kayu di tengkulak atau bakul yang mendominasi adalah prosedurnya yang cepat dan pembayarannya secara tunai dengan prosentase sebesar 88,9%. Ketika menjual kayu kepada bakul semua biaya penebangan ditanggung oleh bakul itu sendiri dan pembayaran hasil penjualan kayu dilakukan secara langsung atau tunai.
37
5.3.3 Kerugian Sertifikasi Hutan Rakyat Selain mendapatkan keuntungan menjual kayu di Koperasi Wana Lestari Menoreh dan tengkulak terdapat juga kerugian yang dirasakan petani saat melakukan penjualan kayu di Koperasi Wana Lestari Menoreh atau tengkulak yang disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 5.10. Kerugian Menjual Kayu Ke Koperasi Wana Lestari Menoreh No 1
Kerugian
%
Menjual ke koperasi: a. Harga tawar rendah b. Prosedur lama c. Tidak menjawab Jumlah Pemilih
2
Jumlah 3
10,0
20
66,7
8
26,7
30
Menjual ke bakul: a. Harga tawar rendah
27
60,0
b. Tidak mendapatka premi
1
2,2
c. Kerusakan lingkungan besar
5
11,1
d. Tidak ada penggantian bibit
10
22,2
e. Tidak ada patokan harga
15
33,3
f. Tidak menjawab
10
22,2
Jumlah Pemilih Sumber : Analisis data primer, 2014
45
Penjualan kayu di Koperasi Wana Lestari Menoreh dan tengkulak pasti tidak selalu menguntungkan, tetapi disalah satu pihak ada yang merasa dirugikan. a. Kerugian penjualan kayu di Koperasi Kerugian penjualan kayu di Koperasi Wana Lestari Menoreh yang paling dominan adalah prosedur yang lama sebesar 66,7 %, dan yang tidak menjawab sebesar 26,7 %. Yang dimaksud prosedur lama adalah setelah dilakukan pemotongan akan dilakukan kubikasi dan pembuatan surat-surat atau dokumen
38
untuk kayu tersebut, setelah itu akan dihiting berapa hasil dari penjualan kayu tersebut dan akan dibayarkan sebagian dari hasil penjualan dan akan dilakukan pelunasan pada saat kayu sudah terjual. b. Kerugian menjual di tengkulak atau bakul Kerugian menjual kayu di bakul yang paling dominan adalah harga jual rendah sebesar 60% dan tidak adanya patokan harga sebesar 33,3%. Harga jual yang rendah karena kayu yang dijual dibakul tidak bersertifikasi sehingga hanya bisa dipasarkan di pasar lokal saja, dan tidak adanya patokan harga karena bakul mengikuti harga kayu dipasaran jika nanti mematok harga dan nilai jual kayu dipasaran tidak sesuai dengan patokan harga yang dibuat bakul dikhawatirkan akan mengalami kerugian.
5.3.4. Kendala Dalam Sertifikasi Hutan Rakyat Untuk mewujudkan sertifikasi hutan rakyat, banyak kendala yang dihadapi oleh petani sertifikasi dalam pertanian hutan rakyat sertifikasi, penjualan hasil hutan rakyat, dan kendala lainnya yang dihadapi dalam sertifikasi hutan rakyat. Kendala tersebut tercantum dalam tabel berikut ini :
Tabel 5.11. Masalah/kendala Dalam Sertifikasi Hutan Rakyat No 1
Masalah/kendala yg dihadapi
Jumlah
%
Pertanian hutan rakyat sertifikasi: 14
46,7
b. Meninggalkan pupuk kimia
6
20,0
c. Mencegah pemburuan liar
0
0
d. Tidak menjawab
10
33,3
Jumlah
30
a. Kemampuan penggadaan bibit
39
No 2
Masalah/kendala yg dihadapi
10
33,3
b. Fluktuasi harga
5
16,7
c. Tidak mengetahui kubikasi kayu
8
26,7
d. Tidak menjawab
10
33,3
Jumlah
30
Organisasi kelompok hutan rakyat sertifikasi: 4
13,3
12
40,0
c. Kedisiplinan anggota
8
26,7
d.Tidak sampainya informasi
4
13,3
e. Tidak menjawab
6
20,0
a. SDM rendah b. Komitmen antar kelompok kurang
30
Jumlah No 4
%
Penjualan Hasil Hutan: a. Tidak mengetahui harga kayu dipasaran
3
Jumlah
Masalah/kendala yg dihadapi
Jumlah
%
Masalah lainnya dalam sertifikasi: a. Administrasi kelompok
5
16,7
b. Tidak paham sertifikasi
10
33,3
c. Tidak paham prinsip-prinsip FSC
12
40,0
d. Tidak menjawab
6
20,0
Jumlah Sumber : Analisis data primer, 2014
30
Berdasarkan tabel di atas permasalahan yang dihadapi dalam mengelola hutan rakyat sertifikasi adalah pengadaan bibit yang kurang dan tidak mempunyai kualitas yang baik sebesar 46,7 % karena kurangnya pengetahuan mengenai pembibitan yang benar dan banyaknya bibit yang mati, meninggalkan pupuk kimia untuk proses pembasmian hama sebesar 20 % karena dahulu pernah menggunakan pupuk kimia untuk pembasmian hama tetapi hama tersebut tetap tidak hilang, mencegah pemburuan liar 0% karena kondisi hutan rakyat disana aman, dan 33,3% tidak menjawab. Selain itu kurangnya pengetahuan mengenai harga kayu dipasaran sebesar 33,3% juga menjadi permasalahan , fluktuasi harga sebesar 16,7% serta kurangnya pengetahuan mengenai kubikasi kayu sebesar 26,7 40
% karena petani hutan rakyat tidak melihat proses kubikasi dan kurangnya pengetahuan untuk mengukur kubikasi kayu. Masalah yang terdapat dalam organisasi yang paling mendominasi yaitu kurangnya komitmen antar kelompok yaitu tidak samanya pendapat dan keinginan atau tujuan dalam pengelolaan hutan rakyat dengan presentase sebesar 40%, kedisiplinan anggota yang kurang sebesar 26,7% serta tidak sampainya informasi dan SDM yang rendah sebesar 13,3%. Kemudian tidak pahamnya tentang apa itu sertifikasi, prinsip-prinsip sertifikasi FSC dan yang lainnya juga merupakan permasalahan yang dihadapi.
41
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang Kondisi Sosial Ekonomi Hutan Rakyat Sertifikasi di Kabupaten Kulonprogo maka dapat disimpulkan bahwa : a. Petani hutan rakyat memiliki karakteristik yang beragam yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Rata-rata umur petani hutan rakyat sertifikasi adalah 41-65 tahun, rata-rata tingkat pendidikannya adalah SD. Rata-rata kepemilikan hutan rakyat yaitu 0,67 ha dan rata-rata kontribusi pendapatan dari hutan rakyat sebesar 54,9%. b. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani hutan rakyat meliputi kegiatan pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan. Kegiatan pembibitan meliputi penyemaian benih, untuk benih yang digunakan ada yang menggunakan bibit unggul dan ada yang tidak. Kegiatan penanaman meliputi pembuatan ajir, pembuatan lubang tanam, dan pemberian pupuk dasar. Tidak semua petani hutan rakyat sertifikasi memberikan pupuk dasar pada saat penanaman. Kegiatan pemeliharaan hutan rakyat meliputi pembersihan gulma, penggemburan lahan, pruning, penjarangan dan pembasmian hama. Pruning di lakukan pada saat cabang tanaman mulai banyak dan mereka tidak melakukan penjarangan karena kurangnya pengetahuan mengenai manfaat dari penjarangan.
42
c. Keuntungan yang dirasakan oleh petani hutan rakyat sertifikasi adalah harga kayu lebih tinggi, adanya penggantian bibit, dan kerusakan lingkungan kecil. Sedangkan kerugian yang dialami yaitu prosedur dalam melakukan penjualan lama. Motivasi petani hutan rakyat sertifikasi untuk menjadi anggota koperasi diantaranya adalah harga kayu lebih mahal, ingin mendapatkan bantuan bibit, dan ingin mendapatkan SHU. Kendala yang dihadapi dalam sertifikasi hutan rakyat diantaranya tidak mengetahui harga kayu dipasaran, komitmen atau tujuan dalam pengelolaan hutan rakyat yang tidak sama, serta tidak pahamnya prinsip-prinsip FSC.
6.2. Saran a. Sosialisasi maupun penyuluhan mengenai ilmu kehutanan dari pemerintah sangat dibutuhkan demi suksesnya suatu program pengelolaan suatu hutan, sehingga harus terus ditingkatkan dan dilengkapi dengan pendidikan dan ketrampilan agar baik masyarakat maupun pemerintah mendapatkan hasil maksimal. b. Komunikasi antara instansi dengan masyarakat hendaknya ditingkatkan supaya pengelolaan dan penerapan sertifikasi hutan rakyat dapat maksimal.
43