BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN
Pada pembahasan berikut ini, penulis akan mendeskripsikan mengenai pelaksanaan penagihan pajak aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Data yang digunakan adalah hasil dari wawancara dengan Jurusita Pajak dan Kepala Seksi Bagian Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Berikut hasil dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis yang berkaitan dengan pelaksanaan penagihan pajak aktif : A. Dasar Penagihan Pajak Aktif Panagihan pajak aktif ini dilaksanakan berdasarkan data keterlambatan pembayaran tunggakan pajak. Berdasarkan hasil wawancara dengan mengenai dasar penagihan pajak aktif yaitu: “Sebelum dilakukannya tindakan penagihan pajak aktif, Wajib Pajak masih berkesempatan untuk melaksanakan kewajibannya membayar pajak bersama diterbitkannya surat pemberitahuan atau dasar penagihan pajak. Wajib Pajak diberikan jangka waktu pembayaran 30 hari sejak Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak tersebut diterbitkan.” (Wawancara, 2 Mei 2016) Dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 menyebutkan dasar penagihan pajak adalah: 1. Surat Tagihan Pajak (STP) 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) 4. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
Wajib Pajak harus melunasi tagihan pajak atau utang pajaknya dalam jangka waktu 30 hari sejak diterbitkannya surat tagihan pajak tersebut.
36
37
Pelaksanaan penagihan pajak aktif ini juga diatur dalam Undangundang yang digunakan sebagai dasar atau acuan dalam pelaksanaan penagihan pajak aktif ini. Berikut Undang-undang yang berkaitan dengan pelaksanaan penagihan pajak aktif antara lain: 1. UU No 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa 2. UU No 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 3. PP No 80 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 4. PMK No. 24/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
B. Ketentuan Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif Menurut Pandiangan (2014: 229), dalam pelaksanaan penagihan pajak aktif oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakanan maka tindakanan yang dilakukan terdiri dari: Surat Teguran, Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Lelang, Pemblokiran Rekening, Pencegahan Penanggung Pajak berpergian ke Luar Negeri, dan Penyaderaan, Tindakan Penagihan Pajak tersebut dilakukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam kondisi berikut:
38
1.
Surat Teguran Sesuai pasal 8 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2000, Surat Teguran/Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Pasal 1 angka 10 UU PPSP menyebutkan bahwa Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah Surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Dalam buku KUP oleh Suhartono dan Ilyas (2010:140), penentuan tanggal jatuh tempo dalam penerbitan Surat Teguran sangat penting karena tanggal jatuh tempo menunjukkan timbulnya utang pajak dan juga mulai timbulnya wewenang melakukan penagihan pajak antara lain: a. Setelah STP, SKPKB, SKPKBT diterbitkan namun dalam jangka waktu satu bulan utang pajak belum dilunasi maka akan diterbitkan Surat Teguran. b. Dalam
hal
Wajib
Pajak
mengajukan
keberatan
atas
SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. c. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Dalam Pasal 11 PMK No. 24/PMK.03/2008, penyampaian Surat Teguran dapat disampaikan dengan melalui: a. Secara langsung b. Melalui pos, atau c. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
39
Dalam
hal
ini,
Kantor
Pelayanan
Pajak
Pratama
Surakarta
menyampaikan Surat Teguran kepada Penanggung Pajak dengan melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir yang sudah berkerjasama dengan pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya. Terhadap Wajib Pajak yang karena satu dan lain hal diberikan keleluasaan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak tidak akan diberikan surat teguran walaupun tanggal jatuh tempo pembayaran pajak telah terlampaui dan wajib pajak belum melunasi utang pajaknya. Hal ini wajar saja karena Wajib Pajak tersebut akan menanggung beban tambahan berupa bunga sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap keterlambatan pembayaran tersebut. Tetapi keterlambatan tersebut adalah atas sepengetahuan dan persetujuan pejabat pajak sehingga terhadapnya tidak akan diberikan surat teguran karena pada dasarnya Wajib Pajak tersebut memiliki kepatuhan membayar pajak tetapi tidak bisa segera melakukan kewajibannya karena kondisi keuangan kurang baik. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, maka pejabat segera menerbitkan Surat Paksa. (Mardiasmo, 2011)
2.
Penagihan Seketika dan Sekaligus Menurut Mardiasmo (2011:146-147), penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.
40
Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2000 Pasal 6, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan apabila: a.
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya atau berniat untuk itu;
b.
Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia;
c.
Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d.
Badan usahan akan dibubarkan oleh Negara; atau
e.
Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-
kurangnya memuat:
3.
a.
Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
b.
Besarnya Utang Pajak;
c.
Perintah untuk membayar; dan
d.
Surat pelunasan pajak.
Surat Paksa Menurut Mardiasmo (2011:147-148), pengertian Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat Paksa mempunyai kekutan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
41
Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2000 Pasal 8, Surat Paksa diterbitkan apabila: a.
Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
b.
Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau
c.
Penanggung
Pajak
tidak
memenuhi
ketentuan
sebagaimana
tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2000 Pasal 7 ayat 2, Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi: a.
Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
b.
Dasar penagihan;
c.
Besarnya utang pajak;
d.
Perintah untuk membayar.
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada: a. Penanggung Pajak b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai. c. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta penginggalannya apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi. d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.
42
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada: a) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal. b) Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimkasud dalam huruf a.
4.
Penyitaan Menurut Mardiasmo (2011:148), pengertian Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak dalam jangka waktu 2x24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita
Pajak
membuat
Berita
Acara
Pelaksanaan
Sita
yang
ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, dan saksi-saksi. (Pasal 12 UU No. 19 Tahun 2000) Berdasarkan Pasal 14 UU No. 19 Tahun 2000, Barang yang disita dapat berupa: a.
Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposita berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dan atau
b.
Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.
43
Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan (Pasal 15 UU No. 19 Tahun 2000) adalah: a.
Pakaian dan tempat tidur berserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
b.
Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah.
c.
Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara.
d.
Buku-buku Penanggung
yang Pajak
bertalian dan
dengan
alat-alat
jabatan
yang
atau
pekerjaan
dipergunakan
untuk
pendidikan, kebudayaan dan keilmuan. e.
Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-sehari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Besarnya nilai peralatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.
f.
Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang telah disita tersebut, Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Pengadilan Negeri dalam sidang berikutnya menetapkan barang tersebut sebagai jaminan pelunasan utang pajak. Sedangkan instansi lain yang berwenang, setelah menerima Surat Paksa menjadikan barang tersebut sebagai jaminan pelunasan utang pajak. (Mardiasmo, 2011)
44
5.
Lelang Menurut Mardiasmo (2011:150), pengertian lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi
setelah
dilaksanakan
penyitaan,
Pejabat
berwenang
melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang. Apabila setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksaan penyitaan, Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak, pejabat berhak melakukan pengumuman lelang. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali. (Pasal 27 PMK No. 24/PMK.03/2008) Dokumen yang harus dilampirkan dalam permohonan lelang antara lain: a.
Salinan/Fotokopi Surat Tagihan Pajak, Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), dll.
b.
Salinan/Fotokopi Surat Teguran.
c.
Salinan/Fotokopi Surat Paksa.
d.
Salinan/Fotokopi Surat Perintah Melakukan Penyitaan dan bukti bahwa
sita
telah
terdaftar
(khusus
untuk
barang
yang
kepemilikannya terdaftar). e.
Salinan/Fotokopi Berita Acara Pelaksanaan Sita.
f.
Perincian jumlah tagihan pajak yang terakhir dan biaya penagihan pajak.
g.
Bukti kepemilikan atas barang yang akan dilelang apabila ada. Jika bukti kepemilikan tersebut tidak ada, maka harus ada pernyataan tertulis dari pejabat selaku pemohon lelang bahwa
45
barang-barang tersebut tidak disertai bukti kepemilikan dengan disertai alasannya. h.
Seluruh surat yang di fotokopi harus dilegasilasi
Apabila setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak Pengumuman Lelang, Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui kantor lelang negara. (Pasal 28 PMK No. 28/PMK.03/2008)
C. Tata Cara Penerbitan Surat Penagihan Pajak Aktif 1. Penerbitan dan Penyampaian Surat Teguran Bagan 4.1 Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Teguran
Jurusita Pajak
Kepala Seksi Penagihan
Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Wajib Pajak (Lembar 1)
Arsip Bagian Penagihan (Lembar 2)
Sumber: diolah dari Kepala Seksi Penagihan KPP Pratama Surakarta
Berikut penjelasan dari bagan di atas mengenai tata cara penerbitan dan penyampaian Surat Teguran: a. Surat
Teguran
diterbitkan
berdasarkan
data
keterlambatan
pembayaran tunggakan pajak yang diperoleh dari sistem. Jurusita Pajak mencetak konsep Surat Teguran rangkap dua. Lembar pertama untuk Wajib Pajak, sedangkan lembar kedua untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak bagian Penagihan.
46
b. Surat Teguran diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan untuk diteliti dan memaraf konsep Surat Teguran dan menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. c. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Surat Teguran. d. Jurusita Pajak mencatat Surat Teguran pada Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak dan mengarsip Surat Teguran (lembar 2). Surat Teguran (lembar 1) dikirim kepada Wajib Pajak melalui jasa kurir ekspedisi.
2. Penerbitan dan Penyampaian Surat Paksa Bagan 4.2 Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Paksa
Jurusita Pajak
Arsip Bagian Penagihan
Kepala Seksi Penagihan
Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Wajib Pajak
Sumber: diolah dari Kepala Seksi Penagihan KPP Pratama Surakarta
Berikut penjelasan dari bagan di atas mengenai tata cara penerbitan dan penyampaian Surat Paksa: a. Penerbitan Surat Paksa diperoleh berdasarkan data Surat Teguran yang telah lewat waktu dari sistem, Jurusita meneliti dan mencetak konsep Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa serta menyampaikan kepada Kepala Seksi Penagihan.
47
b. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa seta menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. c. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Surat Paksa. d. Jurusita Pajak memberitahukan Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak. e. Jurusita membuat sekaligus menandatangani Laporan Pelaksanaan Surat Paksa (LPSP) yang telah ditanda tangani oleh Kepala Seksi Penagihan untuk selanjutnya dicatat pada kartu pengawasan serta mengarsip LPSP.
3. Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) Bagan 4.3 Tata Cara Penerbitan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan
Jurusita Pajak
Kepala Seksi Penagihan
Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Wajib Pajak
Sumber: diolah dari Kepala Seksi Penagihan KPP Pratama Surakarta
Berikut penjelasan dari bagan di atas mengenai tata cara penerbitan Surat Perintah Pelaksanaan Penyitaan : a) Jurusita Pajak meneliti data tunggakan pajak beserta pelunasanannya atau pengurangannya, setelah itu membuat konsep SPMP dan menyampaikan kepada Kepala Seksi Penagihan.
48
b) Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memarap konsep SPMP, serta menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. c) Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani SPMP dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan. d) Jurusita
Pajak
menerima
SPMP
yang
telah
disetujui
dan
menyampaikan kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak.
4. Tata Cara Pelaksanaan Lelang Bagan 4.3 Tata Cara Pelaksanaan Lelang
Jurusita Pajak
Wajib Pajak
Kepala Seksi Penagihan
Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara
Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pengumuman lelang & Pelaksanaan lelang
Pencabutan Sita apabila utang pajak dilunasi Sumber: diolah dari Kepala Seksi Penagihan KPP Pratama Surakarta
Berikut penjelasan dari bagan di atas mengenai tata cara pelaksanaan lelang: a. Berdasarkan data dari sistem yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak setelah 14 (empat belas) hari sejak pelaksaan
49
penyitaan, Jurusita Pajak membuat konsep Surat Kesempatan Terahkir sebelum tanggal/hari Pelaksanaan Lelang dan menyampaikan kepada Kepala Seksi Penagihan. b. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep Surat Kesempatan Terakhir, serta menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. c. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Surat Kesempatan Terakhir. d. Jurusita Pajak mengirimkan Surat Kesempatan Terakhir kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak. e. Dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak melunasi utang pajaknya maka proses akan dilanjutkan dengan pencabutan sita. Dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak tetap tidak melunasi utang pajak, maka pelaksanaan penagihan akan tetap dilanjutkan. f. Jurusita Pajak menentukan harga limit terhadap barang-barang yang telah disita dan akan dijual melalui lelang, serta menyampaikan surat permohonan jadwal waktu dan tempat pelelangan. Selanjutnya diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk disetujui. g. Jurusita menyampaikan surat permohonan jadwal waktu dan tempat pelelangan yang telah disetujui beserta kelengkapannya kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara. h. Jurusita Pajak membuat pengumuman lelang dengan tanggal/hari 14 (empat belas) hari sebelum tanggal/hari berdasarkan Surat Penetapan Hari dan Tanggal Lelang dari Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara selanjutnya diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk disetujui. i. Jurusita Pajak mengirimkan Pengumuman Lelang ke penerbit Surat Kabar Harian untuk diiklankan atau ditempel di papan pengumuman kantor dalam hal Pengumuman Lealng terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Pengumuman
50
Lelang untuk barang bergerak dilakukan satu kali dan barang tidak bergerak dilakukan dua kali. j. Pelaksanaan
lelalng
dipimpin
oleh
Pejabat
Lealang
dengan
didampingi oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Seksi Penagihan sebagai penjual barang sitaan. k. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak l. Kepala kantor Pelayanan Pajak menerima Risalah Lelang dari kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan yang selanjutnya diserahkan kepada Jurusita Pajak. m. Jurusita Pajak mengupdate data tunggakan pajak dan menatausahakan Risalah Lelang ke dalam berkas penagihan Wajib Pajak. D. Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif Jika dalam jangka waktu 30 hari setelah dasar penagihan diterbitkan (STP, SKPKB, SKPKBT) diterbitkan namun belum juga dilunasi, maka 7 hari setelah tanggal jatuh tempo akan dilakukan tindakan penagihan pajak. Berikut alur pelaksanaan penagihan pajak aktif : Bagan 4.4 Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif
STP, SKPKB, SKPKBT
30 Hari
21 Hari Surat Teguran
Surat Paksa
2x24 jam
Pelaksanaan Lenang
14 Hari
14 Hari Pengumuman Lelang
SPMP/ Penyitaan
Sumber: diolah dari Jurusita Pajak KPP Pratama Surakarta
51
Berikut penjelasan berdasarkan bagan di atas mengenai pelaksanaan penagihan pajak aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta: 1. Surat Teguran Penyampaian Surat Teguran merupakan tindakan awal dari penagihan aktif yang dilakukan oleh pejabat, yang pelaksanaannya dilakukan 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak menerima penerbitan surat yang merupakan dasar penagihan pajak seperti Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB) atau surat lainnya, maka fiskus/aparat pajak, pada awalnya sebelum jatuh tempo pembayaran atas surat tersebut akan melakukan penagihan pasif dengan cara persuasif, berdasarkan hasil wawancara salah satu Jurusita Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta (2 Mei 2016) yaitu: “Tindakan persuasif dalam penagihan pajak sering disebut dengan soft collection yang dilakukan baik dengan cara lisan maupun melalui telepon atau surat imbauan, dengan harapan pajak yang terutang dalam surat tersebut dapat segera dilunasi sebelum jatuh tempo pembayaran” Berikut data mengenai jumlah penerbitan Surat Teguran serta pencairan utang pajak setelah diterbitkannya Surat Teguran: Tabel 4.1 Penerbitan dan Pencairan Surat Teguran Tahun 20013-2015 Surat Teguran Tahun
Pencairan
Penerbitan Lembar
Rupiah
Lembar
Rupiah
2013
860
38.082.541.211
4.135.823.016
2014
949
43.853.176.522
3.919.778.778
2015
1067
73.281.231.118
7.793.261.115
Sumber: Sub Bagian Penagihan KPP Pratama Surakarta
52
Data tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah tunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta mengalami kenaikan di setiap tahunnya. Hal ini juga diikuti dengan jumlah Surat Teguran yang diterbikan dan jumlah pencairan utang pajak yang mengalami kenaikan setelah adanya Surat Teguran. Jika Wajib Pajak/Penanggung Pajak memiliki itikad baik untuk melunasi utang pajaknya, namun Wajib Pajak/Penanggung Pajak merasa keberatan untuk melunasi sekaligus utang pajaknya, maka pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta memberikan keringanan berupa fasilitas yaitu : “Kepada wajib pajak/Penanggung Pajak dapat mengangsur atau menunda pembayaran utang pajak dengan maksimal pembayaran/penundaan 12 bulan. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak. Permohonan angsuran/penundaan pembayaran utang pajak dapat diajukan selama 9 hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran” (Wawancara, 2 Mei 2016) Sesuai dengan jadwal pelaksanaan penagihan pajak, maka apabila Wajib Pajak/Penaggung Pajak tidak melunasi setelah dilakukan imbauan, segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran maka akan diterbitkan Surat Teguran sebagai langkah awal. Tindakan penagihan aktif ini akan berlanjut apabila Wajib Pajak tidak melunasi tagihan pajak dalam masa penerbitan Surat Teguran, wajib pajak diberi waktu selama 20 hari untuk melakukan pelunasan. Jika tidak dilunasi, maka pada hari ke-21 fiskus akan melakukan tindakan penagihan aktif selanjutnya, berupa penerbitan Surat Paksa.
2. Surat Paksa Penagihan dengan Surat Paksa dilakukan apabila jumlah tagihan pajak tidak atau kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau sampai dengan jatuh tempo penundaan
53
pembayaran atau tidak memenuhi angsuran pembayaran. Surat Paksa diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat Paksa kepada Wajib Pajak. Pemberitahuan dituangkan dalam berita acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama jurusita pajak, nama yang menerima dan tempat pemberitahuan Surat Paksa. Dalam Surat Paksa terdapat 2 (dua) perintah. Perintah pertama ditujukan kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak agar melakukan pelunasan utang pajak dan biaya penagihan sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) dalam jangka waktu 2x24 jam. Kepada jurusita yang melaksanakan Surat Paksa untuk melanjutkan pelaksanaan Surat Paksa untuk melakukan penyitaan atas barangbarang milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak apabila dalam waktu 2x24 jam Surat Paksa ini tidak dipenuhi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. (Panca Kurniawan, 2006) Berikut data yang penerbitan Surat Paksa serta pencairan utang pajak setelah diterbitkannya Surat Paksa: Tabel 4.2 Penerbitan dan Pencairan Surat Paksa Tahun 20013-2015 Surat Paksa Tahun
Pencairan
Penerbitan Lembar
Rupiah
Lembar
Rupiah
2013
357
55.852.698.412
12.107.349.147
2014
439
66.065.873.023
13.884.186.441
2015
976
52.329.035.437
5.247.203.493
Sumber: Sub Bagian Penagihan KPP Pratama Surakarta Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penerbitan Surat Paksa mengalami peningkatan seiring dengan jumlah tunggakan
54
pajak. Namun berbeda pada tahun 2015 dengan jumlah penerbitan Surat Paksa tinggi sedangkan jumlah utang pajak mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan pencairan utang pajak setelah diterbitkannya Surat Paksa juga mengalami penurunan. Surat Paksa ini memiliki sifat parate extecutie, yaitu mempunyai eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini tertera pada Surat Paksa yang bertuliskan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. (UU No. 19 Tahun 2000 Pasal 7). “Dalam hal ini Jurusita mempunyai kewenangan untuk mengeksekusi secara langsung apabila Wajib Pajak mempunyai indikasi untuk melarikan diri atau memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasainya dengan melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus yang dapat segera dilakukan tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran untuk seluruh jenis pajak termasuk biaya penagihan. Namun Penagihan Seketika dan Sekaligus ini di Indonesia masih jarang dilakukan dan untuk di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta sendiri belum pernah melakukan Penagihan Seketika dan Sekaligus” (Wawancara, 2 Mei 2016) Pada saat diberitahukannya Surat Paksa kepada Wajib Pajak/Penanggung
Pajak
terdapat
waktu
2x24
jam
sebelum
dilakukannya penyitaan, pada proses ini jurusita melakukan analisa secara bertahap. Hal ini digunakan untuk mengetahui apakah Wajib Pajak/Penanggung Pajak mampu melunasi utang pajaknya atau jika tidak jurusita dapat menjadikan barang milik Wajib Pajak yang dapat dijadikan objek sita. Proses ini dilakukan secara bertahap antara lain: a. Pemblokiran Pemblokiran adalah kegiatan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai. Hal ini diatur dalam
55
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2014 tentang Tata Cara Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Untuk melaksanakan pemblokiran harta kekayaan, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dalam hal ini yaitu Jurusita Pajak mengajukan permintaan pemblokiran kepada pimpinan bank pengelola simpanan dan atau kantor pusat bank tempat harta kekayaan Penanggung Pajak tersimpan. Permintaan pemblokiran ini dilampiri dengan salinan Surat Paksa, salinan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, dan Daftar Surat Paksa. (Per DJP No PER-24/PJ/2014 Pasal 2)
b. Pencegahan Pencegahan
adalah larangan
yang bersifat
sementara
terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan ini dilakukan berdasarkan permintaan pencegahan berpergian ke luar negeri dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama di tempat Wajib pajak terdaftar kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. Pencegahan perundang-undangan
dilaksanakan yang
berlaku,
berdasarkan dalam
hal
peraturan ini adalah
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian Keputusan pencegahan diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, yang menentukan bahwa wewenang dan tanggung jawab atas pencegahan dilakukan oleh
Menkeu jika menyangkut urusan piutang negara. Jangka
56
waktu pencegahan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang maksimal 6 (enam) bulan. Tindakan pencegahan ini dilakukan secara selektif dan hatihati. Tidak boleh sewenang-wenang, diberikan syarat-syarat yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Syarat kualitatif tunggakan sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah), dan syarat kuantitaf adalah diragukan itikad baiknya. Pencegahan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
c. Penyaderaan Penyanderaan dalam rangka penagihan pajak dengan Surat
Paksa
di
Indonesia
merupakan
salah
satu
upaya
penagihan pajak yang wujudnya berupa pengekangan sementara waktu
terhadap
kebebasan
Penanggung
menempatkannya di tempat tertentu,
Pajak
dengan
yaitu rumah tahanan
negara yang terpisah dari tahanan lain. Pelaksanaan penyaderaan ini dapat dilakukan dengan syarat yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Syarat kualitatif tunggakan sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah). Syarat kuantitaf adalah diragukan itikad baiknya dalam kaitannya dengan pelunasan utang pajak, apabila Penanggung Pajak diduga menyembunyikan harta kekayaannya, terdapat dugaan kuat bahwa Penanggung Pajak akan melarikan diri. Penyaderaan
terhadap
Penanggung
Pajak
tidak
mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak. Penyaderaan tetap dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak yang telah dilakukan pencegahan. Masa penyaderaan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Penanggung Pajak ditempatkan dalam tempat penyaderaan dan dapat diperpanjang maksimal 6 (enam) bulan. Penentuan lamanya
57
penyanderaan didasarkan pada perhitungan besarnya utang pajak, besarnya jumlah harta yang disembunyikan, hubungan harta yang disembunyikan tersebut dengan itikad tidak baik Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajaknya.
3. Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) / Penyitaan Hal ini merupakan tindakan penagihan lebih lanjut setelah Surat Paksa. Surat Penyitaan diterbitkan apabila utang pajak belum dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan, untuk itu maka dapat dilakukan penyitaan atas barangbarang Wajib Pajak. Tujuan dari penyitaan ini yaitu memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggun Pajak. “Surat Perintah Melakukan Penyitaan diberitahukan langsung kepada Penanggung Pajak oleh Jurusita Pajak dengan ditemani 2 (dua) saksi yang wajib dikenal oleh Jurusita Pajak, bisa rekan sesama jurusita atau pegawai Kantor Pelayanan Pajak. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa pelaksanaan penyitaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” (Wawancara, 2 Mei 2016) Dalam hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dalam melaksanakan penyitaan Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAP Sita) yang ditanda tangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, dan saksi-saksi. Salinan BAP Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak dan barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita berada. Berikut tabel jumlah Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan selama 3 tahun terakhir serta pencairan utang pajak setelah diterbitkannya SPMP:
58
Tabel 4.3 Penerbitan dan Pencairan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Tahun 20013-2015 Surat Paksa Tahun
Pencairan
Penerbitan Lembar
Rupiah
Lembar
Rupiah
2013
165
58.135.046.455
5.816.107.160
2014
186
71.418.808.075
6.020.133.959
2015
116
173.863.994.552
2.559.961.833
Sumber: Sub Bagian Penagihan KPP Pratama Surakarta
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa, jumlah SPMP yang diterbitkan serta jumlah tunggakan yang belum dilunasi pada tahun 2013 ke tahun 2014 mengalami peningkatan yang juga diikuti meningkatnya jumlah pencairan utang pajak setelah diterbitkannya SPMP. Namun pada tahun 2015 jumlah SPMP yang diterbitkan menalami penurutan, sedangkan jumlah utang pajak meningkat dan pencairan utang pajak setelah diterbitkannya SPMP mengalami penurunan. Dalam PP Nomor 135 Tahun 2000 Pasal 10 dijelaskan bahwa, penempelan segel sita dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, sifat, dan bentuk barang sitaan. Segel sita tersebut memuat sekurang-kurangnya: a. Kata “DISITA” b. Nomor dan tanggal Berita Acara Pelaksanaan Sita c. Larangan
untuk
memindahtangankan,
meminjam, merusak barang yang disita.
memindahkan
hak,
59
Dalam
hal
Penanggung
Pajak
menolak
untuk
menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita, Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam BAP Sita, BAP Sita tersebut ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan BAP Sita tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat. Penyitaan tetap dapat dilaksanakan walaupun Penanggung Pajak tidak hadir, sepanjang salah seorang saksi yang berasal dari Pemerintah Daerah setempat, sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa. Dalam hal pelaksanaan penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat. (PP No. 135 Tahun 2000 Pasal 4) Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak, kecuali apabila menurut pertimbangan Jurusita Pajak barang sitaan tersebut perlu disimpan di kantor Pejabat atau di tempat lain. Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak diatur dalam PP No. 135 Tahun 2000 Pasal 8 yaitu: a.
barang bergerak yang telah disita dapat dititipkan kepada aparat Pemerintah Daerah setempat
yang
menjadi
saksi
dalam
pelaksanaan sita. b.
barang tidak bergerak pengawasannya diserahkan kepada aparat Pemerintah Daerah setempat
yang
menjadi
saksi
dalam
pelaksanaan sita tersebut.
Penanggung Pajak diberikan jangka waktu selama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterbitkannya Surat Perintah Melakukan Penyitaan untuk melunasi utang pajaknya. Jika selama jangka waktu tersebut Penanggung Pajak dapat melunasi utang pajaknya beserta biaya penagihan pajak sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) maka akan dilakukan
pencabutan sita
yang diikuti
dengan
60
pengembalian penguasaan barang yang disita kepada Penanggung Pajak. Apabila selama jangka waktu yang telah diberikan namun Penanggung Pajak belum melunasi utang pajaknya termasuk biaya penagihan pajak maka penagihan akan tetap dilanjutkan dengan pengumuman lelang.
4. Lelang Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanakan penyitaan, maka pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang
telah disita melalui Kantor Lelang.
Jurusita Pajak mengajukan permohonan lelang secara tertulis disertai dengan dokumen yang disyaratkan kepada Kepala Kantor Lelang. Sebelum pelaksanaan lelang, terlebih dahulu dilakukan pengumuman lelang oleh pejabat selaku pemohon lelalng sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu: “Pengumuman lelang untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 kali melalui surat kabar harian sekurang-kurangnya 7 hari sebelum pelaksanaan lelang. Sedangkan untuk barang bergerak dilakukan 1 kali melaui surat kabar harian sekurangkurangnya 5 hari sebelum pelaksanaan lelang. Dalam hal penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah pengumuman lelang melalui media masa. Sedangkan pengumuman lelang sendiri berdasarkan jadwal waktu pelaksanaan penagihan dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah penyitaan”. (Wawancara, 2 Mei 2016) Untuk mengamankan pelaksanaan lelang serta melindungi kepentingan Wajib Pajak, dalam setiap pelaksanaan lelang harus ada nilai limit yang merupakan nilai minimal dari barang yang akan dilelang. Nilai limit ditentukan oleh penjual dan diserahkan kepada pejabat lelang selambat-lambatnya pada saat akan dimulainya pelaksanaan lelang. Nilai limit ditentukan dengan melihat kondisi dari
61
barang yang akan dilelang dan tidak dikaitkan dengan besarnya utang pajak. Juru sita pajak datang ketempat dimana barang-barang sitaan itu akan dilelang untuk mendampingi juru lelang. Proses pelaksanaan lelang dipimpin oleh Pejabat Lelang dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), dihadiri oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Seksi Penagihan selaku pihak penjual, Jurusita Pajak, dan calon pembeli/peserta lelang.
E. Fasilitas Pembayaran Utang Pajak Permohonan angsuran dan penundaan pembayaran hanya dapat diajukan oleh wajib pajak yang mempunyai tunggakkan pajak dan tidak sanggup untuk melunasi pajak sekaligus. Wajib pajak yang menunggak dan diberi keringanan menganggsur utang pajaknya, tetap harus membayar pajak bulanannya secara rutin. Permohonan angsuran dan penundaan pembayaran utang pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pelunasan kepada Direktur Jenderal Pajak, paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dengan menggunakan surat permohonan perpanjangan jangka waktu pelunasan. Permohonan Wajib Pajak harus dilakukan secara tertulis menggunakan surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal ditandatangai oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri surat kuasa sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
62
b.
Surat permohonan mencantumkan: 1) Jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran. 2) Jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk ditunda dan jangka waktu penundaan. 3) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohoan pengangsuran atau penundaan pembayaran PBB yang masih harus dibayar, selain memenuhi persyaratan nomor 1) dan 2), Wajib Pajak harus tidak memiliki tunggakan PBB tahun-tahun sebelumnya dan permohonan dimaksud juga harus dilampiri fotokopi Surat Permohonan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak PBB yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan. “Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak harus memberikan jaminan yang dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito. Sedangkan Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak setelah melampaui batas waktu jatuh tempo harus memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran”. (Wawancara, 2 Mei 2016) Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak terdapat 2 (dua) opsi pilihan yang dapat digunakan yaitu : a) Angsuran Permohonan pembayaran angsuran pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pembayaran pangsuran. Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak ditetapkan dalam jumlah yang sama besar untuk setiap angsuran. Sanksi administrasi berupa bunga yang timbul akibat angsuran dihitung berdasarkan saldo utang pajak.
63
Contoh: Penanggung Pajak memiliki utang pajak sebesar Rp 60.000.000,(enam puluh juta) yang sesuai kesepakatan akan diangsur 3 kali dalam 12 bulan dengan jumlah pokok angsuran Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Maka perhitungan pembayaran angsurang Penanggung Pajak tersebut dapat dihitung dengan rumus : Angsuran Pokok + (Saldo Utang Pajak x Bunga Penagihan)
Angsuran I
:
Angsuran Pokok
: Rp 20.000.000,-
Saldo Utang Pajak : Rp 60.000.000,Bunga Penagihan : 2%
Angsuran Pokok
:
: Rp 20.000.000,-
Bunga penagihan : Rp 60.000.000,- x 2% : Rp 1.200.000,+ Rp 21.200.000,Jadi yang harus dibayarkan oleh Penanggung Pajak pada angsuran pertama sebesar Rp 21.200.000,- (dua puluh satu juta dua ratus ribu rupiah) Angsuran II
:
Angsuran Pokok
: Rp 20.000.000,-
Saldo Utang Pajak : Rp 40.000.000,Bunga Penagihan : 2%
Angsuran Pokok :
: Rp 20.000.000,-
Bunga penagihan : Rp 40.000.000,- x 2%
: Rp
800.000,+
Rp 20.800.000,-
64
Jadi yang harus dibayarkan oleh Penanggung Pajak pada angsuran kedua sebesar Rp 20.800.000,- (dua puluh juta delapan ratus ribu rupiah) Angsuran III
:
Angsuran Pokok
: Rp 20.000.000,-
Saldo Utang Pajak : Rp 20.000.000,Bunga Penagihan : 2%
Angsuran Pokok
:
: Rp 20.000.000,-
Bunga Penagihan : Rp 20.000.000,- x 2% : Rp
400.000,+
Rp 20.400.000,Jadi yang harus dibayarkan oleh Penanggung Pajak pada angsuran ketiga sebesar Rp 20.400.000,- (dua puluh juta empat ratus ribu rupiah) b) Penundaan Permohonan penundaan pembayaran utang pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan penundaan pembayaran utang pajak. Besarnya pelunasan penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak yang ditunda pelunasannya. Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan yang timbul akibat penundaan dihitung berdasarkan saldo utang pajak. Contoh: Penanggung
Pajak
mengajukan
permohonan
penundaan
pembayaran utang pajak dan telah disetujui penundaannya dalam jangka waktu 12 bulan dengan jumlah utang pajak sebesar Rp 60.000.000,(enam puluh juta rupiah). Maka pembayaran pelunasan utang pajak dapat dihitung dengan rumus : Angsuran pokok + (Saldo Utang Pajak x Bunga Penagihan selama penundaan)
65
Pelunasan utang pajak: Saldo Utang Pajak : Rp 60.000.000 Bunga Penagihan : 2% Lama Penundaan
: 12 bulan
Angsuran Pokok :
: Rp 60.000.000,-
Bunga Penagihan : Rp 60.000.000 x 24%
: Rp 14.400.000,+ Rp 74.400.000,-
.Jadi pelunasan utang pajak atas penundaan pembayaran dalam waktu 12 bulan sebesar
Rp 74.400.000,- (tujuh puluh empat juta empat ratus
rupiah)
F. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif 1. Tempat Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif Pelaksanaan penagihan aktif ini dilaksanakan dimana Wajib Pajak/Penanggung Pajak terdaftar, dalam hal ini yaitu wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Penyampaian Surat Teguran dilakukan dengan menggunakan jasa kurir ekspedisi, sedangkan dalam Penyampaian Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dilakukan langsung oleh Jurusita dengan mendatangi lokasi atau alamat Wajib Pajak/Penanggung Pajak terdaftar. Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa, kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah. Dalam hal objek sita yang berada di luar wilayah kerja Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa, Pejabat meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap objek sita dimaksud, kecuali
66
ditetapkan lain oleh Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah. (Pasal 20 UU No. 19 Tahun 2000)
2. Waktu Pelaksaan Penagihan Pajak Aktif Berikut adalah tabel yang menggambarkan waktu pelaksanaan penagihan pajak aktif : Tabel 4.4 Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif Urutan
1
2
Tahapan Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Penagihan
Kegiatan
Penerbitan Surat Teguran 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh atau
Surat
Peringatan tempo utang pajak Penanggung
atau
surat
lain
yang Pajak tidak melunasi utang
sejenis.
pajaknya.
Penerbitan Surat Paksa
Sudah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran/Surat Peringatan dan Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya.
3
Penerbitan Surat Perintah Setelah lewat 2x24 jam Surat Melaksanakan Penyitaan
Paksa
diterbitkan
kepada
Penanggung Pajak dan utang pajak belum dilunasi. 4
Pengumuman Lelang
Sudah lewat waktu 14 (empat belas)
hari
sejak
tanggal
pelaksanaan
penyitaan
dan
penanggung
pajak
tidak
melunasi utang pajaknya.
67
Urutan
5
Tahapan Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Penagihan
Kegiatan
Pelaksanaan Lelang
Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.
Sumber: Sub Bagian Penagihan KPP Pratama Surakarta
G. Hambatan dan Upaya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta Dalam pelaksanan penagihan aktif yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta tidak serta merta dapat berjalan secara lancar. Dalam penagihan pajak aktif ini terdapat kendala yang ditemui dalam pelaksanaanya, antara lain : a.
Pengetahuan Wajib Pajak mengenai peraturan perpajakan masih rendah Tingkat ketaatan dalam melakukan pembayaran pajak yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan pemahaman Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan masih rendah. Namun terdapat juga Wajib Pajak yang sengaja mengindari pajak. Wajib Pajak baru menyadari dan merespon penagihan atas utang pajaknya ketika diterbitkannya Surat Teguran Dalam hal ini untuk menyelesaikan permasalah tersebut Jurusita Pajak melakukan tindakan yaitu: “Jurusita memberikan pengertian dari awal mengenai peraturan perpajakan serta sanksi-sanksi yang dapat dikenakan oleh Wajib Pajak apabila tidak mau atau menolak untuk melunasi utang pajak, karena pelaksanaan penagihan aktif ini akan tetap dilanjutkan walaupun Wajib Pajak tidak merespon atau justru dengan sengaja menghindari pajak. Wajib Pajak yang beritikad baik untuk melunasi utang pajaknya, Jurusita akan membantu dengan bernegosiasi dalam rangka tercapainya pelunasan utang pajak”. (Wawancara, 2 Mei 2016)
68
b.
Wajib Pajak/Penanggung Pajak menolak Surat Paksa Adakalanya Wajib Pajak/Penanggung Pajak menolak untuk menerima Surat Paksa yang disampaikan oleh Jurusita Pajak dengan berbagai alasan. Apabila alasan penolakan tersebut dikarenakan tunggakan menurut Surat Paksa berbeda dengan tunggakan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang dimiliki oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak, maka Jurusita Pajak tidak boleh mengubah, apa yang ditertulis dalam Surat Paksa tersebut ataupun mencoret dan menambahkan pembetulannya. Dalam hal kesalahan yang dikarenakan oleh pihak Kantor Pelayanan Pajak Surakarta maka keputusan yang diambil untuk menyelesaikan permasalahan tersebut yaitu: “Penyelesaian dapat dilakukan dengan cara Jurusita Pajak mengembalikan Surat Paksa tersebut kepada Kepala Seksi Penagihan dengan disertai laporan dan usul agar dikeluarkan Surat Paksa yang baru dengan menggunakan nomor dan tanggal yang sama (Pengganti Surat Paksa yang salah tersebut) sesuai dengan data yang sebernarnya. Namun apabila alasan penolakan karena Wajib Pajak/Penanggung Pajak sedang mengajukan keberatan atau banding, maka Surat Paksa dapat diberikan pada Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Akan tetapi bila Wajib Pajak/Penanggung Pajak tetap menolak dengan alasan yang tidak jelas, maka Surat Paksa tetap diberikan dengan menuliskan pada Berita Acara Pelaksanaan Surat Paksa bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa. Dengan demikian Surat Paksa dianggap telah diberitahukan/disampaikan”. (Wawancara, 2 Mei 2016)
c.
Wajib Pajak melakukan perlawanan dengan menyembunyikan aset Perlawanan yang dilakukan Wajib Pajak yang tidak memiliki itikad baik dengan menyembunyikan aset-aset hak miliknya dengan diatas namakan orang lain. Hal ini dilakukan oleh Wajib Pajak agar terhindar dari pengenakan pajak. Untuk menyelesaikan permasalah tersebut yaitu: “Dalam hal ini diperlukan keahlian Jurusita Pajak dalam melihat dan menelusur harta kekayaan Wajib Pajak. Jika benar ditemukan bahwa Wajib Pajak menyembunyikan aset dengan diatasnamakan orang lain yang biasanya dalam bentuk uang/aset yang tersimpan di
69
bank. Jurusita Pajak mengajukan permohonan pemblokiran baik pada bank tempat Wajib Pajak menyimpat asetnya. Jika perlu Jurusita melakukan permohonan pemblokiran langsung pada pusat yang memiliki kewanganan lebih untuk memblokir aset Wajib Pajak yang tersimpan di daerah lain”. (Wawancara, 2 Mei 2016) d.
Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) Permasalahan intern yang dihadapi ketika pelaksanaan penagihan aktif ini yaitu keterbatasan SDM (Jurusita Pajak). Pada umumnya setiap Kantor Pelayanan Pajak terdapat sedikitnya 2-3 Jurusita Pajak, namun jumlah tersebut terlalu sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak yang memiliki tunggakan pajak atau utang pajak. Dalam hal ini untuk bisa menyelesaikan atau memenuhi tugasnya, Kantor Pelayanan Pajak Surakarta khususnya pada bagian penagihan melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu : “Jurusita Pajak membagi tugas wilayah kerja dan menjadwalkan pelaksaan penagihan pajak yang harus dilakukan. Sehingga dapat diketahui tindakan yang dilakukan kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan penagihan dalam rangka melunasin utang pajaknya”. (Wawancara, 2 Mei 2016)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pengamatan mengenai pelaksanaan penagihan pajak aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta yang telah penulis sampaikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pejabat menerbitkan Surat Teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 7 hari setelah jatuh tempo. 2. Surat Paksa diterbitkan apabila dalam jangka waktu 21 hari setelah Surat Teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis diterbitkan namun Penanggung Pajak masih juga belum melunasi utang pajaknya. Kewajiban pajak sebagaimana tertuang dalam Surat Paksa harus dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam. 3. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) diterbitkan yang disertai pelaksanaan penyitaan apabila dalam jangka waktu 2x24 setelah Surat Paksa diberitahukan, namun Wajib Pajak/Penanggung Pajak belum melunasi utang pajaknya. 4. 14 hari setelah diterbitkannya SPMP ternyata Wajib Pajak/Penanggung Pajak belum melunasi utang pajaknya, maka pejabat menerbitkan surat perintah tentang pengumuman lelang. Pengumuman lelang untuk barang tidak bergerak dilakukan dua kali melalui surat kabar harian sekurangkurangnya 7 hari sebelum pelaksanaan lelang. Sedangkan untuk barang bergerak dilakukan satu kali melalui surat kabar harian sekurangkurangnya 5 hari sebelum pelaksanaan lelang. 5. 14 hari setelah pengumuman lelang ternyata Penanggung Pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya, maka pejabat berwenang melakukan penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita melalui Kantor Lelang. Terlebih dahulu Jurusita Pajak mengajukan permohonan lelang
70
71
6.
secara tertulis yang disertai dengan dokumen yang disyaratkan kepada Kepala Kantor Lelang.
7. Setiap pelaksanaan lelang harus ada nilai limit yang merupakan nilai minimal dari barang yang akan dilelang. Nilai limit ditentukan oleh penjual dengan melihat kondisi dari barang yang akan dilelang dan diserahkan kepada pejabat lelang selambat-lambatnya pada saat akan dimulainya pelaksanaan lelang. 8. Bagi Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang beritikad baik untuk melunasi utang pajaknya namun merasa keberatan atau tidak bisa melunasi sekaligus utang pajaknya dapat mengajukan permohonan angsuran dan penundaan pembayaran utang pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak. 9. Dalam melaksanakan penagihan aktif ini ditemukan beberapa hambatan antara lain: a. Pengetahuan Wajib Pajak mengenai peraturan perpajakan masih rendah b. Wajib Pajak/Penanggung Pajak menolak Surat Paksa c. Wajib Pajak melakukan perlawanan dengan menyembunyikan aset d. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) Jurusita Pajak
B. Saran Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis mengenai pelaksanaan penagihan pajak aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta, maka saran yang dapat penulis berikan yaitu: a. Mengadakan sosialisasi dengan memberikan pemahaman atau pengetahuan
mengenai
peraturan
perpajakan
khususnya
yang
berkaitan dengan penagihan pajak aktif kepada Wajib Pajak atau kepada instansi terkait melalui komunikasi secara langsung kepada
72
mereka. Diharapkan masyarakat menjadi tahu dan paham, patuh dan sadar dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. b. Memberikan informasi mengenai peraturan perpajakan khususnya yang berkaitan dengan penagihan pajak aktif melalui media cetak yaitu dengan memberikan buku panduan kepada Wajib Pajak, atau melalui media elektronik yaitu bisa melalui website yang dapat di akses oleh masyarakat umum. c. Memberikan edukasi perpajakan kepada masyarakat sebagai upaya melakukan pendekatan kepada Wajib Pajak dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan berinteraksi langsung kepada Wajib Pajak atau Calon Wajib Pajak dengan bekerjasama dengan suatu instansi atau organisasi masyarakat.