BAB IV PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
4.1. Flow Chart Perakitan Roda Proses perakitan roda depan tipe spoke dapat digambarkan dalam flow chart berikut ini:
Press Bearing
Press Dust Seal
Spooking
Setting Spoke
Feedmat
Rim Centering
Dialing
Brake Assy
Torque Click
A
45
A
Tire Install
Nut Tire
Air Filling
Final Inspection
Gambar 4.1 Flow Chart Assy Wheell Front a. Press Bearing Disini bearing dipasangkan kedalam hub roda dengan menggunakan mesin press hidrolik yang berkekuatan maksimal 10 ton. Bearing
Hub
Collar
Gambar 4.2 Mesin Press Bearing b. Press Dust Seal Hub roda yang sudah terpasang bearingnya diproses lagi untuk pemasangan
46
dust seal dengan mesin press pneumatik yang bertujuan untuk melindungi bearing dari kotoran dan retainer yang berfungsi untuk memutar gearbox yang terhubung ke speedometer. Dust Seal
Retainer
Dust Seal
Gambar 4.3
Mesin Press Dust Seal
c. Spoking Proses spoking adalah proses pemasangan ruji-ruji ke dalam hub roda.
Gambar 4.4 Proses Spooking d. Setting Spoke Setting Spoke merupakan proses penyetingan ruji-ruji supaya masuk kedalam lubang rim roda.
47
Gambar 4.5 Proses Setting Spoke e. Feedmat Proses feedmat adalah proses pemasangan nipple kedalam ruji-ruji. Proses ini menggunakan mesin feedmat. nipple
Roda Gambar 4.6 Mesin Feedmat f. Rim Centering Rim centering adalah proses pengencangan nipple setelah proses feedmat. Mesin yang digunakan adalah mesin rim centering.
48
Gambar 4.7 Mesin Rim Centering g. Dialling Ini adalah proses untuk membuat rim roda benar-benar bulat / tidak oleng, dengan membuat round out vertikal maupun round out horizontalnya sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Dial Meter Gambar 4.8 Mesin Dialling h. Brake Assy Brake Assy merupakan proses pemasangan disk brake pada hub dari roda. Disini memakai meja untuk meletakkan roda, sedangkan pengencangan baut
49
memakai impact.
Disk Brake
Baut Disk
Gambar 4.9 Proses Brake Assy i. Torque Click Torque click adalah proses untuk memastikan bahwa pengencangan baut disk sesuai dengan standar torsi yang ditetapkan.
Gambar 4.10 Proses Torque Click
j. Tire Install Disini tire dipasangkan kedalam rim roda dengan menggunakan mesin Tire Install.
50
Gambar 4.11 Mesin Tire Install k. Nut Tire Merupakan proses pemasangan nut pada katub angin roda.
Gambar 4.12 Proses Nut Tire
51
l. Air Filling Ini adalah proses pengisian angin kedalam roda dengan menggunakan mesin Air Filling.
Mesin Air Filling Gambar 4.13 Proses Air Filling
m. Final Inspection Ini adalah proses inspeksi akhir dari roda untuk mengecek bahwa roda yang diprodusi sesuai dengan standar yang ditentukan perusahaan.
Gambar 4.14 Proses Final Inspection
52
4.2. Data Frekuensi Down time Mesin Produksi Assy Wheell Berikut ini adalah data frekuensi down time dari mesin-mesin yang dipakai untuk merakit roda sepeda motor. Data ini merupakan data rekapan laporan bulanan selama periode bulan Desember 2005 sampai bulan April 2006.
Tabel 4.1 Data Down time Mesin Assy Wheell No.
Press Bearing Dust Seal Spoking Feed mate Conveyor Rim Centering Dialling Nut Runner - Disc Brake Tire Install Nut Tire - Oiler Tire Air Filling Total
Prosentase Waktu Down Time ( menit ) ( %) Desember Januari Februari Maret 2,67% 0 10 10 0 0,00% 0 0 0 0 1,33% 0 0 0 0 22,67% 30 170 15 10 5,33% 12 15 15 0 8,00% 55 73 105 5 0,00% 0 0 0 0 5,33% 0 35 0 10 49,33% 415 120 75 105 1,33% 5 0 0 0 4,00% 40 0 0 15 100,00% 557 423 220 145
Frek DT 2 0 1 17 4 6 0 4 37 1 3 75
Total DT per mesin 20 0 15 195 30 183 0 47 384 0 45 919
April 0 0 15 0 0 0 0 2 84 0 30 131
384
195
183 47
ut R
-O ut Ti re
Nama Mesin
Gambar 4.15 Data Down time Mesin Assy Wheell
g
ile rT ire
In st al l Ti re
isc -D
un ne r
im R
N
N
Br ak e
0
ia llin g
C
D
en te rin g
on ve yo r C
m at e
45
0
Ai rF il li n
30
15
Fe ed
us t
Se
al
0
Sp ok in g
20
D
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Be ar in g
Total waktu down time ( menit )
Dari data tabel diatas jika dibuat diagram batang akan menjadi seperti berikut ini :
Pr es s
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Mesin - Proses
53
Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa mesin Tire Install memilki nilai down time yang paling tinggi yaitu sebesar 384 menit (49,33%). Dari data ini maka dipilih mesin Tire Install yang akan diatasi permasalahannya sehingga nilai down time nya bisa turun. Berikut ini adalah data down time dari mesin Tire Install untuk tiap lini produksi untuk periode bulan Desember 2005 sampai bulan April 2006. Tabel 4.2 Data Down time Mesin Tire Install tiap lini No.
Lini 1 Lini 2 Lini 3 Lini 4 Total
Waktu Down Time ( menit ) Tahun Frekuensi pembuatan Desember Januari Februari Maret April 1996 15 305 75 65 30 15 2002 2 40 0 0 0 0 2002 6 30 0 10 15 15 1997 19 220 45 0 30 85 42 595 120 75 75 115
Total Prosentase DT ( %) 490 50,00% 40 4,08% 70 7,14% 380 38,78% 100,00% 980
350 305 300 Waktu DT ( menit )
1 2 3 4
Lini
250
220
200 150 100
75
85 65
50
30
40 15
45
30 0
0
0
0
0
10 15 15
30 0
0 Line 1
Line 2
Line 3
Line 4
No. Line BULAN DESEMBER
BULAN JANUARI
BULAN FEBRUARI
BULAN MARET
BULAN APRIL
Gambar 4.16 Data Down time Mesin Tire Install tiap lini.
54
Dari informasi diatas dapat diketahui mesin yang memiliki down time tertinggi sampai terendah adalah mesin Tire Install lini 1 (50%), mesin Tire Install lini 1 (38,78%), mesin Tire Install lini 3 (7,14%), mesin Tire Install lini 2 (4,08%). Dari data diatas maka penulis memilih menurunkan nilai down time mesin Tire Install lini 1 yang memiliki nilai down time total pada bulan Desember 2005 sampai bulan April 2006 sebesar 490 menit atau 50% dari keseluruhan nilai down time mesin Tire Install seluruh lini.
4.3. Bagian-bagian Mesin Tire Install
Gambar 4.17 Gambar Mesin Tire Install 1) Lengan penekan rol Adalah bagian dari mesin Tire Install yang berfungsi untuk dudukan dari rol penekan rim.
55
2) Rol penekan rim Adalah bagian dari mesin Tire Install yang berfungsi untuk menekan ban supaya masuk kedalam rim roda. 3) Limit Switch Adalah bagian dari mesin Tire Install yang berfungsi untuk sensor mesin. Limit switch yang berada disisi kanan saat tersentuh oleh lengan pemutar rol akan memberi sinyal pada rangkaian kontrol bahwa lengan pemutar rol berada disebelah kanan yang menunjukkan bahwa mesin Tire Install telah selesai melakukan satu siklus operasi dan telah siap untuk beroperasi lagi, sedangkan limit switch yang berada di sisi kiri saat tersentuh oleh lengan pemutar rol akan memberi sinyal pada rangkaian kontrol untuk membuka rol penekan rim dan motor untuk berputar berlawanan arah. 4) Meja Mesin Adalah bagian dari mesin Tire Install yang berfungsi untuk sebagai tempat untuk meletakkan rim roda. 5) Lengan pemutar rol Adalah bagian dari mesin Tire Install yang berfungsi sebagai dudukan lengan penekan rol. Bagian ini berhubungan dengan Worm Gear yang akan membuat lengan pemutar rol berputar. 6) Worm Gear Adalah bagian dari mesin Tire Install yang berfungsi mengubah gerakan berputar vertikal menjadi gerakan berputar horizontal yang akan memutar
56
lengan pemutar rol. 7) Pillow Block Adalah bagian dari mesin Tire Install yang berfungsi sebagai dudukan dari Worm Gear. 8) Motor Adalah bagian dari mesin Tire Install yang berfungsi penggerak dari putaran lengan pemutar rol. Bagian ini terhubung dengan Worm Gear dengan menggunakan rantai.
4.4. Cara Kerja Mesin Tire Install Saat awal operasi lengan pemutar rol ada disisi kanan sedangkan rol penekan rim pada kondisi membuka ( tidak menekan rim ). Letakkan rim pada meja mesin, pasang satu bagian ban pada rim. Setelah tombol start ditekan maka rol penekan rim akan menekan rim dan lengan pemutar rol akan berputar berlawanan arah jarum jam sampai menyentuh limit switch disisi kiri. Setelah itu rol penekan rim akan membuka dan lengan pemutar rol akan berputar berbalik arah (searah jarum jam) sampai menyentuh limit switch sisi kanan.
4.5. Jenis-jenis Permasalahan Mesin Tire Install Setelah penulis menentukan mesin Tire Install lini 1 yang akan diturunkan nilai down timenya, penulis mengumpulkan data-data permasalahan yang terjadi pada mesin Tire Install dalam periode Desember 2005 sampai April 2006. Berikut ini
57
adalah data jenis-jenis permasalah mesin Tire Install lini 1 : Tabel 4.3 Data Jenis masalah Mesin Tire Install lini 1 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Komponen Rangkaian panel Worm Gear Roll penekan Rim Rantai & Sprocket Pillow blok Kabel Selenoid Valve Motor Listrik AC Push Button START & EMG Silinder Pneumatik & Swifel Limit Switch TOTAL
Jenis Trouble
Frek.
Kabel Putus Gear macet Roll Pecah, Lepas Sprocket Lepas Lepas, Pecah Kabel Putus Baut Lepas Switch Rusak Pin Swifel Lepas Switch Rusak
8 2 6 1 3 3 1 2 1 1 28
Des 295 0 30 0 30 45 0 15 15 0 430
Jan 25 0 60 0 0 0 25 0 0 10 120
BULAN Feb 0 65 0 30 10 0 0 0 0 0 105
Mar 10 30 30 10 15 0 0 5 0 0 100
Apr 10 60 20 50 15 0 0 0 0 0 155
Total Prosentase 340 155 140 90 70 45 25 20 15 10 910
37.36% 17.03% 15.38% 9.89% 7.69% 4.95% 2.75% 2.20% 1.65% 1.10% 100%
Dari data tersebut jika dibuat diagram pareto akan menjadi seperti berikut : DIAGRAM PARETO PARTS RUSAK MESIN TIRE INSTALL Periode : Desember 2004 - April 2005 900 92,31%
800
97,25%
98,90%
100% 100,00%
87,36%
70%
69,78%
600
90% 80%
79,67%
700 Waktu ( menit )
95,05%
60% 500
54,40%
50%
400 300
40%
37,36%
30%
200
20%
100
10% 0%
0 Electric Control
Worm Gear
Roll penekan Rim
Rantai & Sprocket
Pillow blok
Kabel Selenoid
Motor Push Button Silinder Limit Switch Listrik AC START & Pneumatik EMG & Swifel
Nama Parts
Gambar 4.18 Diagram pareto bagian yang rusak mesin Tire Install lini 1 Dari diagram tersebut dapat diketahui 4 besar permasalah yang menyumbang nilai down time tinggi adalah elektrik kontrol (37,36%), Worm Gear (17,04%), rol penekan rim (15,38%), rantai dan Sprocket (9,87 %). Dari data tersebut penulis mempunyai target untuk menurunkan down time mesin
Cum 37.36% 54.40% 69.78% 79.67% 87.36% 92.31% 95.05% 97.25% 98.90% 100.00% 100%
58
Tire Install lini 1 sebesar 80 % yaitu dengan mengatasi permasalahan pada bagian elektrik kontrol, Worm Gear, rol penekan, rantai dan Sprocket.
4.6.Analisis Fishbone
Gambar 4.19 Diagram Fishbone Down time Mesin Tire Install
Prinsip yang digunakan untuk membuat diagram fishbone ini adalah hasil dari pengamatan penulis, selain itu juga merupakan sumbang saran atau brainstorming dari anggota teknisi dilapangan dari Process Engineering. Pengamatan
dilakukan
terhadap
faktor-faktor
utama
yangmempengaruhi
berlangsungnya proses produksi yaitu : manusia, mesin, matode, material dan
59
lingkungan. Dari kelima faktor tersebut diatas, hanya ada 4 faktor yang menyebabkan tingginya down time mesin Tire Install tersebut, yaitu : manusia, mesin, metode dan lingkungan. 4.6.1. Manusia Teknisi yang salah analisis dalam memperbaiki mesin. Hal ini disebabkan karena tingginya tingkat kerusakan mesin yang lain sehinggga menyebabkan kelelahan dari teknisi tersebut. 4.6.2. Mesin Ada banyak penyebab yang ditimbulkan dari faktor mesin, diantaranya adalah : elektrik kontrol, rantai dan Sprocket, Worm Gear dan rol penekan yang sering bermasalah. 4.6.3.
Metode Perbaikan kerusakan yang lama yang disebabkan karena pengkabelan rangkaian kontrol yang tidak teratur dan teknisi tidak mempunyai metode yang tepat untuk mengatasi kerusakan tersebut.
4.6.4. Lingkungan Pemakaian white oil yang berceceran ke lantai menyebabkan area licin sehingga ketika terjadi kerusakan mesin, teknisi harus hati-hati dalam perbaikan supaya tidak terpeleset. Bagian mesin yang terkena ceceran white oil akan mempunyai umur lebih pedek atau resiko mengalami kerusakan lebih besar.
60
4.7. Why –why Analisis Dari data permasalahan yang mnyumbangkan nilai down time tinggi diatas jika dianalisis dengan metode why-why analisis akan menjadi sebagai berikut : 4.7.1. Elektrik Kontrol
Gambar 4.20 Why-why analisis elektrik kontrol Rangkaian elektrik kontrol yang tidak berfungsi dikarenakan kabel limit switch dilengan pemutar yang putus
yang dikarenakan kabel tersebut tidak dibungkus
dengan pelindung (cushion) tetapi kabel hanya diikat dengan hose band. Hal ini menyebabkan kabel gampang putus karena diarea jalur kabel tersebut bergesekan dengan poros mesin utama.
61
4.7.2 Worm Gear
Gambar 4.21 Why-why analisis Worm Gear
Worm Gear adalah bagian yang berfungsi untuk memutar lengan penekan rol. Dudukan dari Worm Gear tersebut adalah pillow block. Clearance antar alur Worm Gear karena aus dan pillow block yang bergeser karena baut yang kendor saat berputar menyebabkan Worm Gear mengunci sendiri.
62
4.7.3
Rol Penekan Rim
Gambar 4.22 Why-why analisis unit rol penekan Rol penekan adalah bagian yang berfungsi untuk menekan tire sehingga masuk ke dalam rim roda. Rol penekan ini sering tidak berfungsi karena pecah. Rol penekan pecah dikarenakan kesalahan disain dari rol penekan yaitu material rol penekan yang mudah pecah dan rol penekan yang terlalu tipis.
63
4.7.4
Rantai dan Sprocket
Gambar 4.23 Why-why analisis rantai dan Sprocket Rantai dan Sprocket adalah bagian yang memutar Worm Gear untuk memutar lengan penekan rol. Masalah yang terjadi disini adalah rantai dan Sprocket yang lepas dari poros Worm Gear mesin Tire Install. Hal ini dikarenakan pasak yang menjadi pengunci Sprocket terhadap poros Worm Gear yang aus atau memiliki umur yang pendek disamping itu desain dari sistem pengunci Sprocket sendiri yang masih kurang lengkap sehingga tidak ada penahan dari gerak aksial pasak. Gerakan aksial pasak ini saat pasak sudah aus akan menyebabkan pasak gampang lepas atau keluar dari alur pasak di poros Sprocket.
64
4.8
Rencana Perbaikan Dari permasalah-permasalahan yang sudah dijabarkan diatas penulis meyusun
alternatif-alternatif
penyelesaian
permasalahannya.
Metode
yang
digunakan
penyusuan alternatif ini adalah dengan brainstorming dari teknisi-teknisi. Hasil dari brainstorming tersebut didapat 3 alternalif pengatasan masalah, alternatif tersebut bisa dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.4 Alternatif-alternatif solusi permasalahan Masalah
ALT 1
ALT 2
Electrik Kontrol tidak berfungsi
Perbaikan Layout kabel sehingga kabel terhindar dari gesekan
Kabel dibungkus pelindung sehingga terhindar dari gesekan
Worm Gear mengunci sendiri
Penggantian worm gear dan pillow block
Ganti worm gear dengan sistem GearBox
Unit Rol penekan
desain baru dengan memperpendek tabung dan mempertebal lapisan teflonnya
Ganti material rol
tidak berfungsi
Rantai & Sprocket Lepas
ganti sistem rantai dengan gearbox
penekan dengan material tidak mudah pecah Pembuatan safety bolt untuk menahan gerak aksial pasak
ALT 3 Perubahan rangkaian kontrol
Modifikasi pillow block dengan pembuatan pin penahan Ganti desain rol penekan dan material rol penekan
Ganti material dan desain pasak sehingga tidak mudah aus
4.9 Analisis AHP Dari masing-masing alternatif tersebut kita pilih alternatif mana yang terbaik. Disini penulis menggunakan analisis AHP (Analytical Hierarchy Process).
65
4.9.1
Matriks Perbandingan Preferensi Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix)
Langkah ini adalah langkah untuk memberi nilai dengan membandingkan dari setiap alternatif yang ada. Disini menggunakan skala 1-9 seperti yang telah dijelaskan pada landasan teori (untuk mengetahui skala lihat table 2.3 ). Penilaian dilakukan oleh para teknisi di lini produksi dengan melakukan brainstorming. Berikut adalah hasil dari penilaian alternatif untuk tiap permasalahan tersebut : Tabel 4.5 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk masalah Elektrik kontrol Elektrik kontrol ALT 1 ALT 2 ALT 3
ALT 1
ALT2 1 3 5
ALT3 1 4
1
Tabel 4.6 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk masalah Worm Gear Worm Gear mengunci sendiri ALT 1 ALT 2 ALT 3
ALT 1
ALT2 1 4 6
ALT3 1 4
1
Tabel 4.7 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk masalah Unit Rol Penekan Unit Rol penekan tidak berfungsi ALT 1 ALT 2 ALT 3
ALT 1
ALT2 1 5
ALT3 3 1 7
1
Tabel 4.8 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk masalah Rantai dan Sprocket
66
Rantai dan Sprocket Lepas ALT 1 ALT 2 ALT 3
ALT 1
ALT2 1 3 6
ALT3 1 5
1
Selanjutnya mengisi sel yang kosong tersebut dengan cara : jika untuk ALT 1 mendapat a bila dibandingkan ALT 2 maka ALT 2 akan mendapat nilai 1/a bila dibandingkan dengan ALT 1. Berikut adalah hasil yang didapat dari perhitungan diatas : Tabel 4.9 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk masalah elektrik kontrol Elektrik kontrol ALT 1 ALT 2 ALT 3
ALT 1
ALT2 1 3 5
0,33 1 4
ALT3 0,2 0,25 1
Tabel 4.10 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk masalah Worm Gear Worm Gear mengunci sendiri ALT 1 ALT 2 ALT 3
ALT 1
ALT2 1 4 6
0,25 1 4
ALT3 0,17 0,25 1
Tabel 4.11 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk masalah Unit Rol Penekan Unit Rol penekan tidak berfungsi ALT 1 ALT 2 ALT 3
ALT 1 1 0,33 4
ALT2 3 1 7
ALT3 0,25 0,14 1
67
Tabel 4.12 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk masalah Rantai dan Sprocket Rantai dan Sprocket Lepas ALT 1 ALT 2 ALT 3
4.9.2
ALT 1
ALT2 1 3 6
0,33 1 5
ALT3 0,17 0,2 1
Normalisasi Matriks
Setelah matriks tersebut diisi kemudian normalisasikan matriks tersebut . Langkah awal dalam normalisasi matriks adalah dengan menjumlahkan tiap kolom matriks. Hasil dari langkah ini adalah sebagai berikut : Tabel 4.13 Menjumlahkan kolom matriks untuk masalah Elektrik kontrol Elektrik kontrol ALT 1 ALT 2 ALT 3 TOTAL
ALT 1
ALT2
1 3 5 9,00
0,33 1 4 5,33
ALT3 0,2 0,25 1 1,45
Tabel 4.14 Menjumlahkan kolom matriks untuk masalah Worm Gear Worm Gear mengunci sendiri ALT 1 ALT 2 ALT 3 TOTAL
ALT 1
ALT2
1 4 6 11,00
0,25 1 4 5,25
ALT3 0,2 0,25 1 1,42
Tabel 4.15 Menjumlahkan kolom matriks untuk masalah Unit Rol Penekan Unit Rol penekan tidak berfungsi ALT 1 ALT 2 ALT 3 TOTAL
ALT 1 1 0,33 4 5,33
ALT2 3 1 7 11,00
ALT3 0,25 0,14 1 1,39
68
Tabel 4.16 Menjumlahkan kolom matriks untuk masalah Rantai dan Sprocket Rantai dan Sprocket Lepas ALT 1 ALT 2 ALT 3 TOTAL
ALT 1 1 3 6 10,00
ALT2 0,33 1 5 6,33
ALT3 0,17 0,2 1 1,37
Langkah berikutnya adalah dengan membagi setiap entri dalam setiap kolom dengan jumlah pada kolom tersebut untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi. Hasil dari langkah ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.17 Normalisasi matriks untuk masalah Elektrik kontrol Elektrik kontrol ALT 1 ALT 2 ALT 3
ALT 1 0,111 0,333 0,556
ALT2 0,063 0,188 0,750
ALT3 0,138 0,172 0,690
Tabel 4.18 Normalisasi matriks untuk masalah Worm Gear Unit Rol penekan tidak berfungsi ALT 1 ALT 2 ALT 3
ALT 1 0,188 0,063 0,750
ALT2 0,273 0,091 0,636
ALT3 0,179 0,103 0,718
Tabel 4.19 Normalisasi matriks untuk masalah Unit Rol Penekan Unit Rol penekan tidak berfungsi ALT 1 ALT 2 ALT 3
ALT 1 0,188 0,063 0,750
ALT2 0,273 0,091 0,636
ALT3 0,179 0,103 0,718
69
Tabel 4.20 Normalisasi matriks untuk masalah Rantai dan Sprocket Rantai dan Sprocket Lepas ALT 1 ALT 2 ALT 3
4.9.3
ALT 1 0,100 0,300 0,600
ALT2 0,053 0,158 0,789
ALT3 0,122 0,146 0,732
Penentuan Prioritas Relatif
Dari matriks yang sudah dinormalisasi lalu dilanjutkan dengan merata-ratakan sepanjang baris dengan menjumlahkan semua nilai dalam setiap baris matriks yang dinormalisasi itu, dan membaginya dengan banyaknya entri dari setiap baris. Hasil dari langkah ini adalah sebagai berikut : Tabel 4.21 Vektor preferensi untuk masalah Elektrik kontrol Elektrik kontrol ALT 1 ALT 2 ALT 3
0,104 0,231 0,665
Dari perhitungan diatas, menghasilkan prioritas relatif menyeluruh, atau vektor preferensi untuk masalah elektrik kontrol dari ALT1, ALT2, ALT3 tersebut masingmasing 0,104; 0,231; dan 0,665. Maka untuk pengatasan masalah elektrik kontrol dipilih ALT3 yaitu dengan merubah rangkaian kontrol mesin tire install.
Tabel 4.22 Vektor preferensi untuk masalah Worm Gear Worm Gear mengunci sendiri ALT 1 ALT 2 ALT 3
0,085 0,244 0,671
Dari perhitungan diatas, menghasilkan prioritas relatif menyeluruh, atau vektor preferensi untuk masalah Worm Gear dari ALT1, ALT2, ALT3 tersebut masing-
70
masing 0,085; 0,244; dan 0,671. Maka untuk pengatasan masalah Worm Gear dipilih ALT 3 yaitu modifikasi pillow block dengan pembuatan pin penahan.
Tabel 4.23 Vektor preferensi untuk masalah Unit Rol Penekan Unit Rol penekan tidak berfungsi ALT 1 ALT 2 ALT 3
0,213 0,085 0,701
Dari perhitungan diatas, menghasilkan prioritas relatif menyeluruh, atau vektor preferensi untuk masalah unit rol penekan dari ALT1, ALT2, ALT3 tersebut masingmasing 0,213; 0,085; dan 0,701. Maka untuk pengatasan masalah unit rol penekan dipilih ALT3 yaitu mengganti desain dan material rol penekan sehingga tidak mudah pecah.
Tabel 4.24 Vektor preferensi untuk masalah Rantai dan Sprocket Rantai dan Sprocket Lepas ALT 1 ALT 2 ALT 3
0,092 0,201 0,707
Dari perhitungan diatas, menghasilkan prioritas relatif menyeluruh, atau vektor preferensi untuk masalah rantai dan Sprocket dari ALT1, ALT2, ALT3 tersebut masing-masing0,092; 0,201; dan 0,707. Maka untuk pengatasan masalah Rantai dan Sprocket dipilih ALT3 yaitu mengganti material pasak sehingga tidak mudah aus dan mengganti desain pasak.
71
4.9.4
Menentukan Rasio Konsistensi
Selain kita menetapkan nilai(bobot) faktor evaluasi sebagai dasar penilaian alternatif, perlu ditentukan pula apakah matriks perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) yang dilakukan cukup konsisten atau tidak dengan cara menetukan rasio konsistensinya. Penentuan rasio konsistensi dimulai dengan menetukan Weight Sum Vector. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengalikan skala prioritas relatif untuk ALT 1 dengan kolom pertama dari matriks perbandingan berpasangan awal. Kemudian mengalikan skala prioritas relatif untuk ALT 2 dengan kolom kedua dan skala prioritas relatif untuk ALT 3 dengan kolom ketiga dari matriks perbandingan berpasangan awal. Kemudian kita menjumlahkan nilai-nilai atau angka-angka baris per baris. Berikut ini adalah hasil dari Weight Sum Vector : Tabel 4.25 Weight Sum Vector untuk masalah Elektrik Kontrol
Matriks Perbandingan Berpasangan awal Elektrik kontrol ALT 1 ALT2 ALT3 ALT 1 1 0,33 0,2 ALT 2 3 1 0,25 ALT 3 5 4 1
Weighted Sum Vector Elektrik kontrol ALT 1 0,314 ALT 2 0,709 ALT 3 2,109
Skala Prioritas Relatif
x
0,104 0,231 0,665
72
Tabel 4.26 Weight Sum Vector untuk masalah Worm Gear
Matriks Perbandingan Berpasangan awal ALT Worm Gear mengunci sendiri 1 ALT2 ALT 1 1 0,25 ALT 2 4 1 ALT 3 6 4
Weighted Sum Vector Worm Gear mengunci sendiri ALT 1 ALT 2 ALT 3
Skala Prioritas Relatif ALT3 0,17 0,25 1
0,085 0,244 0,671
x
0,258 0,753 2,158
Tabel 4.27 Weight Sum Vector untuk masalah Unit Rol Penekan
Matriks Perbandingan Berpasangan awal Unit Rol penekan tidak berfungsi ALT 1 ALT2 ALT 1 1 ALT 2 0,33 ALT 3 4
Weighted Sum Vector Unit Rol penekan tidak berfungsi ALT 1 ALT 2 ALT 3
0,645 0,257 2,152
Skala Prioritas Relatif 3 1 7
ALT3 0,25 0,14 1
x
0,213 0,085 0,701
73
Tabel 4.28 Weight Sum Vector untuk masalah Rantai dan Sprocket
Matriks Perbandingan Berpasangan awal Rantai dan Sprocket Lepas ALT 1 ALT 1 1 ALT 2 3,00 ALT 3 6,00
Weighted Sum Vector Rantai dan Sprocket Lepas ALT 1 ALT 2 ALT 3
Skala Prioritas Relatif ALT2 0,33 1 5,00
ALT3 0,166667 0,2 1
x
0,092 0,201 0,707
0,277 0,617 2,263
Langkah berikutnya adalah menentukan Consistency Vector. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membagi nilai Weight Sum Vector dengan nilai skala prioritas relatif yang telah didapatkan sebelumnya. Berikut ini adalah hasil dari Consistency Vector: Tabel 4.29 Consistency Vektor untuk masalah Elektrik kontrol Elektrik kontrol ALT 1 ALT 2 ALT 3
0,314/0,104 0,709/0,231 2,109/0,665
=
Hasil 3,023 3,068 3,171
Tabel 4.30 Consistency Vektor untuk masalah Worm Gear Worm Gear mengunci sendiri ALT 1 ALT 2 ALT 3
0,258/0,085 0,753/0,244 2,158/0,671
=
Hasil 3,023 3,091 3,215
74
Tabel 4.31 Consistency Vektor untuk masalah Unit Rol Penekan Unit Rol penekan tidak berfungsi ALT 1 ALT 2 ALT 3
0,645/0,213 0,257/0,085 2,152/0,701
Hasil 3,023 3,007 3,068
=
Tabel 4.32 Consistency Vektor untuk masalah Rantai dan Sprocket Rantai dan Sprocket Lepas ALT 1 ALT 2 ALT 3
0,277/0,092 0,617/0,201 2,263/0,707
=
Hasil 3,021 3,065 3,201
Kini setelah kita menemukan consistency vector-nya, kita perlu menghitung nilainilai dua hal lainnya, yaitu lamda (λ) dan Consistency Index (CI), sebelum rasio konsistensi terakhir dapat dihitung. Nilai lamda biasanya merupakan niai rata-rata consistency vector.
CI =
λ−n n −1
(rumus consistency index)
Dimana n merupakan jumlah alternatif solusi yang sedang dibandingkan. Dalam kasus ini, n=3, untuk tiga alternatif solusi yang berbeda yang dibandingkan. ¾ Elektrik Kontrol
λ= (3,023+3,068+3,171)/3 = 3,087 sehingga didapat nilai consistensi index (CI) sebasar: CI =
3,087 − 3 = 0,043 3 −1
75
¾ Worm Gear
λ= (3,023+3,091+3,215)/3 = 3,110 sehingga didapat nilai consistensi index (CI) sebasar: CI =
3,110 − 3 = 0,055 3 −1
¾ Unit Rol Penekan
λ= (3,023+3,007+3,068)/3 = 3,033 sehingga didapat nilai consistensi index (CI) sebasar: CI =
3,033 − 3 = 0,016 3 −1
¾ Rantai dan Sprocket
λ= (3,021+3,065+ 3,201)/3 = 3,096 sehingga didapat nilai consistensi index (CI) sebasar: CI =
3,096 − 3 = 0,048 3 −1
Yang terakhir adalah perhitungan Consistency Ratio. Consistency Ratio (CR) merupakan nilai yang mengindikasikan tingkat konsistensi pengambilan keputusan dalam melakukan perbandingan berpasangan yang pada akhirnya mengindikasikan kualitas keputusan atau pilihan kita. Nilai CR yang besar menunjukkan kurang konsistensinya perbandingan kita, sementara nilai CR yang semakin rendah mengindikasikan semakin konsistensinya perbandingan yang dilakukan. Umumnya, jika nilai CR nya adalah 0,10 atau kurang, maka perbandingan yang dilakukan
76
termasuk nilai dari hasil perbandingan untuk dasar pengambilan keputusan secara relatif disebut konsisten. Untuk nilai CR yang lebih besar dari 0,10, menunjukkna bahwa perbandingan yang dilakukan harus dipertimbangkan untuk mengevaluasi ulang dari matriks perbandingan berpasangan awal yang telah dilakukan. Consistency Ratio (CR) adalah sama dengan Consistency Index dibagi dengan Random Index (RI), CR =
CI RI
(rumus consistency ratio)
dimana RI ditentukan berdasarkan pada sebuah tabel RI (lihat tabel 2.8). Random Index adalah sebuah fungsi langsung dari jumlah alternatif yang sedang dipertimbangkan. Berdasarkan dari tabel RI, untuk nilai n=3 maka didapat nilai RI=0,58. Berikut ini adalah perhitungan akhir dari consistency ratio dari
tiap
permasalahan: ¾ Elekrik kontrol
CR =
0,043 = 0,075 0,58
Nilai CR = 0,075 < 0,10, berarti perbandingan berpasangan untuk masalah elektrik kontrol yang dilakukan konsisten. ¾ Worm Gear
CR =
0,055 = 0,095 0,58
Nilai CR = 0,095 < 0,10 berarti perbandingan berpasangan untuk masalah Worm Gear yang dilakukan konsisten.
77
¾ Unit Rol Penekan
CR =
0,016 = 0,028 0,58
Nilai CR = 0,028 < 0,10 berarti perbandingan berpasangan untuk masalah unit rol penekan yang dilakukan konsisten.
¾ Rantai dan Sprocket
CR =
0,048 = 0,083 0,58
Nilai CR = 0,083 < 0,10 berarti perbandingan berpasangan untuk masalah rantai dan Sprocket yang dilakukan konsisten.
4.10. Analisis 5W-H
Untuk melakukan perbaikan terhadap akar-akar permasalahan bisa dijelaskan dengan metode 5W-2H yang meliputi What (apa)?, Why (Mengapa)?, Where (dimana)?, When (kapan)?, Who (siapa)?, How (bagaimana)? Berikut ini adalah metode 5W-2H untuk mengatasi permasalahan pada mesin Tire Install: 1. Why : mengapa perlu penanggulangan Penanggulangan atas permasalahan down time mesin Tire Install sangat perlu dilakukan karena down time dari mesin Tire Install ini yang paling mendominasi down time yang terjadi di produksi Assy Wheell yaitu menyumbangkan 50% dari
78
keseluruhan down time di produksi Assy Wheell. Dengan mengatasi permasalahan di mesin Tire Install berarti mengurangi down time dari mesin Produksi Assy Wheell. 2. What : Apa yang harus diperbaiki Faktor dominan yang menyebabkan tingginya down time pada mesin Tire Install disebabkan oleh 4 permasalahan yaitu: 1. Elektrik kontrol yang tidak berfungsi, 2. Worm Gear yang mengunci sendiri, 3. Unit rol penekan yang tidak berfungsi dan, 4. Rantai dan Sprocket yang lepas. 3. Where : dimana penanggulangan dilaksanakan Dalam hal ini penanggulangan dilakukan di Produksi Assy Wheell lini 1 untuk mesin Tire Install. 4. When : Kapan penanggulangan dilaksanakan 1. Elektrik kontrol perbaikan dilaksanakan 5 Mei – 15 Mei 2006 2. Worm Gear perbaikan dilaksanakan 8 Mei – 29 Mei 2006 3. Rol penekan perbaikan dilaksanakan 17 April – 17 Mei 2006 4. Rantai dan Sprocket perbaikan dilaksanakan 03 April – 17 April 2006 5. Who : Siapa yang melaksanakan Pelaksanaan dari studi, pengumpulan data, penyelesaian masalah dilakukan oleh Tim Process Engineering Assy Wheell berkoordinasi dengan operator produksi yang terkait.
79
6. How : bagaimana pelaksanaannya Pengatasan masalah dilakukan sesuai dengan apa yang sudah dianalisis sebelumnya dengan menggunakan metode AHP yaitu: ¾ Masalah elektrik kontrol diatasi dengan perubahan rangkaian kontrol. ¾ Masalah Worm Gear diatasi dengan memodifikasi pillow block dengan
pembuatan pin penahan. ¾ Masalah unit rol penekan diatasi dengan mengganti desain rol penekan
dan mengganti material penekan. ¾ Masalah rantai dan Sprocket diatasi dengan mengganti ukuran pasak yang
sesuai dengan alur pasak di poros.
4.11. Hasil Setelah Perbaikan
Setelah dilakukan perbaikan pada masalah-masalah dominan dari mesin Tire Install lini1 yang meliputi masalah elektrik kontrol, Worm Gear, unit rol penekan, rantai dan Sprocket maka dari data berikut bisa kita amati penurunan down time dari mesin Tire Install.
Tabel 4.33 Down time Mesin Tire Install lini 1 sebelum Perbaikan No. 1 2 3 4
Komponen Electric Control Roll penekan Rim Worm Gear Rantai & Sprocket TOTAL
Frekuensi 4 4 2 1 11
Desember 295 30 0 0 325
BULAN Januari 25 60 0 0 85
Februari 0 0 65 30 95
Total DT 320 90 65 30 505
80
Dari data diatas bila dibuat diagram balok akan menjadi sebagai berikut: SEBELUM IMPROVEMENT 500
Waktu ( menit )
400
300 200
100 0 Electric Control
Roll penekan Rim
Worm Gear
Rantai & Sprocket
Nama Parts
Gambar 4.22 Diagram Down time Mesin Tire Install lini 1 sebelum Perbaikan
Tabel 4.34 Down time Mesin Tire Install lini 1 setelah Perbaikan No. 1 2 3 4
Komponen Electric Control Roll penekan Rim Worm Gear Rantai & Sprocket TOTAL
Jenis Trouble
Frekuensi
Kabel Putus Roll Pecah, Lepas Gear macet Sprocket Lepas
2 2 0 0 4
Juni 15 15 0 0 30
BULAN Juli 10 5 0 0 15
Agst 0 0 0 0 0
Total DT 25 20 0 0 45
81
Dari data diatas bila dibuat diagram balok akan menjadi sebagai berikut: SETELAH IMPROVEMENT 500
W a k tu ( m e n it )
400 300 200 100 0 Electric Control
Roll penekan Rim
Worm Gear
Rantai & Sprocket
Nama Parts
Gambar 4.23 Diagram Down time Mesin Tire Install lini 1 setelah Perbaikan
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa kondisi dari mesin Tire Install lini 1 mengalami perubahan setelah mengalami perbaikan yaitu down time untuk masalah elektrik kontrol turun dari 320 detik menjadi 25 detik, down time masalah rol penekan turun dari 90 detik menjadi 25 detik, down time masalah Worm Gear turun dari 65 detik menjadi 0 detik, down time masalah rantai dan Sprocket turun dari 30 detik menjadi 0 detik.