BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Mekanisme Perancangan Peraturan Daerah Di Kota Gorontalo 4.1.1 Tahapan Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan usulan Eksekutif Pada dasarnya pengusulan rancangan peraturan dapat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah dalam hal ini Eksekutif. Pengusulan peraturan daerah dilakukan seiring berkembangnya dinamika dalam kehidupan masyarakat sebagai alat untuk memecahkan masalah serta menjawab keinginan dan kebutuhan masyarakat. Gambaran sederhana adalah ketika suatu daerah mulai berkembang dari sisi ekonomi, maka perlu kebijakan pemerintah bagaimana mengatur dan melindungi hak-hak masyarakat kecil agar bisa mengikuti laju perkembangan zaman dengan memberikan kesempatan dan peluang kepada mereka untuk memajukan usahanya. Seperti contoh, pemberlakuan pajak kepada masyarakat dengan memperhatikan tingkat pendapatan dan kemampuan ekonomi masingmasing, merupakan tantangan tersendiri bagi pihak pemerintah bagaimana memberi solusi terhadap permasalahan yang disatu sisi menjadi kebutuhan juga bagi kelangsungan pembangunan daerah. Mengkaji hal di atas, diperlukan kerja keras pihak pemerintah terutama dalam mengeluarkan kebijakan khususnya dalam pemberlakuan peraturan daerah sebagai produk hukum yang merupakan instrumen bagi masyarakat dan
pemerintah dalam mencapai tujuan hidup yang teratur, aman, dan sejahtera. Menciptakan suatu kehidupan seperti itu, pemerintah pusat telah memberikan kewenangan khususnya bagi daerah untuk berkreasi dan mengatur tatanan pemerintahan secara mandiri dan bersinergi dalam mencapai kemakmuran bangsa. Lahirnya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi bukti adanya keseriusan pemerintah pusat dalam mewujudkan penyelenggaraan bersifat otonom yang diserahkan sepenuhnya kepada kepala daerah. Termasuk pula penyusunan regulasi yang mengatur bagaimana seharusnya masyarakat bertindak sesuai koridor hukum yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Disebutkan dalam Penjelasan UU ini bahwa, “penyelenggara
pemerintahan
daerah
dalam
melaksanakan
tugas,
wewenang,kewajiban, dan tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undanganyang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara laindalam peraturan daerah….”. Selanjutnya, ditegaskan pula bahwa kebijakan daerah yang disusun tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, terlebih kepentingan umum dan peraturan lain yang ditetapkan. Mengkaji pembuatan peraturan daerah saat ini, terdapat dua jalur penyusunan yakni dari pihak eksekutif dan melalui jalur legislatif, yang dalam hal ini peneliti memfokuskan pada usulan pihak eksekutif yaitu pemerintah kota gorontalo. 1. Tahapan secara umum penyusunan Perda Proses penyusunan Perda secara umum meliputi beberapa langkah di bawah ini :
Langkah 1
: Identifikasi isu dan masalah.
Langkah 2
: Identifikasi legal baseline atau landasan hukum, dan bagaimana peraturan daerah(Perda) baru dapat memecahkan masalah.
Langkah 3
: Penyusunan Naskah Akademik.
Langkah 4
: Penulisan Rancangan Perda.
Langkah 5
: Penyelenggaraan Konsultasi Publik: · Revisi Rancangan Perda. · Apabila diperlukan, melakukan konsultasi publik tambahan.
Langkah 6
: Pembahasan di DPRD.
Langkah 7
: Pengesahan Perda1.
Instansi selaku penginisiatif penyusunan peraturan daerah seharusnya memahami prinsip dan langkah apa yang akan ditempuh, seperti halnya disebutkan di atas. Secara umum, langkah pertama yang perlu diambil adalah menjabarkan masalah yang akan diatasi, serta menjelaskan bagaimana peraturan daerah yang diusulkan dapat mengatasi dan memecahkan persoalan yang berkembang. Konsep atau draft rancangan peraturan daerah itulah merupakan usulan pemecahan masalah-masalah spesifik yang sebelumnya diidentifikasi untuk kemudian dirumuskan. Pada umumnya 7 (Tujuh) langkah di atas menjadi paramater dalam pembuatan perundang-undangan khusunya peraturan daerah yang dapat diikuti pemerintah Kota Gorontalo terutama kehadiran Naskah Akademik dalam
1
Legislative Strengthening Team .Legal Drafting: PenyusunanPeraturan Daerah. Penerbit(LGSP) Local Government Support Program. 2007. hlm 17
perumusannya, selain sebagai syarat yang ditetapkan melalui UU Nomor 12 Tahun 2011 juga menjadi bahan masukan terhadap materi dan substansi perda. 2. Tahapan Penyusunan Perda oleh pihak Eksekutif Kota Gorontalo Berdasarkan wawancara peneliti dengan Kepala Sub Bagian PerundangUndangan Setda Kota Gorontalo Walid M. Ali2 bahwa, pada dasarnya Proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah di Kota Gorontalo khususnya berdasarkan inisiatif eksekutif melalui beberapa tahapan sebagai berikut: a. Usulan dari SKPD yang bersangkutan Usulan peraturan daerah dapat berasal dari lintas instansi pada pemerintah Kota Gorontalo yang kemudian konsultasikan kepada Sekretariat Daerah Kota Gorontalo khususnya pada Bagian HukumDiadakanrapat persiapan; b. Rapat Persiapan Setelah usulan tersebut diterima maka selanjutnya diadakan rapat persiapan oleh Bagian Hukum bersama instansi yang mengusulkan Ranperda, melalui rapat tersebut dapat di ketahui isu dan permasalahan mendasar yang akan di tuangkan dalam ranperda c. Inventarisasi peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan; Tahap ini diperlukan untuk menguatkan alas hukum (Legal baseline) suatu peraturan
daerah
yang
di
rencanakan
Identifikasilegal
mencakupinventarisasiperaturanperundang-undangan
baseline yang
adadankajianterhadapkemampuanaparaturpemerintahdalammelaksanakanberbagai peraturanperundang-undangantersebut 2
Walid M. Ali, S.H. Ka. Sub. BagianPerundang-Undangan, (wawancara 4 Juni 2012)
d. Penyusunan draft Rancangan Peraturan Daerah; Merupakangambaran awal mengenai permasalahan dan solusi yang akan dituangkan dalam sebuah rancangan peraturan daerah nanti e. Pembahasan draft Rancangan Peraturan Daerah akan dibahas oleh Tim Penyusun Produk Hukum Daerah, dengan mengikutsertakan SKPD terkait dan tenaga ahli yang dibutuhkan; f. Melakukan sosialisasi, Tahapan ini dilakukan dalamrangka uji publik terhadap draft Raperda yang telah disusun, untuk memperoleh masukan dari masyarakat dalam rangka penyempurnaan substansi materi; g. Melakukan harmonisasi dan sinkronisasi substansi materi Ranperda; dan h. Membuat surat usulan Walikota dengan dilampiri draft Ranperda untuk selanjutnya disampaikan kepada DPR i.
Proses Mendapatkan Persetujuan DPRD Setelah melewati tahapan yang telah dikemukakan peneliti di atas, pihak eksekutif bersama DPRD membahas bersama-sama draft Ranperda usulan Eksekutif dan mengacu pada Tata Tertib DPRD yakni mekanisme pembahasannya dilakukan Badan Legislasi Daerah (Balegda) atau Panitia Khusus dengan Tim Penyusun Produk Hukum Daerah. Tahapan ini dilalui untuk mencapai kesepakatan bersama, dan selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna DPRD guna mendapatkan persetujuan.
ii.
Proses Pengesahan dan Pengundangan Apabila dalam pembahasan akhir di legislatif selesai, Ranperda yang disetujui dikirim oleh Pimpinan DPRD kepada pemerintah dalam hal ini Walikota Gorontalo melalui Sekretariat Daerah atau Bagian Hukum untuk mendapatkan pengesahan. Walikota selaku kepala daerah melakukan pengesahan dengan menandatangani Perda tersebut untuk selanjutnya dilakukan pengundangan oleh Sekretaris Daerah, sementara pemberian nomor, penggandaan, distribusi dan dokumentasi Perda menjadi tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada Bagian Hukum Setda Kota Gorontalo. Berdasarkan pemaparan di atas mengenai langkah yang dilakukan dalam pembuatan perda usulan eksekutif, jelas bahwa proses yang dimulai dari persiapan hingga pembentukan Peraturan Daerah di Kota Gorontalo tidak ditemukan tahapan penyusunan Naskah Akademik seperti yang telah diuraikan oleh peneliti dalam langkah-langkah pembentukan peraturan daerah secara umum. Mengkaji hal di atas, peneliti melakukan wawancara ke beberapa pihak, antara lain Kepala Sub. Bagian Perundang-Undangan Sekretariat Daerah Kota Gorontalo, Walid M. Ali, S.H3. Walid menyampaikan, bahwa tahapan dan proses pembentukan Rancangan Perda Kota Gorontalo belum mengikutsertakan Naskah Akademik sebagai salah satu langkah yang ditempuh pemerintah dalam menerbitkan suatu regulasi, namun proses penyusunannya masih mengadopsi Undang-undang Nomor 10 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3
Walid M. Ali. Loc.Cit
(sebelum direvisi), serta di dukung Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2001Tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah yang belum mewajibkan naskah akademik. Pernyataan serupa disampaikan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Gorontalo, Adhy Mo’o, S.H dalam wawancara yang dilakukan Peneliti. Adhy Mengakui, selama ini Pemerintah Kota Gorontalo dalam menyusun rancangan peraturan daerah belum dibarengi Naskah Akademik bahkan hingga UU Nomor 12 Tahun 2011 diterbitkan. Pernyataan ini pun dibenarkan Ahmad Nadji, SH, Kepala Sub bagian Risalah dan Persidangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Gorontalo. Ahmad4 mengatakan, setiap pembahasan ranperda usulan eksekutif yang dilakukan DPRD Kota Gorontalo belum pernah melampirkan suatu kajian ilmiah atau naskah akademik, sehingga bukan tidak mungkin pemberlakukannya di masyarakat pun tidak berjalan efektif. Contoh yang dikemukakan Ahmad adalah, kehadiran Perda Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan, saat ini tengah dalam pengkajian dan pembahasan pihak legislatif untuk perubahannya karena tidak berlaku maksimal di masyarakat. Ahmad sendiri mengaku, naskah akademik menjadi bagian penting dalam penerbitan peraturan daerah, sebab menjadi langkah awal dalam menghimpun aspirasi dan melihat langsung kondisi serta kebutuhan masyarakat. Mempertegas pendapat yang dikemukakan pemerintah kota gorontalo sebelumnya, wawancara dengan pihak legislatif kota gorontalo dan menemukan 4
AchmadNadji, S.H. (Ka. Sub Bag RisalahdanPersidangan, Bag. RisalahdanPerundangUndangan.DPRD Kota Gorontalo).Wawancara 23 Juli 2012
jawaban yang sama, bahwa setiap pengusulan Ranperda dari pihak eksekutif belum pernah dilandasi suatu kajian ilmiah maupun dalam bentuk naskah akademik. Menurut Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Gorontalo Oktarjon Ilahude5, bahwa selama ini di kota gorontalo lebih didominasi oleh perda yang merupakan usulan pihak eksekutif, akan tetapi belum ada satu pun disertai naskah akademik.Oktarjon menambahkan, bahwa faktor penghambat penyusunan naskah akademik tidak saja karena keterbatasan anggaran dan Sumber Daya Manusia suatu daerah, melainkan kurangnya kesungguhan pemerintah dalam menyikapi perintah undang-undang. Meskipun demikian, pihak legislatif menyadari bahwa kehadiran naskah akademik yang ditegaskan dalam UU No. 12 Tahun 2011 menjadi sangat penting dan berupaya semaksimal mungkin hal ini direalisasikan baik oleh legislatif maupun eksekutif mulai saat ini. Pernyataan Oktarjon ini dibenarkan anggotanya antara lain Taufiqqurahman Latief6. Menurutnya, sejak dulu penggunaan naskah akademik dalam penyusunan Ranperda di Kota Gorontalo belum pernah direalisasikan, dan faktor penghambat antara lain kondisi keuangan daerah yang belum mendukung serta upaya kesungguhan pemerintah pun belum terlihat. Berbagai pernyataan baik dari pihak legislatif maupun eksekutif mengenai belum adanya kesungguhan pemerintah dalam penyusunan naskah akademik bisa dilihat dari adanya usulan perda baru maupun perubahan di tahun 2011 dan 2012 yang dibahas di DPRD belum ada yang disertai naskah akademik, padahal saat ini
5
OktarjonIlahude. WakilKetuaKomisi A (BidangHukum, PemerintahandanKesra)Wawancara 23 Juli 2012 6 Dr.TaufiqqurrahmanLatief. AnggotaKomisi A (BidangHukum, PemerintahandanKesra)Wawancara 23 Juli 2012
telah diberlakukan UU No. 12 Tahun 2011 yang mewajibkan adanya naskah akademik. Melihat kenyataan bahwa peraturan daerah di kota gorontalo belum menggunakan Naskah Akademik semakin memperjelas bahwa, regulasi yang lahir di Kota Gorontalo belum pernah melibatkan partisipasi masyarakat dan akademisi dalam proses penyiapan hingga pembentukan Perda. Bahkan, proses sosialisasi kepada masyarakat dilakukan hanya pada saat peraturan daerah telah ditetapkan dan disahkan oleh pihak legislatif, sehingga menyebabkan kurang efektifnya pemberlakuan peraturan yang diharapkan dapat mengakomodir hak-hak masyarakat. Berdasarkankenyataan yang ada,
apabilapemerintah Kota Gorontalo
menggunakan naskah akademik pada setiap rancangan perda, makaakanebih memudahkan proses penyusunan suatu produk hukum yang sempurna, sebab tujuan dan makna peraturan yang akan diterapkan telah tergambar jelas dalam Naskah Akademik.Peneliti secara umum menggambarkan tahapan dan bagianbagian yang ada dalam naskah akademik, seperti di bawah ini : 1. BAB I : Pendahuluan Terdiri dari beberapa sub-bab yang menguraikan tentang latar belakang yang mendorong perlunya sebuah peraturan perundang-undangan . Latar belakang ini dapat berupa uraian atau penjelasan permasalahan faktual atau normatif. 2. BAB II : Tinjauan Akademik Bab ini dapat dipecah menjadi beberapa sub-bab. Misalnya sub-bab tentang konsep atau teori yang mendasarinya, pengkajian atas peraturan perundangan
yang relevan atau bersangkutan. Di dalamnya berisi Kajian Filosofis, Kajian Yuridis, Kajian Sosiologis , Kajian Ekologis, Kajian Politis 3. BAB III & seterusnya disesuaikan dengan kebutuhan. Adanya satu bab yang membahas substansi Undang –undang : Ketentuan umum, Asas-asas, Hak dan kewajiban, Kewenangan, Kelembagaan, Mekanisme penyelesaian sengketa, Sanksi, Ketentuan peralihan, Ketentuan penutup 4. BAB IV : Penutup Berisi kesimpulan dan saran dari penyusunan masalah dan isu yang gambarkan pada bab-bab sebelumnya7 Keseluruhan tahapan di atas dalam penyusunan naskah akademik hendaknya dapat dilaksanakan secara benar karena dengan demikian akan lebih memperjelas gambaran sebuah rancangan peraturan daerah yang akan di susun. Bentuk dan sisitimatika Naskah akademik sampai dengan saat ini beragam namun secara umum dan garis besarnya harus sesuai dengan kerangka naskah akademik yang telah di paparkan di atas. Sebagai bagian terpenting dari perancangan peraturan daerah 4.1.2 Urgensi Naskah Akademik dalam Ranperda Naskah Akademik dalam Rancangan Peraturan Perundang-undangan saat ini dinilai masih menjadi pro-kontra, sebagian kalangan mengatakan perlu untuk di terapkan dan sebagian lagi mengatakan tidak perlu. Memang dalam UndangUndang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan secara tegas mengharuskan penyertaan Naskah Akademik dalam setiap 7
JazimHamidi, MateriKuliahPerundangUndangan.NaskahAkademik.FakultasHukumUniversitasBrawijaya. Malang.hlm 9-11
rancangan Undang-undang baik itu yang berasal dari DPD dan DPR, namun keharusan untuk menggunakan Naskah Akademik tersebut berbeda halnya dengan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 56 Ayat (2).“Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik”. Kata “dan/atau” yang disebutkan di atas seolah memberikan ketidakpastian hukum terhadap proses penyusunan Naskah Akademik dalam suatu Rancangan Peraturan Daerah. Ketentuan Pasal 99Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 “Selain Perancang Peraturan Perundang-Undangan dimaksud dalam Pasal 98 Ayat (1) tahapan pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota melibatkan peneliti dan tenaga ahli”. Pasal ini mengisyaratkan keikutsertaan peneliti dan tenaga ahli pada setiap perancangan peraturan daerah yang tentunya mengarah pada tahapan penyusunan naskah akademik, karena penyusunannya melibatkan tim yang terdiri dari unsur akademisi dan peneliti dalam menganalisis setiap Draft usulan Ranperda dari berbagai aspek. Penyusunan naskah akademik menjadi syarat dalam Ranperda semakin jelas tertuang dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2011 pada bagian penjelasan umum, sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya di point (d), menyebutkan “Pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan Rancangan Undang-undang atau Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota”. Penjelasan dan beberapa pasal dalam undang-undang ini sudah sangat jelas menegaskan
mengenai pentingnya penggunaan naskah akademik sehingga pada tataran praktek harusnya dapat segera di implementasikan. Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota GorontaloAdhy Mo’o, S.H8, menambahkan bahwa pada prinsipnya Penyusunan Naskah Akademik menjadi keharusan bagi setiap proses pembentukan Peraturan Daerah karena dengan menggunakan Naskah Akademik proses perancangan Peraturan Daerah akan lebih mudah dibanding harus memberikan penjelasan dan keterangan pada saat pembahasan Ranperda bersama pihaklegislatif. Selain itu pula pendapat yang sama di kemukakan pihak legislatif melalui Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Gorontalo, Oktarjon Ilahude9 mengemukakan bahwa penggunaan naskah akademik dalam setiap rancangan peraturan daerah sangat penting untuk menggambarkan secara jelas apa yang menjadi tujuan dan pokok pikiran yang nantinya dituangkan dalam Perda, jika diperhatikan sudah sangat jelas kedudukan hukumnya jadi bagi pihak yang mengusulkan ranperda baik itu legislatif maupun eksekutif seharusnya menyertakan naskah akademik terlebih dahulu. Sependapat dengan hal tersebut anggota Komisi A dr. Taufiqqurrahman Latief10, mengatakan penggunaan naskah akademik memang sangat perlu menjadi perhatian karena selama ini dalam pembahasan belum pernah di temui naskah akademik pada setiap ranperda padahal undang-undang telah menegaskan penggunaan Naskah Akademik tersebut. Sesuai dengan pendapat di atas, sejumlah responden yakni pegawai pada bagian hukum memberikan jawaban terhadap seberapa pentingnya naskah 8
AdhyMo’o, S.H KepalaBagianHukumSetda Kota Gorontalo, wawancara 21 Mei 2012 OktarjonIlahude. Loc.Cit 10 TaufiqqurrahmanLatief. Loc.Cit. Wawancara 23 Juli 2012 9
akademik dalam rancangan peraturan daerah di Kota Gorontalo yang digambarkan oleh tabel berikut ini. Tabel 1 Jawaban Responden terhadap Pentingnya Naskah Akademik dalam Rancangan Peraturan daerah Jawaban
Frekuensi
Persentase
Sangat Penting
16
95%
Kurang Penting
1
5%
Tidak Penting
-
-
Jumlah
17
100 %
Sumber : (Bag. Hukum Setda Kota Gorontalo Juni 2012)
Data di atas menunjukkan bahwa 16 atau 95 % responden atau pegawai pada Bagian Hukum Setda Kota Gorontalo menganggap bahwa Naskah Akademik Sangat Penting dalam setiap perancangan peraturan daerah, dan 1 atau 5 % responden mengatakan Kurang Penting. Hal ini menandakan bahwa proses penyusunan naskah akademik dalam setiap rancangan peraturan daerah yang ada di Kota Gorontalo sangat dibutuhkan demi terciptanya tahapan ideal bagi perancangan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan PerundangUndangan. Terlepas dari berbagai faktor yang menghambat implementasinya, naskah akademik tetap menjadi keharusan bagi setiap perancang (drafter) peraturan daerah untuk mengimplementasikannya.
Kondisi peraturan daerah atas inisiatif pemerintah di Kota Gorontalo saat ini pada tahapan pembentukannya cenderung belum menggunakan naskah akademik, hal ini diakui oleh Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Gorontalo, Adhy Mo’o, S.H11bahwa selama ini Pemerintah Kota Gorontalo belum mengimplementasikan Naskah Akademik pada setiap Rancangan Peraturan Daerah. sependapat dengan hal di atas Achmad Nadji, S.H12 mengatakan dalam pembahasan di pihak legislatif selama ini memang belum ditemui bentuk naskah akademik dalam ranperda yang diajukan oleh pihak pemerintah Kota Gorontalo. Sesuai dengan yang di ungkapkan oleh kedua informan tersebut, berikut digambarkan melalui tabel di bawah ini kondisi sejumlah peraturan daerah atas usul eksekutif selama tiga tahun terakhir. Tabel 2 Jumlah Peraturan Daerah selama 3 (tiga) Tahun terakhir JUMLAH
DISERTAI
PERDA
(N.A)
2010
10
-
3
2011
41
-
-
1
-
-
TAHUN
DIBATALKAN
2012 (Sampai dengan Bulan Juni)
11
AdhyMo’o, S.H,Loc.Cit. AchmadNadji, S.H. (Ka. Sub Bag RisalahdanPersidangan, Bag. RisalahdanPerundangUndangan.DPRD Kota Gorontalo).Wawancara 23 Juli 2012
12
Sumber : Sub. Bagian Dokumentasi & Evaluasi, Bagian Hukum Setda Kota Gorontalo. (Juni 2012)
Memperhatikan tabel di atas maka terlihat secara keseluruhaan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari pihak eksekutif sejak tahun 2010 hingga tahun 2012 belum sama sekali mengimplementasikan tahapan penyusunan Naskah Akademik dalam setiap Ranperda. Terlihat pula pada tabel tersebut 3 (tiga) Peraturan Daerah yang di batalkan, yakni Peraturan Daerah No 2 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Retribusi dan Pelayanan Pasar, dan Peraturan daerah Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Perubahan Ke-Dua atas Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2008 Tentang Organisasi Tata Kerja Dinas Daerah Di Kota Gorontalo, beberapa Peraturan Daerah yang dibatalkan tersebut sebagian besar bermasalah dari segi materi muatannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta belum menjadi kebutuhan publik pada saat itu. Kondisi beberapa peraturan daerah yang belum menggunakan naskah akademik mengindikasikan terjadinya benturan antara keharusan yang telah diamanatkan oleh Undang-undang dengan kenyataan di kota gorontalo saat ini sehingga akan berdampak bagi efektifitas penerapan peraturan daerah tersebut di tengah-tengah masyarakat nanti. Ketentuan Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah menegaskan penggunaan naskah akademik
pada setiap ranperda baik itu usulan Legislatif maupun eksekutif. Akan tetapi, belum ditemui instrumen sanksi secara jelas ketika tahapan pembentukan peraturan daerah tersebut tidak menyertakan naskah akademik di dalamnya, namun dengan tidak berlaku secara efektifnya suatu peraturan daerah maka merupakan bagian dari sanksi secara sosial karena Perda tersebut belum mengakomodir apa yang menjadi kehendak dari masyarakat secara umum. Peran naskah akademik sesungguhnya sangat penting dalam menjembatani keinginan dan kebutuhan masyarakat melalui setiap analisis terhadap berbagai aspek yang tertuang didalamnya dan ketika tahapan tersebut tidak dapat diimplementasikan maka akan mengurangi tingkat efektifitas berlakunya peraturan daerah di tengah-tengah masyarakat. Taufiqqurrahman Latief13 mengungkapkan untuk Kota Gorontalo tahapan penyusunan naskah akademik tersebut sampai dengan saat ini belum diterapkan. Namun, bukan berarti setiap peraturan daerah yang lahir tidak berdasarkan kebutuhan masyarakat, karena secara umum setiap perda telah melalui pengkajian bersama unsur masyarakat, instansi terkait, dan pihak-pihak yang berkepentingan sehingga ada wujud partisipasi dari masyarakat di dalamnya meskipun memang belum disertai analisis secara mendalam terhadap berbagai aspek seperti yang tertuang pada naskah akademik. Oktarjon Ilahude14lebih lanjut mengatakan, bahwa sementara ini ada beberapa peraturan daerah sedang dalam tahapan perencanaan diupayakan untuk dapat menggunakan naskah akademik yakni, Perda tentang baca tulis Al-qur’an, 13
TaufiqqurrahmanLatief. Loc.Cit OktarjonIlahude. Loc.Cit
14
Perda HIV-AIDS, serta Perda Penanaman Modal, dan Perda Perubahan atas Perda No 5 Tentang Pajak Hiburan. Pendapat dan data di atas telah menegaskan bahwa implementasi naskah akademik dalam ranperda atas inisiatif eksekutif di Kota Gorontalo belum terlaksana
secara
maksimal.
Oktarjon
dalam
kesempatan
yang
sama
mengungkapkan bahwa untuk dapat merealisasikan tahapan penyusunan naskah akademik ini dibutuhkan kesungguhan dari berbagai pihak, bukan hanya eksekutif namun juga dukungan legislatif menjadi sangat penting karena jika hal ini dapat terwujud maka dapat dipastikan proses penyusunan naskah akademik akan terlaksana dengan baik serta pembahasanya di tingkatan legislatif lebih optimal. 4.2 Faktor
yang
Mempengaruhi
Implementasi
Penyusunan
Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Gorontalo 4.2.1 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluksosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi, dalam kaitannya dengan proses penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah maka sumber daya manusia lebih di persempit pengertiannya kepada para Penyusun ataupun Perancang (Drafter).
Seperti yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada bagian Penjelasan Pasal 98 Ayat (1) yakni yang dimaksud dengan ”Perancang Peraturan Perundang-Undangan” adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, Tanggung jawab, wewenang, dan hak, secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan menyusun Rancangan Peraturan Perundang-Undanga dan/atau instrumen hukum lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan PerundangUndangan15. Melalui tabel berikut ini dapat digambarkan kualitas sumber daya manusia pendukung dalam pembentukan dan perancangan Peraturan Daerah di Kota Gorontalo
Tabel 3 Tingkat Pendidikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Gorontalo
15
PenjelasanUmumUndang-UndangNomor 12 Tahun 2011 TentangPembentukanPeraturanPerundang-Undangan.
Tingkat Pendidikan
Jumlah/Orang
Persentase
SMA/SMK/M.A
7
40 %
Diploma (D-3)
-
-
Sarjana (S-1)
10
60 %
Magister (S-2)
-
-
Sumber : Bagian Hukum Setda Kota Gorontalo (Juni 2012) Kondisi sumber daya manusia sebagai aparatur pembentuk dan perancang Peraturan Daerah di Kota Gorontalo saat ini jika dilihat dari jenjang pendidikan para perancang (Drafter) yang sebahagian besar merupakan lulusan Strata I (SI) sebagaimana telah digambarkan pada tabel di atas berjumlah 10 orang dengan presentasi 60 %, dan pegawai dengan latar belakang pendidikan SMA sederajat berjumlah 7 Orang dengan persentase sebesar 40 %. kondisi latar belakang pendidikan para perancang (drafter) yang sebagaian besar Sarjana dan di dukung oleh beberapa tenaga honorer, serta dukungan para pakar dan peneliti di universitas-universitas negeri maupun swasta di Gorontalo yang cukup tersedia maka dapat dipastikan ketersediaan sumber daya manusia sudah sangat memadai, selain itu pula tenaga perancang peraturan daerah yang berasal dari Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Ham dapat menjadi alternatif bagi penyusunan naskah akademik dalam rancangan peraturan daerah. Sehingganya faktor sumber daya manusia dinilai tidak menjadi faktor penghambat utama bagi Pemerintah Kota Gorontalo untuk tidak mengimplementasikan penyusunan Naskah Akademik dalam setiap Rancangan Peraturan Daerahnya. senada dengan hal tersebut Adhy Mo’o, S.H mengungkapkan, sumber daya manusia yang ada dilingkungan Bagian
Hukum saat ini bukan merupakan penghambat untuk melaksanakan amanat Undang-undang No 12 Tahun 2011 yakni mengenai pemberlakuan Naskah Akademik dalam setiap rancangan Peraturan Daerah karena sebagian besar SDM yang ada berlatar belakang sarjana di bidang ilmu hukum serta kompeten dalam tahapan proses pembentukan setiap Ranperda16. Memperhatikan pendapat tersebut maka peneliti dapat menyimpulakan bahwa faktor sumber daya manusia bukan merupakan faktor penghambat bagi penyusunan Naskah Akademik
dalam
Rancangan Peraturan Daerah di Kota Gorontalo 4.2.2 Ketersediaan Anggaran Anggaran sebagai bentuk sarana pendukung dalam penyusunan dan pembentukan suatu produk hukum Daerah menjadi sangat penting dikarenakan proses penyusunan naskah akademik melibatkan Tim Penyusun yang terdiri dari unsur akademisi dan Pegawai di lintas SKPD sebagai pemrakarsa membutuhkan anggaran yang tidak sedikit dalam membiayai kebutuhan perancang (Drafter) tersebut. Alokasi anggaran sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun Tahun 2006 pada Pasal 21 yang menegaskan bahwa biaya penyusunan Produk Hukum, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Pada kenyataanya khusus untuk Kota Gorontalo persoalan Anggaran dalam penyusunan Naskah Akademik belum dialokasikan kondisi ini dapat terjawab melalui Tabel berikut ini Tabel 4 Jawaban Responden terhadap
16
AdhyMo’o, S.H ,KepalaBagianHukumSetda Kota Gorontalo. Wawancara 21 Mei 2012.
ketersediaan anggaran dalam Penyusunan Naskah Akademik
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Memadai
-
-
Kurang memadai
3
15%
Tidak memadai
14
85 %
Jumlah
17
100 %
Sumber : Data Primer (Juni 2012) Hasil jawaban responden di atas secara jelas memberikan penegasan bahwa tidak di berlakukannya proses penyusunan Naskah Akademik dalam setiap rancangan Peraturan Daerah di Kota Gorontalo saat ini lebih banyak di pengaruhi oleh faktor belum adanya anggaran yang di alokasikan khusus untuk penyusunan Naskah Akademik dalam setiap Rancangan Peraturan Daerah. Hal ini dibenarkan oleh Ka Sub. Bagian Perundang-Undangan Walid M Ali, S.H17 bahwa memang sampai dengan saat ini kendala utama dalam penerapan Naskah Akademik di Kota Gorontalo adalah ketiadaan anggaran yang di khususkan untuk tahapan tersebut, bahkan Sekretaris Daerah sebagai pimpinan SKPD telah mengingatkan akan pentingnya Proses penyusunan Naskah Akademik dalam setiap Ranperda sehingga alokasi anggaran untuk itu sedang dalam tahapan pengajuan. Berbeda dengan pendapat tersebut, pihak legislatif melalui Oktarjon Ilahude18mengatakan persoalan anggaran bukan faktor penghambat utama dalam mengimplementasikan
17
Walid M. Ali, S.H. Ka. Sub. BagianPerundang-Undangan .BagianHukumSetdakotaGrontalo (Wawancara 21 Mei 2012) 18 OktarjonIlahude. Loc.Cit
tahapan naskah akademik, melainkan kesungguhan dari masing-masing pihak yang dinilai kurang. Jika hal ini menjadi perhatian semua pihak maka persoalan anggaran dan persoalan penunjang lainnya dapat segera diatasi.
4.2.3 Waktu Penyusunan Proses penyusunan sebuah Naskah Akademik sebagaimana idealnya diawali dengan pengkajian dan identifikasi isu, landasan hukum serta berbagai tahapan tentunya memerlukan tenggat waktu cukup lama serta sangat berpengaruh terhadap hasil Rancangan Peraturan Daerah yang di lahirkan nanti, jika dilakukan perbandingan dengan Ranperda yang tidak menggunakan Naskah Akademik maka sudah barang tentu waktu yang dibutuhkan lebih singkat dibanding dengan rancangan peraturan daerah yang terlebih dahulu melakukan penyusunan Naskah Akademik di dalamnya. Sedangkan setiap tahunnya peraturan daerah yang lahir cukup banyak sehingga menimbulkan pandangan negatif bahwa sebahagian besar daerah di indonesia menerapkan prinsip “kejar tayang” dalam penyiapan hingga pembentukan Peraturan Daerah, sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 21 Mei 2012 bersama Kepala Bagian Hukum Setda Kota Gorontalo Adhy Mo’o, S.H19, mengatakan bahwa waktu normal untuk penyusunan suatu Ranperda selama ini berkisar tiga sampai dengan lima bulan, sudah sampai pada tahapan pembahasan dan bahkan telah disahkan serta di tetapkan menjadi sebuah Peraturan Daerah. Pada tabel berikut ini hasil jawaban
19
Ibid. AdhyMo’o, S.H
Responden terhadap ketersediaan waktu sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi penyusunan Naskah Akademik
Tabel 5 Ketersediaan waktu dalam Penyusunan Naskah Akademik Jawaban
Frekuensi
Persentase
Memadai
3
15 %
Kurang Memadai
10
60%
Tidak Memadai
4
25%
Jumlah
17
100 %
Sumber : Data Primer (Juni 2012) Gambaran tabel di atas maka dapat dipastikan bahwa persoalan waktu penyusunan menjadi hambatan yang cukup berarti dalam penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah di Kota Gorontalo hal ini ditunjukkan oleh hasil jawaban responden yang mengemukakan bahwa waktu kurang memadai sebanyak 10 atau 60 %. Karena sebagian besar responden menganggap lebih singkat waktu yang dibutuhkan untuk melakukan rancangan Peraturan Daerah tanpa menggunakan Naskah Akademik dibanding waktu yang digunakan untuk menyusun Naskah Akademik, Sebagaimana yang telah diungkapkan dalam wawancara di atas Adhy Mo’o, S.H menambahkan, meskipun waktu penyusunan Naskah Akademik dianggap lama tetap tidak menjadi kendala berarti bagi Kota
Gorontalo untuk tetap mengimplementasikan Naskah Akademik, karena dengan waktu yang ada justru semakin memantapkan pembentukan suatu Rancangan Peraturan Daerah tersebut ketika dibahas bersama legislatif.