BAB IV HASIL PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian 1. Letak Geografis Kecamatan Kabila dilihat dari letak geografisnya terletak di posisi yang sangat strategis karena selain di lintasi oleh akses jalan yang menghubungkan Ibu Kota Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo, Kecamatan Kabila juga di lintasi oleh Sungai Bone. Luas wilayah Kecamatan Kabila adalah sebesar 193,45 KM atau 13,94% dari luas wilayah Kabupaten Bone Bolango, Desa Terluas adalah Desa Poowo. Dilihat dari letak geografisnya, Kecamatan Kabila ini terletak pada garis Lintang antara 0,300 LU – 1,000 LS, 121,000 BT – 123,300 BB. Batas wilayah Kecamatan Kabila sebagai berikut : Sebelah Utara dengan Kecamatan Tilong Kabila, Sebelah Timur dengan Kecamatan Suwawa, Sebelah Selatan dengan Kecamatan Botupingge, Sebelah Barat dengan Kota Gorontalo Dilihat dari morfologi permukaan bumi, yang terluas adalah daerah pegunungan dan dataran rendah. Kecamatan Kabila terdiri dari 12 Desa / Kelurahan, yaitu Desa Desa Dutohe, Desa Tanggilingo, Kelurahan Padengo, Kelurahan Oluhuta, Kelurahan Tumbihe, Kelurahan Pauwo, Desa Toto Selatan, Desa Poowo, Desa Talango, Desa Poowo Barat, Desa Dutohe Barat, Desa Oluhuta Utara. Secara keseluruhan Kecamatan Kabila dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi darat seperti sepeda motor dan mobil, sebab prasarana jalan telah
mengalami pengaspalan. Kecamatan Kabila memiliki salah satu sungai terbesar di Provinsi Gorontalo, yaitu Sungai Bone, sehingga Desa yang berada dipinggir sungai relative subur. 2. Iklim Kecamatan Kabila keadaan iklim selama tahun 2011, secara panas dengan suhu udara berkisar antara 230 C. Temperatur terendah terjadi di Bulan Februari dan tertinggi terjadi pada Bulan Mei. Kelembaban udara berkisar antara 72 – 89%. Terendah pada Bulan Februari dan tertinggi pada Bulan Maret. Curah Hujan tertinggi tercatat terjadi pada Bulan Desember yaitu sebanyak 23 hari (BPS Bone Bolango, 2011). 3. Penggunaan Lahan Tataguna lahan dapat di definisikan sebagai lahan yang di manfaatkan oleh manusia. Penggunaan lahan biasanya sebagai taman, kehutanan, sarana peternakan, dan lahan pertanian. Suratman (2008) menjelaskan bahwa lahan dan pakan ternak adalah dua sumber daya penting dalam pengoperasian peternakan sapi potong. Lahan di gunakan untuk memproduksi sumber pakan bagi ternak sapi potong. Interaksi antara ternak dengan lahan dan tanaman berpengaruh nyata terhadap konservasi dan pembangunan sumber daya tersebut. Pengunaan lahan di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango terdiri dari lahan pemukiman, sawah, perkebunan, pekarangan, dan perkantoran. Dapat dilihat luas lahan menurut penggunaannya yang ada di kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango.
Tabel 2. Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango Tahun 2012. No Luas Lahan 1 Sawah
Jumlah (ha) 496
Persentase (%) 44,48
2
Perkebunan
125
11,20
3
Bangunan
222
19,90
4
Empang
6
0,52
5
Pekarangan
302
27,0
1.115
100
Jumlah Sumber : Data Kecamatan Kabila, 2012
Kecamatan Kabila merupakan wilayah pertanian terbesar dengan berbagai jenis bentuk pengusahaan, antara lain sawah, dan perkebunan, yang memiliki persentase 55,68%. Hal ini yang dapat berkontribusi positif terhadap ketersediaan pakan hijauan selain itu juga petani memanfaatkannya sebagai padang pengembalaan sapi Bali. Faktor sumber daya lahan berkaitan erat dengan usaha pengemabangan ternak ruminansia sebagai tempat hidup dan sebagai penghasil hijauan makanan ternak. Pemanfaatan lahan untuk peternakan didasarkan pada kriteria anatara lain : Lahan adalah sumber pakan untuk ternak, semua jenis lahan cocok sebagai sumber pakan, pemanfaatan lahan untuk tempat usaha peternakan. 4. Keadaan Penduduk Kepadatan penduduk secara umum di Kabupaten Bone Bolango pada tahun 2011 sebesar 20,69 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki – laki 10.061 jiwa dan
penduduk perempuan 10.629 jiwa. Penduduk Kecamatan Kabila memiliki tingkat pendidikan yang berbeda, sekaligus memiliki pekerjaan yang berbeda – beda pula sesuai masing – masing bidang. Penggunaan tenaga kerja di suatu usaha peternakan mutlak di perlukan baik tenaga kerja sebagai teknis budidaya, manajemen, maupun dalam pengelolaan hasil peternakan, pada umumnya pengguanaan tenaga kerja bisa banyak di ambil dari anggota keluarga sendiri maupun tenaga kerja dari luar keluarga. Keadaan penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Kabila dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 3. Jumlah penduduk menurut kelompok umur Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Umur (Tahun) 0–4
Jumlah (orang) 2.426
Persentase (%) 11.72
5–9
2.456
11,87
10 – 14
1.959
9,46
15 – 19
2.084
10,07
20 – 24
2.055
9,93
25 – 29
1.973
9,53
30 – 34
1.666
8,05
35 – 39
1.492
7,21
40 – 44
1.184
5,72
45 – 49
990
4,78
50 – 54
772
3,73
55 – 59
500
2,41
60 +
1.133
5,47
Total 20.690 Sumber : Data Sekunder Kecamatan Kabila 2013
100
Pada Tabel 3. terlihat bahwa penduduk di Kecamatan Kabila masih di katakan produktif sebanyak 12.716 orang atau 61,4 % dari umur 15 – 19 tahun sebanyak 2.084 orang atau 10,07 %, umur 20 – 24 tahun sebanyak 2.055 orang atau 9,93%, umur 25 – 29 tahun sebanyak 1.973 orang atau 9,53%, umur 30 – 34 tahun sebanyak 1.666 orang atau 8,05%, umur 35 – 39 tahun sebanyak 1.492 orang atau 7,21%, umur 40 – 44 tahun sebanyak 1.184 orang atau 5,72%, umur 45 – 49 tahun sebanyak 990 orang atau 4,78%, umur 50 – 54 tahun sebanyak 772 orang atau 3,73%, umur 55 – 59 tahun sebanyak 500 orang atau 2,41%, sedangkan non produktif sebanyak 7.974 orang atau 38,5% dari umur 0 – 4 tahun sebanyak 2.426 atau 11,72%, umur 5 – 9 tahun sebanyak 2.456 orang atau 11,87%, umur 10 – 14 tahun sebanyak 1.959 orang atau 9,46%, dan umur >60 tahun sebanyak 1.133 orang atau 5,47%. Hal ini menunjukan bahwa rata – rata penduduk yang siap melakukan usaha tani atau ternak sapi Bali yang memiliki umur produktif antara 15 – 60 tahun untuk bekerja di bidang pertanian dan peternakan. Menurut Kasim dan Sirajudin (2008), usia non produktif berada pada rentan umur 0 – 14 tahun, usia produktif 15 – 59 tahun dan usia lanjut >60 tahun. Semakin tinggi umur seseorang maka lebih cendrung untuk berpikir lebih matang dan bertindak lebih bijaksana. Secara fisik akan mempengaruhi produktifitas usaha ternak, dimana semakin tinggi umur peternak maka kemampuan kerjanya relative menurun. Pada umumnya peternak yang berusia muda dan sehat mempunyai
kemampuan fisik yang lebih besar dari pada peternak yang lebih tua, serta peternak yang berusia muda juga lebih cepat menerima hal – hal yang baru di anjurkan. 5. Jenis Mata Pencaharian Mata pencaharian merupakan aktivitas manusia untuk memperoleh taraf hidup yang layak, dimana antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan keadaan demografinya 2009). Mata pencaharian penduduk Indonesia
(Sutardji,
yang memiliki corak sederhana
biasanya sangat berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam seperti pertanian, perkebunan dan peternakan juga perikanan. Mata pencaharian di bedakan menjadi dua yaitu mata pencaharian pokok dan mata pencaharian sampingan. Mata pencahariaan pokok adalah keseluruhan kegiatan untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada yang dilakukan sehari – hari dan mata pencaharian utamauntuk memenuhi kebutuhan hidup. Mata pencahariaan adalah keseluruhan kegiatan untuk mengeksploitasi dan memanfaatkan sumber – sumber daya yang ada, sebagai kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Petani merupakan jenis mata pencaharian yang mayoritas di geluti penduduk Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Tabel 4. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Mata Pencaharian Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. No 1
Mata Pencaharian Petani
Jumlah (orang) 789
Persentase (%) 15,54
2
Peternakan
136
2,56
3
Nelayan
22
0,41
4
Perkebunan
208
3,94
5
Kehutanan
4
0.07
6
Pegawai Negeri Sipil
926
17,53
7
Pedagang
590
11,18
8
Pertambangan
18
0,34
9
Tabama
2367
44,83
10
Lain – lain
217
4,11
Total 5277 Sumber : Data Kecamatan Kabila Tahun 2013
100
Berdasarkan keterangan tersebut dan data Kecamatan Kabila total penggunaan tenaga kerja dapat dilihat pada tabel di atas menunjukan pekerjaan utama penduduk Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango yang bekerja sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu 22,52% yaitu petani sawah 15,54%, Peternakan 2,56%, Nelayan 0,41%, perkebunan 3,94%, kehutanan 0,07% sedangkan yang non pertanian sebanyak 73,88% diantaranya yaitu Pegawai Negeri Sipil 17,53%, Pedagang 11,18%, pertambangan 0,34% dan tabama 44,83% dan sektor lainnya 4,11%. 6. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang di maksudkan adalah pendidikan formal yang pernah di tempuh oleh petani, sampel mulai dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Tingkat pendidikan petani sampel menggambarkan daya pikir petani dalam mengelola usaha taninya, sehingga tingkat pendidikan petani sampel juga merupakan salah satu variabel yang perlu di perhatikan dalam suatui usaha tani. Menurut
Ihsan,
(2011)
bahwa
tingkat
pendidikan
pemilik
usaha
mempengaruhi keputusan pembiayaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan pemilik
usaha akan semakin mudah dan cepat orang akan menerima suatu inovasi dan pinjaman dari pihak luar di dalam membiayai usahanya. Hal ini sama dengan hasil penelitian Mayangsari, (2000) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi kemampuanya untuk memperoleh modal atau pinjaman dari luar.
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Peternak Responden No 1
Pendidikan Tamat SD
Jumlah (orang) 18
Persentase (%) 47,37
2
Tamat SMP
12
31,58
3
Tamat SMA
8
21,05
Total 38 Sumber : Data Primer Diolah, 2013
100
Data pada tabel 5 menunjukan bahwa sebagian besar responden di Kecamatan Kabila sudah pernah duduk di bangku sekolah dengan rincian berikut, tamat SD sebanyak 18 orang atau 47,37%, tamat SMP sebanyak 12 orang atau 31,58%, tamat SMA sebanyak 8 atau 21,05 %, dengan demikian dapat diartikan peternak dapat menulis dan membaca serta menjalankan usahanya tidak mengandalkan orang lain. B. Karakteristik Responden Sumber daya manusia baik secara kuantitas maupun kualitas merupakan salah satu faktor utama perlu diperhatikan dalam proses produksi pertanian secara kuantitas, sumber daya manusia yang terlibat dapat berasal dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga / tenaga upahan, sedangkan secara kualitas sangat di
pengaruhi oleh keadaan keluarga terutama umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, pekerjaan dan jumlah kepemilikan ternak. 1. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan aktivitas – aktivitasnya. Sektor peternakan adalah sektor yang erat kaitannya dengan kemampuan fisik terutama dalam proses produksi baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai pengelola peternakan itu sendiri. Selain itu juga bila di tinjau dari segi umur merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam meningkatkan produktivitas ternak. Umur merupakan salah satu variabel yang menentukan di dalam melakukan salah satu usaha. Umur ini berkaitan erat dengan kemampuan fisik dan daya pikir peternak. Makin muda umur petani denderung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usaha taninya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua. Semakin tinggi umur seseorang maka semakin rendah tergantung sama orang lain. Menurut Chamdi, (2003) dalam Pebrina (2008), bahwa umur produktif berkisar 16 – 69 tahun, sedangkan umur 0 – 15 tahun dan >70 tahun termasuk non produktif. Karakteristik umur peternak sapi Bali di Kecamatan Kabila dapat di lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6. Tingkat Umur Peternak Responden Umur (Tahun) 0 – 15
Jumlah (Orang) -
Persentase (%) -
16 – 70
37
97,36
>70
1
2,63
Total 38 Sumber : Data Primer Diolah, 2013
100
Berdasarkan data pada tabel 5 di atas, hampir semua dari umur responden berada di rentang umur 16 – 69 tahun yaitu sebanyak 37 orang atau 97,36% di kategorikan produktif. Untuk umur yang non produktif hanya berjumlah 1 orang atau 2,63% dalam artian bahwa peternak sapi potong Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango umumnya berada padsa umur produktif.
2. Lama Usaha Beternak Selain faktor pendidikan yang dapat berpengaruh terhadap tingkat produktivitas dan kemampuan kerja seseorang, faktor pengalaman kerja juga merupakan salah satu indikator yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan menjalankan pekerjaan. Pengalaman kerja seseorang dapat di lihat dari lamanya seseorang tersebut menggeluti usaha atau pekerjaan tersebut. Umumnya mereka memiliki pengalaman banyak (Armin, 2011). Lama usaha beternak sapi Bali di Kecamatan Kabila berdasarkan data responden dapat di lihat pada tabel berikut. Tabel 7. Pengalaman Usaha Responden Lama Usaha (Tahun) 1–5
Jumlah (Orang) 35
Persentase (%) 92,10
6 – 10
2
5,26
>10
1
2,63
Jumlah 38 Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2013
100
Tabel 7. Menunjukan bahwa jumlah responden yang memiliki pengalaman beternak 1 - 5 tahun 35 orang atau 92,10%, 6 - 9 tahun sebanyak 2 orang atau 5,26%, dan lebi dari 10 tahun hanya 1 orang atau 2,36%. Responden pada umumnya telah memiliki pengalaman beternak yang cukup lama. Pengalaman memelihara sapi Bali adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktifitas usaha sapi Bali Semakin lama usaha sapi Bali yang diusahakan peternak, akan berpengaruh pada semakin terampilnya peternak dalam menghadapi masalah.
3. Pekerjaan Utama Kegiatan ekonomi rumah tangga yang ditekuni di pedesaan sangat beraneka ragam. Rahmat (2011) menyatakan bahwa di pedesaan masih banyak anggota rumah tangga yang bekerja lebih dari satu jenis pekerjaan artinya mereka mempunyai pekerjaan pokok dan sampingan. Pekerjaan pokok atau pekerjaan utama merupakan mata pencaharian yang membutuhkan waktu curahan kerja yang lebih banyak apabila dibandingkan dengan pekerjaan sampingan. Jenis pekerjaan utama peternak dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 8. Mata Pencaharian Responden No 1
Mata Pencaharian Petani (Peternak)
Pekerjaan Utama (Orang) 28
Pekerjaan Sampingan (Orang) -
2
Tukang Kayu/petani
-
2
3
Pedagang(wiraswasta)/petani
-
7
4
Menjahit/petani
-
1
Total Sumber : Data Primer diolah 2013
38
10
Tabel 8 menunjukan bahwa pekerjaan utama dari responden di Kecamatan Kabila adalah sebagai petani atau peternak sebanyak 28 orang dengan presentasi sebesar 100% sedangkan yang mempunyai mata pencaharian sampingan sebanyak 10 orang atau 26,31% dari total responden. Besarnya jumlah responden yang bermata pencaharian dalam bidang pertanian merupakan satu kekuatan untuk pengembangan peternakan di masa yang akan datang. Usaha yang digeluti responden adalah pertanian dan peternakan. Menurut Sariubang (2001) bahwa pertanian dan peternakan saling mengisi dan berkaitan, peternak dapat memanfaatkan hasil pertanian sebagai makanan ternak dan dapat memberikan sumbangan pupuk bagi tanaman pertanian terutama bagi tanaman sayur -sayuran. 4. Kepemilikan Ternak Jumlah ternak sapi yang dipelihara hasil yang di dapat semakin banyak akan menyebabkan seseorang peternak menyediakan waktu lebih banyak untuk mengelola usahanya, sehingga lebih banyak kesempatan baginya untuk memperhatikan perkembangan atau kelemahan – kelemahan yang terdapat dalam usahanya.
Pemilikan ternak berdasarkan responden di Kecamatan Kabila bervariasi antara 1 – 5 ekor, pengelompokan berdasarkan junlah ternak sapi yang dimiliki responden dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 9. Kepemilikan Ternak Responden Kepemilik Ternak 1–4
Jumlah (orang) 37
Persentase (%) 97,36
5–6
1
2,63
>6
-
-
38
100
Total Sumber : Data Primer 2013
Dari tabel 9 di atas yang menunjukan tingkat kepemilikan ternak berbeda – beda 1 – 4 sebanyak 37 orang atau 97,36 %, pemilikan ternak 5 – 6 ekor sebanyak 1 orang atau 2,63 %. Berdasarkan hasil yang di peroleh bahwa tingkat pemilikan ternak memiliki hubungan terhadap pendapatan peternak, hal ini di sebabkan karena dengan banyaknya ternak sapi yang di miliki petani / peternak, keuntungan yang diperoleh akan semakin banyak (Ihsan, 2011).
5. Luas Lahan Usaha Tani Menurut Saleh, (2011) rendahnya tingkat pendapatan petani tidak terlepas dari luas lahan yang dimiliki oleh petani karena dengan modal lahan yang cukup usaha pertanian dan peternakan akan semakin mudah di jalankan, petani menyadari untuk mendapatkan kebutuhan sehari – hari terasa masih kurang, maka petani harus
berusaha dari mata pencaharian sampingan yang di kerjakan sebagai profesi buruh tani dan peternakan maupun dari usaha non pertanian. Adapun luas lahan kepemilikan responden di Kecamatan Kabila dapat di lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 10. Luas Lahan kepemilikan Usaha Responden Luas Lahan (Ha) 0–1
Jumlah (Orang) 12
Persentasi (%) 31,57
1–2
20
52,63
>2
6
15,78
38
100
Total Sumber : Data Primer diolah 2013
Lahan merupakan modal dasar dalam melaksanakan usahatani atau ternak, luas lahan yang digunakan untuk usaha menentukan besar faktor produksi lain yang digunakan. Selain itu juga lahan yang menentukan besarnya dan pendapatan peternak. Dalam data responden di Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango yang memiliki lahan kurang dari 2 Ha sebanyak 6 orang atau 15,78 %, 1 Ha sebanyak 20 orang atau 52.63 %, sedangkan kepemilikan 0.5 Ha sebanyak 12 orang atau 31.57 %.
6. Biaya Produksi Biaya produksi terbagi atas dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (varabel cost). Biaya tetap adalah yang dikeluarkan untuk beberapa kali proses produksi bahkan harus dikeluarkan walaupun tidak berlangsung proses produksi.
Biaya tidak tetap yaitu biaya operasional artinya biaya yang berubah tergantung pada besa kecilnya produksi yang dihasilkan Kamiludin, (2002). Biaya tetap rata-rata yang dikeluarkan peternak di Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango meliputi, penyusutan kandang, listrik, tenaga kerja, bibit, pakan, vitamin dan obat-obatan. a. Biaya tetap/Investasi Biaya tetap atau investasi yang dikeluarkan terdiri dari biaya penyusutan kandang, instalasi listrik dan tenaga kerja. Total investasi dari masing-masing kelompok sebagai berikut: a) Kelompok Ratu Wangi Redis 1 Rp 10.298.288 b) Kelompok Mutiara Redis 1 Rp 7.613.942 c) Kelompok Bangkit Redis 1 Rp 10.652.420 b. Biaya Variabel Biaya variabel terdiri dari biaya pembelian bibit, pakan, inseminasi buatan dan obat-obatan. Adapun total biaya variabel dari masing-masing kelompok sebagai berikut: a) Kelompok Ratu Wangi Redis 1 Rp 42.995.800 b) Kelompok Mutiara Redis 1 Rp 30.382.000 c) Kelompok Bangkit Redis 1 Rp 42.394.200 Bahwa besarnya biaya produksi masing-masing anggota kelompok, kelompok ratu wangi redis 1 sebesar Rp 53.294.088, kelompok mutiara redis 1 sebesar Rp 37.995.942 dan kelompok bangkit redis 1 sebesar Rp 53.046.620 pertahun perhitungan penyusutan kandang menggunakan metode straight line method yaitu
dengan rumus harga awal dikurangi harga akhir dibagi daya tahan (tahun). Biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh peternak meliputi biaya pakan, tenaga kerja, inseminasi buatan dan obat-obatan. 7. Penerimaan Penerimaan (revenue) adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan, total penerimaan hasil perkalian antara out put dengan harga jual produksi (Boediono, 2002). Penerimaan tunai peternak berasal dari hasil penjualan sapi hidup dengan harga perekor berkisar antara Rp 5.000.000 – Rp 7.000.000. harga sapi tergantung harga permintaan pasar dan bulan-bulan tertentu seperti hari raya Idul Adha dan Idul Fitri dimana permintaan sapi cenderung meningkat. Penerimaan responden pada masing-masing kelompok yaitu : a) Kelompok Ratu Wangi Redis 1 Rp 91.000.000 b) Kelompok Mutiara Redis 1 Rp 65.000.000 c) Kelompok Bangkit Redis 1 Rp 91.000.000 Besarnya penerimaan dari usaha peternakan usaha ternak sapi tergantung jumlah produksi sapi yang diterima oleh kelompok ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga sapi perekor yang diterima oleh petani sebesar Rp 6.500.000. 8. Profit Keuntungan yang diperoleh peternak merupakan hasil dari penjualan ternak sapi bali dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa produksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Danial (2002), yang menyatakan bahwa pada setiap
akhir panen petani akan menghitung hasil bruto yang diperolehnya. Hasil itu harus dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya. Setelah semua biaya tersebut dikurangi barulah petani memperoleh apa yang disebut dengan hasil bersih atau keuntungan. Usaha peternakan sapi potong dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya yaitu banyaknya produksi dan pendapatan. Nirwana (2003). Besar pendapatan atau keuntungan usaha sapi Bali dapat dilihat dibawah ini: Tabel 11. Keuntungan Usaha Ternak Sapi Bali Penerimaan (Rp) 91.000.000
Total Biaya (Rp) 53.294.088
Keuntungan(Rp) 37.705.912
65.000.000
37.995.942
27.004.058
91.000.000
53.046.620
37.953.380
Sumber : Data Primer diolah 2013 Besarnya keuntungan dari usaha peternakan usaha ternak sapi tergantung jumlah produksi sapi yang diterima oleh kelompok ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga sapi perekor yang diterima oleh petani sebesar Rp 6.500.000. Analisis fungsi keuntungan digunakan untuk menentukan besarnya keuntungan yang diperoleh pada usahatani ternak sapi Bali, dengan rumus keuntungan yaitu total penerimaan dari masing-masing kelompok, kelompok ratu wangi redis 1 sebesar Rp 91.000.000 dikurangi dengan total biaya Rp 53.294.088 sehingga diperoleh keuntungan Rp
37.705.912 per tahun, kelompok mutiara redis 1 sebesar Rp
65.000.000 dikurangi dengan total biaya Rp 37.995.942 diperoleh keuntungan Rp
27.004.058 dan kelompok bangkit redis 1 sebesar Rp 91.000.000 dikurangi dengan total biaya Rp 53.046.620 diperoleh keuntungan Rp 37.953.380. 9. R/C Ratio Untuk mengukur keberhasilan usaha adalah dengan analisis R/C ratio yang merupakan hubungan pembagian antara penerimaan dengan biaya produksi yang digunakan untuk menjalankan usaha. Besar kecilnya nilai R/C ratio tergantung pada penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha. Berdasarkan hasil penelitian R/C ratio menunjukkan hasil yang baik hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 12. R/C Ratio Usaha Ternak Sapi Bali Nama Kelompok Ratu Wangi Redis 1
Penerimaan (Rp) 91.000.000
Total Biaya (Rp) 53.294.088
R/C ratio 1,7
Mutiara Redis 1
65.000.000
37.995.942
1,7
Bangkit Redis 1
91.000.000
53.046.620
1,7
Total 247.000.000 Sumber : Data primer diolah 2013
144.336.650
1,7
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai R/C ratio usahatani ternak sapi Bali di Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango kelompok Ratu Wangi Redis 1 sebesar 1,7 hal ini dapat diartikan setiap pengeluaran Rp 1.00 akan mendapatkan keuntungan sebesar 1,7, sedangkan dari kelompok Mutiara Redis 1 yaitu 1,7 hal ini dapat diartikan setiap pengeluaran Rp 1.00 akan mendapatkan keuntungan sebesar 1,7 dan kelompok Bangkit redis 1 yaitu 1,7 hal ini dapat diartikan setiap pengeluaran Rp1.00 akan mendapatkan keuntungan sebesar 1,7.
Menurut Yuzaria (2010), nilai R/C Ratio sama dengan >1 menunjukkan bahwa usaha mendapatkan keuntungan, R/C ratio sama dengan 1 tidak mengalami keuntungan maupun kerugian (impas), usaha akan merugi bila R/C ratio lebih kecil <1. Analisis R/C ratio digunakan untuk mengetahui apakah usahatani ternak sapi Bali petani responden menguntungkan atau tidak. Dengan digunakan analisis R/C Ratio, diperoleh hasil kelompok ratu wangi redis 1 sebesar 1,7, kelompok mutiara redis 1 sebesar 1,7 dan kelompok bangkit redis 1 sebesar 1,7. Nilai R/C Ratio dari usahatani ternak sapi Bali adalah 1.5. berdasarkan kriterianya nilai R/C ratio > 1 berarti suatu usahatani menguntungkan. Nilai tersebut memberikan arti bahwa setiap pengeluaran sebesar satu rupiah akan memberikan penerimaan masing-masing kelompok sebesar 1,7, 1,7, dan 1,7 rupiah. Dengan demikian usahatani ternak sapi Bali responden yang ada di Desa Poowo, Desa Talango, dan Keluraha Oluhuta Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango layak dikembangkan. 10. Analisis Titik Impas Titik impas diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Tapi analisis break event point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break event point saja, akan tetapi titik impas mampu memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan (Munawir, 2002).
Analisis titik impas dapat digunakan untuk mengetahui berapa kuantitas produk yang di produksi oleh petani responden pada saat mulai mendapatkan keuntungan. Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 13. Analisis Titik Impas Usaha Ternak Sapi Bali
No
Nama Kelompok
1
Ratu Wangi Redis 1
2
Mutiara Redis 1
3
Bangkit Redis 1
BEP biaya/penerimaan (Rp) 19.430.732
3
BEP harga biaya/unit (Rp) 3.735.222
12.680.612
2
3.799.594
19.726.703
2
3.789.044
BEP Produksi (Rp)
Sumber : Data diolah 2013 Berdasarkan hasil penelitian yang ada di Desa Poowo, Desa Talango, dan Kelurahan Oluhuta, Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango, rata-rata produksi dari usahatani adalah 1 ekor. Berarti petani yang ada di Desa Poowo, Desa Talango dan Kelurahan Olohuta Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango sudah dapat melewati titik impas dengan produksi diatas dari masing-masing kelompok ratu wangi redis 1 = 3 ekor, mutiara redis 1 = 2 ekor dan bangkit redis 1= 2 ekor berarti usahatani ternak sapi bali tersebut sudah layak dikembangkan. Jadi pada saat petani menghasilkan ternak dari masing-masing kelompok dengan biaya penerimaan dari masing-masing kelompok ratu wangi redis 1 sebesar Rp 19.430.732 perkelompok, mutiara redis 1 sebesar Rp 12.680.612 perkelompok dan bangkit redis 1 sebesar Rp 19.726.703 perkelompok akan mengalami titik impas.
Analisis biaya per unit digunakan untuk mengetahui keuntungan setiap eker sapi dengan membandingkan harga jual dengan biaya produksi dari tiap ekor sapi. Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil: BEP Harga Kelompok Ratu Wangi Redis 1 = 3.735.222 Perekor BEP Harga Kelompok Mutiara Redis 1 = 3.799.594 Perekor BEP Harga Kelompok Bangkit Redis 1 = 3.789.044 Perekor Petani responden berada pada titik impas dengan harga masing-masing kelompok Ratu Wangi Redis 1 =
3.735.222 Perekor, kelompok Mutiara Redis 1 =
3.799.594 Perekor, dan kelompok Bangkit Redis 1 = 3.789.044 Perekor. Namun apabila petani responden ingin mengalami keuntungan, maka petani responden tersebut harus menjual dengan harga masing-masing kelompok diatas dari kelompok Ratu Wangi Redis 1 = 3.735.222 Perekor, kelompok Mutiara Redis 1 = 3.799.594 Perekor, dan Kelompok Bangkit Redis 1 = harganya dibawah dari harga tersebut
3.789.044 Perekor. Tetapi apabila
maka petani tersebut akan mengalami
kerugian. Selanjutnya dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa Poowo, Desa Talanggo dan Kelurahan Oluhuta, Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango diperoleh harga dari tiap ekor sapi masing-masing kelompok adalah kelompok Ratu Wangi Redis 1 = 3.735.222 Perekor , kelompok Mutiara Redis 1 = 3.799.594 Perekor, dan kelompok Bangkit Redis 1 = 3.789.044 Perekor. Jadi petani yang da di Desa Poowo, Desa Talango dan Kelurahan Oluhuta Kecamatan kabila Kabupaten
Bone Bolango tersebut sudah dapat melewati titik impas dengan harga diatas dari masing-masing kelompok tersebut.