BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango adalah sebuah kabupaten di Provinsi Gorontalo Indonesia, Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran Kabupaten Gorontalo tahun 2003. Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat wilayah kecamatan, yaitu: 1. Bonepantai 2. Kabila 3. Suwawa, dan 4. Tapa. Adapun Batas wilayah Kabupaten Bone Bolango adalah sebagai berikut: 1. Batas Utara
: Laut Sulawesi
2. Batas Selatan
: Teluk Tomini
3. Batas Barat
: Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo
4. Batas Timur
: Kabupaten Bolaang Mongondow dan Sulawesi Utara
Sampai saat ini Kabupaten Bone Bolango mengalami banyak proses pemekaran kecamatan dan desa/kelurahan, sehingga jumlah kecamatan dan desa/ kelurahan menjadi banyak, yaitu 17 kecamatan dan 1 kecamatan persiapan (wilayah Pinogu, cs), 152 desa, dan 4 kelurahan.
31
32
4.1.2 Keadaan Demografi Di samping itu, Kabupaten Bone Bolango terdiri atas 4 kelurahan dan 152 desa dengan jumlah penduduk 141.721 jiwa. (Luas wilayahnya adalah 1.984,31 km², sehingga daerah ini memiliki tingkat kepadatan penduduk sekitar 71,42 jiwa/km². 4.2
Hasil Penelitian
4.2.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Penelitian ini dilakukan selama 1 minggu yaitu dari tanggal 9 – 15 Desember, dan pengambilan sampel dilakukan dalam waktu satu hari yaitu dari jam 8.30 – 12.30. Penelitian ini dilakukan untuk melihat ada tidaknya cemaran bakteri Eschercihia coli dan Staphylococcus aureus pada jamu tradisional. Setelah pengambilan sampel, sampel di ambil dengan menggunakan botol dan dimasukkan kedalam box yang sudah berisikan es batu, hal ini dilakukan agar jamu tradisional tidak cepat membusuk karena melihat waktu pengambilan sampel yang agak lama. Tempat pengambilan sampel yaitu di Kabupaten Bone Bolango. Kemudian sampel tersebut
diteliti di laboratorium Kesehatan Masyrakat
Universitas Negeri Gorontalo. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa hasil laboratorium untuk pemeriksaan cemaran bakteri Escherichia coli dan staphylococcus aureus pada jamu tradisional adalah sebagai berikut:
33
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Cemaran Bakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus Pada Jamu Tradisional No
Sampel
Pengujian
E. coli (Positif) – (negatif) 1 Sampel A + 2 Sampel B 3 Sampel C + 4 Sampel D + 5 Sampel E + 6 Sampel F + 7 Sampel G + 8 Sampel H + 9 Sampel I + `10 Sampel J + Sumber : Data primer 2013 Dari
hasil
pemeriksaan
S. aureus (Positif) – (negatif) -
cemaran
bakteri
Escherichia
coli
dan
Staphylococcus pada jamu tradisional yang dijual dikawasan Bone Bolango yang terdiri dari 10 sampel. Terdapat 1 sampel jamu tradisional yang tidak terdapat bakteri Escherichia coli maupun bakteri Staphylococccus aureus. Dan 9 sampel jamu tradisional terdapat bakteri Escherichia coli 4.3 Pembahasan Adapun cemaran yang diperiksa dalam jamu tradisional adalah bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Kedua bakteri ini merupakan dua dari empat bakteri yang tidak boleh terdapat dalam cairan obat dalam berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 661/ Menkes/ SK/ VII/1994. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
dari 10 sampel diperiksa terdapat 9
sampel yang positif dari bakteri escherichia coli, yaitu sampel A, sampel C, sampel D, sampel E, sampel F, sampel G, sampel H, sampel I, dan sampel J. hal
34
ini dilihat dari segi penggunaan air, peralatan yang digunakaan, cara pencucian peralatan, higiene pengolah, dan lingkungan tempat pengolah dan cara penyajian. Air yang digunakan pada proses pengolahan hendaknya air yang bersih yang memenuhi syarat Permenkes RI. No 416/Menkes/Per/IX/1990. Karena penyakit-penyakit bawaan makanan pada dasarnya tidak dipisahkan dari penyakitpenyakit bawaan air. Makanan dan air merupakan suatu media yang dapat menyebabkan penyakit sampai 70% dari semua penyakit diare. Air, sanitasi peralatan dan higiene perorangan dapat mengakibatkan kontaminasi bakteri Escherichia coli. Beberapa kontaminan biologi terhadap makan/minuman dapat ditekan atau dihilangkan melalui peningkatan higiene perorangan, air yang kualitas maupun kuantitasnya baik (Sulistiyani 2002). Dari hasil yang didapatkan sebagian penjual jamu menggunakan sumber air bersih dari sumur dan letak sumur berdekatan dengan septik tank, dan sumur tesebut tidak ditutup dibiarkan dalam keadaan terbuka sehingga sumur dapat tercemar oleh bakteri escherichia coli. Adanya bakteri Escherichia dalam air tidak selalu menandakan bahwa air tersebut mengandung bakteri penyebab penyakit, tetapi kemungkinan besar memang ada. Peralatan yang digunakan selama pembuatan harus selalu dibersihkan, karena dalam pengolahan jamu tradisional masih menggunakan alat-alat sederhana dan cara pengolahan pun masih dilakukan secara sederhana. Alat-alat yang digunakan tidak dicuci dulu sebelum dipakai sehingga alat- alat tersebut terkontaminasi bakteri Escherichia coli.
35
Cara pencucian
peralatan harus memenuhi syarat agar selalu dalam
keadaan bersih sebelum digunakan. Karena cemaran yang tertinggal akibat dari pembersihan peralatan yang kurang baik akan memungkinan adanya bakteri eschericha coli pada peralatan tersebut. “Hal yang menyebabkan tingginya Escherichia Coli pada jamu tradisional karena pengolah tidak memperhatikan kebersihan lingkungan, alat yang digunakan, maupun pengelola sendiri” (Fardiaz,1989). Dilihat dari higiene perorangan yang meliputi kebiasaan mandi, cuci tangan sebelum memasak, potong kuku pendek, memakai celemek, memakai penutup kepala, memakai perhiasan seperti cincin, belum dilakukan oleh penjual jamu. Tangan merupakan sumber utama dari mikroba jika kontak langsung dengan makanan/minuman selama proses pengolahan. Ada dua kelompok mikroba yang berada pada tangan yaitu mikroba alami dan mikroba yang sementara ada ditangan. Mikroba alami umumnya berada pada pori-pori kulit, sedangkan mikroba sementara ditangan berasal dari berbagai sumber karena tangan tidak dicuci bersih dan akhirnya menempel (Dep. Kes. 1998). Mikroba ini mungkin berasal dari feses, pada umumnya contohnya Escherichia coli. Biasanya hal ini dapat terjadi karena pengolah makanan tidak mencuci berssih tagannya saat habis buang air besar. Dilihat dari lingkungan sekitar, banyak sampah yang berserakan di tempat pengolahan jamu tradisional sehingganya banyak lalat yang menghinggapi bahan jamu yang akan diolah, sedangkan menurut (Dep. Kes. 1998) bahwa apabila lalat,
36
atau serangga lainnya paling sering mengkontaminasi makanan atau minuman akan mengakibatkan bahan makanan atau minuman tersebut tercemar bakteri Escherichia coli. Dari hasil pengamatan langsung sebagian penjual jamu tradisional yang tidak mengganti air pencuci gelas sampai jamu terjual semua atau jamu sudah habis. Begitu pula para penjual dalam mencuci botol, botol tersebut tidak dibilas sampai bersih tetapi langsung dituangi jamu yang siap akan diproduksi, Lumpang dicuci tanpaa menggunakan sabun dan masih dalam keadaan basah. Hal ini tidak sesuai Departemen Kesehatan RI (2004), yang menyebutkan bahwa “peralatan yang terbuat dari kayu, batu atau plastik harus dibersihkan sebelum digunakan, harus dicuci dengan sabun bagian luar maupun dalam, setelah dibilas bersih kemudian ditiriskan sampai kering”. Maka dari itu higiene penjual merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pencemaran mikroba pada jamu tradisional yang akan diproduksi. Adanya Mikroorganisme pada Makanan dapat berasal dari (Sulistiyani, 2002) yaitu: (1). Makanan dicuci dengan air yang kurang bersih, (2). Makana disimpan tanpa ditutup, (3). Dapur dan alat masak kotor. (4). Menggunakan lap kotor untu membersihkan makanan. (5). Mengolah makanan dengan tangan kotor. Dari hasil pemeriksaan laboratorium bahwa Sampel B tidak ditemukan adanya bakteri Escherichia Coli, Pada jamu tradisional. Dari hasil pengamatan bahwa penjual jamu tradisional ini sudah memperhatikan kebersihan dari seperti memotong kuku pendek, mencuci tangan sebelum melakukan pengolahan, memakai pakain yang bersih, mandi sebelum melakukan pengolahan, air yang
37
digunakan untuk mencuci gelas sering diganti, penjual ini selalu memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar, air yang digunakan untuk mencuci bahan baku, peralatan yaitu air bersih, sehingga bakteri escherichia coli tidak ditemukan pada sampel B. Sedangkan hasil pemeriksaan lab bahwa dari 10 sampel yang telah diperiksa tidak ditemukan adanya bakteri staphylococcus aureus. menurut (Dep. Kes. 1998) bahwa mikroba yang ada pada jamu tradisional berasal dari rongga hidung, mulut, dan tenggorakan manusia, yang secara tidak sadar dalam mengolah jamu tradisional, kemudian dalam keaadaan tidak sengaja tangan menyentuh mulut atau hidung, dapat mengakibatkan adanya mikroba berupa Staphylococcuss aureus , corynebacterium diphtheriae, klebsiella pneumoniae, stereptocccus dan beberapa virus lainnya. Hal ini tidak terjadi pada penjual jamu tradisional sehingga bakteri staphylococcus aureus sering tidak ditemukan pada jamu tradisional. Bakteri staphylococcus aureus ini tidak cocok berada pada jamu tradisional. Penelitian yang dilakukan oleh Zuliakhah kota semarang dari 40 sampel jamu yang diperiksa terdapat 55% sampel terkontaminasi bakteri Escherichia coli dan hanya 10% terkontaminasi bakteri staphylococcus aureus. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Hadara di kota medan bahwa dari 10 sampel yang diperiksa 40% dinyatakan positif escherchia coli. Dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa dari 10 sampel jamu tradisional yang diperiksa terdapat 9 sampel jamu tradisional yang tercemar bakteri escherichia coli dan 1 sampel tidak tercemar bakteri escherichia coli
38
maupun bakteri staphylococcus aureus. Hal ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan terhadap higiene sanitasi dari pemakain air, pencucian peralatan, pengolahan, higiene perorangan, dan kebersihan lingkungan sekitar. Untuk itu air yang digunakan pada proses pengolahan, pencucian peralatan hendaknya menggunakan air yang bersih sehingga, mencegah kemungkinan kontaminasi bakteri. Air bersih mempunyai ciri-ciri antara lain tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau.