BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Dalam hasil penelitian ini, ada beberapa masalah yang akan dibahas. Beberapa masalah itu terdiri atas empat masalah tentang latar belakang pengarang, struktur novel latar, tokoh, novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” karya Nujood Ali, asal-usul terciptanya novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” karya Nujood Ali, dan latar belakang pengarang dengan novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” Karya Nujood Ali. 4.1.1 Latar Belakang Pengarang Nujood Ali Http\artikel_biografi nujood.detail-24100.html, 2009. Nujood Ali adalah seorang gadis yang berusia 10 tahun. Anak dari pasangan suami istri Shoya (ibu) dan Ali Mohammad Al-Ahdel (ayah). Ia memiliki saudara enam belas orang dari ibu yang berbeda. Ayahnya memiliki dua istri. Istri pertama Shoya dikaruniai anak sebelas, yakni Fares (kakak), Mona (kakak), Jamila (kakak), Nujood, Rawdha (adik), Haifa (adik), dan Abdo (adik), meninggal empat orang. Satu orang karena sakit dan ketiganya keguguran saat masih dalam kandungan. Sedangkan istri yang kedua Dowla dikaruniai anak lima, yakni Mohammad (kakak), Morad (adik), Assil (adik), Khaled (adik), dan satu meninggal karena sakit.
Nujood dilahirkan di Negeri Yaman tepatnya di desa Khardji. Ia terlahir di tengah keluarga kurang mampu. Ayahnya seorang pengembala ternak. Sedangkan ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga. Namun, terkadang ibunya mengambil upah sebagai tukang cuci pakaian. Nujood dan saudara perempuannya yang lain oleh kedua orang tuanya tidak dibenarkan bersekolah. Sehingga ia hanya belajar lewat penglihatan alam disekelilingnya. Pernikahannya ditetapkan oleh kedua orang tuanya pada bulan Februari 2008. Dan resmi bercerai pada bulan April 2008. Nujood dikenal sebagai figur pejuang wanita yang pemberani memberantas perkawinan paksa dibawah umur. Ia memutuskan hubungan dengan tradisi kesukuan di Negeri Yaman pada bulan november 2008. Majalah perempuan di Amerika Serikat “Glamour” memilihnya sebagai “Women of the Year” dan menunjuk Nujood Ali sebagai wanita feminis dan ahli di hak azasi manusia. Keberaniannya berjuang melepaskan diri dari jerat perkawinan paksa di bawah umur mengundang ucapan dan penghargaan dari sejumlah tokoh perempuan dunia terkemuka. Termasuk
mantan Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat Condoleezza Rice dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat sekarang Hillary Clinton. Novel yang merupakan kisahnya sendiri diterbitkan pada bulan Agustus 2010 oleh pustaka Alvabet yang dibantu oleh Delphine Minoui dan Eman Mashour jurnalis Perancis.
Novel “Saya Nujood Usia 10 Dan Janda” merupakan novel best seller di Perancis. Ia juga sudah menulis buku tentang perempuan yang berjudul Royalti. Latar belakang pengarang menciptakan novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” karya Nujood Ali yakni berdasarkan apa yang dilihat dan dirasakan melalui pandangannya terhadap kehidupan umat manusia di dunia, banyak hal yang diungkapkan lewat novelnya antara lain tentang emansipasi wanita di mana dalam novel lewat peran tokoh digambarkan kaum perempuan selalu ditindas dalam hal kebebasan terbatas, segala keputusan sepenuhnya hak kaum pria, perempuan hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh pria. Nujood merupakan salah satu dari sekian banyak gadis cilik di Yaman yang merupakan korban perkawinan paksa di bawah umur akibat tradisi kolot yang terdapat negeri di Yaman yang mengatakan “Untuk menjamin perkawinan yang bahagia, nikahilah gadis berusia sembilan tahun” masyarakat Yaman percaya akan tradisi ini ditambah lagi dengan faktor ekonomi yang lemah sehingga membuat para orang tua menikahkan anak mereka tanpa memperdulikan nasib anak-anak mereka. Dan bukan hanya Nujood saja yang mengalami hal seperti ini Reem Al-Numeri gadis cilik dipaksa menikah saat usianya baru 11 tahun dengan sepupunya. Namun, pada saat sekarang telah bercerai. Sangat ironi, ketika sudah bercerai Reem menjadi seseorang yang dikucilkan oleh keluarga. Selain itu, yang dialami gadis lain di Yaman Arwa berusia 9 tahun dan Rym 12 tahun, di Arab Saudi yakni seorang gadis cilik bernama Amina Ali Abduladif berumur 10 tahun dinikahkan ayahnya dengan lelaki berusia 50 tahun. Meskipun Nujood hanyalah gadis cilik yang bagi
kebanyakan orang tidak paham akan kehidupan justru membuka mata semua oang bahwa tradisi kolot terdapat di negeri Yaman tidak benar. Malah membuat perempuan tersiksa. Ia berjuang demi memperoleh keadilan dan membuktikan pada dunia bahwa kaum perempuan juga punya hak dan tidak lemah.
4.1.2 Analisis Struktur Novel Latar dan Tokoh, “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” Karya Nujood Ali 1. Latar Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. Dengan kata lain, merupakan tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam karya fiksi. Jenis-jenis latar yang terdapat dalam cerita ini adalah latar tempat, waktu, dan sosial. Pemaparannya sebagai berikut. 1) Latar tempat Latar tempat yaitu gambaran tentang di mana peristiwa atau cerita terjadi saat karya sastra diciptakan. Dalam telaah sebuah karya sastra, bukan berarti bahwa persoalan yang dilihat hanya sekedar tempat terjadinya peristiwa, saat terjadinya peristiwa, dan situasi sosialnya, melainkan juga dari konteks diagesis-nya kaitannya dengan perilaku masyarakat dan watak para tokohnya sesuai dengan situasi. Faktor tempat itu bisa saja berupa negara, kota, kampung atau desa, pantai, hutan, rumah sakit, dan lain-lain. Latar tempat dalam cerita yakni:
a. Yaman Yaman adalah negeri magis dengan legenda yang menakjubkan. Rumah-rumahnya berhiaskan dekorasi yang begitu rumit, sehingga terlihat seperti pondok kayu yang berlapis gula. Negeri ini berada di ujung selatan Semenanjung Arab, yang diempas Laut Merah dan Samudra Hindia. Yaman dalam sejarahnya dipenuhi dengan menara-menara dari tanah liat. Letaknya di puncak gunung dan saling berdekatan. Negeri ini terkenal dengan aroma dupa di setiap sudut jalan-jalan sempit yang berkerikil. Selain itu, Yaman juga dikenal sebagai kota Arabia Felix atau Arabia Bahagia. Yaman dianggap kota yang menginspirasikan mimpi,
karena
negeri
ini
memiliki
seribu
satu
harta.
http://www.artikelsejarahyaman.html.2008 Yaman digambarkan oleh pengarang dalam cerita lengkap dengan budaya dan keadaan ekonominya, yang masyarakatnya memimpikan kehidupan baik dan layak. Namun tidak demikian adanya, ada beberapa masalah terjadi di Yaman. Masalah tersebut merupakan peristiwa yang sering terjadi seperti perdagangan anak. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ”Aku tak sengaja mendengar bahwa aba, omma, dan mohammad berspekulasi Fares telah menjadi objek perdagangan anak yang sering terjadi di Yaman masalah perdagangan anak sering kerap menimpa bocah malang yang tak bersekolah.” (Ali, 2008:35) Selain itu, kehidupan di Yaman banyak tedapat masyarakat kurang mampu sehingga mereka terpaksa mengemis di jalan-jalan tol yang sempit demi memperoleh uang demi menyambung hidup. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Setelah cukup sering tak bisa makan karena kekurangan uang, saudara lelakiku bergabung dengan para pengemis yang mengetuk kaca mobil-mobil di lampu merah dan jalan tol sempit berharap bisa mendapatkan uang.”(Ali, 2008:55) “Siapapun yang memasuki Bab Al-Yemen akan langsung disergap oleh berbagai macam suara teriakan pedagang asongan dan ratapan pengemis yang bertelanjang kaki serta bocah penyemir sepatu di persimpangan jalan.”(Ali, 2008:72) Hal ini merupakan salah satu masalah yang diambil oleh pengarang berdasarkan pandangan dunianya
yang hidup dalam masyarakat. Diceritakan dalam novel bahwa
masyarakat Yaman masih banyak yang berekonomi lemah sehingga anak-anakpun jadi tulang punggung keluarga. Sementara itu, pengarang menggambarkan salah satu budaya yang ada di Yaman yakni kaum wanitanya menyembunyikan pesona mereka dibalik cadar hitam yang tebal. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Para wanita di Yaman, selalu menutupi wajah mereka dibalik niqab atau cadar hitam. Mereka menyembunyikan segalanya, kecuali mata yang begitu besar dan bulat membuatku teringat akan granat yang siap meledak. Sehingga sulit bagiku membaca gerak bibir agar tahu apa yang mereka ucapkan.” (Ali, 2008:1) b. Khardji Khardji dalam bahasa Arab berarti “di luar” dengan kata lain di ujung dunia. Khardji terletak di ujung lembah negeri Yaman. Desa ini memiliki jarak tidak jauh dari Hajja, Provinsi sebelah Utara Yaman. Khardji merupakan desa terkecil di negeri Yaman, sehingga ahli Geografi sulit untuk memasukkan desa ini ke dalam peta. Khardji hanya terdiri atas lima rumah kecil dari batu. http//wikipedia-bangsa-arab-yaman.id.com
Khardji digambarkan pengarang dalam cerita tempat dimana Nujood tinggal bersama keluarga dengan masyarakat lainnya. Ada beberapa masalah sentral yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang hidup di Khardji. Masalah yang terjadi merupakan pandangan pengarang yang hidup di lingkungan masyarakat yakni dalam membuat keputusan diambil alih kaum lelaki sementara wanita hanya diumpamakan seorang budak yang mematuhi perintah majikan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Di desa Khardji, kaum wanita tidak diajarkan untuk membuat pilihan. Di sana, prialah yang memutuskan. ketika berusia 16 tahun, Shoya ibuku terpaksa menikah dengan ayahku Ali Mohammad al-Ahdel tanpa memprotes sedikitpun. Dan ketika 4 tahun menikah ayahku memutuskan untuk memperluas keluarganya dengan memilih istri kedua, ibuku dengan patuh menerima keputusannya.”(Ali, 2008:19) “Selain itu, yang kuketahui adalah Mona putri kedua tertua keluarga kami tiba-tiba menikah pada usia 13 tahun.”(Ali, 2008:30) “Hanya merekalah yang bisa bersekolah. Pria yang sangat protektif, menganggap anak perempuan terlalu rapuh dan lemah untuk berjalan.”(Ali, 2008:25) Selain itu, pengarang juga menggambarkan Khardji dimana kaum pria tak pernah muncul tanpa belati yang diselipkan di pinggang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Semua pria di desaku membawa belati yang tajam dengan gagang berhias, yang konon merupakan simbol otoritas, kejantanan, dan prestise dalam masyarakat Yaman. sehingga, Semua orang berlomba-lomba memakai jambia yang paling indah.harganya pun bervariasi, Menurut adat istiadat kami, belati ini tidak boleh digunakan untuk mempertahankan diri atau menyerang dalam suatu percekcokan. Sebaliknya jambia (nama belati) boleh digunakan untuk membantu menyelesaikan konflik yang paling penting, menjadi simbol keadilan suku.”(Ali, 2008:29) Selain itu, Khardji dalam cerita juga merupakan tempat Nujood hidup bersama suami dan mertua, yang selalu menyiksanya setiap hari. Nujood diperlakukan oleh mertuanya layaknya seorang pembantu. Sedangkan suaminya memperlakukannya sebagai wanita
pemuas nafsu birahi. Apabila Nujood tidak memenuhi keinginannya, maka iapun akan dipaksa secara kasar agar keinginannya terlaksana. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Pada hari ketiga, dia mulai memukulku. Dia tidak tahan dengan segala upayaku untuk menolaknya. Kalau aku mencoba mencegah dia akan memulai memukuliku. Awalnya dengan tangan, lalu dengan tongkat yang sangat keras sampai berulang kali. Kuulangi: kau adalah istriku. Sekarang kau harus menuruti apapun yang kuinginkan! Mengerti.”(Ali, 2008:106) “Di rumah selama siang hari, aku harus mematuhi semua perintah ibu mertuaku memotong sayuran, memberi makan ayam, menyiapkan teh untuk siapapun yang mampir, mengepel lantai, mencuci pakaian dan piring. Setiap kali aku berhenti sejenak, ibu mertuaku akan menjambak rambutku dengan tangannya yang dekil.” (Ali, 2008:104) Selain itu, saudara perempuannya Mona juga mengalami hal yang sama ketika pertama menikah pada usianya 13 tahun juga akibat korban kawin paksa dari kedua orang tuanya dan tidak bahagia. “Selain itu, yang kuketahui adalah Mona putri kedua tertua keluarga kami tiba-tiba dinikahkan oleh ayahku pada usia 13 tahun.”(Ali, 2008:30) “Kakakku Mona sedih, ketika mendengar suami yang tak menghiraukannya itu menikah lagi dan menuntut atas hak cucunya. Mona berjuang keras mempertahankan bagai seekor macan betina.”(Ali, 2008:39) Salah satu suku yang sangat berpengaruh di Yaman adalah, al Ahmar yang sangat besar peranannya dalam jajaran angkatan bersenjata Yaman. Selain itu juga, terdapat berbagai suku-suku lainnya yang menentang pemerintah pusat di Sana’a, diantaranya mereka menggabungkan diri dalam organisasi Jundullah, Al Qaedah dan sebagainya. Berbagai gerakan rakyat telah menyebabkan Yaman semakin terpuruk sehingga menjadi
salah satu negara termiskin di kawasan rejim-rejim kaya minyak Timur tengah.Yaman juga kurang baik hubungannya dengan Arab Saudi karena soal sengketa perbatasan, dan beberapa kali terlibat bentrokan di padang pasir garis perbatasan Yaman-Saudi. Selain itu, adat-istiadat di desa negeri Yaman masih terdapat hukum adat yang ditetapkan oleh para ayah atau saudara laki-laki yang lebih tua. Masalah apapun penjualan senjata, perkawinan atau perdagangan dan budaya khat para syeklah yang memutuskan dan mereka bisa saja tidak
senang
jika
keinginannya
diabaikan.
http//kompas
shabestan.yaman.wordpress.com.2012 c. Sana’a Sana’a adalah ibu kota negara Yaman dan juga kota terbesar. Penduduknya berjumlah 1.930.000 jiwa. Bagian Kota Tuanya yang telah dihuni sejak lebih dari 2.500 tahun dinyatakan sebagai salah satu Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1986. Bandar Udara Internasional Sana'a juga terletak di Sana'a.http //wikipedia bahasa indonesiaensiklopedia bebas, 2008 Sana’a dalam cerita digambarkan oleh pengarang sebagai kota kuno dengan rumahrumah tradisionalnya yang indah. Namun, membuat tenggorokan masyarakat yang hidup di sekitarnya menjadi gatal. Hal itu disebabkan jalanannya yang dipenuhi dengan kendaraan dan hampir di setiap sudut kota sebagian besar tak ada taman tempat anak-anak bermain. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut.
“Di jalanan semua knalpot menyemburkan asap diesel yang membuat tenggorokan setiap orang lewat menjadi gatal. Hampir setiap sudut kota tak ada taman tempat anak-anak bermain.” (Ali, 2008:31) Selain itu, Sana’a dalam cerita tempat Nujood dan keluarganya tinggal untuk memulai kehidupan baru. Mereka terpaksa pindah ke ibu kota diusir penduduk desa Khardji karena dianggap mencemarkan nama baik desa Khardji. Hal ini terjadi ketika saudaranya Mona menjadi bahan pembicaraan orang sewaktu ia dinikahkan secara tiba-tiba oleh kedua orang tuanya. Penduduk merasa tidak nyaman akan hal itu, sehingganya Nujood dan keluarganyapun diusir dari desa Khardji. Namun, kehidupan Nujood dan keluarganya semakin buruk hidup di Sana’a. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Kedatangan kami di Sana’a cukup membuat kami terguncang. Sulit rasanya membiasakan diri dengan ibu kota yang berdebu dan hiruk-pikuk. Kami pindah ke lantai dasar sebuah bangunan kumuh di lorong yang dipenuhi sampah. Aba sangat terpukul sehingga ia hampir tidak bisa bericara serta kehilangan selera makan. Bagaimana mungkin seorang petani sederhana yang buta huruf tanpa ijazah dapat menopang keluarganya di ibu kota ini.”(Ali, 2008:32) “Dan tibalah ketika tak banyak lagi barang yang bisa kami jual. Setelah cukup sering tak bisa makan karena kekurangan uang, saudara-saudara lelakiku bergabung dengan para pedagang asongan yang mengetuk kaca mobil-mobil dilampu merah. Bahkan Mona bergabung dengan mereka, yang mengemis. Lalu giliran Haifa dan aku yang mencobanya.”(Ali, 2008:55) d. Pengadilan Yaman Pengadilan dalam cerita digambarkan pengarang sebagai tempat masyarakat untuk memperoleh keadilan. Di tempat inilah pengarang menggambarkan lewat tokoh aku bertemu dengan orang-orang yang bernasib malang dan ingin memperoleh keadilan dan kebebasan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut.
“Di halaman luar gedung pengadilan, orang-orang berkerumun. Seumur hidupku aku belum pernah bertemu orang sebanyak ini. Aku berusaha menangkap beberapa kata perawatan anak, keadilan, dan hak asasi.”(Ali, 2008:8) Pengadilan dalam cerita juga merupakan tempat Nujood mengadu atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadapnya, sekaligus menyatakan untuk bercerai. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Selama ini bayanganku tentang pengadilan berbeda. Tempat yang tenang, bersih, rumah besar berlangsungnya kebaikan mengalahkan kejahatan, tempat kau bisa memperbaiki semua masalah dunia. Orang-orang bilang hakimlah yang bisa menolong mereka yang membutuhkan. Jadi, aku harus mencarinya dan menyampaikan kisahku. Aku sangat lelah, aku kepanasan dibalik cadarku, aku sakit kepala, dan aku sangat malu…apakah aku cukup kuat untuk terus melangkah? Tidak. Ya. Mungkin…aku memberitahu diri sendiri sudah terlambat untuk kembali bagian yang terburuk sudah berlalu, dan aku harus terus melangkah.”(Ali, 2008:9) “Aku tidak menangis terisakpun tidak, ketika berbicara dengannya. Aku merasakan tubuhku bergetar, tetapi aku tahu apa yang kuinginkan. Aku ingin mengakhiri neraka ini. Aku tak sanggup lagi menderita dalam diam. “Apa yang kamu inginkan?” Kali ini aku menjawab dengan cepat. “saya ingin bercerai.”(Ali, 2008:17) 2) Latar Waktu Latar waktu dalam novel
ini berkaitan erat dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Masalah waktu tersebut dapat terbagi dua antara masa kecil tokoh aku sampai ia berusia 10 tahun. Hal itu dikarenakan tokoh menceritakan hal-hal dalam masa kecilnya yaitu tentang ia hidup bersama keluarga dan masyarakat yang dalam menjalani kehidupan.
Dalam novel tokoh aku menceritakan hal-hal yang dialaminya. Hal itu bermula ketika ia pertama kali dilahirkan ke dunia dengan seiringnya waktu usia semakin bertambah hingga mencapai 10 tahun. Banyak hal yang dialami mulai dari keluarganya diusir warga desa Khardji yang mengakibatkan mereka hidup serba kekurangan, karena ayahnya sudah tidak memiliki pekerjaan tetap. Sampai akhirnya ayah Nujood sakit-sakitan dan tak mampu menafkahi keluarga. Ibunya juga tidak memiliki pekerjaan, selain mengurus rumah tangga. Ditambah lagi ia dan saudara-saudara perempuannya tidak memperoleh pendidikan, terpaksa mengemis di jalanan untuk memperoleh sesuap nasi. Sehingga suatu hari ayah Nujood menetapkan untuk menikahkannya. Nujood tak mampu mengelak akan keinginan ayahnya, sebab dalam keluarga keputusan ada di tangan kaum lelaki.Dan dari pernikahan tersebut bukan kebahagiaan yang diperoleh, melainkan penyiksaan dan derita yang tiada henti. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Pada hari ketiga, dia mulai memukulku. Dia tidak tahan dengan segala upayaku untuk menolaknya. Kalau akau mencoba mencegah dia akan memulai memukuliku. Awalnya dengan tangan, lalu dengan tongkat yang sangat keras sampai berulang kali. Kuulangi: kau adalah istriku. Sekarang kau harus menuruti apapun yang kuinginkan! Mengerti.” (Ali, 2008:106) “Di rumah selama siang hari, aku harus mematuhi semua perintah ibu mertuaku memotong sayuran, memberi makan ayam, menyiapkan teh untuk siapapun yang mampir, mengepel lantai, mencuci pakaian dan piring. Setiap kali aku berhenti sejenak, ibu mertuaku akan menjambak rambutku dengan tangannya yang dekil.” (Ali, 2008:104) 3) Latar Sosial Latar sosial yaitu berhubungan dengan perilaku kehidupan masyarakat disuatu tempat. Latar sosial misalnya agama, kebiasaan, adat-istiadat, pandangan hidup, cara
berfikir, emosi, status dan kedudukan sosial. Latar sosial dalam cerita yakni berhubungan dengan budaya yaitu adat istiadat dan kepercayaan, pandangan hidup, kondisi sosial pendidikan dan ekonomi yang ada di negeri yaman. a. budaya khat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Tak sampai dua minggu berlalu sejak aku dilamar, mengikuti adat setempat, kaum perempuan merayakan pernikahanku di rumah orang tuaku yang mungil, total berjumlah empat puluh orang. Sementara itu, kaum pria berkumpul di rumah salah satu pamanku untuk berpesta dan lagi-lagi mengunyah khat.”(Ali, 2008:64) Khat adalah nama tanaman yang berupa daun di Yaman. Tanaman ini merupakan jenis narkotik yang dijual bebas di negeri Yaman. Ketika dikunyah, daun ini menghasilkan efek euforia yang membuat penggunanya melupakan rasa lapar dan lelah. Efek samping lainnya mencakup ketidakstabilan emosi, kegilaan, halusinasi, mudah tersinggung, hingga badan lesu dan depresi. Para konsumsinya terutama oleh kaum lelaki, ini merupakan ritus sosial yang diakui sejak lama. Khat ini menjadi produk pertanian utama di negeri Yaman Badan Kesehatan Dunia (WHO). Catatan penerjemah, buku novel Saya Nujood Usia 10 dan Janda karya Nujood Ali. Tanaman ini menyerap lebih dari dua per tiga sumber air sehingga negeri kekurangan air dan warga sering kehausan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Khat, tragedi nasional kita banyak menyedot air sehingga kita semua akan mati kehausan di negeri ini.”(Ali, 2008:75) b. adat-istiadat dan kepercayaan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Semua pria di desaku membawa belati yang tajam dengan gagang berhias, yang konon merupakan simbol otoritas, kejantanan, dan prestise dalam masyarakat Yaman. Menurut adat istiadat kami, belati ini tidak boleh digunakan untuk
mempertahankan diri atau menyerang dalam suatu percekcokan. Sebaliknya jambia (nama belati) boleh digunakan untuk membantu menyelesaikan konflik yang paling penting, menjadi simbol keadilan suku.”(Ali, 2008:29) Selain itu ada beberapa adat dan kepercayaan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Keluarga kami dan suaminya semakin dekat, dan untuk mempererat perkawinan ini, mereka berencana menikahkan abangku Mohammad dengan salah satu saudara iparnya, mengikuti tradisi sighar.” (Ali, 2008:38) Kemudian, tradisi lain yang ada di negeri Yaman adalah hukum pernikahan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Untuk menjamin perkawinan yang bahagia, nikahilah gadis berusia sembilan tahun.”(Ali, 2008:207) Karena alasan inilah dan didukung oleh kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan, Nujood dinikahkan secara paksa oleh kedua orang tuanya dengan seorang lelaki yang usianya tiga kali lebih tua dari usia Nujood. Padahal saat itu, Nujood baru berusia sepuluh tahun. Di negeri Yaman para lelakinya berkuasa penuh terhadap kaum perempuan. Kaum perempuan tidak dibenarkan untuk membuat pilihan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Di desa Khardji, kaum wanita tidak diajarkan untuk membuat pilihan. Di sana, prialah yang memutuskan. ketika berusia 16 tahun, Shoya ibuku terpaksa menikah dengan ayahku Ali Mohammad al-Ahdel tanpa memprotes sedikitpun.”(Ali, 2008:19) “Selain itu, yang kuketahui adalah Mona putri kedua tertua keluarga kami tiba-tiba menikah pada usia 13 tahun.”(Ali, 2008:30)
“Hanya merekalah yang bisa bersekolah. Pria yang sangat protektif, menganggap anak perempuan terlalu rapuh dan lemah untuk berjalan.”(Ali, 2008:25) Dari beberapa contoh kutipan cerita di atas, adalah merupakan peristiwa yang terjadi di desa Khardji tepatnya di Negeri Yaman, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Perempuan dianggap tidak mampu menjaga diri jika keluar desa atau kota sehingga jenjang pendidikanpun tidak mereka rasakan. c. Pandangan hidup atau kebiasaan Penduduk desa Khardji memiliki banyak kebiasaan yang sudah mendarah daging. Misalnya pada perhitungan tahun kelahiran dan cara mereka makan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Di wilayah pedesaan, orang-orang memiliki banyak anak tanpa memperdulikan kartu identitas. Hari ini ibuku menyimpuilkan bahwa usiaku sekitar 10 tahun, tetapi mungkin juga delapan atau sembilan. Sebagai titik rujukan dia menggunakan musim, kematian kerabat, pernikahan sepupu tertentu saat kami pindah rumah dan seterusnya.”(Ali, 2008:23) “Dengan meniru kedua orang tua kami, kami belajar untuk makan langsung dari piring saji. Tak ada piring makan, tak ada garpu, dan tak ada pisau. beginilah cara kami makan di desa-desa di yaman.”(Ali, 2008:27) d. kondisi sosial pendidikan dan ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan
novel
berikut. a.
Pendidikan
“Di wilayah pedesaan Yaman, sebagian besar perempuannya buta huruf. Karena kaum pria menganggap anak perempuan terlalu rapuh dan lemah untuk berjalan sendirian di jalur-jalur yang sepi.”(Ali, 2008:25)
“Ibuku tidak bisa membaca dan menulis sehingga mereka tidak perlu adanya anak perempuan untuk bersekolah. Aku tumbuh di sekolah alam sambil mengamati keadaan sekelilingnya.”(Ali, 2008:26) b.
Ekonomi
“Dan tibalah ketika tak banyak lagi barang yang bisa kami jual. Setelah cukup sering tak bisa makan karena kekurangan uang, saudara-saudara lelakiku bergabung dengan para pedagang asongan yang mengetuk kaca mobil-mobil dilampu merah. Bahkan Mona bergabung dengan mereka, yang mengemis. Lalu giliran Haifa dan aku yang mencobanya.”(Ali, 2008:55) “Aku sudah membuat keputusan! Selain itu, kamu tahu kita tak punya cukup uang untuk memberi makan seluruh keluarga. Jadi, ini artinya ada satu mulut yang berkurang. ”Ucapan ayahku terus-menerus terngiang dalam pikiranku : satu mulut yang berkurang. Jadi begitulah aku baginya, sebuah beban, dan dia menyambar kesempatan pertama untuk menyingkirkan aku. Dan aku menyayangi aba meski dia melakukan banyak kesalahan, meski dia berbau khat yang memuakkan itu, meski dia bersikeras kami harus mengemis di jalanan demi beberapa potong roti.”(Ali, 2008:58) 2. Tokoh Tokoh merupakan pelakon dalam karya fiksi. Adapun tokoh yang terdapat dalam cerita merupakan tokoh hero dan problematiknya.Tokoh-tokoh hero yang berperan dalam cerita ini adalah sebagai berikut. a. Tokoh Aku (Nujood) Tokoh aku dalam novel dijadikan sebagai tokoh protagonis yang termasuk dalam kategori tokoh hero, karena intensitas atau kehebatannya yang tinggi di dalam novel hadir sebagai pelaku yang dikenai konflik bathin. Hal ini didasarkan atas problem kehidupan dan pererjuangan kerasnya untuk memperoleh kebebasan agar terlepas dari penganiyayaan suami dan mertua terhadapnya. Walaupun dengan usianya yang masih belia, ia berusaha dengan berbagai cara agar sampai ke pengadilan untuk menggugat perceraian dan
memperoleh keadilan serta nilai-nilai kemanusiaan terhadap hak kaum perempuan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Aku tak punya pilihan lagi. Aku harus menaiki tangga yang kini menjulang dihadapanku. Ini peluang terakhir untuk memperoleh bantuan untuk menyampaikan kisahku. Tak ada orang yang berhak menghalangiku mencari keadilan jadi aku tak akan menyerah dengan mudah.”(Ali, 2008:12) “Aku tidak menangis terisakpun tidak, ketika berbicara dengannya. Aku merasakan tubuhku bergetar, tetapi aku tahu apa yang kuinginkan. Aku ingin mengakhiri neraka ini. Aku tak sanggup lagi menderita dalam diam. “Apa yang kamu inginkan?” Kali ini aku menjawab dengan cepat. “saya ingin bercerai.”(Ali, 2008:17) “Suara kecil di dalam diriku berbisik, ayo Nujood!memang benar kau hanya gadis kecil, tapi kau juga seorang wanita. Aku tidak sanggup lagi menghadapi kejahatan dia.”(Ali, 2008:13) b. Tokoh Dowla Tokoh Dowla dalam novel sebagai tokoh protagonis. Tokoh Dowla termasuk dalam kategori tokoh hero. Keterlibatannya dalam novel sebagai tokoh yang memberi dukungan dan jalan terhadap tokoh aku untuk memperoleh kebebasan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Nujood, bisiknya. Kalau tak ada yang mau mendengarkanmu, kau harus langsung pergi ke pengadilan. Sepanjang pengetahuanku, itu satu-satunya tempat yang bersedia mendengarkanmu.minta bertemu dengan hakim. Bagaimanapun hakim adalah perwakilan pemerintah. Dia sangat berkuasa, wali bagi kita semua. Tugasnya adalah membantu para korban.”(Ali, 2008:116) c. Tokoh Shada
Tokoh Shada dalam novel juga dijadikan sebagai tokoh protagonis yang masuk dalam kategori tokoh hero, karena intensitas atau kehebatannya yang tinggi di dalam novel hadir sebagai pelaku yang membantu mengangkat hak-hak perempuan yang merasa tertindas atau teraniyaya. Perannya dalam novel sebagai pengacara wanita. Hal ini juga didasarkan atas problem kehidupan dan pererjuangan kerasnya membantu kaum perempuan untuk memperoleh kebebasan ketika berada di pengadilan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Kita perlu melakukan apapun untuk mengeluarkan Nujood dari cengkeraman suaminya. Kita harus mengabari media, organisasi-organisasi perempuan. Perempuan harus dilindungi. Jangan takut Nujood aku akan membantumu dalam perceraian ini.”(Ali, 2008:89) “Aku akan berusaha sebaik-baiknya agar dia tidak pernah menyakitimu lagi. Semuanya akan baik-aik saja.”(Ali, 2008:98) Hubungan kedua struktur yakni dalam novel tersebut terdapat latar sosial yang mencerminkan kehidupan masyarakat melalui peran tokoh-tokoh yang ada dalam cerita, terutama tentang emansipasi wanita yang menginginkan keadilan dan kebebasan lewat peran tokoh-tokoh hero. Tokoh hero dalam cerita berperan sebagai tokoh yang memperjuangkan hak asasi manusia khususnya kaum perempuan dan tidak menginginkan penindasan dan kekerasan terhadap perempuan. Kebebasan bagi hak kaum perempuan ditonjolkan oleh pengarang melalui tokoh Nujood, Dowla, dan Shada. Dalam novel tokoh Nujood harus menghadapi sebuah sistem patriarkhi atau tradisi kolot yang harus dipatuhinya. Sehingga ia tidak dapat berbuat banyak ketika sang ayah
menentukan dengan siapa ia harus menikah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Malam harinya, aku tak sengaja mendengar perbincangan antara Mona dan ayah. Nujood terlalu muda untuk menikah. Mona bersikeras. Terlalu muda? Ketika dinikahi nabi Muhammad, Aisyah baru berumur sembilan tahun. Sahut aba. Benar, tapi itu pada masa nabi. Sekarang semuanya sudah berubah. Dengar pernikahan ini harus dilaksanakan. Dan itu adalah cara terbaik melindungi Nujood.”(Ali, 2008:57) Tokoh aku yang diciptakan Nujood dalam novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” berhasil mewakili konflik-konflik batin yang dialami oleh perempuan dan keluarganya pada masa itu. Bagaimana tokoh aku digambarkan sebagai tokoh yang mampu berjuang dan membebaskan dirinya dari penderitaan ketika ia bersama suaminya. Sedangkan tokoh Shada juga mampu menggambarkan bagaimana menyikapi kasus perempuan yang telah menjadi korban kawin paksa di bawah umur. Selain itu, masalah kemiskinan yang terjadi di Yaman merupakan fenomena yang menjadi persoalan bangsa kita. Apalagi angka kemiskinan tiap tahun meningkat. Kemiskinan terjadi dalam kehidupan masyarakat dari segi ekonomi, yang mengakibatkan kurangnya biaya hidup dan pendidikan. Kompas, edisi 11 Juni 2011 Shabestan-Organisasi internasional dan pemerhati perikemanusiaan.http://kemiskinan, peninggalan rezim Yaman untuk rakyat.html. Hal ini juga yang membuat tokoh aku terpaksa menikah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Aku sudah membuat keputusan. Selain itu, kamu tahu kita tak punya cukup uang untuk memberi makan seluruh keluarga. Jadi, ini artinya satu mulut yang berkurang.”(Ali, 2008:58) Setiap kehidupan atau peristiwa yang terjadi baik dari perilaku kehidupan sosial, kepercayaan atau adat-istiadat, kebiasaan atau pandangan hidup, keyakinan, cara berfikir dan bersikap dituangkan ke dalam novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” Karya Nujood Ali melalui peran tokoh.
4.1.3 Asal-Usul Terciptanya Novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” Karya Nujood Ali Berdasarkan pandangan dunia pengarang yang hidup dalam masyarakat, pengarang menggambarkan keadaan atau peristiwa yang terjadi pada masyarakat Yaman melalui tokoh aku Nujood. Dalam novel digambarkan bahwa di Yaman ternyata masih terdapat tradisi
kolot yakni perkawinan paksa khususnya di bawah umur
yang mana sudah
menjadi salah satu tradisi pada masyarakat Yaman. Salah satunya Nujood sendiri. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Untuk menjamin perkawinan yang bahagia, nikahilah gadis berusia sembilan tahun.”(Ali, 2008:207) “Malam harinya, aku tak sengaja mendengar perbincangan antara Mona dan ayah. Nujood terlalu muda untuk menikah. Mona bersikeras. Terlalu muda? Ketika dinikahi nabi Muhammad, Aisyah baru berumur sembilan tahun. Sahut aba. Benar, tapi itu pada masa nabi. Sekarang semuanya sudah berubah. Dengar pernikahan ini harus dilaksanakan. Dan itu adalah cara terbaik melindungi Nujood.”(Ali, 2008:57)
“Aku sudah membuat keputusan. Selain itu, kamu tahu kita tak punya cukup uang untuk memberi makan seluruh keluarga. Jadi, ini artinya satu mulut yang berkurang.”(Ali, 2008:58) Dari pernikahan dini ini, menghasilkan satu siksaan tersendiri terhadap Nujood oleh suaminya karena tidak sanggup melayani layaknya sebagai perempuan dewasa seutuhnya. Nujood diperlakukan semena-mena dan tidak adil layaknya sebagai seorang pelacur dan pembantu tanpa memandang usianya yang masih dini. Ketika keinginan sang suami tidak dipenuhi, maka siksaan akan terus menimpanya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Pada hari ketiga, dia mulai memukulku. Dia tidak tahan dengan segala upayaku untuk menolaknya. Kalau akau mencoba mencegah dia akan memulai memukuliku. Awalnya dengan tangan, lalu dengan tongkat yang sangat keras sampai berulang kali. Kuulangi: kau adalah istriku. Sekarang kau harus menuruti apapun yang kuinginkan! Mengerti.” (Ali, 2008:106) “Di rumah selama siang hari, aku harus mematuhi semua perintah ibu mertuaku memotong sayuran, memberi makan ayam, menyiapkan teh untuk siapapun yang mampir, mengepel lantai, mencuci pakaian dan piring. Setiap kali aku berhenti sejenak, ibu mertuaku akan menjambak rambutku dengan tangannya yang dekil.” (Ali, 2008:104) Selain Nujood merupakan salah satu dari sekian banyak gadis cilik yang dipaksa menikah dan tidak memperoleh kebahagiaan atas perilaku kasar dari suaminya di Yaman dan di beberapa negara lainnya juga sudah sering terjadi. Salah satunya di Arab Saudi yakni seorang gadis cilik bernama Amina Ali Abduladif berumur 10 tahun dinikahkan ayahnya dengan lelaki berusia 50 tahun. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Di negara tetangga Arab Saudi Amina Ali Abduladif, menikah pada usia 10 tahun dengan lelaki berusia 50 tahun meninggal. Yang kuketahui suaminya tersebut selalu memukulinya.” (Ali, 2008:206)
Kemudian Reem Al-Numeri gadis ini dipaksa menikah saat usianya baru 11 tahun dengan sepupunya, Arwa berusia 9 tahun dan Rym 12 tahun. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Setelah sidang cerai selesai di pengadilan, dua gadis lain Arwa 9 tahun dan Rym 12 tahun juga melakukan perjuangan yang sama dengan memutuskan ikatan pernikahan dengan suami mereka karena merasa tak sanggup lagi dengan kesakitan ketika melakukan atau melayani untuk berhubungan seks.”(Ali, 2008:205) Hal ini sudah menjadi Tabu di negeri magis Yaman ini, dan beberapa faktor pernikahan di bawah umur ini disebabkan kemiskinan, adat-istiadat setempat, dan kurangnya pendidikan. Pernikahan di bawah umur menyebabkan separuh gadis di Yaman telah menikah sebelum usia 18 tahun. Kisah gadis-gadis malang yang tidak memperoleh kebahagiaan dan menjadi korban atas tindakan kekerasan ini menegaskan resiko-resiko yang berkaitan dengan pernikahan dini yang bisa saja menyebabkan trauma psikologis, kematian
saat
melahirkan,
dan
putus
sekolah.
http//:artikel-pernikahan-dini-
diyaman.detail.htnl. Yaman semakin terpuruk sehingga menjadi salah satu negara termiskin di kawasan rejim-rejim kaya minyak Timur tengah.Yaman juga kurang baik hubungannya dengan Arab Saudi karena soal sengketa perbatasan, dan beberapa kali terlibat bentrokan di padang pasir garis perbatasan Yaman-Saudi. Selain itu, adat-istiadat di desa negeri Yaman masih terdapat hukum adat yang ditetapkan oleh para ayah atau saudara laki-laki yang lebih tua. Masalah apapun penjualan senjata, perkawinan atau perdagangan dan budaya khat para
syeklah yang memutuskan dan mereka bisa saja tidak senang jika keinginannya diabaikan. http://www.artikelsejarahyaman.html.2008 Pada tahun 1999, para orang tua di mata hukum Yaman diperboleh menikahkan anak perempuan mereka yang belum berusia lima belas tahun, asalkan si suami berjanji untuk tidak menyentuh istrinya hingga gadis itu mencapai pubertas. Namun, syarat ini begitu kabur sehingga jarang dipatuhi.http//:artikel-pernikahan-dini-diyaman.detail.htnl. Http\artikel_biografi nujood.detail-24100.html, 2009. Nujood dilahirkan di Negeri Yaman tepatnya di desa Khardji. Ia terlahir di tengah keluarga kurang mampu. Ayahnya seorang pengembala ternak. Sedangkan ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga. Namun, terkadang ibunya mengambil upah sebagai tukang cuci pakaian. Nujood dan saudara perempuannya yang lain oleh kedua orang tuanya tidak dibenarkan bersekolah. Sehingga ia hanya belajar lewat penglihatan alam disekelilingnya. Pernikahannya ditetapkan oleh kedua orang tuanya pada bulan Februari 2008. Dan resmi bercerai pada bulan April 2008. Novel yang merupakan kisahnya sendiri diterbitkan pada bulan Agustus 2010 oleh pustaka Alvabet yang dibantu oleh Delphine Minoui dan Eman Mashour jurnalis Perancis. Novel “Saya Nujood Usia 10 Dan Janda” merupakan novel best seller di Perancis. Ia juga sudah menulis buku tentang perempuan yang berjudul Royalti.
Nujood dikenal sebagai figur pejuang wanita yang pemberani memberantas perkawinan paksa dibawah umur. Ia memutuskan hubungan dengan tradisi kesukuan di Negeri Yaman pada bulan november 2008. Majalah perempuan di Amerika Serikat “Glamour” memilihnya sebagai “Women of the Year” dan menunjuk Nujood Ali sebagai wanita feminis dan ahli di hak azasi manusia. Keberaniannya berjuang melepaskan diri dari jerat perkawinan paksa di bawah umur mengundang ucapan dan penghargaan dari sejumlah tokoh perempuan dunia terkemuka. Termasuk
mantan Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat Condoleezza Rice dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat sekarang Hillary Clinton. Jika keadaan novel dihubungkan dengan latar belakang pengarang, dari cerita novel yang mengangkat masalah perempuan teraniyaya oleh kaum lelaki mulai dalam hal bertindak maupun berpendapat digambarkan dalam novel Nujood, saudara perempuannya, ibu, dan gadis-gadis yang masih belia menjadi korban kawin paksa oleh orang tua mereka sendiri yang berpatokan pada hukum pernikahan mengatakan bahwa dengan menikahi gadis usia 9 tahun akan menjamin kebahagiaan, padahal tidak demikian adanya. Pernikahan dibawah umur justru menyebabkan trauma psikologis, kematian saat melahirkan, dan putus sekolah.http//artikel-pernikahan-dini-diyaman.detail.com Kejadian seperti ini tidak hanya terjadi pada satu negara melainkan di beberapa negara. Sehingganya banyak menimbulkan novel atau artikel yang ceritanya tentang
feminis atau emansiasi wanita. Selain Arab Saudi, Banyak kasus yang dialami seperti Nujood terjadi di Maluku.http//majalah.Komnas HAM.Ambon.wordpres.com Berdasarkan pandangan dunia pengarang inilah yang membuat Nujood berusaha menciptakan sebuah novel yang menceritakan tentang emansipasi wanita. Oleh karena itu, dari beberapa peristiwa yang terjadi baik di negeri Yaman maupun di negara lain melalui kisah dan pandangan Nujood, sehingga melatarbelakangi penciptaan karya sastra yang tidak menginginkan adanya penindasan terhadap kaum perempuan dan menginginkan adanya emansipasi wanita persamaan hak antar individu dan bebas dalam bertindak dan berpendapat. 4.1.4 Hubungan Latar Belakang Pengarang dengan Novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” Karya Nujood Ali Hubungan latar belakang pengarang dengan novel yakni dilihat dari cerita novel yang mengangkat masalah perempuan yang teraniyaya oleh kaum lelaki mulai dalam hal bertindak maupun berpendapat digambarkan dalam novel perempuan-perempuan yang masih berusia dini menjadi korban kawin paksa oleh orang tua mereka sendiri yang berpatokan pada hukum pernikahan mengatakan bahwa dengan menikahi gadis usia 9 tahun akan menjamin kebahagiaan, padahal tidak demikian adanya. Pernikahan dibawah umur justru menyebabkan beberapa faktor trauma psikologis, kematian saat melahirkan, dan putus sekolah.http//artikel-pernikahan-dini-diyaman.detail.com Jika dikaitkan dengan latar belakang pengarang yang dikenal sebagai figur pejuang wanita pemberani yang memberantas perkawinan paksa dibawah umur.dan memutuskan
hubungan dengan tradisi kesukuan di Negeri Yaman pada bulan november 2008 Majalah perempuan di Amerika Serikat “Glamour” memilihnya sebagai “Women of the Year” dan menunjuk Nujood Ali sebagai wanita feminis dan ahli di hak azasi manusia. Keberaniannya berjuang melepaskan diri dari jerat perkawinan paksa di bawah umur mengundang ucapan dan penghargaan dari sejumlah tokoh perempuan dunia terkemuka. Termasuk mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat sekarang Hillary Clinton. Hal ini nampak jelas bahwa hubungan latar belakang pengarang dengan novel yang digambarkan merupakan bagian dari kehidupan pengarang mulai dari adat-istiadat dan kepercayaan, budaya, pandangan hidup atau kebiasaan, faktor sosial pendidikan dan ekonomi, sampai pada masalah emansipasi wanita. Dengan adanya novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” yang mengungkap masalah perempuan membuat tokoh dunia terkemuka mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat sekarang Hillary Clinton menjadikannya sebagai salah satu perempuan feminis yang memperjuangkan hak-hak kaum perempuan walaupun dengan usianya yang masih dini. Selain itu, majalah perempuan di Amerika Serikat “Glamour” memilihnya sebagai “Women of the year” dan menunjuk Nujood Ali sebagai wanita feminis dan hak asazi manusia.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Struktur Novel Latar dan Tokoh, “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” Karya Nujood Ali 1. latar a. Yaman Yaman adalah negeri magis dengan legenda yang menakjubkan. Rumah-rumahnya berhiaskan dekorasi yang begitu rumit, sehingga terlihat seperti pondok kayu yang berlapis gula. Negeri ini berada di ujung selatan Semenanjung Arab, yang diempas Laut Merah dan Samudra Hindia. Yaman dalam sejarahnya dipenuhi dengan menara-menara dari tanah liat. Letaknya di puncak gunung dan saling berdekatan. Negeri ini terkenal dengan aroma dupa di setiap sudut jalan-jalan sempit yang berkerikil. Selain itu, Yaman juga dikenal sebagai kota Arabia Felix atau Arabia Bahagia. Yaman dianggap kota yang menginspirasikan mimpi,
karena
negeri
ini
memiliki
seribu
satu
harta.http://www.artikelsejarahyaman.html.2008 Yaman digambarkan oleh pengarang dalam cerita lengkap dengan budaya dan keadaan ekonominya, yang masyarakatnya memimpikan kehidupan baik dan layak. Namun tidak demikian adanya, ada beberapa masalah terjadi di Yaman. Masalah tersebut merupakan peristiwa yang sering terjadi seperti perdagangan anak. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ”Aku tak sengaja mendengar bahwa aba, omma, dan mohammad berspekulasi Fares telah menjadi objek perdagangan anak yang sering terjadi di Yaman masalah
perdagangan anak sering kerap menimpa bocah malang yang tak bersekolah.” (Ali, 2008:35) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan satu masalah yang mana di Yaman sering terjadi perdagangan anak sehingga mengakibatkan kedua orang tua tokoh merasa khawatir mengenai anak mereka. Masalah ini merupakan satu dari sekian banyak masalah yang terjadi di Yaman. Jika dihubungkan dengan realitas yang terjadi, Yaman adalah negara yang luar biasa miskin dan masalah perdagangan anak kerap menimpa bocah-bocah malang yang tak bersekolah. Beberapa organisasi non pemerintah setempat memperkirakan tiga puluh persen anak usia sekolah yang tinggal di dekat perbatasan dengan Arab Saudi setiap tahun mencoba peruntungan di negara tetangga sebelah utara, yang lapangan kerjanya memikat jarang kembali dan kasus pelecehan seksual tercatat sering terjadi.http//majalah hminews.com.html edisi september 2009 Selain itu, kehidupan di Yaman banyak tedapat masyarakat kurang mampu sehingga mereka terpaksa mengemis di jalan-jalan tol yang sempit demi memperoleh uang demi menyambung hidup. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Setelah cukup sering tak bisa makan karena kekurangan uang, saudara lelakiku bergabung dengan para pengemis yang mengetuk kaca mobil-mobil di lampu merah dan jalan tol sempit berharap bisa mendapatkan uang.”(Ali, 2008:55) “Siapapun yang memasuki Bab Al-Yemen akan langsung disergap oleh berbagai macam suara teriakan pedagang asongan dan ratapan pengemis yang bertelanjang kaki serta bocah penyemir sepatu di persimpangan jalan.”(Ali, 2008:72)
Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan kehidupan masyarakat yang hidup di Yaman dengan mengemis, berdagang asongan, dan anak- anak yang berusaha menawarkan jasa untuk orang-orang yang memerlukan bantuan. Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa ternyata di Yaman masih banyak masyarakat yang kurang mampu sehingga anak-anak merekapun sudah menjadi tulang punggung keluarga. Jika dihubungkan dengan realitas yang terjadi, Yaman masuk ke dalam sepuluh negara termiskin di dunia. Penyebabnya adalah penerapan kebijakan ekonomi dan sosial yang salah yang dilakukan oleh rezim sebelumnya. Lembaga Kemanusiaan Internasional memperingatkan krisis kemanusiaan di Yaman bahwa setengah dari rakyat negara itu terancam kelaparan. Rata-rata kemiskinan dan pengangguran di Yaman meningkat tajam dan sekitar 10 juta penduduk negara itu terancam kelaparan. Saat ini warga Yaman hidup dalam kondisi ekonomi terburuk. Data menunjukkan bahwa rata-rata pengangguran telah melampaui angka 50 persen bahkan pendapatan perhari sekitar 50 persen rakyat Yaman di bawah dua dolar. http//kompas-yaman-miskin.com.html Hal ini merupakan salah satu masalah yang diambil oleh pengarang berdasarkan pandangan dunianya
yang hidup dalam masyarakat. Diceritakan dalam novel bahwa
masyarakat Yaman masih banyak yang berekonomi lemah sehingga anak-anakpun jadi tulang punggung keluarga.
Sementara itu, pengarang menggambarkan salah satu budaya yang ada di Yaman yakni kaum wanitanya menyembunyikan pesona mereka dibalik cadar hitam yang tebal. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Para wanita di Yaman, selalu menutupi wajah mereka dibalik niqab atau cadar hitam. Mereka menyembunyikan segalanya, kecuali mata yang begitu besar dan bulat membuatku teringat akan granat yang siap meledak. Sehingga sulit bagiku membaca gerak bibir agar tahu apa yang mereka ucapkan.” (Ali, 2008:1) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan satu budaya berpakaian pada wanita dengan menggunakan cadar. Hal ini sudah merupakan budaya yang ada di Yaman, yang berdasarkan pada etika dalam kehidupan sehari-hari, sebab dalam islam perempuan diwajibkan menutup aurat jika tidak dengan muhrimnya. Jika dihubungkan dengan realitas yang terjadi, Yaman termasuk salah satu negeri yang begitu berpengaruh bagi masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Yaman memang salah satu negeri yang pertama kali menerima Islam sejak Rosulullah masih hidup Ali Bin Abi Thalib Radhiallahu Anhu yang memperkenalkan Islam ke tanah Yaman disekitar tahun 630-an. Keluarga Rosulullah juga yang kemudian memerintah di Negara itu selama beberapa abad. Pengaruh peradaban Islam di Yaman kemudian turut mewarnai masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Kaum perempuan di Yaman mulai memakai cadar hitam ketika imam Yahya merebut kekuasaan di Yaman utara dan berusaha mendirikan
yang
Dunia,200.html. b. Khardji
stabil
dan
modern.http//kompilasiartikel_Mesjid
Indonesia
dan
Khardji dalam bahasa Arab berarti “di luar” dengan kata lain di ujung dunia. Khardji terletak di ujung lembah negeri Yaman. Desa ini memiliki jarak tidak jauh dari Hajja, Provinsi sebelah Utara Yaman. Khardji merupakan desa terkecil di negeri Yaman, sehingga ahli Geografi sulit untuk memasukkan desa ini ke dalam peta. Khardji hanya terdiri atas lima rumah kecil dari batu. http//wikipedia-bangsa-arab-Yaman.id.com Khardji digambarkan pengarang dalam cerita tempat dimana Nujood tinggal bersama keluarga dengan masyarakat lainnya. Ada beberapa masalah sentral yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang hidup di Khardji. Masalah yang terjadi merupakan pandangan pengarang yang hidup di lingkungan masyarakat yakni dalam membuat keputusan diambil alih kaum lelaki sementara wanita hanya diumpamakan seorang budak yang mematuhi perintah majikan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Di desa Khardji, kaum wanita tidak diajarkan untuk membuat pilihan. Di sana, prialah yang memutuskan. ketika berusia 16 tahun, Shoya ibuku terpaksa menikah dengan ayahku Ali Mohammad al-Ahdel tanpa memprotes sedikitpun. Dan ketika 4 tahun menikah ayahku memutuskan untuk memperluas keluarganya dengan memilih istri kedua, ibuku dengan patuh menerima keputusannya.”(Ali, 2008:19) “Selain itu, yang kuketahui adalah Mona putri kedua tertua keluarga kami tiba-tiba menikah pada usia 13 tahun.”(Ali, 2008:30) “Hanya merekalah yang bisa bersekolah. Pria yang sangat protektif, menganggap anak perempuan terlalu rapuh dan lemah untuk berjalan.”(Ali, 2008:25) Berdasarkan beberapa contoh kutipan di atas, pengarang menggambarkan kehidupan masyarakat yang ada di Khardji yang mana kaum perempuan tidak dibenarkan membuat pilihan atau keputusan. Sehingga hak kebebasan tidak dirasakan oleh kaum perempuan.
Walaupun itu berkaitan dengan masa depan mereka. Kaum perempuan dianggap lemah sehingga tidak mampu melindungi diri mereka sendiri. Padahal setiap manusia memiliki hak masing-masing untuk mengeluarkan pendapat. Dan itu sudah ada dalam UndangUndang.
Jika dihubungkan dengan realitas yang terjadi, Yaman termasuk negara kurang baik hubungannya dengan Arab Saudi karena soal sengketa perbatasan, dan beberapa kali terlibat bentrokan di padang pasir garis perbatasan Yaman-Saudi. Selain itu, adat-istiadat di desa negeri Yaman masih terdapat hukum adat yang ditetapkan oleh para ayah atau saudara laki-laki yang lebih tua. Masalah apapun penjualan senjata, perkawinan atau perdagangan dan budaya khat para syeklah yang memutuskan dan mereka bisa saja tidak senang jika keinginannya diabaikan.http://Krisis Politik Yaman.id.com.html.
Selain itu, pengarang juga menggambarkan Khardji dimana kaum pria tak pernah muncul tanpa belati yang diselipkan di pinggang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Semua pria di desaku membawa belati yang tajam dengan gagang berhias, yang konon merupakan simbol otoritas, kejantanan, dan prestise dalam masyarakat Yaman. sehingga, Semua orang berlomba-lomba memakai jambia yang paling indah.harganya pun bervariasi, Menurut adat istiadat kami, belati ini tidak boleh digunakan untuk mempertahankan diri atau menyerang dalam suatu percekcokan. Sebaliknya jambia (nama belati) boleh digunakan untuk membantu menyelesaikan konflik yang paling penting, menjadi simbol keadilan suku.”(Ali, 2008:29) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang juga menggambarkan salah satu adat yang ada di Yaman tepatnya di desa Khardji. Masyarakat Khardji khususnya kaum pria setiap
harinya selalu menggunakan Jambia atau belati yang merupakan simbol otoritas, kejantanan, dan prestise dalam masyarakat Yaman. yang dipercaya oleh masyarakat sebagai benda untuk melindungi diri dari suatu permasalahan atau perkelahian. Jika dihubungkan dengan realitas yang terjadi, jambia sering mengindikasikan status sosial bagi masyarakatnya di Yaman. Belatinya dibuat dari cula badak dan gading asli.catatan penerjemah Michel Lafon, Buku Novel Saya Nujood Usia 10 Dan Janda Karya Nujood Ali. Selain itu, Khardji dalam cerita juga merupakan tempat Nujood hidup bersama suami dan mertua, yang selalu menyiksanya setiap hari. Nujood diperlakukan oleh mertuanya layaknya seorang pembantu. Sedangkan suaminya memperlakukannya sebagai wanita pemuas nafsu birahi. Apabila Nujood tidak memenuhi keinginannya, maka iapun akan dipaksa secara kasar agar keinginannya terlaksana. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Pada hari ketiga, dia mulai memukulku. Dia tidak tahan dengan segala upayaku untuk menolaknya. Kalau aku mencoba mencegah dia akan memulai memukuliku. Awalnya dengan tangan, lalu dengan tongkat yang sangat keras sampai berulang kali. Kuulangi: kau adalah istriku. Sekarang kau harus menuruti apapun yang kuinginkan! Mengerti.”(Ali, 2008:106) “Di rumah selama siang hari, aku harus mematuhi semua perintah ibu mertuaku memotong sayuran, memberi makan ayam, menyiapkan teh untuk siapapun yang mampir, mengepel lantai, mencuci pakaian dan piring. Setiap kali aku berhenti sejenak, ibu mertuaku akan menjambak rambutku dengan tangannya yang dekil.” (Ali, 2008:104)
Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan keadaan yang di alaminya ketika ia hidup bersama suami dan mertua. Tokoh aku mendapatkan perlakukan kasar dari sang suami ketika ia menolak untuk melakukan hubungan seks. Padahal hal ini tidak seharusnya berlaku pada gadis yang masih di bawah umur. Selain itu juga, sang mertua memperlakukan tokoh aku layaknya seorang pembantu bukan sebagai menantu. Dan ketika sang tokoh ingin istirahat sejenak, maka perilaku kasarpun akan di dapati dari mertuanya. Selain itu, saudara perempuannya Mona juga mengalami hal yang sama ketika pertama menikah pada usianya 13 tahun juga akibat korban kawin paksa dari kedua orang tuanya dan tidak bahagia. “Selain itu, yang kuketahui adalah Mona putri kedua tertua keluarga kami tiba-tiba dinikahkan oleh ayahku pada usia 13 tahun.”(Ali, 2008:30) “Kakakku Mona sedih, ketika mendengar suami yang tak menghiraukannya itu menikah lagi dan menuntut atas hak cucunya. Mona berjuang keras mempertahankan bagai seekor macan betina.”(Ali, 2008:39) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menunjukkan bahwa bukan hanya tokoh aku yang mengalami ketidakadilan melainkan juga saudaranya Mona dan juga tidak merasakan kebahagiaan atas perilaku suami yang mengacuhkannya. Salah satu suku yang sangat berpengaruh di Yaman adalah, al Ahmar yang sangat besar peranannya dalam jajaran angkatan bersenjata Yaman. Selain itu juga, terdapat berbagai suku-suku lainnya yang menentang pemerintah pusat di Sana’a, diantaranya mereka menggabungkan diri dalam organisasi Jundullah, Al Qaedah dan sebagainya.
Berbagai gerakan rakyat telah menyebabkan Yaman semakin terpuruk sehingga menjadi salah satu negara termiskin di kawasan rejim-rejim kaya minyak Timur tengah.Yaman juga kurang baik hubungannya dengan Arab Saudi karena soal sengketa perbatasan, dan beberapa kali terlibat bentrokan di padang pasir garis perbatasan Yaman-Saudi. Selain itu, adat-istiadat di desa negeri Yaman masih terdapat hukum adat yang ditetapkan oleh para ayah atau saudara laki-laki yang lebih tua. Masalah apapun penjualan senjata, perkawinan atau perdagangan dan budaya khat para syeklah yang memutuskan dan mereka bisa saja tidak senang jika keinginannya diabaikan.http://kompas-sejarah yaman.wordpress.com c. Sana’a Sana’a adalah ibu kota negara Yaman dan juga kota terbesar. Penduduknya berjumlah 1.930.000 jiwa. Bagian Kota Tuanya yang telah dihuni sejak lebih dari 2.500 tahun dinyatakan sebagai salah satu Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1986. Bandar Udara Internasional Sana'a juga terletak di Sana'a. http//Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas,2008. Sana’a dalam cerita digambarkan oleh pengarang sebagai kota kuno dengan rumahrumah tradisionalnya yang indah. Namun, membuat tenggorokan masyarakat yang hidup di sekitarnya menjadi gatal. Hal itu disebabkan jalanannya yang dipenuhi dengan kendaraan dan hampir di setiap sudut kota sebagian besar tak ada taman tempat anak-anak bermain. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut.
“Di jalanan semua knalpot menyemburkan asap diesel yang membuat tenggorokan setiap orang lewat menjadi gatal. Hampir setiap sudut kota tak ada taman tempat anak-anak bermain.” (Ali, 2008:31) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan keadaan di Sana’a yang padat dengan kendaraan. Dan disetiap sudut kota tidak terdapat suatu taman sehingga masyarakat yang melewati jalan mudah terserang penyakit salah satunya tenggorokan gatal. Hal ini seharusnya menjadi perhatikan pemerintah Yaman. namun, tidak demikian adanya justru dibiarkan begitu saja. Selain itu, Sana’a dalam cerita tempat Nujood dan keluarganya tinggal untuk memulai kehidupan baru. Mereka terpaksa pindah ke ibu kota diusir penduduk desa Khardji karena dianggap mencemarkan nama baik desa Khardji. Hal ini terjadi ketika saudaranya Mona menjadi bahan pembicaraan orang sewaktu ia dinikahkan secara tiba-tiba oleh kedua orang tuanya. Penduduk merasa tidak nyaman akan hal itu, sehingganya Nujood dan keluarganyapun diusir dari desa Khardji. Namun, kehidupan Nujood dan keluarganya semakin buruk hidup di Sana’a. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Kedatangan kami di Sana’a cukup membuat kami terguncang. Sulit rasanya membiasakan diri dengan ibu kota yang berdebu dan hiruk-pikuk. Kami pindah ke lantai dasar sebuah bangunan kumuh di lorong yang dipenuhi sampah. Aba sangat terpukul sehingga ia hampir tidak bisa bericara serta kehilangan selera makan. Bagaimana mungkin seorang petani sederhana yang buta huruf tanpa ijazah dapat menopang keluarganya di ibu kota ini.”(Ali, 2008:32) “Dan tibalah ketika tak banyak lagi barang yang bisa kami jual. Setelah cukup sering tak bisa makan karena kekurangan uang, saudara-saudara lelakiku bergabung dengan para pedagang asongan yang mengetuk kaca mobil-mobil dilampu merah. Bahkan Mona bergabung dengan mereka, yang mengemis. Lalu giliran Haifa dan aku yang mencobanya.”(Ali, 2008:55)
Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan kehidupan di Sana’a yang penuh dengan penderitaan. Hidup di ibukota ini membuat sang tokoh terpukul dengan keadaan yang serba kekurangan. Ditambah lagi kedua orang tua yang tidak melalui pendidikan sehingga tidak bisa berbuat apa-apa untuk menafkahi keluarga. keadaan ini membuat sang tokoh aku dan saudara lainnya terpaksa mengemis di jalanan demi memenuhi kebutuhan. Jika dihubungkan dengan realitas yang terjadi di Sana’a yakni Keluarga Bakri alMalhani adalah salah satu keluarga paling miskin di Ibu Kota Yaman, Sana'a, dan mereka percaya berpuasa adalah usaha terakhir mereka di tengah kemiskinan parah yang melanda sebanyak separuh warga di negeri itu. Mansour al-Fayadhi, Direktur Pelaksana Dana Kesejahteraan Sosial, mengatakan ratusan ribu keluarga paling miskin telah kehilangan bantuan keamanan sosial mereka, sebagian selama empat bulan dan yang lain sudah lebih dari setahun. "Kekurangan dana! Itu lah penyebabnya," kata al-Fayadhi sebagaimana dikutip Reuters. http//Republika.Yaman co.id, sana'a.html d. Pengadilan Yaman Pengadilan dalam cerita digambarkan pengarang sebagai tempat masyarakat untuk memperoleh keadilan. Di tempat inilah pengarang menggambarkan lewat tokoh aku bertemu dengan orang-orang yang bernasib malang dan ingin memperoleh keadilan dan kebebasan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut.
“Di halaman luar gedung pengadilan, orang-orang berkerumun. Seumur hidupku aku belum pernah bertemu orang sebanyak ini. Aku berusaha menangkap beberapa kata perawatan anak, keadilan, dan hak asasi.”(Ali, 2008:8) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang mencoba menceritakan berdasarkan pandangannya tentang masyarakat yang begitu banyak ingin memperoleh keadilan di negeri Yaman. kebebasan atau keadilan penting karena itu merupakan hak hidup yang sangat penting bagi siapa saja. Pengadilan dalam cerita juga merupakan tempat Nujood mengadu atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadapnya, sekaligus menyatakan untuk bercerai. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Selama ini bayanganku tentang pengadilan berbeda. Tempat yang tenang, bersih, rumah besar berlangsungnya kebaikan mengalahkan kejahatan, tempat kau bisa memperbaiki semua masalah dunia. Orang-orang bilang hakimlah yang bisa menolong mereka yang membutuhkan. Jadi, aku harus mencarinya dan menyampaikan kisahku. Aku sangat lelah, aku kepanasan dibalik cadarku, aku sakit kepala, dan aku sangat malu…apakah aku cukup kuat untuk terus melangkah? Tidak. Ya. Mungkin…aku memberitahu diri sendiri sudah terlambat untuk kembali bagian yang terburuk sudah berlalu, dan aku harus terus melangkah.”(Ali, 2008:9) “Aku tidak menangis terisakpun tidak, ketika berbicara dengannya. Aku merasakan tubuhku bergetar, tetapi aku tahu apa yang kuinginkan. Aku ingin mengakhiri neraka ini. Aku tak sanggup lagi menderita dalam diam. “Apa yang kamu inginkan?” Kali ini aku menjawab dengan cepat. “saya ingin bercerai.”(Ali, 2008:17) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menceritakan bagaimana ia berusaha untuk pergi ke pengadilan demi bertemu hakim untuk menginginkan keadilan dan kebebasan atas perilaku kasar suami terhadapnya. Walaupun dengan usianya yang masih belia dan hampir
saja putus asa karena malu tokoh aku tetap berusaha menemui hakim untuk bisa bebas dan memperoleh haknya sebagai perempuan yang seharusnya dilindungi bukan diperlakukan kasar. 2. Latar Waktu Latar waktu dalam novel
ini berkaitan erat dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Masalah waktu tersebut dapat terbagi dua antara masa kecil tokoh aku sampai ia berusia 10 tahun. Hal itu dikarenakan tokoh menceritakan hal-hal dalam masa kecilnya yaitu tentang ia hidup bersama keluarga dan masyarakat yang dalam menjalani kehidupan. Dalam novel tokoh aku menceritakan hal-hal yang dialaminya. Hal itu bermula ketika ia pertama kali dilahirkan ke dunia dengan seiringnya waktu usia semakin bertambah hingga mencapai 10 tahun. Banyak hal yang dialami mulai dari keluarganya diusir warga desa Khardji yang mengakibatkan mereka hidup serba kekurangan, karena ayahnya sudah tidak memiliki pekerjaan tetap. Sampai akhirnya ayah Nujood sakit-sakitan dan tak mampu menafkahi keluarga. Ibunya juga tidak memiliki pekerjaan, selain mengurus rumah tangga. Ditambah lagi ia dan saudara-saudara perempuannya tidak memperoleh pendidikan, terpaksa mengemis di jalanan untuk memperoleh sesuap nasi. Sehingga suatu hari ayah Nujood menetapkan untuk menikahkannya. Nujood tak mampu mengelak akan keinginan ayahnya, sebab dalam keluarga keputusan ada di tangan kaum lelaki.Dan dari pernikahan
tersebut bukan kebahagiaan yang diperoleh, melainkan penyiksaan dan derita yang tiada henti. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Pada hari ketiga, dia mulai memukulku. Dia tidak tahan dengan segala upayaku untuk menolaknya. Kalau akau mencoba mencegah dia akan memulai memukuliku. Awalnya dengan tangan, lalu dengan tongkat yang sangat keras sampai berulang kali. Kuulangi: kau adalah istriku. Sekarang kau harus menuruti apapun yang kuinginkan! Mengerti.” (Ali, 2008:106) “Di rumah selama siang hari, aku harus mematuhi semua perintah ibu mertuaku memotong sayuran, memberi makan ayam, menyiapkan teh untuk siapapun yang mampir, mengepel lantai, mencuci pakaian dan piring. Setiap kali aku berhenti sejenak, ibu mertuaku akan menjambak rambutku dengan tangannya yang dekil.” (Ali, 2008:104) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menceritakan keadaan yang di alaminya ketika ia hidup bersama suami dan mertua. Tokoh aku mendapatkan perlakukan kasar dari sang suami ketika ia menolak untuk melakukan hubungan seks. Padahal hal ini tidak seharusnya berlaku pada gadis yang masih di bawah umur. Selain itu juga, sang mertua memperlakukan tokoh aku layaknya seorang pembantu bukan sebagai menantu. Dan ketika sang tokoh ingin istirahat sejenak, maka perilaku kasarpun akan di dapati dari mertuanya. Perilaku kasar dari suami dan mertua tidak pernah terfikir olehnya justru kebahagiaan dan perlindungan yang ia harapkan. 1. Latar Sosial Latar sosial yaitu berhubungan dengan perilaku kehidupan masyarakat disuatu tempat. Latar sosial misalnya agama, kebiasaan, adat-istiadat, pandangan hidup, cara berfikir, emosi, status dan kedudukan sosial. Latar sosial dalam cerita yakni berhubungan
dengan budaya yaitu adat istiadat dan kepercayaan, pandangan hidup, kondisi sosial pendidikan dan ekonomi yang ada di negeri yaman. a. budaya khat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Tak sampai dua minggu berlalu sejak aku dilamar, mengikuti adat setempat, kaum perempuan merayakan pernikahanku di rumah orang tuaku yang mungil, total berjumlah empat puluh orang. Sementara itu, kaum pria berkumpul di rumah salah satu pamanku untuk berpesta dan lagi-lagi mengunyah khat.”(Ali, 2008:64) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menceritakan tentang budaya khat yang sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Yaman khususnya kaum pria. Selain itu,terdapat juga adat pernikahan yang mana wanita dan pria tidak dikumpul dalam satu tempat melainkan dipisah. Tempat tersebut disesuaikan jika perempuan ditempatkan dirumah pengantin wanita sedangkan laki-laki sebaliknya Khat adalah nama tanaman yang berupa daun di Yaman. Tanaman ini merupakan jenis narkotik yang dijual bebas di negeri Yaman. Ketika dikunyah, daun ini menghasilkan efek euforia yang membuat penggunanya melupakan rasa lapar dan lelah. Efek samping lainnya mencakup ketidakstabilan emosi, kegilaan, halusinasi, mudah tersinggung, hingga badan lesu dan depresi. Para konsumsinya terutama oleh kaum lelaki, ini merupakan ritus sosial yang diakui sejak lama. Khat ini menjadi produk pertanian utama di negeri Yaman, Badan Kesehatan Dunia (WHO). Catatan penerjemah, Michel Lafon buku novel Saya Nujood Usia 10 dan Janda Karya Nujood Ali. Tanaman ini menyerap lebih dari dua per tiga sumber air sehingga negeri kekurangan air dan warga sering kehausan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut.
“Khat, tragedi nasional kita banyak menyedot air sehingga kita semua akan mati kehausan di negeri ini.”(Ali, 2008:75) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menceritakan tentang Khat yang merupakan tanaman penyerap air terbanyak sehingga mengakibatkan masyarakat Yaman kekurangan air. Tanaman jenis narkotik ini sudah menjadi salah satu pertanian di Yaman sebab masyarakat Yaman menggunakan tanaman ini sebagai penghilang rasa lapar. b. adat-istiadat dan kepercayaan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Semua pria di desaku membawa belati yang tajam dengan gagang berhias, yang konon merupakan simbol otoritas, kejantanan, dan prestise dalam masyarakat Yaman. Menurut adat istiadat kami, belati ini tidak boleh digunakan untuk mempertahankan diri atau menyerang dalam suatu percekcokan. Sebaliknya jambia (nama belati) boleh digunakan untuk membantu menyelesaikan konflik yang paling penting, menjadi simbol keadilan suku.”(Ali, 2008:29) Kutipan ini, menunjukkan adat-istiadat yang ada dinegeri Yaman tentang Belati yang digunakan oleh pria di desa itu sebagai salah satu benda keramat untuk mempertahankan diri dalam suatu perkelahian dan juga membantu dalam menyelesaikan konflik. Belati ini dibuat dari cula badak dan gading gajah asli. Selain itu ada beberapa adat dan kepercayaan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Keluarga kami dan suaminya semakin dekat, dan untuk mempererat perkawinan ini, mereka berencana menikahkan abangku Mohammad dengan salah satu saudara iparnya, mengikuti tradisi sighar.” (Ali, 2008:38) Kutipan ini menunjukkan juga tradisi yang ada di negeri Yaman. Tradisi sighar merupakan adat-istiadat atau tradisi kuno dalam keluarga, “yakni pertukaran perkawinan”
yang mana dalam tradisi ini adik perempuan pengantin pria diberikan kepada anggota keluarga pengantin perempuan sebagai mas kawin. Kemudian, tradisi lain yang ada di negeri Yaman adalah hukum pernikahan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Untuk menjamin perkawinan yang bahagia, nikahilah gadis berusia sembilan tahun.”(Ali, 2008:207) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menceritakan tentang suatu hukum yang menganggap menikah dengan gadis berusia dini akan menjamin kebahagiaan. Padahal tidak demikian, justru membawa kesengsaraan bagi gadis-gadis kecil yang dipaksa menikah sebelum akil baligh. Karena alasan inilah dan didukung oleh kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan, Nujood dinikahkan secara paksa oleh kedua orang tuanya dengan seorang lelaki yang usianya tiga kali lebih tua dari usia Nujood. Padahal saat itu, Nujood baru berusia sepuluh tahun. Di negeri Yaman para lelakinya berkuasa penuh terhadap kaum perempuan. Kaum perempuan tidak dibenarkan untuk membuat pilihan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Di desa Khardji, kaum wanita tidak diajarkan untuk membuat pilihan. Di sana, prialah yang memutuskan. ketika berusia 16 tahun, Shoya ibuku terpaksa menikah dengan ayahku Ali Mohammad al-Ahdel tanpa memprotes sedikitpun.”(Ali, 2008:19) “Selain itu, yang kuketahui adalah Mona putri kedua tertua keluarga kami tiba-tiba menikah pada usia 13 tahun.”(Ali, 2008:30)
“Hanya merekalah yang bisa bersekolah. Pria yang sangat protektif, menganggap anak perempuan terlalu rapuh dan lemah untuk berjalan.”(Ali, 2008:25) Berdasarkan beberapa contoh kutipan di atas, pengarang menggambarkan kehidupan masyarakat yang ada di Khardji yang mana kaum perempuan tidak dibenarkan membuat pilihan atau keputusan. Sehingga hak kebebasan tidak dirasakan oleh kaum perempuan. Walaupun itu berkaitan dengan masa depan mereka. Kaum perempuan dianggap lemah sehingga tidak mampu melindungi diri mereka sendiri. Padahal setiap manusia memiliki hak masing-masing untuk mengeluarkan pendapat. Dan itu sudah ada dalam UndangUndang. Dari beberapa contoh kutipan cerita di atas, adalah merupakan peristiwa yang terjadi di desa Khardji tepatnya di Negeri Yaman, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Perempuan dianggap tidak mampu menjaga diri jika keluar desa atau kota sehingga jenjang pendidikanpun tidak mereka rasakan. c. Pandangan hidup atau kebiasaan Penduduk desa Khardji memiliki banyak kebiasaan yang sudah mendarah daging. Misalnya pada perhitungan tahun kelahiran dan cara mereka makan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Di wilayah pedesaan, orang-orang memiliki banyak anak tanpa memperdulikan kartu identitas. Hari ini ibuku menyimpuilkan bahwa usiaku sekitar 10 tahun, tetapi mungkin juga delapan atau sembilan. Sebagai titik rujukan dia menggunakan musim, kematian kerabat, pernikahan sepupu tertentu saat kami pindah rumah dan seterusnya.”(Ali, 2008:23)
“Dengan meniru kedua orang tua kami, kami belajar untuk makan langsung dari piring saji. Tak ada piring makan, tak ada garpu, dan tak ada pisau. beginilah cara kami makan di desa-desa di yaman.”(Ali, 2008:27) Bardasarkan kutipan di atas, pengarang menceritakan tentang pandangan hidup masyarakat Yaman yang sifatnya masih tradisional mulai dari cara makan sampai pada perhitungan angka kelahiran anak. Berdasarkan pandangan hidup inilah sebagian warga di pedesaan Yaman tidak memiliki akta kelahiran. Kerena mereka berpatokan pada perhitungan cermat yang menentukan urutan kelahiran anak. Sebagai titik rujukan sambil menggunakan musim, kematian kerabat, dan pernikahan sepupu tertentu. Begitupun pada cara makan sifat tradisional dari warga tetap masih ada. d. kondisi sosial pendidikan dan ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan
novel
berikut. a) Pendidikan “Di wilayah pedesaan Yaman, sebagian besar perempuannya buta huruf. Karena kaum pria menganggap anak perempuan terlalu rapuh dan lemah untuk berjalan sendirian di jalur-jalur yang sepi.”(Ali, 2008:25) “Ibuku tidak bisa membaca dan menulis sehingga mereka tidak perlu adanya anak perempuan untuk bersekolah. Aku tumbuh di sekolah alam sambil mengamati keadaan sekelilingnya.”(Ali, 2008:26) Berdasarkan kutipan di atas, ini menunjukkan bahwa di wilayah pedesaan Yaman sebagian besar kaum perempuannya buta huruf. Hal ini dikarenakan perempuan dianggap lemah dan tidak mampu menjaga diri ketika erada di luar, sehingga perempuan bagaikan
serang anak kecil yang tidak bisa membaca. Hal seperti ini seharusnya tidak berlaku sebab setiap orang wajib memperoleh pendidikan demi kelangsungan masa depan anak bangsa. b) Ekonomi “Dan tibalah ketika tak banyak lagi barang yang bisa kami jual. Setelah cukup sering tak bisa makan karena kekurangan uang, saudara-saudara lelakiku bergabung dengan para pedagang asongan yang mengetuk kaca mobil-mobil dilampu merah. Bahkan Mona bergabung dengan mereka, yang mengemis. Lalu giliran Haifa dan aku yang mencobanya.”(Ali, 2008:55) “Aku sudah membuat keputusan! Selain itu, kamu tahu kita tak punya cukup uang untuk memberi makan seluruh keluarga. Jadi, ini artinya ada satu mulut yang berkurang. ”Ucapan ayahku terus-menerus terngiang dalam pikiranku : satu mulut yang berkurang. Jadi begitulah aku baginya, sebuah beban, dan dia menyambar kesempatan pertama untuk menyingkirkan aku. Dan aku menyayangi aba meski dia melakukan banyak kesalahan, meski dia berbau khat yang memuakkan itu, meski dia bersikeras kami harus mengemis di jalanan demi beberapa potong roti.”(Ali, 2008:58) Berdasarkan kutipan di atas, ini menunjukkan keadaan masyarakat Yaman yang krisis ekonomi sehingga anak sampai dewasa harus mengemis di jalan demi memenuhi kebutuhan. Selain itu, keadaan ini juga yang terkadang menyebabkan sebagian orang tua menikahkan anaknya sebab tidak mampu lagi membiayai kebutuhan keluarga. Dari beberapa contoh kutipan di atas, merupakan gambaran keadaan sosial dari segi pendidikan dan ekonomi, kehidupan masyarakat dan sang tokoh yang tidak merasakan pendidikan sehingga ia harus belajar sendiri di lingkungannya. Kemudian faktor ekonomi yang tidak mendukung membuat dirinya dipaksa menikah oleh kedua orang tuanya meskipun pada usianya masih dini.
Jika dihubungkan dengan realitas yang terjadi, konsep dasar memberantas pernikahan dini di Hadramaut dan Hadeyda, Universitas Sana’a 2008, pernikahan dini di Yaman menurut studi merupakan alasan utama gadis-gadis Yaman kekurangan akses ke pendidikan sehingga mengakibatkan tujuh puluh persen wanita buta huruf. http//artikelsana’a.com.html. 2. Tokoh Tokoh merupakan pelakon dalam karya fiksi. Adapun tokoh yang terdapat dalam cerita merupakan tokoh hero dan problematiknya.Tokoh-tokoh hero yang berperan dalam cerita ini adalah sebagai berikut. a. Tokoh Aku (Nujood) Tokoh aku dalam novel dijadikan sebagai tokoh protagonis yang termasuk dalam kategori tokoh hero, karena intensitas atau kehebatannya yang tinggi di dalam novel hadir sebagai pelaku yang dikenai konflik bathin. Hal ini didasarkan atas problem kehidupan dan pererjuangan kerasnya untuk memperoleh kebebasan agar terlepas dari penganiyayaan suami dan mertua terhadapnya. Walaupun dengan usianya yang masih belia, ia berusaha dengan berbagai cara agar sampai ke pengadilan untuk menggugat perceraian dan memperoleh keadilan serta nilai-nilai kemanusiaan terhadap hak kaum perempuan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Aku tak punya pilihan lagi. Aku harus menaiki tangga yang kini menjulang dihadapanku. Ini peluang terakhir untuk memperoleh bantuan untuk menyampaikan kisahku. Tak ada orang yang berhak menghalangiku mencari keadilan jadi aku tak akan menyerah dengan mudah.”(Ali, 2008:12)
“Aku tidak menangis terisakpun tidak, ketika berbicara dengannya. Aku merasakan tubuhku bergetar, tetapi aku tahu apa yang kuinginkan. Aku ingin mengakhiri neraka ini. Aku tak sanggup lagi menderita dalam diam. “Apa yang kamu inginkan?” Kali ini aku menjawab dengan cepat. “saya ingin bercerai.”(Ali, 2008:17) “Suara kecil di dalam diriku berbisik, ayo Nujood!memang benar kau hanya gadis kecil, tapi kau juga seorang wanita. Aku tidak sanggup lagi menghadapi kejahatan dia.”(Ali, 2008:13) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan keadaan tokoh aku yang berjuang demi mendapatkan keadilan dan kebebasan. Segala upaya dilakukan karena sudah merasa tak sanggup lagi atas perilaku kasar dari sang suami. Walaupun usianya yang masih belia tekad dan keberaniannya tak diurungkan tanpa putus asa. b. Tokoh Dowla Tokoh Dowla dalam novel sebagai tokoh protagonis. Tokoh Dowla termasuk dalam kategori tokoh hero. Keterlibatannya dalam novel sebagai tokoh yang memberi dukungan dan jalan terhadap tokoh aku untuk memperoleh kebebasan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Nujood, bisiknya. Kalau tak ada yang mau mendengarkanmu, kau harus langsung pergi ke pengadilan. Sepanjang pengetahuanku, itu satu-satunya tempat yang bersedia mendengarkanmu.minta bertemu dengan hakim. Bagaimanapun hakim adalah perwakilan pemerintah. Dia sangat berkuasa, wali bagi kita semua. Tugasnya adalah membantu para korban.”(Ali, 2008:116) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan ketika keadaan tokoh pada saat merasa sudah tidak ada yang mndengarkan kisahnya, tokoh Dowla dengan penuh
keyakinan dan iba menyakinkan Nujood pergi ke pengadilan untuk menyelesaikan masalah yang dialaminya. c. Tokoh Shada Tokoh Shada dalam novel juga dijadikan sebagai tokoh protagonis yang masuk dalam kategori tokoh hero, karena intensitas atau kehebatannya yang tinggi di dalam novel hadir sebagai pelaku yang membantu mengangkat hak-hak perempuan yang merasa tertindas atau teraniyaya. Perannya dalam novel sebagai pengacara wanita. Hal ini juga didasarkan atas problem kehidupan dan pererjuangan kerasnya membantu kaum perempuan untuk memperoleh kebebasan ketika berada di pengadilan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Kita perlu melakukan apapun untuk mengeluarkan Nujood dari cengkeraman suaminya. Kita harus mengabari media, organisasi-organisasi perempuan. Perempuan harus dilindungi. Jangan takut Nujood aku akan membantumu dalam perceraian ini.”(Ali, 2008:89) “Aku akan berusaha sebaik-baiknya agar dia tidak pernah menyakitimu lagi. Semuanya akan baik-aik saja.”(Ali, 2008:98) Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan perjuangan tokoh Shada yang antusias ingin menolong Nujood dari cengkeraman suaminya. Tokoh Shada berusaha meyakinkan Nujood masalahnya akan terselesaikan tanpa ada masalah. Hal ini membuat ia yakin sebab kasus yang dialami Nujood termasuk dalam penganiyaan terhadap kaum perempuan yang seharusnya dilindungi bukan disakiti.
Jika dihubungkan dengan realitas yang terjadi, sejak tahun 1999 Shada Nasser menjadi pengacara di pengadilan Yaman pembelaannya membela hak kaum perempuan dimulai pada tahun 2005 bernama Amina Ali Abduladif tidak selesai sebab ada protes keras dari sebagian masyarakat yang tidak menginginkan pembelaannya sehingga mengakibatkan Amina Ali Abduladif dipenjara selama tujuh tahun lebih. Sekarang telah bebas, akan tetapi ia hidup dalam persembunyian takut akan pembalasan dendam ipar-iparnya. Catatan Delphine Minoui, Jurnalis Perancis 2008. Hubungan kedua struktur yakni dalam novel tersebut terdapat latar sosial yang mencerminkan kehidupan masyarakat melalui peran tokoh-tokoh yang ada dalam cerita, terutama tentang emansipasi wanita yang menginginkan keadilan dan kebebasan lewat peran tokoh-tokoh hero. Tokoh hero dalam cerita berperan sebagai tokoh yang memperjuangkan hak asasi manusia khususnya kaum perempuan dan tidak menginginkan penindasan dan kekerasan terhadap perempuan. Kebebasan bagi hak kaum perempuan ditonjolkan oleh pengarang melalui tokoh Nujood, Dowla, dan Shada. Dalam novel tokoh Nujood harus menghadapi sebuah sistem patriarkhi atau tradisi kolot yang harus dipatuhinya. Sehingga ia tidak dapat berbuat banyak ketika sang ayah menentukan dengan siapa ia harus menikah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Malam harinya, aku tak sengaja mendengar perbincangan antara Mona dan ayah. Nujood terlalu muda untuk menikah. Mona bersikeras. Terlalu muda? Ketika dinikahi nabi Muhammad, Aisyah baru berumur sembilan tahun. Sahut aba.
Benar, tapi itu pada masa nabi. Sekarang semuanya sudah berubah. Dengar pernikahan ini harus dilaksanakan. Dan itu adalah cara terbaik melindungi Nujood.”(Ali, 2008:57) Berdasarkan kutipan di atas, peristiwa yang terjadi merupakan gambaran pengarang tentang kehidupan di Khardji yang mana perempuan tidak dibenarkan membuat pilihan. Sehingga tokoh aku terpaksa menikah yang sebenarnya menurut aturan agama perempuan tidak dibenarkan menikah jika belum mencapai baligh. Tokoh aku yang diciptakan Nujood dalam novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” berhasil mewakili konflik-konflik batin yang dialami oleh perempuan dan keluarganya pada masa itu. Bagaimana tokoh aku digambarkan sebagai tokoh yang mampu berjuang dan membebaskan dirinya dari penderitaan ketika ia bersama suaminya. Sedangkan tokoh Shada juga mampu menggambarkan bagaimana menyikapi kasus perempuan yang telah menjadi korban kawin paksa di bawah umur. Selain itu, masalah kemiskinan yang terjadi di Yaman merupakan fenomena yang menjadi persoalan bangsa kita. Apalagi angka kemiskinan tiap tahun meningkat. Kemiskinan terjadi dalam kehidupan masyarakat dari segi ekonomi, yang mengakibatkan kurangnya biaya hidup dan pendidikan. Hal ini juga yang membuat tokoh aku terpaksa menikah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Aku sudah membuat keputusan. Selain itu, kamu tahu kita tak punya cukup uang untuk memberi makan seluruh keluarga. Jadi, ini artinya satu mulut yang berkurang.”(Ali, 2008:58)
Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menunjukkan keadaan ekonomi yang begitu krisis dalam keluarga sehingga membuat sang ayah semakin kuat dan yakin untuk menikahkan Nujood. Masalah kemiskinan merupakan faktor penting dalam keluarga. Setiap kehidupan atau peristiwa yang terjadi baik dari perilaku kehidupan sosial, kepercayaan atau adat-istiadat, kebiasaan atau pandangan hidup, keyakinan, cara berfikir dan bersikap dituangkan ke dalam novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” Karya Nujood Ali melalui peran tokoh.
4.2.2 Asal-Usul Terciptanya Novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” Karya Nujood Ali Berdasarkan pandangan dunia pengarang yang hidup dalam masyarakat, pengarang menggambarkan keadaan atau peristiwa yang terjadi pada masyarakat Yaman melalui tokoh aku Nujood. Dalam novel digambarkan bahwa di Yaman ternyata masih terdapat tradisi
kolot yakni perkawinan paksa khususnya di bawah umur
yang mana sudah
menjadi salah satu tradisi pada masyarakat Yaman. Salah satunya Nujood sendiri. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Untuk menjamin perkawinan yang bahagia, nikahilah gadis berusia sembilan tahun.”(Ali, 2008:207) “Malam harinya, aku tak sengaja mendengar perbincangan antara Mona dan ayah. Nujood terlalu muda untuk menikah. Mona bersikeras. Terlalu muda? Ketika dinikahi nabi Muhammad, Aisyah baru berumur sembilan tahun. Sahut aba.
Benar, tapi itu pada masa nabi. Sekarang semuanya sudah berubah. Dengar pernikahan ini harus dilaksanakan. Dan itu adalah cara terbaik melindungi Nujood.”(Ali, 2008:57) “Aku sudah membuat keputusan. Selain itu, kamu tahu kita tak punya cukup uang untuk memberi makan seluruh keluarga. Jadi, ini artinya satu mulut yang berkurang.”(Ali, 2008:58) Berdasarkan kutipan di atas, menunjukkan bahwa tradisi tentang pernikahan dini dan membuat pilihan serta keputusan sepenuhnya hak kaum pria sehingga wanita tidak bisa mengeluarkan pendapatnya. Tradisi seperti inilah yang membuat kaum pria seenaknya saja memperlakukan wanita sesuai keinginan mereka tanpa mendiskusikan dan memikirkan konsekuensinya. Dari pernikahan dini ini, menghasilkan satu siksaan tersendiri terhadap Nujood oleh suaminya karena tidak sanggup melayani layaknya sebagai perempuan dewasa seutuhnya. Nujood diperlakukan semena-mena dan tidak adil layaknya sebagai seorang pelacur dan pembantu tanpa memandang usianya yang masih dini. Ketika keinginan sang suami tidak dipenuhi, maka siksaan akan terus menimpanya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Pada hari ketiga, dia mulai memukulku. Dia tidak tahan dengan segala upayaku untuk menolaknya. Kalau akau mencoba mencegah dia akan memulai memukuliku. Awalnya dengan tangan, lalu dengan tongkat yang sangat keras sampai berulang kali. Kuulangi: kau adalah istriku. Sekarang kau harus menuruti apapun yang kuinginkan! Mengerti.” (Ali, 2008:106) “Di rumah selama siang hari, aku harus mematuhi semua perintah ibu mertuaku memotong sayuran, memberi makan ayam, menyiapkan teh untuk siapapun yang mampir, mengepel lantai, mencuci pakaian dan piring. Setiap kali aku berhenti sejenak, ibu mertuaku akan menjambak rambutku dengan tangannya yang dekil.” (Ali, 2008:104)
Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menceritakan keadaan yang di alaminya ketika ia hidup bersama suami dan mertua. Tokoh aku mendapatkan perlakukan kasar dari sang suami ketika ia menolak untuk melakukan hubungan seks. Padahal hal ini tidak seharusnya berlaku pada gadis yang masih di bawah umur. Selain itu juga, sang mertua memperlakukan tokoh aku layaknya seorang pembantu bukan sebagai menantu. Dan ketika sang tokoh ingin istirahat sejenak, maka perilaku kasarpun akan di dapati dari mertuanya. Perilaku kasar dari suami dan mertua tidak pernah terfikir olehnya justru kebahagiaan dan perlindungan yang ia harapkan. Selain Nujood merupakan salah satu dari sekian banyak gadis cilik yang dipaksa menikah dan tidak memperoleh kebahagiaan atas perilaku kasar dari suaminya di Yaman dan di beberapa negara lainnya juga sudah sering terjadi. Salah satunya di Arab Saudi yakni seorang gadis cilik bernama Amina Ali Abduladif berumur 10 tahun dinikahkan ayahnya dengan lelaki berusia 50 tahun. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Di negara tetangga Arab Saudi Amina Ali Abduladif, menikah pada usia 10 tahun dengan lelaki berusia 50 tahun meninggal. Yang kuketahui suaminya tersebut selalu memukulinya.” (Ali, 2008:206) Berdasarkan kutipan di atas, pernikahan dini terjadi tetapi di negara lainpun seperti Arab Saudi kerap terjadi yang mengakibatkan sang anak meninggal dunia. Dan penyebabnyapun sama yakni penganiyaan terhadap perempuan.
Kemudian Reem Al-Numeri gadis ini dipaksa menikah saat usianya baru 11 tahun dengan sepupunya, Arwa berusia 9 tahun dan Rym 12 tahun. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. “Setelah sidang cerai selesai di pengadilan, dua gadis lain Arwa 9 tahun dan Rym 12 tahun juga melakukan perjuangan yang sama dengan memutuskan ikatan pernikahan dengan suami mereka karena merasa tak sanggup lagi dengan kesakitan ketika melakukan atau melayani untuk berhubungan seks.”(Ali, 2008:205) Berdasarkan kutipan di atas, menunjukkan bahwa dengan adanya perjuangan Nujood mempertahankan haknya dan menginginkan kebebasan dari tindakan kekerasan suami juga dialami oleh Arwa dan Rym. Merekapun berusaha membebaskan diri karena sudah tidak sanggup melayani suami mereka. Hal ini sudah menjadi Tabu di negeri magis Yaman ini, dan beberapa faktor pernikahan di bawah umur ini disebabkan kemiskinan, adat-istiadat setempat, dan kurangnya pendidikan. Pernikahan di bawah umur menyebabkan separuh gadis di Yaman telah menikah sebelum usia 18 tahun. Kisah gadis-gadis malang yang tidak memperoleh kebahagiaan dan menjadi korban atas tindakan kekerasan ini menegaskan resiko-resiko yang berkaitan dengan pernikahan dini yang bisa saja menyebabkan trauma psikologis, kematian
saat
melahirkan,
dan
putus
sekolah.
http//:artikel-pernikahan-dini-
diyaman.detail.htnl. Yaman semakin terpuruk sehingga menjadi salah satu negara termiskin di kawasan rejim-rejim kaya minyak Timur tengah.Yaman juga kurang baik hubungannya dengan Arab
Saudi karena soal sengketa perbatasan, dan beberapa kali terlibat bentrokan di padang pasir garis perbatasan Yaman-Saudi. Selain itu, adat-istiadat di desa negeri Yaman masih terdapat hukum adat yang ditetapkan oleh para ayah atau saudara laki-laki yang lebih tua. Masalah apapun penjualan senjata, perkawinan atau perdagangan dan budaya khat para syeklah yang memutuskan dan mereka bisa saja tidak senang jika keinginannya diabaikan. http://www.artikelsejarahyaman.html.2008 Pada tahun 1999, para orang tua di mata hukum Yaman diperboleh menikahkan anak perempuan mereka yang belum berusia lima belas tahun, asalkan si suami berjanji untuk tidak menyentuh istrinya hingga gadis itu mencapai pubertas. Namun, syarat ini begitu kabur sehingga jarang dipatuhi.http//:artikel-pernikahan-dini-diyaman.detail.htnl. Http\artikel_biografi nujood.detail-24100.html, 2009. Nujood dilahirkan di Negeri Yaman tepatnya di desa Khardji. Ia terlahir di tengah keluarga kurang mampu. Ayahnya seorang pengembala ternak. Sedangkan ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga. Namun, terkadang ibunya mengambil upah sebagai tukang cuci pakaian. Nujood dan saudara perempuannya yang lain oleh kedua orang tuanya tidak dibenarkan bersekolah. Sehingga ia hanya belajar lewat penglihatan alam disekelilingnya. Pernikahannya ditetapkan oleh kedua orang tuanya pada bulan Februari 2008. Dan resmi bercerai pada bulan April 2008.
Novel yang merupakan kisahnya sendiri diterbitkan pada bulan Agustus 2010 oleh pustaka Alvabet yang dibantu oleh Delphine Minoui dan Eman Mashour jurnalis Perancis. Novel “Saya Nujood Usia 10 Dan Janda” merupakan novel best seller di Perancis. Ia juga sudah menulis buku tentang perempuan yang berjudul Royalti. Nujood dikenal sebagai figur pejuang wanita yang pemberani memberantas perkawinan paksa dibawah umur. Ia memutuskan hubungan dengan tradisi kesukuan di Negeri Yaman pada bulan november 2008. Majalah perempuan di Amerika Serikat “Glamour” memilihnya sebagai “Women of the Year” dan menunjuk Nujood Ali sebagai wanita feminis dan ahli di hak azasi manusia. Keberaniannya berjuang melepaskan diri dari jerat perkawinan paksa di bawah umur mengundang ucapan dan penghargaan dari sejumlah tokoh perempuan dunia terkemuka. Termasuk
mantan Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat Condoleezza Rice dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat sekarang Hillary Clinton. Jika keadaan novel dihubungkan dengan latar belakang pengarang, dari cerita novel yang mengangkat masalah perempuan teraniyaya oleh kaum lelaki mulai dalam hal bertindak maupun berpendapat digambarkan dalam novel Nujood, saudara perempuannya, ibu, dan gadis-gadis yang masih belia menjadi korban kawin paksa oleh orang tua mereka sendiri yang berpatokan pada hukum pernikahan mengatakan bahwa dengan menikahi gadis usia 9 tahun akan menjamin kebahagiaan, padahal tidak demikian adanya. Pernikahan
dibawah umur justru menyebabkan trauma psikologis, kematian saat melahirkan, dan putus sekolah.http//artikel-pernikahan-dini-diyaman.detail.com Kejadian seperti ini tidak hanya terjadi pada satu negara melainkan di beberapa negara. Sehingganya banyak menimbulkan novel atau artikel yang ceritanya tentang feminis atau emansiasi wanita. Selain Arab Saudi, Banyak kasus yang dialami seperti Nujood terjadi di Maluku.http//majalah.Komnas HAM.Ambon.wordpres.com Berdasarkan pandangan dunia pengarang inilah yang membuat Nujood berusaha menciptakan sebuah novel yang menceritakan tentang emansipasi wanita. Oleh karena itu, dari beberapa peristiwa yang terjadi baik di negeri Yaman maupun di negara lain melalui kisah dan pandangan Nujood, sehingga melatarbelakangi penciptaan karya sastra yang tidak menginginkan adanya penindasan terhadap kaum perempuan dan menginginkan adanya emansipasi wanita persamaan hak antar individu dan bebas dalam bertindak dan berpendapat.
4.2.4 Hubungan Latar Belakang Pengarang dengan Novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” Karya Nujood Ali Hubungan latar belakang pengarang dengan novel yakni dilihat dari cerita novel yang mengangkat masalah perempuan yang teraniyaya oleh kaum lelaki mulai dalam hal bertindak maupun berpendapat digambarkan dalam novel perempuan-perempuan yang masih berusia dini menjadi korban kawin paksa oleh orang tua mereka sendiri yang berpatokan pada hukum pernikahan mengatakan bahwa dengan menikahi gadis usia 9 tahun
akan menjamin kebahagiaan, padahal tidak demikian adanya. Pernikahan dibawah umur justru menyebabkan beberapa faktor trauma psikologis, kematian saat melahirkan, dan putus sekolah.http//artikel-pernikahan-dini-diyaman.detail.com Jika dikaitkan dengan latar belakang pengarang yang dikenal sebagai figur pejuang wanita pemberani yang memberantas perkawinan paksa dibawah umur.dan memutuskan hubungan dengan tradisi kesukuan di Negeri Yaman pada bulan november 2008 Majalah perempuan di Amerika Serikat “Glamour” memilihnya sebagai “Women of the Year” dan menunjuk Nujood Ali sebagai wanita feminis dan ahli di hak azasi manusia. Keberaniannya berjuang melepaskan diri dari jerat perkawinan paksa di bawah umur mengundang ucapan dan penghargaan dari sejumlah tokoh perempuan dunia terkemuka. Termasuk mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat sekarang Hillary Clinton. Hal ini nampak jelas bahwa hubungan latar belakang pengarang dengan novel yang digambarkan merupakan bagian dari kehidupan pengarang mulai dari adat-istiadat dan kepercayaan, budaya, pandangan hidup atau kebiasaan, faktor sosial pendidikan dan ekonomi, sampai pada masalah emansipasi wanita. Dengan adanya novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” yang mengungkap masalah perempuan membuat tokoh dunia terkemuka mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat sekarang Hillary Clinton menjadikannya sebagai salah satu perempuan feminis yang memperjuangkan hak-hak kaum
perempuan walaupun dengan usianya yang masih dini. Selain itu, majalah perempuan di Amerika Serikat “Glamour” memilihnya sebagai “Women of the year” dan menunjuk Nujood Ali sebagai wanita feminis dan hak asazi manusia.