34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel Kinanti a. Riwayat Hidup Margareth Widhy Pratiwi Margareth Widhy Pratiwi lahir di Yogyakarta tanggal 27 Desember tahun 1961. Putri pasangan S. Cipto Setiyono dan Sri Kasiyah ini menyelesaikan pendidikan di SD Kanisius Wirobrajan tahun 1974, SLTP Pangudiluhur I tahun 1977, SMA Marsudi Luhur tahun 1981, kemudian mengikuti clash program Pendidikan Guru TK di SPG II Yogyakarta dan lulus tahun1984. Sebelum selesai menamatkan pendidikannya, beliau keburu disunting oleh pemuda asal Banten bernama Anton Ys Taufan Putra, pemuda alumni Universitas Gajah Mada yang sekarang berprofesi sebagai seniman dan guru teater di Yogyakarta. Dari perkawinannya itu lahirlah tujuh orang anak (3 lakilaki dan 4 perempuan). Ke tujuh putra putri beliau memiliki ciri nama sesuai dengan
urutan
abjad,
diantaranya
Albertha
Aprodety
Krishnahanti
Bhayukusumah, Brigitta Astri Socaratri Bhayukusumah, Clara Advinda Pramudci Bhayukusumah, Diana Adinda Narcswari Ghayukusumah, Edward Aria Jalu Taufan Putra, Frederick Aria Respati Taufan Putra, dan Gilbert Aria Anggara Taufan Putra. Bersama keluarga, Widhy tinggal di jalan Nitiprayan RT 2 RW 20 No 42 D, Ngesti Harjo Yogyakarta 55182
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menjadi pengarang sebenarnya bukanlah cita-cita Widhy, semula beliau ingin menjadi guru. Meskipun sekarang beliau sibuk menulis, cita-cita tersebut sedikit
terpenuhi
karena
disela-sela
kesibukannya
menulis,
beliau
menyempatkan kampung Nitiprayan yang meliputi jenjang pendidikan dari TK hingga SMP, namun beliau hanya mengajar di jenjang TK saja. Sering beliau mengajar murid-murid TK dengan gaya mengajar bercerita tentang tulisan yang ditulisnya. Selain mengajar TK Widhy juga memberikan les tambahan pelajaran bagi murid-murid SD di sekitar lingkungan tempat tinggalnya hingga sekarang. Semenjak kecil Widhy memiliki kegemaran membaca mulai dari cerita anak-anak, cerita wayang, komik, dan lain-lain. Sampai sekarang hobi tersebut masih saja dilakukannya, maka tida mengherankan apabila sekarang beliau berkacamata minus dan sampai sekarang kacamatanya bertambah tebal. Berawal dari hobinya mebaca itulah Widhy mulai tergerak hatinya untuk menulis, sebenarnya kegemarannya menulis sudah tampak sejak beliau kelas 6 SD namun bidang tulis menulis ini barulah ia tekuni pada tahun 1981 tepatnya pada saat beliau kelas III SMA. Karya pertama beliau adalah sebuah cerkak berahasa Jawa berjudul Gerimis Wanci Surup yang kemudian dimuat di majalah Kandha Raharja pada tahun 1982 dan mendapatkan honor. Sejak saat itulah Widhy mulai ketagihan untuk terus menulis dan akhirnya menjadi profesi yang ditekuninya sampai sekarang. Kegiatan tulis menulis yang telah dilakukan Widhy tidak hanya terbatas dalam sastra Jawa saja, akan tetapi juga karya sastra dalam bahasa Indonesia.
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Merahnya Darah Merahnya Cinta karyanya dalam bahasa Indonesia yang berhasil menembus mingguan Kartika (Harian Angkatan Bersenjata Semarang) tahun 1981. Karya-karyanya yang berjenis
Cerbung,
Cerpen,
Novel,
Artikel
sastra,
Artikel Pendidikan,
Kewanitaan, Cerita Anak, serta Cerita Rakyat telah dimuat di berbagai majalah dan surat kabar, diantaranya Mekarsari, Jaya Baya, Kandha Raharja, Dharma Nyata, Putra Kita, Simponi, Gatot Kaca, Nova,dan lain-lain. Dalam menuliskan identitasnya itu Widhy seringkali menggunakan nama samaran MG. Widhy Pratiwi, Emge Widhy Pratiwi, Aprodety (nama anak sulung beliau), Tiwy Emge, dan Endang Bratajaya). Sebagai salah seorang pengarang yang otodidak, dalam penulisannya Widhy selalu menggunakan penghayatan, kesadaran, dan konsep, serta analisis yang mendalam. Widhy merupakan seorang pengarang yang terhitung sangat produktif, hal ini terlihat dari jumlah karya-karya yang telah mengalami cetak ulang serta penerbitan cerita baru selama kurang lebih tiga puluh dua tahun terakhir ini telah mencapai 350 judul baik berupa karya sastra maupun artikel. Dalam waktu dekat ini akan terbit karya baru Margareth Widhy Pratiwi bekerjasama dengan Pusbuk Jakarta, Widhy sedang menerbitkan Naskah Bintang Kejora Margareth Widhy Pratiwi dalam kurun waktu 32 tahun, karya-karyanya telah memperoleh berbagai penghargaan tingkat nasional dalam bidang kepenulisan diantaranya adalah: (1) cerkak sebagai juara I dalam rangka Hari Pendidikan Nasional yang diselenggarakan
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh Balai Bahasa dan P&K DIY tahun 1982; (2) cerpen
-burung
sebagai sepuluh besar karya terbaik Lomba Penulisan Cerpen dalam rangka Lingkungan Hidup yang diadakan oleh Harian Berita Nasional Yogyakarta; (3) cerkak
sebagai juara Harapan I yang
diselenggarakan oleh Keluarga Penulis Semarang (KPS) tahun 1983; (4) cerkak sebagai juara II dalam rangka Hardiknas yang diselenggarakan oleh Balai Penelitian dan P&K DIY tahun 1984; (5) cerbung mendapat penghargaan Sastra Dasa Warsa dari Sanggar Triwida Tulung Agung tahun 1990; (6) cerkak
mendapat penghargaan Lomba
Cipta Cerpen dan Puisi oleh Taman Budaya Yogyakarta tahun 1991; (7) novel sebagai juara II dari Sanggar Timur Triwida tahun 1995; (8) novel sebagai juara I Lomba Penulisan Novel yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta tahun 2000. Karya-karya yang berbentuk cerpen antara lain: (1) Catetan Desember, diterbitkan oleh Djoko Lodang, 1997; (2) Perang, diterbitkan oleh Kedaulatan Rakyat, 1991; (3) Lintang-lintang Natal, diterbitkan oleh Djoko Lodang, 1986; (4) Saur, diterbitkan oleh Majalah Kandha Raharja, 1995. Karya-karya Widhy yang berupa esai bernuansa didaktis antara lain : (1) Perlune Cita-cita Bocah dimuat dalam Majalah Kandha Raharja tahun 19851987; (2) Basa-basi Tumrap Bocah Apa Perlu ?, Dimuat dalam Majalah Kandha Raharja Tahun 1985-1987; (3) Nyilih Barang Aja Nyerikake Ati dimuat dalam Majalh Kandha Raharja tanggal 25 September 1990; (4) Aja Seneng Purik, dimuat dalam Majalah Kandha Raharja Tanggal 13 Februari 1987; (5) Yen Ana
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tamu Rawuh Bocah Kok Aleman dimuat dalam Majalah Kandha Raharja Tanggal 13 Februari 1987; (6) Menehi Pitutur Srana Dongeng dimuat dalam Majalah Kandha Raharja Tanggal 8 Mei 1987; (7) Rekreasi Iku Perlu Kanggo Bocah-bocah dimuat dalam Majalah
Kandha Raharja 1985-1987; (8)
Emansipasi Sing Kepiye ? dimuat dalam Majalah Kandha Raharja 1985-1987; (9) Pendidikan Tumrap Bocah Bisa diwulangake Ing Ngendi Wae dimuat dalam Majalah Kandha Raharja 1985-1987; (10) Ngajari Ngomong Marang Bocah dimuat dalam Majalah Kandha Raharja 1985-1987; (11) Mbentuk Kapribadhene Bocah dimuat dalam Majalah Kandha Raharja Tanggal 14 Desember 1990. Selain karya-karya di atas, ada pula karya Widhy yang berupa Antologi antara lain: (1) Antologi Puisi, Cerpen, Esai, terbitan Taman Sari Tahun 1998; (2) Antologi Cerpen Jawa Niskala, terbitan Keluarga Sastra Jawa IKIP Yogyakarta Tahun 1993: (3) Antologi Cerpen Jawa Mutiara Sagegem terbitan Puspa Pustaka Surabaya Tahun 1993; (4) Kembang Alang-Alang terbitan Puspa Pustaka Surabaya Tahun 1993.
b. Kehidupan Sosial Pengarang Novel Kinanti Margareth Widhy Pratiwi pengarang novel Kinanti dapat dikatakan sebagai pengarang yang memiliki latar belakang pendidikan yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan pendidikan terakhir beliau yang sempat menamatkan pendidikan terakhirnya walaupun hanya dengan mengikuti Class Program di SPG II Yogyakarta jurusan Pendidikan Guru TK, padahal waktu itu beliau sudah berkeluarga dan memiliki anak. Beliau masih meluangkan waktu untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut beliau, seorang wanita walaupun
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
menjadi ibu rumah tangga sekalipun harus memiliki pandangan bahwa pendidikan tetaplah penting baginya dan berguna untuk mendidik anak-anak kita kelak. Dalam menuliskan karya-karyanya, Widhy selalu menyisipkan pesan didaktis, peringatan, dan pendidikan. Hal ini dikarenkan beliau pernah mengenyam kursus pendidikan guru TK. Selain itu diatmbah profesi beliau sebagai tenaga pengajar sebuah PKBM
Sebagai seseorang yang lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga Jawa, apalagi di pusat kebudayaan Jawa, maka sudah sewajarnya hasil karya yang di tulis Widhy menyuguhkan faktor sosial
budaya yang ada dalam masyarakat Jawa.
Pandanga dan falsafah hidup Jawa seringkali ia tampilkan dalam karya-karyanya. Latar kehidupan sehari-hari serta realita-realita yang selalu dilihat dan dialami dalam masyarakat lingkungan tempat tinggalnya inilah yang mampu menjadikan ide atau gagasan dalam proses kreatif karya-karyanya. Dalam karya yang berjudul Kamar Pengantin
kekuatan dan pengaruh gaib itu
memang ada. Misalnya pengaruh magis yang dimiliki sebuah keris yang ternyata memiliki kekuatan dan mampu mempengaruhi tingkah laku manusia. Dengan adanya kekuatan dan pengaruh gaib tersebut justru dapat menambah iman kita terhadap Tuhan dan akhirnya kita akan sadar bahwa kekuatan itu ada dan yang menciptakan kekuatan itu tidak lain adalah Tuhan. Dengan demikian dapat kita sadari bahwa Tuhan itu maha kuasa dan bisa menciptakan hal yang tidak bisa dijangkau oleh pikiran manusia. Bahasa merupakan salah satu media yang digunakan Widhy dalam menuangkan karya sastra dalam bentuk tulisan. Karena beliau dilahirkan dan
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
dibesarkan di lingkungan masyarakat Jawa yang menggunakan bahasa Jawa sbagai alat komunikasi, maka tidak mengherankan apabila dalam proses kreatif pembuatan karya-karyanya sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai tingkat tutur dan unggah-nggguh yang menyertainya. Meskipun ada beberapa karya sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia, sebagian besar karyanya ditulis menggunakan bahasa Jawa. Oleh karena itu Margareth Widhy Pratiwi dinobatkan sebagai perempuan penulis sastra Jawa yang masih produktif sampai sekarang. Kehidupan sosial Margareth Widhy Pratiwi dapat terlihat dari aktivitas keseharian beliau. Kiprahnya menjadi menulis, ibu rumah tangga, mengajar di , memberikan les tambahan pelajaran bagi anak-anak di sekitar lingkungan tempat tinggalnya serta keaktifan berorganisasi sosial dan keagamaan. Dalam bidang keagamaan, Widhy aktif menjadi anggota Persekutuan Gereja bidang Liturgi di Gereja Nitiprayan dekat dengan tempat tinggalnya. Dalam kehidupan sehari-hari, Widhy selalu berhubungan langsung dengan orang-orang disekitanya, terutama anak-anak yang masih membutuhkan bimbingan dari orang yang lebih tua. Beliau banyak meluangkan waktu untuk mengisi kegiatan belajar mengajar yang bermanfaat bagi masyarakat lingkungan sekitarnya. Selain itu sebagai seorang ibu rumah tangga dengan tujuh orang anak beliau selalu membimbing, mengarahkan putra putrinya karena tugas utama ibu adalah mendidik anak. Dalam menuangkan ide untuk karya-karyanya, Widhy tidak bisa lepas dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat. Dalam karyanya yang berjudul Wewadi Koper Ireng
n kasus mutilasi yang terjadi dalam masyarakat
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
waktu itu, bahkan sampai sekarang masih ada. Rupanya Widhy mampu membaca situasi, yakni keresahan masyarakat akibat adanya tindakan yang tidak terpuji Wewadi Koper Ireng membunuh, bahkan memutilasi korbannya merupakan perbutan yang sangat keji dan kejam. Oleh karena itu, pelakunya harus dicari, diusut sampai tuntas, dan diberi hukuman yang setimpal sesuai dengan perbuatannya. Karena perbuatan mutilasi tersebut sangatlah tidak manusiawi. Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari percintaan. Sebagai seorang pengarang wanita, Widhy juga menampilkan masalah percintaan dalam karya sastranya. Beliau berpandangan bahwa cinta membutuhkan rasa saling pengertian antara pria dan wanita. Cinta tidak boleh dikotori oleh hawa nafsu sehingga seringkali menimbulkan hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri misalnya kehamilan di luar nikah, pembunuhan, pemerkosaan, dll. Hal ini tercermin dalam Wisa Katresnan yang menceritakan kasus pemerkosaan Mulih Anindita dala
Jabang Bayi
tindakan pembunuhan/ aborsi. Disinilah Widhy berusaha menuangkan gagasannya bahwa cinta tidak boleh dikotori dengan hawa nafsu dan harus dilandasi rasa saling pengertian antara kedua belah pihak. Cerita yang berangkat dari tema remaja ini telah disisipi beberapa kemungkinan akibat cinta itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
Widhy banyak menulis dan mengupas kisah realis perempuan yang memiliki posisi sebagai ibu rumah tangga yang bertugas merawat dan mendidik anak. Tulisan beliau diharapkan mampu menjadi alat untuk memperjuangkan kesetaraan bagi tatanan kehidupan masyarakat serta sebagai wadah untuk menyampaikan kegelisahan yang mampu memberikan pengaruh bagi masyarakat. Berawal dari kepedulian terhadap anak-anak inilah yang menjadi latar belakang penulisan novel Kinanti. Sebuah realita keluarga dengan kesibukan seorang ibu sampai-sampai lupa terhadap anaknya sendiri karena mengejar karir. Karya sastra yang berjudul Kinanti ini dipengaruhi oleh kedudukan perempuan di dalam keluarga, yakni sebagai ibu bagi anak-anak dan sebagai istri bagi suminya. Sebagai seorang ibu harus mengasihi anak-anaknya baik ketika anak tersebut masih dalam kandungan maupun telah lahir di dunia. Seorang ibu hendaknya bersikap melindungi dan mengayomi anak-anaknya. Hal tersebut diungkapkan oleh Widhy dalam novel berjudul Kinanti. Nama Kinanti sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti menyertai. Oleh karena seorang anak hadir dan menyertai orang tuanya di dalam keluarga. Kinanti yang kehadirannya diharapkan mampu menyertai kehidupan kedua orang tuanya ternyata berbanding terbalik karena dengan kehadiran seorang Kinanti malah dia disia-siakan (diterlantarkan) ibunya sendiri yang telah melahirkannya. Novel ini ditulis karena adanya kegelisahan seorang Margareth Widhy Pratiwi karena kesibukan perempuan sehingga meminggirkan keluarganya. Novel Kinanti di dalamnya mengupas hiruk pikuk perempuan yang terlalu sibuk mengejar karir sehingga melupakan perkembangan kejiwaan dan sosial anak.
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seiring dengan tuntutan profesi, karir, dan perkembangan jaman, perempuan kemudian melupakan keluarganya. Peran seorang ibu dalam sebuah keluarga sangat berpengaruh terhadap kejiwaan, mental, dan masa depan anak. Perempuan seharusnya tidak menyibukkan diri dalam urusan karier bahkan kegiatan politik. Seorang ibu rumah tangga yang bekerja keras demi mendidik dan mengasuh anakanaknya setidaknya sudah menggambarkan kekuatan seorang perempuan. Widhy merupakan seorang pengarang yang memiliki kekuatan dalam hal bercerita. Impian beliau berkaitan tentang sastra Jawa adalah beliau berharap agar kedepan sastra Jawa kembali semarak seperti yang terjadi pada jaman Any Asmara. Selain itu beliau juga berharap agar novel Jawa dapat dibaca dan diterima oleh segala lapisan masyarakat. Beliau menambahkan bahwasannya sedikit sekali novelnovel Jawa yang ditulis, padahal sebenarnya banyak sekali peminat yang menanti untuk membacanya dan peneliti yang siap untuk meneliti dan mengkaji novel tersebut. Oleh karena itu beliau menghimbau kepada penulis Jawa untuk kembali menghidupkan sastra Jawa agar generasi muda dapat ikut menikmatinya.
2. Latar Belakang Sosial dalam Novel Kinanti Kehadiran latar belakang sosial
novel
menjadi sangat penting untuk
memahami suatu karya sastra. Masyarakat sebagai objek gagasan pengarang dalam menghasilkan
sebuah
karya
sastra.
Melalui
karya
sastra,
pengarang
mengungkapkan gambaran kehidupan masyarakat sehingga terjadi keterkaitan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat. Aspek sosial yang terjadi di masyarakat merangkai peristiwa dan hubungan antarmanusia serta kebiasaan yang
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
terkemas dalam lingkungan yang melatari sebuah cerita. Aspek sosial yang ditampilkan dapat berupa pendidikan, pekerjaan, bahasa, tempat tinggal, kebiasaan, serta cara memandang segala sesuatu. Kelompok masyarakat yang dijadikan latar sosial dalam novel ini adalah kelompok masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan dalam hal ini berlatar belakang di Yogyakarta tidak terlepas dari berbagai persoalan yang kompleks. Karena itulah akan menjadi hal yang sangat penting untuk dikaji mengenai pendidikan, pekerjaan, bahasa, tempat tinggal, kebiasaan hidup, dan cara pandang terhadap perspektif kehidupan. Latar belakang sosial yang terdapat dalam novel Kinanti diantaranya dapat dilihat dari aspek di bawah ini yakni : a. Pendidikan Dalam kehidupan masyarakat perkotaan, masalah pendidikan menjadi hal yang paling diutamakan. mengenyam pendidikan yang tinggi adalah sesuatu yang biasa sekalipun yang bersangkutan telah memiliki keluarga, pendidikan tinggi tetap diupayakan. Hal ini terlihat pada kutipan berikut ini:
Mbak Ani kae najan wis omah-omah lan duwe anak nanging tetep ora wegah ngoyak ilmu. Kowe ngerti ta nek Mbak Sari dadi sarjana, nalika . (2001:46). Terjemahan: -sungguh ya, Nak. Siapa mau berusaha ia pasti akan menemukan hasilnya. Seperti Mbak Sari, Mbak Ani itu walaupun sudah berumah tangga dan memiliki anak tetap tidak malas untuk menuntut ilmu. Tahukah kamu bahwa Mbak Sari meraih sarjana ketika anaknya masuk TK . Masyarakat tersebut sangat memperhatikan pentingnya pendidikan yang tinggi. Orang tua biasanya mengusahakan agar anak mereka bisa mengenyam
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bangku kuliah, Jikalau orang tua tidak memiliki biaya yang cukup, kakak-kakaknya lah yang bertanggung jawab terhadap pendidikan adiknya. Terlihat pada kutipan berikut :
saniki. Kula wong tuwa, manut. Wong sing ragat nggih kakange . (2001:165). Terjemahan: sekarang. Saya orang tua hanya menurut saja. Orang yang membiayai kakaknya kok . Selain orang tua berusaha mementingkan pendidikan anaknya, mereka juga ikut andil dalam menentukan jurusan yang dipilih oleh anaknya pada saat kuliah. Para orang tua di perkotaan cenderung memilih jurusan yang banyak diminati pada saat ini. Terlihat pada kutipan berikut:
mentas kepethuk
. (2001:170).
Terjemahan:
-tiba bertanya seperti itu? Apa habis ketemu? Apa kamu masih ingat? b. Pekerjaan Pekerjaan yang dilakukan oleh
masyarakat perkotaan sangat kompleks.
Masyarakat perkotaan identik dengan kehidupan yang mapan, seperti halnya Pak Jarwo yang berprofesi sebagai pegawai sebuah BUMN. hal ini ditunjukkan dengan pekerjaan yang menjadi sumber kehidupan dari masyarakat tersebut. Terlihat pada kutipan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
Luwih-luwih aku ora menangi napas pungkasan kang diseot Widarini. Dheweke ninggal aku nalika dhines ing Batam kurang sedina. Aku bali mung kari nemoni eseme kang kaku. Esem langgeng kang bakal tetep nabet sadawaning uripku. Kaya manuk kelangan swiwi, aku ambruk tanpa daya. Aku ora kober mikirake maneh promosi jabatan kepala ing BUMN papanku luru pangan . (2001:21). Terjemahan: tertolong lagi. Terlebih lagi ketika aku tidak mengetahui nafas terakhir yang dihirup Widarini. Dia meninggalkan aku ketika aku dinas di Batam kurang sehari. Aku pulang hanya menjumpai senyumnya yang kaku. Senyum abadi yang tak kan kulupakan selama hidupku. Bak burung kehilangan sayap, aku lemas tak berdaya. Aku sudah tak lagi memikirkan promosi jabatan kepala
Selain sebagai pegawai negeri, kehidupan yang begitu berat dijalani sebagian orang yang tidak memiliki pendidikan yang cukup dengan terpaksa menjadi pembantu rumah tangga di rumah orang-orang kaya. Orang kota yang memiliki tingkat ekonomi cukup biasanya memiliki pembantu lebih dari satu, termasuk keluarga pak Jarwo. Terlihat pada kutipan berikut ini:
saka bapa biyunge. Saka eyange, ya bapak-ibuku lan wong tuwane Widarini. Saka Lik Semi, Yu Kas, Slamet, lan Pak Jiman. Abdi-abdi kang . (2001:20) Terjemahan: Hapsari dan Anjani tumbuh dewasa tersiram kasih sayang yang tumbuh dari bapak ibunya. Dari eyangnya, ya bapak ibuku dan orang tua Widarini. Dari Lik Semi, Yu Kas, Slamet, dan Pak Jiman. Para pembantu yang setia dan sudah seperti saudara sendiri sudah lama ikut bapak dan
Sebagian kecil wanita dari masyarakat kota, memilih pekerjaan sebagia ibu rumah tangga agar bisa merawat anak-anak mereka, walaupun dirumah juga ada pembantu rumah tangga. Sebagian dari mereka memilih mengurus anak-
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
anaknya untuk mengisi waktu sembari menunggu suami mereka pulang kerja. Terlihat pada kutipan berikut ini:
Dheweke kepengin luwih ngopeni bocah-bocah arepa ana pemomong loro sing tansah . (2001:20). Terjemahan: idarini lebih memilih berhenti kuliahnya. Dia ingin mengurus anak-anakku, walaupun ada dua
Selain itu, pekerjaan sebagai pelacur atau yang sering disebut lonte (dalam bahasa Jawa) acapkali dijadikan sumber penghidupan. Terlihat pada kutipan berikut:
bukakan ndhuwur ngatonake pundhake kang putih mulus lan dhadhane kang madhet. Dheweke ngancani ngobrol lan ngombe nganti parak . (2001:24). Terjemahan: pertama aku mengetahui Yulia. Memakai sackdress warna jingga, dengan model bagian atasnya terbuka memperlihatkan pundaknya yang putih mulus dan dadanya yang padat berisi. Dia menemani ngobrol dan
Sebagian warga perkotaan, secara diam-diam berprofesi sebagai pengedar obat-obatan terlarang karena kecemburuan sosial, himpitan ekonomi dan karena mereka mengalami kecanduan terhadap obat-obatan terlarang tersebut. Terlihat pada kutipan berikut ini: sirahku kliyengan ora kena dakanggo mikir maneh. Luwih penak aku ngisep asep swarga kuwi, kang njalari aku ora bakal kabotan pikiran. Nanging nalika aku njenggelek, dadakan pikiranku mletik. Geneya aku ora nyoba dodolan kaya Pak Aminoto wae. Yen Pak Aminoto . (2001:141)
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: lagi. Lebih baik aku menghisap asap surga itu lagi, yang bisa membuatku tidak terbebani oleh fikiranku. Tapi ketika aku terbangun, mendadak aku mendapat ide. Kenapa aku tidak mencoba berjualan seperti Pak Aminoto saja. Kalau Pak Aminoto saja bisa kaya raya seperti itu, pasti saya pun
c. Bahasa Dalam novel Kinanti, bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa. Karena latar dan setting utamanya berada di kota Yogyakarta. Dimana telah diakui bahwa Yogyakarta merupakan kota pusat kebudayaan Jawa. Maka tidak mengherankan apabila bahasa Jawa digunakan sebagai alat komunikasi antar masyarakat yang sebagian besar beretnis Jawa. Dalam kehidupan sehari-hari bahasa Jawa tidak bisa terpisahkan dari masyarakat. Di dalam bahasa Jawa terdapat unggah-ungguh basa atau undha-usuk basa yang lazim pula disebut tingkat tutur ( Speech Level) yang merupakan suatu kekayaan budaya yang dimiliki suku Jawa. Dalam tingkat tutur bahasa Jawa terdapat dua macam tingkatan yakni ngoko dan krama. Ragam ngoko dibagi dua yaitu ngoko lugu dan ngoko alus. Begitu juga ragam krama dibagi dua yaitu krama lugu dan krama alus/ inggil. Tingkat tutur menggunakan bahasa Jawa ngoko lugu terlihat dalam percakapan antara majikan (Bu Yulia) dengan pembantunya bernama Yu Kas terlihat pada kutipan berikut ini: Aku kaget krungu wangsulane abdi sing seneng crita kuwi
. (2001:134)
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Aku terkejut mendengar jawaban pembantuku yang suka bercerita itu
Tingkat tutur menggunakan ngoko lugu juga terlihat dalam percakapan Dhik Imam dengan Pak Jarwo, dua orang yang sudah saling akrab dan umurnya sebaya seperti terlihat di bawah ini:
(2001:25). Terjemahan:
Selain itu, tingkat tutur ngoko kasar juga terlihat dalam kutipan berikut ini:
geneya trunyukan, jak-jakan ora karuwan solahmu kaya nenggone mbahmu. Delengen! Nganggo mripatmu kuwi, apa akibate nek kowe biyayakan kaya n (2001:191). Terjemahan: kenapa lancang, tidak sopan seperti itu, polah tingkahmu seperti di rumah nenekmu saja. Lihatlah! Pakai matamu itu, apa yang telah kamu lakukan ketika kamu berk Sedangkan tingkat tutur menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko alus terlihat dalam percakapan antara Pak Jarwo (suami) dengan Bu Yulia (istri) seperti di bawah ini:
s tak kongkon mangsak rawon. Mbakyu Aminoto kangen karo rawone Yu Kas. Jeng Lisa ya ngono, ketoke ndara ning apa(2001:14).
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Jeng Yul memegang lenganku. yu Aminoto kangen dengan rawonnya Yu Kas. Jeng Lisa juga begitu, kelihatannya
Ragam bahasa krama lugu terlihat dalam percakapan antara Bu Aminoto dengan Eyang Pana seperti terlihat di bawah ini: , Pak? (2001:156). Terjemahan:
Ragam bahasa krama alus/ inggil terlihat dalam percakapan antara Eyang Pana (pemilik rumah) dengan bu Aminoto (tamu) seperti terlihat di bawah ini:
yen Yulia sampun meh kalih wulan menika nilar griya mriki. Lan kula (2001:158). Terjemahan: Yulia sudah hampir dua bulan meninggalkan rumah ini. Dan saya sudah
Ragam bahasa Jawa krama alus/ inggil juga terlihat dalam percakapan antara Eyang Pana (majikan) dengan Pak Jamil (sopir pribadi) seperti terlihat di bawah ini: Pana sajak sayah, tindak kamar kemawon, Pak. Mangga kula (2001:61). Terjemahan:
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
d. Tempat Tinggal Tempat tinggal yang dijadikan setting ini adalah lingkungan perkotaan di subuah kota kecil di pinggiran kota Yogyakarta diantaranya menyebutkan jalan Malioboro, Kridosono, Nitipuran, Wates yang kesemuanya merupakan kawasan perkotaan di Yogyakarta, Seperti terlihat di bawah ini: Kesel ora dak rasakake, mlaku saka kampus sekolahanku ing lor Kridosono tekan Malioboro. Aku biyasa nyegat bis jalur 11 sangarep hotel Garuda. Jalur kuwi sing ngliwati Nitipuran, aku mudhun neng jalan Wates. Mung kari mlaku pirang meter mengidul, tekan daleme eyang. (2001:167). Terjemahan: Capek tidak kurasakan, berjalan dari kampus sekolahku di utara Kridosono sampai Malioboro. Aku sudah biasa menunggu bis jalur 11 di depan hotel Garuda. Jalur itulah yang melewati Nitipuran, aku turun di jalan Wates. Hanya tinggal berjalan beberapa meter ke selatan, sampailah di rumah eyang. Suasana yang dituliskan dalam novel merupakan ciri-ciri tempat tinggal di daerah perkotaan dengan bentuk rumah moderen, besar, dan berpagar tinggi seperti terlihat di bawah ini: Mobil mandheg, ora adoh karo omah gedhe pager dhuwur. Pekarangane jembar lan tinata asri. (2001:202). Terjemahan: Mobilku berhenti, tidak jauh dari rumah besar berpagar tinggi. Halamannya luas dan tertata asri. Selain itu, ciri rumah seorang priyayi yang tinggal di kota antara lain memiliki kamar yang luas dan memiliki perabotan bagus-bagus dan fasilitas lengkap di dalamnya, seperti terlihat di bawah ini: Kamarku jembar. Udakara ukuran 6x8 Meter persegi. Ing sisih bed gedhe ana meja dhuwur sedhengan, kang biyasa daknggo nulis yen bengi. Ana rak buku, lan buku-buku sawetara. Saliyane lemari jati ukir
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
lan bed gedhe kuna, ana meja bunder lan kursi cendhek loro, mepet tembok cedhak lawang. (2001:36). Terjemahan: Kamarku luas. Kira-kira ukuran 6x8 Meter persegi. Di sebelah bed besar ada meja cukup tinggi, yang biasa saya gunakan untuk menulis waktu malam hari. Ada rak buku, dan beberapa buku. Selain almari jati ukir dan bed kuna ukuran besar, ada meja bundar dan kursi pendek berjumlah dua, disebelah tembok dekat pintu.
e. Kebiasaan Hidup Kehidupan masyarakat yang terdapat dalam novel Kinanti ini memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dan kemapanan ekonomi masyarakat perkotaan dalam usaha pemenuhan kebutuhan sehari hari. Beberapa kebiasaan ditunjukkan oleh perbuatan tokoh-tokoh yang ada dalam novel ini. Kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat perkotan antara lain kebiasaan belanja kebutuhan sehari-hari di mall, selain karena gengsi yang tingi barang-barang di mall biasanya memiliki kualitas yang bagus dibanding di pasar tradisional, termasuk kebutuhan dapur, seperti terlihat di bawah ini: u Kas takkon tuku daging sapi neng Hero. Golek sing mutune nomer siji. Isin aku yen mung murahan. Iya ta, M (2001:14) Terjemahan:
Orang perkotaan biasanya identik dengan kehidupan malam yang saat ini menjamur di berbagai tempat seperti diskotek, karaoke dll. Di tempat tersebut orang biasanya berkencan dengan wanita penghibur sambil, seperti terlihat di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
Aku durung nate saba papan hiburan kaya dene diskotek. Ora nate kepengin, arepa mitra-mitra kantor ana sing semangat banget nyritakake pengalamane saba papan remeng-remeng kuwi. (2001:23). Terjemahan: Saya belum pernah mengunjungi tempet hiburan seperti diskotek. Tidak pernah ada keinginan, meskipun teman sekantor ada yang dengan semangat menceritakan pengalamannya mengunjungi warung remangremang itu. Di dalam diskotek mereka biasanya punya kebiasaan minum minuman keras seperti anggur, alkohol dll seperti terlihat di bawah ini: Aku nampani tanpa omong apa-apa. Mula becike aku ngombe disik, supaya awakku seger. Pak Aminoto bali ngisi gelas anggurku nalika saclegukan isine pindhah ing wetengku. (2001:112). Terjemahan: Saya menerimanya tanpa banyak bicara. Lebih baik aku minum dulu, supaya badanku kembali segar. Pak Aminoto kembali mengisi gelasku dengan Anggur seketika isinya sudah berpindah di dalam perutku. Kemapanan ekonomi masyarakat kota menyebabkan mereka mampu membeli perhiasan emas, tak peduli tua atau muda perhiasan tersebut mereka pakai berlebihan, ibarat semua anggota tubuh mereka dipenuhi dengan emas, seperti terlihat di bawah ini: Aku nyawang wanita sing isih malangkerik iku. Wis tuwa ning dandane menor, kanthi mas-masan pating grandul. Tangane mau pating krincing, nalika kanggo nuding aku merga gelange ana selusin ngebaki tangane. (2001: 155) Terjemahan: Aku melihat wanita yang masih menaruh tangannya di pingang itu. Sudah tua tetapi bersoleknya menor, dengan perhiasan emas yang menggantung. Tangannya sampai bersuara krincing, ketika sedang menunjuk ke arahku disebabkan karena selusin gelang yang memenuhi tangannya. Kebiasaan buruk yang sering dilakukan Yulia adalah kesenangannya bermain kartu, kebiasaan burunya itu dilakukan secara rombongan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
tempat berpindah-pindah, bahkan sampai lupa waktu, malah kadangkala sampai tidak pulang ke rumah, seperti terlihat di bawah ini: Kesukan wiwit digelar. Aku rumangsa ora bakal bisa dolanan kartu maneh kanthi ati kisruh kaya ngene, mula aku mutusake trima nglungani papan kesukan iku. Tanpa kandha apa-apa aku jumangkah ninggalake sing wiwit tatrap kartu. Ora ana sing nggatekake aku maneh, lan atiku saya krasa njarem nalika guyu-guyu wiwit mernani acara kesukan sing mula nyenengake iku. (2001:119).
Terjemahan: Permainan dimulai. Aku merasa tidak bisa berman kartu lagi dengan hati gundah gulana seperti ini. Maka aku memutuskan untuk menjauh dari arena permainan kartu itu. Dengan tiada mengucap apapun aku pergi meninggalkan orang-orang yang mulai memasang kartunya. Tak ada seorang pun yang memperhatikanku lagi, hatiku semakin terluka ketika canda tawa mulai mewarnai permainan menyenangkan itu.
Kebiasaan buruk Yulia yang lain yaitu dia kurang perhatian terhadap anak semata wayangnya. Pekerjaan mengurus anaknya ia serahkan kepada pembantunya, dia sendiri bahkan lebih senang merawat kukunya di salon dibanding menimang buah hatinya, seperti terlihat di bawah ini: Mung wae beda banget karo Widarini, Yulia ora gemati marang anake. Dheweke luwih seneng ngopeni kukune ketimbang ngudang anake. Yulia luwih betah ning salon, ketimbang ndolani Kinanti. Embuh apa kang dirasakake Kinanti. Dheweke mula wiwit cilik ora lulut karo ibune dhewe kang nglairake. Lair procot, Kinanti ditangani Lik semi nganti saiki umure nyandhak nembelas tahun. (2001:17). Terjemahan: Berbeda dengan Widarini, Yulia tidak sabar terhadap anaknya. Dia lebih senang merawat kukunya daripada menimang anaknya. Yulia lebih kerasan di salon dibanding bermain-main dengan Kinanti. Entah apa yang dirasakan Kinanti. Sedari kecil dia memang tidak dekat dengan ibunya yang melahirkannya. Begitu lahir Kinanti diasuh oleh Lik Semi sampai sekarang menginjak usia enam belas tahun.
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kehidupan malam yang sering dijalani Yulia membuat ia terpengaruh dengan pergaulan teman seprofesinya. Semenjak mengenal Pak Aminoto kenal pula ia dengan obat-obatan terlarang, seperti terlihat di bawah ini: Pitakone Pak Aminoto liwat ing kuping. Aku ora kober wangsulan merga katrem ing rasa anyar kang lagi sepisan iki dakwanuhi. Kawitan sirah rasane kliyengan lan wetengku neg. Nanging suwening-suwe krasa entheng. Entheng. Aku ngalami ectasy. Ectasy hebat kang biyen mung nate dakrungu, dakwaca ing layang kabar. Sensasi-sensasi iki luar biasa endahe. (2001:12).
Terjemahan: Pertanyaan Pak Aminoto terlintas di telingaku. Aku belum sempat menjawabnya karena ada sensasi menyenangkan yang baru pertama kali kurasakan. Dimulai dari kepalaku yang pusing tujuh keliling dan rasa sebah di perutku. Tapi lama kelamaan terasa ringan. Ringan. Aku mengalami ectasy. Ectasy hebat yang dulu hanya ku dengar, ku baca lewat surat kabar. Sensasi-sensasi itu luar biasa indahnya. f. Cara Memandang Perspektif Kehidupan Dalam kehidupan sehari-hari, para tokoh dalam novel Kinanti menunjukkan
berbagai
macam
pandangan
positif
dan
negatif
yang
menggambarkan ciri khas pola pikir dari masyarakat perkotaan dari kalangan priyayi. Mereka berpandangan bahwa memiliki keluarga yang harmonis merupakan harta yang tak ternilai harganya, seperti terlihat di bawah ini:
nduweni kulawarga kang padha dene njunjung kejujuran lan ketulusan ning wong bebrayan. Kulawarga kaya ngono iku mujudake bandha sing ora bisa dikerta aji nganggo wilangan dhuwit. Aku meri karo kowe, Lik (2001:42). Terjemahan: Barangkali harta tak begitu banyak kau punyai, tapi kamu punya keluarga yang memegang teguh kejujuran dan ketulusan dengan masyarakat. Keluarga yang seperti itulah yang merupakan wujud harta
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
yang tak ternilai harganya bahkan tak bisa dinilai dengan uang. Aku iri
Rasa cinta terhadap keluarga terutama terhadap seorang cucu membuat seseorang rela berkorban dan mau melakukan apa saja demi cucu yang disayanginya itu, terlebih apabila sang ibu dari cucunya sudah tidak lagi menghiraukannya, seperti terlihat di bawah ini: Kinanti lagi nembelas tahun, lan ora bakal dakculke ijen ing umure mancik dhiwasa iku. Nanging apa aku keconggah? Apa bisa Kinanti dakampingi? Apa aku tega ngeculake Kinanti supaya dicekel Yulia? Yulia, wanita kang wus kebacut kesasar adoh iku? Aku ora kepengin Kinanti melu kesasar uripe. Aku isih kepengin aweh sangu kanggo putuku ragil kuwi. Sing mesthi bakal abot jangkahe. (2001:71). Terjemahan: Kinanti baru berumur enem belas tahun, dan tak akan kulepas di usia yang baru memasuki dewasa ini. Tapi apakah aku terbelalak? Apa bisa Kinanti ku rawat? Apa aku tega membiarkan Kinanti supaya diasuh Yulia? Yulia, wanita yang sudah tersesat jauh itu? Aku tidak ingin Kinanti ikut tersesat hidupnya. Aku masih ingin memberi bekal kepada cucu terakhirku ini. Yang pastinya sangat berat langkahnya. Ditengah kehidupan perkotaan yang serba praktis dan instan, manusia harus tetap menjaga alam dan dapat hidup seimbang dengan alam. Sebenarnya Tuhan telah menyediakan segalanya di alam, kita sebagai manusia harus dapat menjaga, melestarikan, dan memanfaatkan alam karena merupakan akar kehidupan, seperti terlihat di bawah ini:
badan sing kraos, mangke pados empon-empon niku. Upamane watuk, nggih mamah kencur. Awak kesel, ngombe paitan nggene Mbok Warni. Mirah, mboten sah pados obat teng toko sing regane larang. Wong jane alam niki pun nyedhiani edayane kok. Pun diparingi dening Sing Kuwaos, mila kedah menungsa niku mboten ngrisak alam. Supados menungsa niku pikntuk keseimbangan saking alam sing dados oyoting (2001:163).
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: ada tubuh yang terasa sakit, lalu mencari empon-empon gitu. Umpamanya batuk, ya mengunyah kencur. Badan capek-capek, minum jamu pait di tempat Mbok Warni. Murah, tidak perlu membeli obat di toko yang mahal harganya. Katanya alam ini sudah menyediakan semuanya kok. Diciptakan oleh Yang Kuasa, oleh karena itu manusia seharusnya tidak merusak alam. Supaya manusia dapat hidup seimbang dengan alam yang menjadi akar kehidupan. Dalam menjalani kehidupan dimasyarakat, masing-masing individu memiliki watak dan sifat dasar yang melekat dalam diri manusia itu sendiri. Seiring pertumbuhan dan perkembangan jiwa raganya itulah yang membedakan memiliki watak yang bebeda-beda antara manusia satu dengan lainnya. Watak seseorang bisa terbentu baik dari keluarga maupun dari lingkungan tempat seseorang tinggal, seperti terlihat dari kutipan di bawah ini: Wong lair ing ndonya mono satemene nggawa watak dasar sing mbarengi tuwuhing lan mekare jiwa-ragane. Mesthi wae watak dasar antarane wong siji lan liyane iku mau ora padha. Iya ta? Kinanti manthuk. ne gedhe. Ora kabusak dening pengaruh lingkungane. Uwong kang nduweni watak dasar kaku, bisa wae adhaptasi karo lingkungane, nanging nalika (2001:73). Terjemahan: Manusia lahir di dunia sebenarnya sudah membawa watak dasar yang menyertai pertumbuhan dan perkembangan jiwa raganya. Pastilah watak dasar antara satu orang dengan orang lain tidak sama. Iya kan? Kinanti mengangguk. akan hilang karena pengaruh lingkungan. Orang yang memiliki watak dasar keras, bisa saja karena pengaruh adaptasi dengan lingkungannya, akan tetapi ketika tersentuh hati Hidup adalah pilihan. Sebagian orang Jawa memiliki pandangan bahwa barang siapa menanam kebaikan pastilah ia akan menuai kebaikan pula, begitu sebaliknya barang siapa menanam keburukan ia pasti akan menuai hal yang
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
tidak baik. Karena hidup di dunia adalah pilihan maka sudah sepatutnya kita harus menebarkan benih kebaikan agar kita selalu termasuk golongan orang yang tidak merugi, seperti terlihat di bawah ini: o ujudake titah kang bebas lan merdika. Satenane menungsa urip mono gumantung marang pilihane dhewe. Lan ibumu wus nduweni pilihan urip sing kaya ngono. Aku bolabali ngandhani, wong nandur ngono bakale ngundhuh. Aku percaya (2001: 216). Terjemahan: i diri yang bebas dan merdeka. Sebenarnya manusia hidup tergantung dari pilihannya sendiri. Ibumu telah memilih kehidupan yang seperti itu. Berkali-kali aku menasihatinya, barang siapa menanam pasti akan memetik hasilnya. Aku percaya Kinanti bisa memahami nasihat eyang
Orang dari lingkungan priyayi biasanya memiliki ciri khas berwibawa dan bijaksana dalam menjalani kehidupan dan mengambil segala keputusan. Selain itu karena berbagai faktor pendukung seperti makanan, olahraga, profesi, cara pandang maka sebagian besar dari mereka walaupun usia telah senja panca indranya masih berfungsi dengan baik. Begitu pula dengan postur tubunya masih tegap, seperti terlihat dari kutipan di bawah ini: Pira persise umure bapakne Mas Jarwo iki, aku ora pati cetha. Nanging aku tau krungu jarene kliwat saka wolung puluh taun. Mung wae lakune isih jejeg, tanpa teken. Semono uga mripate lan kupinge ora ana sing suda. Kabeh kuwi muwuhi wibawane kadidene wong tuwa sing wicaksana. (2001:131) Terjemahan: Berapa tepatnya umur bapaknya Mas Jarwo ini, aku tak begitu faham. Tapi aku pernah mendengar katanta sudah lebih dari delapan puluh tahun. Akan tetapi cara berjalannya masih tegak, tanpa tongkat. Begitu juga mata dan telinganya tidak ada yang mengalami penurunan fungsi.
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Kesemuanya itu menambah kewibawaan seperti halnya orang tua yang bijaksana. 3. Tanggapan Pembaca Novel Kinanti Novel Kinanti membawa kesadaran secara psikologis yang berpengaruh sangat besar pada semua kalangan. Kesadaran tersebut terkait pentingnya rasa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya dalam suatu keluarga, hubungan sosial kemasyarakatan dari kalangan bawah hingga kalangan priyayi, terdapanya segi-segi kehidupan dan nilai-nilai baik buruk dalam kehidupan yang mengarahkan pada pembaca tentang kasih sayang antar manusia. Selain itu, pembaca dapat mengambil pelajaran yang positif dari cara pandang atau pola pikir dalam penanganan berbagai masalah kehidupan. Untuk memperoleh data yang valid tentang tanggapan pembaca novel Kinanti, peneliti sengaja memilih pembaca dan mengadakan wawancara terbuka dengan beberapa informan. Seluruh informan yang dimintai keterangan berasal dari latar belakang profesi dan pendidikan yang berbeda. Diantaranya adalah: a.
Desita Lia Asriningsih, S.Pd, Guru Bahasa Jawa SMP 1 Krasak Pecangaan Jepara, 27 Oktober 2013 Novel Kinanti sarat akan kehidupan moderen saat ini. Penulis ingin
menyampaikan beberapa pesan tentang hubungan sosial kemasyarakatan dan keluarga.
Kehidupan Yulia yang berasal dari kalangan menengah hingga
diangkat derajadnya oleh seseorang yang kaya raya bernama Sujarwo mengakibatkan Yulia memiliki segalanya, bahkan ketika memiliki anak pun Yulia tak sadar kalau itu merupakan darah dagingnya yang harus ia besarkan, diberi kasih sayang, serta belaian.
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keteguhan hati serta rasa cinta Sujarwo terhadap Yulia merupakan hal yang memberi kesan kepada saya. Novel ini menyuguhan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun. Selain itu juga mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang mendalam dan disajikan secara halus. Saya merasa terhibur karena terdapat nilai-nilai baik buruk
yang
mengarah tentang kasih sayang antar manusia. Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Kinanti diantaranya adalah nilai pendidikan religius, dalam novel Kinanti Sujarwo yakin karena Tuhanlah yang akan menentukan hidupnya. Nilai pendidikan moral tersirat melalui perilaku Yulia
sebelum bertemu Sujarwo dan setelah menjadi istri
Sujarwo. Nilai pendidikan sosial sangat terlihat dalam perilaku Yulia yan bermula dari wanita tuna susila, kemudian menjadi wanita terhormat hingga menjadi wanita yang suka judi dan pemakai ectasy. Nilai pendidikan budaya memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya pada novel ini. Kinanti tak banyak disoroti dalam novel ini. Melainkan peristiwa Yulia sudah mampu diterima dari peristiwa dari peristiwa Kinanti dalam novel ini. Kinanti kecil yang kurang kasih sayang dari Sang ibu karena kesibukan ibunya. Kinanti tidak mendapat haknya sebagai balita, yakni mendapat ASI secara eksklusif. Akhirnya Kinanti mampu menjadi sosok anak dewasa yang baik dan mampu mencintai seseorang dari kalangan manapun. Tokoh seperti Yulia banyak ditemukan di negara ini, namun bukan sebagai wanita tuna susila. Banyak wanita dari kalangan selebritis, penyanyi
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
yang menjadi istri seorang pejabat. Kehidupan berubah karena lingkungannya pun sudah pasti. Mereka tak lagi berada pada lingkungan dunia hiburan televisi melainkan memiliki lingkungan sosialita yang mayoritas dari kalangan pejabat pula. b.
Yanuar Bayu Isnaeni, S.Pd, Mahasiswa S2 UNS, 27 Oktober 2013 Penulis ingin menyampaikan potret kehidupan masyarakat dengan
berbagai macam masalah dan cobaan hidup. Penulis berhasil menghidupkan karakter masing-masing tokoh dengan baik, sehingga seolah-olah pembaca membayangkan cerita dalam novel ini benar-benar terjadi. Kesan pertama terlihat dari tokoh Lik Semi yang ikhlas merawat Kinanti sejak bayi hingga dewasa dengan penuh kasih sayang melebihi anaknya sendiri. Dari kesan tersebut dapat dikembangkan nilai yang terkandung dalam novel diantaranya nilai tanggung jawab, yakni orang tua yang baik harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pendidikan, kasih sayang, perhatian, dan kebutuhan anaknya. Nilai moral terlihat dari perbuatan negatif yang dilakukan Yulia yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang ibu. Ibu yang baik seharusnya tidak berbuat demikian, melainkan memberi contoh perbuatan yang terpuji dan kasih sayang terhadap anaknya. Walaupun demikian Kinanti tetap tegar dan ikhlas menjalani kehidupannya meskipun pahit. Tidak bisa dipungkiri, kehidupan semacam ini kemungkinan bisa saja terjadi di dunia nyata. c.
Widodo, S.S, M.Hum, Dosen Bahasa Jawa UNNES, 9 November 2013 Dalam novel Kinanti penulis hendak menyampaikan suatu kesan bahwa
kebaikan akan menuai kemenangan dan kejahatan akan menuntun pelaku untuk
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
mengemuka di dalam realitas jatidiri buruknya. Ketulusan hati Kinanti kepada orang yang ada di sekelilingnya. Kepada ibunya ia tetap hormat walaupun buruk perilakunya. Kepada Kelik ia menerima dengan tulus walaupun dengan tulus walaupun anak pembantu. Kepada eyangya ia sangat menghormati, serta kepada pembantu ia tidak membedakan kasta. Nilai-nilai pendidikan yang dapat kita petik dari novel ini diantaranya kejujuran dan kebaikan akan menentukan jalannya sendiri untuk menunjukkan kebenaran yang sejati. Dan serapi apapun kita membungkus bangkai pastilah akan tercium baunya. Tokoh Kinanti merupakan tokoh yang tabah, tegar, realistis serta bersahaja. Kejadian-kejadian yang terdapatdalam novel Kinanti ini barangkali merupakan cerminan kehidupan di dunia nyata. Peristiwa semacam ini mungkin saja benar-benar ada dan terjadi di tengah-tengah masyarakat di dunia nyata. d.
Mira Arqista Rahmania, Mahasiswa S1 UII Yogyakarta, 7 November 2013 Dalam novel Kinanti ini pengarang memiliki beberapa maksud yang
hendak disampaikan kepada pembaca diantaranya perbuatan baik yang dilakukan seseorang kepada orang lain belum tentu mendapatkan balasan dari orang yang bersangkutan. Begitu juga dalam mencari pasangan hidup kriteria bibit, bobot, dan bebet masih memiliki relevansi dalam keberhasilan suatu rumah tangga. Ketulusan dan keteguhan hati Sujarwo dalam mencintai Yulia serta niat untuk mengangkat derajad Yulia menjadi wanita yang terhormat meskipun Yulia
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
berasal dari seseorang yang status sosialnya rendah serta cenderung dipandang buruk di masyarakat. Pengarang mengisyaratkan beberapa pesan kepada pembaca diantaranya dalam bergaul atau berteman sebaiknya dipertimbangkan latar belakangnya. Jika bergaul atau berteman dengan orang yang baik sedikit banyak akan berpengaruh baik kepada kita, demikian pula sebaliknya. Pesan yang kedua adalah mendidik anak untuk menjadi orang yang berbudi luhur tidak harus dilakukan dengan kemewahan. Justru dengan mengajarkan kesederhanaan hidup dan ketulusan hati akan menjadikan anak berbudi luhur. Tokoh Kinanti merupakan cermin tokoh yang sederhana, memiliki ketulusan hati, tak kenal menyerah, tidak pendendam, berjiwa besar, dan patuh/ hormat kepada orang tua. Relevansi kehidupan yang tercermin dalam novel Kinanti sangat cocok dengan keadaan masyarakat saat ini. Dimana banyak ditemukan kasus orang tua yang terlalu sibuk dengan aktivitasnya baik bekerja, berpolitik sehingga melupakan keluarga dan anak-anak. e.
Redita Saraswati, Siswi kelas XII Bahasa SMA 1 Gebog Kudus, 7 November 2013 Novel Kinanti di dalamnya memiliki maksud yang hendak disampaikan
pengarang bahwa orang yang menanam pasti akan menuai hasilnya. Menanam kebaikan akan menuai kebaikan pula, begitu juga kalau kita menanam hal yang buruk tentu kita akan menuainya juga. Ketulusan hati seorang Kinanti yang tetap hormat kepada ibunya walaupun telah menerlantarkannya serta masih memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
kepedulian kepada ibunya disaat-saat terakhir ia bertemu ibu yang tidak pernah memberikan kasih sayang kepadanya Novel ini memiliki beberapa nilai-nilai pendidikan yang dapat kita petik diantaranya adalah nilai sosial, nilai budi pekerti, nilai agama, nilai ketulusan. Semua nilai pendidikan tersebut ada dalam diri Kinanti. Dia sendiri merupakan tokoh yang tabah dan tegar dalam menghadapi cobaan, bersahaja, suka menolong, serta menghormati orang lain. Novel Kinanti ini bisa saja terjadi di dunia nyata, mengingat saat ini banyak sekali kasus seorang ibu yang rela membuang anaknya sendiri, hal ini sama saja menelantarkan anaknya. Sama seperti apa yang dialami oleh Kinanti. f.
Sutriyanah, Ibu Rumah Tangga, 20 November 2013 Pengarang novel ini ingin menyampaikan sesuatu yakni kehidupan
masyarakat kota dengan aktivitasnya yang padat sehingga seorang ibu melupakan anaknya sendiri demi mengejar kesenangannya. Setelah membaca sinopsisnya saya bisa membayangkan kalau novel ini seperti kisah nyata yang dialami oleh seseorang. Hal yang paling berkesan adalah ketulusan eyang Pana, kakek Kinanti yang rela mengasuh, mendidik, dan mencintai Kinanti. Eyang Pana berpandangan bahwa merawat Kinanti sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya sebagai kakeknya, apalahi sepeninggal Sujarwo ayah Kinanti. Ia tidak mungkin mempercayakan Yulia, ibunya sendiri karena ia merupakan wanita yang tidak bermoral baik. Ia khawatir apabila kinanti dirawat Yulia ia akan mengikuti perilaku buruk ibunya itu.
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
Banyak sekali nilai pendidikan yang dapat kita teladani dari novel ini. Diantaranya kesetiaan para pembantu Sujarwo yang telah lama bekerja di rumahnya, selain itu tanggung jawab seorang kakek demi kelangsungan hidup cucunya perlu kita teladani. Sepandai pandai tupai melompat akhirnya akan jatuh juga, seperti itulah pelajaran yang diterima Yulia. Pada waktunya ia bisa berjaya dan menikmati serta perfoya-foya dengan harta yang diberikan Sujarwo, bahkan sempat memiliki pacar gelap di belakang suaminya yang tengah sakitsakitan, tapi lama kelamaan ia akhirnya mulai bangkrut dan jatuh terpuruk. Ketegaran hati Kinanti dalam menghadapi segala ujian dan cobaan hidup inilah yang mengambarkan bahwa Kinanti adalah sosok yang kuat dan sabar. Tokoh inilah yang menginspirasi banyak pembaca. Kemungkinan sosok anak kecil yang tabah dan tegar seperti Kinanti memang benar-benar ada di dalam kehidupan nyata.
4. Nilai Pendidikan dalam Novel Kinanti Nilai pendidikan erat sekali kaitannya dengan suatu karya sastra. Suatu karya sastra dikatakan baik jika memiliki nilai-nilai pendidikan yang disampaikan oleh penulis untuk para pembaca. Nilai-nilai tersebut akan memberikan dampak positif bagi pembaca sebagai tujuan dari sebuah penulisan novel. Nilai-nilai tersebut mencakup nilai pendidikan agama, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan moral, dan nilai pendidikan budaya. Dalam novel Kinanti ini sarat akan nilai-nilai pendidikan. Setelah dibaca dan diteliti, ada beberapa nilai pendidikan yang disampaikan penulis untuk pembaca. Nilai-nilai tersebut antara lain:
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Nilai Pendidikan Agama Dalam novel ini dijelaskan bahwa bagaimanapun kesulitan hidup yang
dihadapi manusia, tetaplah harus ingat kepada Allah dan bisa mengambil hikmah dari apa yang telah kita jalani seperti terlihat dalam kutipan di bawah ini: ah, dene kowe isih diparingi kawruh anyar. Kawruh ngenani urip sing ora nate rampung. Diparingi ngerti anane awak kang lara, supaya kowe bisa ngregani kasarasaning (2001:34) Terjemahan: an berlarutpengetahuan baru. Pengetahuan bab hidup yang tiada akan pernah selesai. Diberitahu adanya tubuh yang sakit, supaya kamu bisa menghargai kesehatan tubuhmu. Diberi kesusahan, supaya kamu bisa ingat ketika sedang bersuka ria Wujud dharma bakti seorang anak kepada orang tua, apabila orang tua kita telah meninggal lebih dulu sebaiknya kita mau mendoakan. Karena sebagai manusia tidak bisa luput dari salah dan dosa. Dengan kita mau mendoakan orang tua, niscaya dosa-dosa orang tua akan diampuni oleh Tuhan, seperti kutipan di bawah ini: Ana sing luwih wigati uga, Nduk. Kowe ngerti ta yen menungsa urip ing ndonya mono ora ana sing sampurna. Kabeh nate kanggonan luput, lan dosa. Semono uga bapakmu. Dosa lan apa lupute bapakmu, mung Gusti kang priksa lan bakal paring pengadilan. Nah, mula wajibmu minangka anak kang kepengin bekti marang wong tuwamu kang wus swargi yakuwi tansah ndonga kanggo arwahe, supaya antuk pangapura sakehing dosa (2001:81) Terjemahan: Ada yang lebih penting, Nak. Kamu tahu kan kalau manusia hidup di dunia tak ada yang sempurna. Semuanya pernah mengalami salah dan
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
dosa. Begitu juga bapakmu. Apa salah dan dosa bapakmu, hanya Tuhan yang tahu dan yang akan memberikan pengadilan. Nah karena itu sudah menjadi kewajibanmu sebagai anak yang ingin berbakti kepada orang tuamu yang sudah meninggal yaitu dengan mendoakan arwahnya, supaya mend sejenak. Kebiasaan bagi sebagian besar umat Islam adalah mengirimkan doa bagi arwah yang telah meninggal dunia, seperti yang dilakukan oleh keluarga Eyang Pana terhadap almarhum
Sujarwo, anaknya. Biasanya pihak keluarga
mengundang tetangga untuk diminta bersama-sama mendoakan almarhum agar Tuhan mau mengampuni dosa-dosanya, seperti kutipan di bawah ini: Tumapake wengi diileni donga kang ndudut ati, dadi wirama suci liwat wiji-wiji tasbeh. Bebarengan muni saka tamu kang kebak, wiwit saka ruwang tengah tekan ngarep teras. Kabeh nyawiji ing ati, nyuwun sihing Gusti Kang Maha Suci supaya ngapura dosa-dosane Jarwo lan antuk papan minulya. (2001:89) Terjemahan: Berjalannya malam disertai doa yang menyentuh hati, menjadikan irama suci lewat biji-biji tasbih. Bersamaan dengan suara tamu yang memenuhi, mulai dari ruang tengah sampai teras depan. Semuanya menjadi satu minta belas kasihan dari Tuhan Yang Maha Suci supaya mau memaafkan dosa-dosanya Jarwo dan mendapatkan tempat yang mulia. Pagi hari memang menjadi waktu yang cocok untuk bermalas-malasan, tetapi tidak dengan Kinanti. Saat adzan subuh berkumandang, Lik Semi buruburu membangunkannya untuk segera melaksanakan sholat Subuh walaupun mata rasanya masih sulit untuk terbuka. Dosa rasanya apabila kita lupa terhadap Tuhan yang telah memberikan segalanya, seperti terlihat dalam kutipan di bawah ini: Turu karo Lik Semi aku ora semelang yen tangi kawanan. Dheweke bakal gugah-gugah aku, supaya aku ora telat sekolah. Adzan subuh isih keprungu nalika Lik Semi nggugah. Arepa mripat rasane isih kelet, nanging aku nyoba ngelekake saamba-ambane. Menyang kamar mandi,
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
banjur sembahyang. Ibadahe dina sing teka iki, dosa yen nganti aku lali marang sing maringi. (2001:181) Terjemahan: Tidur dengan Lik Semi aku tidak akan khawatir kalau kesiangan. Dia akan memangunkan ku, supaya aku tidak terlambat ke sekolah. Adzan subuh masih terdengar ketika Lik Semi membangunkan. Mata rasanya masih lengket, tapiaku mencoba membukanya dengan lebar. Menuju kamar mandi, lalu sembahyang. Ibadah untuk hari ini, akan sangat berdosa apabila aku sampai melupakan Tuhan yang telah memberikan segalanya. Manusia hidup di dunia sebaiknya bisa menerima terhadap apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita dengan perasaan ikhlas dan pasrah. Lain halnya dengan Yulia yang selalu merasa kurang dengan apa yang diberikan Tuhan kepadanya. Orang yang seperti itu mau diberikan harta segunung pun tidaka akan cukup baginya, seperti kutipan di bawah ini:
pandum. Uripe tansah ngangsa lan ngaya, ora bisa sumarah lan eklas nampa apa wae sing diparingake Pangeran Kang Maha Agung. Wanita kaya ngono iku, diadhepana bandha sagunung anakan, ora bakal cu (2001:160) Terjemahan: narima ing pandum. Hidupnya selalu kurang dan kurang, tidak bisa pasrah dan ikhlas menerima apa yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa. Wanita seperti itu, mau diberi harta se anak gunung pun, tidak akan cukup. Ketika mengadapi orang yang sedang sekarat dan akan meninggal dunia, biasanya ada salah seorang yang menuntun untuk menyebut nama Tuhan, seperti yang dilakukan Eyang Pana dalam menuntun Sujarwo ketika menghadapi sakarotul mau, seperti terlihat dalam kutipan di bawah ini:
muji asmane Gusti sing Kagungan Urip. Njaluka pangapura marang kabeh dosa(2001:48)
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: tuntun menyebut nama Tuhan Pemilik Kehidupan. Mintalah maaf untuk semua dosab.
Nilai Pendidikan Sosial Nilai pendidikan sosial merupakan nilai yang berkaitan dengan peranan
manusia sebagai makhluk sosial. Manusia membutuhkan peran dari manusia lain untuk menjalani kehidupannya. Ikatan tersebut akan menyatukan keragaman masyarakat dalam suatu golongan. Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam novel Kinanti terdapat dalam hubungan antar masyarakat. Suatu anggota masyarakat merasa saling bertanggung jawab dengan keberlangsungan hidup masyarakat yang lain sehingga rasa solidaritas antar mereka menjadi tinggi. Seperti perbuatan Kinanti yang merasa perduli terhadap anak jalanan yang sedang meminta-minta, seperti terlihat dalam kutipan di bawah ini: Aku durung tumindak apa-apa. Durung ngerti arep ngapa. Nanging aku kelingan yen isih duwe dhuwit sing arep dakanggo mbayar LKS. Lembar Kerja Sekolah iku bisa dakbayar sesuk, njupuk celengan. Tanpa mikir pindho, aku ngrogoh sak lan ngulungake ewon loro. (2001:168) Terjemahan: Aku belum berbuat apa-apa. Belum tahu mau apa. Akan tetapi aku masih ingat kalau aku punya uang yang akan kugunakan untuk membayar LKS. Lembar Kerja Sekolah itu bisa kubayar besuk, dengan mengambil tabungan. Tanpa berfikir dua kali, aku merogoh saku dan memberikan uang ribuan dua lembar. Rasa saling bertanggung jawab juga ditunjukkan oleh perilaku Mas Kelik. Dia bersama kawan-kawannya mempunyai sebuah wadah bernama menampung anak-anak putus sekolah karena
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
terbentur biaya ataupun mengalami berbagai masalah. Di dalam komunitas tersebut, anak-anak dididik supaya menjadi anak yang mampu hidup mandiri dan tidak berbuat onar, seperti terlihat dalam kutipan di bawah ini:
dumadi saka bocah-bocah drop-out. Ora bisa sekolah merga ora ana ragat utawa bocah bermasalah. Masalahe ya werna-werna. Nah aku sakanca ngumpulake bocah-bocah kuwi, dibina lan didhidhik supaya (2001:175) Terjemahan: yang beranggotakan anak-anak putus sekolah. Tidak bisa melanjutkan sekolah karena biaya dan anakanak bermasalah. Masalahnya beragam. Nah aku bersama teman-teman mengumpulkan anak-anak tersebut untuk dibina dan dididik supaya bisa hidup mandiri. Tidak menj Kenyataan pahit yang dialami Kinanti adalah dia tidak pernah merasakan kasih sayang dari orang tuanya. Sebenarnya hati kecilnya menjerit ketika temantemannya membicarakan tentang ibunya yang sering dijadikan tempat curhat, ibunya yang tahu kebutuhannya, sedangkan ia sendiri tidak pernah merasa memiliki ibu. Setiap kali ia berusaha mendekati ibunya ia malah diusir. Seperti terlihat dalam kutipan di bawah ini: Aku takon maneh. Aku biyasa ora weruh ibu. Karang wiwit cilik mula ora cedhak, nanging ora ana sing ngerti yen satemene atiku lara. Aku kepengin kaya kanca-kanca liyane kae, sing nyritakake bab ibune. Windy seneng nyritakake ibune sing bisa dianggo curhat. Sing tansah ngerti apa butuhe. Dina, seneng crita ibune sing galak, saben ana cowok mara mung curiga wae. Lha aku, ibuku kaya ngapa? Prasasat aku ora nate ngrasakake nduweni ibu. Wingi nalika ibu mung neng kamar wae, dakcedhaki ora gelem. Aku malah diusir. (2001:147) Terjemahan: Aku tak bertanya lagi. Aku sudah terbiasa tidak pernah melihat ibu. Memang sedari kecil tak pernah dekat, tapi tak ada yang tahu kalau sesungguhnya aku ingin seperti teman-temanku yang lain, yang
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
menceritakan hal ikhwal ibunya. Windy suka menceritakan ibunya yang biasa menjadi tempat curhatnya. Yang tahu semua kebutuhannya. Dina, suka bercerita tentang ibunya yang galak, setiap ada cowok yang datang selalu curiga. Lha sementara aku, ibuku seperti apa? Sama sekali aku tidak pernah merasakan memiliki ibu. Kemarin ketika ibu hanya berdiam diri di kamar, aku mencoba mendekati tapi tidak mau. Aku malah diusir. Kenyataan bahwa Yulia sekarang sudah menjadi wanita terhormat tidak ia sadari. Sujarwo berkali-kali mengingatkan bahwa sebagai istri bos dia tidak bisa berbuat seenaknya keluar masuk diskotek, lagipula Sujarwo merasa malu dengan anak buahnya, banyak yang segan dan menghormatinya. Ia juga merasa malu karena orang tua Sujarwo juga merupakan orang yang terhormat dan disegani di kampung, seperti kutipan di bawah ini: Lho, Jeng Yulia ki saiki wis dadi nyonya Sujarwo. Wus ora bisa bebas kaya biyen maneh, sing dolan ijen saba diskotek, Jeng. Ala-ala aku boss neng kantor. Disuyuti lan kajen keringan. Bapak lan ibu uga mujudake wong tuwa kang kinormat ing kampung. (2001:94) Terjemahan: Lho, Jeng Yulia sekarang sudah menjadi nyonya Sujarwo. Sudah tidak bisa bebas seperti dulu lagi, yang sendirian keluar masuk diskotek, Jeng. Jelek-jelek begini aku seorang boss di kantor. Dihormati dan disegani. Bapak dan ibu juga merupakan orang tua yang terhormat di kampung. c.
Nilai Pendidikan Budaya Nilai pendidikan budaya terkait dengan kebiasaan yang turun temurun
dari suatu kaum atau golongan masyarakat. Nilai-nilai tersebut mengungkapkan perbuatan yang dipuji atau dicela, pandangan hidup manusia yang dianut atau dijauhi, dan hal-hal apa yang diunjung tinggi. Budaya masyarakat kaum priyayi yang ditunjukkan dalam novel ini terkait dengan kebiasaan hidup yang dijalani keluarga Sujarwo yakni ketika sarapan harus berada di ruang makan sambil menunggu bapak dan ibunya
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sujarwo, selain itu ada lagi kebiasaan untuk bangun pagi, melayani keperluan suami sebelum berangkat ke kantor, dan mengantarkan sampai masuk mobil, seperti terlihat dari kutipan di bawah ini: Yen sarapan ngenteni yen bapak lan ibune Mas Jarwo wis mapan lungguh ing ruang maem. Aku uga ora bisa tangi sakepenakku dhewe, arepa wis ana rewang sing kajibah open-open dalem sing gedhene ora mekakat iki. Aku kudu tangi esuk, ngladeni kabutuhane Mas Jarwo nalika arep ngantor lan ngancani maem nganti nguntabke menyang mobil. (2001:93) Terjemahan: Kalau mau sarapan menunggu ayah dan ibu Mas Jarwo duduk di ruang makan. Aku juga tidak bisa bangun seenaknya, walaupun sudah ada pembantu yang bertugas mengurusi rumah yang segini besarnya. Aku harus bangun pagi, melayani kebutuhan Mas Jarwo ketika hendak ke kantor lan menemani sarapan sampai mengantarkan sampai mobil. Sebagian besar masyarakat Jawa masih memegang teguh budaya dalam memilih jodoh bagi putra putrinya. Masyarakat Jawa mengenal istilah Bibit, Bobot, dan Bebet. Bibit behubungan dengan keturunan dan asal usul, Bobot berhubungan dengan harta benda yang dimiliki/ pekerjaan, sedangkan Bebet berhubungan dengan tingkah laku si calon menantu. Seperti terlihat dalam kutipan di bawah ini:
merkarakake bab bobot, bibit, lan bebet jroning jejodhowan? bobot, bibit, lan bebet iku mau luwih marang pribadine si calon jodho kuwi. Ora marang apa-apane, nanging marang rasa kamanungsane si menungsa iku. (2001:198) Terjemahan: masih mempermasalahkan
bab bobot, bibit, dan bebet dalam suatu
Eyang tersenyu berkaitan dengan bobot, bibit, dan bebet itu tadi lebih kepada diri pribadi
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
si calon jodoh tadi. Bukan karena apa-apanya, tetapi lebih pada rasa kemanusiaan manusia tersebut. Masyarakat Jawa juga memiliki budaya pra nikah. Apabila seorang sudah memantapkan pilihannya pada wanita yang dicintai, maka orang tua pihak pria akan melakukan tradisi yaitu lamaran, semacam memberikan seserahan dari pihak pria kepada pihak wanita yang hendak dinikahinya. Tradisi lamaran ini sampai
sekarang
masih
dilaksanakan
masyarakat
sebelum
melakukan
pernikahan, seperti terlihat dari kutipan di bawah ini: Aku weruh Widarini neng bangku kuliah anyaran. Aku sing ora bisa srawung, luwih-luwih karo wanita ora kepengin Widarini tiba ing tangan liya. Iba bungahku nalika dheweke ngimbangi pangrasaku lan ora kabotan wektu iku uga daklamar. (2001:20) Terjemahan: Aku kenal Widarini saat di bangku kuliah pertama kali. Aku yang tidak bias bergaul . lebih-lebih dengan wanita tidak ingin Widarini jatuh ke tangan orang lain. Betapa bahagianya hatiku ketika dia membalas perasaanku dan tidak keberatan seketika itu juga aku melamarnya. Pada waktu ada orang meninggal, biasanya masyarakat Jawa melakukan tradisi Brobosan, yakni menyusup ke bawah keranda jenazah sebelum dibawa ke pemakaman. Tradisi ini dimaksudkan agar sang keluarga yang ditinggal bisa mengikhlaskan kepergian almarhum, seperti yang dilakukan keluarga Eyang Pana ketika jenazah Sujarwo hendak dimakamkan, seperti kutipan berikut ini: Srengenge wus adoh ninggalake titik kulminasi. Upacara kanggo Jarwo mbaka sithik, mlaku kanthi rancak. Pak Kaum Jazim mimpin donga kanthi khidmat. Aku weruh Lik Semi kang gage dakawe. Sawuse upacara brobosan sangisore jenazah, dheweke dakkongkon nggawa mlebu Yulia. (2001:68) Terjemahan: Matahari sudah jauh meninggalkan titik kulminasi. Upacara untuk Jarwo sedikit demi sedikit, berjalan dengan runtut. Pak Kaum Jazim memimpin doa dengan khidmat. Aku melihat Lik Semi buru-buru ku panggil.
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
Setelah upacara brobosan di bawah jenazah, dia taksuruh membawa masuk Yulia. Adat dan budaya setelah kita menginjakkan kaki di area pemakaman adalah mencuci kaki dan tangan kita sebelum masuk rumah, hal ini dimaksudkan agar kotoran yang berasal dari makam tidak terbawa masuk ke rumah, segala keburukan yang terbawa dari makam juga akan sirna, seperti yang dilakukan oleh keluarga eyang Pana terlihat dari kutipan di bawah ini: Kinanti mudhun keri dhewe, lan gondhelan lengenku. Ing kran sing mau kanggo wisuh Anjani, aku, Hapsari, lan Kinanti uga reresik ing kono. Supaya rereged sing mau katut ing dalan ilang nalika mlebu ngomah. (2001:70) Terjemahan: Kinanti turun paling belakangan, dan memegang lenganku. Di kran yang tadi digunakan mencuci kaki dan tangan Anjani, aku, Hapsari, lan Kinanti juga bersih-bersih di situ. Supaya kotoran yang tadi terbawa dari jalan hilang sirna ketika masuk rumah. d. Nilai Pendidikan Moral Nilai pendidikan moral berkaitan dengan kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku dalam diri seorang manusia. Nilai pendidikan moral akan menuntun seseorang berpikir secara bijak untuk memilah dan memilih hal yang baik dan buruk. Perilaku yang baik akan membawa si pelaku menuju jalan kebaikan dan keberkahan, seperti yang dilakukan Lik Semi walaupun dari kalangan orang kecil tetapi selalu berbuat baik dan jujur terhadap keluarga Eyang Pana. Kejujuran dan ketulusan hati Lik Semi nantinya akan membawa ketentraman, seperti kutipan di bawah ini:
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ilik, nanging ora perlu cilik ati, Lik. Merga uripmu jujur golekane, nanging kejujuran lan ketulusan angel ditiru, kamangka ya (2001:42) Terjemahan:
dicari, tetapi kejujuran dan ketulusan sulit ditiru, oleh sebab jujur dan tulus itulah yang akan membawa ketentra Perilaku yang baik juga ditunjukkan oleh Kelik yang teringat masa lalunya saat semua biaya sekolahnya sampai SMA ditanggung oleh Pak Jarwo. Ia tidak akan lupa budi baik yang dilakukan Pak Jarwo dan keluarganya, dan ia akan ingat sampai kapanpun, apalagi ketika meninggal aku tidak sempat mengantarkan jenazahnya karena sedang ke Jakarta, seperti kutipan di bawah ini: Kelingan marang Pak Jarwo, kang wus ngentekake ragat akeh nganti aku rampung SMA, njalari aku rumangsa kepotangan budi akeh banget. Apamaneh nalika sedane wae nganti aku ora ngerteni, merga lagi menyang Jakarta. (2001:198) Terjemahan: Teringat pada Pak Jarwo, yang sudah menghabiskan biaya yang tidak sedikit sampai aku selesai menamatkan pendidikan SMA, membuat aku merasa berhutang budi banyak sekali. Apalagi ketika meninggalnya saja aku sampai tidak tahu, karena aku sedang di Jakarta Moral yang tidak baik ditunjukkan oleh Yulia. Setelah mengenal dan akrab dengan ibu-ibu dari kalangan atas, ia malah merendahkan dirinya dengan meninggalkan kewajiban dalam rumah tangga, mencari kebebasan mengumbar hawa nasu, bahkan memiliki kebiasaan bermain kartu remi. Seperti terlihat dalam kutipan di bawah ini: Luwih-luwih nalika dheweke wiwit srawung karo para ibu-ibu saka kalangan dhuwur kang kudune diajeni, nanging malah ngasorake dhiri
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kanthi ninggal bot repote bale somah. Luru kabebasan nguja hawa nefsu, nuruti karepeng setan. Salah sijine kaya sing mentas dakprangguli, (2001:30) Terjemahan: Terlebih lagi ketika dia mulai bergaul dengan para ibu-ibu dari kalangan atas yang seharusnya dihargainya, tapi malah merendahan dirinya dengan meninggalkan kewajiban dalam rumah tangga. Mencari kebebasan mengumbar hawa nafsu, menuruti kehendak setan. Salah satunya seperti yang barusaja ku lihat yaitu berjudi dengan kartu remi. Tindakan Yulia dan teman-temannya membuat gerah orang lain, yakni ketika suaminya baru beberapa hari meninggal dunia, ia dan teman-temannya malah dengan suara keras dan ramai bermain kartu remi tanpa perduli dengan keadaan sekitarnya, seperti terlihat di bawah ini: Swarane wong kang tuguran kaya tawon ing kupingku, gemrunggung. Aku ora bisa nyalahake, jroning kesusahan liyan wong-wong iku penak banget padha gojeg, nyuwara sero dolanan domino. (2001:61) Terjemahan: Suara orang yang berjudi seperti suara tawon di kupingku, bergemuruh. Aku tidak bisa menyalahkan, dalam kesusahan orang lain orang-orang itu seenaknya saja saling bergurau, bersuara lantang bermain domino.
Perilaku buruk Yulia yang lain adalah ternyata ia memiliki pacar gelap seorang mahasiswa bernama Boy. Semua biaya kuliah Boy sepenuhnya ditanggung oleh Yulia. Walaupun Yulia berstatus janda tetapi janda seorang pejabat, ia memiliki kulit putih dan seksi, seperti kutipan di bawah ini: ng lanang iku kemlesik. jarene. Seneng dados pacare Bu Yulia nika, diuja napa mawon mboten sah nyambut gawe. Turna malih, ajenga Bu Yulia nika stw ning tesih seksi. Kulite....hiih, sayange kul (2001:152)
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan:
katanya. Senang jadi pacar Bu Yulia, diumbar apa saja tidak usah bekerja. Lagipula, walaupun Bu Yulia itu stw tapi masih seksi.
Tindakan Anjani yang kurang menghormati ibu tirinya itu dikarenakan umur Yulia jauh dibawahnya. Alasan lain karena Yulia berasal dari wanita
kutipan di bawah ini:
kuwi. Umure Yulia mula saadhine, lan dheweke uga ngerti saka klas kaya ngapa wanita sing dikawin bapakne kuwi. (2001:56) Terjemahan: ibu tirinya itu. Umur Yulia yang pantas menjadi adikya, dan dia juga tahu dari kelas apa wanita yang dinikahi bapaknya itu.
B. Pembahasan 1. Latar Belakang Sosial Pengarang Novel Kinanti Cerita lahir dari hasil imajinasi atau rekaan yang bersifat fiktif atau tidak nyata. Sebuah karya sastra lahir dari hasil imajinasi pengarang yang bersumber dari pengalaman dan realisasi batin. Jadi bekal utama suatu karya sastra adalah pengalaman empiris yang sudah mengendap di dalam batin pengarang. Lahirnya sebuah karya sastra tidak terlepas dari kehidupan pengarang. Masalah-masalah kehidupan yang dipaparkan dalam sebuah cerita merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
masalah yang sudah akrab dan digeluti setiap hari. Masalah-masalah yang diangkat dalam suatu cerita tidak hanya berangkat dari kehidupan pribadi pengarang, tetapi juga bisa berasal dari orang lain atau dari lingkungan dimana pengarang tinggal dan menetap. Dunia yang dihadapi seorang pengarang sedikit banyak mempengaruhi lahirnya sebuah karya sastra. Hal tersebut sama seperti yang terjadi pada novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi. Ide cerita muncul dari keprihatinan beliau terhadap anak-anak yang diterlantarkan oleh orang tuanya karena kesibukan dan berbagai alasan lain. Kenyataan yang terjadi sekarang ini memang terjadi dalam sebuah keluarga, banyak diantara ibu yang sibuk mengejar karir sampai-sampai lupa pada anaknya. Kedudukan seorang perempuan di dalam keluarga seharusnya menjadi ibu bagi anak-anaknya dan menjadi istri dari suaminya. Seorang ibu hendaklah mengasihi anaknya, baik sewaktu masih berada dalam kandungan maupun pada saat lahir di dunia. Pemilihan judul Kinanti tidak serta merta hanya memberikan judul suatu karya sastra, dalam hal ini novel, akan tetapi memiliki arti tersendiri. Nama Kinanti berasal dari salah satu nama tokoh yang terdapat dalam novel yang mana merupakan tokoh penggerak cerita. Kinanti lahir dari seorang ibu yang berprofesi sebagai wanita penghibur. Akan tetapi dari asal usul ibunya inilah kemudian tokoh Kinanti menjadi sosok yang sederhana, memiliki ketulusan hati, pantang menyerah, berjiwa besar, tidak membedakan status sosial, dan hormat kepada orang tua, berkat didikan eyangnya.
perpustakaan.uns.ac.id
Nama Kinanti sendiri berasal dari ba
79 digilib.uns.ac.id
.
Oleh karena kehadiran seorang anak sangat diharapkan dan senantiasa dinantikan oleh kedua orang tuanya.Haal ini berbanding terbalik karena dengan kehadiran seorang Kinanti malah dia disia-siakan (diterlantarkan) ibunya sendiri yang telah melahirkannya. Novel ini ditulis karena adanya kegelisahan seorang Margareth Widhy Pratiwi karena kesibukan perempuan sehingga meminggirkan keluarganya. Novel Kinanti mengangkat kehidupan masyarakat perkotaan, dalam hal ini berlokasi di sebuah kota kecil di pinggiran Yogyakarta. Novel ini mengupas kehidupan keluarga priyayi kaya raya yang memiliki banyak pembantu. Ibu Yulia (istri Sujarwo) sang pemilik rumah merasa kurang tercukupi kebutuhan batinnya sehingga mencari pacar seorang mahasiswa. Ia lupa akan anak kandungnya yang bernama Kinanti yang sehari-hari diurus pembantunya. Perempuan yang terlalu sibuk mengejar urusannya sendiri sehingga melupakan perkembangan kejiwaan dan mental anak. Padahal peran seorang ibu dalam sebuah keluarga sangat berpengaruh terhadap kejiwaan, mental, dan masa depan anak. Sebenarnya, seorang ibu rumah tangga yang bekerja keras demi mendidik dan mengasuh anak-anaknya setidaknya sudah menggambarkan kekuatan seorang perempuan. Pengarang merupakan bagian dari anggota masyarakat, sehingga pengarang juga terikat dengan sistem sosial yang melingkupinya. Pengarang dapat menciptakan sebuah cerita berkat inspirasi dari lingkungan disekitarnya. Latar belakang pengarang yang berprofesi sebagai seorang guru sebuah PKBM
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
itiprayan. Beliau sangat peduli dengan pendidikan anak-anak, oleh karena itu pilihan menjadi guru TK sangat cocok bagi dirinya. Baginya, anak-anak merupakan sumber hiburan dan inspirasi baginya. Mengajar anak-anak dengan gayanya sendiri yakni dengan teknik bercerita membuatnya tidak kehabisan ide, dikarenakan kebiasaanya menulis cerita di berbagai majalah bahasa Jawa. Selain mengangkat problematika ketidak harmonisan keluarga dalam novel Kinanti, Widhy juga menyinggung masalah status sosial yakni hubungan antara Kinanti dengan Mas Kelik yang merupakan anak dari pembantunya yang bernama Lik Semi. Disitulah Widhy membuka cakrawala pembaca untuk tidak membeda-bedakan status sosial dalam hal mencari pasangan hidup. Masalah status sosial juga terlihat dari hubungan antara keluarga eyang Pana dengan para pembantunya. Karena lamanya bekerja di rumah eyang Pana, para pembantunya dianggap seolah-olah seperti saudaranya sendiri. Sebagai seseorang yang lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga Jawa, apalagi di pusat kebudayaan Jawa, maka sudah sewajarnya hasil karya yang di tulis Widhy menyuguhkan faktor sosial
budaya yang ada dalam
masyarakat Jawa. Pandangan dan falsafah hidup Jawa seringkali ia tampilkan dalam karya-karyanya.
Kacang ora Ninggal Lanjaran
ditampilkan dalam novel Kinanti. Kinanti yang memiliki ibu seorang pelacur memiliki budi pekerti yang halus berkat didikan dari Eyang Pana dan Sujarwo ayahnya. Rupanya budi pekerti Kinanti merupakan titisan dari Sujarwo dan eyang Pana, bukan dari Yulia. Latar kehidupan sehari-hari serta realita-realita
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
yang selalu dilihat dan dialami dalam masyarakat lingkungan tempat tinggalnya inilah yang mampu menjadikan ide atau gagasan dalam proses kreatif penciptaan novel Kinanti ini. Dalam menuangkan ide untuk karya-karyanya, Widhy tidak bisa lepas dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat. Keaktifan berorganisasi dalam wadah PKK juga ia tuangkan novel Kinanti ini. Yaitu penggambaran tokoh Yulia yang merupakan istri seorang pejabat yang sibuk berorganisasi dan bergaul dengan sesama istri pejabat. Akan tetapi Yulia akhirnya malah salah dalam bergaul dengan istri pejabat yang tidak terpuji perbuatannya. Pengarang novel Kinanti berlatar belakang dari tingkat sosial masyarakat kelas menengah ke atas. Hal ini dikarenakan pengarang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi yakni sempat menamatkan bangku perguruan tinggi. Selain itu, selain berprofesi sebagai penulis, beliau juga masih menyempatkan diri mengajar Taman Kanak-kanak di lingkungan tempat tinggalnya. Menurut Max Weber dalam Maftuh, Bunyamin (1996: 87) penyair atau sastrawan dalam stratifikasi sosial bisa masuk dalam kelas menengah karena derajad pengetahuan yang dimilikinya, meskipun ekonominya morat-marit dan tidak menguasai alat produksi. 2. Latar Belakang Sosial dalam Novel Kinanti Cerita lahir dari hasil imajinasi atau rekaan yang bersifat fiktif atau tidak nyata. Cerita juga merupakan pengalaman batin dari seorang pengarang. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Dr. Elema bahwa bekal utama
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
suatu karya adalah pengalaman empiris yang sudah mengendap di dalam batin pengarang, dalam Waluyo (2002:53). Seorang pengarang hidup dan berhubungan dengan orang lain yang berada disekitarnya, oleh karena itu dalam proses penciptaan karya seseorang pengarang tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan sosialnya. Sastra menampilkan gambaran kehidupan yang terjadi dan berkembang dalam masyarakat (mimesis). Gambaran kehidupan dalam hal ini mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia dengan manusia lain, serta antarperistiwa dengan peristiwa yang lain yang terjadi dalam batin seseorang. Oleh karena itu sastra ditulis berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan yang melatarbelakanginya. Latar belakang sosial yang ditampilkan dalam novel ini memberikan kesan tersendiri terutama dalam alur cerita yang disajikan pengarang. Pembaca akan lebih mudah masuk ke dalamnya karena adanya penggambaran dasar dari lingkungan di sekitarnya. Dalam novel Kinanti menggambarkan latar belakang sosil asyarakat tingkat menengah ke atas. Hal ini dibuktikan dengan pendapat Max Weber dalam Sarilan (2006:178) yang menyatakan ukuran derajad pengukuran status sosial menggunakan ukuran derajad pekerjaan, pendapatan, kualitas rumah, dan area tempat tinggl. Latar belakang sosial yang ditampilkan dalam novel ini dapat dilihat dari segi pendidikan, pekerjaan, bahasa, tempat tinggal, kebiasaan hidup, serta cara pandang masyarakat terhadap perspektif kehidupan.
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
a. Pendidikan Latar belakang pendidikan pengarang yang sempat mengenyam pendidikan tinggi memiliki berpengaruh yang besar dalam penciptaan novel ini. Pendidikan dianggap sebagai hal yang penting dan harus dirasakan oleh semua anak. Fungsi pendidikan menurut Saptono, (2006:117) adalah menyiapkan anak-anak untuk menyongsong kehidupan serta membantu perkembangan potensi anak sebagai pribadi yang utuh dan mahluk sosial yang bermanfaat bagi kehidupan sosial. Dalam potret masyarakat perkotaan, pendidikan tinggi sampai sarjana bukanlah barang langka. Banyak diantara anak-anak kota yang sempat mengenyam pendidikan sampai sarjana. Walaupun sudah berkeluarga sekalipun, pendidikan tetap dipandang perlu, seperti yang dilakukan Hapsari, cucu eyang Pana yang meraih gelar sarana ketika anaknya mulai masuk bangku TK. Sama halnya dengan Mas Kelik yang merupakan anak orang tidak mampu, yang sehari-hari bekerja di rumah eyang Pana. Dengan belas kasihan dari keluarga Sujarwo ia dapat bersekolah sampai bangku SMA dengan biaya dari Sujarwo. Tidak sampai disitu saja, Mas Kelik bahkan mampu melanjutkan kuliah di fakultas bergengsi berkat bantuan dari kakak-kakaknya. Maka tidak mengherankan jika Mas Kelik mampu meraih gelar sarjana. Pola pikir mengenai pendidikan antara masyarakat perkotaan dengan pedesaan jelas beda. Hal ini diperkuat dengan kondisi geografis antar keduanya. Begitu juga sarana dan prasarana di kota lebih baik, lengkap, dan maju. Perbedaan inilah yang berpengaruh terhadap kecenderungan orang tua
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu arus likuiditas keuangan di kota sangat cepat terjadi. Banyaknya wadah lembaga keuangan seperti bank, koperasi, pegadaian sangat memungkinkan masyarakat untuk melakukan pinjaman berjangka guna memenuhi biaya pendidikan bagi anak-anak mereka. Faktor lingkungan juga merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipungkiri terkait dengan pendidikan. Masyarakat kota yang setiap hari melihat persaingan antar sesama, antar tetangga, persaingan dalam memenuhi kebutuhan sehingga muncul pemikiran untuk menekankan pendidikan sebagai hal utama bagi putra-putrinya b. Pekerjaan Pekerjaan manusia membawa pengaruh kepada kedudukan dan status sosial individu dalam lingkungan masyarakat (Sarilan, 1996: 16). Seseorang yang bekerja sebagai kepala desa, guru, atau pegawai negeri, oleh masyarakat dipandang sebagai orang-orang yang memiliki status tinggi serta mendapat kehormatan atau tempat tersendiri. Sebaliknya bagi mereka yang bekerja sebagai buruh, pembantu rumah tangga, pedagang kecil, apalagi pengangguran kurang mendapat tempat atau kehormatan dalam masyarakat. Masyarakat perkotaan mengutamakan strata dalam keluarga dilihat dari segi pekerjaan. Pekerjaan sebagai pegawai sebuah BUMN seperti yang dilakukan oleh Sujarwo membuat ia dan keluarga memiliki tingkat ekonomi yang mapan, dikarenakan ia telah menduduki jabatan penting di tempat kerjanya, bahkan sempat dipromosikan menjadi kepala BUMN dengan gaji
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
yang besar. Karena pekerjaan Sujarwo inilah, dia dan keluarganya memiliki strata sosial yang tinggi di lingkungan tempat tinggalnya. Disegani oleh para tetangga bahkan anak buahnya. Stratifikasi sosial keluarga Sujarwo menurut Mac Iver dalam Soekanto (1990:35) termasuk sistem pelapisan sosial tipe Oligarkis, yakni pelapisan sosial yang masih memiliki garis pemisah yang tegas yang mana terdiri dari raja, pegawai tinggi, pengusaha, dan pengacara. Masyarakat wilayah perkotaan karena adanya kesenjangan ekonomi yang tinggi, tingkat pendidikan yang rendah serta minimnya kesempatan kerja membuat sebagian kecil warganya memilih menjadi pembantu rumah tangga. Seperti yang dilakukan oleh Lik Semi dan suaminya, yang mana ia dan keluarganya tinggal di rumah Sujarwo dan menjadi pembantu rumah tangga. Bahkan, anak Lik Semi bisa bersekolah sampai jenjang SMA atas biaya dari keluarga Sujarwo. Memang, walaupun Lik Semi merupakan pembantunya, tetapi Sujarwo dan keluarganya sudah menganggapnya sebagai saudaranya sendiri karena sudah sangat lama ia bekerja dan ikut keluarga Sujarwo. Selain bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang bertugas membersihkan rumah, Lik Semi juga bertugas memasak dan mengasuh Kinanti. Maka tidak mengherankan jika Kinanti lebih dekat dengan Lik Semi daripada dengan ibunya sendiri, Yulia. Memang di kota-kota besar seperti di Jakarta, Bandung, Yogyakarta tidak mengherankan jika sebuah keluarga memiliki lebih dari satu pembantu. Kontinuitas pekerjaan dengan beragam kesibukan yang dihadapi, sering menghinggapi pasangan suami istri yang bekerja. Tidak dipungkiri, pekerjaan
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
rumah tangga sehari-hari dari membereskan rumah sampai mengasuh anak mereka percayakan sepenuhnya kepada pembantu. Belakangan ini marak kejahatan di perumahan berkedok pembantu. Apalagi pembantu yang dipekerjakan tidak diketahui secara persis asal usulnya. Ketenangan suatu keluarga menjadi taruhan yang sangat mahal. Mereka dapat mencari wakil untuk mengurusi pekerjaan rumah dan mengasuh anak dengan mengedepankan prinsip mengambil pembantu dari keluarga dekat. Alasan-alasan diatas dapat dijadikan dasar pertimbangan seorang keluarga dalam mempekerjakan seorang pembantu rumah tangga. Maka, sebagian dari masyarakat kota memilih mengasuh putra putrinya sendiri dengan keluar dari profesi semula, menjadi ibu rumah tangga. Seperti yang dilakukan Widarini saat memiliki anak dari Sujarwo. Ia memutuskan tidak menamatkan kuliahnya dan lebih memilih fokus untuk mengurus putri yang baru dilahirkannya. Ia ingin mengurus sendiri serta mencurahkan semua waktu dan kasih sayangnya untuk buah hatinya itu. Keinginan Widarini disambut baik oleh Sujarwo. Masalah keibuan, status sebagai istri, dan ibu rumah tangga merupakan hal yng amat fundamental dan vital. Seorang wanita tidak dianggap sempurna manakala tidak menangani urusan dalam rumah tangga. Kasih sayang dalam keluarga memerlukan poros utama yaitu ibu rumah tangga. Tanpa kehadiran ibu rumah tangga, keluarga akan terasa kering tanpa makna. Profesi sebagai ibu rumah tangga merupakan posisi sangat terhormat, karena melingkupi faktor-faktor sosial dengan keluarga dan masyarakat. Ibu rumah tangga
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan peletak dasar agama dan pendidik yang baik dan pengusung nilainilai sosial yang begitu mulia. Ada beberapa masyarakat perkotaan yang kurang memiliki iman yang kuat sehingga mereka mencari uang dengan cara yang tidak halal seperti melacur dan menjadi pengedar obat-obatan terlarang. Kesulitan hidup yang menghimpit sangat mempengaruhi pilihan pekerjaan tersebut. Sebenarnya, mereka juga ingin bekerja denan cara yang halal. Akan tetapi karena sulitnya mendapatkan pekerjaan karena tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadahi membuat mereka berpikiran mengambil jalan pintas. Bagi mereka, yang terpenting adalah mereka bisa makan dan melanjutkan hidup. Hal ini digambarkan melalui sosok Yulia yang bekerja keluar masuk diskotek dan menemani minum para tamu-tamu sampai pagi. Pekerjaan melacur pada novel ini tidak digambarkan secara vulgar. Yulia digambarkan sebagai
sosok wanita cantik yang memakai sackdress
dengan bagian dada agak terbuka sembari menemani para lelaki minum. Memang baik di kota besar maupun kecil, keberadaan diskotek serta warung remang-remang telah menyebar. Sangat mudah mencari dan menemukannya. Hal tersebut menjadi solusi cepat bagi orang yang tidak memiliki iman yang kuat. Menurut istilah sosiologi tindakan yang dilakukan oleh Yulia dapat dikatakan sebagai perilaku menyimpang. Berdasarkan pendapat James Van Zanden dalam Sarilan (1996:93) mendefinisikan perilaku menyimpang sebagai perilaku warga masyarakat baik secara individu maupun kelompok, langsung
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
atau tidak langsung dianggap sebagai hal yang tercela diluar batas toleransi serta bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Jenis penyimpangannya termasuk dalam kategori kenakalan orang tua. Kenakalan tidak hanya dilakukan oleh anak-anak atau remaja, tetapi perilaku menyimpang seringkali justru dilakukan oleh orang tua, misalnya berjudi, minum-minuman keras, berprilaku sex bebas dan pelanggaran hukum lainnya. c. Bahasa Bahasa adalah sistem simbol yang memungkinkan warga masyarakat berkomunikasi satu sama lain. Selain itu bahasa merupakan alat utama dalam proses pewarisan budaya yang berfungsi sebagai media untuk mempersepsi kenyataan atau dunia (Saptono, 2006:40). Bahasa yang digunakan dalam novel Kinanti adalah bahasa Jawa. Hali ini dikarenakan setting tempatnya menggunakan daerah di pinggiran kota Yogyakarta. Seperti kita ketahui, bahwaYogyakarta merupakan kota pusat berkembangnya bahasa dan budaya Jawa. Maka tidak mengherankan apabila bahasa Jawa berkembang sangat baik disana, dan dapat menjadi inspirasi bagi pengarang. Hampir sebagian besar masyarakat Yogyakarta
berkomunikasi
menggunakan bahasa Jawa Bahasa Jawa merupakan bahasa yang unik. Hal ini dikarenakan dalam bahasa Jawa mengenal tingkat tutur yang lazim pula disebut dengan istilah unggah ungguh basa. Dalam bahasa Inggris tingkat tutur lebih dikenal dengan speech level. Unggah-ungguh yang merupakan khazanah budaya bangsa itu
perpustakaan.uns.ac.id
89 digilib.uns.ac.id
sampai saat ini masih digunakan dan dilestarikan oleh masyarakat penutur bahasa Jawa. Menurut Ekowardono dalam Sasangka (2010:18) mengelompokkan tingkat tutur menjadi dua, yaitu ngoko dan krama. Bentuk ngoko dibagi menjadi dua yaitu ngoko lugu dan ngoko alus. Sedangkan bentuk krama juga dibagi menjadi dua yakni krama lugu dan krama alus/ inggil. Bentuk ngoko lugu digunakan oleh orang tua kepada anak, guru kepada murid, serta atasan kepada bawahan. Seperti yang dituturkan oleh Yulia kepada Yu Kas, pembantunya. Bentuk ngoko alus digunakan oleh orang yang sudah akrab dan dihormati, seperti yang dituturkan oleh Dik Imam (rekan kerja Sujarwo) kepada Sujarwo. Mereka berdua teman yang sudah akrab. Untuk menghormati Sujarwo karena alasan tertentu, maka Dik Imam menggunakan basa ngoko alus. Ujaran krama lugu digunakan oleh Bu Aminota terhadap eyang Pana ketika ia mencari Yulia ke rumah Eyang Pana. Bu Aminotoyang kesal karena sudah berusaha mencari Yulia kemana-mana dan tidak menemukannya, lalu bertemu eyang Pana, oleh karena itu untuk menghormati eyang Pana, ia cukup menggunakan ragam krama lugu. Sementara ujaran krama inggil digunakan eyang Pana kepada Bu Aminoto, walaupun Bu Aminoto agak tidak sopan kepadanya tapi ia tetap menghormatinya dengan menggunakan ragam krama inggil. Begitu juga dengan semua pembantu dan sopirnya jika berbicara dengan Eyang Pana selalu menggunakan ragam krama inggil untuk menghormati majikan mereka.
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
d. Tempat Tinggal Novel Kinanti mengambil latar kehidupan masyarakat perkotaan di sebuah kota kecil di pinggiran Yogyakarta. Sebagian besar settingnya menyebutkan beberapa tempat di kawasan Yogyakarta seperti Jalan Malioboro, Kridosono, Nitipuran, Wates, dan hotel Garuda. Selain itu, dalam novel menggambarkan ciri-ciri tempat tinggal masyarakat perkotaan dengan tingkat ekonomi cukup tinggi biasanya memiliki bentuk rumah moderen dan besar, bagus, serta memiliki pagar yang tinggi untuk melindungi penghuni rumah dari kejahatan, seperti rumah milik Bu Aminoto. Selain itu rumah-rumah mewah tersebut memiliki kamar yang ukurannya luas, memiliki perabotan bagus-bagus dan terbuat dari kayu Jati serta fasilitas yang lumayan lengkap di dalamnya. Seperti kamar lengkap dan luas yang dihuni oleh Sujarwo. e. Kebiasaan Hidup Masyarakat yang tinggal di kawasan perkotaan biasanya memiliki kebiasaan-kebiasaan sendiri yang sering mereka lakukan. Kebiasaan yang mencerminkan perilaku konsumtif misalnya, dengan berbelanja kebutuhan pokok di pasar swalayan. Memang di kota banyak sekali dibangun pasar-pasar swalayan yang menyediakan berbagai macam kebutuhan manusia. Hal inilah yang mendorong perilaku konsumtif warga perkotaan. Selain karena pengaruh lokasi pasar swalayan yang mudah dijangkau, rasa gengsi yang berlebihan yang dimiliki masyarakat kota juga mendorong perilaku konsumtif. Sebagian dari mereka merasa kurang nyaman jika berbelanja di pasar tradisional. Mereka
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
lebih memilih pasar swalayan dikarenakan lebih nyaman tempatnya, selain itu pasar barang-barang yang dijual di pasar swalayan memiliki kualitas yang bagus karena telah melewati proses penyortiran terlebih dahulu. Seperti halnya yang dilakukan Yulia, ia lebih memilih membeli daging di pasar swalayan Hero karena dagingnya memiliki kualitas yang baik. Selain perilaku konsumtif yang menjadi kebiasaan masyarakat perkotaan, ada lagi kebiasaan buruk yang dilakukan sebagian masyarakatnya, yakni mengunjungi tempat hiburan malam seperti diskotek dan warung remang-remang. Di kota-kota besar banyak ditemukan tempat hiburan malam serta warung remang-remang. Mulai di pinggir jalan sampai pelosok gang kita akan temukan pemandangan serupa Menjamurnya tempat-tempat tersebut diatas menyebabkan sebagian warganya memilih bekerja di diskotek, entah menjadi pramusaji, atau bahkan menemani tamu untuk minum, seperti yang dilakukan Yulia. Para wanita-wanita malam tersebut biasnya bekerja pada malam hari, mengenakan pakaian yang minim, sexy, bahkan mempertontonkan kemolekan tubuhnya. Mereka bisa bekerja bahkan sampai pagi, tergantung permintaan tamu. Selama mereka menemani tamunya ngobrol, tak lupa alkohol selalu menjadi minuman favorit. Minuman seperti inilah yang biasa dijual di tempattempat hiburan malam. Bahkan tidak jarang, obat-obatan terlarang seperti ectasy dan sejenisnya biasanya juga diperjual belikan disana. Bisa lewat calo atau langsung kepada pengedarnya, seperti yang dilakukan oleh Yulia dan pak Aminoto yang sering bertransaksi ectasy di diskotek.
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kebiasaan yang dilakukan masyarakat perkotaan yang lain adalah suka berdandan berlebihan, walaupun usianya sudah tua. Mereka tidak peduli dengan sekitarnya. Termasuk memakai semua perhiasan emas yang dimilikinya. Bahkan tidak tanggung-tanggung semua perhiasan yang dimiliki dipakai semua sehingga menimbulkan suara gemericing. Hal inilah yang dilakukan bu Aminoto yang memang terkenal kaya raya. Perilaku bu Aminoto inilah yang bisa menimbulkan kecemburuan sosial, selain itu perilakunya dapat memancing kejahatan. Persaingan yang terjadi di kota memaksa warganya untuk bekerja keras. Tak terkecuali seorang wanita, bahkan ibu. Banyak diantara ibu-ibu di kota bekerja sampai malam. Mereka yang mempunyai anak masih kecil biasanya dititipkan di tempat penitipan anak, atau diasuh oleh pembantu mereka. Kesibukan
para
ibu
inilah
yang
menyebabkan
intensitas
bertemu
dengananaknya menjadi semakin kecil. Mereka sibuk bekerja mengejar karir, kadang-kadang malah tidak memikirkan tumbuh kembang anaknya. Seperti yang dilakukan oleh Yulia. Sedari lahir, ia bahkan tidak pernah menimang anaknya dikarenakan ia lebih mempercayakan pembantunya untuk mengasuh Kinanti. Bahkan ia lebih memilih merawat kukunya di salon langganannya daripada menimang Kinanti, darah dagingnya sendiri. f. Cara Memandang Perspektif Kehidupan Kehidupan masyarakat perkotaan yang digambarkan dalam novel Kinanti ini memberikan pandangan-pandangan bernilai positif bagi para pembaca yang menggambarkan ciri khas pola pikir masyarakat perkotaan yang
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berasal dari kalangan priyayi. Seperti yang dikatakan oleh Sujarwo yang memiliki pandangan bahwa mempunyai keluarga yang harmonis dan bisa menjunjung tinngi kejujuran dan ketulusan di masyarakat adalah harta yang tak dapat dinilai dengan uang. Hal inilah yang sering ia idamkan terjadi dalam keluarganya, jadi wajar apabila ia merasa iri dengan Lik Semi yang hanya berprofesi sebagai pembantu tapi memiliki keluarga yang utuh, harmonis, menjunjung tinggi kejujuran dan keluhuran. KehidupanYulia yang sudah jauh tersesat membuat kakek Kinanti berpandangan bahwa cucunyatidak boleh mengikuti jejak ibunya itu, ia merasa peduli terhadap pendidikan cucu kesayangannya itu, dan tidak membiarkan Kinanti diasuh oleh ibunya. Jadi walaupun berat eyang Pana sendirilah yang akan merawat, menjaga dan mendidik Kinanti sampai ia dewasa kelak. Eyang Pana memiliki pandangan yang positif bahwa Kinanti akan selamat hidupnya kalau ia sendiri yang akan mengasunya dan memberinya bekal untuk hidup. Rasa cinta dan sanyang terhadap cucunya itulah yang mendorongnya untuk berbuat demikian. Kehidupan masyarakat perkotaan yang penuh dengan segala aktifitas membaut sebagian warganya memilih
hidup dengan prektis. Mereka lupa
kalau segala sesuatu yang dibutuhkan manusia sebenarnya telah disediakan oleh tuhan di alam raya ini. Oleh karena itu kita harus bisa hidup seimbang dengan alam, misalnya seperti yang dilakukan oleh Lik Semi, yang mampu memanfaatkan tanaman-tanaman obat yang hidup di pekarngan rumahnya untuk mengobati berbagai macam penyakit ringan yang dideritanya.
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
Sebenarnya tanaman-tanaman yang sering kita jumpai hidup liar di kebun, di jalan ternyata memiliki manfaat bagi kesehatan manusia. Untuk itulah manusia diimbau agar tidak merusak alam, serta mampu hidup seimbang dengan alam serta memanfaatkan segala sesuatu yang terdapat di alam. Sebab alam merupakan akar kehidupan manusia. Barang siapa menanam pastilah ia akan memetik hasilnya. Seperti itulah kiranya pandangan hidup yang diyakinioleh eyang Pana. Apabila orang tersebut menanam kebaikan ia akan menuai kebaikan pula, sebaliknya apabila seseorang menanam kejaharan ia akan menuai kejahatan pula. Karena hidup di dunia adalah pilihan kita sendiri maka sudah selayaknya kita menebarkan benih-benih kebaikan agar kelak kita akan memetik hasilnya yang bermanfaat bagi kehidupan kita nanti serta kita tidak termasuk golongan orang-orang yang merugi. Orang diluar lingkungan priyayi sangat mengagumi beberapa sikap dan sifat-sifat yang dimiliki seseorang dari keluarga priyayi. Diantaranya kekaguman Yulia atas mertuanya sendiri yang bernama eyang Pana. Walaupun sudah tua mertuanya itu masih kelihatan berwibawa dan bijaksana dalam menyikapi segala sesuatu dan mengambil keputusan. Selain karena faktor lingkungan, faktor pendukung seperti makanan, olahraga, dan profesi, serta cara memandang segala sesuatu dengan pikiran pisitif menjadi penentunya. Bahkan diusia senja pun panca indra mereka tetap bisa berfungsi dengan baik, begitu juga dengan postur tubuhnya masih tegak karena tidak pernah bekerja berat, sehingga tidak perlu menggunakan tongkat jika hendak berjalan.
perpustakaan.uns.ac.id
95 digilib.uns.ac.id
3. Tanggapan Pembaca Novel Kinanti Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai enam orang informan yang berasal dari latar belakang berbeda, antara lain Desita Lia Asriningsih, S.Pd (Guru Bahasa Jawa SMP), Yanuar Bayu Isnaeni, S.Pd (Mahasiswa S2 UNS), Widodo, S.S, M.Hum (Dosen Sastra Jawa UNNES), Mira Arqista Rahmania (Mahasiswa S1 UII Yogyakarta), Redita Saraswati (Siswa Kelas XII Bahasa SMA 1 Gebog), serta Sutriyanah (Ibu Rumah Tangga). Keberagaman informan inilah yang akan melengkapi data penelitian serta mengkroscek data yang ditemukan peneliti terhadap data dari informan. Keragaman larat belakang informan juga menunjukan bahwa novel ini bisa diterima oleh semua kalangan. Berdasarkan data yang ditemukan, dapat disimpukan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh informan sudah memenuhi syarat dan sesuai dengan apa yang diperlukan peneliti. Para informan pada umumnya memberikan pernyataan positif terhadap novel Kinanti ini. Responden pertama, Desita Lia Asriningsih, S.Pd, seorang guru bahasa Jawa SMP menyatakan bahwa novel Kinanti menggambarkan kehidupan moderen yang sarat akan beberapa pesan mengenai keluarga dan hubungan sosial kemasyarakatan. Selain itu juga mengngkapkan aspek kemanusiaan yang disampaikan secara halus. Selain itu banyak sekali nilai-nilai pendidikan yang dapat kita teladani dari novel ini, diantaranya nilai religius, moral, sosial, dan budaya. Responden kedua, Yanuar Bayu Isnaeni, S.Pd, seorang mahasiswa S2 UNS yang perhatiannya lebih tertuju pada pengarang novel yang ingin menyampaikan sebuah potret gambaran kehidupan dengan segala persoalan
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
hidup. Pengarang telah berhasil menghidupkan karakter masing-masing tokoh dengan baik sehingga pembaca bisa membayangkan bahwa peristiwa yang terdapat dalam novel ini seolah-olah benar-benar terjadi. Ia mengungkapkan kekagumannya terhadap tokoh Lik Semi yang telah tulus ikhlas merawat Kinanti melebihi anaknya sendiri. Sedangkan nilai pendidikan yang dapat dipetik dari novel diantaranya nilai tanggung jawab, kasih sayang, dan moral. Ia menambahkan bahwa kenyataan hidup yang ada dalam novel Kinanti mungkin saja bisa terjadi di dunia nyata. Responden Ketiga, Widodo, S.S, M.Hum, dosen sastra Jawa UNNES, mengemukakan bahwa pengarang hendak menyampaikan pesan bahwa kebaikan akan menuai kemenangan dan kejahatan akan menuntun pelakunya untuk mengemuka dalam realitas jati diri pelakunya. Seperti ketulusan hati Kinanti terhadap orang-orang di sekelilingnya yang membuat ia menemukan jati dirinya, sosok yang tabah, tegar, realistis, serta bersahaja. Dari novel Kinanti ini kita dapat memetik pelajaran berharga yakni kebaikan dan kejujuran akan menentukan jalannya sendiri untuk menunjukkan suatu kebenaran yang sejati. Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel Kinanti ini mungkin saja benar-benar terjadi di tengah-tengah masyarakat. Responden keempat, Mira Arqista Rahmania, seorang mahasiswa S1 UII Yogyakarta, menyatakan pengarang mempunyai maksud yang hendak disampaikan kepada pembaca yakni perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain belum tentu ditanggapi dengan baik oleh orang yang bersangkutan. Dalam mencari pasangan kriteria bibit, bobot, dan bebet
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ternyata masih memiliki relevansi di masyarakat khususnya Jawa dan dianggap menentukan keberhasilan suatu rumah tangga. Pesan moral yang disampaikan penulis untuk pembaca diantaranya kalau bergaul atau berteman dengan seseorang hendaklah kita mengetahui latar belakang teman kita tersebut, karena sedikit banyak teman kita nanti membawa pengaruh terhadap diri kita. Selanjutnya mendidik anak agar menjadi orang yang berbudi luhur justru harus dilakukan dengan kesederhanaan dan ketulusan hati. Kejadian-kejadian yang terdapat dalam novel Kinanti sangat cocok dengan keadaan masyarakat saat ini. Dimana banyak ditemukan kasus
orang tua karena tuntutan
profesinyabanyak yang melupakan tugasnya sebagai ibu bagi anak-anaknya. Responden
Kelima
Redita
Saraswati,
seorang
pelajar
SMA
mengemukakan pernyataannya kalau dalam novel Kinanti pengarang ingin menyampaikan maksud bahwa orang yang menanam pasti akan memetik hasilnya. Menanam kebaikan akan menuai kebaikan pula, sebaliknya menanam kejahatan kelak kejahatan pulalah yang akan ia petik. Novel ini memiliki nilai pendidikan yang dapat kita teladani diantaranya nilai sosial, nilai budi pekerti, nilai agama, dan nilai ketulusan. Uniknya, semua nilai-nilai di atas ada dalam diri seorang Kinanti. Dia sendiri merupakan sosok anak yang tegar, tabah, bersahaja, suka menolong, dan taat kepada orang tua. Novel Kinanti ini bisa saja terjadi di dunia nyata, mengingat saat ini banya sekali kasus seorang ibu yang rela membuang anaknya sendiri, hal ini sama saja menelantarkan anaknya. Sama seperti apa yang dialami oleh Kinanti.
perpustakaan.uns.ac.id
98 digilib.uns.ac.id
Responden keenam, ibu Sutriyanah, seorang ibu rumah tangga, mengatakan bahwa novel Kinanti ini menggambarkan ehidupan masyarakat kota dengan aktivitasnya yang padat sehingga melupakan anaknya sendiri demi mengejar kesenangannya. Hal yang paling berkesan dalam novel ini adalah ketulusan hati eyang Pana yang rela mencintai, mengasuh, dan mendidik Kinanti. Pesan moral yang dapat kita teladani dari novel ini diantaranya kesetiaan para pembantu Sujarwo yang telah lama mengabdikan dirinya di rumah Sujarwo. Tanggung jawab seorang kakek demi kelangsungan hidup cucu yang dicintainya membuat ia rela melakukan apa saja demi masa depan Kinant kelak. Keseluruhan komentar yang diberikan oleh pembaca, dapat disimpulkan bahwa novel Kinanti dapat diterima dan difahami oleh semua kalangan, mulai guru, pelajar, ibu rumah tangga, mahasiswa bahkan dosen. Selain itu novel Kinanti memiliki banyak pesan positif. Pengarang ingin menyampaikan banyak hal yang bersifat positif dari aspek pendidikan, pergaulan, sosial masyarakat, serta agama. Pesan moral yang disampaikan oleh pengarang ternyata bisa diterima dengan baik oleh para pembaca novel Kinanti.
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Nilai Pendidikan dalam Novel Kinanti Sebuah karya sastra memiliki hubungan yang erat dengan nilai-nilai pendidikan. Setiap karya sastra yang baik selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi pembacanya. Sedangkan pendidikan berfungsi mengembangkan manusia, masyarakat, serta alam sekitar. Fungsi ini dipakai dalam suatu proses yang berkesinambungan dari generasi ke generasi. Proses pendidikan tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, tetapi lebih mendalam dapat dipelajari dari lingkungan keluarga, sosial masyarakat, bahkan lewat karya sastra. Nilai yang terdapat alam karya sastra sangat bergantung pada persepsi dan pengertian yang diperoleh pembaca. Pembaca perlu menyadari bahwa tidak semua karya sastra dengan mudah dapat diambil nilai pendidikannya. Nilai yang terdapat dalam karya sastra dapat diperoleh pembaca jika karya sastra yang dibacanya itu dapat menyentuh perasaan dan digunakan bahan cerminan kehidupan pembaca. a. Nilai Pendidikan Agama Agama telah menjadi suatu kekuatan untuk kebaikan. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa dalam cerita terkandung nilai pendidikan agama yang masih memiliki relevansi dengan kehidupan pada saat ini dan masa mendatang. Agama
menekankan
kita
pada
ketentraman
batin,
keselarasan
dan
keseimbangan, serta sikap menerima terhadap apa yang terjadi. Seperti yang di katakan oleh eyang Pana bahwa kita sebagai manusia harus senantiasa bersyukur kepada Allah, dengan tidak menyiksa diri sendiri. Kita harus bisa mensyukuri karena kita masih diberi pengetahuan baru mengenai hidup yang tak pernah
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
berhenti. Dengan diberkan ujian berupa tubuh yang sakit kita akan dapat menghargai kesehatan badan. Kita diberi ujian berupa kesusahan tidak lain agar kita selalu ingat kalau kita sedang senang. Dharma bakti kita kepada orang tua yang telah meninggal adalah dengan mendoakan orang tua kita. Telah kita ketahui bahwa manusia di dunia tidak ada yang sempurna, semua pasti pernah berbuat salah dan dosa. Dengan mendoakan orang tua kita, niscaya Tuhan akan memberikan ampunan kepada orang tua kita, karena Tuhanlah yang mengetahui dosa orang tua dan akan memberikan pengadilan disana. Sebagian dari orang Islam
mengadakan acara kirim doa
apabila ada salah satu anggota keluarga yang meninggal dunia, seperti yang dilakukan eyang Pana terhadap arwah Sujarwo, anaknya. Biasanya mereka mengundang tetangga terdekat untuk ikut berkirim doa agar meringankan jalan menghadap Ilahi serta memintakan ampunan atas segala dosa-dosa yang perna dilakukannya selama hidup di dunia. Keterkaitan agama dengan ketentraman batin juga ditunjukkan oleh LikSemi yang selalu berusaha membangunkan Kinanti pada waktu adzan subuh berkumandang. Walaupun tubuh rasanya masih malas, mata rasanya masih lengket, tapi tidak menghalangi niat Kinanti untuk menunaikan sholat subuh. Niscaya dengan menjalankan sholat batin kita akan tentram. Sangat berdosa rasanya apabila kita sampai lupa kepada Tuhan yang telah memberikan segalanya kepada kita. Tuntunan untuk bisa bersikap ikhlas dan pasrah ditunjukkan oleh eyang Pana pada saat berbincang bincang dengan Lik Semi. Eyang Pana dalam
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
menjalani hidup selalu pasrah dan ikhlas, lain halnya dengan Yulia yang selalu merasa kurang dengan apa yang diberikan oleh Tuhan kepadanya. Orang seperti inilah yang selalu merasa tidak cukup dengan pemberian Tuhan, mau diberikan harta se anak gunungpun tidak akan cukup baginya. Bagi umat beragama, agama memberikan pedoman hidup, baik berhubungan dengan Tuhan, sesama, dan dengan alam. Agama engajarkan apa yang baik, yang harus dilakukan. Demikian pula agama menunjukkan apa yang jahat yang harus dijauhi. Agama memberikan perintah untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat jahat. Saat ini banyak orang yang menjalankan agama secara formalistik, akibatnya dalam kehidupan masih saja diwarnai dengan perilaku menyimpang (Saptono, 2006:162). Tidak jarang agama bukannya dijalankan dengan tulus, tetapi justru dipakai sebagai alat untuk menyelubungi perilaku menyimpang. b. Nilai Pendidikan Sosial Selaras dengan kodrat manusia sebagai mahluk sosial, maka setiap individu mengadakan hubungan komunikasi dan interaksi dengan individu lain merujuk pada keinginan saling mengenal antarindividu dalam pergaulan. Kedudukan seseorang sebagai individu tidak terlalu penting. Yang terpenting adalah bagaimana individu secara bersama-sama membantu masyarakat yang keselarasannyaa akan menjamin kehidupan yang lebih baik untuk masingmasing individu. Manusia tidak dapat hidup terpisah dengan orang lain. Oleh karen itu sikap saling menghormati, menghargai, dan tenggang rasa sangat diperlukan dalam proses kehidupan.
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
Nilai pendidikan sosial dalam novel Kinanti dapat dilihat dari perilaku tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Nilai sosial ditunjukkan oleh sosok Kinanti yang peduli terhadap nasib anak-anak jalanan yang sedang meminta-minta. Dengan ketulusan hati ia memberikan uang yang akan ia gunakan untuk membayar LKS. Hal ini ia lakukan karena terdorong rasa kasihan yang amat besar kepada anak-anak jalanan yang sedang meminta-minta. Tanpa berfikir panjang ia gunakan uang untuk membayar buku untuk diberikan kepada anak jalanan. Besuk sedianya ia akan mengganti uang tersebut dengan mengambil uang tabungannya. Kepedulian sosial yang tinggi juga ditemukan dalam diri Mas Kelik, anak dari Lik Semi. Ia bersama kawan-kawannya membentuk sebuah wadah yang
menampung anak-anak yang putus sekolah karena terbentur masalah biaya maupun anak-anak yang mengalami berbagai masalah yang lain. Disana anakanak tersebut dididik supaya bisa hidup mandiri, tidak menggantungkan orang lain, serta tidak membuat kerusuhan. Mas Kelik bersama teman-temannya merasa ikut bertanggung jawab atas kelangsungan hidup dan pendidikan anakanak jalanan. Akibat adanya pembangunan bidang ekonomi melahirkan kesenjangan atau gap antara orang kaya dan miskin. Jurang pmisah antara yang kaya dan miskin semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh kelompok-kelompok yang dapat memanfaatkan pembangunan memiliki kedudukan dan peranan dalam bisnis terus berkembang, sedangkan kelompok yang belum beruntung ikut
perpustakaan.uns.ac.id
103 digilib.uns.ac.id
bersaing mendapatkan kekayaandan keuntungan akan semakin sulit. Adanya kesenjangan antara yang kaya dan miskin merupakan tanggung jawab pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia untuk ikut memecahkannya. Tokoh Kinanti yang diterlantarkan oleh ibunya sendiri membuat ia tidak pernah merasakan kasih sayang dari sang ibu yang selama ini ia rindukan. Kalau boleh jujur, sebenarnya dalam hati kecilnya ia menjerit melihat teman-temannya disekolah membicarakan tentang ibu mereka masing-masing. Windy yang bercerita kalau ibunya adalah sosok favorit yang sering menjadi tempat curhat, sedangkan Dina sering bercerita kalau setiap ada cowok yang datang ke rumah, ibunya selalu curia melulu. Kinanti sendiri bingung ingin menceritakan sosok ibunya yang seperti apa? ibarat ia tidak pernah memiliki ibu. Setiap kali ibunya berada di kamar, Kinanti berusaha mendekatinya tapi malah diusir, disuruh pergi. Sebagai mahluk sosial ia juga menginginkan hal yang serupa yang dialami teman-temannya. Ia butuh sosok ibu yang dapat dijadikan tempat mengadu, tempat berbagi kebahagiaan, serta tempat mencari perlindungan. Kenyataannya ia tidak mendapatkan semuanya dari ibunya. Menurut teori Tabularasa, manusia lahir dalam keadaan suci atau putih bersih. Lingkunganlah yang memberi warna, sedangkan lingkungan yang utama dan pertama bagi seorang anak adalah keluarga. Keluarga memiliki peran membentuk kepribadian anak serta mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Oleh karena itu seorang ibu sangat besar pengaruhnya terhadap masa depan anak. Melalui hubungan interaksi sosial dalam keluarga, sikap, tindakan, dan perilaku
perpustakaan.uns.ac.id
104 digilib.uns.ac.id
manusia akan terbentuk karena nilai-nilai dan norma-norma yang pertama kali dikenal anak adalah nilai-nilai an norma yang berlaku di lingkungan keluarga. c. Nilai Pendidikan Budaya Budaya dapat diartikan sebagai cara atau kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan suatu golongan masyarakat. Kebiasaan yang dimaksud seringkali sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat tertentu. Selain itu, pola pikir dan cara pandang masyarakat terhadap perspektif kehidupan juga menjadi bagian dari sistem budaya. Nilai pendidikan budaya yang terdapat dalam novel Kinanti ini diambil dari kebiasaan dan pola pikir para tokoh dan masyarakat yang menjadi latar cerita. Seperti yang ditunjukkan oleh Sujarwo yang berasal dari kalangan priyayi yang memiliki adat/ kebiasaan ketika sarapan harus menunggu semua anggota keluarga kumpul, jika belum kumpul semua tidak ada yang boleh sarapan. Selain itu ada kebiasaan yang harus dilakukan Yulia, istri Sujarwo yang harus bangun pagi walaupun sudah ada pembantu. Tapi harus Yulia sendiri yang menyiapkan semua keperluan Sujarwo ke kantor, selain iyu ia harus menemani suaminya sarapan, setelah itu mengantarkannya hingga sampai mobil. Sebagian besar orang Jawa masih memegang teguh tradisi mencari pasangan/ jodoh, yakni dengan mempertimbangkan bibit, bobot, dan bebet dari si calon menantu. Bibit berarti keturunan/ asal usul calon mantu, sedangkan bobot berarti harta benda yang dimiliki si calon mantu/ berhubungan dengan pekerjaan calon menantu. Bebet berhubungan dengan kelakuan/ moral calon menantu, apakah ia termasuk orang yang berkelakuan baik atau tidak.
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
Pertimbangan mengenai bibit, bobot, dan bebet seseorang inilah ternyata masih memiliki relevansi sampai sekarang dan tetap dipegang teguh oleh sebagian masyarakat Jawa. Mereka percaya bahwa pemilihan tiga kriteria tersebut sangat menentukan keberhasilan dan kelangsungan hidup, serta kelestarian suatu rumah tangga. Adat istiadat atau kebiasaan merupakan suatu norma masyarakat yang mengatur perilaku individu dan kelompok di dalam masyarakat yang berhubungan dengan kebiasaan yang menjadi aturan/ pedoman bagi masyarakat tertentu (Sarilan, 1996:21). Adat istiadat/ kebiasaan yang ada di Indonesia khususnya Jawa antara lain adat upacara khitanan, selamatan bayi, perkawinan dan pertunangan, kematian, pembagian warisan, bercocok tanam, dll. Selain penentuan bibit, bobot, dan bebet, masyarakat Jawa juga memiliki kebiasaan yang sering dilakukan sampai sekarang. Yakni adat/ tradisi lamaran, calon pengantin laki-laki beserta orang tua dan keluarganya datang ke rumah calon pengantin wanita dengan membawa seserahan lengkap. Ada jajan pasar, abonabon, buah-buahan, pakaian, dan sebagainya. Seperti yang dilakukan oleh keluarga Sujarwo saat melamar Widarini. Adat tradisi yang dilakukan pada saat upacara sebelum pemakaman jenazah yaitu brobosan. Brobosan dilakukan apabila mayat hendak dikebumikan, terlebih dahulu semua angota keluarganya menyusup di bawah keranda sebanyak 3 kali. Seperti yang dilakukan oleh Lik Semi, Yulia, dan anggota keluarga yang lain pada saat Sujarwo akan dimakamkan, semua anggota keluarga melakukan brobosan. Brobosan sendiri memiliki maksud agar keluarga
perpustakaan.uns.ac.id
106 digilib.uns.ac.id
yang ditinggalkan diberi ketabahan dan bisa mengikhlaskan kepergian almarhum agar tenang di alam sana. Sebuah budaya yang dilakukan kebanyakan masyarakat, bahkan tidak hanya Jawa saja yang melakukannya yakni sebelum masuk rumah kebanyakan orang-orang mencuci kaki dan tangan setelah dari makam lazim dilakukan masyarakat hingga sekarang. Hal ini dimaksudkan selain untuk menjaga kebersihan dan kesehatan, selain itu agar kotoran yang terbawa dari makam tidak terbawa masuk rumah. Segala hal-hal buruk yang terbawa dari makam akan sirna tercuci oleh air yang kita gunakan untuk bersih-bersih. d. Nilai Pendidikan Moral Pendidikan moral terkait erat dengan budi pekerti yang tercermin melalui tingkah laku seseorang. Menurut Nurgiyantoro (1995:322) moral alam karya sastra biasnya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang bilai-nilai kebenaran itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral merupakan tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari nilai baik dan buruk, benar dan salah berdasarkan norma yang berlaku di masyarakat. Dalam novel Kinanti banyak sekali terdapat nilai moral yang digambarkan dari perilaku tokoh-tokohnya. Nilai moral tersebut ditunjukkan oleh sikap Lik Semi pembantu eyang Pana. Walaupun ia cuma orang kecil, akan tetapi selalu berbuat baik dan jujur kepada keluarga eyang Pana. Kejujuran dan ketulusan hati eyang Pana inilah yang akan membawa ketentraman dalam hidup dan tidakdapat dibeli
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
dengan uang. Perilaku moral yang baik seperti yang dilakukan oleh Lik Semi akan menuju ke jalan kebaikan dan kebenaran. Sikap moral yang baik juga terlihat dari tokoh Mas Kelik yang merasa berhutang budi terutama kepada Pak Jarwo. Pak Jarwo lah yang selama ini membiayai pendidikannya samai ia bisa menamatkan pendidikan sampai SMA. Ia sangat menyesal sekali pada saat Pak Jarwo meninggal ia tidak dapat melihat untuk terakhir kalinya karena ada urusan di Jakarta. Kebaikan hati yang dilakukan oleh keluarga Pak Jarwo selamanya akan ia ingat selama hidupnya. Moral yang tidak baik ditunjukkan oleh perlakuYulia. Setelah ia mengenal ibu-ibu dari kalangan atas, ia lantas malah merendahkan dirinya dengan meninggalkan kewajiban sebagai ibu rumah tangga. Ia malah lebih senang mengumbar hawa nafsu dan memiliki kebiasaan baru, yaitu kesenangannya bermain kartu remi. Perilaku Yulia tersebut sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia memiliki moral yang baik sebagai seorang istri maupun seorang ibu. Begitu juga dengan perilaku tidak baik yang ditunjukkan oleh Yulia yang diam-diam memiliki pacar gelap yang berstatus sebagai mahasiswa dan umurnya jauh lebih muda. Yulia selingkuh pada saat suaminya Sujarwo mulai sakit-sakitan dan sudah tidak bisa melayani kebutuhan batin istriya. Sikap Yulia dan teman-temannya yang lain yang tidak pantas ditiru adalah ketika suaminya baru meninggl beberapa hari, ia bersama temantemannya malah dengan santainya bermain kartu remi serta bersuara keras an ramai tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya. Tindakan tersebut selain mengganggu orang lain juga tidak memiliki tenggang rasa dengan tetangga.
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
Sikap moral yang demikian sangat bertentangan dengan adat ketimuran an adat budaya Jawa yang memiliki ciri khas kehalusan sikap, tutur kata dan budi pekerti. Moral adalah norma yang bersumber dari perasaan manusia yang dibuat untuk menghargai harkat dan martabat manusia, sedangkan sopan santun ata kesopanan adalah norma yang bersumber dari pikiran dan akal budi manusia yang dibuat untuk menghargai orang lain
(Sarilan, 2006:21). Moral dan
kesusilaan adalah dua hal yang sulit dipisahkan karena keduanya merupakan norma yang paling mendasar yang dijadikan pedoman untuk mengatur hubungan antarindividu aupun kelompok dalam masyarakat dalam segala aspek kehidupan, contohnya cara berjalan d depan orang tua, caa berbicara, cara berpakaian, dll.