34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab IV ini dikemukakan hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian dan pembahasan
yang
terdapat
Parukyaitu: 1. Struktur novel Ronggeng
dalam novel Ronggeng Dukuh
Dukuh
Paruk karya Ahmad
Tohari(Tema, Amanat, Latar dan Tokoh dan penokohan), 2.Citra perempuan yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk yang dibagi menjadi tiga aspek, yaitu (1) aspek fisik, (2) aspek psikis, dan (3) aspek sosial.
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1. Tema, Amanat, Latar dan Tokoh dan penokohan Berbicara mengenai anatomi fiksi itu berarti berbicara tentang stuktur fiksi atau unsur-unsur yang membangun fiksi itu. Dalam pembahasan struktur novel diuraikan atas dasar beberapa faktor yaitu factor ektrinsik dan faktor intrinsik.
Berangkat
dari
tema,
amanat,
latar
serta
tokoh
dan
penokoan.
4.1.1.1 Tema dalam novel Ronggeg Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari Tema merupakan dasar dari semua pokok persoalan cerita yang menghubungkan unsur-unsur cerita. Dengan adanya tema, pembaca dapat memahami apa yang ingin disampaikan pengarang.
Tema didalam Novel
Ronggeng Dukuh Paruk adalah “Perjalanan Hidup Seorang Ronggeng”
34
35
4.1.1.2 Amanat dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Dalam menjalankan kehidupan seorang ronggeng, perempuan harus bisa menjaga diri dari sifat-sifat yang negative. Karena seorang ronggeng banyak godaan yang bisa membuat kehidupan seorang ronggeng menjadi kelam.
Tidak
semua perempuan
ronggeng berkelakuan
negatif seperti
pandangan masyarakat pada umumnya.
4.1.1.3 Latar dalam Novel Ronggeg Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Latar di dalam novel Ronggeg Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari terdapat latar tempat, waktu, dan suasana, dan latar sosial. (1) “Namun kemarau belum usai. Ribuan hektar sawah yang mengelilingi Dukuh Paruk telah tujuh bulan kerontang. Sepasang burung bangau itu takkan menemukan genangan air meski hanya selebar telapak kaki. Sawah berubah menjadi padang kering berwarna kelabu. Segala jenis rumput telah mati.”( hal 9) (2) “Dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang seketurunan. Konon moyang semua orang Dukuh Paruk adalah Ki Secamenggala seorang bromocorah yang sengaja mencari daerah yang paling sunyi sebagai tempat riwayat keberadaannya. Di Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah dagingnya.” (hal 10) (3) “Semua orang Dukuh Paruk tau Ki Secamenggala, moyang mereka dulu yang menjadi musuh kehidupan masyarakat. Tetapi mereka memujanya, kubur Ki Secamenggala terletak di punggung bukit kecil ditengah Dukuh Paruk yang menjadi kiblat kehidupa kebatinan mereka. Gumpalan abu kemenyan di nisan Ki Secamenggala membuktikan tingkah kebatinan orang Dukuh Paruk berpusat disana.” (hal 10) (4) “Di tepi kampung tiga anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong. Namun ketiganya masih terlampau lemah untuk menggali engkraman akar kitela yang terpendam dalam tanah kapur kering dan membatu. Mereka terengah-engah namun batang singkong itu tetap tegak ditempatnya. Ketiganya hamper putus asa, seandainya salah seorang anak diantara mereka tidak menemukan akal.” (hal 10)
36
(5) “Di pelataran yang membatu di bawah pohon nagka. Ketika angin tenggara bertiup dingin menyapu harum bunga kopi yang selalu mekar di musim kemarau. Ketika matahari mulai redup di langit barat.”(hal 13) (6) “Ketiganya patuh dan ceria di bawah pohon nangka itu berlanjut sampai matahari menyentuh garis cakrawala. Sesungguhnya Srintil belum hendak berhenti menari. Namun Rasus keberatan karena ia harus mengiringi tiga ekor anak kambing pulang kekandang.”( hal 14) (7) “Di dalam rumah Nyai Tubuhnya yang lurus dan ke dada.” (hal 16)
Kartareja sedang merias masih kecil tertutup kain
Srintil. sampai
(8) “Ada orang yang secar tak sengaja mengatakan Emak memang meninggal di poliklinik kota kawedanan itu, namun mayatnya di bawa ke kota kabupaten.” (hal 34) (9) “Di sebelah kiriku agak jau ke barat, tampak Perkuburan Dukuh Paruk. Tengkorak-tengkorak nisan kelihatan dari tempatku duduk. Hal yang mengecewakan, makam Emak tidak ada di sana. Aku heran mengapa orang dukuh paruk tidak membuat kesepakatan, dan bersama-sama menipuku.” (hal 41) (10)
“Hari itu tak ada kegiatan kerja di Dukuh Paruk. Upara memandikan seorang ronggeng adalah peristiwa yang penting bagi orang-orang di pedukuhan itu, lagi pula amat jarang terjadi. Maka tak seorangpun ingin tertinggal. Maka, pagi-pagi warga Dukuh Paruk; tiada kecualinya sudah berkumpul di halaman rumah kartareja.”(hal 44)
(11)
“Ada sebuah gardu ronda di perempatan jalan kecil di Dukuh Paruk. Dower mendengar gumam beberapa pemuda dari dalam gardu itu.” (hal 57)
(12) “Ternyata aku tak menolak ketika duduk di atas akar beringin.” (hal 65)
Srintil
membimbingku
(13) “Seorang perjaka dari kampung Pecikalan menuntun seekor kerbau menuju rumah Kartareja. Segera kuduga hal ini bersangkut paut dengan acara bukak kelambu malam ini.” (hal 69) (14) “Pasar Dawuan merupakan tempat melarikan diri yang tepat disana aku dapat melihat kehadiran orang-orang dari perkampungan dalam wilayah kecamatan itu.” (hal 81) (15) “Di warung cendol itu terbukti pengertianku salah. Dari cara Srintil berbicara, dari caranya dudk di sampingku, dan dari
37
sorot matanya, aku tahu belakang rumah Kartareja hatinya.” (hal 88)
Srintil mencatat kejadian di itu secara khusus dalam
(16) “Setelah semua barang selesai dibawa kemarkas itu, aku minta diri hendak pulang kesarangku dipasar dawaun. Sersan slamet menahanku. Aku dimintanya lebih lama membantunya. Maka rumah kosong yang hendak jadi markas itu dikusapu. Ketika aku sedang bekerja sersan slamet memberiku sepasang pakaian tentara bekas. Aku diminta segera mengenakannya. Jadilah aku berseragam hijau.” ( hal 92) (17) “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai. Dalam hal ini aku kecewa karena tiga orang tentara yang kuiringkan sama sekali tak berpengalaman dalam hal berburu.” (hal 95) (18) “Tempat yang kami pakai sebagai tempat mengintai terletak di ujung pematang yang menghubungkan Dukuh Paruk dengan dunia luar.” (hal 100) (19) “Seperti ketika datang ke rumah Sakarya, maka perampok tetap tinggal di luar rumah.” (hal 101)
dua
orang
(20) “Sampai ditegah pesawahan aku menoleh kebelakang. Aku tersenyum sendiri, lalu bergegas meneruskan perjalanan. Dengan tangan memanggul bedil, rasanya aku gagah.” (hal 107) (21) “Celoteh disudut pasar itu berhenti karena kehabisan bahan. Perempuan-perempuan itu memperhatikan Srintil memasuki warung penjual lontong.” ( hal 126) (22) “Bagaimana keadaan Srintil, Nyai?” “Lihatlah sendiridi kamar. Wah harus bagaimana aku ini, Srintil masih enggan makan. Ketupat ia tak mau.” (hal 137) (23) “Srintil meneruskan perjalanan mengambil Goder.”(hal 167)
ke
rumah Tampi
hendak
(24) “Yang tinggal dalam penjara darurat itu hamper dua ratus orang, beberapa belas di antaranya perempuan. Karena bangunannya yang tidak cukup besar maka para peghuni harus selalu berdiri.” (hal 27) (25) “Ketika itulah sepasang mata menghindar dari lubang pengawasan. Prajurit dua Rasus membalikkan badan, berjalan sambil menundukkan kepala ke arah dua rekannya di pos jaga.” (hal 248)
38
(26) “Pagi-pagi sesudah sarapan Rasus komandan di markas peleton.” (hal 250-251)
pergi
menghadap
(27) “Di ruang kerjanya Kapten Mortir meminta membawa berkas laporan tentang Srintil.” (hal 268) (28) “Sejak pada
meninggalkan halaman tujuan yang telah
Berdasarkan
ajudan
kantor Darman, marsusi tetap di rencanakannya.” (hal 296)
kutipan novel di atas dapat di simpulkan bahwa
latar
tempat yang terdapat di dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah: diSawah, di pedukuhan, punggung bukit kecil, Di tepi kampung , Di pelataran , di bawah pohon nangka, Di dalam rumah Nyai Kartareja, poliklinik, Perkuburan Dukuh Paruk, halaman rumah kartareja, perempatan jalan keci, di atas akar beringin, kampung Pecikala, Di warung cendol, rumah kosong, di hutan, di ujung pematang, ke
rumah
Sakarya,
tegah
pesawahan,
sudut
pasar,dalam
penjara,
rumah
Tampi,dalam penjara,pos jaga, markas peleton, ruang kerja, halaman kantor Darman
Latar waktu mengarah pada masalah “kapan” terjadinya peristiwaperistiwa dalam novel. Latar waktu dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk akan diuraikan sebagai berikut: (1) “Sore itu Srintil menari dengan mata setengah tertutup. Jari tangannya melentik kenes. Ketiga anak laki-laki yang mengiringinya menyaksikan betapa srintil telah mampu menyanyikan lagu-lagu ronggeng”. (hal 13) (2) “Keesokan harinya Sakarya menemui Kartareja. yang hampir sebaya ini secara turun menurun dukun ronggeng di Dukuh Paruk.” (hal 16) (3) “Pagi itu Kartereja mendapat kabar gembira. sudah bertahun-tahun menunggu calon untuk (hal 16) (4) “Legenda khas Dukuh Paruk misalnya tentang fenomena di perkuburan Dukuh hari ketika terjadi bencana itu.” (hal 32)
Laki-laki menjadi
Dia pun diasuhnya.”
kisah Paruk
Nenek malam
39
(5) “Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh Paruk yang kecil basah kutup tersiram hujan lebat. Dalam kegelapan yang pekat, pemukiman terpencil itu lengang, amat lengang.” (hal 21) (6) “Sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun adat Dukuh Paruk mengatakan masih ada dua tahapan yang harus dilaluinya sebelum Srintil berhak menyebut dirinya sebagai ronggeng yang sebenarnya.” (hal 43) (7) “Jumat malam, kemarau sungguh-sungguh telah berakhir. Siang hari hujan turun sangat lebat. Lapisan lumpur yang telah berbulan-bulan, mengeras seperti batu kini terendam air.” (hal 56) (8) “Hari sabtu tiba. Hari yang batinku ternista luar biasa.” (hal 67) (9) “Pukul tiga dini hari, aku menabur cahaya di halaman diri.” (hal 64)
sangat
belum selagi
mengesankan
karena
mau terlena. Bulan aku termangu seorang
(10) “Tengah malam Nyai Kartareja masuk ke bilik Srintil. Kelambu dibuka. Dengan sinar pelita di tangannya perempuan itu melihat mata Srintil yang masih terbuka.” (hal 77) (11)
wilayah “Tahun 1960 Perampokan dengan terjadi.” (hal 91)
kecamatan kekerasan
Dawuan tidak bersenjanta
aman. sering
(12)
“Menjelang sore semua yang harus aku kerjakan telah beres. Sersan Selamet menyuruhku duduk. Di hadapan beberapa tentara lain, sersan itu menanyaiku.” (hal 92)
(13) ”Jam delapan malam Sakum dan teman-temannya menghadapi alat music masing-masing.” (hal 215)
siap
(14) ”Tidak seorang pun di Dukuh Paruk yang mempunyai kalender. Bilapun ada tak seorang pun di sana yang bisa membaca bahwa waktu telah berjalan sampai tahun 1964.” (hal 226) (15) “Tengah malam februari 1966 di sudut tenggara Jawa Tengah.” (hal 247)
sebuah
kota
kecil
(16) “Jam lima sore Rasus tiba di Dawuan. Keadaannya seperti yang terlihat sepanjang perjalanan.” (hal 251-252)
di
sama
40
(17) “Dalam wawasan yang sederhana politik 1965 telah menggoyangkan kepemimpinannya.” (hal 253) (18)
Sakarya mengakui geger keras cita dan konsep
“Pukul sepuluh tiga puluh. Di tengah pedusunan mungkin sinar matahari belum terlampau terik. Tetapi di tengah sawah panas sudah demikian memanggang.”
Dari delapan belas kutipan novel di atas dapat disimpulkan bahwa latar waktu yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah: sore itu, keesokan harinya, pagi itu,
malam hari, sebelas tahun lalu,dua
bulan,jumat malam, siang hari, berbulan-bulan,hari sabtu,pukul tiga dini hari,tegah malam, tahun 1960, menjelang sore,jam delapan malam, jam delapan pagi,tahun 1964, februari 1966, Jam lima sore,1965, Pukul sepuluh tiga puluh
Latar suasana mengarah pada bagaimana masalah suasana yang terjadinya peristiwa-peristiwa dalam novel. Latar suasana dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk akan diuraikan sebagai berikut: (1) “Dalam haru biru kepanikan itu kata-kata wuru bongkrek mulai diteriakan orang. Keracunan tempe bongkrek. Santayib, pembuat tempe bongkrek itu, sudah mendengar teriakan demikian. Hatinya ingin sengit membantahnya. Namun nuraninya juga berbicara, “santayib bongkrekmu akan membunuh banyak orang di Dukuh Paruk ini” (hal 25) (2) “Rasa getir, kelu dan bimbang mencekam hati Santayib. Dia bingug amat bingung. Kekacauan hatinya tergambar pada roman muka yang tak menentu.” (hal 26) (3) “Istri Santayib berlari hilir-mudik, menagis dan memeluk Srintil. Seperti mengerti segalanya, Srintil pun ikut menangis keraskeras.(hal 25) (4) “Kebekuan yang mencekam melimuti rumah Santayib. Dia termangu. Dia tidak berbuat apapun terhadap dua tubuh laki-laki yang melingkar di tanah.” (hal 27) (5) “Wajah istri Santayib semakin pucat. Rona kengerian. Kelopak matanya membuka lebar-lebar sehingga retina berupa titik hitam di
41
tengah bulatan putih. Mulutnya ternganga berteriak keras.” (hal 28)
seperti
dia
hendak
(6) “Entah oleh siraman air kembang atau oleh kepulan asap pedupaan, perlahan-lahan Kartareja mengendurkan dekapannya atas diri Srintil. Kedua tangannya terkulai. Dukun ronggeng itu mulai berdiri goyah dan akhirnya roboh ke tanah. Tangan dan kaki Kartareja kejang. Matanya kelihatan mengerikan karena hanya kelihatan bagian putihnya.” (hal 49)
Dari keenam kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa latar suasana yang terjadi dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk yaitu suasana kepanikan, tegang, takut dan mencekam yang menyelimuti Santayib, istri Santayib, dan Sakarya karena kejadian racun tempe bongkrek yang banyak memakan korban pada saat itu dan Santayib adalah satu-satunya pembuat tempe bongkrek di Dukuh Paruk. Selain itu suasana mengerikan juga tercipta karena Ki Secamenggala telah kemasukkan rohnya Eyang Secamenggala. Selain keenam kutipan di atas suasana kebencian di ciptakan oleh tokoh utama. Rasus yang merasa
bahwa syarat yang harus di penuhi oleh
srintil untuk menjadi ronggeng telah menghancurkan bayangannya tentang seorang Emak yang selalu di cerminkannya pada diri Srintil. Selain Srintil di anggap Rasus sebagai ceriman diri Emak, di sisi lain dia juga menyukai calon ronggeng itu. Hal itu dapat di buktikan melalui kutipan novel berikut ini: (7) “Bagiku, tempat tidur yang akan menjadi tempat pelaksanaan malam bukak-kelambu bagi Srintil, tidak lebih dari sebuah tempat pembantaian. Atau lebih menjijikkan lagi. Di sana tiga hari akan berlangsung penghancuran dan penjagalan. Aku sama sekali tidak berbicara atas kepentingan berahi atau sebangsanya. Di sana, di dalam kurung kelambu yang tampak dari tempatku bediri, akan terjadi pemusnahan sebuah mustika yang selama ini amat aku hargai.” (hal 53) (8) “Membayangkan bagaimana Srintil tidur bersama seorang laki-laki, sama menjijikkannnya dengan membayangkan Emak melarikan diri
42
bersama menteri itu. Aku muak. Aku tidak rela semacam itu terjadi. Tetapi lagi-lagi terbukti seorang anak Dukuh Paruk bernama Rasus terlalu lemah untuk menolak hal buruk yang amat di bencinya.” (hal 53) (9) “Hari sabtu tiba, hari yang mengesankan karena batinku ternista luar biasa. Kukira aku takkan pernah berhasil melukiskan pengalaman batinku secara memadai.” (hal 61) (10) “Oh, kasihan kawanku ini. Kau senag pada Srintil, tetapi nanti malam ronggeng itu dikangkangi orang. Wah …” “Bangsat engkau Warta.” “Bagaimana bukankah aku berbicara tentang kebenaran.” “Ya.Tetapi kau jangan menambah sakit hatiku.” (hal 63)
Selain suasana kepanikan, tegang, takut dan mencekam yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ada juga suasana
gembira. Hal itu
dapat dibuktikan melalui kutipan novel berikut ini: (1) “Kedua kakek itu tertawabersama. Di antara gelaknya Sakarya mengeluh mengapa dia tidak bisa mengundurkan usianya dari tujuh puluh tahun menjadi dua puluh tahun.” (hal 17)
4.1.1.4Tokoh dan Penokohan Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Tokoh utama dalam novel Ronggeng Dukuh Parukadalah Srintil. Pengarang menampilkan Rasus sebagai Narator dalam peristiwa novel Ronggeng Dukuh Paruk.
SRINTIL Srintil merupakan tokoh pembantu utama dalam novel Ronggeng Dukuh
Paruk.
Srintil
merupakan
seorang
Ronggeng
yang
cantik
berperawakan menarik. Srintil juga seorang anak yatim piatu sama halnya dengan Rasus kedua orang tua Srintil meninggal akibat keracunan tempe bongrek yang pembuatnya tidak lain adalah ayah Srintil sendiri. (1) “Banyak perempuan dan anak-anak memenuhi rumah Kartareja. Mereka ingin melihat Srintil dirias. Sepanjang usianya yang sebelas tahun baru pertama kali Srintil menjadi
43
perhatian orang. Dia tersipu, terkadang tertawa kecil bila mendengar bila orang berbisik memuji kecantikannya.” (hal 18) (2) “Tanggapan hanya berbisik-bisik lirih. Seorang perempuan mengamit lengan teman di sebelahnya, memuji kecantikan Srintil. Rasus, Warta dan Darsun memandang boneka di tengah tikar itu tanpa kedipan mata. Srintil yang sering menari di bawah pohon nangka kini tampil di tengah pentas.” (hal 19)
Dari kutipan 1 dan 2 diatas dapatdisimpulkan bahwa Srintil mempunyai wajah yang cantik.Hal itu terbukti dengan pemaparan tokoh. (3) “Penonton menunda kedipan mata ketika Srintil bangkit hanya dituntun kenalurinya, Srintil mulai menari. Matanya setengah terpejam. Sakarya yang berdiri disamping Kartareja memperhatikan ulah cucunya dengan seksama. Dia ingin membuktikan kata-katanya, bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang ronggeng. Dan Kartareja sang dukun ronggeng mendapat kenyataan seperti itu.” (hal 19).
(4) “Sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun adat dukuh paruk mengatakan masih ada dua tahapan yang harus dilalui sebelum Srintil berhak menyebut dirinya sebagai ronggeng yang sebenarnya. Salah satu diantaranya adalah upacara permandian yang secara turun-temurun dilakukan di depan cungkup makam Ki Secamengkala.” (hal 43) Dari kutipan 3 dan 4
dapat disimpulkan bahwa Srintil merupakan
seorang ronggeng dan perempuan yang dianggap titisan Ki Secakempala karena didalam tubuh Srintil telah bersemayam indang ronggeng. (5) “Ronggeng itu cukup arif karena dia tahu rumah Nenek hampir setiap tahun tidak tersimpan beras meski hanya segenggam. Srintil menanak nasi dan merebus air buat aku dan nenek. Dia juga membuat telur dadar, makan paling mewah yang sangat jarang dibuat orang dipedukuhan kecil itu. Pagi itu bahkan beberapa hari kemudian, Srintil menyediakan diri sebagai istriku. Bahkan bukan hanya aku yang hanya dimanjakannya secara berlebihan, melainkan juga Nenek. Perempuan pikun itu pasti merasa mendapat saat yang paling menyenangkan sepanjang usianya” (hal 104)
Dari kutipan 5 dapat disimpulkan bahwa Srintil mempunyai sifat arif. Hal itu dapat dibuktikan dalam kutipan 5 yang mengatakan “Ronggeng itu cukup arif, karena dia tahu rumah Nenek hampir setiap tahun tidak
44
tersimpan beras meski hanya segenggam”. Dari kutipan 5 juga dapat disimpulkan bahwa Srintil juga mempunyai sifat peduli kepada kepada orang lain. Hal itu terbukti ketika Srintil mengambil beras untuk memasak dan menyiapkan sarapan untuk Rasus dan neneknya. (6) “Aku akan pergi ke kantor polisi!” kata Srintil tiba-tiba. “aku akan menanyakan kepada mereka apa kesalahan kita”. “Ya.Aku setuju, ujar Kartareja. Kami hanya meronggeng. Kita sama sekali tidak merojeng pada siapapun. Srintil, aku akan menyertaimu ke kantor polisi” “Jangan cucuku, kamu harus tetap di sini bersamaku. Kamu jangan kemana-mana tangis Nyai Sakarya” “Aku mengenal mereka, Nek. Juga komandannya, kata Srintil”(hal 239)
Dari kutipan 6 membuktikan bahwa Srintil mempunyai sifat yang pemberani. Hal itu terbukti ketika dia mau pergi ke kantor polisi untuk menanyakan kesalahannya sedangkan dia tidak mengerti sama sekali mengenai urusan hukum. (7) “Pada suatu saat yang sangat singkat pantat Srintil terangkat karena guncangan, dan pada saat yang amat singkat itu Marsusi menarik gas. Motor meleset dan Srintil sejenak mengapug di udara. Sesuatu yang sejak semula terpisah jadi benar-benar berpisah. Pantat Srintil tidak jatuh ke atas jok melainkan terhempas ke permukaan jalan. Tubuh Srintil terbanting dan berguling-guling, Sementara Marsusi terus melaju karena tidak tahu sesuatu yang telah terjadi di belakangnya. (hal 298)” (8) “Setelah berhasil mengembalikan ketengannya Srintil melangkah ke pinggir. Tak seorang manusiapun di jalan kecil yang menembus hutan jati itu. Namun yang pasti Srintil sadar harus menggunakan kesempatan kebebasan yang tak sengaja di perolehnya. Nalurinya mengajarkan, Marsusi akan segera berbalik dan mencari Srintil begitu dia tahu jok belakang motornya telah kosong.” (hal 298)
Kutipan 7 dan 8 membuktikan bahawa Srintil adalah seseorang yang nekat. Hal itu terbukti ketika Srintil nekat mengangkat pantatnya pada saat berada diatas motor Marsusi ketika marsusi menarik gas. Akhirnya, pantat Srintilpun
jatuh kepermukaan jalan. Kemudian Srintil lari ke pinggir jalan.
45
Dari kutipan 1 sampai 8 dapat disimpulkan bahwa Srintil merupakan ronggeng yang cantik, mempunyai sifat sifat arif, peduli, pemberani dan nekat.
ISTRI SATAYIB Istri santayib juga merupakan orang tua dari Srintil ia adalah Ibu Srintril. Istri Santayib mempunyai sifat baik, patuh dan penyayang hal itu dapat dibuktikan dengan kutipan novel dibawah ini:
(1) “kang,” kata istri Santayib dengan mata terbeliak lurus kedepan. “Hhh?” “Srintil, Kang. Bersama siapakah nanti anak kita, Kang?” “Hhhh?” “Aku tidak tega meninggalkannya, Kang.” (hal 29) (2) “Istri Santayib melayani mereka. Celoteh anatarperempuan terdengar akrab. Kemanisan pergaulan kampung yang lugu”.(hal 23)
Kutipan 1 menjelaskan bahwa Istri Santayib adalah ibu Srintil yang memiliki sifat penyayang. Dari dialog Istri Santayib dan Santayib terbukti bahwa Istri Santayib sangat menyayangi Srintil. Diamengkhawatirkan Srintil apabila dia meninggalkan Srintil. Sedangkan kutipan 2 menjelaskan bahwa Istri Santayib mempunyai sifat yang ramah.
(3) “Secara mencolok Santayib memasukkan bongkrek kedalam mulutnya. Tanpa mengunyah, makanan itu cepat ditelannya. Pada mulanya, Istri Santayib terpana. Tetapi rasa setia kawan menyuruhnya segera bertindak. Sambil memopong Srintil, perempuan itu ikut mengambil bongkrek dari tangan Santayib dan langsung menelannya.
Kutipan 3 dapat disimpulkan bahwa Istri Santayib mempunyai sifat yang setia. Hal itu terbukti ketika Istri Santayib ikut menelah tempe bongkrek ketika dia melihat suaminya memakan tempe bongkrek. Dari
46
ketiga kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Istri Santayib memiliki sifat penyayang, ramah, dan setia.
NENEK RASUS Nenek Rasus merupakan tokoh yang digambarkan oleh pengarang sebagai seorang Nenek yang memiliki sifat penyayang, sabar dan pikun. Hal itu dapat dibuktikan melalui kutipan novel berikut ini
(sifat penyayang)
(1) “Aku sendiri, kata Nenek selamat secara kebetulan. Ayah dan Emak baru merasa pusing di kepala, Aku sudah jatuh pingsan. Tanpa ada yang member petujuk, nenek menggali tanah pasir di samping rumah. Aku ditanamnya dalam posisi berdiri, hanya dengan kepala berada di atas permukaan tanah. Sebenarnya inilah cara dukuh paruk mengobati orang keracunan jengkol. Aneh dengan cara ini pula aku selamat dari racun tempe bongkrek.” (hal 33)
Kutipan 1 dapatdisimpulkan bahwa Nenek Rasus mempunyai sifat yang penyayang. Hal tersebut dapat dibuktikan pada saat nenek Rasus menggali tanah pasir dan memasukkan Rasus kedalamnya agar dia bisa selamat dari racun tempe bongkrek.
(Linglung dan Pikun) (2) “Srintil mengikutiku ketika aku berjalan menuju rumah nenek. Ah, semaki tua nenekku. Kurus dan makin bungkuk. Kasihan, Nenek tidak bida banyak bertanya kepadaku. Linglung dia. Tetapi aku merangkulnya sambil berseru berulang-ulang menyebut namaku sendiri. Aku Rasus, Nek”. (3) “Lama aku berfikir tentang keris itu. Ada keraguan menyerahkannya kepada Srintil. Aku tahu Nenek pasti menentang kehendakku. Untung, roh-roh jahat mengajariku bagaimana menipu nenekku yang pikun.” (hal 39)
47
Dari pemaparan tokoh lain pada kutipan 2 dan kutian 3 diatas dapat disipulkan bahwa Nenek Rasus adalah seorang nenek yang sudah linglung dan pikun.
NYAI SAKARYA (Nenek Srintil) Nenek Srintil merupakan tokoh yang mempunyai sifat penyayang, penyabar, dan peduli. Hal itu dapat dibuktikan melalui kutipan novel dibawah ini: (1) “Di ruang tengah dia berhadapan dengan tiga orang yang mengacungkan senjata kepadanya. Nyai Sakarya yang menyusul suaminya keluar langsung tersipuh di tanah”.(hal 101) (2) “Jangan cucuku, kamu harus tetap di sini bersamaku.Kamu jangan jangan kemana-mana, tangis Nyai Sakarya”. ( hal 239)
Dari kutipan 1 dan 2 diatas dapat disimpulkan bahwa Nyai Sakarya adalah Nenek dari Srintil yang mempunyai sifat penyayang, peduli serta setia. Sifat penyayang dan peduli Nyai Sakarya tampak pada kutipan 2 ketika Nyai Sakarya tidak memperbolehkan cucunya pergi smabil menangis dia menahan cucunya. Sedangkan sifat setia Nyai Sakarya tampak pada kutipan 1 “Nyai Sakarya yang menyusul suaminya keluar langsung tersipuh di tanah” dari kutipan itu tampak jelas bahwa Nyai Sakarya merupakan seseorang yang setia.
NYAI KARTAREJA Nyai Kartareja merupakan Istri dari dukun ronggeng Dukuh Paruk yaitu
Ki
Kartareja.
Nyai Kartareja
memiliki
sifat
matrealistis, pandai
membujuk dan licik, hal itu dapat dibuktikan dengan kutipan novel berikut: (pandai membujuk)
48
(1) “Oh kalianbocah bagus, Kata nyai Kartareja. Jangan bertengkar di sini. Aku khawatir tetangga nanti datang karena mendengar keributan. Ayo bocah bagus, duduklah. Kalau kalian terus berselisih pasti Srintil merasa takut. Bagaimana bila nanti dia tidak bersedia menjalani bukak-kelambu?” (hal 73) (2) “Inilah susahnya momong seorang ronggeng cantik tapi masih kekanak-kanakan. Bayangkan Pak, Srintil sedang menuntut kalung seperti yang dipakai oleh istri Lurah Pecikalan, sebuah kalung rantai emas dengan berat seratus gram dengan bandul berlian. Seorang Priyai seperti sampean kalau mau tentu bisa memenuhi keinginan Srintil itu. Nah bagaimanakah dengan kami yang melarat ini. Oh Srintil mentang-mentang cantik mudah saja dia memberi beban kepada kami.” (hal 122)
Pada kutipan 1 tampak jelas sifat Nyai Kaetareja yang pandai membujuk. Dia kalianbocah bagus,
berhasil meredamkan pertengkaran yang terjadi. “Oh Kata nyai Kartareja. Jangan bertengkar di sini. Aku
khawatir tetangga nanti datang karena mendengar keributan. Ayo bocah bagus, duduklah” dari kutipan itu sangat jelas bahwa Nyai kartareja pandai membujuk. Pada kutipan 2 juga membuktikan bahwa Nyai Kartareja Pandai membujuk. “Inilah susahnya momong seorang ronggeng cantik tapi masih kekanak-kanakan. Bayangkan Pak, Srintil sedang menuntut kalung seperti yang dipakai oleh istri Lurah Pecikalan, sebuah kalung rantai emas dengan berat seratus gram dengan bandul berlian.”
(3) “Ketika suatu malam Marsusi muncul kembali ke Dukuh Paruk, tibalah saat bagi Nyai Kartareja meminta Srintil kembali kepada kebiasaan semula. Dalam mempengaruhi Srintil, Nyai Kartareja menggunakan segala kemampuannya karena dia tau Marsusi pastilah membawa kalung emas seratus gram dengan bandul belian. Perhiasan seperti milik istri Lurah Pecikalan itu telah lama menjadi buah mimpinya. Tetapi kepada Marsusi dia mengatakan Srintillah yang menginginkannya.” ( hal 140) (4) “Dan kamu bertingkah menolak sebuah kalung seratus gram? Merasa sudah kaya? Bila kamu tidak suka kalung itu, mestinya kau ambil untukku. Dan kau layani Pak Marsusi karena semua orang toh tahu kau sudah menjadi ronggeng dan sundal.” (152)
49
Dari kutipan 3 dan 4 dapat disimpulkan bahwa Nyai Kartareja memiliki sifat licik. Dia mempengaruhi Srintil dengan berbagai cara agar mau kembali kepada kebiasaan lamanya dan dia sangat marah ketika Srintil menolak sebuah kalung seratus gram karena sebenarnya yang menginginkan kalung itu adalah dirinya.
4.1.2 Citra Perempuandalam Novel Ronggeng Dukuh ParukKarya Ahmad Tohari Citra perempuan yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk yang dibagi menjadi tiga aspek, yaitu (1) aspek fisik, (2) aspek psikis, dan (3) aspek sosial, sebagai berikut: 4.1.2.1 Citra Perempuan dari Segi Fisik Citra perempuan di tinjau dari segi fisik yaitu gambaran tentang perempuan yang dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik atau lahiriah, seperti: usia, jenis kelamin, keadaan tubuh dan ciri muka. Citra perempuan dari segi fisik yang terdapat dalam novel ini
akan dilihat bagaimana fisik dari Srintil
sebagai tokoh pembantu utama baik itu dari jenis kelaminnya, usianya, dan dari tanda-tanda jasmaninya. Seperti yang telah di uraikan dalam tokoh dan penokohan tokoh Srintil di gambarkan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk sebagai seorang anak yatim piyatu yang di tinggal kedua orang tuanya karena terkena racun tempe bongkrek dan mempunyai citra sebagai remaja catik yang masih belasan tahun yang sudah bisa menari bahkan menyanyi dan menembangkan lagu erotik yang biasa dibawakan oleh seorang Ronggeng. Hingga akhirnya Srintil di serahkan kepada Nyai Kartareja oleh kakeknya untuk di jadikan
50
menjadi seorang ronggeng dan Srintil mendukung tindakan kakeknya untuk menyerahkan dirinya kepada dukun ronggeng dan di jadikan seorang ronggeng. Citra fisik Srintil di dalam novel bisa
di dapatkan melaui dialog
dengan tokoh lain ataupun pemaparan tokoh lain mengenai citra fisik yang dimiliki oleh Srintil. Berdasarkan Usia (1) ”Srintil, perawan yang baru belasan tahun, menyanyikannya dengan sungguh-sungguh. Boleh jadi ia belum paham benar makna lirik lagu itu.” (hal 12)
Citra fisik srintil
yang terungkap di atas melalui pemaparan
tokoh utama sekaligus narator dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk, yaitu Rasus. Rasus memaparkan bahwa Srintil adalah seorang gadis berusia belasan tahun yang mempunyai cabang halus di kedua pipinya serta sudah bisa menyanyikan lagu-lagu erotik yang biasa di bawakan oleh seorang ronggeng. (2) ”Pokoknya, pada usia empat belas tahun aku berani mengatakan Srintil cantik. Boleh jadi ukuran yang kupakai untuk menilai Srintil hanya patut untuk selera Dukuh Paruk. Namun setidaknya pengakuanku itu sebuah kejujuran. (hal 36)
Berdasarkan kutipan di atas melalui pemaparan tokoh utama sekaligus narator dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk, yaitu Rasus. Rasus memaparkan bahwa Srintil adalah seorang gadis berusia empat belasan tahun yang mempunyai paras yang cantik. Jenis Kelamin (1) ”Srintil, perawan yang baru belasan tahun, menyanyikannya dengan sungguh-sungguh. Boleh jadi ia belum paham benar makna lirik lagu itu.” (hal 12)
51
Berdasarkan kutipan di atas bahwa jenis kelamin Srintil adalah perempuan dengan adanya kutipan perawan belasan tahun tersebut bermakna bahwa Srintil adalah perempuan. (2) ”Pokoknya, pada usia empat belas tahun aku berani mengatakan Srintil cantik. Boleh jadi ukuran yang kupakai untuk menilai Srintil hanya patut untuk selera Dukuh Paruk. Namun setidaknya pengakuanku itu sebuah kejujuran. (hal 36)
Berdasarkan kutipan di atas bahwa jenis kelamin Srintil adalah perempuan dengan adanya kutipan Srintil cantik tersebut bermakna bahwa Srintil adalah perempuan. Keadaan Tubuh (1) ”Mimik penagih berahi yang selalu ditampilkan oleh seorang ronggeng yang sebenarnya, juga diperbuat oleh Srintil saat itu. Lenggok lehernya, lirik matanya, bahkan cara Srintil menggoyangkan pundak akan memukau lelaki dewasa mana pun yang melihatnya.”(hal 13)
Berdasarkan kutipan di atas jelas bahwa keadaan tubuh sentril yang yang sagat indah di lihat baik lenggok lehernya, lirik matanya, bahkan cara Srintil menggoyangkan pundak akan memukau lelaki dewasa mana pun yang melihatnya. Berdasarkan Ciri Muka (1) ”Tetapi aku tidak bisa memaparkan apakah Emak mempunyai cabang halus di kedua pipinya seperti halnya Srintil. Atau apakah juga ada lesung pipi pada pipi kiri Emak. Srintil bertambah manis dengan lekuk kecil di pipi kirinya, bila ia sedang tertawa.” (hal 45)
Citra fisik srintilberdasarkan ciri muka yang terungkap di atas Rasus mengatakan bahwa Srintil mempunyai ciri muka yang menawan dan manis yaitu dengan adanya lekuk kecil di pipi kirinya. (2) ”Eh, kalian dengar. Srintil bukan milik orang perorang. Bukan hanya kalian yang ingin memanjakan Srintil. Sehabis pertunjukan
52
nanti, aku mau meminta izin kepada Nyai Kartareja.” ”Engkau mau apa?” ”Memijat Srintil. Bocaha ayu itu pasti lelah nanti. Dia akan kubelai sebelum tidur.” ”Yah Srintil. Bocah kenes, bocah kewes. Andaikata dia lahir dari perutku, kata perempuan lainnya lagi. Berkata demikin, perempuan itu mengusap matanya sendiri. Kemudian membersihkan air mata yang menetes dari hidungnya.” (hal 20) (3) ”Itu benar. Srintil memang ayu dan kenes, tetapi siapa yang mempunyai sebuah ringgit emas di Dukuh Paruk” (hal 52) (4) “Inilah susahnya momong seorang ronggeng cantik tapi masih kekanak-kanakan. Bayangkan Pak, Srintil sedang menuntut kalung seperti yang dipakaioleh istri Lurah Pecikalan, sebuah rantai emas dengan berat seratus gram dengan bandul berlian. Seorang Priyai seperti sampean kalau mau tentu bisa memenuhi keinginan Srintil itu. Nah bagaimanakah dengan kami yang melarat ini. Oh Srintil mentang-mentang cantik mudah saja dia memberi beban kepada kami.” (hal 122)
(5) “Srintil makin mempesona. Orang-orang Dukuh Paruk, terutama yang tua-tua, mengaku baru sekali inilah pedukuhan kecil itu memiliki seorang ronggeng yang demikian cantik.” (hal 139) Dari kutipan keempat di atas dapat disimpulkan bahwa Srintil mempunyai citra fisik yang cantik dan mempesona hal itu terbukti dari dialog antartokoh di atas yang mengakui kecantikannya.Srintil memang sangat cantik tapi sifatnya masih kekanak-kanakan, sehingga sering membebani orang tuanya atau pengasuhnya untuk memenuhi keinginannya. 4.1.2.2Citra Perempuan dari Segi Psikis Citra perempuan yang di tinjau dari segi psikis atau kejiwaan yaitu gambaran tentang perempuan yang dilihat dari segi psikologisnya, seperti mentalitas,ukuran moral,dapatmembedakanyang baik dan tidakbaik, temperamen, perilaku, dan IQ (Intelegence Quantent) atau tingkat kecerdasan.Perempuan selain sebagai makhluk individu yang terbentuk dari aspek fisik juga terbentuk dari
53
aspek psikis. Dengan mengetahui aspek fisis dan psikis itulah keduanya ikut mempengaruhi citra perilakunya. Tokoh-tokoh perempuan yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah Srintil, Istri Santayib, Istri Sakarya, Nyai Kartareja,
Tampi,
Ibu Camat, Ibu Komandan dan ibu Wedana. Untuk mengetahui citra psikis yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk tentunya hal itu tidak terlepas dari hubungannya dengan unsur-unsur novel yang telah di jelaskan di atas khususnya penokohan, serta dialog yang terjadi di dalam cerita yang mencerminkan citra psikis tokoh perempuan di dalam cerita. Mentalitas (1) “Di atas tempat tidurnya yang mewah menurut ukuran Dukuh Paruk Srintil membaringkan bayinya dengan hati-hati. Ketika Goder meronta sejenak Srintil menawarkan teteknya. Mulut Srintil mulai berdesis dengan suara lembut. Goder kembali lelap dengan kedamaian yang sempurna pada wajahnya. Bukan hanya karena lembutnya belaian tetapi karena rasa aman bagi jiwanya. Bayi itu bisa menerjemahkan tanpa salah gerak-gerik ibunya, segala getar suara. “ (hal 146) (2) “Ronggeng itu cukup arif karena dia tahu rumah Nenek hampir setiap tahun tidak tersimpan kaleng meski hanya segenggam. Srintil menanak nasi dan merebus air buat aku dan nenek. Dia juga membuat telur dadar, makan paling mewah yang sangat jarang dibuat orang dipedukuhan kecil itu. Pagi itu bahkan beberapa hari kemudian, Srintil menyediakan diri sebagai istriku. Bahkan bukan hanya aku yang hanya dimanjakannya secara berlebihan, melainkan juga Nenek. Perempuan pikun itu pasti merasa mendapat saat yang paling menyenangkan sepanjang usianya” (hal 104)
Dari kedua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Srintil mempunyai sifat mentalitas yang baik, penyayang, arif dan peduli terhadap orang lain. Srintil memang sangat mencintai Rasus, tetapi semenjak Srintil memutuskan untuk menjadi ronggeng Rasus merasa bahwa dia sudah tidak berhak lagi untuk mencintai Srintil karena dia sadar bahwa Srintil sudah menjadi milik umum.Siapa saja bisa memiliki Srintil asalkan mampu membayar Srintil.
54
Ukuran Moral (1) “Bila para perempuan kelihatan tulus ikhlas memanjakan Srintil, tidak demikian dengan para laki-laki. Pak Simbar, penjual sabun berkata dengan mata bersinar-sinar kepada Srintil”“Eh, wong kenes, wong kewes.Aku tahu di Dukuh Paruk orang menggosok-gosokkan batu ke badan bila sedang mandi. Tetapi engkau tak pantas melakukannya. Mandilah dengan sabun madiku. Tak usah bayar bila nanti malam kau bukakan pintu bilikmu bagiku. Nah kemarilah berkata demikian, tangan Pak Simbar menjulur ke arah pinggul Srintil. Aku melihat dengan pasti, Srintil tidak menepiskan tangan laki-laki itu.” (hal 83) (2) “ Seperti juga Pak Simbar, Babah pincang juga gatal tangan. Bukan pinggul Srintil yang digamitnya, melainkan pipinya. Kali ini pun Srintil tak berusaha menolak” (hal 83)
Berdasarkan
kutipan
diatas
mempunyai moral yang rendah. Hal
dapatdisimpulkan
bahwa
Srintil
itu terbukti dari sikap Srintilyang
membiarkan laki-laki di pasar memegang pinggul dan pipi Srintil. (3) “Terkadang Srintil mengajakku ke sebuah rumah yang tidak jauh dari pasar Dawuan. Meskipun Srintil selalu marah bila disebut sundal, tetapi dia tahu betul setiap rumah yang bisa disewa untuk perbuatan cabul. Dia membuktikan kata-katanya bahwa dariku dia tidak mengharapkan uang. (hal 89)
Berdasarkan kutipandi atas terlihat bahwa Srintil mengajak Rasus ke rumah yang tak jauh dari pasar dawuan untuk berbuat cabul sedangkan mereka bukan sepasang suami istri. Hal itu membuktikan bahwa Srintil mempunyai moral yang rendah karena dia mau berbuat cabul dengan Rasus meski bukan Suami Istri.
(4) “Di ruang tengah dia berhadapan dengan tiga orang yang mengacungkan senjata kepadanya. Nyai Sakarya yang menyusul suaminya keluar langsung tersipuh di tanah”. (hal 101) (5) “Jangan cucuku, kamu harus tetap di sini bersamaku.Kamu jangan jangan kemana-mana, tangis Nyai Sakarya”. ( hal 239)
55
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Nyai Sakarya adalah Nenek dari Srintil memiliki moral yang baik. Sifat penyayang dan peduli Nyai Sakarya tampak ketika Nyai Sakarya tidak memperbolehkan cucunya pergi
sabil menangis dia menahan cucunya. Sedangkan sifat setia Nyai
Sakarya tampak pada kutipan 1 “Nyai Sakarya yang menyusul suaminya keluar langsung tersipuh di tanah” dari kutipan itu tampak jelas bahwa Nyai Sakarya merupakan seseorang yang setia.
Dapat membedakan yang baik dan tidak baik (1) “Aku akan pergi ke kantor polisi!” kata Srintil tiba-tiba. “aku akan menanyakan kepada mereka apa kesalahan kita”. “Ya.Aku setuju, ujar Kartareja. Kami hanya meronggeng. Kita sama sekali tidak merojeng pada siapapun. Srintil, aku akan menyertaimu ke kantor polisi” “Jangan cucuku, kamu harus tetap di sini bersamaku. Kamu jangan kemana-mana tangis Nyai Sakarya” “Aku mengenal mereka, Nek. Juga komandannya, kata Srintil”(hal 239)
Darikutipan di atas bahwa Srintil mempunyai citra perempuan yang dapat membedakan yang baik dan tidak baik. Hal itu terbukti ketika Srintil dengan beraninya ingin ke kantor polisi dan menanyakan kesalahan mereka. Srintil yakin mereka tidak bersalah. Dari kutipan itu Srintil dengan berani dan nekat ingin membebaskan diri. Temperamen(Sifat keras) (1) “Dan kamu bertingkah menolak sebuah kalung seratus gram? Merasa sudah kaya? Bila kamu tidak suka kalung itu, mestinya kau ambil untukku. Dan kau layani Pak Marsusi karena semua orang toh tahu kau sudah menjadi ronggeng dan sundal.” (152)
Dari
kutipandi atas
bahwa
Nyai
Kartareja
memiliki
sifat
temperamen. Dia mempengaruhi Srintil dengan berbagai cara agar mau kembali kepada kebiasaan lamanya dan dia sangat marah ketika Srintil
56
menolak sebuah kalung seratus gram karena sebenarnya yang menginginkan kalung itu adalah dirinya.
(2) “Tidak! Bongkrekku tidak mungkin beracun. Bahannya bungkil yang kering. Tidak bercampur apapun. Ayah engkau jangan mengajak orang-orang menuduh anakmu sendiri dengan keji”. (hal 26)
Kutipan 2 membuktikan bahwa Santayib mempunyai sifat yang keras. Santayib tidak terima dengan tuduhan warga Dukuh Paruk bahwa tempe bongkreknya mengandung racun. Santayib tetap kukuh bahwa tempe bongkrek buatannya tidak mengandung racun.
(3) “Kalian, orang Dukuh Paruk. Buka matamu, ini Santayib! Aku telah menelan seraup tempe bongkrek yang kalian katakana beracun. Dasar kalian semua asu buntung.” (hal 27-28)
Kutipan3menjelaskan bahwa Santayib memiliki sifat yang tidak mudah putus asa atau keras.Dengan menelan seraup tempe bongkrek Santayib tetap
meyakinkan orang-orang Dukuh
Paruk
bahwa
tempe
bongkreknya tidak beracun. Dari kedua kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Santayib memiliki sifat yang keras dan tidak mudah putus asa. Perilaku (1) “Terkadang Srintil mengajakku ke sebuah rumah yang tidak jauh dari pasar Dawuan. Meskipun Srintil selalu marah bila disebut sundal, tetapi dia tahu betul setiap rumah yang bisa disewa untuk perbuatan cabul. Dia membuktikan kata-katanya bahwa dariku dia tidak mengharapkan uang. (hal 89)
Berdasarkan kutipandi atas terlihat bahwa Srintil mengajak Rasus ke rumah yang tak jauh dari pasar dawuan untuk berbuat cabul sedangkan mereka bukan sepasang suami istri. Hal itu membuktikan bahwa Srintil mempunyaiperilaku tidak baik karena dia mau berbuat cabul dengan Rasus meski bukan Suami Istri.
57
4.1.2.3 Citra Perempuan dari segi Sosial Citra perempuan ditinjaudari segi sosial, yaitu gambarantentang perempuan yang dilihat berdasarkan ciri-ciri sosiologis yaitu pekerjaan,jabatan, peran dalam masyarakat, tingkat pendidikan,pandanganhidup,agama,kepercayaan, idiologi, bangsa, suku, dan kehidupanpribadi. Dalam hal ini untuk menemukan citra perempuan dari segi sosial
peneliti
melihat citra perempuan berdasarkan
perannya dalam keluarga dan perannya dalam masyarakat.Peran ialah bagian yang dimainkanseseorang pada setiap keadaan, dan cara bertingkah laku dalam menyelaraskandiri dengan keadaan. Pekerjaan (1) “Oh kalianbocah bagus, Kata nyai Kartareja. Jangan bertengkar di sini. Aku khawatir tetangga nanti datang karena mendengar keributan. Ayo bocah bagus, duduklah. Kalau kalian terus berselisih pasti Srintil merasa takut. Bagaimana bila nanti dia tidak bersedia menjalani bukak-kelambu?” (hal 73) (2) “Ketika suatu malam Marsusi muncul kembali ke Dukuh Paruk, tibalah saat bagi Nyai Kartareja meminta Srintil kembali kepada kebiasaan semula. Dalam mempengaruhi Srintil, Nyai Kartareja menggunakan segala kemampuannya karena dia tau Marsusi pastilah membawa kalung emas seratus gram dengan bandul belian. Perhiasan seperti milik istri Lurah Pecikalan itu telah lama menjadi buah mimpinya. Tetapi kepada Marsusi dia mengatakan Srintillah yang menginginkannya.” ( hal 140)
Berdasarkan ketiga kutipan di atas tampak jelas Srintil memiliki pekerjaan sebagai ronggeng. Ronggeng adalah pekerjaan Srintil yang telah ia keluti semenjak ia masih kecil. Peran dalam Masyarakat (1) “Penonton menunda kedipan mata ketika Srintil bangkit hanya dituntun kenalurinya, Srintil mulai menari. Matanya setengah terpejam. Sakarya yang berdiri disamping Kartareja memperhatikan ulah cucunya dengan seksama. Dia ingin membuktikan kata-katanya, bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang ronggeng. Dan Kartareja sang dukun ronggeng mendapat kenyataan seperti itu.” (hal 19).
58
Berdasarkan kutipan di atas bahwa peran Srintil dalam masyarakat sangat disenangi. Srintil selalu menjadi pusat perhatian terutama dengan parasnya yang cantik dan selalu ramah kepada orang di sekitarnya. Tingkat pendidikan (1) “Srintil sejak kecil hanya mengenyam pendidikan SD itu hanya pasrah degan kehidupan yang di jalaninya sebagai ronggeng, ucap Rasus.(hal 386)
Berdasarkan kutipan di atas Srintil hanya sekolah sampai tingkat SD Sesuai dengan kutipan Srintil sejak kecil hanya mengenyam pendidikan SD itu hanya pasrah degan kehidupan yang di jalaninya sebagai ronggeng. Srintil sejak
kecil sudah yatim piatu, dan sejak itu pula ia hidup diasuh oleh orang lain. Kepercayaan (1) “Sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun adat dukuh paruk mengatakan masih ada dua tahapan yang harus dilalui sebelum Srintil berhak menyebut dirinya sebagai ronggeng yang sebenarnya. Salah satu diantaranya adalah upacara permandian yang secara turun-temurun dilakukan di depan cungkup makam Ki Secamengkala.” (hal 43) (2) “Aku mengira upacara permandian di perkuburan adalah syarat terakhir sebelum seorang gadis sah menjadi ronggeng. Ternyata aku salah. Orang-orang Dukuh Paruk mengatakan bahwa Srintil masih harus menyelesaikan satu syarat lagi. Sebelum hal itu terlaksana, Srintil tak mungkin naik pentas dengan memungut biaya. (hal 51)
Dari kedua kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Srintil merupakan seorang ronggeng yang harus mematuhi kepercayaan yang ada di Dukuh Paruk. Sebagai seorang ronggeng Srintil sangat sadar bahwa dirinya adalah milik semua orang di Dukuh Paruk yang bisa membayarnya.
4.2 Pembahasan Hasil penelitian ini telah ditemukan citra perempuan yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, adalah citra
59
perempuan yang terkandung dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. 1). Citra perempuan dari segi fisik Citra perempuan ditinjau dari segi fisik yaitu gambaran tentang perempuan yang dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik atau lahiriah. Satoto, (1994: 45) menyatakan cirri-ciri fisik atau lahiriah perempuan
seperti usia, jenis
kelamin, keadaan tubuh dan cirri muka Berdasarkan
hasil
temuan,
tidak
semua
tokoh
perempuan
digambarkan fisiknya, yang diuraikan secara rinci yaitu Srintil. Seperti yang telah diuraikan dalam tokoh dan penokohan tokoh Srintil di gambarkan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk sebagai seorang anak yatim piatu yang ditinggal kedua orang tuanya
karena terkena racun tempe bongkrek dan
mempunyai citra sebagai remaja catik yang masih belasan tahun yang sudah bisa menari bahkan menyanyi dan menembangkan lagu erotik yang biasa dibawakan
oleh seorang
kepada Nyai Kartareja
Ronggeng. Hingga
akhirnya
Srintil
diserahkan
oleh kakeknya untuk dijadikan menjadi seorang
ronggeng dan Srintil mendukung tindakan kakeknya untuk menyerahkan dirinya kepada dukun ronggeng dan dijadikan seorang ronggeng. Uraian tersebut sejalan dengan teori, bahwa seorang ronggeng harus perempuan cantik dan punya suara bagus serta bisa menyanyikan lagu (Sugihastuti, 2000:45). Citra fisik Srintil di dalam novel bisa didapatkan melaui dialog dengan tokoh lain ataupun pemaparan tokoh lain mengenai citra fisik yang dimiliki oleh Srintil.Citra fisik Srintil
yang terungkap diatas melalui
60
pemaparan tokoh narator dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk, yaitu Rasus. Rasus memaparkan bahwa Srintil adalah seorang gadis berusia belasan tahun yang mempunyai cabang halus di kedua pipinya serta sudah bisa menyanyikan lagu-lagu erotik yang biasa dibawakan oleh seorang ronggeng. jenis kelamin Srintil adalah perempuan dengan adanya kutipan perawan belasan tahun tersebut bermakna bahwa Srintil adalah perempuan.Berdasarkan kutipan di atas jelas bahwa keadaan tubuh sentril yang yang sagat indah di lihat baik lenggok lehernya, lirik matanya, bahkan cara Srintil menggoyangkan pundak akan memukau
lelaki
dewasa
mana
pun
yang
melihatnya.Citra
fisik
srintilberdasarkan ciri muka yang terungkap di atas Rasus mengatakan bahwa Srintil mempunyai ciri muka yang menawan dan manis yaitu dengan adanya lekuk kecil dipipi kirinya. 2). Citra perempuan dari segi Psikis Citra perempuan yang ditinjau dari segi psikis atau kejiwaan yaitu gambaran tentang perempuan yang dilihat dari segi psikologisnya, yang ditemukan
yaitu:
mentalitas,ukuranmoral,dapatmembedakanyang
baik
dan
tidakbaik, temperamen danperilaku.Perempuan selain sebagai makhluk individu yang terbentuk dari aspek fisik juga terbentuk dari aspek psikis. Dengan mengetahui aspek fisis dan psikis itulah keduanya ikut mempengaruhi citra perilakunya. Tokoh-tokoh perempuan yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah Srintil, Istri Santayib, Istri Sakarya, Nyai Kartareja,
Tampi,
Ibu Camat, Ibu Komandan dan ibu Wedana. Akan tetapi tidak semua tokoh digambarkan oleh pengarang didalam novel Ronggeng Dukuh paruh hanya
61
tokoh Srintil dan Nyai Kartareja yang citra psikisnya digambarkan didalam novel. Untuk mengetahui citra psikis yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruh tentunya hal itu tidak terlepas dari hubungannya dengan unsur-unsur novel yang telah di jelaskan di atas khususnya penokohan, serta dialog yang terjadi di dalam cerita yang mencerminkan citra psikis tokoh perempuan didalam cerita.Srintil mempunyai sifat mentalitas yang tinggi. Srintil memang sangat mencintai Rasus, tetapi semenjak Srintil memutuskan untuk menjadi ronggeng Rasus merasa bahwa dia sudah tidak berhak lagi untuk mencintai Srintil karena dia sadar bahwa Srintil sudah menjadi milik umum. Siapa saja bisa memiliki Srintil asalkan mampu membayar Srintil.Srintil mempunyai moral yang rendah. Hal itu terbukti dari sikap Srintilyang membiarkan laki-laki di pasar memegang pinggul dan pipi Srintil. Srintil mempunyai citra perempuan yang tidak bisa membedakan yang baik dan tidak baik. Hal itu terbukti ketika Srintil memutuskan untuk menjadi ronggeng sementara dia tahu bahwa calon ronggeng harus mematuhi syaratsyarat yang telah ditetapkan oleh dukun ronggeng sebelum resmi menjadi ronggeng salah satunya adalah buka kelambu. Buka kelambu adalah semacam sayembara terbuka bagi laki-laki manapun, yang disayembarakan adalah keperawanan calon ronggeng. Srintil merupakan perempuan yang mempunyai perilaku yang tidak baik hal itu terbukti ketika Srintil mengajak Rasus berbuat cabul di sebuah rumah sementara mereka belum menikah. Nyai Kartareja memiliki sifat temperamen. Srintil
dia sangat marah ketika
menolak sebuah kalung seratus gram karena
sebenarnya
yang
62
menginginkan kalung itu adalah dirinya. Nyai kartareja juga memiliki perilaku yang tidak baik, hal itu terbukti ketika Dia mempengaruhi Srintil dengan berbagai cara agar mau kembali kepada kebiasaan lamanya. Berdasarkan uraian diatas aspek yang tidak ditemukan didalam novel Ronggeng Dukuh Paruh
adalah IQ atau tingkat kecerdasan.
3). Citra perempuan dari aspek sosial Citra perempuan ditinjaudari segi sosial, yaitu gambarantentang perempuan yang dilihat berdasarkan ciri-ciri sosiologis, yang ditemukan yaitu: pekerjaan, peran dalam masyarakat, tingkat pendidikan dan kepercayaan.Hal tersebut sesuai dengan pendapat Satoto (1994: 45) menyatakan gambaran tentang perempuan yang dilihat berdasarkan ciri-ciri sosiologis yaitu pekerjaan, jabatan, peran dalam masyarakat, tingkat pendidikan, pandangan hidup, agama, kepercayaan, idiologi, bangsa, suku, dan kehidupan pribadi. Srintil memiliki pekerjaan sebagai ronggeng. Ronggeng adalah pekerjaan Srintil yang telah ia keluti semenjak ia masih kecil.peran Srintil dalam masyarakat sangat disenangi. Srintil selalu menjadi pusat perhatian terutama dengan parasnya yang cantik dan selalu ramah kepada orang di dukuh paruh dan di tempat-tempat yang telah diuraikan didalam latar. Srintil hanya sekolah sampai tingkat SD Sesuai dengan kutipan Srintil sejak kecil hanya mengenyam pendidikan SD itu hanya pasrah degan kehidupan yang di jalaninya sebagai ronggeng.
Srintil sejak kecil sudah yatim piatu, dan sejak itu pula ia hidup diasuh oleh orang lain.Srintil merupakan seorang ronggeng yang harus mematuhi kepercayaan yang ada di Dukuh Paruk. Sebagai seorang ronggeng Srintil sangat
63
sadar bahwa dirinya adalah milik semua orang di Dukuh Paruk yang bisa membayarnya. Berdasarkan uaraian diatas ada beberapa asapek citra perempuan yang tidak ditemukan didalam novel Ronggeng Dukuh Paruk
yaitu agama,
Idiologi, bangsa, suku, kehidupan pribadi. Dalam aspek sosial ini tidak semua tokoh perempuan yang digambarkan citra perempuan dari segi sosialnya hanya tokoh Srintillah yang digambarkan sedangkan tokoh lainnya tidak digambarkan sehingga penulis tidak mendapatkan citra sosialnya.
BAB V PENUTUP
64
5.1 Simpulan Citra
perempuan
dalam
novel
Ronggeng
Dukuh
Paruh
dapat
disimpulkan sebagai perempuan atau ronggng yang cantik, bisa menyanyikan lagu erotik, memiliki tubuh yang indah, memiliki ciri muka yang menawan dan cantik, perempuan yang memiliki mentalis yang tinggi akan tetapi dia mempunyai moral yang rendah, tidak dapat membedakan baik dan buruk, serta perempuan yang
memiliki perilaku yang tidak baik. Akan tetapi
peran Srintil sangat disenangi dan Dia juga mematuhi kepercayaan yang ada di dukuh paruk akan tetapi dia memiliki pendidikan yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan citra perempuan yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Parukyaitu (1) segi fisik, (2) segi psikis, dan (3) segi sosial, yang dirincikan sebagai berikut: 1. Citra perempuan yang terdapat didalam novel Ronggeng Dukuh Paruhdari
segi
fisik
yaitu
perempuan
berusia
belasan
tahun,
memiliki tubuh yang indah, memiliki ciri muka yang menawan, mempesona, dan cantik. 2. Citra perempuan yangterdapat didalam novel Ronggeng Dukuh Paruh darisegipsikis yaituperempuan yang mempunyai mentalis yang tinggi, mempunyai moral yang rendah, dan memiliki perilaku yang tidak baik. 3. Citra perempuan yang terdapatdidalam Paruh”dari segisosial yaitu
perempuan
novel yang
Ronggeng memiliki
Dukuh pekerjaan
sebagai ronggenng, mempunyai peran yang sangat disenangi dalam 64
65
masyarakat, mempunyai pendidikan sampai tingkat SD, mematuhi kepercayaan yang ada di dukuh paruh. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan citra tokoh perempuan dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruh” adalah tokoh atau seorang ronggeng yang cantik tetapi tidak bermoral, tidak dapat membedakan baik dan buruk, mempunyai perilaku yang tidak baik, tetapi disenangi masyarakat meski pun pendidikannya rendah.
5.2 Saran Dari hasil penelitian ini dapat disarankan kepada: 1. Para pendidik, calon pendidik dan peneliti lain agar dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dalam meningkatkan wawasan tentang sastra berkenaan dengan citra perempuan. 2. Bagi peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan penelitian bagi peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan penelitian mengenai citra perempuan denganpermasalahan-permasalahan yang berbeda. Seperti mengkaji seluruh
unsur
intrinsiknya
atau
mengungkapkan
permasalahn-
permasalahan yang disimpulkan dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” tersebut.