BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran umum Kota Gorontalo Kota Gorontalo lahir pada hari Kamis, 18 Maret 1728 M atau bertepatan dengan Kamis, 06 Syakban 1140 Hijriah. Tepat tanggal 16 Februari 2001 Kota Gorontalo secara resmi ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Gorontalo (UU Nomor 38 Tahun 2000 Pasal 7). Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari propinsi Gorontalo yang luas wilayahnya 64,79 KM atau sekitar 0,53% dari luas Propinsi Gorontalo. Curah hujan di wilayah ini tercatat sekitar 11mm S/D 266mm pertahun. secara umum, suhu udara di Gorontalo rata@ pada siang hari 32 c, sedangkan suhu udara rata-rata pada malam hari 23 c. Kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata 79,9%. Secara geografis wilayah Kota Gorontalo terlerak antara 000 28' 17" - 000 35' 56" lintang utara (LU) dan 1220 59' 44" -1230 05' 59" bujur timur (BT) dengan batas batas sebagai berikut : Batas utara
: Kecamatan Bolango utara Kabupaten Bone Bolango
Batas timur
: Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango
Batsa selatan : Teluk Tomini Batas barat
: Kecamatan Telaga dan Batuda'a Kabupaten Gorontalo
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis suatu daerah selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap. Jumlah penduduk Kota
30
Gorontalo berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Gorontalo pada tahun 2010 yaitu sebesar 191.415.29 Alasan dari saya mengambil lokasi penelitian Kota Gorontalo yaitu karena pertama saya tinggal di kota gorontalo sehingga untuk mendapatkan data yang saya perlukan untuk melakukan penelitian tidak sulit, selain itu juga dari data yang saya dapatkan Kota Gorontalo merupakan salah satu daerah yang banyak terjadinya perkawinan dibawah umur sehingga saya tertarik untuk melakukan penelitian di Kota Gorontalo. 4.2 Faktor Pendorong Terjadinya Perkawinan Di Bawah Umur Undang – undang Negara kita telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam undang – undang perkawinan Pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai usia 19 tahun dan wanita mencapai pada usia 16 tahun, dan pada Pasal 6 ayat 2 UU perkawinan untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus memdapat ijin kedua orang tua. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan hal ini dimaksud aar kedua bela pihak benar – benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka terjadinya perkawinan di bawah umur di Kota Gorontalo disebabkan oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan berikut ini. Adapun faktor pendorong tejadinya perkawinan di bawah umur di Kota Gorontalo adalah: 29
Data BPS (badan pusat statistic) kota gorontalo tahun 2010
31
1. Faktor pergaulan bebas Perkawinan dibawah umur di Kota Gorontalo sebagian besar faktor pemicunya adalah pergaulan bebas atau lebih jelasnya hamil diluar nikah, karena pergaulan bebas biasanya dilakukan oleh anak remaja yang dalam masa pertumbuhan dan ingin tahu.30 Masa remaja adalah masa yang paling indah, disitu kita masih mencari jati diri kita. Tetapi dimasa itu banyak remaja yang salah langkah, akibat bergaul yang diluar batas sehingga menimpa dampak buruk para mereka seperti hamil duluan, Semua itu terjadi karena pergaulan bebas dan dunia internet dan ponsel yang dengan gampang menyimpan film biru sehingga membuat anak - anak tersebut penasaran untuk meniru adegan tersebut. Pergaulan bebas sekarang suka mulai ke tingkat bawah dan berkembang di anak SMP dan SMA yang mengakibatkan hamil diluar nikah.31 Hamil diluar nikah dikarenakan kurang pengetahuan masalah seksologi para remaja melakukan tanpa memikirkan resiko yang terjadi hanya untuk mencari tahu bagaimana rasanya berhubungan badan yang di akibatkan menonton film biru. Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan. Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan sebagaimana yang diamanatkan UU bahkan agama, Karena sudah terbayang di hadapan mata, kelak rona perkawinan
30
Hasil wawancara dengan bapak zulkifli tolinggi (penghulu di KUA kecamatan kota barat), 20 september 2013 31 Hasil wawancara dengan bapak marton abdurahman (kepala KUA kecamatan kota utara), 20 september 2013
32
anak gadis ini kelak. Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari bisa goyah, apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan. Oleh karena itu peran orang tua sangat penting, orang tua harus memperhatikan atau lebih mengawasi pergaulan si anak agar terhindar dari hal – hal yang tidak di inginkan, terutama hamil di luar nikah. 2. Faktor Kemauan Sendiri Selain faktor pergaulan bebas, perkawinan di bawah umur di Kota Gorontalo disebabkan adanya kemauan sendiri dari pasangan. Hal ini disebabkan karena keduanya sudah merasa saling mencintai maka ada keinginan untuk segera menikah tanpa memandang umur dan adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau media-media yang lain, sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan atau kekasih terpengaruh untuk melakukan pernikahan di di bawah umur.32 mereka melangsungkan perkawinan di bawah umur bukan kehendak orang tua ataupun faktor ekonomi yang kurang mencukupi, melainkan karena kemauannya sendiri. Dalam kondisinya yang sudah memiliki pasangan dan pasangannya berkeinginan yang sama, yaitu menikah di di bawah umur tanpa memikirkan apa masalah yang dihadapi ke depan jikalau menikah di usia yang masih muda hanya karena berlandaskan
sudah
saling mencintai,
maka
la
pun
melakukan
pernikahannya pada usianya yang masih muda.33
32
Hasil wawancara dengan bapak marton abdurahman (kepala KUA kecamatan kota utara), 20 september 2013 33 Hasil wawancara dengan bapak marton abdurahman (kepala KUA kecamatan kota utara), 20 september 2013
33
Dalam hal ini perlunya diberikan pemahaman terhadap mereka anak – anak muda mengenai pekawinan, karena untuk membangun satu rumah tangga tidak semudah yang mereka pikirkan, oleh sebab itu peran orang tua sangat berpengaruh atas perkembangan anak dan memberikan pemahaman – pemahaman yang baik terutama tentang perkawinan. 3. Faktor keluarga (di jodohkan) Faktor keluarga merupakan faktor adanya perkawinan di bawah umur, dimana keluarga dan orang tua akan segera menikahkan anaknya jika sudah menginjak besar. Sebuah keluarga yang mempunyai anak gadis tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah. Orang tua akan merasa takut apabila anaknya akan melakukan ha-hal yang tidak diinginkan yang akan mencemari nama baik keluarganya. Jika si anak belum juga mendapatkan jodohnya, maka orang tua ikut mencarikan jodoh buat anaknya dengan catatan jodoh yang akan di berikannya itu sesuai dengan keinginan anaknya atau disetujui oleh anaknya.34 4. Faktor ekonomi Selain faktor-faktor yang diatas, perkawinan dibawah umur di Kota Gorontalo juga disebabkan kerena kondisi ekonomi keluarga yang kurang. Para orang tua yang menikahkan anaknya pada usia di bawah umur mengganggap bahwa dengan menikahkan anaknya beban ekonomi keluarga akan berkurang satu. Hal ini disebabkan karena jika anak sudah menikah, maka akan menjadi tanggung jawab suaminya. Bahkan para
34
Hasil wawancara dengan bapak marton abdurahman (kepala KUA kecamatan kota utara), 20 september 2013
34
orang tua berharap jika anaknya sudah menikah dapat membantu kehidupan orang tuanya.35 Di Kota Gorontalo, kondisi ekonomi setiap keluarganya antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya berbeda. Tidak semua keluarga bisa memenuhi semua keperluan sehari-harinya karena penghasilan yang mereka peroleh belum bisa memadai untuk digunakan keperluan sehari-hari. Masyarakat di Kota Gorontalo mempunyai mata pencaharian yang beraneka ragam. Diantara mereka ada yang memiliki pekerjaan tetap juga pekerjaan tidak tetap. Oleh karena itu untuk penghasilan yang mereka peroleh setiap harinya tidak menentu. Bagi orang-orang yang pekerjaannya tidak tetap mereka dalam menghidupi keluarganya tidaklah mudah. Lain halnya dengan orang yang telah memiliki pekerjaan tetap dan penghasilan yang tetap, maka segala kebutuhan sehari-harinya akan terpenuhi. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka diketahui apa faktorfaktor yang melatarbelakangi terjadinya perkawinan di bawah umur di Kota Gorontalo. Adapun faktor tersebut adalah faktor pergaulan bebas, faktor kemauan sendiri, faktor keluarga atau di jodohkan, dan faktor ekonomi. Sesuai dengan hasil penelitian di atas faktor penyebab yang paling menonjol kebanyakan orang melakuakan perkawinan dibawah umur di Kota Gorontalo yaitu pergaulan bebas yang mengakibatkan hamil diluar nikah, kurangnya perhatian orang tua dan pengawasan terhadap
35
Hasil wawancara dengan bapak marton abdurahman (kepala KUA kecamatan kota utara), 20 september 2013
35
anaknya yang mengakibatkan anaknya melakukan hal – hal yang tidak wajar dalam hal pacaran yang mengakibatkan hamil diluar nikah. Dari hasil wawancara peneliti dengan bapak Marton Abdurahman kepala KUA kecamatan kota utara Kota Gorontalo beliau menjelasakan bahwa anak yang sudah hamil akan segera dinikahkan oleh orangtuanya untuk menutupi aib keluarga walaupun masih dibawah umur, hanya saja pihak keluarga harus meminta dispensasi dari pengadilan agama sebagai syarat utama untuk menikahkan anaknya yang masih dibawah umur seperti yang tertulis dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.36 Berdasarkan dalam undang- undang selain undang – undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Pendewasaan berdasar KUH perdata, seorang dapat diberikan hak menjadi dewasa khusus untuk urusan tertentu sejak berusia 18 tahun, maka UU perkawinan memberikan batasan menjadi dewasa bagi perempuan hanya untuk menikah setelah berusia 16 tahun. Sedangkan undang-undang perlindungan anak menentukan usia dewasa adalah 18 tahun, selanjutnya dalam KUH perdata maupun pidana menentukan dewasa adalah bila seorang berusia 21 tahun atau sudah berkawin (menikah) dan apabila terjadi dalam pemutusan perkawinan sebelum seseorang berusia 21 tahun baik karena perceraian atau salah satu meninggal status kedewasaanya tidak dicabut. maka dalam hal ini peniliti mengfokuskan Undang –undang yang dipakai penelti sebagai landasan yuridis yaitu undang – undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan. 36
Hasil wawancara dengan bapak marton abdurahman (kepala KUA kecamatan kota utara), 20 september 2013
36
4.3 Pengaruh Perkawinan Di Bawah Umur Terhadap Perceraian
Pengertian Perceraian adalah cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masingmasing. Dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku.37
Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri. Berbagai dampak pernikahan dini dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Dampak Biologis Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi
yang
akan
membahayakan
organ
reproduksinya
sampai
membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.
37
Haryanto, S,Pd, 30 January 2011Pengertian perceraian, http://belajarpsikologi.com/pengertianperceraian/, diakses pada 21 desember 2012 pada pukul 03.15
37
2. Dampak Psikologis Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak. 3. Dampak Sosial Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan. Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan. 4. Dampak perilaku seksual menyimpang Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang gemar berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal (menggunakan seks anak), namun dikemas dengan perkawinan seakan-akan menjadi legal. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya pasal 81, ancamannya pidana
38
penjara maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun dan pidana denda maksimum 300 juta dan minimum 60 juta rupiah. Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Perkawinan akan membentuk suatu keluarga yang merupakan unit terkecil yang menjadi sendi dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan suatu masyarakat bangsa dan negara. Perkawinan yang baik adalah perkawinan yang sah dan tidak di bawah tangan. Karena perkawinan adalah sakral dan tidak dapat dimanipulasikan dengan apa pun. Didalam perkawinan ada cinta, rasa kasih sayang, kepercayaan, tanggung jawab dan sebagainya. Namun, elemen-elemen
tersebut
tentunya tidak akan bertahan utuh bila tidak tidak dipupuk dan disirami sepanjang waktu, yang tentunya kesemuanya itu tidak akan membuat sebuah perkawinan tercemar oleh berbagai polusi yang akan membuahkan benih kebosanan, kejenuhan, atau perasaan kering diantara pasangan suami-isteri. Dan semua orang mengharapkan keluarga yang bahagia, namun tak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan berkeluarga hubungan suami isteri tidak selamanya berjalan mulus, didalam hidup berkeluarga pastilah akan mengalami berbagai masalah. Namun demikian orang tidak lantas berhenti setelah masalah muncul, tetapi harus berusaha dan berjuang untuk
39
mewujudkan kerukunan dan keharmonisan dalam keluarga mereka. Jika orang tidak mengusahakan hal tersebut, maka bukan hal mustahil jika halhal yang kecil saja bisa menjadi masalah besar, dan tak jarang akan menyebabkan retaknya hubungan pasangan suami isteri atau perceraian. Masalah yang timbul dari perkawinan di bawah umur tidak hanya dirasakan suami-istri dan anak-anaknya, namun perkawinan di bawah umur dapat berpengaruh terhadap orang tua masing-masing keluarga. Apabila perkawinan diantara anak-anak mereka lancar maka kedua orang tua mereka akan merasa senang dan bahagia. Namun apabila kebalikannya perkawinan dari anak-anaknya mengalami kegagalan maka mereka akan merasa sedih dan kecewa akan keadaan rumah tangga anak-anaknya. Dari kegagalan perkawinan anak-anaknya tersebut tidak menutup kemungkinan silaturahmi diantara keluarga tersebut akan terputus. Perkawinan di bawah umur menimbulkan berbagai masalah dalam rumah tangga, yang ini dapat berakibat terhadap pasangan suami-isteri, anak-anak yang dilahirkan, dan orang tua masing-masing keluarga. Masalah yang dialami pasangan perkawinan di bawah umur serta pengaruhnya terhadap anak yang dilahirkan dan orang tua dari kedua belah pihak akan dijelaskan dibawah ini. 1. Masalah yang dialami dalam kehidupan berumah tangga a. Masalah yang dialami oleh suami-istri Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami-istri yang telah melangsungkan perkawinan di bawah umur tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut
40
timbul dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi. Perkawinan di bawah umur akan menimbulkan berbagai masalah dalam rumah-tangga seperti pertengkaran, percekcokan, bentrokan antar suami-istri yang dapat mengakibatkan perceraian. Terjadinya perkawinan di bawah umur di Kota Gorontalo ini mempunyai masalah pada pasangan yang telah menikah pada di bawah umur. Tidak jarang dari mereka yang melangsungkan perkawinan pada di bawah umur tidak begitu memikirkan masalah apa saja yang akan timbul setelah mereka hidup berumah-tangga dikemudian hari. Mereka hanya memikirkan bagaimana caranya agar bisa segera hidup bersama dengan pasangannya tanpa memikirkan apa yang akan terjadi setelah hidup bersama. Banyak sekali orang yang telah melangsungkan perkawinan tidak begitu penting untuk memikirkan masalah apa saja yang mungkin terjadi setelah menjalani hidup sebagai pasangan suami-istri khususnya bagi pasangan yang menikah pada di bawah umur. Selain menimbulkan masalah kepada pasangan suami-istri juga tidak menutup kemungkinan masalah itu juga akan menimbulkan pengaruh yang tidak baik bagi anakanaknya juga pada masing-masing keluarganya. Berikut penuturan oleh pasangan perkawinan di bawah umur tentang masalah yang dialami: Kasus 1 Kasus pertama yang dirasakan oleh pasangan SM
dan LN
masalah perkawinannya yang dirasakan setelah mereka menikah, awalnya
41
rumah tangganya tentram-tentran saja, namun setelah hampir satu tahun dia menjalani kehidupan bersama maka mulailah muncul masalah, sering terjadi pertengkaran-pertengkaran yang kecil. Pertengkaran mereka terjadi disebabkan karena masalah ekonomi/masalah keuangan, SM
sebagai
kepala rumah tangga yang harus menafkahi keluarganya, namun tidak ada usaha untuk mencarikan nafkah anak isterinya, sehingga setiap hari LN menasehati suaminya untuk pergi mencari uang untuk kebutuhan keluarganya, tetapi malah suaminya balik memarahi isterinya dan terkadang suaminya memecahkan barang-barang isi rumahnya, ia menganggab bahwa isterinya terlalu cerewet. Jika demikian kejadiannya LN hanya bisa menangis dan pasrah menghadapi kelakuan suaminya yang tidak melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai suami, dia hanya tinggal di rumah duduk-duduk hampir setiap hari kelakuannya seperti itu, belum matangnya fisik maupun mental mereka dalam membina rumah tangganya sehingga munculah pertengkaran, dan menurut LN bahwa hampir setiap hari kami bertengkar karena untuk makan saja susah kerena suami saya tidak ada usaha untuk bekerja dia lebih memilih tinggal di rumah tidur daripada pergi mencari nafkah untuk keluarga kami, tanggung jawabnya sebagai suami tidak ada, Kebiasan suaminya itu berlangsung hingga anak pertamanya lahir, sehingga LN merasa semakin terbebani karena anak mereka sudah lahir artinya bahwa biaya rumah tangganya bertambah pula, sementara suaminya tidak mencari uang demi kebutuhan keluarganya, menurut LN suaminya tidak terlalu peduli dengan anaknya, kadang pagi-pagi isterinya
42
harus mengurus dapur dan juga mengurus anaknya sedangkan suaminya masih enak-enak tidur, dan jika isterinya membangunkan untuk pergi kerja kebun karena mereka hanyalah seorang petani maka suaminya tetap malas-malasan malah dia memecahkan barang-barang isi rumahnya seperti gelas jika di suruh oleh isterinya. Karena LN khawatir akan kehidupan keluarganya akibat suaminya malas-malasan kerja dan kelakuan suaminya itu susah untuk berubah maka LN meminta untuk cerai saja daripada hidup menderita dan tertekan, dan seakan dalam keluarga kami tidak ada keharmonisan, cinta, rasa kasih sayang, kepercayaan dan tanggung jawab makanya saya memilih untuk cerai karena untuk apa mempertahankan rumah tangga seperti ini. 38 Berdasarkan dari penuturan SM dan LN seputar pernikahannya diatas
maka, pada saat dilangsungkannya pesta perkawinan dia tidak
begitu memikirkan bagaimanakah kehidupan yang akan ia jalani setelah hidup bersama-sama dengan suaminya. Setelah ia hidup berumah-tangga dan memiliki anak baru mereka rasakan begitu besar tanggungan yang harus ia pikul, namun suaminya tidak melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai suami. b. Pengaruh Terhadap Anak-anak Masalah yang ditimbulkan dari perkawinan di bawah umur tidak hanya dirasakan oleh pasangan pada di bawah umur, namun berpengaruh pula
pada
anak-anak
yang
dilahirkannya.
Bagi
wanita
yang
melangsungkan perkawinan di bawah usia 20 tahun, akan mengalami
38
Hasil wawancara dengan Responden pasangan SM dan LN, 25 agustus 2013.
43
gangguan-gangguan pada kandungannya yang dapat membahayakan kesehatan si anak. 39 Berikut penuturan pasangan perkawinan di bawah umur mengenai masalah yang dihapinya.
Kasus 2 Kasus kedua masalah yang dirasakan oleh LT dan NM, awal
perkawinannya masih menumpang di rumah orang tua NM karena mereka belum bisa membangun rumah sendiri, Setelah dia menjalani hidup sebagai suami isteri tidak lama kemudian dia dikaruniai seorang anak namun anak yang dilahirkan tidak terlalu sehat karena anaknya itu sering sakit-sakitan dikarenakan keadaan ekonomi keluarganya lemah sewaktu isterinya mengandung dia dan isterinya kurang begitu memperhatikan kesehatan anak yang masih dalam kandungan oleh karena itu isterinya sering mengalami gangguan-gangguan pada kandungannya. Gangguan kesehatan yang dialami oleh istrinya disaat mengandung akan mempengaruhi juga pada kesehatan anak yang dilahirkan karena anak yang dilahirkan kurang sehat dan malas makan , hal itu disebabkan karena umur isterinya yang masih muda. Kurangnya pengetahuan akan pentingnya hidup sehat, ekonomi yang lemah ditambah lagi kerepotan mengurus anak dapat juga menjadi penyebab tidak begitu memperhatikan kesehatannya. Sehingga anak yang dilahirkan itu tidak sehat bahkan isterinya mengeluh terus dalam mengasuh anaknya, karena sebenarnya isteinya itu belum bisa menjadi seorang ibu karena umur 39
Hasil wawancara dengan bapak marton abdurahman (kepala KUA kecamatan kota utara), 20 september 2013
44
mereka masih muda akhirnya dia mengalami kerepotan dalam mengurus/mengasuh anaknya. 40 Kasus di atas merupakan kasus yang ada pada pasangan suamiistri. Akibat tidak adanya kecocokan dan keharmonisan serta kurangnya pengertian
antara
suami-istri
dalam
menjalankan
bahtera
rumah
tangganya, memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak-anaknya serta mempengaruhi tingkat kecerdasan dan juga rentannya gangguan-gangguan pada fisik sianak. 2. Masalah yang ditimbulkan di tengah-tengah keluarga Perkawinan di bawah umur dapat berpengaruh terhadap masingmasing keluarga yaitu apabila perkawinan antara anak-anak mereka mengalami kegagalan akan menimbulkan masalah yang serius yakni bisa terputusnya hubungan keluarga diantara keduanya yang kemudian akan mengakibatkan kesedihan bagi kedua belah pihak dan keluarga dari pasangan muda tersebut. Disamping itu apabila perceraian terjadi pada anak-anaknya maka orang tua dan keluarga turut dalam mendamaikan keduanya.
Kasus 3 Kasus ketiga masalah yang diraskan oleh pasangan TL dan LC, setelah menikah sering sekali dia bertengkar bahkan hampir setiap hari dia bertengkar ini dikarenakan keduanya belum dewasa, disaat bertengkar
40
Hasil wawancara dengan Responden LT dan NM, 26 agustus 2013.
45
tidak
ada
yang
mau
mengalah
masing-masing
mempertahankan
keegoisannya semuanya mau menang sehingga pertengkaran pun terusmenerus terjadi. Padahal akar permasalahannya adalah masalah sepele saja, karena LC isterinya sangat manja dan dia masih mau hidup seperti anak muda layaknya tidak mempunyai suami, seringnya dia keluar bersama dengan teman-temannya, sering suaminya memberikan nasehat namun LC tidak mau mendengar nasehat suaminya, bahkan dia marah bahwa tidak ada yang saling mengatur, pokoknya segala keinginannya harus selalu dituruti oleh suaminya padahal terkadang keinginannya melampaui batas keinginan suami. Akibatnya, suaminya sering kesal dibuatnya dan menjadi marah serta membentaknya, namun LC tetap saja tidak merasa bersalah dan menyatakan bahwa suaminya tidak sayang padanya, akhirnya suaminya merasa kesal menghadapi kelakuan isterinya itu yang sering keluar tanpa seisin suami, dan suaminya juga berpikir bahwa sikapnya itu sulit untuk dirubah, maka isterinya di pulangkan ke rumah orang tuanya, dan pada saat itu dia berpisah selama tiga bulan. Tetapi selama 3 bulan LC tinggal bersama orang tuanya dan berpisah dari suaminya, orang tuanya merasa sedih dan tidak mau kalau perkawinan anaknya mengalami kegagalan yang menimbulkan persoalan nantinya yang bisa meresahakan orang tua/ keluarga dari kedua belah pihak, akhirnya kedua orang tuanya/keluarga turut mendamaikan keduanya maka rumah tangganya rukun kembali. Dan rumah tangganya kembali rukun tak lama kemudian dia dikaruniai seorang anak, meskipun anak pertama mereka telah lahir namun
46
mereka juga masih sering bertengkar dan isterinya seakan tidak mau merawat anaknya dengan baik, sehingga anak yang dilahirkan seakan terlantar, ini kembali meresahkan kedua orang tuanya, dan anak yang dilahirkan itu diambil orang tuanya dan orang tuanya yang mengasuhnya. 41
Pernikahan dibawah umur bukanlah merupakan suatu solusi yang tepat
di dalam menjalani kehidupan. Dogma agama yang tertanam kuat harus dilakukan penafsiran ulang yang sesuai dengan keadaan masyarakat sekarang. Selain itu, pengaruh sosial yang muncul akibat dari perbuatan itu juga harus dipertimbangkan. Masyarakatawam yang mengangap seseorang yang punya kelebihan ilmu agama tentu akan menuruti apa yang dilakukan oleh orang tersebut. Ini tentunya akan mengganggu keseimbangan sosiosistem yang sudah baku pada masa sekarang. Selain itu juga, pemerintah membuat peraturan agar tidak terjadi ketimpangan dan penyelewengan dengan menggunakan dalil HAM dan agama untuk memenuhi kepentingan individual. Pemerintah tentubukan orang bodoh yang menetapkan aturan tanpa melakukan penelitian lebih dulu, penelitian yang intensif agar keputusan yang dihasilkan bisa membawa kesejahteraan bagi warga negara.
Setelah melakukan pengamatan dan pembacaann ulang terhadap pernikahan dibawah umur, dapatlah kita menyimpulkan bahwa pernikahan seperti itu terlarang bagi orang-orang yang memiliki ilmu dan hikmah. Tentu saja Islam ekstra hati-hati dalam menanggapi hal ini dan tujuan 41
Hasil wawancara dengan responden pasangan TL dan LC, 29 agustus 2013.
47
Islam adalah untuk kemaslahatan bersama. Dan dengan menggunakan ilmu sosial, kita bisa meneliti lebih lanjut apa yang tidak dijelaskan dalam dogma agama agar semuanya bisa dijalani dan dilaksanakan dengan bijak.
48