55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Erosi Permukaan dan Unsur Hara Tanah Hasil pengukuran erosi permukaan dan kandungan unsur hara N, P, K tanah yang ikut terbawa oleh aliran permukaan dan limpasan permukaan pada pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan kelerengan landai 12%, lereng agak curam 25%, dan lereng curam 40% dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini. Tabel 6: Besarnya Erosi Permukaan dan Kandungan Unsur Hara N, P, K Tanah Yang Terbawa Oleh Aliran Permukaan dan Limpasan Permukaan Pada Lahan Pertanian Jagung Selama 5 Kali Periode Hujan Dalam Pengamatan Pada Berbagai Variasi Kemiringan Lereng. Kehilangan Unsur Hara Tanah Dalam Aliran Permukaan N P2O5 K2O (%) (ppm) (ppm)
No Pengukuran/ Periode Hujan
Curah Hujan (mm)
Aliran Permukaan (liter/m2)
Erosi (gram/m2)
04-05-2013 Jam: 13:11 – 14:30
17,3
13,03493
75,88936
0,20
73
87
Landai 12%
04-05-2013 Jam: 13:11 – 14:30
17,3
7,948125
279,7025
0,21
74
81
04-05-2013 Jam: 13:11 – 14:30
17,3
3,656138
47,56453
0,15
51
70
Agak Curam 25% Curam 45%
05-05-2013 Jam: 18:10 – 18:53
3,3
2,384438
3,618385
0,10
22
57
Landai 12%
05-05-2013 Jam: 18:10 – 18:53
3,3
2,257268
5,831652
0,15
39
56
05-05-2013 Jam: 18:10 – 18:53
3,3
1,14453
2,416103
0,23
22
84
Agak Curam 25% Curam 45%
Lereng (%)
56
Kehilangan Unsur Hara Tanah Dalam Aliran Permukaan N P2O5 K2O (%) (ppm) (ppm)
No Pengukuran/ Periode Hujan
Curah Hujan (mm)
Aliran Permukaan (liter/m2)
Erosi (gram/m2)
06-05-2013 Jam: 13:14 – 14:46
23,1
67,55906
383,4652
0,27
77
84
Landai 12%
06-05-2013 Jam: 13:14 – 14:46
23,1
47,33903
795,6271
0,30
86
93
06-05-2013 Jam: 13:14 – 14:46
23,1
12,57393
60,12225
0,19
72
74
Agak Curam 25% Curam 45%
08-05-2013 Jam: 15:13 – 17:02
50,6
46,57601
168,9079
0,15
73
79
Landai 15%
08-05-2013 Jam: 15:13 – 17:02
50,6
50,39111
659,2921
0,26
81
86
08-05-2013 Jam: 15:13 – 17:02
50,6
21,77786
72,17183
0,23
62
70
Agak Curam 25% Curam 45%
09-05-2013 Jam: 11:58 – 16:09
14,8
10,1736
12,40162
0,17
39
75
Landai 12%
09-05-2013 Jam: 11:58 – 16:09
14,8
8,26605
18,90446
0,15
44
41
09-05-2013 Jam: 11:58 – 16:09
14,8
5,563688
3,708198
0,11
17
61
Agak Curam 25% Curam 45%
4.1.2 Analisis Regresi Hubungan Antara Erosi Permukaan Terhadap Kandungan Unsur Hara N, P, K Tanah Yang Ikut Terbawa Oleh Aliran Permukaan dan Limpasan Permukaan Selama 5 Kali Periode Hujan Dalam Pengamatan Pada Lahan Pertanian Jagung Dengan Kelerengan Landai 12%, Lereng Agak Curam 25%, Dan Lereng Curam 40% a. Nitrogen (N) (%) Berdasarkan hasil uji regresi linier sederhana menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara variabel bebas (erosi permukaan) terhadap variabel terikat (unsur nitrogen). Persamaan regresi model hubungan antara tabel erosi
Lereng (%)
57
permukaan dengan data unsur nitrogen (N) disajikan dalam (Tabel 7) di bawah ini. Tabel 7. Persamaan Regresi Hubungan Antara Erosi Permukaan Terhadap Unsur Nitrogen (N) Nama Unsur
Persamaan Regresi
R
R2
Sig
F Hitung
F Tabel
Nitrogen (N)
Y= 0,160 + 0,000 X
0,769
0,591
0,001*
18,805
4,67
Sumber: Hasil analisis menggunkan SPSS Statistics 17,0 *) Siknifikan pada tingkat kepercayaan 95% Dalam (Tabel 7) dapat diketahui nilai koefisien determinasi menunjukan persamaan regresi hubungan antara erosi permukaan dengan unsur nitrogen (N) mempunyai nilai positif yaitu R2= 0,591 atau sama dengan 59,1%, dengan demikian bahwa apabila nilai erosi permukaan meningkat maka akan menyebabkan peningkatan terhadap hilangnya unsur nitrigen (N). Dari tabel ANOVA diperoleh nilai F hitung > F tabel, artinya terdapat pengaruh yang nyata antara erosi permukaan terhadap kandungan unsur hara nitrogen (N). Hal ini dapat juga ditunjukan melalalui hasil yang signifikan terhadap erosi permukaan dengan kandunagn unsur hara nitrogen (N) pada analisis data dengan menggunakan uji ANOVA pada significance F= 0,001 < α= 0,05. b. Phospor (P2O5) (ppm) Berdasarkan hasil uji regresi linier sederhana menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara variabel bebas (erosi permukaan) terhadap variabel terikat (unsur phospor). Persamaan regresi model hubungan antara tabel erosi permukaan dengan data unsur hara phospor (P2O5) disajikan dalam (Tabel 8) di bawah ini.
58
Tabel 8. Persamaan Regresi Hubungan Antara Erosi Permukaan Terhadap Unsur phospor (P2O5) Nama Unsur
Persamaan Regresi
R
R2
Sig
F Hitung
F Tabel
Phospor (P2O5)
Y= 43,997 + 0,066 X
0,713
0,509
0,003*
13,470
4,67
Sumber: Hasil analisis menggunkan SPSS Statistics 17,0 *) Siknifikan pada tingkat kepercayaan 95% Dalam (Tabel 8) dapat diketahui nilai koefisien determinasi menunjukan persamaan regresi hubungan antara erosi permukaan terhadap unsur phospor (P2O5) mempunyai nilai positif yaitu R2= 0,509 atau sama dengan 50,9%, dengan demikian bahwa apabila nilai erosi permukaan meningkat maka akan menyebabkan peningkatan terhadap hilangnya unsur hara phospor (P2O5). Dari tabel ANOVA diperoleh nilai F hitung > F tabel, artinya terdapat pengaruh yang nyata antara erosi permukaan terhadap kandungan unsur hara phospor (P2O5). Hal ini dapat juga ditunjukan melalalui hasil yang signifikan terhadap erosi permukaan dengan kandungan unsur hara phospor (P2O5) pada analisis data dengan menggunakan uji ANOVA dengan significance F= 0,003 < α= 0,05. c. Kalium (K2O) (ppm) Berdasarkan hasil uji regresi linier sederhana menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara variabel bebas (erosi permukaan) terhadap variabel terikat (unsur kalium). Persamaan regresi model hubungan antara tabel erosi permukaan dengan data unsur hara kalium (K2O) disajikan dalam (Tabel 9) di bawah ini.
59
Tabel 9. Persamaan Regresi Hubungan Antara Erosi Permukaan Terhadap Unsur Kalium (K2O) Nama Unsur
Persamaan Regresi
R
R2
Sig
F Hitung
F Tabel
Kalium (K2O)
Y= 67,113 + 0,035 X
0,625
0,390
0,013*
8,312
4,67
Sumber: Hasil analisis menggunkan SPSS Statistics 17,0 *) Siknifikan pada tingkat kepercayaan 95% Dalam (Tabel 9) dapat diketahui nilai koefisien determinasi menunjukan persamaan regresi hubungan antara erosi permukaan terhadap unsur kalium (K2O) mempunyai nilai positif yaitu R2= 0,390 atau sama dengan 39,0%, dengan demikian bahwa apabila nilai erosi permukaan meningkat maka akan menyebabkan peningkatan terhadap hilangnya unsur hara kalium (K2O). Dari tabel ANOVA diperoleh nilai F hitung > F tabel, artinya terdapat pengaruh yang nyata antara erosi permukaan terhadap kandungan unsur hara kalium (K2O). Hal ini dapat juga ditunjukan melalalui hasil yang signifikan terhadap erosi permukaan dengan kandungan unsur hara kalium (K2O) pada analisis data dengan menggunakan uji ANOVA dengan significance F= 0,013 < α= 0,05. 4.2
Pembahasan
4.2.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yaitu bertempat pada Desa Ulanta Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo yang memeiliki luas yaitu mencapai 900 ha. Secara Geografi lokasi penelitian terletak antara koordinat 00 24’ 08” – 00 42’ 25” Lintang Utara dan 1230 03’ 38” – 1230 33’ 15” Bujur Timur. Adapun batas-batas pada Desa Ulanta adalah sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Hutan Lindung
60
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Huluduotamo c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Butu dan Desa Mautong d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Huluduotamo Dari hasil overlay dari kelas lereng terhadap jenis penggunaan lahan plot erosi permukaan di Desa Ulanta Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo dapat diperoleh Titik (outlet plot erosi permukaan terdapat titiga titik (outlet). Secara Geografi letak tiga titik (outlet) pengukuran erosi permukaan dapat dilihat sebagai berikut: 1. Plot 1 dengan kelerengan 12% terletak antara N 000 33' 46,6" E 1230 08' 51,1". 2. Plot 2 dengan kelerengan 25% terletak antara N 000 33' 56,9" E 1230 08' 51,2". 3. Plot 3 dengan kelerengan 40% terletak antara N 000 33' 58,2" E 1230 08' 52,2". Dilihat dari peta penggunaan lahan yang berada pada Desa Ulanta Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango yaitu terdiri dari lahan pertanian tanaman jagung, lahan pertanian tanaman jagung campur kacang, lahan pertanian tanaman jagung campur kelapa, lahan pertanian tanaman kacang, lahan pertanian tanaman kelapa, lahan pertanian tanaman kelapa campur semak, lahan pertanian tanaman rica, semak/ belukar, dan lahan kosong dengan klasifikasi tingkat kemiringan lereng yang terdapat pada Desa Ulanta Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango terdiri dari lereng 0-8%, 8-15%, 15-25%, dan 25-40%. Dari hasil analisis kelerengan dan jenis penggunaan lahan serta survei lapangan
61
secara langsung diperoleh jenis penggunaan lahan khususnya yang terdapat pada Desa Ulanta Kecamatan Suwawa yaitu didominasi oleh jenis penggunaan lahan pertanian tanaman pokok jagung, dan kelapa dengan klasifikasi tingkat kemiringan lereng yang lebih dominan terdapat pada Desa Ulanta Kecamatan Suwawa yaitu lereng 0-8%, 8-15%, 15-25%, dan 25-40%, dimana dari survei langsung pada wilayah Desa Ulanta diperoleh masyarakat lebih dominan bercocok tanam dengan tanaman pokok yang beragam pada suatu luasan tertentu yaitu Jagung, kacang, coklat dan kelapa. Pemanfaatan lahan oleh masyarkat pada daerah khususnya di wilayah Desa Ulanta Kecamatan Suwawa tidak sedikit dijumpai banyak masyarakat yang memenfaatkan lahan pertanian pada daerah yang tidak terlalu memperhatikan tingkat konservasi tanah yang memadai khususnya masyarakat-masyarakat awam yang kurang mengetahui tentang teknik konservasi tanah yang memadai. Dilihat dari peta unit lahan kelerengan dan jenis penggunaan lahan pada Desa Ulanta Kecamatan Suwawa serta survey langsung pada lokasi penelitian diperoleh adanya peruntukan pertanian lahan kering dengan campuran semak pada daerah dengan tingkat kemiringan lereng agak curam 1525%, dan lereng curam 25-40%, hal ini merupakan salah satu komponen yang sangat berpengaruh terhadap timbulnya erosi permukaan dan hilannya kandungan unsur hara tanah sebagai penyubur tanaman dalam hal tingkat produktivitas tanah dan tanaman. Berdasarkan data Depertemen Kehutanan, BP DAS Bone Bolango Provinsi Gorontalo, Limboto Februari 2009, keadaan iklim di wilayah kerja BPDAS Bone Bolango tahun 2006 (tahun terakhir) diperoleh bahwa Kabupaten
62
Bone Bolango memiliki tipe iklim (smith & fergusson) A, C, D, dan E dengan jumlah curah hujan 1069-1620 mm/tahun dengan jumlah bulan basah yaitu 10 bulan dan jumlah bulan kering yaitu 2 bulan yang terjadi pada bulan Juli-Agustus. Dari hasil pengamatan dilapangan, keadaan iklim pada daerah penelitian Desa Ulanta tergolong terahadap tipe iklim A (Iklim Tropis) dan tipe iklim C (Iklim Sedang Hangat). Tipe iklim tropis memberikan ciri terhadap iklim hujan tropis dengan suhu udara pada bulan-bulan terdinginnya mencapai lebih dari 180 C (64,40 Fahrenheit), dimana indikator vegetasi adalah adanya tumbuhan yang peka tehadap suhu tinggi (Megatherma) seperti berbagai jenis palma (kelapa, nipah dan lain-lain), sedangkan tipe iklim C (Iklim Sedang Hangat) memberikan ciri terhadap empat musim, yaitu musim dingin, semi, gugur, dan panas. Lokasi penelitian Desa Ulanta berada pada daerah pegunungan dengan suhu rata-rata bulan terdingin adalah (-3)0 C – (-8)0 C, dimana terdapat paling sedikit satu bulan yang bersuhu udara rata-rata 100 C. Keadaan jenis tanah pada daerah Kabupaten Bone Bolango dari data melalui Depertemen Kehutanan, BP DAS Bone Bolango Provinsi Gorontalo, Limboto Februari 2009 bahwa, Kabupaten Bone Bolango tergolong terhadap empat jenis tanah, yaitu Aluvial, Andosol, Litosol, dan Podsolik. Jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang cukup rentang terhadap timbulnya erosi permukaan yang tinggi, dimana fraksi tekstur dan kandungan bahan organik pada tanah ini merupakan faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya erosi permukaan yang terjadi. Dari hasil analisis tekstur berdasarkan fraksi pasir, debu,
63
dan liat, diperoleh bahwa tektur pada Desa Ulanta khusunya pada Plot 1, Plot 2, dan Plot 3 yaitu lempung liat berpasir. 4.2.2 Erosi Plot pengukuran erosi permukaan tanah berada pada pertanian lahan kering campur semak dengan vegetasi tanaman pokok yaitu tanaman jagung, dimana plot petak pengamatan dibagi menjadi tiga lokasi yang berbeda menurut tingkat kemiringan lereng yaitu plot petak pengamatan dengan tingkat kemiringan lereng landai 12% (plot 1), plot petak pengamatan dengan tingkat kemiringan lereng agak curam 25% (plot 2), dan plot petak pengamatan dengan tingkat kemiringan lereng curam 40% (plot 3). Pengambilan data pengukuran besarnya erosi permukaan dilakukan selama lima kali pengukuran per periode hujan yang dimulai pada tanggal 04-05-2013. Pada awal pengukuran kondisi vegetasi penutup lahan masing-masing plot pengamatan (plot 1, Plot 2, Plot 3) memiliki umur vegetasi tanaman pokok jagung yang sama yaitu berkisar 1 bulan, dimana kondisi vegetasi penutup tanah pada plot 1 dengan kemiringan lereng 12% dan plot 2 dengan kemiringan lereng 25% yaitu cuma ditumbuhi tanama pokok jagung tanpa disertai tanaman penutup tanah berupa semak dan rerumputan, sedangkan pada plot 3 dengan kemiringan lereng 40% selain ditumbuhi oleh tanaman pokok jagung juga ditumbuhi oleh tanaman lain yaitu kacang yang berfungsi sebagai tanaman penutup tanah. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 6), dapat diketahui bahwa erosi permukaan pada plot lahan pertanian jagung dengan tingkat kemiringan lereng 25% lebih besar dibandingkan dengan erosi yang terjadi pada plot lahan pertanian
64
jagung dengan tingkat kemiringan lereng 12% dan 40%, hal ini terjadi setiap kali pengukuran selama lima kali periode hujan. Plot lahan pertanian jagung dengan tingkat kemiringan lereng 25% (plot 2) mempunyai nilai erosi terbesar yaitu 795,6271 gram/m2 yang terjadi pada periode hujan ke tiga dengan tebal hujan sebesar 23,1 mm, sedangkan perbandingannya terhadap plot lahan pertanian jagung dengan kelerengan 12% (plot 1) mempunyai nilai erosi sebesar 383, 4652 gram/m2 lebih kecil dibandingkan dengan plot 2 dan pada plot lahan pertanian jagung dengan kelerengan 40% (plot 3) mempunyai nilai erosi paling rendah yaitu 60,12225 gram/m2, dimana hal ini terjadi pada waktu periode hujan yang sama. Besarnya nilai erosi yang terjadi pada lahan pertanian jagung dengan tingkat kemiringan lereng 25% dan 12% lebih besar dibandingkan dengan plot lahan pertanian jagung dengan tingkat kemiringan lereng 40% sangat berlawanan dengan teori yang telah diutarakan dalam kajian teori pada bab sebelumnya, dimana menurut teori, semakin besar tingkat kemiringan lereng maka semakin besar pula erosi permukaan yang terjadi. Hal ini berhubungan erat terhadap sifat-sifat tanah yang mencakup tekstur, kandungan bahan organik dan didukung dengan kondisi vegetasi penutup tanah pada masing-masing plot pengamatan serta besarnya material tanah yang terbawa oleh aliran permukaan. Dilihat dari faktor tekstur dan kandungan bahan organik dari hasil penelitian dilapangan dapat diperoleh bahwa tanah dengan kandungan debu tinggi, liat rendah, dan kandungan bahan organik rendah adalah jenis lahan yang rentang terhadap erosi yang cukup besar atau jenis tanah yang mudah tererosi.
65
Analisis sampel tanah terhadap kandungan tekstur tanah menunjukan bahwa pada plot 1 dengan kemiringan lereng 12% memiliki kandungan fraksi pasir sebesar 60,8%, fraksi debu 26,8%, dan fraksi liat 12,4%, dimana tingkat presentase kandungan bahan organik pada plot ini sebesar 0,77% hal ini berbeda terhadap plot 2 pada kemiringan lereng 25%, dimana pada plot 2 memiliki presentase tekstur tanah dengan kandungan fraksi pasir sebesar 73,2%, fraksi debu 16,5%, dan fraksi liat 10,3% dimana kandungan bahan organik pada plot ini yaitu sebesar 0,71%. Pada Plot 3 dengan kemiringan lereng 40% memiliki kandungan fraksi pasir sebesar 51,9%, fraksi debu 25,1%, dan fraksi liat 23,0%, dimana kandungan bahan organik pada plot 3 ini yaitu sebesar 1,17% (Lampiran 4). Besarnya kandungan pasir pada plot 2 lebih dominan dibandingkan pada plot 1 dan plot 3 menandakan bahwa tanah pada plot 2 memiliki laju penyerapan air lebih cepat (kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tinggi) dibandingkan pada plot 1 dan plot 3, sehingga tanah pada plot 2 memiliki tingkat erodibilitas tanah lebih rendah dibandingkan pada plot 1 dan plot 3, akan tetapi terangkutnya butiran-butiran tanah oleh aliran permukaan juga dipengaruhi oleh faktor kecepatan dan turbulensi aliran yang artinya erosi permukaan terjadi jika kekuatan aliran permukaan lebih besar dari nilai ketahanan atau kepekaan tanah, besar kecilnya nilai ini tergantung pada jenis dan ukuran partikel tanah. Tanah liat yang mempunyai ukuran kecil dan sangat halus akan sulit tererosi oleh karna memiliki daya ikat antara partikelnya yang sangat kuat, dibandingkan dengan tanah pasir yang memiliki ukuran partikel yang sangat besar akan mudah sekali mengalami erosi oleh karna daya ikat antara partikelnya kurang kuat, sehingga pada plot 2
66
dengan kandungan fraksi pasir paling tinggi memiliki nilai erdibilitas lebih tinggi dibandingkan pada plot 1 dan plot 3 oleh karna memiliki ukuran partikel yang sangat besar serta daya ikat antar partikelnya yang rendah sehinga mudah tererosi. Dilihat dari besarnya kecilnya kandungan fraksi liat pada masing-masing plot, plot 2 memiliki presentase kandungan liat sebesar 10,3% lebih kecil dibandingkan pada plot 1 yaitu 12,4% dan pada plot 3 paling tinggi yaitu 23,0%, hal ini menandakan bahwa pada plot 2 minim terhadap tekstur tanah yang berukuran halus yang memiliki muatan dan dapat membentuk ikatan (bersifat kohesif dan sulit untuk dihancurkan) dibandingkan pada plot 1 dan lebih besar lagi pada plot 3 sehingga jenis tanah pada plot 2 ini mudah untuk terangkut atau terbawa aliran permukaan terhadap bahan sedimen tersuspensi dibandingkan pada plot 1 sebesar 12,4% dan plot 3 paling sebesar 23,0% yang memiliki tingkat kandungan liat lebih tinggi dari plot 2. Pada plot 1 dan plot 3 tingkat presentase fraksi debu lebih tinggi dibandingkan pada plot 2. Plot 1 memiliki presentasi fraksi debu paling tinggi 26,8%, dan plot 3 kedua tertinggi sebesar 25,1%, dibandingkan pada plot 2 paling rendah yaitu 16,5%. Hal ini membuktikan bahwa, tanah pada plot 1 dan plot 3 lebih mudah tererosi dibandingkan tanah pada plot 2 oleh karena tanah pada plot 1 dan plot 3 didominasi oleh fraksi debu yang merupakan fraksi tanah yang mudah tererosi oleh karena selain mempunyai ukuran yang relatif lebih halus juga tanah ini tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan (tidak adanya bantuan bahan perakat/ pengikat) karna tidak mempunyai muatan, sehingga tanah pada plot 1 dan plot 3 mudah terangkut melalui aliran permukaan dibandingkan dengan
67
tanah pada plot 2, akan tetapi tanah pada plot 1 memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi dibandingkan pada plot 2 yaitu 0,77% dan plot 2 sebesar 0,71% sehingga material tanah pada plot 1 lebih sedikit tererosi dibandingkan tanah pada plot 2, oleh karna bahan organik berfungsi dalam hal menahan partikel-partikel tanah berada pada tempatnya serta dapat menyerap air dengan laju infiltrasi yang tinggi sehingga memperlambat aliran permukaan dan juga dapat memantapkan agraret tanah, hal ini juga didukung dengan tingkat kemiringan lereng pada plot 2 lebih tinggi yaitu 25% dibandingkan pada plot 1 sebesar 12% yang mengakibatkan kecepatan aliran lebih tinggi pada plot 2 dibandingkan dengan plot 1, sehingga material tanah yang terangkut melalui aliran permukaan lebih besar pada plot 2 dibandingkan pada plot 1. Pada plot 3 kandungan bahan organik lebih tinggi lagi dibandingkan pada plot 1 dan plot 2 yaitu sebesar 1,17%, sehinga material tanah pada polot 3 tidak mudah untuk terangkut oleh aliran permukaan dibandingkan pada plot 1 dan plot 2 oleh karna kandungan bahan organik befungsi sebagai pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh pada permukaannya serta berfungsi sebagai penghambat aliran permukaan, sehingga kecepatan aliran lebih lambat dan relatif tidak merusak, selain itu pada plot 3 ditumbuhi tumbuhan penutup tanah yaitu tumbuhan kacang. Akar pada tumbuhan kacang ini selain dapat menigkatkan penyerapan air (infiltrasi) yang jatuh pada permukaannya akar juga dapat memperkuat agraret tanah untuk menahan partikel-partikel tanah berada di tempatnya, dimana tumbuhan kacang ini juga dapat melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan yang jatuh pada permukaan tanah, sehingga dari hal ini
68
dapat disimpulkan bahwa tanah pada plot 3 minim untuk menghasilkan erosi permukaan yang besar dibandingkan tanah pada plot 1 dan plot 2, oleh karna aliran permukaan tidak mampu mengangkat material-material tanah pada permukaan tanah. 4.2.3 Erosi dan Aliran Permukaan Besarnya aliran permukaan yang ditujukan pada hasil penelitian (Tabel 6) tidak terlalu memperlihatkan hubungan yang berkesinambungan terhadap erosi permukaan yang dihasilkan, hal ini dikarenakan aliran permukaan tidak selamanya membawa butiran-butiran tanah. Seperti penjelasan sebelumnya bahwa terbawanya butiran-butiran tanah sangat dipengaruhi oleh faktor kecepatan dan turbulensi aliran, yang artinya erosi terjadi apabila kekuatan aliran lebih tinggi dari nilai ketahanan dan kepekaan tanah, dimana nilai aliran permukaan sangat bergantung dengan besarnya jumlah air hujan yang jatuh pada permukaan tanah persatuan waktu (intensitas) sedangkan nilai ketahanan dan kepekaan tanah sangat bergantung pada jenis dan ukuran partikel-partikel tanah. Jenis tanah adalah faktor yang menentukan besar kecilnya partikel-partikel tanah terhanyutkan, dimana tanah yang berstruktur pasir memiliki ukuran partikel yang besar dan daya ikat atarpartikelnya kurang kuat sehingga mudah tererosi, sedangkan tanah yang bertekstur liat memiliki ukuran partikel yang kecil dan halus serta daya ikat atarpartikelnya demikian kuat sehingga tanah ini akan sulit tererosi. Dari opservasi di lapangan dapat diamati bahwa, pada saat terjadi hujan butiran-butiran hujan yang jatuh pada permukaan tanah khususnya tanah yang mempunyai daya ikat antarpartikel kurang kuat, sehingga dapat memecahkan
69
bongkahan-bongkahan tanah atau agraret-agraret tanah menjadi ukuran partikel yang sangat kecil, partikel-partikel tanah yang telah hancur ini kemudian menutupi pori-pori tanah sehingga daya infiltrasi tanah menurun dan dapat mempercepat terjadinya aliran permukaan, seiring dengan makin meningkatnya aliran permukaan sehingga terjadi peningkatan terhadap laju aliran yang dapat meyebabkan pengikisan kembali pada permukaan tanah, sehingga terjadi penghancuran terhadap agraret-agraret tanah dan terjadi pengangkutan terhadap partikel-partikel tanah ke tempat yang rendah, kemudian terendapkan, hal ini berarti bahwa besarnya erosi permukaan dihitung bukan cuma berdasarkan besarnya aliran permukaan yang terjadi akan tetapi tergantung juga pada besarnya total partikel tanah yang terhanyutkan oleh aliran permukaan, hal ini dapat dilihat pada perbandingan besarnya aliran permukaan (Tabel 6), bersanya konsistensi muatan sedimen (Lampiran 2), dan besarnya erosi yang dihasilkan (Tabel 6), dimana contoh perbandingan hasil penelitian yang diambil yaitu pada periode hujan ketiga dengan tingkat erosi terbesar terjadi pada plot 2 pada kelerengan 25% yaitu 795,6271 gram/m2 dengan total aliran permukaan yang terjadi yaitu sebesar 47,3390 liter/m2, dibandingkan dengan plot 1 pada kelerengan 12% yang memiliki nilai erosi lebih rendah yaitu 383,4652 gram/m2 dan total aliran permukaan lebih besar yaitu 67,55906 liter/m2. Besarnya erosi yang terjadi pada plot 2 yang memiliki nilai aliran permukaan yang rendah dibandingkan dengan plot 1 yang memiliki nilai erosi rendah akan tetapi nilai aliran permukaan yang tinggi dikarenakan total konsistensi muatan sedimen yang terangkut melalui aliran permukaan lebih besar
70
terjadi pada plot 2 yaitu sebesar 336,14 gram/ 2 liter dibandingkan dengan pada plot 1 dengan total konsistensi muatan sedimen sebesar 113,52 gram/ 2 liter. Sifat tanah, tekstur, dan kandungan bahan organik serta vegetasi penutup tanah mempengaruhi terhadap kemampuan tanah mempertahankan partikelnya untuk berada pada tempatnya, sehingga dapat dilihat bahwa terdapat aliran permukaan rendah yang dapat menimbulkan erosi permukaan yang tinggi, dimana hal ini tergantung pada besarnya sedimen tanah yang dihasilkan oleh aliran permukaan. Dilihat dari hasil pengukuran besarnya curah hujan dan aliran permukaan (Tabel 6), pada periode hujan ke empat memperlihatkan jumlah curah hujan yang paling tinggi yaitu 50,6 mm, akan tetapi aliran permukaan yang dihasilkan rendah, salah satu contohnya yaitu terjadi pada plot 1 (kelerengan 12%) dengan aliran permukaan yang dihasilkan yaitu 46,57601 liter/m2, dibandingkan dengan curah hujan yang terjadi pada periode ke tiga dengan jumlah curah hujan lebih rendah yaitu 23,1 mm dimana aliran permukaan yang terjadi pada plot 1 (kelerengan 12%) yang dihasilkan lebih besar yaitu 67,55906 liter/m2. Hal ini diakibatkan oleh keadaan curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah, dimana terjadi periode penurunan kelembaban tanah oleh evapotranspirasi yang terjadi antara periode ke tiga dan ke empat, sehingga curah hujan yang dihasilkan pada periode ke empat ini tidak mengakibatkan kenaikan muka air tanah, oleh karena air hujan yang jatuh pada permukaan tanah tidak tertahan sebagai kelembaban tanah oleh karna terjadi periode masa penurunan air tanah (terinfiltrasi) pada selang waktu satu hari (dilihat dari periode penurunan kelembaban antara periode hujan tanggal 06-052013 – 08-05-2013 terdapat satu hari tak berujan). Sebaliknya, pada periode hujan
71
ke tiga terjadi peningkatan kelembaban tanah sebelumnya yaitu periode hujan kedua dan pertama yang saling berkesinambungan, dimana kelembaban tanah sudah meningkat oleh curah hujan sebelumnya yang cukup besar, sehingga pada periode hujan ketiga dengan intensitas curah hujan yang kecil dapat mengakibatkan kenaikan muka air tanah yang kian meningkat (tidak terjadi infiltrasi yang besar), sehingga terjadi peningkatan terhadap aliran permukaan yang dihasilkan. Dilihat dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jika kadar kelembaban lapisan atas tanah tinggi, maka aliran permukaan akan cepat meningkat oleh karna kapasitas infiltrasi sudah menurun oleh keberadaan air pada pori-pori tanah, sebaliknya jika kelembaban tanah menurun maka kapasitas infiltrasi akan meningkat untuk menyerap air permukaan sehingga aliran permukaan yang dihasilkan makin kecil. Dari hasil pengamatan pada masing-masing plot pengamatan bahwa kadar bahan organik dan ada tidaknya keberadaan vegetasi penutup tanah pada masingmasing plot pengamatan juga memberikan perbedaan yang sangat signifikan terhadap tingkat erosi yang terjadi, dimana semakin besar kadar bahan organik dan terdapatnya tumbuhan penutup tanah maka semakin kecil erosi yang terjadi, hal ini diakibatkan karena bahan organik dan vegetasi penutup tanah dapat menahan partikel-partikel tanah berada di tempatnya dan dapat menahan laju aliran dari air hujan yang jatuh pada permukaan tanah serta dapat melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan. Dari hasil pengamatan dapat diperoleh tingkat erosi yang terbesar selama lima kali periode hujan yaitu terjadi pada plot 2
72
dengan kemiringan lereng 25% yang diikuti pada plot 1 dengan kemiringan lereng 12% dan plot 3 dengan kemiringan lereng 45%, hal ini selain dipengaruhi oleh tekstur tanah juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik dan keberadaan vegetasi penutup tanah pada masing-masing plot pengamatan, dimana pada plot 1 dengan tanaman pokok jagung pada kemiringan lereng 12% memiliki kandungan bahan organik sebesar 0,77% tanpa disertai vegetasi penutup tanah, sedangkan pada plot 2 dengan tanaman pokok jagung pada kemiringan lereng 25% memiliki kandungan bahan organik lebih kecil dibandingkan pada plot 1 yaitu 0,71% dan tanpa disertai vegetasi penutup tanah, sedangkan pada plot 3 dengan tanaman pokok jagung pada kemiringan lereng 40% kadar bahan organik lebih besar dibandingkan pada plot 1 dan plot 2 yaitu sebesar 1,17% dimana pada plot 3 ini terdapat vegetasi penutup tanah berupa tumbuhan kacang, hal ini mengakibatkan plot dengan kandungan bahan organik tinggi dan adanya tumbuhan vegetasi penutup tanah menghasilkan tingkat erosi permukaan lebih kecil (terjadi pada plot 3 kelerengan 40%) oleh karena kandungan bahan organik dan vegetasi penutup tanah tersebut dapat menahan partikel tanah untuk berada di tempatnya serta dapat menahan laju aliran yang terjadi dan melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, hal ini ditunjukan pada erosi permukaan yang terjadi pada plot lahan pertanian jagung dengan kemiringan lereng 40% yang setiap kali pengamatan memperlihatkan tingkat erosi permukaan yang paling rendah dibandingkan pada plot 1 dengan kelerengan 12% dan plot 2 dengan kelerengan 25% (hasil analisis Tabel 6 dan Lampiran 4 ).
73
4.2.4 Kehilangan Unsur Hara Oleh Erosi Permukaan a. Nitrogen (N) (%) Dari hasil analisis regresi hubungan erosi permukaan terhadap kandungan unsur hara nitrogen (N) diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 0,591. Hal ini berarti bahwa 59,1% unsur hara nitrogen yang hilang pada lahan pertanian jagung pada berbagai variasi kemiringan lereng dipengaruhi oleh erosi permukaan. Kehilangan unsur hara nitrogen (N) oleh erosi permukaan ini tentunya memberikan dampak terhadap tanaman khususnya tanaman jagung, dimana kehilangan unsur nitrogen pada tanah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terganggu/ tidak optimal. Bagi tanaman unsur nitrogen (N) berfungsi dalam hal merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun, selain itu nitrogen berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Menurut (Hardjowigeno, dalam Ariesca, 2004: 11) mengemukakan bahwa kekurangan nitrogen pada tanaman akan menyebabkan tanaman akan menjadi kerdil, pertumbuhan akar terbatas, daun berwarna kuning dan gugur. Sedangkan kelebihan nitrogen pada tanaman akan memperlambat kematangan tanaman, batang mudah roboh dan mudah terserang penyakit. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 6), dapat diketahui bahwa kehilangan unsur nitrogen (N) yang tertinggi yaitu terjadi pada periode hujan ke tiga pada lahan pertanian jagung dengan tingkat kemiringan lereng 25%, dimana erosi permukaan yang terjadi yaitu sebesar 795,6271 gram/m2 dengan jumlah curah hujan sebesar 23,1 mm, jumlah aliran permukaan sebesar 47,33903 liter/m2 dan
74
konsistensi muatan sedimen sebesar 16,807 gram/liter dimana jumlah kandungan unsur nitrogen yang terbawa oleh proses erosi permukaan yaitu sebesar 0,30%. Besarnya unsur hara nitrogen yang ikut terbawa oleh proses erosi permukaan pada plot dengan kelerengan 25% ini dikarenakan pada plot 2 dengan kelerengan 25% memiliki persentasi tekstur kandungan fraksi pasir yaitu 73,2%, fraksi debu 16,5%, dan fraksi liat 10,3%, dimana keadaan ini juga didukung terhadap kandungan bahan organik pada plot 2 sangat rendah dibandingkan pada plot 1 dan plot 3 yaitu 0,71%, plot 1 sebesar 0,77%, dan pada plot 3 sebesar 1,17%, hal ini yang mengakibatkan tanah mempunyai luasan permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara nitrogen sehingga erosi yang terjadi serta kandungan unsur hara nitrogen yang hilang dari proses erosi lebih besar pada plot 2 dengan kelerengan 25% dibandingkan pada plot dengan kelerengan 12% (plot 1) dan 40% (plot 3). Sedangkan kehilangan unsur hara nitrogen yang terendah yaitu terjadi pada periode hujan ke dua pada lahan pertanian jagung dengan kemiringan lereng 12%, dimana erosi permukaan yang terjadi yaitu sebesar 3,618385 gram/m2 dengan jumlah curah hujan sebesar 3,3 mm, jumlah aliran permukaan sebesar 2,384438 liter/m2 dan konsistensi muatan sedimen sebesar 1,5175 gram/liter dimana kandungan unsur nitrogen dalam sedimen yang ikut terbawa oleh proses erosi permukaan yaitu sebesar 0,10%. Kecilnya kandungan unsur nitrogen yang ikut terbawa oleh proses erosi ini dikarenakan oleh kecilnya tingkat erosi permukaan yang terjadi sehingga unsur hara nitrogen yang ikut bersama erosi permukaan juga kecil.
75
Kehilangan unsur hara nitrogen ini memperlihatkan pengaruhnya secara signifikan terhadap erosi permukaan yang terjadi melalui aliran permukaan dan konsistensi muatan sedimen dari jumlah curah hujan yang jatuh pada plot lahan pertanian jagung, dimana semakin besar tingkat erosi permukaan yang terjadi maka semakin besar pula unsur hara nitrogen (N) yang hilang dalam sedimen tanah yang terangkut oleh erosi permukaan. b. Phospor (P2O5) Dari hasil analisis regresi hubungan erosi permukaan terhadap kandungan unsur hara phospor (P2O5) diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 0,509. Hal ini berarti bahwa 50,9% unsur hara phospor (P2O5) yang hilang pada lahan pertanian jagung pada berbagai variasi kemiringan lereng dipengaruhi oleh erosi permukaan. Kehilangan unsur hara phospor (P2O5) oleh erosi permukaan ini tentunya memberikan dampak terhadap tanaman khususnya tanaman jagung, kehilangan unsur phospor (P2O5) pada tanah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terganggu/ tidak optimal dimana unsur phospor (P2O5) bagi tanaman berfungsi dalam hal merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Apabila terjadi kekurangan phospor maka pertumbuhan tanaman terhambat, karena pembelahan sel terganggu, daundaun menjadi ungu dan coklat mulai dari ujung daun (Hardjowigeno, dalam Ariesca, 2004: 11). Novizan dalam Ariesca (2004: 11) menambahkan bahwa kekurangan phospor pada tanaman juga akan mengkibatkan perkembangan akar terhambat, pematangan buah terhambat, perkembagan bentuk dan warna buah buruk serta biji berkembang tidak normal.
76
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 6), dapat diketahui bahwa kehilangan unsur phospor (P2O5) yang tertinggi yaitu terjadi pada periode hujan ke tiga pada lahan pertanian jagung dengan tingkat kemiringan lereng 25%, dimana erosi permukaan yang terjadi yaitu sebesar 795,6271 gram/m2 dengan jumlah curah hujan sebesar 23,1 mm, jumlah aliran permukaan sebesar 47,33903 liter/m2 dan konsistensi muatan sedimen sebesar 16,807 gram/liter dimana jumlah kandungan unsur phospor (P2O5) yang terbawa oleh proses erosi permukaan yaitu sebesar 86 ppm. Besarnya kehilangan unsur hara phospor (P2O5) yang ikut terbawa oleh proses erosi permukaan pada plot dengan kelerengan 25% ini dikarenakan pada plot 2 dengan kelerengan 25% memiliki persentasi tekstur kandungan fraksi pasir yaitu 73,2%, fraksi debu 16,5%, dan fraksi liat 10,3%, dimana keadaan ini juga didukung terhadap kandungan bahan organik pada plot 2 sangat rendah dibandingkan pada plot 1 dan plot 3 yaitu 0,71%, plot 1 sebesar 0,77%, dan pada plot 3 sebesar 1,17%, hal ini yang mengakibatkan tanah mempunyai luasan permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara sehingga erosi yang terjadi serta kandungan unsur hara phospor (P2O5) yang hilang dari proses erosi lebih besar pada plot 2 dengan kelerengan 25% dibandingkan pada plot dengan kelerengan 12% (plot 1) dan 40% (plot 3). Sedangkan kehilangan unsur hara phospor (P2O5) yang terendah yaitu terjadi pada periode hujan ke lima pada lahan pertanian jagung dengan kemiringan lereng 40% dimana erosi permukaan yang terjadi yaitu sebesar 3,708198 gram/m2 dengan jumlah curah hujan sebesar 14,8 mm, jumlah aliran permukaan sebesar 5,563688 liter/m2 dan konsistensi muatan sedimen sebesar 0,6665 gram/liter dimana
77
kandungan unsur phospor (P2O5) dalam sedimen yang ikut terbawa oleh proses erosi permukaan yaitu sebesar 17 ppm. Kecilnya kandungan unsur hara phospor (P2O5) yang ikut terbawa oleh proses erosi ini dikarenakan oleh kecilnya tingkat erosi permukaan yang terjadi sehingga unsur hara phospor (P2O5) yang ikut bersama erosi permukaan juga kecil. Kehilangan unsur hara phospor (P2O5) ini memperlihatkan pengaruhnya secara signifikan terhadap erosi permukaan yang terjadi melalui aliran permukaan dan konsistensi muatan sedimen dari jumlah curah hujan yang jatuh pada plot lahan pertanian jagung, dimana semakin besar tingkat erosi permukaan yang terjadi maka semakin besar pula unsur hara phospor (P2O5) yang hilang dalam sedimen tanah yang terangkut oleh erosi permukaan. c. Kalium (K2O) Dari hasil analisis regresi hubungan erosi permukaan terhadap kandungan unsur hara kalium (K2O) diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 0,390. Hal ini berarti bahwa 39,0% unsur hara kalium (K2O) yang hilang pada lahan pertanian jagung pada berbagai variasi kemiringan lereng dipengaruhi oleh erosi permukaan. Kehilangan unsur hara kalium (K2O) oleh erosi permukaan ini tentunya memberikan dampak juga terhadap tanaman khususnya tanaman jagung, kehilangan unsur hara kalium (K2O) pada tanah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terganggu/ tidak optimal dimana unsur kalium (K2O) berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Kalium merupakan sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan penyakit sedangkan kekurangan kalium pada
78
tanaman akan meyebabkan daun terlihat lebih tua, batang dan cabang lemah dan mudah rebah, muncul warna kuning di pinggir dan di ujung daun yang sudah tua yang akhirnya mengering dan rontok, daun mengerut (kriting) dimulai dari daun tua serta biji buah menjadi kisut (Novizan, dalam Ariesca, 2004: 11). Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 6), dapat diketahui bahwa kehilangan unsur hara kalium (K2O) yang tertinggi yaitu terjadi pada periode hujan ke tiga pada lahan pertanian jagung dengan tingkat kemiringan lereng 25%, dimana erosi permukaan yang terjadi yaitu sebesar 795,6271 gram/m2 dengan jumlah curah hujan sebesar 23,1 mm, jumlah aliran permukaan sebesar 47,33903 liter/m2 dan konsistensi muatan sedimen sebesar 16,807 gram/liter dimana jumlah kandungan unsur kalium (K2O) yang terbawa oleh proses erosi permukaan yaitu sebesar 93 ppm. Besarnya kehilangan unsur hara kalium (K2O) yang ikut terbawa oleh proses erosi permukaan pada plot dengan kelerengan 25% ini dikarenakan pada plot 2 dengan kelerengan 25% memiliki persentasi tekstur kandungan fraksi pasir sebesar 73,2%, fraksi debu 16,5%, dan fraksi liat 10,3%, dimana keadaan ini juga didukung terhadap kandungan bahan organik pada plot 2 sangat rendah dibandingkan pada plot 1 dan plot 3 yaitu 0,71%, plot 1 sebesar 0,77%, dan pada plot 3 sebesar 1,17%, hal ini mengakibatkan tanah mempunyai luasan permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara kalium (K2O) sehingga erosi yang terjadi serta kandungan unsur hara kalium (K2O) yang hilang dari proses erosi lebih besar pada plot 2 dengan kelerengan 25% dibandingkan pada plot dengan kelerengan 12% (plot 1) dan 40% (plot 3). Perbadingannya yaitu kehilangan unsur hara kalium (K2O) yang terendah yaitu terjadi pada periode
79
hujan ke lima pada lahan pertanian jagung dengan kemiringan lereng 25% dimana erosi permukaan yang terjadi yaitu sebesar 18,90446 gram/m2 dengan jumlah curah hujan sebesar 14,8 mm, jumlah aliran permukaan sebesar 8,26605 liter/m2 dan konsistensi muatan sedimen yang dihasilkan sebesar 2,287 gram/liter dimana kandungan unsur hara kalium (K2O) dalam sedimen yang ikut terbawa oleh proses erosi permukaan yaitu sebesar 41 ppm. Kecilnya kandungan unsur hara kalium (K2O) yang ikut terbawa oleh proses erosi ini dikarenakan oleh kecilnya tingkat erosi permukaan yang terjadi sehingga unsur hara kalium (K2O) yang ikut bersama erosi permukaan juga kecil. Kehilangan unsur
hara kalium (K2O)
ini
juga
memperlihatkan
pengaruhnya secara signifikan terhadap erosi permukaan yang terjadi melalui aliran permukaan dan konsistensi muatan sedimen dari jumlah curah hujan yang jatuh pada plot lahan pertanian jagung, dimana semakin besar tingkat erosi permukaan yang terjadi maka semakin besar pula unsur hara kalium (K2O) yang hilang dalam sedimen tanah yang terangkut oleh erosi permukaan. Tingginya aliran permukaan dan erosi yang terjadi pada lahan pertanian jagung mengindikasikan tingginya kehilangan hara sehingga akan menurunkan tingkat produktivitas tanaman pada musim tanam berikutnya. Besarnya tingkat erosi yang terjadi dikarenakan petani dalam hal pemanfaatan lahannnya sebagai tanaman pertanian kurang mengindahkan bentuk-bentuk konservasi tanah sehingga
lahan
kurang
bisa
memperlihatkan
kondisinya
dalam
hal
mempertahankan dan mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang baik.
80
Kehilangan hara dari permukaan tanah merupakan salah satu akibat utama dari terjadinya aliran permukaan dan erosi dimana hal ini terjadi karena hara umumnya banyak terdapat pada lapisan atas tanah (top soil) sehingga dari hal ini aliran permukaan yang terjadi selain membawa tanah menjadi erosi juga membawa hara tanah keluar dari petak lahan pertanaman. Oleh karna itu bentuk konservasi tanah dan air sangatlah diperlukan dalam hal mengendalikan kehilangan hara dari proses erosi permukaan.