BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1.
Kajian Pustaka Pada kajian pustaka ini membahas tentang beberapa konsep yang relevan dengan permasalahan penelitian. Aspek teoritis yang akan dibahas akan menjadi landasan dalam penelitian. Adapun variabel-variabel yang terkait dengan masalah dalam penelitian ini, terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat yang mana Penempatan, Kepemimpinan, dan Motivasi merupakan variabel bebas atau independen dan yang menjadi variabel terikat atau dependen adalah Kepuasan kerja.
3.1.1.
Kepuasan Kerja
3.1.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja dapat didefinisikan menurut Robbins (2009:113) Job satisfaction describes a positive feeling about a job, resulting from an evaluation of its characteristics (Kepuasan kerja menggambarkan perasaan positif tentang pekerjaan , hasil dari evaluasi karakteristiknya). Sedangkan Locke (Colquitt, 2009: 105) menyatakan Job satisfaction is defined as a pleasurable emotional state resulting from the appraisal of one’s job or job experience (Kepuasan kerja
15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
sebagai suatu perasaan yang menyenangkan atau keadaan emosi yang positif melalui pekerjaan yang diperolehnya). Selain itu Newstrom (2007:204) mendefinisikan Job satisfaction is a set of favorable or favorable feeling and emotions with which employees view their work (Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan dan emosi karyawan melihat pekerjaan mereka). Ivancevich (2008:12) mengemukakan bahwa kepuasan karyawan tidak secara otomatis dapat meningkatkan kepuasan kerja, walaupun ketidak puasan karyawan cenderung menurunkan kepuasan kerja, lebih sering mangkir dan menghasilkan kualitas lebih rendah dari pada karyawan yang puas. Kepuasan kerja sebagai satu acuan dari orientasi yang efektif seseorang pegawai terhadap peranan mereka pada jabatan yang dipegangnya saat ini. Jerald (2008:221) menguraikan bahwa “Job satisfaction is positive or negative attitudes held by individuals toward their jobs”. Job satisfaction as “a positive feeling about a job resulting from an evaluation of its characteristics” (Robbins & Judge, 2009:83). Dari beberapa definisi kepuasan kerja diatas dapat disimpulkan definisi kepuasan kerja adalah perasaan yang menyenangkan dan merasa puas bagi individu atas hasil usahanya sendiri terhadap pekerjaannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
3.1.1.2. Kategori dan Pengukuran Kepuasan Kerja Para
pegawai
puas
jika
pekerjaan
mereka
dapat
menyediakan apa yang mereka inginkan. Nilai-nilai akan hal-hal yang secara sadar ingin mereka raih atau capai. Dawis dalam Colquitt
(2011)
menyatakan
bahwa
nilai-nilai
pekerjaan
berdasarkan survey yang telah dilakukan meliputi beberapa aspek, seperti yang digambarkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Nilai-Nilai Pekerjaan yang Umum Dinilai Kategori Gaji
Nilai-Nilai Khusus
Gaji tinggi Gaji aman Promosi Frekuesi promosi Promosi berdasarkan kemampuan Supervisi atasan Hubungan supervisi yang baik Penghargaan bagi pelaksaan pekerjaan yang baik Rekan kerja Rekan kerja yang menyenangkan Rekan kerja bertanggung jawab Pekerjaan itu sendiri Pemanfaatan kemampuan Kebebasan dan kemandirian Stimulus intelektual Ekspresi kreatif Tantangan berprestasi Altruisme Membantu yang lain Sebab moral Status Prestise Kekuasaan lebih besar Terkenal/Tenar Lingkungan Nyaman Keamanan Sumber: Organizational Behavior (2011)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Menurut Mullins (2010:282) terdapat beberapa keraguan apakah kepuasan kerja terdiri dari dimensi tunggal atau sejumlah dimensi yang terpisah. Beberapa pekerja mungkin puas dengan aspek-aspek tertentu dari pekerjaan mereka dan tidak puas dengan aspek-aspek lain. Kepuasan kerja itu sendiri merupakan konsep yang rumit dan sulit untuk diukur secara objektif. Tingkat kepuasan kerja dipengaruhi oleh berbagai variabel yang terkait dengan faktor individu, sosial, budaya, organisasi, dan lingkungan, dengan rincian: a. Faktor
individu
meliputi:
kepribadian,
pendidikan
dan
kualifikasi, kecerdasan dan kemampuan, status perkawinan, orientasi terhadap pekerjaan. b. Faktor-faktor sosial meliputi: hubungan dengan rekan kerja, norma-norma
dan
kelompok
kerja,
kesempatan
untuk
berinteraksi, dan organisasi informal. c. Faktor-faktor budaya meliputi sikap yang mendasari, keyakinan, dan nilai-nilai. d. Faktor-faktor organisasi meliputi sifat dan ukuran, struktur formal, kebijakan SDM dan prosedur, hubungan karyawan, sifat pekerjaan, teknologi dan organisasi kerja, pengawasan dan gaya kepemimpinan, sistem manajemen, kondisi kerja. e. Faktor-faktor lingkungan meliputi pengaruh ekonomi, sosial, teknik, dan pemerintah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja yang tinggi:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
a.
Keberagaman/variasi makna pekerjaan;
b.
Pengawasan yang rendah hati;
c.
Tanggung jawab yang lebih besar;
d.
Self-pacing
e.
Kesempatan untuk pengembangan diri;
f.
Umpan balik kinerja.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja yang rendah: a.
Ketidakjelasan target
b.
Kurangnya komunikasi organisasi
c.
Ketidakamanan/kegelisahan
d.
Kurangnya kompensasi Menurut Schermerhorn (2011:73) menyatakan bahwa
kepuasan kerja dapat diukur melalui dua model yaitu: a.
The Minnesota Satisfaction Quesitionnaier (MSQ), yang mengukur kepuasan dengan:
1.
Working conditions, kondisi kerja.
2.
Chance for advancement, kesempatan untuk maju.
3.
Freedom to use one’s own judgment, kebebasan untuk menggunakan pertimbangan sendiri.
4.
Praise for doing a good job, penghargaan/pujian atas pelaksanaan pekerjaan yang baik.
5.
Feeling of accomplishment, perasaan atas penyelesaian.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
b. Job Descriptive Index, yaitu mengukur kepuasan dari lima segi yaitu: 1. The work itself, pekerjaan itu sendiri, yang mencakup tanggung jawab (responsibility), kepentingan (interest), dan pertumbuhan (growth). 2. Quality Supervision, kualitas pengawasan, yang mencakup bantuan teknis (technical help), dan dukungan social (social support). 3. Relationship with co-workers, hubungan dengan rekan kerja, yang mencakup keselarasan social (social harmony), dan rasa hormat (respect). 4. Promotion opportunities, kesempatan promosi, termasuk kesempatan untuk kemajuan selanjutnya (chance for further advancement). 5. Pay, bayaran, dalam bentuk kecukupan bayaran (adequacy of pay) dan perasaan keadilan terhadap orang lain (preseived equity vis-à-vis others). Value-percept theory menyatakan bahwa kepuasan kerja tergantung pada apakah pekerja merasa bahwa pekerjaannya menyediakan hal-hal yang dihargai. Orang akan mengevaluasi kepuasan pekerjaan berdasarkan aspek-aspek khusus dari pekerjaan. Value-percept theory juga menegaskan bahwa orang dapat mengevaluasi kepuasan kerja berdasarkan aspek-aspek spesifik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
pekerjaan itu. Aspek-aspek yang paling dominan yang dipergunakan karyawan untuk menilai kepuasan kerja yaitu: a.
Pay satisfaction, kepuasan imbalan pembayaran, mengacu pada apa yang pekerja rasakan tentang imbalan pembayaran, termasuk seberapa besar yang diterima, terjamin dan kecukupan atas pengeluaran normal dan mewah.
b.
Promotion satisfaction, kepuasan promosi, mengacu pada apa yang pekerja rasakan tentang kebijakan promosi perusahaan dan pelaksanaanya, termasuk frekwensi
promosi,
adil, dan
berdasarkan kompetensi. Sebagian pegawai tidak menghendaki promosi yang sering karena akan menambah tanggung jawab dan dan menambah jam kerja. Sebagian pegawai menginginkan promosi menyediakan kesempatan untuk perkembangan personal, gaji lebih baik, dan lebih prestise. c.
Supervision satisfaction, kepuasan supervisi, merefleksikan perasaan karyawan terhadap atasan, termasuk kecakapan, sopan santun, dan kemampuan komunikasi yang baik dari pimpinan (daripada malas, menyebalkan, dan jaga jarak).
d.
Coworkers satisfaction, kepuasan rekan kerja, mengacu pada perasaan pegawai akan rekan pegawai, termasuk rekan yang pandai, bertanggung jawab, suka menolong, menyenangkan, dan menarik sebagai lawan dari malas, suka mengunjing, tidak menyenangkan, dan membosankan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
e.
Satisfaction with the work itself, kepuasan atas pekerjaan itu sendiri, merefleksikan perasaan karyawan akan tugas-tugas pekerjaan yang ada, meliputi apakah tugas-tugas menantang, menarik, dihargai, dan membuat ketrampilan kunci digunakan dibandingkan daripada menjadi membosankan, berulang-ulang, dan tidak nyaman.
3.1.2.
Penempatan (Placement) Penempatan merupakan langkah yang diambil segera setelah terlaksananya fungsi rekruitmen. Penempatan merupakan salah satu fungsi terpenting dalam dalam manajemen sumber daya manusia, karena tersedia atau tidaknya pekerja dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, tepat atau tidaknya penempatan seorang pekerja pada posisi tertentu, sangat ditentukan oleh fungsi seleksi dan penempatan. Pada hakikatnya, jika fungsi ini tidak dilaksanakan dengan baik maka dengan sendirinya akan berakibat fatal terhadap pencapaian
tujuan–tujuan
organisasi.
Bernadine
(2010)
berpendapat bahwa well-developed placement programs are rare (Program penempatan jarang berkembang dengan baik).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
3.1.2.1. Pengertian Penempatan Menurut Kumar (2011:124) dalam bukunya yang berjudul Human Resources Management – Strategic analysis text and cases mendefinisikan beberapa pengertian tentang penempatan, sebagai berikut: -
Placement is understood as the allocation of people to jobs (Penempatan dipahami sebagai alokasi orang untuk pekerjaan.
-
Placement is the process of assigning a specific job to each one of the selected candidates (Penempatan adalah proses untuk menempatkan spesifik pekerjaan untuk setiap salah satu kandidat yang dipilih).
- Placement is sending the newly employed person to some departement for work (Penempatan adalah mengirimkan orang baru ke beberapa departemen untuk bekerja). Menurut Myres (Kumar 2011:124) Placement is the determination of the job to which an accepted condidate is to be assigned and his assignment to that job. (Penempatan adalah penentuan pekerjaan kepada kandidat yang diterima untuk ditugaskan dan penugasan untuk pekerjaan tersebut). Menurut Riggio (2013:89) Employee placement is the process of assigning workers to appropriate jobs. (Penempatan karyawan adalah proses untuk menempatkan pekerja untuk pekerjaan yang tepat). Seperti yang dikemukakan oleh Mathis dan Jackson (2012:262) penempatan adalah penempatan seseorang ke
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
posisi pekerjaan yang tepat. Yang terpenting, penempatan sumber daya manusia harus dilihat sebagai proses pencocokan. Seberapa baik seorang tenaga kerja cocok dengan pekerjaan akan mempengaruhi jumlah dan kualitas kerja tenaga kerja. Dessler dalam Theresia (2013) mendefiniskan employee placement is the process of assigning a new employee to a position within his or her sphere of authority where the employee will have a reasonable chance for success. (Penempatan karyawan adalah proses untuk menempatkan karyawan baru untuk posisi dalam nya lingkup kewenangan mana karyawan akan memiliki kesempatan yang wajar untuk sukses). Mathis
(2012:265)
mengatakan
bahwa
dalam
menempatkan calon karyawannya ditempatkan sesuai dengan keahlian dan minat yang dimiliki. Kesesuaian orang-organisasi dimana selain mencocokan dengan pekerjaan, para pemberi kerja juga semakin berusaha untuk menentukan kecocokan antara individu-individu dan faktor-faktor organisasional guna mencapai kesesuaian orang-organisasi. Berdasarkan pengertian dan kajian teoritik di atas, dapat disintesis bahwa penempatan adalah pengalokasian para karyawan pada jabatan/posisi tertentu yang disesuaikan dengan latar belakang, pengalaman kerja dan kemampuan yang dimilikinya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
3.1.2.2. Proses Penempatan Karyawan (Employee Placement Process) Kumar (2011:124) menyatakan bahwa placement in fact is a process. It involves certain steps (Penempatan pada kenyataannya adalah sebuah proses yang melibatkan langkah-langkah tertentu). Langkah-langkah ini telah dibahas oleh Cascio dan Elios. Proses penempatan karyawan ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Collect detail about the employee (Mengumpulkan rinci tentang karyawan)
Construct the employee’s profile (Membangun profil karyawan)
Match between sub-group profile and individual’s profile (Cocokan antara profil sub-kelompok dan profil individu)
Compare sub-group profile to job family profile (Bandingkan profil sub-kelompok ke pekerjaan profil keluarga)
Match between job family profiles and sub-group profiles (Cocokan antara profil pekerjaan keluarga dan profil sub kelompok)
Assign the individuals to job family (Menetapkan individu untuk pekerjaan keluarga)
Assign the individual to specific job after further counseling and assessment (Menetapkan individu untuk pekerjaan tertentu setelah konseling lebih lanjut dan penilaian)
Gambar 3.1. Proses Penempatan Karyawan Sumber: Human Resources Management (2011)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
3.1.2.3. Pentingnya Penempatan (Importance of Placement) Kumar (2011:125) menyatakan bahwa a proper placement of a worker reduces employee turnover, absenteeism, accident rates; and improves the morale. If a candidate adjusts himself to the job and continues to perform as per expectations, it means that the candidate is properly placed (Penempatan yang tepat dari seorang pekerja mengurangi turnover karyawan, absensi, tingkat kecelakaan; dan meningkatkan moral. Jika seorang calon menyesuaikan dirinya dengan pekerjaan dan terus melakukan sesuai harapan, itu berarti bahwa calon ditempatkan dengan benar).
3.1.2.4. Prinsip-prinsip penempatan ( Principles of placement ) Beberapa prinsip dasar telah berkembang mengikuti penempatan pekerja pada pekerjaannya. Kumar (2011:125) menjabarkan prinsip-prinsip tersebut seperti di bawah ini: (1) Principle of job first, man next (Prinsip dari pekerjaan pertama, Orang berikut). Man should be placed on the job according to the requirements of the job. The job should not be adjusted according to the qualifications or requirement of the man. (Orang harus ditempatkan pada pekerjaan sesuai dengan persyaratan pekerjaan. Pekerjaan tidak harus disesuaikan dengan kualifikasi atau persyaratan dari orang tersebut).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
(2) Principle of qualifications (Prinsip Kualifikasi) The job should be offered to the man according to his qualifications. the placement should neither be higher nor lower than the qualifications (Pekerjaan harus ditawarkan kepada seseorang sesuai dengan kualifikasinya. Penempatan tidak harus lebih tinggi atau lebih rendah dari kualifikasi). (3) Principle of Working Conditions (Prinsip Kondisi Kerja) The employee should be made conversant with the working conditions prevailing in the industry and all thing relating to the job. He should also be made aware of the penalties if he commits a wrong (Karyawan harus dibuat fasih dengan kondisi kerja yang berlaku di industri dan semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Ia juga harus dibuat sadar akan hukuman jika ia melakukan salah). (4) Principle of Loyalty and Comperation (Prinsip Loyalitas dan Komparasi) While introducing the job to the new employee, an effort should be made to develop a sense of loyalty and cooperation in him so that he may realize his responsibilities better towards the job and the organization (Sambil memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru, upaya harus dilakukan untuk mengembangkan rasa loyalitas dan kerja sama dalam dirinya sehingga ia mungkin menyadari tanggung jawabnya yang lebih baik terhadap pekerjaan dan organisasi).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
(5) Principle of Timely Preparation (Prinsip Persiapan Tepat Waktu) The placement should be ready before the joining date of newly selected person (Penempatan harus siap sebelum tanggal bergabung dari orang yang baru dipilih). (6) Principle of Transfer (Prinsip Transfer) The placement in the initial period may be temporary as changes are likely after the completion of training. the employee may later be transferred to the job where he can do better (Penempatan pada periode awal mungkin sementara sebagai perubahan cenderung setelah selesainya pelatihan. Karyawan dapat kemudian ditransfer ke pekerjaan di mana dia bisa berbuat lebih baik).
3.1.3.
Kepemimpinan Dalam suatu perusahaan, faktor kepemimpinan akan memegang peranan yang penting. Pemimpin memegang peranan untuk menggerakkan dan mengarahkan organisasi ke arah tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hubungan pimpinan dengan bawahannya, kesesuaian antara kepemimpinan yang dibawa oleh pemimpin dengan apa yang menjadi harapan karyawannya tentu akan menimbulkan dampak positif pada diri bawahan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
3.1.3.1. Pengertian Kepemimpinan Menurut Griffin (2014: 324) as a process, leadership is the use of noncoercive influence to direct and coordinate the activities of group members to meet goal. As a property, leadership is the set of characteristics attributed to those who are perceived to use such influence successfully. Sebagai sebuah proses, kepemimpinan merupakan penggunaan pengaruh yang baik untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan aktivitas para anggota untuk meraih tujuan.
Sebagai
sebuah
sifat,
kepemimpinan
merupakan
seperangkat karakteristik yang diatrbusikan kepada siapa yang berhak untuk menggunakan pengaruh secara sukses. Menurut Robbins (2013: 368) we define leadership as the ability to influence a group toward the achievement to a vision or set of goals. Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi sebuah kelompok untuk pencapaian visi atau seperangkat tujuan. Menurut Colquitt (2011: 451) leadership as the use of power and influence to direct the activities of followers toward goal achievement. Kepemimpinan sebagai pemanfaatan kekuatan dan pengaruh untuk mengarahkan aktivitas bawahan untuk pencapaian tujuan. Menurut Mullins dalam Smith (2012:95) leadership is a relationship through which one person influence the behavior or actions of other people. Kepemimpinan merupakan sebuah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
hubungan seseorang dengan mempengaruhi tingkah laku atau tindakan orang lain. Menurut Yukl dalam Locke (2013:395) leadership is the process of influencing others to understand and agree about what needs to be done and how to do it, and the process of facilitating individual and collective efforts to accomplish shared objectives. Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi bawahan untuk mengerti dan menyetujui tentang apa yang diperlukan untuk dikerjakan
dan
bagaimana
melakukannnya,
dan
proses
memfasilitasi seseorang dan usaha bersama untuk mencapai tujuan. Konsep kepemimpinan bukanlan semata-mata berbentuk instruksi, melainkan lebih merupakan motivasi atau pemicu yang dapat memberi inspirasi kepada bawahan, sehingga inspirasi dan kreativitas
mereka
berkembang
secara
optimal
untuk
meningkatkan kinerjanya. Kinerja yang baik akan diperoleh bila karyawan mempunyai motivasi yang tinggi dan loyal terhadap perusahaan. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu didukung oleh gaya kepemimpinan yang tepat. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi tindakan orang lain dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kouzes & Posner (2011:2) dalam bukunya yang berjudul The Five Practices of Exemplary Leadership mengemukakan bahwa terdapat 5 (lima) pengalaman dari praktek personal leadership
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
terbaik,
dimana
pemimpin
mempraktekkan
komitmen
kepemimpinan dengan cara: 1). memberikan contoh (model the way); 2). menginspirasi nilai-nilai (inspire a shared vision); 3). menguji proses (challenge the process); 4). membuat orang lain mampu melakukan (enable others to act); 5). menjaga hati (encourage the heart). Menurut Griffin (2014) secara tradisional pendekatan kepemimpinan pada umumnya berfokus kepada ciri atau karakteristik
pribadi
seorang
pemimpin,
sedangkan
secara
kontemporer pendekatan kepemimpinan berubah berfokus untuk menguji prilaku seorang pemimpin yang sebenarnya. Beberapa model kepemimpinan tradisional antara lain adalah: (1) Trait Approach Leadership dimana seorang pemimpin diharapkan mempunyai ciri unik yang membedakan dirinya dengan orang lainnya. (2) Behavioral Approach Leadership yaitu sikap pemimpin yang efektif berbeda dengan sikap pemimpin yang tidak efektif. (3) Situational Leadership dimana sikap seorang pemimpin berbeda tergantung kepada situasi yang dihadapinya. (4) The LPC of Leadership berusaha menyesuaikan antara kepribadian seorang pemimpin dengan kompleksitas dari situasi yang dihadapi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
(5) The Path Goal of Leadership yang menyarankan agar seorang pemimpin
dapat
menyesuaikan
dengan
situasi
yang
dihadapinya. (6) The Vroom’s Decision Tree Leadership berpandangan bahwa seorang pemimpin dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda tergantung kepada tingkat partisipasi dari bawahannya. Sedangkan pendekatan model kepemimpinan kontemporer antar lain adalah: 1) The Leader- Member Exchange Model menyarankan agar seorang pemimpin dapat membangun hubungan khusus dengan sejumlah kecil anak buah yang dapat dipercaya dalam sebuah kelompok; 2) Hersey and Blanchart Model yang mendasarkan kepada dugaan bahwa sikap atau prilaku pemimpin tergantung kepada tingkat kesiapan orang-orang yang dipimpinnya; 3) Transformational Leaders yang berfokus kepada dasar perbedaan antara mempimpin untuk perubahan dengan memimpin untuk stabilitas. Menurut
Jones
(2010)
Gaya
kepemimpinan
transfornasional dipandang sebagai gaya mempimpin yang modern, yaitu gaya mempimpin dengan membuat orang-orang yang dipimpinnya menyadari pentingnya peran pekerjaan dan kinerja mereka
terhadap
organisasi
dan
menyadari
kepentingan
perkembangan pribadi mereka sendiri dan oleh karenanya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
memotivasi orang-orang yang dipimpinnya untuk kebaikan organisasi. Kepemimpinan transformasional akan terjadi ketika seorang pemimpin mentransformasikan anak buahnya kedalam 3 cara penting: 1) Pemimpin transformasional membuat anak buahnya menyadari bagaimana pentingnya pekerjaannya bagi organisasi dan menyadari betapa pentingnya untuk berkinerja terbaik agar dapat mencapai tujuan perusahaan. 2) Pemimpin transformasional membuat anak buahnya menyadari kepentingan
pribadi
mereka
terhadap
pertumbuhan,
perkembangan, dan pencapaian. 3) Pemimpin transformasional memotivasi anak buahnya untuk bekerja demi kebaikan organisasi secara keseluruhan bukan hanya untuk kepentingan dan keuntungan pribadi mereka sendiri. Dari
beberapa
model
kepemimpinan
diatas,
dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa macam gaya kepemimpinan dengan pola yang berbeda-beda.
3.1.4. Motivasi 3.1.4.1. Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin movere, yang berarti bergerak atau dalam bahasa Inggrisnya, to move. Menurut Schunk,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
et al., (2010) motivation is the process where by goal-directed activity is instigated and sustained. (Motivasi adalah proses melalui kegiatan
pencapaian
tujuan
yang
telah
mendorong
dan
berkelanjutan). Robbins (2009:209) mendefinisikan
motivation as the
processes that account for individual’s intensity, direction, and persistence of effort toward attaining goal. (Motivasi adalah kesediaan individu untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi). Pendapat lain menyatakan bahwa motivasi adalah motivasi kerja, sebagaimana dinyatakan oleh Newstrom (2007:204) work motivation is the set of internal and external forces that cause an employee to choose a course of action and engage in certain behaviors. (Motivasi kerja adalah himpunan kekuatan internal dan eksternal yang menyebabkan seorang karyawan untuk memilih suatu tindakan dan terlibat dalam perilaku tertentu). Adair (2007:192) menyatakan bahwa motivasi adalah apa yang membuat orang melakukan sesuatu, tetapi arti yang lebih penting dari kata ini adalah apa yang membuat orang benar-benar berusaha dan mengeluarkan energi demi apa yang mereka lakukan. Sedangkan Ivancevich (2008:12) melihat bahwa motivation is the set of attitude and values that predisposes a person to act in specific, goal-directed manner.
Motivasi merupakan proses
psikologikal, apabila berkeinginan untuk meningkatkan kerja staf
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
lebih berhasil maka perlu memahami proses-proses psikologi. Berdasarkan pengertian dan kajian teoritik di atas, dapat disintesis bahwa motivasi adalah daya penggerak atau dorongan utama yang menggerakan seseorang untuk mencapai tujuan dengan hasil yang optimal.
3.1.4.2. Jenis-Jenis Motivasi Walgito (2008:207) mengemukakan bahwa menurut sifatnya, motivasi dibedakan menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, yaitu: 1) Motivasi Intrinsik. Motivasi yang datangnya dari dalam diri individu itu sendiri. Contohnya niat, semangat dan pengalaman. 2) Motivasi Ekstrinsik. Motivasi yang berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan
3.1.4.3. Teori –Teori Motivasi Menurut Robbins (2008:223) tahun 1950-an merupakan periode subur perkembangan konsep-konsep motivasi. Tiga teori khusus dirumuskan selama periode ini, yaitu Hierarki Teori Kebutuhan, Teori X dan Y, dan Teori Dua Faktor. 1)
Hierarki Teori Kebutuhan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Motivasi seseorang melakukan kegiatan sangat berkaitan erat dengan kebutuhannya. Salah satu teori kebutuhan dan motivasi yang dihasilkan oleh para ahli adalah teori hirarki kebutuhan dari Maslow. Menurut Robbins (2008:223) teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki kebutuhan (hierarchy of needs) milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan.
Gambar 3.2. Hierarki Kebutuhan Maslow Sumber: Perilaku Organisasi (2008)
Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah: (1) Fisiologis; Meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
(2) Rasa aman; Meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional. (3) Sosial; Meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan. (4) Penghargaan; Meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti hormat diri, otonomi dan pencapaian, dan faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian. (5) Aktualisasi diri; Dorongan untuk menjadi seseorang sesuai kecakapannya; meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri. Menurut Robbins (2008:224), Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan yang lebih tinggi dan lebih rendah. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideksripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah (lower-order needs); kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas (higher-order needs). Clayton Alderfer berusaha mengolah hierarki kebutuhan Maslow agar semakin dekat dengan penelitian empiris. Hierarki kebutuhannya yang telah ditelaah ulang disebut dengan teori ERG (ERG Theory). Alderfer berpendapat bahwa terdapat tiga kelompok kebutuhan inti kehidupan (sama dengan kebutuhan fisiologis dan kemanan milik Maslow), hubungan (sama dengan kebutuhan sosial dan status milik Maslow), dan pertumbuhan (sama dengan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri milik Maslow).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
Menurut hirarki kebutuhan Maslow, seseorang cenderung untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan sebagai kebutuhan pokok dan baru kemudian kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi. Hal terpenting dari teori Maslow bahwa motivasi adalah kebutuhan yang telah dipenuhi daya motivasinya.
2)
Teori X dan Teori Y McGregor dalam Robbins (2008:225) mengemukakan dua
pandangan nyata mengenai manusia; pandangan pertama pada dasarnya negatif, disebut Teori X (Theory X), dan yang kedua pada dasarnya positif, disebut Teori Y (Theory Y). McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Menurut Teori X, empat asumsi yang dimiliki oleh manajer adalah, sebagai berikut: (1) Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan, sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya. (2) Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan-tujuan. (3) Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal bila mungkin.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
(4) Sebagian karyawan menempatkan kemanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukan sedikit ambisi. Bertentangan
dengan
pandangan-pandangan
negatif
mengenai sifat-sifat manusia dalam teori X, McGregor menyebutkan empat asumsi positif yang disebutnya sebagai Teori Y: (1) Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain. (2) Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan. (3) Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bhakan mencari tanggung jawab. (4) Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan keseluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
3)
Teori Dua Faktor Menurut Robbins (2008:225) teori dua faktor (two-factor
theory) juga disebut teori motivasi higiene (motivation-hygiene theory) dikemukakan oleh seorang psikolog bernama Frederick Herzberg. Dengan keyakinan bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan bahwa sikap seseorang terhadap
pekerjaan
bisa
dengan
keberhasilan atau kegagalan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sangat
baik
menentukan
40
Menurut Herzberg dalam Robbins (2008:227) faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda dari faktorfaktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu, manajer
yang
menimbulkan
berusaha
menghilangkan
ketidakpuasan
kerja
faktor-faktor
mungkin
yang
menghadirkan
kenyamanan, namun belum tentu motivasi. Kondisi-kondisi yang melindungi pekerjaan seperti kualitas pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, kondisi fisik pekerjaan, hubungan dengan individu lain, dan keamanan pekerjaan digolongkan oleh Herzberg sebagai faktor-faktor higiene.
3.2.
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Penelitian-penelitian sebelumnya yang telah mengkaji masalah penempatan, lingkungan kerja dan motivasi kerja yang masing-masing berpengaruh terhadap kinerja karyawan, dan beberapa penelitian lain yang masih memiliki kaitan dengan variabel dalam penelitian ini. Tabel 3.2 menguraikan beberapa penelitian terdahulu yang rmemiliki relasi dengan penelitian yang sedang diteliti. Penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Tabel 3.2. Penelitian Terdahulu No. Nama, Tahun Judul Penelitian 1.
Hasil Penelitian
Kobina Impraim The Influence of Adentwi, (2014) Motivation On The Job Satisfaction of Junior High School Teachers In Ghana
Hasilnya adalah hubungan positif yang signifikan antara motivasi dan kepuasan kerja di kalangan guru.
2.
Shahzad Khan, Muhammad Asghar, Arshad Zaheer, (2014)
Influence of leadership style on employee job satisfaction and firm financial performance: a study of banking sector in islamabad, pakistan
Hasil korelasi menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang lebih positif antara kepuasan kerja dan dengan kinerja keuangan dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional
3.
Adebayo Olufemi Effects of career Fanimehin, S.O. progression, work Popoola, (2013) motivation and leadership styles on job satisfaction of library personnel in the Federal Civil Service of Nigeria
Studi ini menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemajuan karir, motivasi kerja, gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja responden.
4.
5.
Agusthina Risambessy, Bambang Swasto, Armanu Thoyib, Endang Siti Astuti, (2012)
The Influence of Transformational Leadership Style, Motivation, Burnout towards Job Satisfaction and Employee Performance.
-Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja
Ros Intan Safinas Munir, Ramlee Abdul Rahman, Ariff Md. Ab. Malik, & Hairunnisa Ma’amor (2012)
Relationship between Transformational Leadership and Employees’ Satisfaction among the academic staff
Korelasi dari total skor kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja karyawan menunjukkan hubungan positif, linear dan kuat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- Motivasi memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pekerjaan kepuasan.
42
Lanjutan Tabel 3.2. Penelitian Terdahulu No. Nama, Tahun Judul Penelitian
Hasil Penelitian
6.
Fauzi (2013)
Hussin, Transformational Leadership Style and Job Satisifaction Relationship: A Study of Structural Equation Modelling (SEM)
Kepemimpinan adalah mediator signifikan dalam hubungan antara karismatik, stimulasi intelektual dan pertimbangan indivudual dengan kepuasan kerja.
7.
Fatima Ahmad Asvir (2011)
Bushra, Effect of Transformational Usman, Leadership on Employees’ Naveed, Job Satisfaction and Organizational Commitment in Banking Sector of Lahore (Pakistan)
Kepemimpinan transformasional memberi efek positif pada kepuasan kerja dan komitmen organisasi karyawan .
8.
Fatemeh Hamidifar, (2009)
A Study of the Relationship between Leadership Styles and Employee Job Satisfaction at Islamic Azad University Branches in Tehran, Iran
- Transformasional dan
9.
Rai Imtiaz Effect of Motivational Hussain, Shahid Factors on Employee's Bashir, (2013) Job Satisfaction: A Case of District Public School Okara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua faktor intrinsik dan ekstrinsik motivasi positif mempengaruhi tingkat kepuasan kerja guru yang bekerja di Umum Distrik Sekolah Okara.
10.
Soureh Arzi, The Impact of Leadership Kepemimpinan yang Leyla Farahbod, Style on Job Satisfaction: mendukung memiliki (2014) A Study of Iranian Hotels dampak yang paling signifikan. Kedua dua dimensi kepemimpinan transaksional memiliki dampak yang signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
transaksional dan karyawan yang cukup puas dengan pekerjaan mereka.
43
Lanjutan Tabel 3.2. Penelitian Terdahulu No. Nama, Tahun Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Effect of Work Motivation on Job Satisfaction in Mobile Telecommunication Service Organizations of Pakistan
Ada hubungan positif antara motivasi dan kepuasan kerja. Secara keseluruhan karyawan yang tenang puas dengan pekerjaan mereka dan memiliki minat mereka dalam pekerjaan mereka .
Singh, Relationship between Tiwari, motivation and job Satisfaction of the white collar employees : A case study
Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif antara motivasi dan kepuasan kerja yaitu, motivasi meningkat dengan peningkatan kepuasan kerja dan sebaliknya.
11.
Rizwan Saleem, Azeem Mahmood, Asif Mahmood, (2010)
12.
S. K. Vivek (2011)
13.
Sharon M. Leadership skills, Johnson satisfaction, Subhashis Nandy, motivation in (2015) workplace: phenomenological research study
job and the a
-Hasilnya
adalah hubungan yang signifikan antara motivasi, kepemimpinan, dan kepuasan kerja dari pandangan dan pengalaman para pemimpin. - Gaya kepemimpinan,
kualitas, pengetahuan, dan keterampilan merupakan penentu dalam hubungan antara pemimpin dan pengikut yang berdampak motivasi, kepemimpinan, dan kepuasan kerja.
14.
Adi (2014)
Suminto,
The effect of leadership style and motivation employee job satisfaction on ward in the district Citangkil Cilegon city – Indonesia
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Ada efek positif dari gaya kepemimpinan dan motivasi kerja sama dalam kerja desa kepuasan kerja.
44
Lanjutan Tabel 3.2. Penelitian Terdahulu No.
Nama, Tahun
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
15.
Sulieman Ibraheem Shelash Mohammad, Hussein Ali ALZeaud, Ayat Mohammad Essam Batayneh, (2011)
The relationship between transformational leadership and employees’ satisfaction at Jordanian private hospitals
Penelitian ini telah menunjukkan hubungan positif yang signifikan secara statistik yang ada antara lima dimensi kepemimpinan transformasional dan dua dimensi kepuasan kerja , hubungan kuat antara kepuasan kerja internal dan kepemimpinan transformasional.
16.
A.A Ngr Angga Dwipalguna, Ni Wayan Mujiati, (2015)
Pengaruh Penempatan, Motivasi Kerja, Dan Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja
Hasil penelitian menyatakan variabel penempatan, motivasi kerja, memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan kerja sedangkan stres kerja memberikan pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja.
17.
Motivasi Ian Nurpatria Pengaruh Terhadap Kepuasan Kerja Suryawan, Richard Andrew (2013)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Motivasi benar – benar mempengaruhi Kepuasan Kerja.
18.
Fisla Wirda, Tuti Pengaruh gaya Azra (2012) kepemimpinan situasional dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja Karyawan politeknik negeri padang
Hasil analisis Verifikatif menunjukkan bahwa secara simultan gaya kepemimpinan dan motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
19.
Endo Wijaya Analisis Pengaruh Kartika, Thomas Motivasi Kerja Terhadap S. Kaihatu (2010) Kepuasan Kerja (Studi Kasus pada Karyawan Restoran di Pakuwon Food Festival Surabaya)
Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
No.
Nama, Tahun
Judul Penelitian
20.
Kadek Sintha Pengaruh gaya Dewi (2013) kepemimpinan transformasional Terhadap kepuasan kerja karyawan dan Komitmen organisasi pada PT. KPM
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kepuasan kerja sementara kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi, dan gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh tidak langsung terhadap komitmen organisasi.
21.
Saur Tampubolon (2013)
M. Pengaruh gaya kepemimpinan, lingkungan kerja, dan harapan dosen Terhadap kepuasan kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat: 1) gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja; 2) lingkungan kerja berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja; dan 3) harapan dosen berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja; 4) gaya kepemimpinan berpengaruh tidak langsung terhadap kepuasan kerja melalui harapan dosen; dan 5) lingkungan kerja berpengaruh tidak langsung terhadap kepuasan kerja melalui harapan dosen.
22.
Pegi Plangiten Gaya kepemimpinan dan (2013) lingkungan kerja pengaruhnya terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Pos indonesia (persero) Manado
Gaya kepemimpinan dan Lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Manado.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hasil Penelitian
46
Lanjutan No.
Nama, Tahun
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
23.
Heru Purnomo & Pengaruh gaya Muhammad kepemimpinan terhadap Cholil (2010) kepuasan kerja berdasarkan motivasi kerja pada karyawan administratif di universitas sebelas maret Surakarta
Gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional baik secara parsial maupun bersamasama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja untuk Kabag maupun Kasubag.
24.
Aprilia Christy, Mawei Olivia, Nelwan Yantje Uhing (2014)
Kepemimpinan, penempatan kerja dan kompensasi pengaruhnya terhadap kepuasan kerja pada PT. Bank BNI (Persero), tbk. KCU Manado
Kepemimpinan, penempatan kerja dan kompensasi secara bersama berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Bank BNI (Persero), Tbk. KCU Manado.
25.
Fahrizi (2011)
Analisis pengaruh penempatan karyawan terhadap kepuasan kerja pada CV. Mitra Denso Bandar Lampung.
Penempatan karyawan mempunyai hubungan yang cukup erat dengan kepuasan kerja karyawan pada CV. Mitra Denso Bandar Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, maka penelitian ini mempunyai acuan kerja guna memperkuat hipotesis yang diajukan.
3.3.
Kerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu berkaitan
dengan variabel penempatan, kepemimpinan dan motivasi terhadap kepuasan kerja, maka kerangka penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
Penempatan (X1)
Kepemimpinan (X2)
H1
H2
Kepuasan Kerja (Y)
H3
Motivasi (X3)
H4 Gambar 3.3. Kerangka Pemikiran Sumber: Diolah dari Data Primer (2016)
3.4.
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian
ini ditetapkan sebagai berikut: H1: Terdapat pengaruh penempatan terhadap kepuasan kerja. H2: Terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan kerja. H3: Terdapat pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja. H4: Penempatan, kepemimpinan dan motivasi berpengaruh secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/