BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Dalam bab ini akan dibahas pengertian produk, kualitas pendidikan, Pelayanan Pendidikan, konsep kepuasan konsumen, pengertian kepuasan konsumen serta kerangka pemikiran dan hipotesis.
1.1
Pengertian Produk Produk menurut Kotler dan Amstrong (2003) adalah adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen. Menurut Lupiyoadi (2001) suatu produk adalah kumpulan dari atribut-atribut yang nyata maupun tidak nyata, termasuk di dalamnya kemasan, warna, harga, kualitas dan merk ditambah dengan jasa dan reputasi penjualannya. Sedangkan menurut Tjiptono (2007) secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas “sesuatu” yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli. Lima Tingkatan Produk, Menurut Kotler dan Amstrong (2003) ada lima tingkatan produk, yaitu core benefit, basic product, expected product, augmented product dan potential product. Penjelasan tentang kelima tingkatan produk adalah : a) Core benefit (namely the fundamental service of benefit that costumer really buying) yaitu manfaat dasar dari suatu produk yag ditawarkan kepada konsumen.
b) Basic product (namely a basic version of the product) yaitu bentuk dasar dari suatu produk yang dapat dirasakan oleh panca indra. c) Expected product (namely a set of attributes and conditions that the buyers normally expect and agree to when they purchase this product) yaitu serangkaian atribut-atribut produk dan kondisi-kondisi yang diharapkan oleh pembeli pada saat membeli suatu produk. d) Augmented product (namely that one includes additional service and benefit that distinguish the company’s offer from competitor’s offer) yaitu sesuatu yang membedakan antara produk yang ditawarkan oleh badan usaha dengan produk yang ditawarkan oleh pesaing. e) Potential product (namely all of the argumentations and transformations that this product that ultimately undergo in the future) yaitu semua argumentasi dan perubahan bentuk yang dialami oleh suatu produk dimasa datang. Banyak klasifikasi suatu produk yang dikemukakan ahli pemasaran, diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Kotler. Menurut Kotler dan Amstrong (2003), produk dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1.
Berdasarkan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama, yaitu : a. Barang Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya. b. Jasa Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual
(dikonsumsi pihak lain). Seperti halnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel dan sebagainya. Kotler (2006) juga mendefinisikan jasa sebagai berikut : “ Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. 2.
Berdasarkan aspek daya tahannya produk dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Barang tidak tahan lama (nondurable goods) Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contohnya: sabun, pasta gigi, minuman kaleng dan sebagainya. b. Barang tahan lama (durable goods) Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun lebih). Contohnya lemari es, mesin cuci, pakaian dan lain-lain.
3.
Berdasarkan tujuan konsumsi yaitu : Berdasarkan pada siapa konsumennya dan untuk apa produk itu dikonsumsi, maka produk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: a) Barang konsumsi (consumer’s goods) Barang konsumsi merupakan suatu produk yang langsung dapat dikonsumsi tanpa melalui pemrosesan lebih lanjut untuk memperoleh manfaat dari produk tersebut. b) Barang industri (industrial’s goods)
Barang industri merupakan suatu jenis produk yang masih memerlukan pemrosesan lebih lanjut untuk mendapatkan suatu manfaat tertentu. Biasanya hasil pemrosesan dari barang industri diperjual belikan kembali. Menurut Kotler dan Amstrong (2003) barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis”. Pada umumnya barang konsumen dibedakan menjadi empat jenis : a) Convenience goods Merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil) dalam pembandingan dan pembeliannya. Contohnya antara lain produk tembakau, sabun, surat kabar, dan sebagainya. b) Shopping goods Barang-barang yang dalam proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang tersedia. Contohnya alat-alat rumah tangga, pakaian, furniture, mobil bekas dan lainnya. c) Specialty goods Barang-barang yang memiliki karakteristik dan/atau identifikasi merek yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Misalnya mobil Lamborghini, pakaian rancangan orang terkenal, kamera Nikon dan sebagainya. d) Unsought goods
Merupakan barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Contohnya asuransi jiwa, ensiklopedia, tanah kuburan dan sebagainya. Berbicara mengenai produk maka aspek yang perlu diperhatikan adalah kualitas produk. Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah “the totality of features and characteristics of a product or service that bears on its ability to satisfy given needs”, artinya keseluruhan ciri dan karakter-karakter dari sebuah produk atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tersirat. Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan kualitas bila produk atau pelayanan penjual telah memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Kualitas produk merupakan pemahaman bahwa produk yang ditawarkan oleh penjual mempunyai nilai jual lebih yang tidak dimiliki oleh produk pesaing. Oleh karena itu perusahaan berusaha memfokuskan pada kualitas produk dan membandingkannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Akan tetapi, suatu produk dengan penampilan terbaik atau bahkan dengan tampilan lebih baik bukanlah merupakan produk dengan kualitas tertinggi jika tampilannya bukanlah yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pasar. Menurut Kotler and Armstrong (2003) arti dari kualitas produk adalah “the ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan
durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya. Dimensi Kualitas Produk menurut Boyd, Walker and Larreche (2000) apabila perusahaan ingin mempertahankan keunggulan kompetitifnya dalam pasar, perusahaan harus mengerti aspek dimensi apa saja yang digunakan oleh konsumen untuk membedakan produk yang dijual perusahaan tersebut dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk tersebut terdiri dari : 1. Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari sebuah produk 2. Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk maka semakin besar pula daya tahan produk. 3. Conformance to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh mana karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk. 4. Features (fitur), adalah karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk. 5. Reliabilty (reliabilitas), adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan. 6. Aesthetics (estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan produk bisa dilihat dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk.
7. Perceived quality (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil dari penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas produk yang bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen terhadap produk didapat dari harga, merek, periklanan, reputasi,
dan
Negara asal. Menurut Tjiptono (2007), dimensi kualitas produk meliputi : 1) Kinerja (performance) Yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi dan sebagainya. 2) Keistimewaan tambahan (features) Yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti dash board, AC, sound system, door lock system, power steering, dan sebagainya. 3) Keandalan (reliability) Yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering ngadat/macet/rewel/rusak. 4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications) Yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan. 5) Daya tahan (durability)
Berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil. 6) Estetika (asthethic) Yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, model atau desain yang artistik, warna, dan sebagainya. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa produk adalah sesuatu bentuk yang ditawarkan baik berupa barang atau jasa yang dapat dinikmati oleh konsumen. Kualitas produk adalah keseluruhan ciri produk yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan konsumen.
1.2
Kualitas Pendidikan 1.2.1
Pengertian Kualitas Pendidikan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu adalah berkaitan dengan baik buruk suatu benda; kadar; atau derajat misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya. Secara umum kualitas atau mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat. Mutu pendidikan dapat dilihat dalam dua hal, yakni mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu apabila seluruh komponen pendidikan terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Faktor-faktor dalam proses pendidikan adalah berbagai input, seperti bahan ajar, metodologi, sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana kondusif. Sedangkan, mutu pendidikan dalam
konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. 1.2.2
Makna Strategi Mutu Pendidikan Peraturan-peraturan akademik dan manajemen mempunyai tata kerja membentuk suatu sistem yang harus ditaati dengan desiplin dan dedikasi semua pihak. Dengan sistim seperti ini maka ada jaminan penuh bahwa perahu akan melaju kearah yang sudah ditentukan kalaupun nakhodanya berganti ditengah perjalanan. Prasarana dan sarana akademik harus diciptakan sebagai landasan berpijak, disamping landasan mutu perguruan tinggi ini terutama sangat ditentukan oleh peran tenaga-tenaga pengajar (dosen) yang berkualitas dan berbobot. Mengenai mutu pendidikan ini dijelaskan pada pasal 1 ayat 17 UU RI Nomor 20 Tahun 2003; bahwa : “Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indinesia”. Mengenai kriteria minimal standar nasional pendidikan ini terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana (Pasal 35 ayat 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Untuk mencapai mutu yang standar dari pendidikan itu bukan hanya unsur tenaga kependidikan; yakni dosen tetapi bagaimana pengelolaan perguruan tinggi itu atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan; yang dapat dilaksanaakan oleh suatu
badan standarisasi, penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan (Pasal 35 ayat 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Badan standarisasi, penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan inilah yang harus disiapkan oleh pemerintah; sehingga mutu pendidikan itu memiliki kriteria minimal yang senantiasa harus dipenuhi oleh pengelola pendidikan, pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Strategi itu lazimnya dikaitkan dengan perubahan, sehingga menjadi strategi perubahan. Mengenai strategi mutu pendidikan berarti bagaimana mutu pendidikan itu harus dirubah dengan strategi yang tepat. Mengenai startegi perubahan itu ditujukan agar organisasi menjadi lebih efektif dalam mencapai tujuannya. Dalam rangka inilah diperlukan usaha untuk merubah organisasi dengan memperhatikan berbagai faktor yang terkait. Indrawijaya (2000) mengemukakan bahwa : “Usaha para manajer untuk memperbaiki atau merubah organisasi pada masa yang lampau lebih banyak dipusatkan pada perubahan : (1) subsistem teknologi; (2) subsistem manajerial; atau (3) subsistem manusia”. Melakukan perubahan itu memang tidak mudah, karena itu perlu disusun perencanaan
yang matang,
sehingga
dihasilkan rencana,
program
dan
kebijakannya secara tepat untuk selanjutnya dilakukan penerapan secara konsisten. Unsur yang dapat dirubah itu tidak selalu seluruhnya dilakukan perubahan; salah satu saja dapat dilakukan berarti telah melakukan perubahan; sebagaimana dijelaskan oleh Robbins (Udaya, 1994) bahwa : Strategi cenderung masuk salah satu kategori dari empat kategori yang ada: manusia, struktur, teknologi, dan proses organisasi. Bahwa jika ada kekuatan yang memprakarsai
perubahan, ada seseorang yang menerima peran sebagai agen perubahan, dan telah ditetapkan apa yang harus dibuang, maka kita perlu memperhatikan bagaimana melaksanakan perubahan tersebut. Kita mulai melihat dengan langkahlangkah dalam proses perubahan tersebut. Keberhasilan perubahan membutuhkan pencairan (unfreezing) status quo, perpindahan (moving) ke keadaan yang baru, dan pembekuan kembali (refreezing) perubahan tersebut agar menjadi permanen. Proses perubahan itu membutuhkan langkah-langkah melalui : (1) pencairan (unfreezing) status quo, yakni dominasi kekuasaan itu harus dicairkan dengan menerapkan aturan; (2) perpindahan (moving) ke keadaan yang baru, yakni adanya estapet kekuasaan sesuai yang telah direncanakan; dan (3) pembekuan kembali (refreezing) perubahan tersebut agar menjadi permanen, yakni penetapan dengan keputusan. Berkaitan dengan mutu pendidikan, sebenarnya tidak hanya yang mendapat perhatian itu dosen yang berkualitas dan berbobot, tetapi aspek lainnya seperti standar isi, proses, kompetensi lulusan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, perlu perlu juga dibangun sedemikian rupa mengingat ini memiliki keterkaitan dalam rangka organisasi menjadi lebih efektif dan efisian.
1.2.3
Proses Pendidikan di Perguruan Tinggi Perguruan tinggi merupakan wahana tenaga ahli yang diharapkan mampu mengembangkan
ilmu
pengetahuan
dan
memberi
sumbangan
kepada
pembangunan. Sebagai usaha sistematis untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia maka Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan empat kebijakan pokok dalam bidang pendidikan yaitu (1) pemerataan dan kesempatan; (2) relevansi pendidikan dengan pembangunan; (3) kualitas pendidikan; dan (4) efisiensi pendidikan. Khusus untuk perguruan tinggi akan lebih diutamakan membahas mengenai relevansi pendidikan dengan pembangunan yang dalam langkah pelaksanaannya dikenal dengan keterkaitan dan kesepadanan (link and match). Hanya dengan pengetahuan yang mendalam tentang apa yang dibutuhkan pembangunan tersebut, pendidikan akan dapat lebih mencapai hasil sesuai dengan misi, visi dan fungsinya. Upaya menciptakan keterkaitan dan kesepadanan tersebut mengacu pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang meliputi kegiatankegiatan pendidikan (proses belajar mengajar), penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam Dharma Pendidikan, perlu dievaluasi relevansi program dan jurusan yang ada dalam kebutuhan pembangunan, dalam arti apakah sumber daya manusia yang dihasilkan diserap oleh kegiatan perekonomian dan pembangunan. Mengenai penyerapan lulusan perguruan tinggi ini sampai sekarang masih menjadi perdebatan yang belum selesai, yang sebenarnya itu adanya perbedaan di dalam melakukan pendekatan. Sedikitnya itu ada dua pendekatan yang berbeda; yakni pendekatan dari dunia kerja dan pendekatan kalangan perguruan tinggi. Pedekatan pertama, menyatakan bahwa lulusan perguruan tinggi tidak mampu bekerja sebagaimana yang di inginkan dunia kerja, yakni keakhlian yang dimiliki masih jauh dari harapan.
Pendekatan pertama ini menginginkan, lulusan perguruan tinggi itu harus memiliki keterampilan kerja (skill) yang memadai dan siap untuk bekerja. Kalangan perguruan tinggi sebenarnya tanggap dan merespon, sehingga disiapkan berbagai sarana dan prasarana, seperti komputerisasi; laboratorium, bengkel kerja dan pusat data. Namun pada kenyataannya dalam membentuk keahlian itu tidaklah memadai dan tidak menyebar secara merata di setiap perguruan tinggi. Pendekatan kedua, dari kalangan perguruan tinggi yang menyatakan bahwa sesuai dengan tujuan pendidikan yakni untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 4 UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Kecakapan dan keterampilan kerja (skill) itu memang tidak identik, keterampilan merupakan bagian dari kecakapan yang bisa dimiliki oleh calon ekonom. Pada pendekatan ke dua ini memang, tujuan pendidikan itu tidak disiapkan hanya untuk siap kerja, tetapi jauh lebih luas, yakni menyangkut pembentukan peserta didik menjadi manusia seutuhnya dan keterampilan merupakan hal yang penting yang dapat dimiliki oleh seseorang. Namun demikian, seyogyanya perbedaan dua pendekatan yang berbeda ini harus dikembangkan adanya pemahaman yang mendalam sehingga tidak saling mengklaim benarnya sendiri, minimal dapat ditarik benang merahnya. Pedidikan sebagai suatu proses, pertama mengenal adanya raw-input dan instrumental input . Raw input merupakan peserta didik sedangkan instrumental
input terdiri dari : gedung, perpustakaan, pedoman akademik, dosen, kurikulum, metode dan lain-lain. Kedua raw input dan instrumental input masuk dalam proses, yang ini akan memakan waktu delapan (8) semester. Ketiga, output (hasil didik) yang sesuai dengan kriteria institusi dan siap untuk masuk kedalam persaingan sumber daya manusia. Dosen merupakan instrumen yang sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan, karena dari dosenlah perpindahan ilmu dilakukan kepada peserta didik. Perguruan tinggi yang memiliki tenaga-tenaga dosen yang berkualitas akan banyak diminati oleh masyarakat. Karena itu program untuk meningkatkan kualitas para dosen adalah merupakan kewajiban yang tidak ditawartawar lagi pada saat ini dan dimasa mendatang. Perguruan tinggi yang tidak mau mengikuti arusnya perkembangan perubahan sekarang dan dimasa datang akan ditinggalkan oleh masyarakat dan lambat atau cepat akan mengalami kemunduran, yang akhirnya akan mengalami keruntuhan. Disisi lain, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebgai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi. Kurikulum dibagi dalam kurikulum inti dan krikulum lokal (institusional). Kurikulum inti adalah bagian dari kurikulum pendidikan tinggi yang berlaku secara nasional untuk setiap program studi, yang memuat tujuan pendidikan, isi pengetahuan, dan kemampuan minimal yang harus dicapai peserta didik, dalam penyelesaian suatu program studi. Disisi lain kurikulum local (institusional)
adalah bagian dari kurikulum pendidikan tinggi yang berkenaan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan serta ciri khas perguruan tinggi yang bersangkutan. Untuk mengembangkan kurikulum pendidikan tinggi, perguruan tinggi yang bersangkutan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. (Pasal 38 ayat 3 dan 4 UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Mengenai pengembangan kurikulum ini, disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangkan Negara kesatuan Republik indonesia dengan memperhatikan : a. Pengikatan iman dan takwa. b. Pengingkatan akhlak mulia. c. Pengingkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik. d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan. e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional. f. Tuntutan dunia kerja. g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. h. Agama. i. Dinamika perkembangan global, dan j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (Pasal 36 ayat 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2003).
1.2.4
Peningkatan Mutu Pendidikan Agar pendidikan dan pengajaran dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, maka program tudi yang tersedia seyogyanya harus sesuai dengan minat masyarakat, selaras dengan tuntutan jaman, calon mahasiswanya haruslah baik, tenaga pengajarnya berbobot, proses pendidikannya harus dapat berjalan dengan baik, serta sarana dan prasarananya harus memadai. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan strategi peningkatan mutu pendidikan di perguruan tinggi antara lain : a.
Mahasiswa Yang Di Didik. Untuk dapat menghasilkan produk yang baik, maka harus menanam bibit-
bibit yang baik. Untuk mendapatkan bibit yang baik perlu seleksi yang baik pula. Kendalanya yang dihadapi di hampir perguruan tinggi dalam mendapatkan calon mahasiswa baru yang mempunyai kualitas baik adalah terbentur dengan beberapa faktor misalnya dengan motto Universitas : Biaya Terjangkau Mutu Terjamin, yang harus tetap dilaksanakan. Sejarah pendirian suatu perguruan tinggi swasta adalah untuk menampung calon mahasiswa yang tidak bisa diterima di PTN, serta target penerimaan mahasiswa baru sebanyak-banyaknya. Dengan demikian sistem seleksi yang belum mempertimbangkan segi mutu calon mahasiswa yang sesungguhnya, karena standar kelulusan untuk bisa diterima di suatu fakultas belum begitu ketat dilakukan. Penerapan seleksi yang mengedepankan mutu dan target penerimaan mahasiswa baru sebanyakbanyaknya masih menjadi pertimbangan yang belum bias dilaksanakan. Satu sisi penting untuk menerima calon mahasiswa yang bermutu, tetapi dari sisi yang lain
dihadapkan pada target minimal; yang juga sulit untuk menentukan jumlah minimalnya. Dengan mendapatkan jumlah mahasiswa yang memadai, maka perguruan tinggi itu akan memiliki dukungan dana yang kuat; karenanya cenderung menerima jumlah mahasiswa sebanyak-banyaknya. Untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan, dari calon mahasiswa harus betul-betul dapat dijaring dengan seleksi yang ketat supaya calon mahasiswa yang diterima itu mempunyai standar kualitas yang baik karena bagaimanapun Mahasiswa tidak lepas dari tanggung jawab terhadap perkembangan sebuah perguruan tinggi. Disamping itu tingkat kedisiplinan
mahasiswa perlu
ditingkatkan, karena melalui disiplin yang tinggi ini mahasiswa benar-benar dapat mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan ilmu pengetahuan yang diterimanya. Untuk menambah mutu serta kemampuan mahasiswa semasih dia mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi, maka perlu ditambah dengan kemampuan berorganisasi, sebab di dalam organisasi ini akan mampu mengembangkan potensi pribadi bagi mahasiswa dan menambah pengalaman guna menunjang ilmu pengetahuan yang diterimanya. b.
Dosen Sebagai Pendidik Dan Pengajar Dosen harus mempunyai kualifikasi yang diperlukan bagi penyampain
ilmunya kepada mahasiswa. Dengan tenaga dosen yang berkompeten dan berkualitas akan memudahkan penyampaian ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga apa yang disampaikan kepada mahasiswa dapat diterima dan dikembangkan sesuai dengan kemampuan mahasiswa dengan kajian bidang ilmu
yang dipilihnya. Kaitannya dengan kualifikasi ini, seorang dosen senantiasa minimal telah mendapat penyetaraan jabatan fungsional dari Departemen pendidikan nasioanal, dengan jabatan Asisten Ahli. Semaikin tinggi jabatan fungsional dosen ini menunjukkan tingkat kualifikasi sesorang, baik dari aspek prestasi ataupun prestisenya. Disamping itu dosen juga harus mempunyai disiplin yang tinggi, juga mempunyai rasa tanggung jawab terhadap ilmu yang diberikan kepada mahasiswa. Bagaimana mungkin dapat meningkatkan mutu pendidikan apabila dosen hanya memberikan kuliah 3 - 4 kali pertemuan dalam setiap semesternya. Jadi dosen harus mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap anak didiknya agar ia tidak hanya memberikan kuliah secara asal-asalan. Tanpa ada upaya untuk meningkatkan kualitas dosen yang ada sekarang, perubahan-perubahan mendasar pada kurikulum dan metode belajar mengajar akan timpang dan bisa jadi kurang efektif. Peningkatan kualitas dosen perlu dimulai dari sistem perekrut, peningkatan kemampuan dosen, sistem penilaian terhadap kemampuan dan kinerja dosen, serta system peningkatan karirnya. Tentu saja upaya peningkatan kualitas dosen perlu disertai dengan peningkatan kesejahteraannya. Kemampuan dosen itu meliputi kemampuan dalam ilmu pengetahuan yang akan diajarkan dan teknik dalam memberikan pengajaran. Hal ini berarti peningkatan kemampuan dosen perlu dilakukan dari dua aspek yaitu peningkatan ilmu pengetahuan di bidangnya, dan kemampuan atau ketrampilan dalam mengajar; yakni menggunakan metode pembelajaran secara tepat.
Disamping itu juga dapat dilihat dari klasifikasi pendidikan (S2/S3) dan jenjang jabatan akademiknya. Pengelolaan mutu dosen dapat dilakukan melalui peningkatan pendidikan ke strata yang lebih tinggi di PTN maupun PTS terbaik di dalam maupun diluar negeri secara bertahap dan berencana. Masalah mendasar yang biasa dihadapi dosen di dalam melanjutkan pendidikan ke S2 atau ke S3 menyangkut biaya pendidikan dan relevansi disiplin ilmu. Pengelola pendidikan senantiasa lebih peduli dengan peningkatan kualitas dosen ini, dengan memberikan dukungan dana yang memadai di dalam anggaran pendapatan dan belanja Unversitas. Disamping itu juga dapat dilakukan melalui meningkatkan kegiatankegiatan seminar (lokal, regional dan nasional), simposium, diskusi, serta penataran-penataran dan lokakarya, baik di fakultas dan universitas sendiri, maupun di perguruan tinggi terkemuka di tanah air. Meningkatkan kegiatan kerjasama dengan dinas-dinas, dunia usaha dan dunia industri dalam kaitannya dengan program keterkaitan dan kesepadanan sebagai penambah wawasan dan cara berpikir serta ketrampilan bagi dosen. Dengan adanya keterkaitan secara sinerji antara pemerintah, perguruan tinggi dan dunia usaha/industri; maka ketimpangan mutu lulusan perguruan tinggi merupakan tanggung jawab bersama; yang sama-sama harus dipikul. pemerintah memberikan fungsi pembinaan dan pengaturan, dunia usaha/industry menyerap lulusan dan perguruan tinggi menyiapkan lulusannya dengan standasisai mutu guna mengisi dunia kerja itu c.
Sarana dan Prasarana.
Untuk menghasilkan kualitas tenaga lulusan perguruan tinggi, maka harus bekerja sama dengan pihak dunia usaha/industri sebagai penyerap dan pemakai tenaga lulusan perguruan tinggi Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan unsur mahasiswa, alumni dan perusahaanperusahaan yang mewakili dunia usaha, untuk memberikan masukan yang berguna untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang diharapkan mampu berkiprah di era globalisasi. Untuk itu, maka perlu perbaikan terhadap kurikulum dengan menambahkan program-program baru seperti : penguasaan bahasa internasional, teknologi komputer, program magang dan etika. Laboratorium sebagai ajang latih dan praktek mahasiswa perlu dilengkapi dengan fasilitas yang cukup serta program pelatihannya harus disesuaikan dengan perkembangan dunia industri dan jasa. Sedangkan perpustakaan sebagai jantungnya perguruan tinggi perlu diperkaya dan dilengkapi dengan berbagai jurnal dan literatrur yang terbaru. Sarana komputerisasi dan perangkat yang lengkap memungkinkan mahasiswa dapat melakukan interaksi secara global; termasuk menggali pengetahuan lewal internet. Demikian pula gedung atau ruang perkuliahan serta perlengkapannya sebagai penunjang proses pendidikan dan pengajaran sangat perlu mendapat perhatian dari segi kebersihan, keindahan serta kenyamanannya.
1.3
Pelayanan Pendidikan 1.3.1
Pengertian Jasa
Definisi jasa menurut Lupiyoadi (2001) adalah “Setiap kegiatan atau menfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain dan merupakan barang tidak berwujud (intangible) serta tidak berakibat pada kepemilikan akan sesuatu”. Jasa atau pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta konsumen lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Kondisi dan cepat lambatnya pertumbuhan jasa sangat bergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja yang ditawarkan dan diberikan oleh pihak penyedia jasa, untuk menghasilkan kepuasan pelanggan.
1.3.2
Karakteristik Jasa Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang (produk fisik). Berikut adalah pendapat para ahli mengenai berbagai karakteristik jasa: a. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa tersebut dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami oleh konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan atau rasa aman. b. Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan, karakteristik ini disebut juga tidak dapat dipisahkan (inseparability) mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersama-sama.
c. Customization. Jasa juga sering kali didesain khusus untuk kebutuhan pelanggan, sebagaimana jasa asuransi dan kesehatan. Lupiyoadi (2001).
Sedangkan menurut Kotler (2006), karakteristik jasa adalah sebagai berikut: a. Tidak berwujud. Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, tidak
dapat
didengar, tidak dapat diraba, tidak dapat dirasa, tidak dapat dicium sebelum jasa itu dibeli. b. Tidak dapat dipisahkan. Umumnya jasa yang dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Jika jasa itu dilakukan oleh orang, maka penyedianya adalah bagian dari jasa. c. Variabilitas, jasa sangat bervariasi karena tergantung pada siapa yang menyediakan dan kapan serta dimana jasa itu dilakukan. d. Tidak tahan lama. Jasa tidak dapat disimpan dan tidak tahan lamanya jasa tidak menjadi masalah bila permintaan tetap karena mudah mengatur staf atau karyawan untuk melakukan jasa itu lebih dahulu. Namun jika permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa menghadapi masalah yang rumit (misal, perusahaan jasa transportasi mikrolet
1.3.3
Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan berhubungan erat
dengan Kepuasan pelanggan dan
profitabilitas. Tingkat kualitas yang lebih tinggi akan menghasilkan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu para pemasar saat ini memandang tugas peningkatan kualitas produk dan jasa sebagai prioritas utama dalam memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Dengan semakin banyaknya produsen yang menawarkan produk dan jasa maka konsumen memiliki pilihan yang semakin banyak, sehingga kekuatan tawar menawar konsumen semakin besar. Hak-hak konsumen pun mulai mendapatkan perhatian besar terutama aspek keamanan dalam pemakaian barang/jasa tertentu. Menurut American Society For Quality Control dalam Lupiyodi, kualitas adalah: “Keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten”, Lupiyoadi ( 2001). Dalam meningkatkan pemasaran sangat diperlukan suatu kualitas yang mendukung, dimana definisi dari kualitas itu menurut Tjiptono (2007), “ merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan ”. Konsep kualitas sendiri pada dasarnya bersifat relatif, yaitu tergantung dari perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi. Yang dimaksud dengan pelayanan menurut Tjiptono (2007)
adalah:
“Seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima atau peroleh”
Keunggulan suatu produk jasa tergantung pada keunikan serta kualitas yang diberikan oleh penyedia jasa, apakah telah sesuai atau belum dengan ekspektasi pelanggan. Untuk mengukurnya diperlukan Servqual (Service Quality), yang dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan atau diinginkan (expected service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu. Dan apabila kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan disebut memuaskan. Dengan demikian service quality dapat didefinisikan sebagai alat pengukur seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima. Menurut Zeithaml (dalam Tjiptono, 2007) harapan pelanggan sebagai berikut : Harapan pelanggan diyakini memiliki peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk/jasa dan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada korelasi yang erat antara penentuan kualitas dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pelangganlah yang melatarbelakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam konteks pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang diterimanya. Pengertian ini di dasarkan
pada pandangan bahwa harapan merupakan standar prediksi. Selain standar prediksi, ada pula yang menggunakan harapan sebagai standar ideal. Jika kualitas jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan ideal. Sebaliknya apabila jasa yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. 1.3.4
Faktor-faktor Yang Berkaitan dengan Kualitas Pelayanan Jasa Menurut Zeithaml (dalam Tjiptono, 2007) ada lima dimensi pokok yang berkaitan dengan kualitas pelayanan jasa yaitu: a. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. b. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan c. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. d. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keraguraguan. e. Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.
Elemen-elemen kualitas pelayanan yang telah disebutkan di atas, harus diramu dengan baik. Apabila tidak, hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antara perusahaan dan pelanggan karena perbedaan persepsi tentang wujud pelayanan yang diberikan mengalami perbedaan dengan harapan pelanggan. Dari uraian tersebut diatas maka disimpulkan bahwa jasa adalah sesuatu yang tidak berwujud, dapat berhubungan dengan produk fisik maupun tidak yang dapat di tawarkan perusahaan kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Pada saat membeli jasa, konsumen dapat menikmati dalam jangka waktu tertentu.
1.4
Konsep Kepuasan Konsumen Sebenarnya konsep kepuasan pelanggan masih bersifat abstrak. Pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana, komplek ataupun rumit. Dalam hal ini peranan setiap individu dalam service encounter sangatlah penting dan berpengaruh terhadap kepuasan yang dibentuk. Untuk dapat memahami tingkat kepuasan pelanggan secara baik, maka perlu dipahami pula sebab-sebab kepuasan. Banyak pakar yang memberikan definisi terhadap konsep kepuasan pelanggan. Tjiptono (2007), menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan adalah respon pelanggan terhadap
evaluasi
ketidaksesuaian/diskonfirmasi
yang
dirasakan
antara
harapan
sebelumnya dan kinerja actual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Kepuasan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kepuasan fungsional dan kepuasan psikologikal. Kepuasan fungsional merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk yang dimanfaatkan, sedangkan kepuasan psikologikal merupakan kepuasan yang
diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud dari produk. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah mutu produk dan pelayanannya, kegiatan penjualan, pelayanan setalah penjualan, dan nilai-nilai perusahaan. Kegiatan penjualan terdiri atas variabel-variabel pesan (sebagai penghasil serangkaian sikap kepuasan tertentu mengenai perusahaan, produk, dan tingkat kepuasan yang dapat diharapkan oleh pelanggan), sikap (sebagai penilaian pelanggan atas pelayanan perusahaan), serta perantara (sebagai penilaian pelanggan atas perantara perusahaan seperti diler dan grosir). Pelayanan setelah penjualan terdiri atas variabel-variabel pelayanan pendukung tertentu seperti garansi, serta yang berkaitan dengan umpan balik seperti penanganan keluhan dan pengembalian uang. Selanjutnya variabel-variabel nilai perusahaan dapat dibagi atas dua macam yaitu nilai resmi yang dinyatakan oleh perusahaan sendiri dan nilai tidak resmi yang tersirat dalam segala tindakannya sehari-hari. Berbagai cara dapat dilakukan perusahaan untuk membentuk harapan pelanggan. Pertama, melalui promosi yang tidak mengecewakan konsumennya agar terjadi komunikasi yang terkendali antara perusahaan dan konsumen. Kedua, melalui sikap yang baik dari para petugas penjualan, dan ketiga, melalui unjuk kerja penjualan yang lebih profesional. Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk (barang atau jasa) dan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasi hal ini, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Umumnya dalam konteks kepuasan pelanggan harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang hal yang diterima. Harapan pelanggan berkembang dari
waktu ke waktu seiring dengan semakin banyaknya informasi yang diterima serta makin bertambahnya pengalamannya.
1.5
Pengertian Kepuasan Konsumen Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin ”statis” (artinya cukup baik, memadai) dan ”facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan sebagai ”upaya pemenuhan sesuatu” atau ”membuat sesuatu memadai” Tjiptono (2007). Dalam era globalisasi saat ini yang ditandai oleh revolusi teknologi komunikasi dan teknologi informasi mengakibatkan terjadinya perubahan yang luar biasa. Karena terjadi berbagai kemudahan komunikasi untuk memperoleh informasi dan muncul kompetisi yang sangat ketat sehingga mengakibatkan pelanggan memiliki banyak pilihan dan sangat sulit untuk dipuaskan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pergeseran pada tingkah laku pemasar yang semula hanya untuk memenuhi kebutuhan, meningkat menjadi harapan (expectation) untuk memenuhi kepuasan. Perubahan ini mendorong munculnya pemikiran baru, pasar baru serta kompetisi baru yang sangat ketat. Kebutuhan dan keinginan pelanggan semakin meningkat dan beraneka ragam, sehingga produsen sangat sulit memuaskan kebutuhan pelanggannya. Memperhatikan perubahan kebutuhan pelanggan dan untuk memenangkan persaingan dari para kompetitor, diperlukan suatu petunjuk arah serta pendorong motivasi untuk menciptakan langkah kreatif, inovatif agar dapat membentuk masa depan yang gemilang yaitu kepuasan pelanggan. Jika perusahaan jasa telah memberikan kepuasan pelanggan, maka akan menciptakan pembelian ulang. Memberikan kepuasan kepada pelanggan hanya dapat diperoleh jika
perusahaan memperhatikan apa yang dinginkan oleh pelanggannya, sehingga kualitas jasa pelayanan yang dihasilkan ditentukan oleh pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kepuasan merupakan penilaian subyektif dari hasil yang diperolehnya. Harapan pelanggan merupakan referensi standar kinerja pelayanan dan sering kali diformulasikan berdasarkan keyakinan tentang apa yang akan terjadi. Oleh karena itu mengukur tingkat kepuasan para pelanggan sangatlah perlu demi kelangsungan perusahaan. Persoalan kualitas jasa dan kepuasan pelanggan jasa, adalah relatif lebih sulit dibandingkan pengukuran pada produk fisik atau barang. Para ahli pemasaran mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagaimana telah di kutip oleh Tjiptono (2007) adalah: a. Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. b. Mendefinisikan sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa c. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya
sama
atau
melampaui
harapan
pelanggan,
sedangkan
ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Tjiptono (2007) menyebutkan, ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya :
1. Relationship Marketing
Dalam strategi ini hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan dan tidak berakhir setelah penjualan. Salah satu faktor dalam mengembangkan strategi ini dengan menggunakan customer database. 2. Strategi Superior Service Strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul dari pada pesaingnya. Dalam mewujudkannya di perluakan biaya yang besar , sumber daya manusia dan usaha yang gigih. Walaupun demikian perusahaan dapat membebankan dengan harga yang lebih tinggi pada jasa yang ditawarkan. Akan tetapi ada konsumen yang merasa tidak keberatan dengan harga yang lebih mahal tersebut. 3. Strategi Unconditional Guarantess Yaitu strategi yang memberikan jaminan terhadap jasa yang ditawarkan atau memberikan pelayanan purna jual yang baik menjadi penting bagi penyedia layanan untuk menjaga loyalitas konsumen. Pelayanan purnajual ini juga harus menyediakan media yang efisien dan efektif untuk menangani keluhan. 4. Startegi Penanganan Keluhan yang Efektif Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah pelanggan yang tidak puas akan menjadi puas. Keluhan pelanggan dapat bermanfaat antara lain : a. Penyedia jasa memperoleh kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan yang kecewa. b. Penyedia jasa dapat terhindar daroi publisitas yang negatif. c. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam pelayanan saat ini.
d. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya. e. Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan layanan berkualitas yang lebih baik. Dari uraian diatas, kepuasan pelanggan menjadi masalah yang menarik dan penting, karena memiliki manfaat yang baik bagi kepentingan individu, masyarakat maupun pihak perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil kesimpulan tentang kepuasan pelanggan yaitu
keadaan dimana pelanggan merasa senang, bangga, dihargai, aman,
menikmati, ada rasa keadilan yang timbul karena pelayanan yang diterima sesuai kebutuhan, keinginan dan harapan.
1.6
Penelitian Terdahulu Dalam bagian ini akan dibahas penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan tingkat
kepuasan mahasiswa pada tabel 3.1dibawah ini sebagai berikut: Tabel 3.1 Penelitian Terdahulu Judul dan Penulis
Peneliti/Tahun
Hasil Penelitian
I Gusti Ayu Ketut Giantari, I Gusti Ngurah Jaya Agung Widagda dan I Gusti Agung Ketut Sri Ardhani, dan Gede Bayu Rahanatha (2008)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepuasan mahasiswa Program Diploma III FE Unud secara keseluruhan termasuk klasifikasi cukup puas.
1.
Analisis Kepuasan Mahasiswa Terhadap Proses Belajar Mengajar Di Program Diploma III FE Universitas Udayana Denpasar Bali.
2.
Pengaruh Perceived Yulius Djiliha (2010) Value Terhadap Keputusan Konsumen Untuk Menggunakan Jasa Pendidikan di Universitas Mercu Buana.
1. Perceived Value memiliki pengaruh positif dan searah sehingga fungsi variabel functional value (want satisfaction)epistemic value (knowledge), image, emotional value, functional value (price/quality) dan social value akan menyebabkan kenaikan atau pertambahan kepuasan. 2. Ditemukan bahwa regresi paling kuat terjadi pada emotional value dengan nilai sehingga kepuasan sangat dipengaruhi oleh variabel emotional value
No
3.
4.
5.
Judul dan Penulis
Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Menggunakan Jasa Penginapan (VILLA) Agrowisata Kebun teh Pagilaran.
Peneliti/Tahun
Ratih (2010)
Analisis Pengaruh Santanu (2007) Kualitas Pelayanan terhadap kepuasan nasabah Bank Mandiri Malang (Santanu, 2007)
Pengaruh Kualitas Pelayanan jasa terhadap kepuasan konsumen pada Bimbingan dan Konsultasi belajar AlIkhlas Lampung (Suleiman, 2009)
Suleiman (2009)
Hasil Penelitian
Dengan variabel-variabel penelitian adalah assurance, tangibles, reliability, empathy, responsiveness, dan kepuasan tamu yang menginap didapatkan hasil bahwa assurance, tangibles, reliability,empathy, responsiveness berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan tamu yang menginap di Penginapan (VILLA) Agrowisata Kebun Teh Pagilaran. (Ratih 2010)
Menggunakan variabel bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen. Hasilnya faktor bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah. Hasilnya, variabel bukti fisik, keandalan, daya tanggap dan empati memilki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen sedangkan variabel assurance tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan konsumen
No
Judul dan Penulis
6.
Education: Commodity, John W Moore/2000 Come-On, or Comitment?
7.
Service Marketing
8.
Developing a Positioning Strategy for a University. Services Marketing Lowry and Owen/2001 Quarterly,22 (4), 27
Dalam lingkungan perguruan tinggi , produk menjadi program akademik , harga biaya kuliah dan bantuan keuangan , promosi adalah
9.
Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand Name,
Aaker, D.A/1991
Program komunikasi dan tempat mengacu pada sistem pengiriman untuk program akademik . Ukuran sekolah , ukuran kelas , periklanan , public relations , bahan penerimaan , dan lainnya. Promosi lembaga harus dikoordinasikan untuk membuat pernyataan positioning terpadu.
Crosby, Lawrence, Evans, Kenneth & Cowles, Deborah/1990
Pengaruh kualitas terhadap komitmen yang merupakan dimensi dari relationship marketing.
10. Relationship
quality in services selling: an interpersonal influence perspective
Peneliti/Tahun
Zeithaml Bitner/1996
Hasil Penelitian
and
Perguruan Tinggi dianggap para remaja sebagai jalan untuk meningkatkan kesejahtraan pribadi
Kaitan erat antara kualitas layanan dan kepuasan konsumen
1.7 Kerangka Penelitian
Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi No. 011/BAN-PT/AK-IV/S2XII/2005 tertanggal 8 Desember 2005 TENTANG Program Pascasajana
TEORI -----------------------------------1. Produk 2. Kualitas Pendidikan 3. Pelayanan Pendidikan 4. Kepuasan Konsumen
VISI DAN MISI PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER MANAJEMEN - UMB
KUALITAS PENDIDIKAN
PELAYANAN PENDIDIKAN
KEPUASAN MAHASISWA
FENOMEN A
Fenomena perguruan tinggi sebagai komoditi pasar harus direspon secara positif. Upaya peningkatan kualitas pendidikan agar tidak kalah bersaing di dalam negari maupun perguruan tinggi dari luar negeri. Dalam perkembangan dunia pendidikan saat ini, perguruan tinggi semakin banyak dan marak dengan program-program jasanya. Lembaga pendidikan tinggi yang membuka program pascasarjana baik dikelolah swasta maupun negeri. Pengembangan fasilitas belajar dan mengajar, perguruan tinggi tersebut juga memiliki tenaga pengajar yang berkualitas dan mempunyai reputasi dibidangnya
Gambar 3.1. Kerangka Penelitian
HIPOTESIS ------------------------------------------
H1: Kualitas Pendidikan berpengaruh terhadap Kepuasan Mahasiswa
H2: Pelayanan Pendidikan berpengaruh terhadap Kepuasan Mahasiswa H3 : Kualitas Pendidikan dan Pelayanan Pendidikan berpengaruh terhadap Kepuasan Mahasiswa
3.8
Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti dan
kebenarannya perlu diuji secara empiris. Penelitian ini menggunakan penelitian hipotesis kausal yang menyatakan adanya pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Dalam hipotesis penulisan ini penulis menyimpulkan bahwa diduga: H1 : Kualitas Pendidikan berpengaruh terhadap Kepuasan Mahasiswa H2 : Pelayanan Pendidikan berpengaruh terhadap Kepuasan Mahasiswa H3 : Kualitas Pendidikan dan Pelayanan Pendidikan berpengaruh terhadap Kepuasan Mahasiswa