BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1.
Kajian Pustaka Teori adalah abstraksi dari realitas. Teori merupakan konseptualisasi atau
penjelasan logis dan empiris tentang suatu fenomena (Djuarsa, 2007). Sedangkan kerangka teori adalah penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan (Usman, 2008:34). Kerangka teori disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan. Setiap penelitian mempunyai titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti sebuah masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok - pokok yang menggambarkan diri dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti. Adapun teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini akan diuraikan seperti berikut ini.
3.1.1. Gaya Kepemimpinan 3.1.1.1.Pengertian Pemimpin Pengertian pemimpin menurut Hasibuan (2005:169) adalah sebagai berikut: ”Pemimpin (leader = head) adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi”. Menurut Robert Tanembuan dalam Hasibuan (2006:43) adalah sebagai berikut: ”Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk 21
22
mengorganisasi,
mengarahkan,
dan
mengontrol
para
bawahan
yang
bertanggungjawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan”. Menurut Gibsonetal dalam buku Tjiptono dan Diana (2003:152) Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi motivasi atau kompetensi individu- individu lainnya dalamsuatu kelompok. Menurut Heidjrachman (2011:217), pemimpin adalah seseorang yang mempunyai wewenang untuk memerintah orang lain dan di dalam mengerjakan pekerjaannya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan bantuan orang lain.
3.1.1.2.Pengertian Kepemimpinan Menurut kepemimpinan
Arep adalah
dan
Tanjung
kemampuan
(2003:93) seseorang
mengungkapkan untuk
menguasai
bahwa atau
mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang berbeda- beda menuju pencapaian tertentu. James et. al. (2006:13) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya (Tampubolon, 2007:20).
23
Definisi kepemimpinan menurut Rivai dan Mulyadi (2010:2) secara luar meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budaya. Selain itu itu juga dijelaskan oleh Rivai dan Mulyadi (2010:2)
kepemimpinan
terkadang
dipahami
sebagai
kekuasaan
untuk
menggerakkan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita. Menurut Kartono (2006:38-39) pemimpin mempunyai bermacam- macam pengertian. Beberapa definisi tersebut antara lain : 1. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya di suatu bidang, sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Jadi, pemimpin itu adalah seorang yang memilik satu atau beberapa kelebihan sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan dari satu situasi zaman sehingga mempunyai kekuasaan dan kewibawaan utuk mengarahkan dan membimbing bawahan. 2. Menurut Henry Pratt Fairchild yang dikutip Kartono (2006: 38) menyatakan bahwa pemimpin dalam arti luas adalah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai
tingkah
laku
social
dengan
mengatur,
mengarahkan,
mengoorganisasikan atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Dalam arti sempit, pemimpin ialah seorang
24
yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas persuasifnya, dan penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya. 3. Menurut John Gage Alle yang dikutip oleh Kartono (2006: 39) menyatakan bahwa “ Leader... a guide; a conductor; a commander (pemimpin itu ialah pemandu, penunjuk, penuntun, komandan).
3.1.1.3.Pengertian Gaya Kepemimpinan Cara/gaya/tipe/style kepemimpinan yang dikemukakan oleh para penulis berbeda, tetapi makna dan hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, keputusan kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi agar dapat mencapai tujuan organisasiyang maksimal. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang sedemikian rupa untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Suzy, 2006:31), sedangkan menurut Mulyadi dan Rivai (2009:72) menerangkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin dalam rangka mencapai sasaran organisasi. Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain (Hersey,2004:29). Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Heidjrachman dan Husnan, 2002:224), sementara itu gaya kepemimpinan menurut Thoha (2007:64) adalah cara yang digunakan
25
oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan agar mau melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan yang diharapkan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Yukl (2005) gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau initiating structure adalah
tingkat
sejauh
mana
seorang
pemimpin
menentukan dan menstruktur perannya sendiri dan peran dari para bawahan ke arah pencapaian tujuan-tujuan formal kelompok. Initiating structure adalah tingkat dimana seorang pemimpin mendefinisikan dan merancang peran dirinya serta peran-peran bawahannya ke arah pencapaian tujuan formal kelompok. Yukl telah mengembangkan profil perilaku dan katagori perilakunya, dengan maksud untuk menyajikan katagori perilaku pemimpin yang dapat terukur dan penuh arti dan dapat membantu pemimpin untuk mengetahui aspek-aspek kepemimpinan yang harus dimiliki dan perlu dikembangkan. Katagori tersebut berupa perhatian terhadap prestasi, tenggang rasa, jiwa inspirasi, penghargaan berupa pengakuan, merancang kemungkinan pemberian penghargaan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, pendelegasian otonomi, penjelasan peranan, pentingnya penetapan tujuan, pemberian pelatihan, penyebaran informasi, pemecahan masalah, perencanaan dan pengkoordianasian, fasilitas kerja dan interaksi serta pengelolaan konflik dan kedisiplinan. Banyak diantaranya yang membicarakan gaya kepemimpinan, namun terdapat 2 jenis kepemiminan yang selalu diidentifikasi sebagai kategori ekstrem, yaitu gaya kepemimpinan otokratis dan gaya demokratis. Kepemimpinan otokratis dipandang sebagai gaya yang didasarkan atas kekuatan posisi dan
26
menggunakan otoritas. Sementara itu, gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan dengan kekuatan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
3.1.1.4. Jenis-jenis Gaya Kepemimpinan Terdapat lima tipe kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi menurut Yukl (2006), yaitu: 1. Tipe pemimpin yang otokratik Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang: 1) Menganggap organisasi sebagai milik pribadi 2) Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi 3) Menganggap bahwa manusia sebagai alat semata-mata 4) Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat 5) Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya 6) Dalam tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum) 2. Tipe pemimpin yang militeristik Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud seorang pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin modern.Seorang pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat: 1) Dalam
menggerakkan
bawahannya
sistem
perintah
yang
sering
dipergunakan 2) Dalam menggerakkan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan
27
jabatan 3) Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan 4) Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya 3. Tipe pemimpin yang paternalistik 1) Menganggap bahwa manusiatidak dewasa 2) Bersikap terlalu melindungi 3) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan 4) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif 5) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasi 6) Sering bersikap mau tahu 4. Tipe pemimpin yang kharismatik Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang pemimpin yang demikian sangat diperlukan, akan tetapi sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya yang positif. 5. Tipe pemimpin yang demokratik Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena: 1) Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan 2) Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai tujuan 3) Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya
28
4) Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. Kepemimpinan memegang peran yang signifikan terhadap kesuksesan dan kegagalan sebuah organisasi. Sedangkan Robbins (2006) mengidentifikasi empat jenis kepemimpinan antara lain: 1. Kepemimpinan kharismatik Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik: 1) Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang berharap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain. 2) Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risiko personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk meraih visi. 3) Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan. 4) Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik perseptif (sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka. 5) Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.
29
2. Kepemimpinan transaksional Pemimpin
transaksional
merupakan
pemimpin
yang
memandu
atau
memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik pemimpin transaksional: 1) Imbalan kontingen:kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian. 2) Manajemen
berdasar
pengecualian
(aktif):melihat
dan
mencari
penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan. 3) Manajemen berdasar pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika standar tidak dipenuhi. 4) Laissez-Faire : melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan keputusan. 3. Kepemimpinan transformasional Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan
pengembangan
dari
masing-masing
pengikut.
Pemimpin
transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional:
30
1) Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan. 2) Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara sederhana. 3) Stimulasi
intelektual:
mendorong
intelegensia,
rasionalitas,
dan
pemecahan masalah secara hati-hati. 4) Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati. 4. Kepemimpinan visioner Kemampuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan di implementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa mengakibatkan
terjadinya
lompatan
awal
ke
masa
depan
dengan
membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya. Berdasarkan uraian-uraian di atas disintesiskan bahwa gaya kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
31
3.1.2. Motivasi Kerja 3.1.2.1. Pengertian Motivasi Kerja Kata motivasi berasal dari Bahasa Latin yaitu movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan atas perbuatannya. Fahmi (2012:143) ”Motivasi adalah aktivitas perilaku yang bekerja dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan”. Chung dan Meggison dalam Fahmi (2012:143) ”motivation is defined as/goal-directed behavior. It concerns the level of effort one exert in persuing a goal … it’s closely perfomance”, Artinya motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan….motivasi berkaitan erat dengan kepuasan dan perfomance pekerjaan. Menurut Raharjo (2013:154) mengatakan “Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mengejar suatu tujuan”. Notoatmodjo (2009:115) “Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya”. Mangkunegara (2011:93) menyatakan : “motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenhi pegawai tersebut dapat
32
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dan motifnya”. Hasibuan (2011:219) “Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan” Motivasi merupakan respon pegawai terhadap sejumlah pernyataan mengenai keseluruhan usaha yang timbul dari dalam diri pegawai agar tumbuh dorongan untuk bekerja dan tujuan yang dikehendaki oleh pegawai tercapai. http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/definisi-motivasi-kerja/Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi
3.1.2.2.Teori-teori Motivasi Kerja 3.1.2.2.1. Teori Kebutuhan Abraham Maslow memandang kebutuhan manusia berdasarkan suatu urutan kebutuhan dari kebutuhan yang paling rendah hingga kebutuhan yang paling tinggi. Kebutuhan pokok manusia yang diidentifikasi Maslow dalam urutan kadar pentingnya adalah sebagai berikut : Maslow dalam Mangkunegara (2011:94-95) 1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas dan kebutuhan seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar.
33
2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup. 3. Kebutuhan untuk merasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai. 4. Kebutuhan akan hargadiri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan dihargai oleh orang lain. 5. Kebutuhan
untuk
mengaktualisasikan
diri,
yaitu
kebutuhan
untuk
menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakkan ide-ide memberi penilaian dankritik terhadap sesuatu. Selanjutnya,
Abraham
Maslow
dalam
Mangkunegara
(2011:96)
mengemukakan bahwa orang dewasa secara normal memuaskan kira-kira 85 persen kebutuhan fisiologis, 70 persen kebutuhan rasa aman, 50 persen kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40 persen kebutuhan harga diri, dan hanya 10 persen kebutuhan aktualisasi diri. Dalam studi motivasi lainnya, David Mc Clelland dalam Mangkunegara (2011:97) mengemukakan dan tiga macam kebutuhan manusia yaitu sebagai berikut: 1. Need For Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Seorangkaryawanyangmempunyaikebutuhanakan berprestasitinggi cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah
34
kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. 2. Need For Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 3. Need For Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Beberapa orang mempunyai dorongan yang kuat sekali untuk berhasil.
3.1.2.2.2. Teori ERG ( Existence, Relatedness, Growth) Teori ERG Alderfer (Existence, Relatedness, Growth) adalah teori motivasi yang dikemukakan oleh Clayton P. Alderfer. Teori Alderfer menemukan adanya 3 kebutuhan pokokmanusia: 1. Existence Needs (Kebutuhan Keadaan) adalah suatu kebutuhan akan tetap bisa hidup sesuai dengan tingkat kebutuhan tingkat rendah dari Maslow yaitu meliputi kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman serta hygiene factors dari Herzberg. 2. Relatedness Needs (Kebutuhan Berhubungan) mencakup kebutuhan untuk berinteraksi dengan oranglain. Kebutuhan ini sesuai dengan kebutuhan afiliasi dari Maslow dan hygienefactors dari Herzberg. 3. Growth Needs (Kebutuhan Pertumbuhan) adalah kebutuhan yang mendorong seseorang untuk memiliki pengaruh yang kreatif dan produktif terhadap diri
35
sendiri atau lingkungan. Realisasi dari kebutuhan penghargaan dan perwujudan diri dari Maslow dan motivation factors dari Herzberg. Mangkunegara (2011:98)
3.1.2.2.3. Teori Insting Teori motivasi insting timbul berdasarkan teori evaluasi Charles Darwin. Darwin dalam Mangkunegara (2011:99) berpendapat bahwa tindakan yang intelligent merupakan refleks dan instingtif yang diwariskan. Oleh karena itu, tidak semua tingkah laku dapat direncanakan sebelumnya dan dikontrol oleh pikiran. Berdasarkan teori Darwin, selanjutnya William James, Sigmund Freud, dan McDougall dalam Mangkunegara (2011:99) mengembangkan teori insting dan menjadikan insting sebagai konsep yang penting dalam psikologi.Teori Freud menempatkan motivasi pada insting agresif dan seksual. McDougall menyusun daftar insting yang berhubungan dengan semua tingkah laku: rasa jijik, rasa ingin tahu, kesukaan berkelahi, rasa rendah diri, menyatakan diri, kelahiran, reproduksi, lapar, berkelompok, ketamakan, dan membangun.
3.1.2.2.4. Teori Drive Konsep drive menjadi konsep yang tersohordalam bidang motivasi sampai tahun 1918. Woodworth dalam Mangkunegara (2011:99) menggunakan konsep tersebut sebagai energi yang mendorong organisasi untuk melakukan suatu tindakan. Kata drive dijelaskan sebagai aspek motivasi dari tubuh yang tidaks eimbang. Misalnya, kekurangan makanan mengakibatkan berjuang untuk
36
memuaskan kebutuhannya aagar menjadi seimbang. Motivasi didefinisikan sebagai
suatu
dorongan
yang
membangkitkan
untuk
keluar
dari
ketidakseimbangan atau tekanan. Clark L. Hull dalam Mangkunegara (2011:99) berpendapat bahwa belajar terjadi sebagai akibat dari reinforcement. Ia berasumsi bahwa semua hadiah (reward) pada akhirnya didasarkan atas reduksi dan drive keseimbangan (homeostatic drives). Teori Hull dirumuskan secara matematis yang merupakan hubungan antara drive dan habit strenght. Kekuatan motivasi = Fungsi (drive x habit) Habits strenght adalah hasil dari faktor-faktor reinforcement sebelumnya. Drive adalah jumlah keseluruhan ketidakseimbangan fisiologis atau (physological imbalance) yang disebabkan oleh kehilangan atau kekurangan kebutuhan komoditas untuk kelangsungan hidup. Berdasarkan perumusan teori Hull tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi seorang karyawan sangat ditentukan oleh kebutuhan dalam dirinya (drive) dan faktor kebiasaan (habit) pengalaman belajar sebelumnya.
3.1.2.2.5. Teori Lapangan Teori lapangan merupakan konsep dari Kurt Lewin. Teori ini merupakan pendekatan kognitif untuk mempelajari perilaku dan motivasi. Teori lapangan lebih memfokuskan pada pikiran nyata seorang karyawan ketimbang pada insting atau habit. Kurt Lewin dalam Mangkunegara (2011:100) berpendapat bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari lapangan pada momen waktu. Kurt Lewin
37
juga percaya pada pendapat para ahli psikologi Gestalt yang mengemukakan bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari seorang karyawan dengan lingkungannya.
3.1.2.2.6. Teori Harapan Teori harapan berargumen bahwa kekuatan kecenderungan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebutbagi individu itu Mangkunegara (2011:99) Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan seorang karyawan
dimotivasi
untuk
menjalankan
tingkat
upaya
yang
tinggibilaiameyakiniupayaakan menghantarkesuatu penilaian kinerja yang baik; suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti suatu bonus, kenaikan gaji, atau suatu promosi; dan ganjaran-ganjaran itu akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi karyawan. Agar terdapat sifat kerja yang positif pada para bawahan menurut gagasan Herzberg (dalam Manullang, 2011:179), para pemimpin harus memberi perhatian yang sungguh-sungguh agar faktor-faktor motivator memberikan motivasi kepadapara bawahan sebagai berikut: 1. Keberhasilan pelaksanaan (Achievement) Agar seorang bawahan dapat berhasil dalam pelaksanaan pekerjaannya, maka pemimpin harus mempelajari bawahannya dan pekerjaannya dengan memberikan kesempatan kepadanya agar bawahan dapat berusaha mencapai
38
hasil. Kesempatan tersebut harus sedemikian rupa sehingga orang-orang berkembang sendiri. Selanjutnya agar pemimpin member semangat pada para bawahannya sehingga bawahan mau berusaha mengerjakan sesuatu dirasa bawahan tidak dapat dikuasainya.Bila bawahan telah berhasil mengerjakan pekerjaanya, pemimpin harus menyatakan keberhasilan itu. 2. Pengakuan (Recognition) Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan pemimpin harus memberi pernyataan pengakuan akan keberhasilan tersebut. Pengakuan terhadap keberhasilan bawahan dapat dilakukan dengan berbagaicara sebagai berikut: 1) Langsung menyatakan keberhasilan ditempat pekerjaanya, lebih baik dilakukan sewaktu ada orang lain. 2) Memberi surat penghargaan 3) Memberi hadiah berupauang tunai. 4) Memberi medali, surat penghargaan dan hadiah uang tunai. 5) Memberi kenaikan gajidan promosi 3. Tanggung jawab (Resposibilities) Agar tanggungjawab (responsibilities) benar-benar menjadi factor motivasi bagi bawahan, pemimpin harus menghindari supervise yang ketat, dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi. Diterapkannya prinsip partisipasi membuat
bawahan
pekerjaannya.
sepenuhnya
merencanakan
dan
melaksanakan
39
4. Pengembangan (Advacement) Pengembangan (Advacement) merupakan salah satu factor motivasi bagi bawahan.Agar faktor pengembangan benar-benar berfungsi sebagai motivator maka pemimpin dapat memulainya dengan melatih bawahannya untuk pekerjaan yang lebih bertanggungjawab. Bila ini sudah dilakukan, selanjutnya pemimpin memberi rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk pengembangan,
untuk
menaikkan
pangkatnyaatau
dikirim
mengikuti
pendidikan atau latihan lanjutan. Motivasi dan kepemimpinan menurut Kontingensi Fiedler (dalam Tampubolon, 2009:58), bahwa motivasi sangat berhubungan dengan performa seorang pemimpin, serta performa seorang pemimpin akan mempengaruhi motivasinya terhadap pelaksanaan tugas di dalam setiap situasi. Ada dua tipe kepemimpinan dilihat dari hubungan motivasi dengan performa kepemimpinan dan tipe kepemimpinan dengan motivasi tugas dengan performa kepemimpinan. Tipe kepemimpinan yang pertama menggambarkan seorang pemimpin akan menjelaskan “apa yang akan dilakukan anggotanya dan bagaimana anggotanya dapat melakukan pekerjaan secara baik”. Pengertiannya, seorang pemimpin harus dapat memotivasi anggotanya untuk dapat meningkatkan produktivitas
secara
efektif
dengan
hasil
yang
baik.
Sedangkan
tipe
kepemimpinan yang kedua menggambarkan bahwa pemimpin dapat memotivasi anggota jika dia dapat menjelaskan dan memberdayakan mereka, dengan kata lain “kepuasan kerja dapat diperoleh apabila orang mengetahui dan dapat melaksanakan tugas dengan baik”.
40
Ada banyak cara untuk memotivasi orang lain untuk mencapai sasaran atau menyelesaikan suatu tugas maupun mengatasi persoalan atau tantangan yang dihadapi seorang pemimpin. Salah satu karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk memotivasi orang lain dalam mencapai tujuan atau misi dari organisasi. Seorang pemimpin yang tidak mampu memotivasi orang- orangnya, tidak lebih dari seorang penunjuk jalan, yang tahu kemana harus pergi tetapi sepenuhnya tidak mengendalikan mereka yang dipandunya (Prijosaksono dalam Rivai 2008:21). Siagian (2010:51) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer.Karena 4 (empat) pertimbangan utama yaitu: 1. Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit pro quo”, yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan “ada ubi ada talas, ada budi ada balas”. 2. Dinamika kebutuhan manusia sangat kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis. 3. Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia. 4. Perbedaan
karakteristik
individu
dalam
organisasi
atau
perusahaan,
mengakibatkan tidak adanya satupun teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi juga untuk seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda.
41
Menurut Siagian (2010:62) ada enam teknik aplikasi teori motivasi, yaitu: 1. Manajemen berdasarkan sasaran atau management by objectives (MBO). 2. Program penghargaan karyawan. 3. Program ketertiban karyawan. 4. Program imbalan bervariasi. 5. Rencana pemberian imbalan berdasarkan keterampilan. 6. Manfaat yang fleksibel. Menurut Rivai (2008:32) terdapat beberapa perilaku yang dapat memotivasi karyawan: a. Cara berinteraksi. b. Menjadi pendengar aktif. c. Penyusunan tujuan yang menantang. d. Pendekatan penyelesaian masalah dan tujuan yang berfokus pada perilaku bukan pada pribadi. e. Informasi yang menggunakan teknik penguatan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas disintesiskan bahwa motivasi kerja merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, memelihara dan mendorong perilaku manusia. Pemimpin perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya dalam bekerja sesuai dengan keinginan organisasi.
42
3.1.3. Budaya Organisasi 3.1.3.1. Pengertian Budaya Organisasi Kebiasaan-kebiasaan dan tradisi umumnya terjadi pada suatu organisasi merupakan cikal bakal dari tumbuhnya budaya organisasi yang dikembangkan oleh pimpinan puncak organisasi. Biasanya cikal bakal tumbuhnya budaya organisasi tersebut dimulai dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan pimpinan organisasi itu sendiri yang mana jika pimpinan memberikan suatu contoh kebiasaan buruk seperti tidak disiplin, acuh tak acuh terhadap pegawai, tidak pernah melakukan kontrol terhadap kinerja pegawai, akibatnya ada kemungkinan pegawai cenderung akan meniru perilaku yang demikian. Walaupun tidak semuanya demikian, paling tidak segala perilaku pemimpin akan menjadi cermin bagi pegawai untuk bersikap dan bertindak dalam melaksanakan tugas maupun dalam berinteraksi dengan sesama teman kerja maupun dengan atasan. Pada tingkatan yang lebih dalam dan kurang terlihat, budaya merujuk kepada nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang dan kelompok dan akan terus bertahan sepanjang waktu dan mungkin sampai pada anggota kelompok itu sudah berubah.
Sementara
itu,
pada
tingkatan
yang
lebih
terlihat
budaya
menggambarkan pola atauperilaku suatu organisasi sehingga pegawai-pegawai baru secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku temannya. Budaya organisasi akan mempengaruhi cara berpikir, sikap dan perilaku seseorang. Budaya organisasi menjadi relevan untuk mengikat dan memotivasi anggota organisasi yang pada dasarnya berlatar belakang berbeda. Sehingga dengan adanya budaya organisasi yang sama perbedaan-perbedaan itu dapat
43
dijembatani. Dalam konteks yang seperti di atas, budaya organisasi mengacu ke suatu sistem bersama yang dianut oleh anggotanya, yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Menurut David C. Thomas dan Kerr Inkson dalam Wibowo (2010:15), menyatakan bahwa budaya terdiri dari Mental Program bersama yang mensyaratkan
respon
individual
pada
lingkungannya.
Definisi
tersebut
mengandung makna bahwa kita melihat budaya dalam perilaku sehari-hari, tetapi dikontrol oleh Mental Program yang ditanamkan sangat dalam. Budaya bukan hanya perilaku di permukaan, tetapi sangat dalam ditanamkan dalam diri kita masing- masing karyawan. Menurut Wibowo (2010:19), budaya organisasi adalah filosofi dasar organisasi yang memuat keyakinan, norma-norma, dan nilai bersama yang menjadi karakteristik inti tentang bagaimana cara melakukan sesuatu dalam organisasi. Berdasarkan pengertian tersebut maka ditarik kesimpulan bahwa pengertian budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dianut oleh setiap anggota organisasi yang dijadikan sebagai pedoman membentuk dan mengarahkan perilaku dalam mengatasi masalah akibat adanya perubahan. Menurut Daft (2007:91) budaya organisasi umumnya dipandang sebagai seperangkat nilai-nilai inti, asumsi, pemahaman dan norma yang dianut oleh anggota organisasi, dan diajarkan kepada anggota baru sebagai hal yang benar. Budaya organisasi menunjukkan persepsi bersama yang dianut oleh anggotaanggota organisasi. Diharapkan bahwa individu-individu dengan latar belakang
44
yang berlainan organisasi cenderung mendeskripsikan budaya organisasi dalam istilah-istilah yang serupa. Menurut Umar (2008:207), budaya organisasi adalah suatu sistem nilai dan keyakinan bersama yang diambil dari pola kebiasaan dan falsafah dasar pendiriannya yang kemudian berinteraksi menjadi norma, dimana norma tersebut dipakai sebagai pedoman cara berpikir dan bertindak dalam upaya mencapai tujuan bersama. Mengacu pada pendapatnya Robbins (2006:51), pengertian budaya dapat dikemukakan sebagai stabilitas pada organisasi dan budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi. Selanjutnya menurut Robbins (2006:52), setiap organisasi merupakan sistem yang khas, sehingga organisasi mempunyai kepribadian dan jati diri sendiri. Oleh karena itu, setiap organisasi pasti memiliki budaya yang khas pula. Dari beberapa definisi tersebut dapat dijelaskan budaya organisasi pada dasarnya akan mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hirarki organisasi. Budaya organisasi merupakan landasan setiap anggota dalam sikap dan perilaku di setiap aktivitas perusahaan yang menjadikan perekat hubungan diantara anggota perusahaan. Pengertian budaya organisasi menurut Wirawan (2007:10), adalah normanorma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku organisasi dalam memproduksi produk, melayani para
45
konsumen, dan mencapai tujuan organisasi. Coeld dan Piramid yang diterjemahkan oleh Moeljono dan Sudjatmoko (2007:98), mendefinisikan budaya perusahaan secara sederhana dan kontekstual adalah serangkaian nilai (perusahaan) yang muncul dalam bentuk perilaku kolektif korporasi dan anggota organisasinya. Jadi, selama sebuah perusahaan belum mengimplementasikan nilainilai sebagai perilaku bersama anggotanya. Selama itu pula nilai-nilai tersebut belum menjadi sebuah perusahaan.Dengan mendasarkan berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan satu unsur terpenting dalam perusahaan yang hakikatnya mengarah pada perilaku-perilaku yang dianggap tepat, mengikat dan memotivasi setiap individu yang ada didalamnya.
3.1.3.2.Karakteristik Budaya Organisasi Luthans (2006:74), mengetengahkan 6 karakteristik penting budaya organisasi yaitu: 1. Aturan-aturan perilaku (Observed behavioral regularities), keberaturan cara bertindak dari para anggota yang tampak teramati. Ketika anggota organisasi berinteraksi
dengan
anggota
organisasi
lainnya,
mereka
mungkin
menggunakan bahasa umum, istilah, atau ritual tertentu. 2. Norma (Norms), berbagai standar perilaku yang ada, termasuk di dalamnya tentang pedoman sejauh mana suatu pekerjaan harus dilakukan. 3. Nilai-nilai dominan (dominant values), adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi, misalnya tentang kualitas produk yang tinggi, absensi yang rendah atau efisiensi yang tinggi.
46
4. Filosofi (Philosophy), adanya kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam memperlakukan pelanggan dan karyawan. 5. Peraturan (Rules), adanya pedoman yang ketat, dikaitkan dengan kemajuan organisasi. 6. Iklim organisasi (Organization climate), merupakan perasaan keseluruhan (an overall “feeling”) yang tergambarkan dan disampaikan melalui kondisi tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi, dan cara anggota organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain. Menurut Robbins (2006:725), budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam organisasi, yaitu: 1. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lainnya. 2. Budaya memberikan rasa identitas ke anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang. 4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. 5. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh karyawan. 6. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan. Menurut Daft (2007 : 107) budaya dapat dianalisis pada tiga tingkat, yaitu :
47
1. Artifak (pakaian, pola perilaku, simbol fisik, upacara organisasi, tata letak kantor). Yaitu : semua hal yang dapat dilihat, didengar dan diamati seseorang dan penglihatan para anggota organisasi. 2. Nilai-nilai. Dilihat dari cara orang menjelaskan dan membenarkan apa yang mereka perbuat dapat diinterpretasikanna dany dan kisah-kisah, bahasa dan symbol organisasi yang dapat digunakan para anggota untuk menggambarkan mereka. 3. Asumsi-asumsi dasar dan keyakinan Merupakan inti dari budaya dan secara ydibawah sadar membimbing perilaku dan keputusan. Berdasarkan uraian di atas disintesiskan bahwa Budaya organisasi adalah suatu sistem yang diyakini bersama yang berasal dari falsafah atau prinsip awal pendirian organisasi kemudian, berinteraksi menjadi norma-norma yang dijadikan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan organisasi, yang diukur dari dimensinilai-nilai dominan, peraturan, iklim organisasi dan filosofi.
3.1.4. Kinerja Karyawan 3.1.4.1.Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja merupakan perilaku organisasi yang secara langsung berhubungan dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kinerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang mempunyai informasi tentang
48
kinerja dalam organisasinya. Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya dicapai oleh seseorang). Suwatno dan Priansa (2011:196) “Kinerja merupakan performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan sebagai prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja”. Masih dalam Suwatno dan Priansa (2011:196) August W. Smith menyatakan bahwa “Perfomance is output derives from process, human otherwise”.Artinya kinerja merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia. Fahmi (2012:226) ”Kinerja dalah hasil yang diperoleh olah suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama periode waktu”. Mangkunegara (2011:67) ”Istilah kinerja berasal dari kata job perfomance atau actual perfomance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang)”. Raharjo (2013:94) Kinerja (performance) yang dikutip dari Bernardin dan Russel didefinisikan sebagai”…the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time periods” yang diterjemahkan bebas sebagai catatan hasil dan keuntungan yang dihasilkan oleh fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas tertentu selama periode waktu tertentu. Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari katadasar "kerja" yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasilkerja. http://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja Menurut Rivai (2008:309) Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya
49
memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan denagn pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Berbeda dengan Bernardin dan Russel dalam Keban (2012:192) mengartikan kinerja sebagai the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period. Dalam definisi ini, aspek yang ditekankan oleh kedua pengarang tersebut adalah catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian kinerja hanya mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pegawai selama periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai.
3.1.4.2.Penilaian Kinerja Karyawan Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah sistem formal untuk memeriksa atau mengkaji dan mengevaluasi kinerja seseorang atau kelompok (Marwansyah, 2012:228). Selanjutnya Marwansyah (2012:232) menjelaskan bahwa Penilaian kinerja adalah salah satu alat motivasi paling ampuh yang tersedia bagi pemimpin atau manager, dan mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengukur kinerja secara fair dan obyektif berdasarkan persyaratan pekerjaan. 2. Untuk
meningkatkan
kinerja
pengembangan yang spesifik.
dengan
mengidentifikasi
tujuan-tujuan
50
3. Untuk mengembangkan tujuan karir, sehingga karyawan dapat selalu menyesuaikan diri dengan tujuan dinamika orhanisasi. Hasil penilaian kinerja akan merupakan acuan bagi: kriteria untuk memvalidasikan
prosedur
penyeleksian
personil,
menentukan
promosi,
menentukan perlunya pelatihan dan pengembangan, wawancara bagi penilaian, menentukan kompensasi, menentukan pemindahan, demosi, dan pemberhentian (Tunas, 2009: 60). Dengan digunakannya penilaian kinerja ini sebagai bahan pertimbangan hal-hal tersebut akan memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerjanya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja organsasi. Melihat betapa pentingnya hasil penilaian kinerja baik terhadap organisasi maupun pegawai, maka pelaksanaannya perlu diupayakan seobyektif mungkin, dengan menghindari faktor suka dan tidak suka dari penilai.
3.1.4.3.Unsur-unsur Kinerja Karyawan Tunas (2009:70) bependapat bahwa aspek-aspek yang dinilai dalam penilaian kerja adalah kualitas kerja, ketepatan waktu dan standar, inisiatif, komunikasi dan kerjasama. Tika (2010:49) mengemukakan bahwa ada 4 (empat) unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja yaitu: 1. Hasil-hasil fungsi pekerjaan 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan 3. Pencapaian tujuan organisasi
51
4. Periode waktu tertentu Menurut Rivai (2008:53) kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu: 1. Kemampuan 2. Keinginan 3. Lingkungan Rivai (2008:54) juga menyebutkan empat aspek kinerja: 1. Kemampuan 2. Penerimaan tujuan perusahaan 3. Tingkat tujuan yang dicapai 4. Interaksi antara tujuan dan kemampuan para karyawan dalam perusahaan Kemudian tujuan kinerja menurut Rivai (2008:57): 1. Kemahiran dari kemampuan tugas baru diperuntukan untuk perbaikan hasil kinerja dan kegiatannya. 2. Kemahiran dari pengetahuan baru di mana akan membantu karyawan dengan pemecahan masalah yang kompleks atas aktivitas membuat keputusan pada tugas. 3. Kemahiran atau perbaikan pada sikap terhadap teman kerjanya dengan satu aktivitas kinerja. 4. Target aktivitas perbaikan kinerja. 5. Perbaikan dalam kualitas atau produksi. 6. Perbaikan dalam waktu atau pengiriman.
52
Yuwalliatin (2011:19) mengatakan bahwa kinerja diukur dengan instrumen yang dikembangkan dalam studi yang tergabung dalam ukuran kinerja secara umum kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar, meliputi: 1. kuantitas kerja 2. kualitas kerja 3. pengetahuan tentang pekerjaan 4. pendapat atau pernyataan yang disampaikan 5. perencanaan kegiatan Berdasarkan pengertian-pengertian di atas disintesiskan kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar yang telah ditentukan.Kinerja juga berarti hasil yang dicapai oleh seseorang, baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
3.2.
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu adalah penelitian yang pernah dilakukan pihak lain,
yaitu tentang penelitian yang serupa yang memiliki tujuan yang sama dengan yang dinyatakan dalam judul penelitian. Dalam penelitian ini, penelitian yang relevan diambil sesuai dengan variabel penelitian, yakni gaya kepemimpinan, motivasi kerja dan budaya organisasi terhadap kinerja yang dituangkan dalam tabel 3.1 di bawah.
53
Tabel 3.1. Hasil Penelitian yang Relevan No
Judul
Peneliti / Tahun
Hasil (Kesimpulan)
1
Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru
Widodo (2011)
Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi kerja baik secara parsial maupun simultan
2
Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
2
Hubungan antara Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Stres Kerja Karyawan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya
Adri Agustiningrum, C. Dyah S. Indrawati, Andre N. Rahmanto (2011) Seger Handoyo, Wahyu Hamdani (2012)
Adanya pengaruh yang signifikan gaya kepemimpinan dan motivasi kerja baik secara parsial maupun simultan terhadap kinerja pegawai Ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan stres kerja karyawan
3
Pengaruh Pengendalian Internal dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan SPBU Yogyakarta (Studi Kasus pada SPBU Anak Cabang Perusahaan RB Group)
Sarita Permata Dewi (2012)
Secara parsial maupun simultan ada pengaruh pengendalian internal dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan SPBU
4
Pengaruh Budaya Organisasi Dan Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Disiplin Kerja Pada Karyawan Harian Skt Megawon II PT. DJARUM KUDUS
Ari Pradhanawati, Hari Susanto N (2012 )
Ada pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan Ada pengaruh kinerja karyawan terhadap disiplin kerja
5
Pengaruh Motivasi Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja Serta Dampaknya Pada Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada PT. PLN (PERSERO) APD SEMARANG)
Aries Susanty, Sigit Wahyu Baskoro (2012)
Motivasi dan gaya kepemimpinan memiliki dampak positif yang signifikan terhadap disiplin kerja dan kinerja karyawan
54
Tabel 3.1. Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan) 6
Pengaruh Upah, Motivasi Kerja, dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pekerja pada Industri Manufaktur di Kota Makassar
Akmal Umar (2012)
7
Pengaruh Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Timur
Slamet Riyadi (2012)
8
Pengaruh Motivasi Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Unit Rawat Inap RS. Stella Maris Makassar Tahun 2013
La ode Makta, Irwandy Kapalawi, Noer Bahry Noor (2013)
9
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Tenaga Kesehatan di Puskemas Wara Selatan Kota Kota Manopo
Jumhur Salam, M. Ikhtiar, Nurhayani (2013)
10
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bagian Operator SPBU PT. Mitrabuana Jayalestari Karawang
Ruyatnasih, Anwar Musadad Beni Hasyim (2013)
11
Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Tenaga Kerja Propinsi Lampung
Agustuti Handayani (2013)
Terdapat pengaruh yang signifikan upah, motivasi kerja, dan kepuasan kerja terhadap kinerja Pekerja secara sederhana Ada pengaruh signifikan Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan baik secara parsial maupun simultan Ada pengaruh Prestasi, Pengakuan, Tanggung Jawab, Pengembangan, Gaji, Kondisi kerja, Hubungan antar pribadi, Supervisi dengan Kinerja Perawat Gaya kepemimpinan berdasarkan pemecahan masalah terdapat pengaruh terhadap kinerja Gaya kepemimpinan berdasarkan pengambilan keputusan terdapat pengaruh terhadap kinerja Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada bagian operator SPBU PT Mitrabuana Jayalestari Kerawang Ada pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai baik secara parsial maupun simultan
55
Tabel 3.1. Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan) 12
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Inovatif Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
13
The Impact Of Motivation On Employee’s Job Performance In An Organisation (A Case Study Of Access Bank Plc Okpara Avenue And Abakaliki Road Branches, Enugu) Influence Of Extrinsic And Intrinsic Motivation On Employees’ Performance
14
15
16
17
18
A Study On The Relationship Between Motivation And Job Satisfaction Towards Employee's Performance Among Executives Level In Oil And Gas Industry In Kuala Lumpur Leadership Styles And Organizational Commitment: A Test On Malaysia Manufacturing Industry Science Explorer Publications Implementing A Variety Of Leadership Styles On Employee Satisfaction (Case Study: Manufacturing And Service Enterprises In Tehran, Iran) The Effect Of Leadership Style And Motivation Employee Job Satisfaction On Ward In The District Citangkil
Anastasia Ekawati Dewie Triwijayanti Wardono (2014) Dibang Esther Eyare (2008)
Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan dan budaya inovatif terhadap kepuasan kerja karyawan Motivasi mempengaruhi kinerja dalam organisasi secara signifikan
Akanbi, Paul Ayobami (2011)
Secara parsial dan simultan motivasi kerja ekstriksik dan intrinsik mempunyai pengaruh positif dan dan signifikan terhadap kinerja Adanya hubungan antara motivasi dan kepuasan kerja dengan kinerja secara simultan dan parsial
Hamizatun Dashima Binti Hamzah (2012)
May-Chiun Lo ; T. Ramayah and Hii Wei Min (2013) Javad Khamisabadi (2013)
Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan dan komitmen organisasi terhadap kinerja Adanya pengaruh gaya kepemimpian terhadap kepuasan kerja
Adi Suminto (2014)
Gaya kepemimpinan dan motivasi kerja mempengaruhi kepuasan kerja baik secara parsial dan simultan
56
Tabel 3.2. Hasil Penelitian yang Tidak Relevan (Research Gap) No
Judul
Penulis
Kesimpulan
1.
Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Pegawai dengan Variabel Permediasi Kepuasan Kerja pada PDAM Kota Madiun
Harry Murti, Veronica Agustini Srimulyani (2013)
Motivasi tidak berpengaruh significant terhadap kinerja
2.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Disiplin Kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai Bidang Pendapatan, Bidang Anggaran dan Perbendaharaan DPPKAD di Tanjung Pinang
Veronica Salviati (2013)
Tidak ada pengaruh baik parsial maupun simultan antara gaya kepemimpinan, motivasi, disiplin, dan kompensasi terhadap kinerja pegawai
3.3.
Kerangka Pemikiran
3.3.1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Kepemimpinan pada dasarnya menekankan untuk menghargai tujuan individu sehingga nantinya para individu akan memiliki keyakinan bahwa kinerja aktual akan melampaui harapan kinerja mereka. Seorang pemimpin harus menerapkan kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Faktor kepemimpinan juga berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat dan pengaruh antara faktor kepemimpinan dan faktor kinerja karyawan.
3.3.2. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Motivasi merupakan sebuah keahlian dalam mengarahkan karyawan pada tujuan organisasi agar mau bekerja dan berusaha sehingga keinginan para
57
karyawan dan tujuan organisasi dapat tercapai. Motivasi seseorang melakukan suatu pekerjaan karena adanya suatu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan ekonomis yaitu untuk memperoleh uang, sedangkan kebutuhan nonekonomis dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk memperoleh penghargaan dan keinginan lebih maju. Dengan segala kebutuhan tersebut, seseorang dituntut untuk lebih giat dan aktif dalam bekerja. Untuk mencapai hal ini diperlukan adanya motivasi dalam melakukan pekerjaan, karena dapat mendorong seseorang bekerja dan selalu berkeinginan untuk melanjutkan usahanya. Oleh karena itu jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula. Ada salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor motivasi, di mana motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan seseorang berusaha untuk mencapai tujuan atau mencapai hasil yang diinginkan. Semakin kuat motivasi kerja, kinerja pegawai akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan motivasi kerja pegawai akan memberikan peningkatan yang sangat berarti bagi peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.
3.3.3. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Dengan budaya organisasi yang baik, menurut Juliarsih (2005) dalam Setiyawan dan Waridin (2006) biasanya organisasi akan mudah mengatasi masalah yang dihadapi dan bias mencapai tujuan organisasi dengan mengandalkan kekuatan yang ada dalam organisasi. Rivai (2003) dalam Waridin (2006)
58
menyatakan bahwa semakin baik budaya kerja maka kinerja akan makin tinggi begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti bahwa setiap perbaikan budaya kerja kearah yang lebih kondusif akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi peningkatan kinerja pegawai, begitu juga sebaliknya.
3.3.4. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Sumber daya manusia merupakan aset yang sangat penting dari sebuah organisasi.Oleh karenanya, keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang ada didalamnya, mulai dari kemampuan menangkap perubahan lingkungan, melakukan analisa serta mengantisipasi dampaknya terhadap perusahaan tersebut. Karyawan yang bekerja sesuai dengan fungsinya akan menunjang tercapainya keberhasilan tujuan organisasi. Disamping itu, peran pemimpin menjadi tidak kalah penting. Suatu kepemimpinan sangat diperlukan oleh setiap organisasi karena dengan kepemimpinan yang sesuai dengan harapan bawahan akan memudahkan dalam mengatur bawahan dan berkomunikasi dalam menyelaraskan tujuan perusahaan tersebut. Seorang pemimpin organisasi harus mampu menjalin hubungan antara sesama pejabat dan staf tanpa memandang posisi dan keadaan staf atau bawahan. Demikian pula pada perusahaan swasta terlebih pada sebuah perusahaan farmas. Berdasarkan fakta terlihat bahwa di perusahaan kurang maksimal dalam
59
menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik dimana dalam perusahaan tersebut terjadi kerjasama yang kurang harmonis antar karyawan, hubungan antar pucuk pimpinan yang mementingkan bidangnya masing-masing sehingga menyebabkan kesenjangan dan terjadi kurangnya komunikasi antara Karyawan yang satu dengan yang lainnya. Demikian pula dengan karyawan yang ada di perusahaan tersebut. Salah satu penyebab terjadinya situasi tersebut adalah adanya konflik organisasi atau konflik kelompok yang terlalu ekstrem, sehingga antar kelompok satu dengan yang lain saling mempertahankan pendapatnya, tidak terfokus pada peningkatan kinerja organisasi. Fenomena diatas akan mempengaruhi pola kerja dan semangat kerja para karyawan, dengan kata lain motivasi karyawan menurun dan pada gilirannya menimbul- kan iklim organisasi yang kurang sehat, sehingga kinerja yang menjadi tujuan organisasi tidak dapat tercapai.Walaupun demikian, kegiatan belajar mengajar belum terpengaruhi secara signifikan. umlah mahasiswa memang mengalami penurunan, tetapi masih belum berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi. Tetapi jika keadaan demikian berlanjut maka kemungkinan akan berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi. Pada situasi yang demikian, sangat dibutuhkan peran seorang pemimpin yang mampu untuk membangkitkan motivasi kerja dan mengubah iklim organisasi yang kurang sehat. Peran kepemimpinan disini berkaitan dengan pembuatan kebijakan- kebijakan yang dapat diterima oleh semua pihak. Apabila semua anggota organisasi yaitu karyawan mempunyai visi dan misi yang sama, maka sangat mudah untuk memicu motivasi mereka agar bekerja lebih baik, sehingga
60
tercipta iklim organisasi yang kondusif dan pada gilirannya kinerja dapat meningkat. Menurut Sekaran (2012:112) : “Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”. Penelitian yang berkenaan dengan dua variabel atau lebih, memerlukan hipotesis yang berbentuk komparasi maupun hubungan. Oleh karena itu dalam rangka menyusun hipotesis penelitian yang berbentuk hubungan maupun komparasi, perlu dikemukakan kerangka berpikir. Kerangka pemikiran merupakan kajian tentang hubungan antar variabel berdasarkan berbagai teori yang selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesis tentang hubungan antar variabel yang diteliti. Sintesis tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis. Kerangka pemikiran teoretis tersebut dapat dilihat dalam paradigma ganda dengan 3 variabel independen dan 1 variabel dependen seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini: Gaya Kepemimpinan (X1)
H1 H2
Motivasi (X2)
Kinerja Karyawan (Y)
H3 Budaya Organisasi (X3)
H4 Gambar III.1. Konstelasi Variabel Penelitian
61
3.4.
Hipotesis Secara Etimologi, hipotesis adalah sesuatu yang masih kurang dari Hypo,
sebuah kesimpulan adalah pendapat (thesa). Dengan kata lain bahwa, hipotesa adalah sebuah kesimpulan (Nazir, 2011:38). Sedangkan ahli lain mengatakan bahwa, hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenaraanya harus diuji secara empiris” (Nazir, 2011:18). Dengan demikian, hipotesis yang diajukan pada penelitian ini, yaitu: 1. H1 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan 2. H2 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan 3. H3 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikanbudaya organisasi terhadap kinerja karyawan 4. H4 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan gaya kepemimpinan, motivasi dan budaya organisasi dilakukan secara simultan dengan kinerja karyawan.