26
BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
3.1. Landasan Teori 3.1.1 Pengertian Reksa Dana Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pengertian reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek. Pozen (1998) menyatakan bahwa “A mutual fund is an investment company that pools money from shareholders and invests in a diversified of securities.” Sedangkan Giles et.al (2013) menyatakan bahwa “a ‘fund’ is a pool of money contributed by a range of investors who may be individuals or companies or other organisations, which is managed and invested as a whole, on behalf of those investors”. Manurung (2008) menguraikan bahwa reksa dana mempunyai beberapa karakteristik yaitu: pertama, kumpulan dana dari pemilik, dimana pemilik reksa dana adalah berbagai pihak yang menginvestasikan atau memasukkan dananya ke reksa dana dengan berbagai variasi. Kedua, diinvestasikan kepada efek yang dikenal. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat tersebut diinvestasikan ke dalam instrumen investasi seperti rekening koran, deposito, surat utang jangka pendek (repurchase agreement/REPO, commercial paper/CP), dan promissory notes/PN), surat utang jangka panjang (seperti medium term notes/MTN), obligasi dan obligasi konversi, dan efek saham maupun efek yang berisiko tinggi (opsi, future, dan 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
sebagainya). Ketiga, reksa dana tersebut dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi dapat berupa lembaga maupun perorangan. Sebagai lembaga, manajer investasi harus mempunyai izin perusahaan untuk mengelola dana, dimana izin tersebut diperoleh dari Badan Pengawas Pasar Modal (sekarang menjadi Otoritas Jasa Keuangan). Keempat, reksa dana merupakan instrumen investasi jangka menengah dan panjang. jangka menengah dan jangka panjang merupakan refleksi dari investasi reksa dana tersebut, karena umumnya reksa dana melakukan investasi kepada instrumen investasi jangka panjang seperti medium term notes, obligasi, dan saham. Kelima, reksa dana merupakan produk investasi yang berisiko. Berisikonya reksa dana karena instrumen investasi yang menjadi portofolio reksa dana tersebut dan pengelola reksa dana (manajer investasi) yang bersangkutan. Dari beberapa pengertian dan karakteristik reksa dana diatas, dapat disimpulkan bahwa reksa dana merupakan wadah yang berupa lembaga ataupun perorangan yang menghimpun dana dari masyarakat pemodal atau investor (biasanya manajer investasi) kemudian dikelola dan diinvestasikan dalam bentuk instrumen-instrumen keuangan jangka menengah maupun jangka panjang baik yang diperdagangkan di pasar modal maupun di lembaga-lembaga keuangan dengan risiko sesuai dengan instrumen keuangan yang menjadi underlying-nya.
3.1.2 Bentuk, Sifat , dan Jenis Reksa Dana Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, disebutkan bahwa reksa dana dapat berbentuk: 1) Perseoran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Reksa dana berbentuk perseroan adalah emiten yang kegiatan usahanya menghimpun dana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana dari penjualan saham tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang. 2) Kontrak investasi kolektif Kontrak investasi kolektif adalah kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian yang mengikat pemegang unit penyertaan (UP) di mana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif menghimpun dana dengan menerbitkan UP kepada masyarakat pemodal dan selanjutnya dana tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar modal dan di pasar uang. Reksa dana yang berbentuk perseroan dapat bersifat terbuka atau tertutup. reksa dana terbuka adalah reksa dana yang dapat menawarkan dan membeli kembali saham-sahamnya dari pemodal sampai dengan sejumlah modal yang telah dikeluarkan. Menurut Manurung (2008), reksa dana terbuka adalah reksa dana dimana pemegang unit menjual unitnya langsung kepada manajer investasi terkecuali exchange traded fund (ETF). Manajer Investasi wajib membeli unit penyertaan yang dijual kembali oleh investor. Harga unit penyertaan ditentukan oleh harga penutupan perdagangan pada hari yang bersangkutan. Oleh karenanya, investor tidak mengetahui harga jual atau beli dari unit penyertaan dan akan diketahui pada esok harinya. Artinya, investor tidak bisa melakukan arbritase pada reksa dana.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Sedangkan reksa dana tertutup adalah reksa dana yang tidak dapat membeli kembali saham-saham yang telah dijual kepada pemodal. Manurung (2008) menjelaskan bahwa dalam reksa dana tertutup merupakan reksa dana yang transaksi perdagangan unit penyertaan dilakukan melalui bursa saham. Unit penyertaan reksa dana tertutup sama seperti saham. Oleh karenya, pemegang saham reksa dana tertutup harus menjual ke Bursa melalui broker saham untuk mendapatkan dananya. Jumlah saham reksa dana tertutup tidak berubah-ubah dari waktu ke waktu terkecuali adanya tindakan perusahaan (corporate action). Harga saham reksa dana tertutup bervariasi sesuai dengan portofolionya. Biasanya, harga saham reksa dana tertutup selalu lebih rendah daripada nilai akiva bersihnya karena adanya biaya transaksi. reksa dana tertutup ini sudah tidak ada lagi di Indonesia, dimana hanya ada satu yang berdiri yaitu reksa dana BDNI. Jenis reksa dana berdasarkan konsentrasi portofolionya berdasarkan Surat Keputusan
Ketua
Bapepam
Nomor:
Kep-08/PM/1997
tentang
Pedoman
Pengumuman Harian Nilai Aktiva Reksa Dana Terbuka, antara lain: 1) Reksa Dana Pasar Uang (Money Market Funds) Reksa dana ini hanya melakukan investasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Tujuannya adalah menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal. Reksa dana ini mempunyai risiko yang relatif lebih rendah dibanding reksa dana jenis lainnya. Hal ini sebabkan investasi yang dipilih mempunyai jatuh tempo kurang dari satu tahun (short term investment) seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Sertifikat Deposito dan Surat pengakuan Hutang (SPH). 2) Reksa Dana Pendapatan Tetap ( Fixed Income Funds)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Reksa dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivitas aktifnya dalam bentuk efek hutang. Reksa dana ini mempunyai risiko relatif lebih besar dari reksa dana pasar uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang relatif stabil. 3) Reksa Dana Saham ( Equity Funds) Reksa dana ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktiva aktifnya dalam bentuk efek bersifat ekuitas. Walaupun risikonya lebih tinggi dibandingkan dengan dua reksa dana sebelumnya, namun reksa dana saham ini menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi. Tingginya risiko disebabkan sifat harga saham yang fluktuatif. Tapi sebaliknya, dalam jangka panjang, tingkat pengembaliannya lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya. Jenis ini sesuai untuk investasi jangka panjang. 4) Reksa Dana Campuran (Discretionary Funds) Reksa dana ini melakukan investasi dalam efek bersifat ekuitas dan efek bersifat utang yang perbandingannya tidak termasuk reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana saham diatas. Reksa dana jenis ini berisiko moderat dengan tingkat pengembalian yang relatif lebih tinggi dari reksa dana pendapatan tetap.
3.1.3 Investasi Bodie et.al (2014) mendefinisikan investasi sebagi komitmen saat ini atas uang atau sumber daya lain dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa depan. Menurut Reilly and Brown (2010), definisi formal tentang investasi adalah suatu perjanjian atau komitmen saat ini terhadap nilai dollar untuk suatu periode
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
waktu tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan pembayaran masa mendatang yang akan dikompensasikan kepada investor atas waktu dari dana yang dijanjikan, expected rate dari inflasi, dan ketidakpastian pada pembayaran di masa mendatang. Investor dapat menempatkan dananya dalam sebuah aset. Bodie et.al (2014) membedakan bentuk investasi antara aset rill (real assets) dan aset keuangan (financial assets). Aset riil dalam ekonomi berupa tanah, bangunan, mesin, dan pengetahuan yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Kebalikan dari aset riil, aset keuangan seperti saham dan obligasi tidak lebih dari selembar kertas atau bahkan data komputer yang tidak berperan secara langsung dalam kapasitas produksi dalam ekonomi. Aset keuangan ini merupakan bentuk klaim seorang individu atas aset riil mereka, jelasnya aset keuangan adalah klaim atas pendapatan yang diperoleh aset riil atau klaim atas pendapatan dari pemerintah. Menempatkan dana pada financial assets dapat dilakukan secara langsung (direct investing) atau tidak langsung (indirect investing). Direct investing dapat dilakukan dengan membeli langsung pada efek yang terdiri dari tiga instrumen yaitu pada instrumen pasar uang, instrumen pasar modal, atau instrumen pasar turunan. Memilih direct investing akan membutuhkan waktu yang lebih banyak terutama jika berinvestasi langsung pada instrumen saham karena membutuhkan waktu dan pikiran yang lebih banyak dalam memonitor pergerakan harga saham. Alternatif investasi yang dapat diambil oleh investor yang mempunyai waktu terbatas dapat mengambil indirect investing melalui reksa dana.
3.1.4 Risk dan Return Saham Melihat dari definisi investasi yang dijelaskan di atas, terdapat dua
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
komponen penting dari investasi yaitu tingkat pengembalian (return) dan tingkat ketidakpastian (risk). Adanya hubungan yang searah antara tingkat pengembalian (return) dengan tingkat risiko, yang dikenal dengan istilah risk return trade off (Bodie et.al, 2014). Prinsip pertama ini menjelaskan bahwa seorang investor tidak akan bersedia menanggung risiko yang lebih besar jika tidak ada tambahan return yang akan diperoleh di masa mendatang. Oleh karena itu sangatlah penting bagi seorang investor untuk mengerti secara lebih baik tentang tingkat pengembalian (return) dan risiko. Konsep risiko dan return dipopulerkan oleh Harry M. Markowitz dengan memperkenalkan model yang disebut sebagai two parameter model, yang intinya mengatakan bahwa investor seharusnya memfokuskan pada dua parameter : 1) return atau tingkat keuntungan yang diharapkan dari suatu aset, dan 2) risiko yang dilihat melalui standar deviasi return aset tersebut. Terdapat hubungan positif antara tingkat keuntungan yang disyaratkan dengan risiko. Semakin tinggi risiko, semakin tinggi tingkat keuntungan yang disyaratkan. Risiko didefinikan sebagai ketidakpastian dari hasil yang didapat di masa mendatang atau probabilitas dari kerugian atas pendapatan di masa mendatang (Reilly dan Brown, 2010). Terdapat dua jenis risiko dalam investasi yaitu (Reilly dan Brown, 2010): 1) Risiko non-sistematis (nonsystematic risk, unique risk, diversifiable risk). Risiko non-sistematis merupakan risiko yang dapat dieliminasi dengan cara diversifikasi atau berinvestasi dalam berbagai jenis saham dari berbagai sektor karena berasal dari kondisi internal perusahaan. Risiko ini biasa disebut dengan total risk yang digambarkan dengan varians atau standar deviasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Risiko ini hanya berdampak terhadap suatu saham atau sektor tertentu. 2) Risiko sistematis (systematic risk, market risk, nondiversifiable risk). Risiko sistematis adalah risiko yang tidak dapat dieliminasi karena risiko ini berasal dari kondisi makroekonomi atau pasar. Risiko ini dilambangkan dengan koefisien beta. Apabila risiko ini muncul dan terjadi, maka semua jenis saham akan terkena dampaknya. Macam-macam risiko inflasi sendiri di antaranya adalah risiko inflasi, risiko tingkat suku bunga, dan risiko pasar. Perhitungan risiko investasi dapat dirumuskan (Bodie et.al.2014): Total Risk
=
Systematic Risk + Unsystematic Risk
σ(Rp)
=
βp. σ(Rm) + σ(ε)
dimana: σ(Rp) = total risk portofolio βp .
= beta portofolio
σ(Rm) = market risk σ(ε)
= unsystematic risk Return merupakan hasil dari sebuah investasi. Dalam pasar modal, pada
umumnya seorang yang melakukan investasi pada saham memiliki harapan untuk mendapatkan hasil investasi berupa capital gain dan dividen. Capital gain diperoleh jika harga jual saham lebih besar dibandingkan harga belinya. Dividen adalah bagian dari keuntungan yang dibagikan perusahaan kepada pemegang sahamnya. Bila perusahaan mengalami kerugian biasanya tidak ada dividen yang dibagikan. Return juga merupakan rasio keuntungan atau kerugian dari sebuah investasi atau dari sejumlah uang yang diinvestasikan. Return sering didefinisikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
sebagai level arus kas tertentu, dimana tingkat return yang diperlukan akan dihitung dari arus kas tersebut. Seorang investor pada umumnya memiliki harapan atas tingkat rata-rata return yang dibutuhkan yang biasa dikenal dengan istilah required return. Tujuan imbal hasil (return) sendiri adalah untuk memenuhi kemakmuran investor. Return sebuah investasi diukur dari return yang diterima pada periode waktu tertentu, biasanya satu tahun. Investor menginvestasikan sejumlah dananya untuk masa yang akan datang dan ketika masa itu tiba, investor dapat mendapatkan pengembalian sesuai strategi yang mereka lakukan agar hasilnya dapat sesuai dengan yang mereka harapkan, baik itu lebih rendah maupun lebih tinggi (Jones, 2010). Perhitungan return saham yang diterima pada suatu periode atau dinamakan Holding Period Return atau HPR (Bodie et.al, 2014) adalah:
HPR
=
(P1 – P0) + D1 P0
dimana: P1
= harga saham pada akhir periode
P0
= harga saham pada awal periode
D1
= dividen pada akhir periode
3.1.5 Perhitungan Nilai Aktiva Bersih (NAB) dan Imbal Hasil Reksa Dana Untuk melakukan penghitungan tingkat pengembalian reksa dana maka investor harus memahami penghitungan dari NAB karena perhitungan tingkat pengembalian tersebut menggunakan NAB tersebut (Manurung, 2008). Manurung (2008) selanjutnya menjelaskan bahwa nilai NAB dihitung dari nilai total aset
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
portofolio setelah memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan reksa dana (misalnya biaya akuntan publik, biaya notaris, komisi manajemen, komisi kustodion, dan biaya konsultan hukum) yang kemudian dibagi dengan jumlah unit penyertaan. Perhitungan nilai NAB reksa dana saham dilakukan oleh bank kustodion dimana harga saham yang diperoleh dari harga penutupan di bursa pada hari yang bersangkutan. Untuk reksa dana pendapatan tetap yang portofolionya dapat berupa deposito, obligasi, dan surat utang lainnya, perubahan NAB pada umumnya karena pertambahan tingkat bunga atas portofolionya. Perhitungan NAB untuk reksa dana pasar uang agak berbeda dengan perhitungan NAB untuk jenis reksa dana lainya. Berdasarkan peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan bahwa NAB reksa dana pasar uang ditentukan sebesar Rp1.000,00 setiap harinya. Apabila reksa dana pasar uang mendapatkan bunga atau adanya akrual bunga maka akrual tersebut dibagikan kepada investor sehingga unit penyertaan investor bertambah setiap hari. Perhitungan tingkat pengembalian hasil investasi pada reksa dana diukur sebagai kenaikan atau penurunan dalam nilai aset bersih ditambah distribusi pendapatan seperti dividen atau distribusi keuntungan modal yang diperlihatkan sebagai fraksi dari nilai aset bersih pada awal periode investasi (Bodie et.al, 2014). Tingkat imbal hasil reksa dana dapat dirumuskan sebagai berikut:
Tingkat imbal hasil
=
(NAB1 – NAB0) + dividen + keuntungan modal NAB1
3.1.6 Strategi Pengelolaan Portofolio Salah satu tahapan dalam pengelolaan investasi adalah pemilihan strategi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
portofolio. Strategi portofolio dibedakan menjadi strategi pengelolaan portofoli aktif dan strategi pengeloaan portofolio pasif. Dalam strategi portofolio aktif, periode pengelolaan sangat temporer dimana manajer investasi sering mengganti saham untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi. Dalam hal ini manajer investasi tidak merasa rugi bila melakukan cut loss jika ada saham lain yang menjanjikan tingkat pengembalian yang tinggi dibandingkan dengan saham yang dimiliki saat ini (Manurung, 2008). Morrisson (1976) menyatakan bahwa ada dua pandangan penting untuk dapat sukses dalam mengelola portofolio aktif yaitu harus mempunyai ide yang bagus bagaimana pandangan alternatif investasi yang lain dan harus tidak setuju dengan konsensus atau tidak setuju terhadap gelombang pergerakan harga. Pengelolaan portofolio aktif selalu berkonsentrasi pada jumlah saham yang kecil dikenal dengan pemilihan saham (stock selection) dan melakukan perubahan keluar atau masuk dengan terdiversifikasinya portofolio dikenal dengan pendekatan pasar (market timing). Oleh karenanya, pekerjaan manajer investasi bukanlah meramalkan tingkat pengembalian secara akurat tetapi meramalkan secara akurat tingkat pengembalian portofolio dibandingkan dengan tingkat pengembalian pasar. Strategi portofolio aktif dalam matrik keputusan taktik portofolio (Ambachtsheer, 1972) menyebutkan bahwa pada kotak pertama pada Tabel 3.1 dimana manajer investasi harus mempunyai kemampuan yang baik dalam meramalkan pasar dan juga mempunyai kemampuan yang baik dalam memilih saham yang harganya dibawah harga yang wajar (undervalue). Strategi yang kedua adalah strategi pengelolaan pasif. Manurung (2008) menjelaskan dalam strategi ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
diasumsikan bahwa pasar sangatlah efisien dan akibatnya manajer investasi tidak akan dapat sukses dalam mengelola portofolio dengan menggunakan pendekatan Tabel 3.1: Matrik Keputusan Taktik Portofolio Kemampuan Menilai Sekuritas Undervalue Bagus (Good)
Memampuan Meramalkan Pasar Bagus (Good) 1. Konsentrasi
Lemah (Poor) pada 1. Konsentrasi
pada
sejumlah saham yang
sejumlah saham yang
undervalue
undervalue
2. Ubah
risiko
(beta)
saham 2. Pertahankan beta pada
keatas
dan
kebawah
rata-rata
jangka
panjang
berdasarkan
ramalan
tingkat yang diharapkan dalam jangka panjang
pasar Lemah (Poor)
3. Investasi
dengan 3. Investasi
diversifikasi sangat
yang
luas
(saham
terdaftar) 4. Ubah
diversifikasi sangat
luas
yang (saham
terdaftar)
risiko
(beta)
dengan
saham 4. Pertahankan beta pada
keatas
dan
kebawah
rata-rata
jangka
panjang
berdasarkan
ramalan
tingkat yang diharapkan dalam jangka panjang
pasar Sumber: Portofolio Theory and Stock Analysis diterjemahkan oleh Manurung (2008)
(Ambachtsheer,
1972),
kondisi pasar (market timing) dan pemilihan saham (stock selection). Oleh karenanya, portofolio harus sangat terdiversifikasi dengan tingkat risiko yang ditentukan sebelumnya dan saham-saham yang menjadi portofolio tidak banyak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
berubah untuk jangka panjang. Biasanya, strategi portofolio pasif ini ditandai dengan tingkat turnover perdagangan cukup kecil, biaya transaksi kecil, selalu mengurangi pengeluaran pengelolaan, dan risiko yang cukup kecil. Untuk strategi ini dapat diperhatikan pada kuadran keempat dimana manajer investasi mempunyai kemampuan yang lemah dalam meramalkan pasar dan juga mempunyai kemampuan yang lemah dalam memilih saham yang harganya dibawah nilai wajar (undervalue).
3.1.7 Strategi Aktif Pengelolaan Portofolio: Market Timing dan Stock Selection Kemampuan market timing memberikan arti kemampuan manajer investasi untuk meramalkan pasar dalam situasi naik atau turun atau pada saat imbal hasil pasar lebih besar dari tingkat suku bunga bebas risiko (Rm > Rf) atau ketika imbal hasil pasar lebih kecil dari tingkat suku bunga bebas risiko (Rm < Rf). Dengan pemahaman atas pasar di masa mendatang, manajer investasi bisa mengambil keputusan mengubah portofolio untuk menaikkan tingkat pengembalian. Beberapa pihak menyebutkan bahwa market timing adalah kemampuan manajer investasi dalam rangka mengelola portofolio yaitu membeli saham-saham dengan beta diatas satu pada saat pasar anak naik, dan menjualnya dengan mengganti membeli sahamsaham dengan beta dibawah satu ketika pasar akan turun (Manurung, 2008). Kemampuan manajer investasi dalam pemilihan saham (stock selection) merupakan kemampuan memilih saham yang tepat yang akan dimasukkan atau dikeluarkan dari suatu portofolio sehingga memberikan imbal hasil yang lebih baik daripada imbal hasil pasar dengan tanpa memperhitungkan adanya biaya transaksi. Dalam kemampuan
stock selection
ini, manajer
http://digilib.mercubuana.ac.id/
investasi harus dapat
39
mengidentifikasi saham-saham yang harga pasarnya lebih rendah dari harga intrinsiknya (undervalued) untuk dibeli dan menjual saham yang harga pasarnya telah melebihi nilai intrinsiknya (overvalued). Metode yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap kemampuan manajer investasi dalam hal market timing dan stock selection dengan menggunakan model market timing ability. Treynor dan Mazuy (1966) pertama kali memperkenalkan model market timing ability dengan metode regresi untuk melihat kemampuan market timing. Persamaan model regresi yang dikenalkan oleh Treynor dan Mazuy sebagai berikut (Manurung, 2008):
Ri – Rf = α + β * (Rm - Rf) + φ * (Rm - Rf)2 Kemampuan stock selection ditunjukkan α atau alpha dalam persamaan diatas, jika nilai α positif maka dapat dikatakan bahwa manajer investasi mempunyai kemampuan dalam memilih saham yang tepat dan sebaliknya. Sedangkan kemampuan market timing ditunjukkan oleh nilai φ dari persamaan diatas, jika nilai φ positif maka dapat dikatakan bahwa manajer investasi mempunyai kemampuan merubah-ubah aset dalam portofolionya pada saat yang tepat, dan sebaliknya apabila nilai φ negatif maka dapat dikatakan manajer investasi tidak mempunyai kemampuan yang memadai dalam merubah-ubah aset dalam portofolionya pada saat yang tepat. Henriksson dan Merton (1981) memperkenalkan metode yang lebih sederhana untuk menganalisis kemampuan market timing dan stock selection. Henriksson dan Merton menyatakan bahwa beta portofolio yang tinggi diharapkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
pada pasar dengan kondisi kinerja baik (bullish) dan beta kecil pada pasar kinerja lainnya (bearish). Model regresi yang dikenalkan Henriksson dan Merton (1981) sebagai berikut:
Ri – Rf = α + β * (Rm - Rf) + φ *D* (Rm - Rf) dengan D adalah variabel dummy dengan nilai 1 untuk rm > rf dan nilai 0 untuk lainnya. Kemampuan stock selection dalam model Henriksson dan Merton juga ditunjukkan oleh konstanta α dalam persamaan tersebut. Jika nilai α positif maka dapat dikatakan bahwa manajer investasi mempunyai kemampuan dalam memilih saham yang tepat dan sebaliknya. Kemampuan market timing juga ditunjukkan oleh nilai φ dari persamaan model tersebut, jika nilai φ positif maka dapat dikatakan bahwa manajer investasi mempunyai kemampuan dalam merubah-ubah aset dalam portofolionya pada saat yang tepat atau dapat dikatakan manajer investasi memiliki market timing ability dan sebaliknya. Model Henriksson-Merton memiliki kelemahan jika dibandingkan dengan model Treynor-Mazuy, yaitu beta portofolio dibatasi dengan memilih salah satu dari dua nilai. Dalam hal ini tingkat risiko yang berkaitan dengan return pasar ialah pada saat pasar sedang bullish (up-market beta) dan pada saat pasar sedang bearish (down-market beta), padahal tingkat risiko terhadap pasar semakin tinggi seiring dengan risk premium yang semakin tinggi, dan tidak hanya terbagi menjadi dua nilai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
3.2. Hasil Penelitian Sebelumnya 3.2.1 Hasil Penelitian di Luar Negeri Treynor-Mazuy (1966) mempelopori penelitian tentang kemampuan market timing dan mengembangkan suatu model pengujian market timing manajer investasi reksa dana. Treynor-Mazuy melakukan penelitian terhadap 57 reksa dana untuk periode 1953-1962 dengan menggunakan data tahunan. Hasil penelitian hanya menemukan 1 reksa dana yang secara signifikan memiliki kemampuan market timing. Jensen (1968) melakukan penelitian terhadap 115 manajer reksa dana pada periode 1945-1964 dalam memprediksi kemampuan tingkat imbal hasil reksa dana. Data yang digunakan oleh Jensen merupakan data tahunan. Pengukuran yang digunakan berdasarkan teori capital asset pricing model (CAPM) Sharpe, Lintner, dan Treynor. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa manajer investasi reksa dana tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam
memilih saham yang
menguntungkan. Henriksson (1984) melakukan observasi terhadap 116 reksa dana dengan menggunakan data bulanan dari Februari 1968 sampai dengan Juni 1980. Penelitian Henriksson menggunakan teknik yang dikembangkan oleh Henriksson dan Merton (1981) dalam menghitung performance reksa dana tersebut. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa manajer investasi dari reksa dana tersebut tidak memiliki market timing ability dan secara keseluruhan 62% dari reksa dana tersebut memiliki market timing ability negatif. Dan hanya 11 reksa dana yang memiliki koefisien c yang signifikan positif. Chang dan Lewellen (1984) meneliti kemampuan market timing dan stock
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
selection dari reksa dana di Amerika Serikat periode 1971-1979 yang terdiri dari 67 reksa dana dengan menggunakan data bulanan. Metode penelitian yang digunakan single factor market model dengan persamaan regresi. Hasil penelitian tidak menemukan bukti adanya kemampuan market timing dan stock selection yang superior terhadap portofolio yang diteliti. Bello dan Janjigian (1997) mengembangkan model Treynor dan Mazuy dalam menghitung kemampuan market timing dan stock selection terhadap 633 reksa dana saham domestik di Amerika. Data penelitian yang digunakan berupa data return bulanan untuk periode 1984 sampai dengan 1994. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hasil yang signifikan positif atas kemampuan market timing, begitu pula kemampuan stock selection. Akan tetapi korelasi antara kemampuan market timing dan stock selection menghasilkan nilai yang negatif. Rao (2000) meneliti hubungan antara market timing dan kinerja 570 reksa dana selama periode 1987 sampai dengan 1996 dengan menggunakan data tahunan. Peneliti menggunakan model pengukuran Merton dan Henriksson. Hasil penelitian menunjukkan, pada level signifikan 1% hanya terdapat 4 reksa dana yang mempunyai kemampuan positif market timing, dan hanya 1 yang positif mempunyai kemampuan stock selection. Jika level signifikan menjadi 5%, terdapat 29 reksa dana yang mempunyai kemampuan stock selection. Bollen dan Busse (2001) melakukan penelitian tentang kemampuan market timing pada manajer investasi reksa dana saham di Amerika Serikat tahun 19851995. Sampel reksa dana yang digunakan terdiri dari 230 reksa dana dan menggunakan data harian. Metode penelitian yang digunakan mengacu pada model Henriksson dan Merton. Hasilnya menunjukkan bahwa tes yang berdasarkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
regresi standar memiliki kekuatan yang lebih, dalam mendeteksi aktivitas market timing secara signifikan ketika menggunakan data harian namun tidak menjelaskan tentang stock selection ability. Sehgal dan Jhanwar (2008) melakukan penelitian tentang stock selection skill dan market timing abilities pada manajer reksa dana di India selama periode tahun 2000-2004 dengan menggunakan sampel 59 buah reksa dana saham. Mereka menyimpulkan pada daily basis, 28% dari sampelnya menunjukan alpha secara signifikan (selectivity coefficient), namun manajer investasi reksa dana di India tidak memiliki kemampuan market timing yang signifikan jika menggunakan data bulanan. Cuthbertson dan Nitzche (2010) melakukan investigasi terhadap industri reksa dana saham di Jerman dalam rentang waktu 20 tahun yakni dari tahun 1990 sampai dengan 2009. Data reksa dana saham yang digunakan berupa data bulanan. Metode yang digunakan adalah false discovery rate (FDR) dalam menghitung model seleksi dan pengukuran kinerja reksa dana saham. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode FDR menunjukkan bahwa manajer investasi tidak mempunyai kemampuan market timing dan hanya menemukan 0,5% reksa dana yang mempunyai kinerja alpha positif dan hanya 27% yang mempunyai kinerja alpha negatif. Kaur (2013) melakukan studi evaluasi tentang kinerja reksa dana saham di India, juga menganalisis kinerja manajer investasi dalam mendiversifikasi portofolio, kemampuan market timing dan stock selection. Model Treynor dan Mazuy digunakan untuk mengukur kemampuan market timing manajer investasi reksa dana saham, sedangkan model Fama Three Factor digunakan untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
mengukur kemampuan stock selection. Data yang digunakan merupakan data harian dengan rentang waktu antara tahun 2008 sampai dengan 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 besar reksa dana saham di India mempunyai kemampuan market timing dan stock selection, hal ini ditunjukkan dengan alpha yang signifikan positif.
3.2.2 Hasil Penelitian di Indonesia Brahmana (2003) menguji kemampuan market timing dan stock picking manajer reksa dana saham di Indonesia untuk periode Juli 1999 sampai Maret 2003 dengan menggunakan data harian. Sampel data reksa dana saham yang digunakan sejumlah 17 reksa dana saham. Metode penelitian dengan menggunakan model Henriksson-Merton dan Treynor Mazuy atau disebut HM (TM) dengan mengadaptasi model Charhat four factor model (1997).
Model HM (TM)
memperlihatkan 23,53% (29,41%) dari seluruh sampel reksa dana saham memiliki stock picking positif signifikan jika dibandingkan dengan data bulanan yang hanya mampu mendeteksi 5,88% saja, dan sebanyak 17,65% ditemukan memiliki market timing ability yang positif signifikan dengan menggunakan data harian dibandingkan dengan menggunakan data bulanan, sama sekali tidak mampu mendeteksi adanya kemampuan market timing. Wardhani (2003) dengan data bulanan pada periode 1998 sampai dengan 2001 dengan menggunakan model pengujian Henriksson dan Merton yang dikombinasikan dengan model Charhat, menemukan bahwa dari 18 reksa dana saham yang diteliti tidak ditemukan satupun yang memiliki positif signifikan stock selection ability dan hanya satu saja yang memiliki positif signifikan kemampuan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
market timing. Ardiyanto (2004) meneliti kemampuan market timing dan stock selection terhadap 14 reksa dana saham di Indonesia periode 2000 sampai dengan 2003 dengan menggunakan data bulanan. Penelitian menggunakan model TreynorMazuy dan Henriksson-Merton. Hasil penelitian berdasarkan model Treynor dan Mazuy menunjukkan bahwa tidak ada manajer investasi yang mempunyai kemampuan stock selection dan market timing. Sementara itu, hasil penelitian berdasarkan Henriksson dan Merton menunjukkan bahwa hanya satu reksa dana yang mempunyai kemampuan stock selection dan tidak ada satu pun reksa dana yang mempunyai kemampuan market timing. Kaslani (2004) melakukan penelitian terhadap 12 reksa dana saham untuk periode 1999 sampai dengan 2003 dengan menggunakan data bulanan dan model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Henriksson dan Merton. Dari hasil penelitian ini ditemukan hanya satu reksa dana saham yang mempunyai kemampuan pemilihan sekuritas yang baik dan tidak ada yang memiliki kemampuan market timing. Partawidjaja (2005) memakai model Henriksson dan Merton untuk bisa memberikan gambaran mengenai kemampuan market timing dan stock selection manajer investasi reksa dana saham. Data yang digunakan dalam periode pengamatan adalah data bulanan selama periode Januari 2001 sampai dengan Mei 2005. Dari hasil uji panel yang dilakukan, hampir semua manajer investasi mempunyai kemampuan market timing yang buruk. Sedangkan kemampuan stock selection jauh lebih baik, tetapi hanya memberikan nilai tambah yang sedikit terhadap excess return portofolio manajer investasi tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
Harahap (2006) mengidentifikasi kemampuan market timing terhadap 32 reksa dana saham untuk periode pengamatan dari Nopember 2003 sampai dengan 30 Juni 2006 dengan menggunakan model Henriksson dan Merton. Hasil regresi terhadap reksa dana yang digunakan sebagai sampel, hanya 2 reksa dana yang memiliki kemampuan market timing. Christian (2009) melakukan evaluasi terhadap 23 produk reksa dana saham yang mewakili 79% dari total aset yang dikelola manajer investasi pada periode bullish (pasar naik) dan bearish (pasar menurun). Periode pengamatan yang digunakan dalam penelitian dari bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2008. Dengan menggunakan metode Treynor dan Mazuy tidak ditemukan satupun reksa dana saham yang memiliki kemampuan market timing dan stock selection yang signifikan. Mardiasih (2012) meneliti kemampuan manajer investasi dalam market timing dan stock selection dengan menggunakan model regresi kuadratik Treynor dan Mazuy. Data yang digunakan berupa data bulanan dari tahun 2006 sampai dengan 2010. Dari 10 reksa dana yang dijadikan sampel, hanya satu reksa dana saham yang mempunyai kemampuan market timing. Sedangkan dilihat dari kemampuan stock selectionnya, tidak ada satupun yang secara statistik memiliki kemampuan stock selection yang signifikan positif. Putri (2012) mengukur kemampuan 16 reksa dana saham dengan melihat kemampuan market timing dan stock selection yang dilakukannya. Periode pengamatan yang dilakukan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011. Hasil penelitian dengan menggunakan model Treynor-Mazuy dan Henriksson-Merton, sebagian besar manajer investasi dalam penelitian ini tidak memiliki kemampuan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
market timing dan hanya ada empat reksa dana saham yang memili kemampuan market timing. Panjaitan (2013) menganalisis kemampuan reksa dana saham yang diukur dari memampuan stock selection dan market timing. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 51 reksa dana saham dengan data bulanan yang terdaftar selama periode 2009 sampai dengan 2012. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis kemampuan market timing dan stock selection, peneliti menggunakan Treynor-Mazuy dan Henriksson-Merton. Hasil kemampuan stock selection menunjukkan sebagian besar reksa dana saham tidak mempunyai skill dalam memilih saham, karena hanya ditemukan 2 reksa dana saham yang mempunyai alpha signifikan positif. Juga sebagian besar reksa dana saham tidak memiliki kemampuan market timing, dengan model Treynor dan Mazuy hanya 6 reksa dana saham yang signifikan dan dengan model Henriksson dan Merton ditemukan hanya 9 yang memiliki alpha yang positif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
3.3. Kerangka Pemikiran Kerangka penelitian kinerja reksa dana saham yang mengukur kemampuan stock selection dan market timing dengan data harian dan bulanan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Peningkatan NAB reksa dana saham
Kinerje reksa dana saham dilihat dari kemampuan market timing dan stock selection manajer investasi
Return Market (IHSG)
Risk Free Rate (Sertifikat Bank Indonesia)
Excess return reksa dana saham
Model Regresi Treynor-Mazuy
Data Harian
Market Timing (φ)
Stock Selection (α)
Data Bulanan
Market Timing (φ)
Gambar 3.1: Kerangka Pemikirian Penelitian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Stock Selection (α)
49
3.4. Hipotesis H1
: Manajer investasi reksa dana saham memiliki kemampuan stock selection atau manajer investasi mempunyai kemampuan dalam memilih saham yang tepat (asumsi variabel lainnya konstan) pada data harian. H0 : β0 ≤ 0, manajer investasi tidak mempunyai kemampuan stock selection H1 : β0 > 0, manajer investasi mempunyai kemampuan stock selection ( β0 ekuivalen dengan α )
H2
: Reksa dana saham memiliki kemampuan market timing atau kemampuan membeli atau menjual saham yang tepat (asumsi variabel lainnya konstan) pada data harian. H0 : β2 ≤ 0, manajer investasi tidak mempunyai kemampuan market timing H1 : β2 > 0, manajer investasi mempunyai kemampuan market timing ( β2 ekuivalen dengan φ )
H3
: Manajer investasi reksa dana saham memiliki kemampuan stock selection atau manajer investasi mempunyai kemampuan dalam memilih saham yang tepat (asumsi variabel lainnya konstan) pada data bulanan. H0 : β0 ≤ 0, manajer investasi tidak mempunyai kemampuan stock selection H1 : β0 > 0, manajer investasi mempunyai kemampuan stock selection ( β0 ekuivalen dengan α )
H4
: Reksa dana saham memiliki kemampuan market timing atau kemampuan membeli atau menjual saham yang tepat (asumsi variabel lainnya konstan) pada data bulanan. H0 : β2 ≤ 0, manajer investasi tidak mempunyai kemampuan market timing H1 : β2 > 0, manajer investasi mempunyai kemampuan market timing ( β2 ekuivalen dengan φ )
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
H5
: Terdapat perbedaan hasil market timing untuk penggunaan data harian dan bulanan H0 : Sig thitung > 0,05,
tidak terdapat perbedaan hasil market timing maupun stock selection untuk penggunaan data harian dan bulanan
H1 : Sig thitung < 0,05,
terdapat perbedaan hasil market timing maupun stock selection untuk penggunaan data harian dan bulanan
H6
: Terdapat perbedaan hasil stock selection untuk penggunaan data harian dan bulanan H0 : Sig thitung > 0,05,
tidak terdapat perbedaan hasil market timing maupun stock selection untuk penggunaan data harian dan bulanan
H1 : Sig thitung < 0,05,
terdapat perbedaan hasil market timing maupun stock selection untuk penggunaan data harian dan bulanan
http://digilib.mercubuana.ac.id/