BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
3.1. Kajian Pustaka 3.1.1. Kepuasan Kerja a. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Rivai (2008:249), Kepuasan Kerja adalah penilaian dari pekerja tentang
seberapa
jauh
pekerjaannya
secara
keseluruhan
memuaskan
kebutuhannya. Kepuasan kerja juga adalah sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri, dan hubungan sosial individu di luar kerja. Menurut Hasibuan (2009:202), kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Menurut Wirawan (2013:698), kepuasan kerja adalah persepsi orang mengenai berbagai aspek dari pekerjaannya. Pengertian persepsi dapat berupa perasaan dan sikap orang terhadap pekerjaannya. Perasaan dan sikap bisa positif atau negatif. Jika orang merasa dan bersikap positif terhadap pekerjaannya, ia puas terhadap pekerjaannya. Jika merasa dan bersikap negatif terhadap pekerjaannya, maka ia tidak puas terhadap pekerjaannya.
15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Berdasarkan uraian definisi kepuasan kerja diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan kunci pendorong moral, kedisplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan.
b. Teori Kepuasan Kerja Menurut Robbins dan Judge (2015:49), kepuasan kerja merupakan sebuah perasaan positif terhadap pekerjaann yang dihasilkan dari evaluasi ataskarakteristisk-karakteristiknya. Penilaian seorang pekerja atas kepuasannya terhadap pekerjaan merupakan penjumlahan kompleks dari banyak elemen yang berbeda.
Penjumlahan
dari
aspek-aspek
pekerjaan,
lebih
canggih,
mengidentifikasi elemen-elemen kunci dalam sebuah pekerjaan seperti sifat pekerjaan, pengawasan, gaji sekarang, peluang promosi, dan hubungan dengan rekan kerja. Secara intuitif, menjumlahkan respons pada sejumlah faktor pekerjaan tampaknya mungkin untuk mencapai sebuah evaluasi yang lebih akurat atas kepuasan kerja. Hasibuan (2009:202), mengemukakan bahwa tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada, karena setiap individu karyawan yang berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turnover kercil maka relatif kepuasan kerja karyawan baik. Sebaliknya jika kedisiplinan, moral kerja, dan turnover karyawan besar maka kepuasan kerja karyawan di perusahaan kurang baik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
c. Penelitian Terdahulu 1) Penelitian oleh Yang, Feng-Hua, Wu, M., Chen-Chieh Chang, dan Chien, Y., (2011) dalam Public Personnel Management, Vol. 40 No.3, p.265-278, dengan judul “Elucidating the relationships among transformational leadership, job satisfaction, commitment foci and commitment bases in the public sector”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi kepemimpinan transformasional semakin tinggi maka, semakin tinggi kepuasan kerja bawahan, semakin tinggi identifikasi dan internalisasi terhadap organisasi; kemampuan peramalan kepemimpinan transformasional adalah lebih besar dari kepuasan kerja berkaitan dengan komitmen untuk pengawas; kemampuan peramalan
kepuasan
kerja
adalah
lebih
besar
dari
kepemimpinan
transformasional berkaitan dengan komitmen organisasi. 2) Penelitian oleh Trottier, T., Montgomery, V. W., dan Wang, X., (2008) dalam Public Administration Review, Vol. 68 No.2, p.319-333, dengan judul “Examining the nature and significance of leadership in government organizations”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa definisi yang luas mengenai kepemimpinan Bass menangkap kepemimpinan seperti apa yang efektif menurut pegawai. Hubungan antara kepemimpinan yang baik dalam suatu organisasi dan kepuasan pengikut juga disajikan sebagai hasil penting dalam pemerintah federal. Akhirnya, kedua kepemimpinan transaksional dan transformasional dianggap sebagai penting dan mempengaruhi kepuasan kerja pegawai dalam pemerintah. Sebuah sampel t-test berpasangan menunjukkan bahwa perbedaan signifikan secara statistik pada tingkat 0,01 (t = 135,97, p
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
<0,0005) dengan sampel 82.703. Koefisien standar (beta) untuk masingmasing dari enam faktor, yang menunjukkan peringkat relatif yang pengikut tetapkan untuk setiap. Pengaruh ideal berada di peringkat pertama, pertimbangan individual kedua, motivasi inspirasional ketiga, dan reward kontingen keempat. Beta rendah dan peringkat stimulasi intelektual (0,043 dan tempat kelima) tidak diantisipasi dan akan dibahas kemudian; peringkat terakhir-tempat manajemen dengan pengecualian diantisipasi oleh teori Bass. 3) Penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2013) dalam Jurnal Cahaya Aktiva yang berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kepuasan Kerja Melalui Kepercayaan Karyawan pada Atasan Vol. 03 No. 02 p. 92-100. Berdasarkan hasil analisi data, maka diperoleh hasil pengujian yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh secara langsung dan signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja karyawan pada Politeknik Cahaya Surya Kediri hal ini ditunjukkan pada nilai regresi (sig = 0.533 > 0.05: β = 0.164). 4) Penelitian yang dilakukan oleh Kilapong (2013) dalam Jurnal EMBA yang berjudul Kepemimpinan Transformasional, Self Efficacy, Self Esteem Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT. Tropica Cocoprima Manado Vol. 1 No. 4 p. 141-150. Sesuai dengan hasil pengolahan data yang dilakukan, didapat F Hitung 5,580 berarti F hitung > F tabel 2,699. Dengan demikian menolak Ho, yang menyatakan tidak ada hubungan linier antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas,dan menerima Ha ; yang menyatakan ada hubungan linier antara variabel bebas dengan variabel tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
bebas. Berdasarkan hasil uji F, kepemimpinan Transformasional, self efficacy, self esteem berpengaruh simultan terhadap kepuasan kerja.
d. Indikator Kepuasan Kerja Menurut Luthans (2006) dalam Supardi (2015:54-55), ada lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu: 1) Pekerjaan itu sendiri (work it self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. 2) Atasan (supervision). Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya.
Bagi
bawahan,
atasan
bisa
dianggap
sebagai
figure
ayah/ibu/teman sekaligus atasannya. 3) Teman sekerja (workers). Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. 4) Promosi (promotion). Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan memperoleh peningkatan karir selama bekerja. 5) Gaji atau upah (pay). Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
3.1.2. Kepemimpinan Beberapa teori tentang kepemimpinan transformasional atau inspirasional didasarkan pada ide dari Burn (1978) dan Bass (1985, 1996) dalam Yukl (2008: 304-305), tetapi telah ada lebih banyak penelitian empiris mengenai versi dari teori yang diformulasikan oleh Bass (1985, 1996) daripada versi lainnya. Inti dari teori itu adalah perbedaan antara kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kedua jenis kepemimpinan itu didefinisikan dalam hal perilaku komponen yang digunakan untuk memperngaruhi para pengikut dan pengaruh dari pemimpin kepada para pengikut. Para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan dari mereka. Penulis tertarik mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai kepemimpinan transformasional. Wirawan (2013:7), mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses pemimpin menciptakan visi dan melakukan interaksi saling memengaruhi dengan para pengikutnya untuk merealisasikan visi. Terry dalam Kartono (2005: 57) kepemimpinan yaitu: kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. Bass
(1996)
dalam
Luthans
(2014:228)
menemukan
bahwa
ada
universalisme yang jauh lebih dalam atas kepemimpinan daripada yang telah diyakini
sebelumya.
Manajer
yang
paling
efektif
adalah
pemimpin
transformasional dan mereka ditandai dengan empat dimensi yang saling berhubungan dinamakan sebagai “4 I”, dan dijelaskan sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
1) Pengaruh ideal (idealized influence). Pemimpin transformasional merupakan sumber karisma dan menikmati kekaguman dari para pengikut mereka. Mereka meningkatkan kebanggan, loyalitas dan kepercayaan orang-orang mereka, serta menyelaraskan para pengikut ini dengan menyediakan tujuan dan visi yang umum yang nantinya mereka rela menerimanya. 2) Motivasi inspirasional (inspirational motivation). Para pemimpin ini sangat efektif dalam mengartikulasi visi, misi dan keyakinan dengan cara yang jelas, sehingga memberikan rasa kemudahan dalam memahami tentang apa yang perlu dilakukan. 3) Stimulasi intelektual (intellectual stimulation). Pemimpin transformasional bisa membuat para pengikut mereka untuk mempertanyakan paradigm lama dan menerima pangangan baru dunia tentang bagaimana hal-hal sekarang perlu dilakukan. 4) Pertimbangan individual (individualized consideration). Para pemimpin ini mampu mendiagnosis dan meningkatkan kebutuhan masing-masing pengikut mereka melalui pertimbangan individual, sehingga memajukan perkembangan orang-orang tersebut. Menurut Robbins dan Judge (2015:262), “4 I” menghasilkan upaya ekstra dari para pekerja, produktivitas yang lebih tinggi, moral dan kepuasan yang semakin tinggi, efektivitas organisasi yang lebih tinggi, tingkat perputaran yang lebih rendah, tingkat ketidakhadiran yang lebih rendah, dan kemampuan beradaptasi oada organisasional yang lebih besar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Penulis menyimpulkan pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas bahwa kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang lain dan merubah perilaku untuk mencapai tujuan bersama.
3.1.2.1. Idealized Influence a. Definisi Idealized Influence Menurut Luthans (2011) dalam Setiawan dan Muhith (2013:154-155), mengatakan bahwa
Idealized Influence dalam dimensi kepemimpinan
transformasional merupakan perilaku pemimpin yang memiliki keyakinan diri yang kuat, komitmen yang tinggi mempunyai visi yang jelas, tekun, pekerja keras dan militan, konsisten, mampu menunjukkan ide-ide penting, besar dan agung serta mampu menularkannya pada komponen organisasi terutama terhadap
sasaran
akan
misi,
membangkitkan
kebanggaanm
serta
menumbuhkan kepercayaan pada para komponen organisasi. Artinya, pada tataran ini pola perilaku seorang pemimpin transformasional harus menjadi suri teladan bagi para komponen organisasi, tutur katanya harus sesuai dengan perbuatannya atau tidak munafik. Pemimpin seperti ini biasanya akan dikagumi, dihormati dan dipercayai oleh para bawahannya. Faktanya pemimpin transformasional dengan perilaku Idealized Influence akan terus berusaha membawa pengikutnya ke arah suatu idealisme yang tidak hanya sekedar sebagai jalan, akan tetapi mampu atau dapat meyakinkan pengikutnya bahwa yang dicita-citakannya tersebut pasti tercapai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
b. Teori Idealized Influence Menurut Kartono (2008:39-40), seorang pemimpin adalah merupakan pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu. Kepemimpinan yang dimiliki seorang pemimpin merupakan ciri bawaan psikologis yang dibawa sejak lahir, yang khusus ada pada dirinya dan tidak dimiliki oleh orang lain. Dia memiliki kepribadian unggul yang luar biasa dengan bakat dan karisma yang sangat cemerlang. Dengan kepribadian yang unggul inilah maka seorang pemimpin akan dapat memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap bawahannya.
c. Penelitian Terdahulu 1) Penelitian oleh Bruch, H., dan Walter, F. (2007) dalam Leadership & Organization Development Journal, Vol. 28 No.8, p.710-726, dengan judul “Leadership
in
context:
Investigating
hierarchical
impacts
on
transformational leadership”. Penelitian ini mengungkapkan bahwa pengaruh ideal dan motivasi inspirasional lebih sering terjadi di antara manajer atas daripada tengah, sementara tidak ada perbedaan untuk stimulasi intelektual dan pertimbangan individual. Pengaruh ideal, motivasi inspirasional, dan stimulasi intelektual lebih efektif dalam memperkuat kepuasan kerja bawahan diantara manajer atas daripada manajer tengah, sementara pertimbangan individual adalah sama efektif pada kedua kelompok. Pengaruh ideal, motivasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
inspirasional, stimulasi intelektual dan ditemukan untuk menjadi lebih efektif dalam memperkuat kepuasan kerja bawahan ketika diarahkan oleh manajer atas menuju manajer menengah daripada ketika diarahkan oleh manajer menengah terhadap supervisor lini pertama. Manajer menengah konteks hirarkis, tampaknya lebih kondusif untuk efektivitas pemimpin mereka yang karismatik, visioner, dan perilaku intelektual menantang. 2) Penelitian oleh Charles, R. E., dan Katherine, J. B. (2007) dalam Journal of Organizational Culture, Communication and Conflict, Vol. 11 No.1, p.77-90, dengan judul “The Effect of Transactional and Transformational Leadership Styles on The Organzational Commitment and Job Satisfaction of Customer Contact Personnel”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor transformasional karisma, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individu lebih tinggi berkorelasi dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi daripada faktor transaksional reward kontingensi dan manajemen dengan pengecualian. Pemimpin karisma, dengan sendirinya adalah prediktor yang sangat baik dari sikap karyawan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa hasil mendukung proposisi karyawan dikelola di bawah gaya kepemimpinan transformasional akan memiliki tingkat kepuasan kerja lebih tinggi. Secara khusus, faktor karisma dan stimulasi intelektual berkorelasi dengan kepuasan kerja karyawan toko makanan masing-masing di r = 0,212 (p <0,05), dan r = 0,322 (p <0,01). 3) Penelitian oleh Jim, A. M. (2014) dalam Journal of Business Studies Quarterly.
Vol.
5.
No.
4,
p.117-130,
dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
judul
“Situational,
25
transformational, and transactional leadership and leadership development”. Penelitian
ini
menjelaskan
tiga
teori
kepemimpinan
original
dan
perkembangannya. Analisis contoh dari artikel baru-baru ini di masing-masing teori
disertakan.
Penelitian
juga
membahas
konsep
pengembangan
kepemimpinan dengan jelas terhadap tiga teori dan menawarkan saran untuk bergerak maju kedua studi akademis kepemimpinan dan aplikasi praktis dari hasil penelitian di lapangan. Pengaruh ideal menggabungkan dua aspek yang terpisah dari hubungan pengikut. Pertama, pengikut mengikuti pemimpin dengan kualitas tertentu yang ingin pengikut untuk meniru. Kedua, pemimpin terkesan pengikut melalui perilaku pengikut. Penelitian empiris mendukung gagasan bahwa kepemimpinan transformasional secara positif mempengaruhi kepuasan pengikut dan kinerja organisasi. 4) Penelitian yang dilakukan oleh Nirmalasari (2014) dalam Smart-Study & Management Research penelitiannya yang berjudul Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi, Dan Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT Kautsar Utama Bandung Vol. XI No. 1 p. 53-66. Sesuai dengan hasil pengolahan data yang dilakukan, diperoleh hasil pengaruh Kepemimpinan Transformasional (X1) terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Y) yaitu pengaruh langsung sebesar 14,06%, pengaruh tidak langsung melalui Budaya Organisasi (X2) sebesar 8,51% serta melalui Kompensasi (X3) sebesar 7,84%. Dengan demikian pengaruh total sebesar 30,42%. Hasil tersebut menunjukkan terdapat pengaruh cukup signifikan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
d. Indikator Idealized Influence Fred Luthans (2011) dalam Setiawan dan Muhith (2013:153) mengatakan bahwa, sebagai suatu perilaku pemimpin transformasional dalam memberikan wawasan serta kesadaran akan visi dan misi organisasi, membangun dan membangkitkan kebanggaan seluruh komponen organisasi terhadap eksistensi organisasi tersebut, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan pada para bawahnnya terhadap organisasinya sendiri.
3.1.2.2. Inspirational Motivation a. Definisi Inspirational Motivation Menurut
Robbins
dan
Judge
(2009:90),
pemimpin
transformasional
menginspirasi dan memotivasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para pengikutnya. Mereka menaruh perhatian terhadap kebutuhan pengembangan diri para pengikutnya, mengubah kesadaran para pengikut atas isu-isu yang ada dengan cara membantu orang lain memandang masalah lama dengan cara yang baru, serta mampu menyenangkan hati dan menginspirasi para pengikutnya untuk bekerja keras guna mencapai tujuan-tujuan bersama-sama.
b. Teori Inspirational Motivation Menurut Yukl (2008:315-319), para pemimpin yang berusaha untuk menginspirasi dan memotivasi pengikut adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
1) Menyatakan visi yang jelas dan menarik 2) Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai. 3) Bertindak secara rahasia dan optimis. 4) Memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut. 5) Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-nilai penting. 6) Memimpin dengan memberikan contoh. 7) Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu.
c. Penelitian Terdahulu 1) Penelitian yang dilakukan oleh Ivey, G. W., dan Theresa J.B. Kline., (2010) dalam Leadership & Organization Development Journal, Vol. 31 No. 3, p. 246-262, dengan judul “Transformational and active transactional leadership in
the
Canadian
military”
mengungkapkan
bahwa
Kepemimpinan
transformasional adalah lazim, diharapkan, dan efektif di semua tingkat hirarki. Karena dampak positif terhadap kepuasan kerja pengikutnya dan sikap mereka terhadap supervisor mereka, militer Kanada harus terus mendorong kepemimpinan
transformasional
dan
perilaku
kepemimpinan
reward
kontinjensi pada semua tingkat hirarki. ΔR2 signifikan pada Langkah 3 akan mencerminkan perbedaan antara jajaran di hubungan antara kepemimpinan transformasional dan variabel kriteria kepentingan. Seperti yang diperkirakan, baik ΔR2 di Langkah 3 untuk kepuasan kerja (ΔR2 = 0.00, p = 0,62) maupun ΔR2 di Langkah 3 untuk sikap terhadap supervisor (ΔR2 = 0.00, p = 0,65) yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
signifikan, menunjukkan tidak ada interaksi yang signifikan antara jajaran dalam hubungan antara kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja (R = 0,37, p <0,001) atau sikap terhadap atasan (R = 0,79, p <0,001). Oleh karena itu, H1b, yang meramalkan bahwa kepemimpinan transformasional dirasakan akan memprediksi hasil kepemimpinan yang efektif di semua tingkatan pangkat, didukung. 2) Penelitian oleh Erkutlu. (2008) dalam The Journal of Management Development, Vol. 27 No.7, p.708-728, dengan judul “The impact of transformational leadership on organizational and leadership effectiveness”. Hasil temuan penelitian ini mendukung usulan dalam literatur bahwa perilaku kepemimpinan transformasional merangsang komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Di sisi lain, menggunakan perilaku kepemimpinan transformasional sebagian besar dapat mengakibatkan efek positif seperti kepuasan kerja dan komitmen tinggi, motivasi tinggi dan tingkat produktivitas yang tinggi di bawahan. 3) Penelitian oleh Laurie, E. P. dan Lavigna, B. (2010) dalam Public Administration Review, Vol. 70, No. 5, p.710-718, dengan judul “Transformational leadership and public service motivation: Driving individual and organizational performance”. Hasil temuan ini menyatakan studi motivasi pelayanan publik telah pindah dari memahami apa yang memotivasi pegawai negeri untuk mengeksplorasi bagaimana motif pelayanan publik mempengaruhi kepuasan kerja. Demikian pula, perhatian yang lebih besar kini dibayar pada praktik kepemimpinan transformasional. Menggambar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
pada konsep dari kepemimpinan transformasional, esai ini mengeksplorasi bagaimana manajer dapat memanfaatkan aspek positif dari motivasi pelayanan publik untuk meningkatkan kepuasan karyawan dan kinerja organisasi serta menguraikan strategi yang dapat membantu manajer menggabungkan nilainilai motivasi pelayanan publik di seluruh sistem manajemen. 4) Penelitian yang dilakukan oleh Mamesah dan Kusmaningtyas (2009) dalam Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis dan Sektor Publik (JAMBSP) yang berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kepuasan Kerja dan Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Vol. 5, No. 3, p. 349-368. Sesuai dengan hasil pengolahan data yang dilakukan, didapat hasil uji nilai Sig t adalah 0,336 di atas taraf signifikan 0,05; maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis pertama ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari gaya kepemimpinan tranformasional terhadap kepuasan kerja.
d. Indikator Inspirational Motivation Menurut Bass dalam Yukl (2008:305), pemimpin memberikan inspirasi untuk berubah dan memotivasi para pengikut dengan cara: membuat mereka lebih menyadari pentingnya hasil tugas, membujuk mereka untuk mementingkan kepentingan tim atau organisasi mereka dibandingkan dengan kepentingan pribadi, dan mengaktifkan kebutuhan mereka dengan lebih tinggi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
3.1.2.3. Intellectual Stimulation a. Definisi Intellectual Stimulation Menurut Bass dalam Luthans (2014:228) melalui intellectual stimulation, pemimpin transformasional bisa membuat para pengikut mereka untuk mempertanyakan paradigma lama dan menerima pandangan baru dunia tentang bagaimana hal-hal sekarang perlu dilakukan.
b. Teori Intellectual Stimulation Menurut Setiawan dan Muhith (2013:175), substansi dari perilaku Intellectual Stimulation
adalah
suatu
bentuk
usaha
meningkatkan
intelegensia,
rasionalitas, dan pemecahan masalah secara seksama. Oleh sebab itu, pemimpin transformasional perlu mengajak komponen organisasi melihat persoalan dari perspektif yang baru, lebih komprehensif, dan luas, supaya persoalan tidak dibingkai dengan parsial. Perilaku semacam ini untuk terusmenerus dilakukan agar tercipta budaya yang holistic seperti munculnya tradisi musyawarah, kebiasaan untuk sharing, dan lain sebagainya sehingga dari tradisi yang demikian energi positif akan lahir dan penyegaran bekerja akan muncul.
c. Penelitian Terdahulu 1) Penelitian oleh Lolita, Mancheno-Smoak, Grace, M. E., Potak, R., dan Athanasaw, Y, (2009). dalam Organization Development Journal, Vol. 27 No.3, p.9-21, dengan judul “The individual cultural values and job
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
satisfaction of the transformational leader”. Tiga hipotesis yang diajukan: 1.) korelasi yang signifikan antara nilai-nilai budaya yang berhubungan dengan pekerjaan individu dan perilaku kepemimpinan transformasional, 2.) korelasi yang signifikan antara kepuasan kerja individu dan perilaku kepemimpinan transformasional, dan 3.) yang terkait dengan pekerjaan nilai-nilai budaya dan kepuasan kerja berhubungan dengan perilaku kepemimpinan transformasional. Hasilnya adalah
ada korelasi yang signifikan antara kepuasan kerja dan
perilaku kepemimpinan transformasional individu. Peluang untuk kemajuan menunjukkan sebagai positif terkait dengan kepemimpinan transformasional (t = 2.53,? <0,05). Kepuasan kerja pada umumnya menunjukkan sebagai negatif terkait dengan kepemimpinan (t = -2,18,? <0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi seseorang menilai dirinya sendiri pada kepemimpinan transformasional, semakin dia puas dengan kesempatan untuk kemajuan dalam pekerjaan. 2) Penelitian oleh Kim, S. dan Yoon, G. (2015). dalam Public Personnel Management. Vol. 44. No.2, p.147-168., dengan judul “An innovation-driven culture in local government: Do senior manager's transformational leadership and the climate for creativity matter?”. Artikel ini menganalisis bagaimana kepemimpinan transformasional dan iklim kreativitas berasosiasi dengan karyawan manajer senior persepsi tentang budaya inovasi dalam konteks reformasi manajemen publik di pemerintah daerah. Berdasarkan survei dari 1.576 karyawan di Pemerintah Metropolitan Seoul, studi ini menemukan bahwa
sejauh
mana
seorang
karyawan
merasakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kepemimpinan
32
transformasional manajer senior secara positif terkait dengan sejauh mana karyawan merasakan kepuasan kerja. Temuan dari studi ini juga menunjukkan bahwa iklim kreativitas karyawan, fleksibilitas untuk berubah, dan sumber daya untuk inovasi-secara signifikan berhubungan dengan kepuasan kerja melalui inovasi. Akhirnya, studi ini menemukan bahwa ada varian dalam sejauh mana karyawan merasakan inovasi di kalangan instansi, dan kepemimpinan transformasional masih penting dalam meningkatkan kepuasan di pemerintah daerah. 3) Penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2012) dalam Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu yang berjudul Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kebijakan Kompensasi
Terhadap
Kepuasan
Kerja
dan
Hubungannya
dengan
Organizational Citizenship Behavior (Studi Kasus SMP Swasta Al Ulum Terpadu Medan) Vol. 5 No. 1 p. 767-776. Sesuai dengan hasil pengolahan data yang dilakukan, Kepemimpinan transformasional dan kebijakan kompensasi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja guru SMP Swasta Al Ulum Terpadu Medan. Hal ini terlihat dari nilai Fhitung > Ftabel ( 18,051 > 3,316 ). Demikian pula nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,480 atau 48 %. Hal ini berarti bahwa kemampuan variabel bebas, yaitu kepemimpinan transformasional (X1) dan kebijakan kompensasi (X2) menjelaskan pengaruhnya terhadap kepuasan kerja guru SMP Swasta Al Ulum Terpadu Medan (Y) sebesar 48 % sedangkan sisanya sebesar 52 % merupakan variabel yang tidak diteliti.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
4) Penelitian yang dilakukan oleh Koesmono (2013) dalam Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis yang berjudul Pengaruh, Motivasi, Budaya Organisasi,
Kepemimpinan
Transformasional,
Transaksional
Terhadap
Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional Guru SMA Swasta Kristen Petra Vol. 4, No. 1, p. 56-68. Sesuai dengan hasil pengolahan data yang dilakukan, didapat kepemimpinan Transformasional berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja dapat diterima, besarnya koefisen jalur 0,471 dengan t-hitung = 4,685 > t-tabel = 1,96.
d. Indikator Intellectual Stimulation Menurut Yukl (2010), pemimpin transformasional menstimulasi usaha bawahannya untuk berlaku inovatif dan kreatif dengan memepertanyakan asumsi, pembatasan masalah dan pendekatan dari situasi lama dengan cara yang baru, menggalakan penggunaan kecerdasan, mengutamakan rasionalitas dan melakukan pemecahan masalah secara teliti.
3.2. Rerangka Penulisan Pada bagian ini, peneliti mengajukan rerangka penulisan yang diambil berdasarkan hasil kajian pustaka dan penelitian terdahulu. Rerangka penulisan yang diajukan meliputi variabel kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja yang disajikan berikut ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Idealized Influence ( X1 ) Inspirational Motivation ( X2 ) Intellectual Stimulation ( X3 )
H1 H2 H3
Kepuasan Kerja ( Y)
H4
Gambar 3.1. Rerangka Penulisan 3.3. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu: H1 : Idealized Influence berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja pada Sekretariat Militer Presiden. H2 : Inspirational Motivation berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja pada Sekretariat Militer Presiden. H3 : Intellectual Stimulation berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja pada Sekretariat Militer Presiden. H4 : Idealized Influence, Inspirational Motivation dan Intellectual Stimulation berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja pada Sekretariat Militer Presiden.
http://digilib.mercubuana.ac.id/