24
BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1. Komunikasi 3.1.1.0Pengertian Komunikasi “Communication is the process by which information is exchanged and understood by two
or more people, usually with the intent to motivate or
influence behavior” (Daft, 2008;473),
komunikasi adalah proses dimana
informasi dipertukarkan dan dipahami oleh dua orang atau lebih, biasanya dengan maksud untuk memotivasi atau mempengaruhi perilaku. Komunikasi tidak hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk mempengaruhi orang. Komunikasi sangat penting bagi seluruh fungsi perusahaan, karena dengan adanya komunikasi, keseluruhan sistem operasional dan manajemen berjalan lancar. Tujuan komunikasi itu sendiri adalah menyamakan persepsi atau pengertian baik antar karyawan maupun atasan dengan karyawannya, dan kualitas manajemen sebuah perusahaan dinilai dari proses karyawannya berkomunikasi. Komunikasi adalah suatu aktifitas yang komplek dan menantang dan bukanlah suatu
aktifitas
yang
mudah,
pencapaian
kompetensi
komunikasi
memerlukan pemahaman dan suatu keterampilan sehingga komunikasi yang kita lakukan menjadi efektif (Ruben & Stewart, 2005:3). Ruben & Steward (2005:1-8) menyatakan komunikasi sebagai berikut: 1) Komunikasi adalah fundamental dalam kehidupan kita. 2) Komunikasi adalah merupakan suatu aktifitas komplek.
25
3) Komunikasi adalah vital untuk suatu kedudukan atau posisi yang efektif. 4) Pendidikan yang tinggi tidak menjamin kompetensi komunikasi yang baik. 5) Komunikasi adalah populer. Bentuk komunikasi menurut Armstrong (2009:80) yaitu: 1) Intra-personal communication, which takes place when we converse with ourselves. Weask ourselves questions, reflect on events and our involvement in them, consider the actions we have taken or not taken, and interpret the factors affecting the decisions we have made in different circumstances. 2) Inter-personal communication, which takes the form of conveying or exchanging information, instructions, observations or comments to and between people.
Komunikasi dapat dirumuskan sebagai kegiatan dimana seseorang menyampaikan pesan dari media tertentu kepada orang lain dan setelah menerima pesan serta memahami sejauh kemampuan, penerima pesan menyampaikan tanggapan melalui media tertentu, kepada orang yang menyampaikan pesan itu kepadanya. Komunikasi yang ada dalam organisasi biasanya sudah berjalan dan dilakukan oleh segenap lini manajemen perusahaan melalui pertemuan dan bisa dikatakan berintensitas baik yaitu dengan diadakan pertemuan secara berkala yang bertujuan membahas dan mengevaluasi pekerjaan selama kurun waktu tertentu, namun komunikasi yang dihasilkan dalam pertemuan tidak selamanya berjalan dengan efektif yang secara keseluruhan dapat menimbulkan perbedaan pengertian dalam bekerja. Karyawan dan pimpinan dituntut untuk selalu peka dan saling berkoordinasi agar kelancaran kegiatan perusahaan tetap berlangsung dengan lancar.
26
Tujuan komunikasi dalam organisasi adalah untuk membentuk saling pengertian (mutual understanding) sehingga terjadi kesetaraan kerangka referensi dan kesamaan pengalaman antar karyawan. Komunikasi dalam organisasi harus dilihat dari berbagai sisi yaitu pertama komunikasi antara atasan kepada bawahan, kedua antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain, ketiga adalah antara karyawan kepada atasan. Komunikasi organisasi merupakan suatu proses dinamik yang berfungsi sebagai alat utama bagi sukses atau tidaknya organisasi dalam hubungannya dengan lingkungan tugas. Pencapaian tujuan dalam kehidupan organisasi dengan segala prosesnya membutuhkan komunikasi, melalui komunikasi dapat memberikan keterangan tentang pekerjaan yang membuat karyawan dapat bertindak dengan rasa tanggung jawab pada diri sendiri yang pada waktu bersamaan dapat mengembangkan semangat kerja, dengan komunikasi yang baik akan terjalin kerjasama yang baik, dan pada akhirnya kerjasama yang harmonis ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja para karyawan. Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja, hal ini mudah dipahami karena komunikasi yang tidak baik bisa mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisasi, seperti konflik antar pegawai, dan sebaliknya komunikasi yang baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan kerja. Komunikasi
yang terbuka harus
dikembangkan dengan baik, dengan demikian masing-masing karyawan dalam organisasi mengetahui tanggung jawab dan wewenang masing-masing. Karyawan yang mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh
27
dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerja karyawan menjadi semakin baik. Komunikasi memegang peranan penting di dalam menunjang kelancaran aktivitas karyawan di perusahaan. 3.1.2. Jenis-Jenis Komunikasi Arus komunikasi secara fungsional yang terjadi dalam organisasi formal terdiri dari arus vertikal (dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas) dan arus horisontal (Muhammad, 2007:107). 1) Arus Komunikasi Vertikal dari Atas ke Bawah Komunikasi ini merupakan saluran yang paling sering digunakan dalam organisasi. Arus komunikasi ini adalah pengiriman pesan dari pimpinan (supervisi) ke bawahan (subordinate). Arus ini digunakan untuk mengirim perintah, petunjuk, kebijakan, memorandum untuk pekerja pada tingkat yang lebih rendah dalam organisasi. Masalah yang paling mendasar komunikasi dari atas ke bawah hanya mempunyai satu arah saluran, yakni tidak menyediakan feedback (umpan balik) dari pekerja dalam organisasi itu. 2) Arus Komunikasi Vertikal dari Bawah ke Atas Komunikasi ini adalah komunikasi yang berasal dari bawahan (subordinate) kepada atasan (supervisi) dalam rangka menyediakan feedback (umpan balik) kepada manajemen. Para pekerja menggunakan saluran komunikasi ini sebagai kesempatan untuk mengungkapkan ide-ide atau gagasan yang mereka ketahui. Asumsi dasar dari komunikasi ini adalah bahwa pekerja harus diperlakukan sebagai partner dalam mencari
28
jalan terbaik untuk mencapai tujuan. Komunikasi dari bawah ke atas akan menarik ide-ide dan membantu pekerja untuk menerima jawaban yang lebih baik tentang masalah dan tanggung jawabnya serta membantu kemudahan arus dan penerimaan komunikasi dari bawahan ke atasan. 3) Arus Komunikasi Horisontal Komunikasi ini merupakan arus pengiriman dan penerimaan pesan yang terjadi antara pimpinan dan bawahan. Hasil dari beberapa studi mengungkapkan bahwa sekitar 2/3 dari organisasi yang ada menggunakan arus komunikasi ini. Komunikasi horisontal dikenal sebagai komunikasi lateral atau silang dan merupakan arus pemahaman yang paling kuat dalam komunikasi. Komunikasi ini berfokus pada koordinasi tugas, penyelesaian masalah, pembagian informasi, dan resolusi konflik. Banyak pesan akan mengalir pada semua lini tanpa melalui penyaringan. Komunikasi horisontal sangat penting bagi pekerja pada tingkat bawah untuk selalu berkomunikasi antara atasan dengan bawahan. Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pimpinan kepada bawahannya. Komunikasi ke bawah untuk menyampaikan
pesan-pesan
yang
berkenaan
dengan
tugas-tugas
dan
pemeliharaan. Pesan tersebut biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijaksanaan umum, sedangkan komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Keseluruhan karyawan dalam
29
suatu organisasi kecuali yang berada pada tingkatan yang paling atas mungkin berkomunikasi ke atas. 3.1.3. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh komunikasi terhadap kinerja karyawan didukung oleh fakta-fakta penelitian sebelumnya, yaitu: 1) Chege (2014) Penelitian Chege pada tahun 2014 dengan judul The Role of Communication
on
Employee
Performance
in
Non
Government
Organizations: A Case of Save the Children. Tujuan penelitian yaitu menentukan sejauh mana bentuk komunikasi mempengaruhi kinerja karyawan di Save the Children. Studi ini menemukan bahwa bentuk-bentuk komunikasi mempengaruhi kinerja karyawan, sebagian besar diikuti dengan informasi mengenai struktur organisasi, informasi tentang proses komunikasi dan bahasa. 2) Udegbe (2012) Penelitian Udegbe tahun 2012 dengan judul Impact of Business Communication on Organizational Performance in Nigerian Companies. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dampak dari komunikasi bisnis pada kinerja organisasi dalam perusahaan. Studi ini menemukan bahwa komunikasi bisnis yang efektif ditekankan pada tingkat yang wajar. Hasil dari penelitian
tegas
menunjukkan
mempengaruhi kinerja.
bahwa
komunikasi
bisnis
umumnya
30
3) Femi (2014) Penelitian tahun 2014 oleh Femi dengan judul The Impact of Communication on Workers’ Performance in Selected Organisations in Lagos State, Nigeria. Penelitian ini menguji hubungan yang signifikan antara komunikasi dan kinerja pekerja di beberapa organisasi yang dipilih di Lagos State, Nigeria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara komunikasi yang efektif dan kinerja, produktivitas pekerja dan komitmen. Penelitian ini merekomendasikan bahwa manajer harus berkomunikasi dengan karyawan secara teratur untuk meningkatkan komitmen pekerja dan kinerja. 3.1.4. Model Pengukuran Komunikasi Komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun nonverbal antara si pengirim dengan di penerima pesan untuk mengubah tingkah laku (Muhammad, 2007). Si pengirim pesan dapat berupa seorang individu, kelompok, atau organisasi, begitu juga halnya dengan si penerima pesan dapat berupa seorang anggota organisasi, seorang kepala bagian, pimpinan, kelompok orang dalam organisasi atau organisasi secara keseluruhan. Istilah proses maksudnya bahwa komunikasi itu berlangsung melalui tahap-tahap tertentu secara terus menerus, berubah-ubah, dan tidak henti-hentinya. Proses komunikasi merupakan proses yang timbal balik karena antara si pengirim dan si penerima saling mempengaruhi satu sama lain. Arus komunikasi dari atasan ke bawahan belum tentu berjalan dengan mulus sesuai yang diharapkan karena komunikasi dipengaruhi berbagai faktor (Muhammad, 2007) yaitu:
31
1) Keterbukaan Kurangnya sifat terbuka diantara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan. Pimpinan pada umumnya tidak begitu memperhatikan arus komunikasi ke bawah. Pimpinan mau memberikan informasi ke bawah bila mereka merasa bahwa pesan itu penting bagi penyelesaian tugas, tetapi apabila suatu pesan tidak relevan dengan tugas pesan tersebut tetap dipegangnya. 2) Kepercayaan pada pesan tulisan Pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode defusi yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dengan tatap muka. 3) Pesan yang berlebihan Pesan yang begitu banyak dikirimkan secara tertulis membuat karyawan dibebani dengan memo-memo, buletin, surat-surat pengumuman, majalah dan pernyataan kebijaksanaan, sehingga banyak sekali pesan-pesan yang harus dibaca oleh karyawan. Reaksi karyawan terhadap pesan tersebut biasanya cenderung untuk tidak membacanya. 4) Ketepatan waktu pengiriman pesan Ketepatan waktu mempengaruhi komunikasi ke bawah. Pimpinan sebaiknya mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan. Pesan seharusnya dikirimkan ke bawah pada saat saling menguntungkan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan karyawan, tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada
32
saat dibutuhkan oleh karyawan maka mungkin akan mempengaruhi kepada efektivitasnya. Indikator yang akan dinilai dari variabel komunikasi berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan (Muhammad, 2007:107) yaitu: 1) Downward communication a. Pemberian instruksi kerja (job instruction) b. Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale) c. Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices) d. Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik. 2) Upward communication a. Penyampaian informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan b. Penyampaian informasi tentang persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan c. Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan d. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya. 3) Horizontal communication a. Memperbaiki koordinasi tugas b. Upaya pemecahan masalah c. Saling berbagi informasi
33
d. Upaya pemecahan konflik e. Membina hubungan melalui kegiatan bersama. Organisasi merupakan suatu kesatuan atau perkumpulan yang terdiri atas orang-orang atau bagian-bagian yang di dalamnya terdapat aktivitas kerjasama berdasarkan aturan-aturan untuk mencapai tujuan bersama. Komunikasi yang baik akan menghasilkan kerjasama yang baik, komunikasi efektif yang terjalin dapat meningkatan kinerja karyawan karena telah berhasil menunjukan kerjasama yang baik
3.2. Motivasi 3.2.1.0Pengertian Motivasi Kebutuhan seseorang merupakan dasar untuk membentuk motivasi (Amstrong, 2006:253). Kebutuhan adalah kekurangan yang dirasakan oleh seseorang pada saat tertentu yang menimbulkan tegangan sehingga menyebabkan timbulnya keinginan. Karyawan akan berusaha menutupi kekurangannya dengan melakukan suatu aktivitas yang lebih baik dalam melaksanakan pekerjaannya. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation) (Mangkunegara, 2005:61).
Motivasi
merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal”, berdasarkan pengertian di atas, maka motivasi merupakan respon pegawai terhadap sejumlah pernyataan mengenai
34
keseluruhan usaha yang timbul dari dalam diri pegawai agar tumbuh dorongan untuk bekerja dan tujuan yang dikehendaki oleh pegawai tercapai. Motivation refers to the forces within a person that affect the direction, intensity, and persis- tence of voluntary behavior (Shane dan Glinow, 2008:134). McShane dan Glinow juga mengatakan, bahwa motivasi merupakan salah satu dari empat faktor yang menggerakkan seseorang berperilaku dan menunjukkan kinerjanya. Jones dan George (2008:519) berpendapat bahwa motivasi menggambarkan bagaimana para pekerja berperilaku dalam melaksanakan pekerjaannya, bila motivasi kerja karyawan rendah akan mengakibatkan para pelanggan kecewa. Motivasi ada yang berasal dari dalam diri pekerja, dan ada pula yang berasal dari luar diri pekerja, oleh karena itu sangat penting mendorong agar karyawan memiliki motivasi yang tinggi agar kinerjanya tinggi, dan mampu memuaskan para pelanggan. Organisasi akan menjadi efektif bila anggota organisasi termotivasi untuk memiliki kinerja pada tingkat yang lebih tinggi. 3.2.2. Teori Motivasi Teori motivasi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu teori motivasi dengan pendekatan isi atau kepuasan (content theory), teori motivasi dengan pendekatan proses (process theory) dan teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement theory). Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Kebutuhan karyawan yang tidak terpenuhi membuat karyawan akan menunjukkan perilaku kecewa, sebaliknya jika kebutuhannya terpenuhi maka karyawan tersebut akan memperlihatkan perilaku
35
yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya. Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku karyawan, karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya. Teori motivasi kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow, pada teori ini, manusia termotivasi untuk berperilaku atau melakukan kegiatan karena adanya berbagai kebutuhan hidup (Daft, 2010:444). Maslow memandang bahwa manusia termotivasi karena lima kebutuhan yang tersusun sebagai sebuah hierarki. Manusia akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan apa saja yang paling kuat baginya pada suatu saat tertentu. Kekuatan suatu kebutuhan tergantung dari situasi yang sedang berjalan dan pengalaman individu itu, mulai dari kebutuhan fisik paling mendasar yang harus dipenuhi sampai terpuaskan kebutuhan pada tingkat
yang lebih tinggi. Hirarki kebutuhan tersebut
umumnya dipenuhi secara sistematis, artinya bahwa kebutuhan yang sudah dipenuhinya akan ditinggalkan untuk memenuhi kebutuhan pada tingkatan berikutnya yang berada pada tingkatan lain, demikian seterusnya pola ini akan dijalankan, sehingga apabila kebutuhan yang satu telah dipenuhi maka manusia akan termotivasi memenuhi kebutuhan yang lainnya. Konsep hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow adalah: 1) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) yaitu penggunaan potensi diri, pertumbuhan, perkembangan diri seperti menyelesaikan penugasanpenugasan
yang bersifat menantang, melakukan pekerjaan kreatif dan
pengembangan keterampilan.
36
2) Kebutuhan harga diri (esteem needs) yaitu status
atau
kedudukan,
kepercayaan diri, pengakuran, reputasi dan prestasi, apresiasi, kehormatan diri, penghargaan seperti kekuasaan, ego, promosi, hadiah, status, simbol, pengakuan, jabatan, penghargaan. 3) Kebutuhan sosial (social needs) yaitu cinta,
kasih sayang, persahabatan,
perasaan memiliki dan diterima dalam kelompok, kekeluargaan dan sosiasi seperti kelompok-kelompok kerja formal dan informal, kegiatan-kegiatan yang disponsori perusahaan atau acara-acara peringatan. 4) Kebutuhan keamanan dan rasa aman (safety and security needs) yaitu perlindungan dan stabilitas seperti pengembangan karyawan, kondisi kerja yang aman, rencana-rencana senioritas serikat kerja, tabungan, uang pesangon, jaminan pensiun, asuransi, sistem penanganan keluhan. 5) Kebutuhan fisiologis (phisiological needs) yaitu makan, minum, perumahan, seks, istirahat, ruang istirahat, udara bersih untuk bernafas, air untuk minum, liburan, cuti, balas jasa dan jaminan sosial, periode istirahat on the job. Frederick
Herzberg
(Mullins,
2005:486)
memiliki
teori
yang
mempengaruhi motivasi kerja menjadi dua faktor yaitu: (1). Faktor yang menyebabkan ketidakpuasan (Hygiene/Maintenance); akan tetapi berhubungan langsung dengan timbulnya suatu ketidakpuasan kerja (Dissatiesfier), sehingga faktor hygiene tidak dapat digunakan sebagai alat motivasi tapi lebih kepada menciptakan kondisi yang mencegah timbulnya ketidakpuasan. Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya
37
adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik). Faktor-faktor dalam hygiene yaitu gaji, upah dan tunjangan lainnya, kebijakan perusahaan dan administrasi, hubungan baik antar-pribadi, kualitas pengawasan, keamanan pekerjaan, kondisi kerja dan keseimbangan kerja dan hidup. (2). Faktor penyebab kepuasan kerja (Motivator) yang langsung berhubungan
dengan
isi
pekerjaan
(Job
Content)
atau
faktor-faktor
intrinsik. Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dan sebagainya. Faktor-faktor yang termasuk adalah kondisi kerja, hubungan antar pribadi, kebijaksanaan perusahaan dan pelaksanaannya, teknik pengawasan dan perasaan aman dalam bekerja. Teori kebutuhan McClelland (McClelland’s Theory of needs) yang dikembangkan oleh David McClelland berfokus pada tiga kebutuhan (Ivanko, 2012:76) yaitu: 1) Kebutuhan pencapaian (need for achievement) : dorongan untuk berprestasi dan mengungguli, mencapai standar-standar, dan berusaha keras untuk berhasil. 2) Kebutuhan akan kekuatan (need for power) : kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya. 3) Kebutuhan hubungan (need for affiliation) : hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.
38
McClelland menjelaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil, hal ini membuat seseorang melakukan sesuatu yang lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa pencapaian, kekuasaan atau kekuatan dan hubungan merupakan tiga kebutuhan penting yang dapat membantu
menjelaskan motivasi. Kebutuhan pencapaian merupakan
dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, dan berjuang untuk berhasil. Kebutuhan kekuatan dapat membuat orang lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya dan kebutuhan hubungan merupakan keinginan antar personal yang ramah dan akrab dalam lingkungan organisasi. Teori motivasi McClelland merupakan teori yang paling banyak mendapatkan dukungan terutama kaitannya dengan pencapaian dan produktivitas selain teori hierarki kebutuhan Maslow (Robbins dan Judge, 2007:260). Hasil akhir dari tindakan menggerakkan motivasi berprestasi adalah tercapainya kinerja yang optimal, dengan demikian dapat dikatakan disini bahwa kinerja perusahaan secara keseluruhan sangat ditentukan oleh seberapa efektif motivasi yang dilakukan. 3.2.3. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan didukung oleh fakta-fakta penelitian sebelumnya, yaitu: 1) Zameer, et al (2014) Penelitian yang dilakukan Zameer berjudul The Impact of the Motivation on the Employee’s Performance in Beverage Industry of Pakistan.
39
Motivasi memainkan peran penting dalam semua organisasi publik dan swasta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dampak motivasi terhadap kinerja karyawan dari industri minuman di Pakistan. Hasil dari penelitian ini mengeksplorasi bahwa motivasi memainkan peranan penting terhadap kinerja karyawan di industri minuman Pakistan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi dalam industri minuman Pakistan secara signifikan dapat mempengaruhi kinerja karyawan, bahwa jika manajemen puncak menempatkan fokus pada motivasi karyawan maka akan berpengaruh terhadap peningkatan positif dalam kinerja karyawan. 2) Tiwari (2014) Penelitian oleh Tiwari tahun 2014 berjudul Motivational Programme and its Impact on Employee Performance at J.P. Cement Plant Rewa Madhya Pradesh, India. Motivasi sangat penting untuk perkembangan kinerja dan keberhasilan setiap karyawan, dalam penelitian ini upaya telah dilakukan untuk mempelajari program motivasi dan dampaknya terhadap kinerja karyawan di J.P. Cement Plant Rewa Madhya Pradesh, India. Studi menunjukkan program motivasi berdampak positif terhadap kinerja karyawan. 3) Ali, et al (2012) Penelitian tahun 2012 berjudul Impact of Motivation on the working performance of employees- A case study of Pakistan ini mengkaji peran motivasi terhadap kinerja karyawan, kebiasaan bekerja sebagai faktor yang paling penting dalam proses kerja karyawan, kedua setelah faktor kebiasaan bekerja, faktor motivasi memiliki pengaruh paling besar pada proses kerja
40
karyawan. Faktor ketiga yaitu, teknologi mempengaruhi proses kerja karyawan. Faktor yang terakhir yaitu sikap yang mempengaruhi dalam proses kerja karyawan. Hasil temuan kerja ini menyimpulkan bahwa efek dari semua faktor kerja pada proses kerja karyawan cukup efektif, sebagian besar responden memastikan bahwa kebiasaan bekerja memiliki dampak yang paling kuat dalam proses kerja karyawan. 3.2.4.0Model Pengukuran Motivasi Karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi (Mangkunegara, 2005:68) yaitu: 1) Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya; 2) Melakukan sesuatu dengan mencapai kesuksesan; 3) Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan; 4) Berkeinginan menjadi orang terkenal dan menguasai bidang tertentu; 5) Melakukan hal yang sukar dengan hasil yang memuaskan; 6) Mengerjakan sesuatu yang sangat berarti dan 7) Melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain. Indikator yang akan dinilai dari variabel motivasi berdasarkan pada teori tiga kebutuhan McClelland yaitu motivasi yang didasarkan dari kekuatan yang ada pada diri manusia, seseorang dianggap memiliki motivasi apabila dia mempunyai keinginan berprestasi lebih baik daripada yang lain pada banyak situasi. Teori tiga kebutuhan McClelland antara lain: 1) Kebutuhan pencapaian (need for achievement) yaitu antara lain: a) Keinginan untuk maju; b) Bertanggungjawab; c) Rasa ingin tahu tinggi; d) Berani menerima resiko dan e) Melakukan sesuatu secara kreatif dan inovatif.
41
2) Kebutuhan akan kekuatan (need for power) yaitu antara lain: a) Keinginan menjadi pemimpin; b) Keinginan mempunyai pengaruh atas orang lain; c) Membuat orang lain terkesan kepadanya; d) Selalu menjaga reputasi dan kedudukannya dan e) Persaingan sehat. 3) Kebutuhan hubungan (need for affiliation) yaitu antara lain: a) Hubungan yang baik dengan rekan kerja; b) Komunikasi yang baik dengan rekan kerja; c) Kerjasama dengan rekan kerja; d) Saling membutuhkan dan e) Menjalin persahabatan.
3.3..Disiplin Kerja 3.3.1.0Pengertian Disiplin Kerja “Discipline is indispensable to management control. Ideally, it should serve as a corrective mechanism to prevent serious harm to the organization” (Cascio, 2004:438), disiplin adalah kebutuhan mutlak bagi pengawasan managemen. Idealnya disiplin seharusnya bertugas sebagai alat korektif guna menangkal bahaya yang serius untuk organisasi. Disiplin
sebagai
bentuk
pengendalian
diri
karyawan
dengan
pelaksanaannya yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan kerja dalam suatu organisasi. Pendisiplinan karyawan yang diterapkan pada perusahaan merupakan bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga karyawan secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif serta meningkatkan efektivitas kerjanya. Disiplin digunakan manajemen untuk mengarahkan karyawan sehingga mereka taat dan mengikutinya, karyawan akan mencerminkan tingkah laku yang
42
sesuai dengan peraturan-peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak yang pada akhirnya ditujukan untuk mencapai efektivitas kerja perusahaan. Prespektif dalam manajemen sumber daya manusia, karyawan atau orang-orang yang bekerja dalam suatu perusahaan merupakan salah satu kunci utama yang penting untuk meraih keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan oleh karena itu perusahaan dapat menentukan atau menggambil keputusan dengan tepat dan benar mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan dalam perusahaan. Sumber daya manusia adalah salah satu faktor dalam menentukan sukses dan tidaknya perusahaan, maka untuk mencapai hal tersebut di atas di perlukan suatu pedoman atau aturan sebagai usaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Disiplin menurut Dessler (2002:375) didefinisikan sebagai prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan, karena suatu peraturan atau prosedur telah dilanggar. Disiplin itu sendiri diartikan sebagai kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peratuan yang berlaku dalam organisasi. Disiplin merupakan sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah diterapkan, yaitu suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi. Sikap dan perilaku seseorang didorong oleh adanya kontrol diri yang kuat, artinya sikap dan perilaku untuk mentaati peraturan organisasi muncul dari dalam dirinya. Niat yang muncul dapat diartikan sebagai keinginan untuk berbuat sesuatu atau kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh berbagai inisiatif dan kehendak untuk mentaati peraturan yang artinya karyawan dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata
43
patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku, tetapi juga mempunyai kehendak untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan dalam perusahaan. Karyawan yang disiplin dan menaati tata tertib, menaati semua normanorma dan peraturan yang berlaku dalam organisasi atau instansi akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktivitas. Perusahaan dengan karyawan yang tidak disiplin, akan sulit melaksanakan program-programnya untuk meningkatkan produktivitas dan akan tidak mungkin untuk dapat merealisasikan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, oleh sebab itu seorang pemimpin yang baik harus berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik dan juga harus memberikan contoh dalam menjalankan disiplin yang baik. Kesimpulan dari beberapa definisi adalah, disiplin merupakan sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati segala peraturan dan tata tertib yang berlaku disekitarnya. Disiplin dalam kehidupan suatu organisasi ditujukan agar karyawan bersedia dengan sukarela mematuhi dan mentaati segala peraturan dan tata tertib yang berlaku tanpa paksaan, setiap karyawan dapat mengendalikan diri dan mematuhi norma yang berlaku dalam organisasi, maka hal ini akan menjadi modal utama yang amat penting dalam pencapaian tujuan yang diinginkan, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat kedisiplinan yang dimiliki seorang karyawan maka akan semakin tinggi pula kinerja karyawan. Usaha dalam menegakkan kedisiplinan diperlukan adanya aturan-aturan berupa sanksi hukuman bagi para pegawai yang melanggar tata tertib dan tidak
44
melaksanakan kewajiban dengan baik, sehingga pada akhirnya menimbulkan suasana tertib dalam melaksanakan pekerjaan. Tujuan sanksi dan hukuman tersebut adalah memperbaiki dan mendidik agar tidak melakukan pelanggaran disiplin, sehingga diharapkan tercipta tata tertib kelancaran tugas. Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri dan pelaksanaan yang teratur serta menunjukan tingkat kesungguhan tim kerja didalam suatu organisasi, oleh sebab itu menumbuhkan disiplin membutuhkan kebiasaan-kebiasaan positif dalam lingkungan perusahaan, sehingga dengan kebiasaan positif itu karyawan akan terbiasa dengan berdisiplin tanpa merasa terpaksa atau tekanan dari luar. 3.3.2. Jenis-Jenis Disiplin Kerja Disiplin menurut Weither dan Davis (2002:515) adalah perbuatan manajemen yang mendorong pemenuhan standar organisasi, hal tersebut dapat dilaksanakan secara preventif, korektif serta progresif, berikut tipe kegiatan pendisiplinan: 1) Disiplin Preventif Kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. 2) Disiplin Korektif Kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.
45
3) Disiplin Progresif Hukuman yang diberikan lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Sasaran pokok dari disiplin preventif adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan, dengan cara ini para karyawan dapat menjaga disiplin diri mereka tidak karena terpaksa. Manajemen harus mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan suatu iklim disiplin preventif di mana berbagai standar diketahui dan dipahami, bila karyawan tidak mengetahui standar-standar apa yang harus dicapai, mereka cenderung menjadi salah arah. Manajemen hendaknya menetapkan standar-standar secara positif dan bukan secara negatif, karyawan biasanya perlu mengetahui alasan-alasan yang melatarbelakangi suatu standar agar mereka dapat memahami dan menjalankannya. Disiplin
progresif
dijalankan
dengan
tujuan
untuk
memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman yang lebih serius diberikan. Disiplin progresif memungkinkan manajemen untuk membantu karyawan memperbaiki kesalahannya. Tahapan pendisiplinan dapat diawali dengan teguran secara lisan, setelah itu teguran tertulis, kemudian skorsing dari pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, penurunan jabatan (demosi), dan bentuk tindakan pendisiplinan terakhir yang dapat diambil oleh manajemen perusahaan adalah pemecatan. Urutan tindakan pendisiplinan tersebut di atas disusun berdasarkan atas dasar tingkat berat atau kerasnya hukuman, khusus untuk pelanggaran-pelanggaran serius tertentu, dapat dikecualikan dari disiplin progresif, dan karyawan tersebut dapat langsung
46
dipecat, tanpa harus lagi melalui susunan tindakan pendisiplinan yang ditetapkan perusahaan. 3.3.3. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan didukung oleh fakta-fakta penelitian sebelumnya, yaitu: 1) Chirasha (2013) Penelitian Chirasha dengan judul Management of Discipline for good Performance: A theoretical perspective. Sistem organisasi dalam menangani masalah disiplin memiliki pengaruh pada perilaku dan sikap karyawan. Evaluasi disiplin manajemen yang berbeda akan memberi keuntungan bagi organisasi
dalam
Disimpulkan
mengelola
bahwa
sistem
disiplin
untuk
manajemen
keunggulan
disiplin
tidak
kompetitif. selamanya
mempengaruhi motivasi dan komitmen karyawan. Analisis pendekatan disiplin ilmu yang berbeda, mengarahkan pada kebutuhan untuk membuat disiplin mekanisme korektif, dan bukan alat hukuman untuk kinerja yang lebih baik. Hasil penelitian menunjukkan manajemen disiplin yang berbeda akan memberi pengaruh positif untuk performa yang lebih baik. 2) Kurniawan dan Santoso (2012) Penelitian berjudul Analisis Pengaruh Kepemimpinan, Disiplin Kerja, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Prima Zirang Utama Semarang oleh Kurniawan dan Santoso. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan kepemimpinan, disiplin kerja dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja, Berdasarkan hasil pengujian t, terbukti
47
bahwa secara parsial, kepemimpinan, dan disiplin kerja tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap kinerja, sedangkan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. 3) Alexander (2000) Alexander
melakukan
penelitian
yang
berjudul
“Employee
Performance and Discipline Problems: A New Approach”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bekerja sama secara efektif mengelola kinerja karyawan dan masalah disiplin merupakan cara lebih lanjut di mana mereka dapat menemukan solusi yang bertanggung jawab. 3.3.4. Model Pengukuran Disiplin Kerja Hasibuan (2005:194) mengatakan, pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, berikut indikator yang akan dinilai dari variabel disiplin kerja di antaranya: 1) Tujuan dan kemampuan Tujuan dan kemampuan ini mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin
dalam
mengerjakannya,
namun
jika
pekerjaan
itu
diluar
kemampuannya atau jauh di bawah kemampuannya maka kesungguhan dan kedisiplinan karyawan rendah.
48
2) Teladan pimpinan Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinanan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai dengan perbuatan, dengan teladan pimpinan yang baik maka kedisiplinan bawahan akan ikut baik, jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani bawahannya,
hal
inilah
yang
mengharuskan
pimpinan
mempunyai
kedisiplinan yang baik agar para bawahan pun mempunyai disiplin yang baik pula. 3) Balas Jasa Balas jasa atau gaji merupakan kesejahteraan yang mempengaruhi kedisiplinan karyawan, karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan, jika kecintaan karyawan semakin tinggi terhadap pekerjaan kedisiplinan akan semakin baik. Kedisiplinan karyawan yang baik dapat terwujud apabila perusahaan memberikan balas jasa yang sesuai atau relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarga. Balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan, artinya semakin besar balas jasa yang diterima maka semakin baik kedisiplinan karyawan, dan apabila balas jasa
49
yang diterima kecil atau kurang sesuai maka kedisiplinan karyawan rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik. 4) Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijakan dalam pemberian balas jasa atau hukuman akan tercipta kedisiplinan yang baik. Manajer yang baik dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua karyawan, dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. 5) Waskat (pengawasan melekat) Waskat adalah tindakan nyata paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan, dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengatasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. 6) Sanksi hukuman Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan, dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan. Berat atau ringan sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan karyawan.
50
7) Ketegasan Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan, pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk memberikan sanksi sesuai dengan yang telah ditetapkan perusahaan sebelumnya, dengan demikian pimpinan akan dapat memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan. 8) Hubungan kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi diantara semua karyawan. Kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik. 3.4. Kinerja 3.4.1. Pengertian Kinerja Kinerja karyawan merupakan perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan pekerjaan dalam organisasi dan suatu hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan kerja diberbagai kegiatan organisasi. Kinerja karyawan merupakan prestasi kerja yang dicapai dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pelaku dalam kegiatan dapat berupa orang atau organisasi sehingga dapat dikatakan kinerja individu atau organisasi adalah hasil kerjanya menurut ukuran tertentu dalam kurun waktu tertentu untuk pekerjaan yang bersangkutan. Armstrong (2006:498) menyatakan
51
bahwa kinerja adalah perpaduan antara perilaku (behavior) dan hasil (output) karyawan dalam menuntaskan pekerjaan (outcome). Kinerja pekerja merupakan kombinasi dari hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Hasil kerja harus dicapai dengan berperilaku tertentu sesuai standar dan tidak boleh sekehendak hati pekerja, demikian juga untuk mencapai hasil tertentu diperlukan sifat pribadi tertentu. Kombinasi antara hasil kerja dengan perilaku kerja diperlukan karena sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan dimasukkan ke dalam dimensi perilaku kerja. Hubungan komunikasi, motivasi serta disiplin dengan kinerja didukung oleh hasil penelitian Yusuf (2012), penelitian menunjukkan bahwa komunikasi, motivasi dan disiplin karyawan mampu memberikan pengaruh terhadap kinerja karyawan. Seseorang yang mempunyai pekerjaan menantang, kemungkinan besar menjadi puas dan termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik, begitu juga dengan tantangan, kemajuan dan perkembangan seseorang baik yang diperoleh melalui pendidikan atau pengalaman merupakan motivator dalam mencapai kinerja yang lebih baik. Perusahaan sangat membutuhkan individu dengan kinerja tinggi untuk tercapainya tujuan perusahaan dan akhirnya untuk mencapai keunggulan bersaing. Kinerja yang rendah dan tidak mencapai tujuan-tujuan bisa menyebabkan kegagalan personal, kinerja jika diakui oleh orang lain dalam organisasi seringkali dihargai dengan imbalan finansial dan keuntungan-keuntungan lainnya. Kinerja merupakan salah satu faktor persyaratan untuk pengembangan karir keberhasilan di pasar tenaga kerja.
52
3.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Kinerja menurut Wirawan (2009:5), adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu
tertentu.
Faktor
yang
mempengaruhinya
secara
umum
dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan (Wirawan, 2009:54). 1. Hasil kerja merupakan keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa yang dapat dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya. Pengukuran kinerja melalui hasil kerja pekerja sejalan dengan pendapat Peter Drucker melalui teori Management by Objectives (MBO). Seorang pekerja dinilai melalui hasil kerjanya baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. 2. Perilaku kerja ketika berada di tempat kerja, karyawan memiliki dua perilaku, yaitu perilaku pribadi dan perilaku kerja. Perilaku pribadi merupakan perilaku yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: cara berjalan, cara berbicara, dan sebagainya. Perilaku kerja merupakan perilaku pekerja yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: kerja keras, ramah, disiplin, dan sebagainya. Perilaku kerja dicantumkan dalam standar kinerja, prosedur kerja, kode etik, dan peraturan organisasi. Perilaku kerja dapat dikelompokkan menjadi perilaku kerja umum dan khusus. Perilaku kerja umum merupakan perilaku yang diperlukan semua jenis pekerjaan, misalnya: loyal pada organisasi, disiplin, dan bekerja keras. 3. Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan seseorang memiliki banyak sifat pribadi yang dibawa sejak lahir dan diperoleh ketika dewasa dari
53
pengalaman dalam pekerjaan. Sifat pribadi yang dinilai hanyalah sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: penampilan, sikap terhadap pekerjaan, jujur, cerdas, dan sebagainya. Penyusunan evaluasi menggunakan sifat pribadi mudah dan universal, karena hanya menentukan indikator sifat pribadi dan deskripsi level kinerja dalam bentuk kata sifat dan angka. 3.4.3. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh komunikasi, motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan didukung oleh fakta-fakta penelitian sebelumnya, yaitu: 1) Anyim, et all (2012) Anyim melakukan penelitian berjudul Motivation and Employees’ performance in the Public and Private Sectors in Nigeria pada tahun 2012. Manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk mendapatkan yang terbaik dari karyawan dan menciptakan sebuah lingkungan di mana kepuasan kerja dan kinerja dapat ditingkatkan. Penelitian ini membahas motivasi dan kinerja karyawan di sektor publik dan swasta di Nigeria. Hasil penelitian menyebutkan faktor kepuasan kerja karyawan dapat meningkatkan prestasi kerja. Kesimpulan menunjukkan bahwa jika rekomendasi dalam makalah ini diadopsi, maka akan menguntungkan bagi perusahaan dan karyawan dalam peningkatan kinerja. 2) Abdulsalam, et all (2012) Penelitian berjudul Motivation and Job Performance of Academic Staff of State Universities in Nigeria: The Case of Ibrahim Badamasi Babangida
54
University, Lapai, Niger State tahun 2012 oleh Abdulsalam, dalam studi ini mengkaji hubungan antara motivasi dan kinerja. Pearson alat statistik korelasi dan regresi linier digunakan untuk menentukan hubungan serta pengaruh motivasi pada kedua pengajaran dan penelitian pertunjukan. Hasilnya menunjukkan korelasi positif moderat antara motivasi dan kinerja mengajar; dan korelasi negatif yang lemah antara motivasi dan penelitian kinerja, lebih lanjut menunjukkan bahwa motivasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja mengajar tetapi tidak mengerahkan pengaruh signifikan terhadap kinerja penelitian. 3) Yusuf (2012) Penelitian
Yusuf
pada
tahun
2012
dengan
judul
Pengaruh
Kepemimpinan, Komunikasi, Motivasi Kerja, dan Kedisiplinan Terhadap Kinerja Karyawan PT. Komatsu Remanufacturing Asia Plant Sudirman Di Departemen Produksi Balikpapan, tujuan penelitian adalah untuk menentukan apakah kepemimpinan, komunikasi, motivasi, dan disiplin secara bersamaan berpengaruh terhadap kinerja karyawan, berdasarkan analisis data yang telah disajikan dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan, komunikasi, motivasi kerja dan disiplin karyawan bekerja sama telah dikaitkan dengan kinerja karyawan.
Penelitian
menunjukkan
bahwa
variabel
kepemimpinan,
komunikasi, motivasi diri dan disiplin karyawan juga mampu memberikan pengaruh terhadap kinerja karyawan.
55
3.4.4. Model Pengukuran Kinerja Kinerja berhubungan erat dengan masalah produktivitas karena sebagai indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi, berkaitan dengan hal tersebut penetapan standar kinerja dan penilaian kinerja seorang karyawan merupakan hal yang sangat penting dalam organisasi. Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai seberapa baik karyawan telah melaksanakan pekerjaannya dan apa yang harus mereka lakukan untuk menjadi lebih baik di masa mendatang, hal ini dilaksanakan dengan merujuk pada isi pekerjaan yang mereka lakukan dan apa yang mereka harapkan untuk mencapai setiap aspek dari pekerjaan mereka. Dimensi kinerja menurut Armstrong (2006:507) antara lain: 1) Achievement of objectives; 2) Competence; 3) Quality; 4) Contribution to team; 5) Customer care; 6) Working relationships; 7) Productivity; 8) Flexibility; 9) Skills/learning targets; 10) Aligning personal objectives with organizational goals; 11) Business awareness dan 12) Financial awareness. Standar kinerja yang tidak tercapai bisa disebabkan oleh individu karyawan yang bersangkutan seperti kurang upaya serta tidak mengaplikasikan keterampilan dan kemampuan yang dimiliki, kurang minat, tindakan negatif atau tidak kooperatif, gagal melaksanakan prioritas yang ditetapkan, kurang pengetahuan dan keterampilan, tidak memahami tugas atau sasarannya dan rasa kurang percaya diri. Karyawan dan manajer harus melakukan upaya koreksi perbaikan kinerja dengan tujuan untuk mengklarifikasi harapan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan. Karyawan harus bersedia memperbaiki dirinya dan manajer harus memberi bantuan yang
56
diperlukan melalui pembinaan, memberi pengetahuan atau keterampilan tambahan, menyiapkan dan mengimplementasikan rencana tindakan yang melibatkan kedua belah pihak. Penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk mereward kinerja sebelumnya (to reward past performance) dan untuk memotivasi demi perbaikan kinerja pada masa yang akan datang (to motivate future performance improvement), serta informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja ini dapat digunakan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi, pelatihan dan penempatan
tugas-tugas
tertentu
Gomes (2003:135).
Gomes
(2003:142)
mengungkapkan beberapa dimensi atau kriteria yang perlu mendapat perhatian dalam mengukur kinerja, berikut indikator yang akan dinilai dari variabel kinerja antara lain : 1) Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. 2) Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 3) Job
knowledge, yaitu
luasnya
pengetahuan
mengenai
pekerjaan
dan
dimunculkan
dan
keterampilannya. 4) Creativeness, yaitu
keaslian
gagasan-gagasan
yang
tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5) Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain sesama anggota organisasi.
57
6) Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan menyelesaikan pekerjaan. 7) Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya. 8) Personal
qualities, yaitu
menyangkut
kepribadian,
kepemimpinan,
keramahtamahan dan integritas pribadi. Kinerja dapat berupa penampilan hasil kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah
individu dalam organisasi, dan apabila dalam
organisasi setiap individu bekerja dengan baik, berprestasi, bersemangat serta memberikan kontribusi terbaik mereka terhadap organisasi, maka kinerja organisasi secara keseluruhan juga akan baik. Kinerja organisasi merupakan cermin dari kinerja individu, dimana kinerja individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pengetahuan, keterampilan, kemampuan, motivasi dan peran.
3.5..Kerangka Pemikiran 3.5.1. Pengaruh komunikasi terhadap kinerja karyawan Komunikasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, semakin lancar dan cepat komunikasi yang dilakukan akan semakin cepat pula dapat terbinanya hubungan kerja yang baik (Ardana et all, 2012:138). Kualitas manajemen sebuah perusahaan dinilai dari proses karyawannya berkomunikasi dan komunikasi efektif yang terjalin dapat ditunjukkan dengan peningkatan kinerja karyawan karena telah berhasil menunjukkan kerjasama yang
58
baik. Kerjasama antar SDM di lingkungan organisasi yang terjalin dengan baik akan mampu meningkatkan kinerja kearah yang baik pula. 3.5.2. Pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan Motivasi menggambarkan bagaimana para pekerja berperilaku dalam melaksanakan
pekerjaannya (Jones & George, 2008:519). Mangkunegara
(2005:61) menyatakan : “motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal”. 3.5.3. Pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan Disiplin adalah kebutuhan mutlak bagi pengawasan manajemen (Cascio, 2004:438). Pendisiplinan karyawan yang diterapkan pada perusahaan merupakan bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga karyawan secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif serta meningkatkan efektivitas kerjanya, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat kedisiplinan yang dimiliki seorang karyawan maka akan semakin tinggi pula kinerja karyawan. Hubungan antara variabel-variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:
59
Komunikasi (X1)
H1
Motivasi (X2)
Kinerja (Y)
H2 Disiplin kerja (X3)
H3
H4 Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
3.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian, kajian teori dan kerangka pemikiran penelitian yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukkan sebagai berikut: H1
:Komunikasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Ideal Formica Purnatata.
H2
:Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Ideal Formica Purnatata.
H3
:Disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Ideal Formica Purnatata.
H4
:Komunikasi,
motivasi
dan
disiplin
kerja
bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Ideal Formica Purnatata.