BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahalu Setelah
dilakukan
pengamatan
di
perpustakaan
Sastra
Arab,
Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU), terdapat beberapa skripsi yang
menggunakan
kajian
Sosiologi.
Adapun
tinjauan
pustaka
yang
menggunakan kajian sosiologi tersebut yaitu : 1. Nurul Fitriani (010704006), mahasiswa Sastra Arab Fakutas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan judul “Analisis Sosiologi Novel Suquth El Imam Karya Nawal El-Sadawi” melalui Pendekatan Sosiologi Sastra yang membahas tentang unsur sosiologi sastra yang tersirat
pada novel
karya Nawal El-Saadawi dengan menggunakan teori Wellek dan Warren digabungkan dengan teori Ian Watt dengan teori Burhan Nurgiyantoro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai sosiologi sastra yang tersirat dalam novel tersebut adalah tiga pesan moral, dua pesan religious, dan dua pesan kritik social. Setiap pesan tersebut memiliki tujuan masing-masing. 2. Desi Damayanthi (070704016), dengan judul Analisis Sosiologis Norma Sosial dan Nilai Sosial pada Buku
ﻧﺼﺌﺢ ﻣﻦ ﺍﻻﻣﺎﻡ ﻋﻠﻰ ﻛﺮﻡ ﷲ ﻭﺟﻬﻪ ﺍﻟﻰ
ﺍﻻﻣﺮﺍء/ Naṣā iḥu min al -imāmi a’li karama Allāhu wajhahu ilā al-umarāi / The Best Advices of Sayyidina Ali for Leader/ Nasehat-Nasehat Imam Ali r.a kepada Negarawan yang membahas
norma sosial dan nilai sosial
menggunakan teori Endraswara dan Narwoko. Hasil pada penelitian ini 9 Universitas Sumatera Utara
menunjukkan Norma Sosial dengan kategori folkways, mores, dan hukum berjumlah 10. Folkways ada 2 yaitu folkways yang menunjukkan norma kesusilaan yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat berfungsi
dan
folkways
yang
sebagai
wujud
konkret
menunjukkan dari
nilai
norma yang
kesusilaan
ada
di
yang
masyarakat.
Kemudian yang menunjukkan mores ada 3 yaitu mores yang menunjukkan norma hukum yang berfungsi sebagai suatu standar atau sala dari berbagai kategori tingkah laku masyarakat, hukum yang menunjukkan norma agama yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat, hukum yang menunjukkan norma hukum yang berfungsi sebagai wujud konkret dari nilai yang ada di masyarakat, hukum yang menunjukkan norma kesusilaan yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat, dan hukum yang menunjukkan norma hukum yang berfungsi sebagai
suati
standar
atau
skala
dari
berbagai
kategori
tingkah
laku
masyarakat. 3. Karlina (050407039), dengan judul Analisis Pesan Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa A.S dan Khidir A.S pada Surah Al-Kahfi ayat 60-82 dalam Alqur’an. Penelitian tersebut membahas tentang Pesan moral dan konflik dengan
menggunakan
teori
Nurgiyantoro,
kajian
struktural
dalam
menganalisis pesan moral dan ditinjau dari sosiologi sastra. Adapun hasil penelitian ini adalah pesan moral yang terdapat pada QS: 18, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 68, 69, 70, 71, 73, 76, 77, 79, 80, 81, dan 82. Pesan religius terdapat pada QS: 18, 61, 63, 65, 66, 68, 69, 74, 76, 80, 81, dan 82. Kritik 10 Universitas Sumatera Utara
sosial terdapat pada QS: 18, 71, 74, 79, dan 82. Bentuk penyampaian pesan moral secara langsung pada QS: 18, 60, 63, 64, 66, 67, 68, 70, 73, 76, 78, 79, 80, 81, dan 82. Bentuk penyampaian pesan moral secara tidak langsung terdapat pada QS: 18, 61, 65, 69, 71, 72, 74, 75, dan 77 dan bentuk konflik terdapat pada QS: 18. 60 termasuk dalam konflik internal, sedangkan yang termasuk dalam konflik eksternal adalah adalah QS: 18, 62, 70, 71, 73, 74, 77, dan 79. Sedangkan pada penelitian ini berjudul “Analisis Sosiologi Sastra Dalam Novel
ﺍَﺣْ َﻼ ُﻡ ﺍﻟﻨﱢ َﺴﺎ ِء ْﺍﻟ َﺤ ِﺮ ِﻳﻢ/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-
Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi yang berbeda objek dengan peneliti sebelumnya dan menganalis tentang unsur sosiologi sastra yang tersirat dan apa yang menjadi tujuan yang disampaikan dengan menggunakan teori Wallek dan Warren didukung dengan teori Burhan Nurgiyantoro. Sosiologi
sastra
mempertimbangkan
adalah
keterlibatan
penelitian struktur
terhadap
karya
sosialnya.
sastra
Dengan
dengan demikian,
penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah maupun aplikasi praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannyan dengan perubahan sturktur sosial yang terjadi disekitarnya (Ratna, 2003: 25). Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang Dengan
mengalami demikian,
sensasi-sensasi sastra
juga
dalam dibentuk
kehidupan oleh
empirik
masyarakatnya,
masyarakatnya. sastra
berada
11 Universitas Sumatera Utara
dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul
pemahaman
bahwa
sastra
memiliki
keterkaitan
timbal-balik
dalam
derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan
antara
sastra
dengan
kenyataan
masyarakat
dalam
berbagai
dimensinya (Endraswara, 2013: 78). Novel adalah
telah
bentuk
banyak
prosa
menarik
yang
di
perhatian
dalamnya
dari
banyak
mengandung
kalangan.
tokoh,
Novel
perilaku
dan
cerminan kehidupan masyarakat. Menurut Aziez dan Abdul, novel merupakan suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh
dan
peristiwa-peristiwa
rekaan
atau
nyata
(Aziez
dan
Abdul
2010:2). 2.2 Landasan Teori Peneliti menggunakan teori yaitu teori Wellek dan Warren (2014:100) untuk melihat pesan moral, pesan religius, dan pesan kritik sosial. Teori Pendekatan sejumlah
Sosiologi definisi
menggambarkan
tiga
Sastra
Menurut
Wellek
mengenai
sosiologi
permasalah
yang
dan
sastra.
harus
dikaji
Warren
(2014:100)
ada
Wellek
dan
Warren
dalam
sosiologi
sastra
Masalah
yang
antara lain : 1. Sosiologi
pengarang,
profesi
pengarang,
institusi
sastra.
berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar sastra.
12 Universitas Sumatera Utara
2. Isi karya sastra, tujuan serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. 3. Sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra. Peneliti menganalisis karya Fatima Mernissi berjudul
ﺍَﺣْ َﻼ ُﻡ ﺍﻟﻨﱢ َﺴﺎ ِء ْﺍﻟ َﺤ ِﺮ ِﻳﻢ
/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’
dengan
pendekatan sosiologi sastra dan mengunakan teori Wellek dan Warren pada nomor dua yaitu sosiologi sastra yang diteliti adalah unsur sosiologi yang tersirat dalam sebuah karya dan apa yang menjadi tujuan yang tersirat dalam sebuah karya. Di dukung dengan teori Burhan Nurgiyantoro yang menjelaskan unsurunsur yang diteliti adalah unsur yang tersirat yang mempengaruhi sebuah karya sastra, dan hal-hal yang tersirat yang menggambarkan pola-pola masyarakat meliputi pesan moral, pesan religius, dan pesan kritik sosial (Nurgiyantoro 2013:429-461). 1. Pesan Moral Moral berdasarkan Kamus Modern Bahasa Indonesia adalah pengertian ajaran yang mengajarkan agar mengetahui baik dan buruk (Kamus Santoso, 2000: 457). Secara umum moral menunjuk pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Istilah “bermoral”, misalnya tokoh bermoral tinggi, berarti mempunyai pertimbangan baik dan buruk yang terjaga dengan penuh kesadaran (Nurgiyantoro, 2013: 429). 13 Universitas Sumatera Utara
Moral adalah nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia dalam sebuah kebiasaan kemudian terwujud dalam pola perilaku dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagai sebuah kebiasaan. Moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adab atau kebiasaan (Keraf, 2012: 14). Kenny (1996) dalam (Nurgiyantoro, 2013: 430) mengemukakan bahwa moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan
santun
pergaulan.
Ia
bersifat
“praktis”
sebab
petunjuk
nyata,
sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya. Uraian di atas mendeskripsikan bahwa moral merupakan salah satu aktivitas perbuatan manusia dalam suatu komunitas masyarakat yang tentunya berbeda dengan masyarakat lain. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra yang merupakan representase kehidupan masyarakat tentunya membawa pesan-pesan moral sebagai salah satu amanat yang
ingin
disampaikan
pengarang
kepada
pembaca
(http://arnulengaku.blogspot.com/p/analisis-pesan-moral-dalam-novel-laskar.html). Sebagai bahan perbandingan peneliti menggambarkan pada novel “Laskar Pelangi” yang berkaitan dengan pesan moral sebagai berikut:
14 Universitas Sumatera Utara
a. Contoh pada novel lain berjudul “Laskar Pelangi”: Pesan moral yang
mengajarkan tentang budi pekerti kemuhammadiyahan
yang menjelaskan tentang karakter yang dituntut Islam dari seorang amir. Amir dapat berarti pemimpin, seperti pada kutipan berikut: “Barang siapa yang kami tunjuk sebagai amir dan telah kami tetapkan gajinya untuk itu,maka apapun yang ia terima selain gajinya itu adalah penipuan” (Hirata,2008:71) (http://arnulengaku.blogspot.com/p/analisis-pesan-moraldalam-novel-laskar.html). Kutipan di atas menunjukkan
ibu mus
yang meraja lelah dan beliau juga
sedang geram dengan korupsi
mengingatkan pentingnnya memegang
amanah sebagai pemimpin dan alqur’an mengingatkan bahwa kepemimpinan seseorang akan dipertanggung jawabkan di akhirat. b. Contoh pada novel ﻳﻢ ِ ﺍَﺣْ َﻼ ُﻡ ﺍﻟﻨﱢ َﺴﺎ ِء ْﺍﻟ َﺤ ِﺮ/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab3 halaman 38-39 Contoh pesan moral buruk yang ingin disampaikan secara tersirat dari sikap
pasukan
orang-orang
Prancis
yang
yang
tengah
mengakibatkan
berdoa
ditangga
kematian mesjid
dengan
sehingga
menembaki mayat-mayat
bergelimpangan. Hal ini tergambar jelas dalam penggalan novel berikut:
ّ ﻭﺍﻟﻤﺤﺎﻁﻴﻦ ﺑﺘﻼﻭﺍﺕ )ﻳﺎ، ﻭ ﺍﻟﻤﺎﺧﻮﺫﻳﻦ ﺑﺸﺮﻙ ﺍﻻﺯﻗﺔ،ﻟﻜﻦ ﺍﻟﺠﻨﻮﺩ ﺍﻟﻔﺮﻧﺴﻴﻴﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﺤﻴﻦ ﻭﻓﻘﺪﻭﺍ ﺑﺮﻭﺩﺓ ﺃﻋﺼﺎﺑﻬﻢ؛ ﻓﺒﺪﺅﻭﺍ ﻳﻄﻠﻘﻮﻥ،ﻟﻄﻴﻒ( ﺍﻟﻤﺮﺗﻠﺔ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﻻﻧﻬﺎﻳﺔ؛ ﺃﺻﺎﺑﻬﻢ ﺍﻟﻔﺰﻉ .ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺟﻤﻮﻉ ﺍﻟﻤﺼﻠّﻴﻦ ﻓﻲ ﺣﻴﻦ ﻛﺎﻧﺖ، ﺗﻜ ّﺪﺳﺖ ﺍﻟﺠﺜﺚ ﻓﻮﻕ ﻣﺮﺍﻗﻲ ﻣﺪﺧﻞ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ،ﻭ ﻓﻲ ﻏﻀﻮﻥ ﺑﻀﻊ ﺩﻗﺎﺋﻖ .ﺗﻼﻭﺓ ﺍﻟﺮّﻗﻰ ﻣﺴﺘﻤﺮّﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﺍﺧﻞ /Lakinna al-junūdul alfaransiyyina al-musliḥīna, wal mākhūżīna basyaruka al-azqati, walmaḥāṭīna bitilāwāti al (yā laṭīf) almurtalati ila mā lā niḥāyati; aṣābahum alfaz’a, wa faqadū barūdata a’ṣābahum; fabidaˋu yaṭaliqūna al-nāra ‘alā jumū’i almuṣalīna. Wa fī guḍūwanin biḍa’in daqāiq, takaddasat aljaśśi fauqa marāqī. Madkhalu almasjidi, fī ḥīna kānat tilāwati al-raqi mustamirratin fī addākḥili/ “Akan tetapi, pasukan Prancis muslim 15 Universitas Sumatera Utara
yang bersenjata itu menjadi kalap dan tidak terkontrol. Mereka menembaki orang-orang yang sedang berdoa (ya latif) hingga tak terbatas. Orang-orang ketakutan dan kehilangan amarah, mereka menembaki kerumunan jama’ah. Dalam beberapa detik saja, mayatmayat bergelimpangan saling bertindihan di dalam mesjid, sedangkan pembacaan tilawah terus menerus di dalam mesjid”. Moral adalah ajaran baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, maka pesan moral tersirat yang ingin disampaikan adalah membunuh atau menembaki manusia yang tidak berdosa adalah perbuatan buruk yang mengakibatkan kematian. Tujuan pesan moral tersebut adalah agar pasukan Prancis dapat mengendalikan diri pada saat tidak terkontrol yang dapat menyebabkan hal-hal diluar kendali. 2. Pesan Religius Religius melihat aspek yang di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman pribadi manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal dan resmi (Mangunwijaya, 1982) dalam (Nurgiyantoro, 2013:446). Agama dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu problem yang tidak bisa terlepas dari karya sastra. Sebagai salah satu gendre sastra, novel hadir dalam suasana lingkungan sosial yang sangat komplek tentunya karya sastra tersebut membawa pesan religius atau agama yang merupakan repsentase dari kehidupan sosial pengarang. Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah. Menurut bahasa agama berasal dari bahasa sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama hindu dan budha yang berarti ‘’tidak pergi ”tetap di tempat,diwarisi turun temurun. Menurut istilah agama adalah undangundang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan
16 Universitas Sumatera Utara
tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam (http://arnulengaku.blogspot.com/p/analisis-pesan-moral-dalam-novel-laskar.html). Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang bersirat religious. Pada awal mula segala sastra adalah religious (Mangunwijaya, 1982:11). Istilah “Religius” membawa
konotasi
pada
makna
agama.
(http://woroseto.wordpress.com/2013/12/09/unsur-dan-bentuk-penyampaian-moral-atauamanat-dalam-novel-hamamah-salaam-karya-najib-al-kaelani/). Sebagai bahan perbandingan peneliti menggambarkan pada novel “Kemarau” yang berkaitan dengan pesan religius sebagai berikut: a. Contoh pada novel lain berjudul “Kemarau” (dalam Nurgiyantoro,2013:449) Pesan religius yang menggambarkan pernikahan yang tidak dibenarkan oleh hukum agama (Islam). Maka, apapun yang terjadi jika itu melanggar kebenaran mutlak, harus diluruskan. Seperti dalam novelnya berikut: “Walau apa katamu terhadapku, walau kau hina kau caci maki aku, kau kutuki aku, aku terima. Tapi untuk membiarkan Masri dan Arni hidup sebagai suami istri, padahal Tuhan melarangnya, ooo, itu telah melanggar prinsip hidup setiap orang yang percaya pada-Nya”. (Kemarau,1977 dalam Nurgiyantoro,2013:449) Pesan religius yang tersirat dalam novel tersebut adalah dilema yang dihadapi sang ayah tidak dapat memaksa kita untuk merenungi masalah kehidupan yang kadang tak terduga dan mengambil hikmah darinya. Sebagai manusia kita harus mentaati prinsip hidup yang telah dibuat oleh yang MahaKuasa.
17 Universitas Sumatera Utara
b. Contoh dalam novel ﻳﻢ ِ ﺍَﺣْ َﻼ ُﻡ ﺍﻟﻨﱢ َﺴﺎ ِء ْﺍﻟ َﺤ ِﺮ/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 3 halaman 38: Pesan religius yang diangkat Fatima Mernissi adalah orang-orang muslim yang menyuarakan doa pada saat bencana melanda. Seperti penggalan novel berikut:
ﻭﺷﺮﻉ ﺁﻻﻑ ﺍﻟﺒﺸﺮ ﻳﺘﻠﻮﻥ ﺩﻋﺎء ))ﺍﻟﺠﺰﻉ(( ﺍﻟﺬﻱ،ﻓﺎﺗﺠﻪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺻﻮﺏ ﻣﻜﺔ ﻹﻗﺎﻣﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ..! ))ﻳﺎ ﻟﻄﻴﻒ: ﺗﺤﺸﺒﺎ ً ﻟﻮﻗﻮﻉ ﺍﻟﻜﺮﺛﺔ، ﺗﻜﺮّﺭ ﻋﻠﻰ ﻣﺪﻯ ﺳﺎﻋﺎﺕ،ﻳﺘﻜ ّﻮﻥ ﻣﻦ ﻛﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪ ٍﺓ ﻓﻘﻂ .((..!ﻳﺎ ﻟﻄﻴﻒ..!ﻳﺎ ﻟﻄﻴﻒ /Fātijahu al-nāsu ṣaubu makkatin li׳iqāmati al-ṣalati, wa syar’u al-āfi albasyari yatlūna du’a ˋ in (aljuz’i) allażi yatakawwanu min kalimatin wāḥidatin faqaṭ, tukarriru ‘alā madā sā’āti, taḥassabān liwuqū’i alkarśati: (Yā latīf! Yā latīf! Yā latīf!)/ “Orang-orang berjalan menuju Mekkah untuk mendirikan shalat. Ribuan orang menyuarakan doa ratapan (kesedihan) dengan mengucapkan satu kata secara berulang-ulang selama berjam-jam saat bencana melanda: Ya Latif, Ya Latif, Ya Latif! (Wahai yang Maha Lembut)”. Dari penggalan novel diatas, pesan tersirat adalah bahwa setiap saat kita harus
dekat
kepadaNya,
meminta,
berkeluh
kesah
hanya
padaNya.
Ketika
ditimpa bencana, sebaiknya hanya mengingat dan memujiNya karena hanya Dialah yang dapat melindungi hambaNya. Tujuan yang ingin disampaikan adalah agar manusia lebih banyak bersyukur dalam memaknai hidup yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa. 3. Pesan Kritik Sosial Pesan kritik sosial akan ada pada novel jika seorang pengarang menjadi korban
kekurang
mengamati
ketidak
beresan beresan
lingkungan suatu
atau
paling
lingkungan
minimal
pengarang
(Nurgiyantoro,2013:456).
Menurut Suyitno (2009: 1) kata kritik berasal dari bahasa Yunani Kuno krites untuk menyebut hakim. Kata benda krites itu berasal dari kata kerja krinein 18 Universitas Sumatera Utara
yang berarti menghakimi. Kata krinein merupakan pangkal dari kata benda kriterion yang berarti dasar penghakiman. Kemudian timbul kata kritikos yang diartikan sebagai sastra
untuk
hakim karya sastra. Kritik sastra merupakan bidang studi
“menghakimi”
karya
sastra,
untuk
memberi
penilaian
atau
keputusan mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya sastra (Pradopo, 2002: 32)
(http://khaerulsobar.wordpress.com/pengetahuan-umum/kritik-sosial-
terhadap-karya-sastra/). Kritik sosial merupakan alat atau mediasi antar golongan dalam masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Ratna (2008: 243), bahwa karya seni, khususnya sastra merupakan alat atau media untuk menyatukan individu, kelompok, suku, dan bahkan antar bangsa. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kritik sosial dalam karya sastra merupakan upaya yang dilakukan seorang pengarang, dengan cara memberikan suatu tanggapan terhadap persoalan-persoalan yang ia lihat pada masyarakat. Kritik sosial meliputi beberapa aspek: a. Kritik Sosial terhadap Pemerintah(Raja/Ratu) Pemerintah dalam hal ini memegang peranan penting karena dalam suatu negara pemerintah yang menetapkan, menyatakan dan menjalankan kemauan individu-individu yang tergabung dalam organisasi politik. Triwamwoto (2004: 4) mengemukakan pemerintah adalah alat untuk bertindak demi kepentingan rakyat, untuk mencapai tujuan suatu negara antara lain kesejahteraan, pertahanan, keamanan, tata tertib, keadilan, kesehatan. Kritik dari masyarakat berfungsi sebagai kontrol terhadap pemerintah untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Ketika pemerintah mampu menjalankan tugas 19 Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan fungsinya maka kehidupan dalam negara ini akan berjalan kondusif. Oleh karena itu pemerintah harus memperbaiki sistem-sistem yang belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat. Sebagai bahan perbandingan peneliti menggambarkan kritik sosial pada novel “Maut dan Cinta” yang berkaitan dengan kritik sosial pemerintah. Contoh dalam novel lainnya “Maut dan Cinta” (dalam Nurgiyantoro,2013:458). Kritik sosial dalam novel tersebut adalah terhadap penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pemimpin negara waktu itu yang terdapat dalam penggalan novel berikut: “”Menyeleweng” tukas Sadeli agak terkejut, “Oh, mana mungkin. Bangsa kita pada revolusi ini amat berbahagia punya pemimpin-pemimpin yang amat mengabdi pada kemerdekaan, pada demokrasi, pada keadilan, pada kebenaran, pada Tuhan” (Maut dan Cinta,1977). Kritik sosial terhadap penggalan novel tersebut adalah semua tentara pejuang bahu-membahu
dengan
rakyat
mempertahankan
kemerdekaan
dengan
penuh
pengorbanan dan tanpa pamrih, tampaknya tidak demikian keadaannya. Ada sejumlah tentara pejuang---mudah-mudahan tidak banyak---yang justru berlagak sebagai raja kecil di hadapan rakyat yang bodoh dan lugu. Contoh dalam novel ﻳﻢ ِ ﺍَﺣْ َﻼ ُﻡ ﺍﻟﻨﱢ َﺴﺎ ِء ْﺍﻟ َﺤ ِﺮ/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 11 halaman 118:
)) ﺇﻣﺎ ﺃﻥ ﺗﺼﻠﻮﺍ ﻛﻤﺎ: ﻟﻘﺪ ﺍﻟﺤﻘﺖ ﺑﻬﻢ ﻫﺰﻳﻤﺔ ﻧﻜﺮﺍء ﻭ ﻗﺎﻟﺖ ﻟﻬﻢ،ﻭﺗﺪﻋﻰ ﺇﻳﺰﺑﻴﻞ ﺍﻟﻜﺎﺛﻮﻟﻴﻜﻴّﺔ .((ﻧﺼﻠﻲ ﺃﻭ ﻧﺮﻣﻴﻜﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺤﺮ /wa tad’ā īzābīl alkāśulīkiyyatu, laqad alḥaqtu bihim hazīmatun nukrā’i wa qālat laḥum: ((immā an ta ṣallū kamā naṣlī aw naramīkum fī al -baḥri))/ “Ratu Isabella Katolik, tidak pernah memberi mereka hak untuk memilih dan berkata: engkau sembahyang seperti yang kami lakukan atau kami akan membuang kalian ke laut”.
20 Universitas Sumatera Utara
Pesan kritik sosial yang diangkat disini adalah seorang Ratu yang bertindak sesuka hatinya. Kepemimpinan yang dimiliknya disalah gunakan sesuai keiinginannya tanpa memikirkan rakyatnya. Tujuan yang ingin disampaikan adalah agar setiap Raja/Ratu memiliki rasa empati terhadap rakyatnya dan lebih memikirkan rakyatnya. b. Kritik terhadap Kekuasaan Soekarso (2015: 28) mengatakan bahwa kekuasaan merupakan kapasitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain kearah pencapaian tujuan. Kekuasaan adalah otoritas atau kekuatan untuk mempengaruhi perilaku individu atau kelompok dan sumber daya untuk mencapai tujuan. Ketika kekuasaan hanya mementingkan kepentingan pribadi tanpa memperdulikan kepentingan rakyat maka rakyat kecil akan semakin dikesampingkan. Hukum di Indonesia masih mengistimewakan seseorang yang mempunyai kekuasaan. Dalam hal ini kekuasaan bukan hanya dimiliki oleh para pejabat pemerintah. Namun, kekuasaan juga dimiliki oleh seseorang yang mempunyai taraf ekonomi tinggi. Banyak kasus hukum yang tidak tuntas dan tidak diketahui penyelesaiannya. Hal tersebut dikarenakan hukum yang masih ternilai dengan angka. Contoh dalam novel ﻳﻢ ِ ﺍَﺣْ َﻼ ُﻡ ﺍﻟﻨﱢ َﺴﺎ ِء ْﺍﻟ َﺤ ِﺮ/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 8 halaman 87:
ﻭ ﻓﻲ ﻧﻬﺎﻳﺔ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺴﻠﺴﻠﺔ ﺗﺘﻤﻮﻗﻊ ﻣﺒﺮﻭﻛﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﻈﻬﺮ ﻛﺴﺒّﺎﺣ ٍﺔ ﻣﺎﻫﺮ ٍﺓ؛ ﻓﻬﻲ ﺍﺧﺘُﻄﻔِﺖ ﻣﻦ ﻗﺮﻳ ٍﺔ ﺳﺎﺣﻠﻴّ ٍﺔ ﻗﺮﺏ ﺃﻏﺎﺩﻳﺮ ﺧﻼﻝ ﻓﺘﺮﺓ ))ﺍﻟﺴﻴﺒﺎ(( )ﻓﻮﺿﻰ ﻭﺍﻟﺤﺮﺏ ﺍﻷﻫﺎﻟﻴﺔ ﻭ ﻏﻴﺎﺏ ﺍﻟﺤﻜﻮﻣﺔ ﺍﻟﻤﺮﻛﺰﻳّﺔ( ﺍﻟﺘﻲ ﻋ ّﻤﺔ ﺍﻟﺒﻼﺩ ﺑﻌﻴﺪ ﺍﻻﺣﺘﻼﻝ ﺍﻟﻔﺮﻧﺴﻲ؛ ﻭﻧﻈﺮًﺍ ﻟﺬﻟﻚ ﻓﻘﺪ ﺃﻣﻀﺖ ﻁﻔﻮﻟﺘﻬﺎ ﺑﺎﻟﺴﺒﺎﺣﺔ .ﻭﺍﻟﻐﻄﺲ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻴﺎﻩ ﺍﻟﻤﺤﻴﻂ ﺑﺪءﺍً ﻣﻦ ﺟﺮﻭﻑ ﺍﻟﺴﺎﺣﻞ ﺍﻟﺼﺨﺮﻳﺔ 21 Universitas Sumatera Utara
/wa fī nihāyati ḥażihi al-silsilatu tatamauqi’u mabrūkatu allatī taẓaru kasabbāḥatin māhiratin; fahiya ukhtuṭafit min qaryatin sāḥiliyyatin qaribun aghādīr khilalu fitratin ((sībā)) (fauḍa wa al ḥarbu wa al-ahāliyah ghiyabu alḥukumati almarkaziyyatin) allati ‘ammatu albilaladu ba’īda al-ihtilalu alfaransī;wa nadhrān lizalika faqad umudhat thufūlatuhā bil sibāḥati wal gaṭasī fī miyāhil maḥīthi bada’an min jurūfil as-sāḥili shakhuriyati/ “Akhirnya, Mabrouka, sang bintang renang, tampil di pentas. Mabrouka diculik dari sebuah desa dekat kota Pantai Agadir((Al-Saba)) (kekacauan dan perang saudara, tidak adanya pemerintah pusat) setelah Prancis mengambil alih kekuasaan, dia menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan berenang dan menyelam di laut”. Pesan kritik terhadap kekuasaan yang disampaikan Mernissi adalah bahwa kekuasaan itu tidak berhak merenggut dan mengatur jalan hidup setiap manusia dengan cara menculik seseorang. Manusia yang tidak memiliki kekuasaan sebenarnya juga memiliki berhak mengatur dimana ia akan tinggal. Tujuan yang ingin disampaikan adalah agar kekuasaan yang dimiliki tidak disalah gunakan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dengan merenggut jalan hidup manusia lainnya.
c. Kritik terhadap HAM (hak asasi manusia)
Simanjuntak (2006: 46) mengatakan bahwa HAM (hak asasi manusia) adalah hakhak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, yang melekat sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa. Jadi, hak asasi manusia tidak bersumber dari negara atau hukum, tetapi dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta, sehingga hak asasi manusia harus dipenuhi dan tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, hak asasi manusia harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh peyelenggara negara beserta warga negaranya tanpa terkecuali. Contoh dalam novel ﻳﻢ ِ ﺍَﺣْ َﻼ ُﻡ ﺍﻟﻨﱢ َﺴﺎ ِء ْﺍﻟ َﺤ ِﺮ/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 5 halaman 58. Pesan kritik sosial yang coba diangkat Fatima Mernissi dibalik penulisan ini adalah mengenai hak asasi manusia, hak perempuan untuk memilih hidupnya yang selalu terkungkung dalam harem seperti penggalan novel berikut: 22 Universitas Sumatera Utara
.ﺃﻗﻔﺎﻝ ﻟﺴﺠﻦ ﺍﻟﻨﺴﻮﺓ ﺏﻭ ٍ ﻣﻨﺎﺯﻝ ﻣﺰ ّﻭﺩﺓ ﺑﺄﺑﻮﺍ:ﻫﻨﺎ ﺟﺎءﺕ ﻓﻜﺮﺓ ﺑﻨﺎء ﺍﻟﻤﻨﺎﺯﻝ ٍ /hunā jāˋat fikra tun binaˋi al-munazili: munāzilu muzawwadatun biabwābīn wa aqfālin lisijni al-niswati/ “Dari sinilah kemudian muncul gagasan untuk membangun rumah semacam harem. Rumah dengan gerbang terkunci untuk menampung perempuan”. Dari penggalan tersebut menampilkan sosok perempuan-perempuan yang tinggal dalam kungkungan. Hak-hak perempuan diabaikan dan direbut sesuka hati. Tujuan yang disampaikan adalah agar setiap genre tidak dibedakan, lakilaki maupun perempuan berhak menikmati indahnya dunia.
23 Universitas Sumatera Utara