BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN
A. Pengertian Prosedur Prosedur berasal dari bahasa Inggris “procedure” yang bisa diartikan sebagai cara atau tata cara. Akan tetapi kata procedure lazim digunakan dalam kosa kata Bahasa Indonesia yang dikenal dengan kata prosedur. Dalam kamus manajemen, prosedur diartikan tata cara melakukan pekerjaan yang telah dirumuskan dan diwajibkan. Biasanya suatu prosedur meliputi bagaimana, bilamana dan oleh siapa, tugas harus diselesaikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:1106), prosedur diartikan sebagai berikut: 1. Tahap- tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas 2. Metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah
Prosedur menurut The Liang Gie, (2000:187) adalah suatu rangkaian metode yang telah menjadi pola tetap dalam melakukan suatu pekerjaan yang merupakan suatu kebulatan.
Moekijat (2000:53) mengatakan bahwa: “Suatu prosedur adalah serangkaian tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan menurut waktu dan cara tertentu untuk melakukan pekerjaan yang harus diselesaikan.”
Menurut Mulyadi (2013:6) mengartikan, prosedur sebagai “Suatu urutan kegiatan krerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.”
5
6
Prosedur dalam Tata Laksana Perkantoran dan Penerapan menurut Moenir, (1983: 117) dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Prosedur umum, yaitu prosedur-prosedur yang menyangkut bidang pekerjaan yang bersifat umum (general) dan berlaku secara nasional yang menjadi tanggung jawab manager atas 2. Prosedur khusus (lokasi), yaitu prosedur yang dibuat dan hanya berlaku secara lokal yang artinya untuk lingkungan tertentu
Suatu prosedur dapat memberikan beberapa manfaat menurut Mulyadi, (2013:15) diantaranya : a. Lebih memudahkan dalam langkah-langkah kegiatan yang akan datang b. Mengubah pekerjaan yang berulang-ulang menjadi rutin dan terbatas, sehingga menyederhanakan pelaksanaan dan untuk selanjutnya mengerjakan yang perlunya saja. c. Adanya suatu petunjuk atau program kerja yang jelas dan harus dipatuhi oleh seluruh pelaksana d. Membantu dalam usaha meningkatkan produktifitas kerja yang efektif dan efisien.
Dari pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prosedur merupakan tugas dan tahap yang berurutan dengan menghubungkan satu sama lain sebagai suatu cara atau metode dalam menjalankan suatu pekerjaan sesuai dengan aturan yang berlaku serta sebagai pedoman bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
B. Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Perpajakan Indonesia, karangan Thomas Sumarsan (2012:3), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
7
(kontra prestasi) yang
langsung
dapat
ditunjukkan
dan
yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Pajak adalah kontribusi wajib pajak negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kedua pengertian diatas, dapat disimpulkan pajak merupakan iuran wajib pajak kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang yang digunakan untuk keperluan negara, tanpa mengharapkan imbalan demi kemakmuran rakyat.
2. Fungsi Pajak Fungsi pajak menurut Mardiasmo, (2011:1) dibedakan menjadi dua antara lain: a. Fungsi menerima (Budgetair) yaitu memasukkan uang sebanyakbanyaknya berkas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran negara. b. Fungsi mengatur (Regulerend) yaitu pajak digunakan sebagai
alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi dengan tujuan tertentu. Dari kedua fungsi diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak digunakan sebagai APBN yang selanjutnya digunakan untuk mengatur pembiayaan negara dan dalam fungsi perpajakan dapat diperoleh dalam menerima dan mengatur untuk pembiayaan negara dan melaksanakan kebijakan pemerintah dengan tujuan tertentu.
8
3. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011:7), dibedakan menjadi 3 antara lain: a. Official Assessment System Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. (Mardiasmo, 2011,7) Ciri-cirinya: 1) Wajib Pajak bersifat pasif. 2) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b.
Self Assessment System Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak
untuk menentukan
sendiri besarnya pajak yang terutang. (Mardiasmo, 2011,7) Ciri-cirinya: 1) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 2) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 3) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. With Holding System With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya Pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. (Mardiasmo, 2011,8). Ciri-cirinya: Wewenang
menentukan
besarnya
pajak
yang
terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak”.
9
Secara garis besar sistem pemungutan pajak terdiri dari Official Assessment System, Self Assessment System, dan With Holding System. Tiga sistem tersebut mempunyai pengertian yang berbeda namun mempunyai fungsi yang sama untuk diberikan wewenang dalam menentukan besarnya pajak yang terutang, maka pemungutan pajak dilarang diborongkan. Setiap wajib pajak membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
C. Wajib Pajak 1. Pengertian Wajib Pajak Menurut Mardiasmo, pengertian Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan perpajakan. (2011: 23) Dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan UU No. Tahun 2000 tentang KUP disebutkan bahwa: “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan”.
Kesimpulan dari kedua pengertian diatas, maka pengertian Wajib Pajak merupakan orang pribadi atau badan yang membayar, pemotongan, dan pemungutan pajak dengan hak dan kewajiban tersebut dalam perundang-undangan yang telah ditetapkan.
2. Hak-hak dan Kewajiban Wajib Pajak a. Hak-hak yang dimiliki oleh Wajib Pajak: 1) Memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
10
2) Mengajukan penundaan pembayaran atau mengangsur utang pajak yang telah jatuh tempo. 3) Meminta
perpanjangan
batas
waktu
penyampaian
Surat
Pemberitahuan (SPT). 4) Melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan. 5) Mengajukan keberatan dan banding. b. Kewajiban yang harus dipenuhi setiap Wajib Pajak (WP): 1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), terutama yang berpenghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) bagi pengusaha. 2) Melunasi semua utang pajaknya. 3) Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat atau ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. 4) Untuk Wajib Pajak Badan diwajibkan melakukan pembukuan dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan pekerjaan bebas maupun Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas yang diijinkan melakukan pencatatan. 5) Memberikan bukti-bukti yang diminta petugas pajak ketika dilakukan pemeriksaan.
3.
Macam-macam Wajib Pajak Macam-macam Wajib Pajak terdiri dari dua, yaitu: a. Orang Pribadi Wajib Pajak Orang Pribadi meliputi: 1) WP Orang Pribadi Karyawan yaitu WP Orang Pribadi yang hanya menerima/memperoleh penghasilan dari satu atau lebih pemberi
11
kerja atau penghasilan lainnya selain dari usaha/pekerjaan bebas. Contohnya, PNS dan Non PNS. 2) WP Orang Pribadi Non Karyawan yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima/memperoleh penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas atau penghasilan lainnya. Contoh penghasilan dari usaha, yaitu Dagang, Jasa, dan Industri. Sedangkan contoh pekerjaan bebas, yaitu Dokter, Pengacara, Konsultan, Arsitek, dll. (Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE - 06/PJ/2012) b. Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Meliputi: perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, dll. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa macam Wajib Pajak Orang Pribadi mempunyai wewenang masing-masing untuk melaporkan penghasilan dari usaha yang diperoleh pekerjaan masing-masing, baik dari segi pengusaha, PNS dan Non PNS. Dalam hal ini, penulis akan menjelaskan tentang Wajib Pajak Orang Pribadi.
D. Pengertian Pajak Penghasilan Pengertian pajak penghasilan menurut Siti Resmi (2011:74), “Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subyek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.” Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subyek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian Tahun Pajak, apabila kewajiban pajak subyektifnya, dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Erly Suandy (2006:8) Dari
kedua
pengertian
Pajak
Penghasilan
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dikenakan dan harus ditanggung oleh subyek
12
pajak (yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan) atas penghasilan yang diperolehnya dalam satu tahun pajak.
E. Surat Pemberitahuan (SPT) 1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) dan pengisian SPT Menurut Mardiasmo (2011:31), Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajak Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak, obyek pajak dan bukan obyek pajak atau harta dan kewajiban. Setiap
wajib
pajak
mengisi
SPT
dalam
bahasa
Indonesia
menggunakan huruf latin angka Arab satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan. Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang Rupiah yang diizinkan. Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak menurut Mardiasmo (2011:31) adalah sebagai sarana Wajib Pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
perhitungan
jumlah
wajib
pajak
yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak b. Penghasilan yang merupakan obyek pajak atau bukan obyek pajak c. Pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak
13
Jenis SPT menurut Mardiasmo (2011: 34), secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu: 1) SPT Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak. 2) SPT Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak
2. Prosedur Penyelesaian Surat Pemberitahuan (SPT) Dalam prosedur penyelesaian SPT dilakukan dengan dua cara, antara lain secara online dan manual. Secara online, berarti Wajib Pajak dapat melaporkan secara elektronik melalui E-Filling, namun disini penulis akan menjelaskan penyelesaikan secara manual. Prosedur penyelesaian SPT menurut Mardiasmo (2011:32), diantaranya adalah a. Wajib
Pajak
harus
mengambil
sendiri
blangko
SPT
(Surat
Pemberitahuan Pajak) pada kantor pelayanan Pajak setempat dengan menunjukkan NPWP b. SPT harus diisi dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Pengisian formulir SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) yang tidak benar mengakibatkan pajak yang terutang kurang bayar dan akan dikenakan sanksi perpajakan. c. SPT diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan dalam batas waktu tertentu, dan akan diberikan tanda terima dalam batas waktu yang ditentukan, dan akan diberikan tanda terima tertanggal. Apabila SPT dikirim melalui Kantor Pos harus dilakukan secara tercatat, dan tanpa bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal pengiriman.
14
d. Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT (Surat Pemberitahuan Pajak), antara lain: 1) Untuk Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan yaitu laporan keuangan berupa neraca laporan rugi laba serta keteranganketerangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. 2) Untuk SPT masa PPN sekurang-kurangnya memuat Jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Kena Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, jumlah kekurangan atau kelebihan pajak 3) Untuk Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan yaitu perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Dalam prosedur penyelesaian Surat Pemberitahuan di atas, maka Wajib Pajak harus mengambil blangko SPT sendiri, kemudian Wajib Pajak harus mengisi blangko tersebut dengan benar. Lalu Surat Pemberitahuan tersebut diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan dalam batas waktu tertentu dan membawa bukti-bukti yang harus dilampirkan di dalam Surat Pemberitahuan tersebut untuk ditindak lanjuti.
3. Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Pembetulan Surat Pemberitahuan merupakan surat yang digunakan Wajib Pajak untuk membenarkan kesalahan dalam pengisian formulir Surat Pemberitahuan yang dilakukan untuk mengurangi beban Wajib Pajak dalam melakukukan kesalahannya. Dengan cara membetulkan SPT, maka Wajib Pajak tidak mendapatkan sanksi. Apabila diketahui terdapat kesalahan pada SPT, Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutang pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.
15
Adapun syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut: a. Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Pembetulan SPT tersebut berakibat utang pajak menjadi lebih besar, maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT. b. Telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi sebelum dilakukan tindakan penyidikan. Selanjutnya, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidak beneran pembuatan dengan disertai pelunasan kekurangann pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda dua kali jumlah pajak yang kurang bayar. Sekalipun jangka waktu pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) telah berakhir, dengan syarat Direktur Jendral Pajak belum menerbitkan surat ketetapan
pajak.
Wajib
Pajak
dengan
kesadaran
sendiri
dapat
mengungkapkannya dalam satu laporan tersendiri terutang ketidak benaran pengisian Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) atas pengungkapan Wajib Pajak berakibat, sebagai berikut: a. Pajak- pajak yang masih harus dibayarkan menjadi lebih besar b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil c. Jumlah harta menjadi lebih besar d. Jumlah modal menjadi lebih besar Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat pengungkapan ketidak benaran pengisian SPT tersebut, beserta sanksi administasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar, harus melunasi sebelum laporan disampaikan.
16
Dari penjelasan diatas, pembetulan Surat Pemberithuan (SPT) dilakukan apabila Wajib Pajak melakukan kesalahan dalam mengisi Surat Pemberitahuan, maka Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan penyataan tertulis dalam waktu dua tahun sesudah berakhirnya tahun pajak. Dengan syarat Direktur Jenderal Pajak (DJP) belum melakukan tindakan pemeriksaan, apabila telah dilakukan pemeriksaan tetapi belum dilakukan ttindakan penyidikan maka dapat dilakukan pembetulan.
4. Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Batas waktu penyampaian SPT menurut Mardiasmo (2011: 35) adalah: a. Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak b. SPT Masa paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. c. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak Dari uraian diatas, maka batas waktu dalam penyampaian Surat Pemberitahuan ada 3 penyampaiannya, diantaranya Surat Pemeberitahuan Tahunan PPh badan paling lambat 4 bulan akhir tahun, Surat Pemberitahuan Masa berakhir 20 hari setelah akhir pajak, dan Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Orang Pribadi berakhir 3 bulan setelah akhir Tahun.
F. Sanksi Administrasi 1. Landasan Hukum Landasan hukum mengenai sanksi administrasi diatur dalam masingmasing pasal undang-undang ketentuan umum perpajakan. Sanksi adminstrasi dapat dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan pelanggaran terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam Undang-Undang Ketentuan
17
Umum Perpajakan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang perubahan ke 3 atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983. Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2.
Pengertian Sanksi Administrasi Sanksi Administrasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang perubahan ke 3 atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyatakan bahwa pengertian sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara khususnya berupa denda, bunga, dan kenaiaknya, maka dapat dijelaskan dengan pengertian berikut: a. Denda
adalah
sanksi
administrasi
yang
dikenakan
terhadap
pelanggaran yang berkitan dengan kewajiban pelaporan b. Bunga
adalah
sanksi
administrasi
yang
dikenakan
terhadap
pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak. c. Kenaikan adalah sanksi administrsi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara khususnya yang berupa denda yang dikenakan terhadap pelanggaran kewajiban pelaporan, bunga yang dikenakan terhadap pelanggaran kewajiban pembayaran pajak, dan kenaikan berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material, dengan demikian wajib pajak agar tidak melalaikan kewajibannya untuk mentaati peraturan perundang-undangan perpajakan.
18
3.
Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Surat
Pemberitahuanan
(SPT)
yang
tidak
disampaikan
atau
disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi menurut Mardiasmo (2011:36). Sanksi administrasi berupa denda, antara lain: a. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp 100.000 b. SPT Tahunan PPh Badan Rp 1.000.000 c. SPT Masa PPN Rp 500.000 d. SPT masa lainnya RP 100.000 Apabila Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan
keterangan
yang
isinya
tidak
benar
sehingga
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, maka Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Setiap orang yang karena kealpaannya: a. Tidak Menyampaikan SPT atau b. Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar, atau pidana kurangan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
19
G. Prosedur Penghapusan Sanksi Administrasi Prosedur Penghapusan Sanksi Admnistrasi terdiri dari 4 tahapan, yaitu: 1. Pembetulan Surat Pemberitahuan 2. Pengajuan Penghapusan Sanksi Wajib Pajak, yang berupa kegiatan: a. Daftar dan sampaikan SPT bagi yang belum terdaftar b. Sampaikan SPT bagi yang belum menyampaikan SPT namun sudah mempunyai NPWP c. Ber-NPWP, namun menyampaikan SPT tidak benar d. Pembetulan SPT e. Mengambil formulir SPT dan melengkapinya f. Melaporkan kepada TPT 3. Penanganan Adminstrasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta, dengan kegiatan: a. Wajib pajak melaporkan ke TPT b. Mengagendakan Surat Masuk dari TPT c. Merekap data yang telah diagendakan d. Menunggu surat persetujuan dari Sekretaris untuk ditindak lanjuti e. Berkas dikirim ke Kanwil 4. Penyelesaian di Kanwil a. Meneliti kelengkapan permohonan PMK 91 b. Menerbitkan Surat Keputusan
H. Metode Pengamatan Berkaitan metode pengamatan yang digunakan dalam pengamatan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Lokasi Pengamatan Pengamatan ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta, yang beralamat di Jl. Kyai H. Agus Salim No. 1 Laweyan, Surakarta. Dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Lokasi tersebut merupakan tempat magang
20
b. Dalam lokasi tersebut terdapat permasalahan yang ingin dikaji dalam pengamatan ini. c. Di dalam melaksanakan KKMA, penulis diberikan ijin untuk mengamati di Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
2. Jenis Pengamatan H.B Sutopo (2002:49-54), pengamatan ini menggunakan jenis metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang di selidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek pengamatan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang nampak atau sebagaimana adanya. Sedangkan yang dimaksud bersifat kualitatif
adalah
pengamatan
yang
bersifat
atau
mempunyai
karakteristik bahwa data yang ditanyakan dalam keadaan sewajarnya dan sebagaimana adanya. Dalam
melaksanakan
pengamatan,
penulis
menggunakan
pendekatan deskriptif dengan observasi peran penuh. Jenis observasi peran penuh diartikan bahwa pengamat memang memiliki peran dalam lokasi pengamatannya, sehingga benar-benar terlibat dalam suatu kegiatan yang diamatinya. H.B Sutopo,(2002:68:69) Dalam pengamatan ini penulis mendeskripsikan tentang Prosedur Penghapusan Sanksi Administrasi atas Pembetulan Surat Pemberithuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi mulai dari Wajib Pajak mengajukan permohonan, kemudian petugas Kantor Pelayanan Pajak memverifikasi permohonan tersebut, dilanjutkan dikirimkan ke Kantor Direktur Jenderal Pajak.
3. Sumber Data Apabila penulis sudah menentukan suatu obyek pengamatan, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan sumber mana yang paling diperlukan dan tepat untuk dimanfaatkan bagi pengamatan tersebut. Yang dimaksud sember data dalam pengamatan ini adalah subyek
21
darimana data diperoleh. Adapun sumber data yang digunakan dalam pengamatan ini menurut H.B Sutopo (2002:49-54) adalah sebagai berikut: a. Narasumber, Informan menurut H.B Sutopo (2002:50) adalah seseorang atau sekelompok orang yang mengetahui secara jelas tentang suatu keadaan sehingga dapat memberikan informasi. Dengan memberikan beberapa pernyataan yang sudah terstruktur kemudian satu persatu diperdalam untuk memperoleh keterangan yang lebih lanjut. Penulis memperoleh data dari hasil wawancara kepada pihakpihak yang memahami hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan dan
pengamatan.
Dalam
hal-hal
pengamatan
ini
penulis
mendapatkan data dari Narasumber (informan) yaitu pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta pada bagian unit Seksi Pelayanan. Selain dari Seksi Pelayanan, penulis memperoleh sumber dari Wajib Pajak yang sedang melakukan permohonan penghapusan sanksi atas pembetulan Surat Pemberitahuan yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. b. Peristiwa, aktivitas dan perilaku H.B Sutopo (2002:51-52) dalam buku yang berjudul “Metode Penelitian Kualitatif” mengemukakan bahwa dari peristiwa atau aktivitas, penulis bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung. 1) Peristiwa yaitu sebagai sumber data memang sangat beragam, dari berbagai peristiwa, baik yang terjadi secara sengaja maupun tidak, aktivitas rutin yang berulang atau hanya satu sekali terjadi, aktivitas yang formal ataupun yang tidak formal, dan juga yang tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati oleh siapa saja. 2) Aktivitas merupakan kegiatan yang formal dan bisa diamati oleh siapa saja tanpa persyaratan tertentu.
22
3) Perilaku yaitu dengan berbagai permasalahan yang memerlukan pemahaman lewat kajian terhadap perilaku atau sikap dari para pelaku dalam aktivitas yang dilakukan atau yang terjadi sebenarnya secara langsung. c. Dokumen H.B Sutopo (2002:54), mengemukakan bahwa “dokumen merupakan bahan tertulis yang berkaitan denngan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu, yaitu merupakan rekaman tertulis bisa berupa gambar atau atau benda peninggalan yang berkaitan dengan peristiwa tertentu) dan rekaman yang bersifat formal dan terencana dalam organisasi.” Dokumen yang diperoleh penulis yaitu dokumen-dokumen pendukung mengenai prosedur penghapusan sanksi administrasi atas pembetulan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, meliputi jumlah Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), Wajib Pajak yang mengajukan Permohonan Pembetulan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta berdasarkan ijin dari pihak perusahaan.
4. Teknik Pengumpulan Data H.B Sutopo (2002:58), teknis pengumpulan data dapat diuji keaslian dokumen tertentu guna mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahannya. Dokumen yang digunakan dalam pengamatan ini, antara lain: a. Observasi Menurut H.B Sutopo (2002:64) “Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, atau lokasi, benda serta rekaman gambar”. Observasi dapat dilakukan secara langsung dengan mengambil peran atau tidak berperan. Dalam pemaparan tersebut penulis melakukan observasi langsung melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematik
23
terdapat aktivitas-aktivitas yang terjadi pada seksi Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dan penulis juga menggunakan observasi berperan aktif dan observasi berperan pasif. Observasi berperan aktif ini merupakan cara khusus dan peneliti tidak bersikap pasif sebagai pengamat, tetapi memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan penelitiannya,
dengan
mempertimbangkan
akses
yang
bisa
diperolehnya dan dimanfaatkan bagi pengumpulan data. Pengamatan ini dilakukan selama satu bulan, terhitung dari 18 Januari sampai dengan 17 Februari 2016 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. b. Wawancara H.B
Sutopo
(2002;58),
wawancara
yaitu
cara
untuk
mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada responden atau pihak yang dianggap komitmen. Teknik ini dipakai penulis agar data yang diperoleh lebih hidup dan lengkap. Teknik wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara mendalam dimana pertanyaan yang mengarah pada kedalaman informasi. Wawancara yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Surakarta bagian Pelayanan bersama Bapak Muhammad Taufiq yang dilakukan secara informal dan dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan kejelasan tentang jumlah wajib pajak, Jumlah yang mengajukan Pembetulan, dan Tata cara penghapusan sankis yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama tersebut. c. Pencatatan Dokumen Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengambil catatan-catatan dan arsip-arsip yang diperlukan yang berkaitan dengan obyek pengamatan H.B. Sutopo (2002:54). Dalam mengkaji dokumentasi, pengamatan perlu menguji keaslian dokumen tersebut, dengan kesaksian seseorang yang tahu, atau
dengan
mengkaji
beragam
aspek
formalnya.
Teknik
24
pengumpulan data dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta yang dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan mempelajari
secara
tertulis
kegiatan
penghapusan
sanksi
administrasi atas pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Orang Pribadi, mulai dari proses jumlah Wajib Pajak, jumlah Wajib Pajak Pembetulan, jumlah yang mengajukan permohonan penghapusan, selanjutnya petugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta menverifikasi data tersebut, kemudian data tersebut dikirim ke Kantor Direktur Jenderal Pajak (Kanwil). d. Studi Pustaka Merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data dan membaca buku-buku dari sumber kepustakaan atau sumber lain yang berkaitan dengan Prosedur Penghapusan
Sanksi
Administrasi
atas
Pembetulan
Surat
Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan laporan penelitian-penelitian sebelumnya yang sesuai dengan pengamatan.
5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif. H.B Sutopo (2002:61-63), teknik analisis interaktif yaitu teknik analisis data kualitatif yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas sehingga data akan terkumpul semua dan berperan aktif serta interaktif depanjang proses pengamatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut ini:
25
Gambar 2.1 Model Analisis Interaktif
(Sumber: H. B Sutopo, 2002: 61- 63)
Dalam gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa proses analisis Interaktif terdapat tiga komponan utama, sebagai: a. Reduksi Data Komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan pengamatan b. Sajian Data Komponen analisis kedua yang merupakan suatu rakitan organisasi, informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpunan pengamatan dapat dilakukan c. Penarikan Simpulan dan Verifikasi Dari awal pengumpulan data, pengamatan sudah harus memahami berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan peraturanperaturan, pola-pola, pernyataan-penyataan dan berbagai proposi.