BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN
A. Tinjauan Pustaka a. Prosedur 1. Pengertian Prosedur Menurut MC. Maryati (2008:43) prosedur diartikan sebagai berikut : “Prosedur adalah serangkaian dari tahapan-tahapan atau uruturutan dari langkah-langkah yang saling terkait dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.Untuk mengendalikan pelaksanaan kerja agar efesiensi perusahaan tercapai dengan baik butuh sebuah petunjuk tentang prosedur kerja”. Moekijat (1978:43) juga menyatakan bahwa pengertian prosedur adalah sebagai berikut: “Prosedur juga merupakan serangkaian tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan menurut waktu dan cara tertentu untuk melakukan pekerjaan yang harus diselesaikan. Urutan secara kronologis (menurut waktu) dari tugas-tugas ini merupakan ciri dari tiap prosedur.Biasanya suatu prosedur meliputi bagaimana, bilamana, dan oleh siapa masing-masing tugas harus diselesaikan”. Menururt Ida Nuraida (2008:35), prosedur merupakan: a. Metode-metode yang dibutuhkan untuk menangani aktivitasaktivitas yang akan datang. b. Urutan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. c. Pedoman untuk bertindak. Berdasarkan berbagai pengertian prosedur di atas maka dapat diketahui bahwa prosedur merupakan suatu rangkaian kegiatan dari aktivitas kerja yang berupa langkah-langkah yang dapat dijadikan pedoman
dalam
bertindak,
melaksanakan
dan
mengendalikan
aktivitas-aktivitas kerja untuk pencapaian tujuan tertentu.
2. Ciri-Ciri Prosedur Menurut Moekijat dalamIda Nuraida (2013:68),prosedur yang baik diantaranya: 1. Prosedur harus didasarkan atas fakta-fakta yang cukup mengenai situasi tertentu, tidak didasarkan atas dugaan-dugaan atau keinginan-keinginan. 2. Suatu prosedur harus memiliki stabilitas, akan tetapi masih memiliki fleksibilitas. Stabilitas adalah ketetapan arah tertentu dengan perubahan yang dilakukan hanya apabila terjadi perubahan penting dalam faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan prosedur. Fleksibilitas prosedur diinginkan guna mengatasi
suatu
krisis
atau
suatu
darurat,
dan
penyesuaiankepada suatu kondisi sementara. 3. Prosedur harus mengikuti zaman, dengan demikian prosedur kerja sebaiknyadisusun buku agar dapat dilakanakan secara konsekuen namun tidak menutup kemungkinann untuk dilaksanakan perubahan apabila sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada sehingga perubahan didalam rangkaian prosedur kerja tetap diutamakan untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen.
3. Prosedur yang Tertulis Prosedur kerja dalam setiap kantor menurut Ida Nuraida (2008:35) hendaknya : a. Bersifat formal, artinya prosedur tersebut diakui oleh semua orang dalam organisasi, b. Tertulis, dan c. Selalu terbarui, artinya selalu up to date dengan perkembangan organisasi yang aktif dan dinamis Namun pada kenyataannya sampai saat ini ada beberapa organisasi yang hanya membuat prosedur kerja secara lisan dan tidak membuatnya dalam bentuk tulisan karena mereka menganggap
prosedur tersebut sudah diketahui oleh semua anggota/pegawai.Hal inilah yang dapat memudahkan terjadinya miscommunication atau misunderstanding yang disebabkan oleh perbedaan persepsi antara pembuat prosedur dan para pelaksana itu sendiri. Oleh karena itu, prosedur sebaiknya dibuat secara tertulis untuk memudahkan dalam pencapain tujuan secara efisien dan juga agar tercipta komunikasi yang baik, terutama bagi level bawah yang menjadikan prosedur tertulis sebagai pedoman dalam bertindak. Dalam suatu organisasi, tugas yang paling penting bagi atasan adalah mengetahui apakah individu-individu tersebut mengertitujuan apa yang nantinya akan dicapai serta mengerti bagaimana cara-cara untuk mencapainya supaya kinerja individu yang bekerja sama dalam suatu kelompok dapat berjalan dengan efektif. Dengan semakin jelas prosedur tersebut, maka bawahan akan semakin mengerti dengan apa yang diharapkan untuk dapat dikerjakan dan dicapai demi kepentingan organisasi. 4. Tahapan Penulisan Prosedur Berikut beberapa tahapan penulisan prosedur menurut Ida Nuraida (2014:54) adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi pekerjaan/operasi yang akan dikerjakan dan dianalisis dengan system yang sudah ada. 2. Selaraskan logika prosedur yang akan dibuat dengan seluruh prosedur yang ada di Perusahaan. 3. Buat urutan langkah yang paling cocok dan logis : a. Hindarkan penulisan yang panjang lebar. b. Buat tiap langkah kearah penyelesaian pekerjaan. c. Hindarkan keterlambatan, pengulangan, dan back tracking, yaitu pegawai harus kembali ke tahap awal prosedur lagi
apabila mengalami hambatan di tengah-tengah pelaksanaan suatu prosedur. d. Minimalkan duplikasi dokumen, artinya jangan sampai dokumen diberikan kepada orang yang tidak membutuhkan sehingga menimbulkan ketidakefisienan. e. Cantumkan dengan jelas penanggung jawab pada setiap kegiatan dalam prosedur tersebut dan sesuaikan dengan kemampuan individu.
5. Manfaat Prosedur Tertulis Menurut Ida Nuraida (2008:36-37) prosedur tertulis sangat bermanfaat bagi level manajerial maupun non manajerial dalam melaksanakan fungsi manajemen pada setiap bagian/divisi. Manfaat prosedur tertulis antara lain : 1. Planning-Controlling a. Mempermudah dalam pencapaian tujuan. b. Merencanakan dengan seksama tentang besarnya beban kerja yang optimal bagi masing-masing pegawai. c. Menghindari pemborosan atau memudahkan penghematan biaya. d. Mempermudah pengawasan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan yang sudah dilakukan, menilai apakah pelaksanakan pekerjaan sudah sesuai dengan prosedur atau belum. Apabila belum, perlu diketahui penyebabnya sebagai bahan masukan untuk mempertimbangkan apakah perlu dilakukan tindakan koreksi terhadap pelaksanaan atau revisi terhadap prosedur. Dengan adanya prosedur yang telah dibakukan maka dapat disampaikan proses umpan balik yang konstruktif.
2. Organizing a. Mendapatkan instruksi kerja yang dapat dimengerti oleh bawahan mengenai : a) Bagaimana tanggung jawab setiap prosedur pada masingmasing bagian, terutama pada saat pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan bagian-bagian lain. Misalnya, bagian yang terlihat dalam inventarisasi barang-barang kantor suatu perusahaan adalah bagian sarana dan prasarana serta bagian keuangan. b) Bagaimana proses penyelesaian suatu pekerjaan. b. Dihubungkan dengan alat-alat yang mendukung pekerjaan kantor serta dokumen kantor yang diperlukan. c. Mengakibatkan arus pekerjaan kantor menjadi lebih lancar dan baik, serta menciptakan konsistensi kerja. 3. Staffing-Leading a. Membantu atasan dalam memberikan training atau dasar-dasar instruksi kerja bagi pegawai baru dan pegawai lama. Prosedur mempermudah orientasi pegawai baru. Sedangkan bagi pegawai lama, training juga diperlukan apabila pegawai lama harus menyesuaikan diri dengan metode dan teknologi yang baru, atau mendapat tugas baru yang masih asing sama sekali. Dengan demikian pegawai akan terbiasa dengan prosedurprosedur yang baku dalam suatu pekerjaan rutin di kantor yang berisi tentang cara kerja dan kaitannya dengan tugas lain. b. Atasan perlu mengadakan conselling bagi bawahan yang bekerja
tidak
sesuai
dengan
prosedur.
Penyebab
ketidaksesuaian tersebut harus diketahui dan atasan dapat memberikan pengarahan yang dapat memotivasi pegawai agar mau memberikan kontribusi yang maksimal bagi kantor. c. Mempermudah pemberian penilaian terhadap bawahan.
4. Coordinating a. Menciptakan koordinasi yang harmonis bagi tiap departemen dan antar departemen. b. Menetapkan dan membedakan antara prosedur-prosedur rutin dan prosedur-prosedur independen.
6. Pentingnya Prosedur Menurut MC. Mariyati (2008:43) menjelaskan tentang pentingnya prosedur dalam pekerjaan perkantoran, dijelaskan sebagai berikut : “Prosedur kerja membuat pekerjaan kantor dapat dilaksanakan lebih lancer. Sehingga waktu penyelesaian lebih cepat. Prosedur kerja juga memberikan pengawasan lebih baik tentang apa dan bagaimana suatu pekerjaan telah dilakukan. Prosedur kerja menjadikan setiap bagian berkoordinasi dengan bagian yang lain. Dengan adanya prosedur kerja maka pekerjaan dapat dikendalikan dengan baik, dan tentu saja hal tersebut akan membuat penghematan yang besar bagi perusahaan.
7. Informan Dalam Membuat Prosedur Dalam buku Ida Nuraida (2008:37-38) sebelum membuat prosedur kerja yang baru, kantor perlu memperbarui prosedur kerja yang ada sebelumnya. Dalam hal ini kantor perlu mengetahui informasiinformasi penting, yaitu : 1. Tujuan Sebelum membuat prosedur yang baru, maka perlu diketahui tujuan utama penulisan prosedur yang akan dibuat. 2. Dokumen (surat.formulir/laporan) yang diperlukan antara lain : a. Nama dan jumlah b. Sumber/asal c. Tembusan/rangkap d. Penanggung jawab e. Waktu untuk memperoleh data dan melengkapi dokumen
3. Alat/mesin/fasilitas yang diperlukan antara lain : a. Apa dan berapa ? b. Dimana tempat memperoleh alat/mesin/fasilitas tersebut ? c. Siapa
penanggung
jawab
terhadap
penggunaan
alat/mesin/fasilitas tersebut ? 4. Orang/bagian/departemen yang diperlukan antara lain : a. Siapa
dan
berapa
orang/bagian/departememn
yang
melaksanakan suatu prosedur ? b. Siapa dan berapa orang/bagian/departemen yang mengawasi pelaksanaan dan pengendalian prosedur ? c. Siapa dan berapa orang/bagian/departemen yang terlibat dalam aliran barang atau aliran dokumen ? d. Perlukan pemberian pelatihan atau pengarahan tentang prosedur yang baru ? 5. Tata ruang kantor yang diperlukan antara lain : a. Bagaimana dengan tata ruang kantor ?Apakah sudah cukup mendukung pelaksanaan prosedur ? b. Perlukan dilakukan pembenahan terhadap tata ruang kantor ? 6. Metode penulisan prosedur yang akan digunakan\ a. Metode apakah yang memudahkan pemahaman para pelaksana ? b. Metode
apakah
yang
memudahkan
pengawasan
dan
pengendalian prosedur ? 7. Langkah-langkah alternatif yang diperlukan : a. Berbagai hal yang mungkin timbul dengan adanya perbedaan kondisi b. Alasan-alasan yang perlu dikemukakan dalam langkah-langkah alternatif c. Tindakan antisipasi apa yang harus dikerjakan pada waktu terjadi pengecualian
Sebagai catatan, prosedur yang dibuat sebaiknya juga mencakup tindakan manajemen yang proaktif sehingga tidak hanya dipersiapkan untuk kondisi standar, akan tetapi juga dipikirkan kondisi alternatif yang mungkin terjadi, termasuk bagaimana cara mengatasi kondisi tersebut. Jika sewaktu-waktu kondisi alternatif itu terjadi, pegawai tidak mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan dan dengan segera dapat mengambil tindakan/solusi terhadap masalah tersebut. b. Penindakan 1. Pengertian Penindakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006Tentang Kepabeanan menyatakan bahwa : Penindakan adalah upaya untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran ketentuan Undangundang.Untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya ketentuan Undang-undang tersebut, Pejabat Bea dan Cukai mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan dengan cara : 1. Penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut. 2. Pemeriksaan terhadap barang, bangunan atau tempat lain, surat atau dokumen yang berkaitan dengan barang atau terhadap orang. 3. Penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut. 4. Penguncian, penyegelan dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang maupun sarana pengangkut.
2. Prosedur Penindakan Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-53/BC/2010 tentang Tata Laksana Penindakan adalah sebagai berikut :
Penindakan dilaksanakan oleh Unit Penindakan dan Penyidikan untuk mengamankan hak-hak negara dan menjamin pemenuhan kewajiban pabean dan/atau cukai dengan upaya fisik yang bersifat administratif sesuai ketentuan yang berlaku. Prosedur penindakan sebagaimana meliputi : 1. Penelitian pra-penindakan Penindakan sebagaimana dilaksanakan berdasarkan informasi tentang
indikasi
pelanggaran
yang
diperoleh
dari
unit
intelijen.Informasi yang diperoleh dari Unit Intelijen berupa Nota Hasil Intelijen (NHI), Nota Informasi Penindakan (NIP), atau informasi lainnya. Namun penindakan dapat dilaksanakan tidak hanya berdasarkan informasi dari Unit Intelijen saja, penindakan dapat dilaksanakan karena kondisi yang bersifat mendesak, dalam hal: a. Terdapat informasi dari sumber lain terkait dengan penindakan yang perlu segera dilakukan; b. Tertangkap tangan, termasuk oleh masyarakat; atau c. Merupakan hasil pengembangan penindakan oleh Unit Penindakan terkait dengan penindakan yang sedang dilakukan. Informasi dari sumber laintersebut dituangkan dalam Lembar Informasi (LI-1). Penelitian pra-penindakan dilaksanakan dengan analisis terhadap informasi untuk dapat ditentukan kelayakan operasional penindakan. Atas informasi berupa Nota Hasil Intelijen (NHI) atau Nota Informasi Penindakan (NIP) dilakukan analisis untuk menentukan kelayakan operasional, meliputi: a. Substansi pelanggaran yang meliputi jenis, tempat, waktu dan pelaku pelanggaran b. Kewenangan penindakan c. Ketersediaan personil dan sarana penindakan.
Informasi lainnya digunakan sebagai pertimbangan dalam pelaksanaan kegiatan patroli. Dalam hal hasil analisis tersebut yaitu : a. Memenuhi kelayakan operasional, ditindaklanjuti dengan operasi penindakan; atau b. Tidak memenuhi kelayakan operasional, diberitahukan kepada Unit Intelijen untuk pengolahan informasi lebih lanjut melalui Nota Pengembalian Informasi (NPI). Hasil analisis tersebut dituangkan dalam Lembar Analisis Prapenindakan (LAP). 2. Penentuan Skema Penindakan Dalam rangka operasi penindakan, dilaksanakan penentuan skema penindakan dengan mempertimbangkan : a. Kriteria pokok berupa tempat pelanggaran b. Kriteria tambahan berupa ketersediaan personil, sarana operasi, waktu dan/atau kompleksitas penindakan. Operasi Penindakan dilakukan oleh Kantor Pelayanan dalam hal : a. Tempat pelanggaran berada pada wilayah kerja Kantor Pelayanan; dan b. kesiapan personil dan sarana operasi. Operasi penindakan dapat dilakukan oleh Kantor Wilayah dalam hal: a. Tempat pelanggaran berada pada lebih dari satu wilayah kerja Kantor Pelayanan namun masih dalam satu wilayah kerja Kantor Wilayah; dan b. Kesiapan personil, sarana operasi, waktu dan/atau kompleksitas penindakan. Operasi penindakan dapat dilakukan oleh kantor Pusat dalam hal : a. Tempat pelanggaran berada pada lebih dari satu wilayah kerja Kantor Pelayanan atau Kantor Wilayah; dan
b. Kesiapan personil, sarana operasi, waktu dan/atau kompleksitas penindakan. Operasi penindakan dapat dilaksanakan dengan skema : a. Penindakan mandiri Penindakan mandiri dilaksanakan oleh Unit Penindakan Kantor DJBC yang menerima informasi tanpa bantuan Unit Penindakan
Kantor
DJBC
lain.
Penindakan
mandiri
dilaksanakan oleh Kantor DJBC setempat dengan dibuatkan Surat Bukti Penindakan (SBP) dan berita acara terkait atas pelaksanaan penindakan. b. Penindakan dengan perbantuan Penindakan dengan perbantuan dilaksanakan oleh Unit Penindakan Kantor DJBC yang menerima informasi dengan bantuan Unit Penindakan Kantor DJBC lain. Penindakan dengan perbantuan dilaksanakan oleh Unit Penindakan Kantor DJBC dengan bantuan Unit Penindakan Kantor DJBC lain berdasarkan permintaan tertulis sebelum penindakan, yang disampaikan
secara
hierarkis
disertai
alasan
dengan
dilakukan
dengan
mempertimbangkan kriteria kewenangan. c. Penindakan yang dilimpahkan Penindakan
yang
dilimpahkan
melimpahkan penindakan ke Unit Penindakan Kantor DJBC lain secara vertikal/horizontal.Penindakan dilaksanakan oleh Unit Penindakan kantor DJBC yang mengikutsertakan Unit Penindakan Kantor DJBC lain dan dibuatkan Surat Bukti Penindakan (SBP) serta berita acara terkait atas pelaksanaan penindakan. d. Penindakan yang dilimpahkan dengan perbantuan Penindakan dilakukan
yang
dengan
dilimpahkan
melimpahkan
dengan penindakan
perbantuan ke
Unit
Penindakan kantor DJBC lain secara vertikal/horizontal disertai
bantuan.
Penindakan
yang
dilimpahkan
dilaksanakan
berdasarkan Memo Pelimpahan Penindakan (MPP) yang berisi intruksi
pelimpahan
dengan
mempertimbangkan
kriteria
kewenangan : -
Dari Unit Penindakan Kantor Pusat ke Unit Penindakan Kantor DJBC; atau
-
Dari Unit Penindakan Kantor Wilayah ke Unit Penindakan Kantor Pelayanan.
3. Patroli dan Oprasi Penindakan Kegiatan Unit Penindakan dilaksanakan dengan patroli dan/atau operasi penindakan. Patroli dilaksanakan berdasarkan informasi yang bersifat umum dalam rangka pencegahan pelanggaran dalam bentuk : a. Patroli laut Patroli laut dilaksanakan secara rutin atau sewaktu-waktu dalam rangka pencegahan pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai termasuk untuk mencari dan menemukan dugaan pelanggaran
kepabeanan
dan/atau
cukai.Patroli
Laut
dilaksanakan di seluruh wilayah perairan Indonesia serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen
sebagaimana
dimaksud
dalam
undang-undang
Kepabeanan. b. Patroli darat Patroli darat dilaksanakan secara rutin atau sewaktu-waktu dalam rangka pencegahan pelanggaran termasuk untuk mencari dan
menemukan
dugaan
pelanggaran.
dilaksanakan di dalam daerah pabean, meliputi : -
Pelabuhan laut/udara
-
Kawasan pabean
-
Tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP)
-
Perbatasan darat
Patroli
darat
-
Pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha penyalur atau tempat penjualan eceran barang kena cukai
-
Peredaran bebas barang kena cukai
4. Penentuan Hasil Penindakan Segera setelah seluruh tahapan penindakan
selesai,
dilaksanakan pembuatan Laporan Tugas Penindakan (LTP) dan dilakukan Analisa Hasil Penindakan dalam waktu : a. paling lama 7 x 24 jam sejak dilakukan penindakan untuk dugaan pelanggaran kepabeanan; dan b. paling lama 14 x 24 jam sejak dilakukan penindakan untuk dugaan pelanggaran cukai Jangka waktu pelaksanaan Analisa Hasil Penindakan memperhatikan batasan waktu sesuai ketentuan yang berlaku dan dapat diperpanjang atas izin atasan dari yang melaksanakan penindakan.Analisa Hasil Penindakan dilakukan untuk menentukan adanya dugaan pelanggaran atas penindakan yang dilakukan. Dalam hal berdasarkan Analisa Hasil Penindakan apabila diduga terdapat pelanggaran, dibuat Laporan Pelanggaran (LP)dan diserahkan kepada Unit Penyidikan dengan dilampiri Laporan Tugas Penindakan (LTP), berkas penindakan beserta barang hasil penindakan. Dalam hal berdasarkan Analisa Hasil Penindakan apabila diduga tidak terdapat pelanggaran, Pejabat yang melakukan penindakan membuat laporan pelaksanaan penindakan dan mengembalikan barang yang dilakukan penindakan kepada yang menguasai barang dengan berita acara.Analisis hasil penindakan dituangkan dalam Lembar Penentuan Hasil Penindakan (LPHP).
c. Barang Kiriman Impor adalah proses memasukkan barang dari luar daerah pabean kedalam daerah pabean. Impor dapat dilakukan melalui berbagai cara
dari impor umum, hingga impor barang yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman. Yang dimaksud dengan barang kiriman adalah barang yang di kirim oleh pengirim tertentu yang berada di luar negeri dan ditujukan kepada penerima yang berada di dalam negeri. Pengirimannya dapat melalui perusahaan jasa titipan atau pos tukar udara. Barang kiriman pos yang dimasukkan ke dalam Indonesia yang berasal dari luar negeri diberlakukan seperti barang impor, karena memenuhi dari pengertian impor. Sehingga barang kiriman pos tersebut berlaku ketentuan impor khusus untuk barang kiriman pos yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman. Barang kiriman pos yang diselesaikan pemenuhan kewajiban kepabeanannya di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakartadengan tujuan seluruh wilayah karisidenan kota Suurakarta yaitu meliputi : Solo, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Klaten, Sragen dan Karanganyar. Untuk penyelesaian kepabeanannya dilakukan di Kantor
Pos lalu Bea
Surakarta mulai dari pemeriksaan barang hingaa penyampaian barang terhadap penerima.
d. Pemeriksaan Barang Kiriman Pos Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap barang kiriman yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman. Terhadap Barang Kiriman,
diberikan
pembebasan bea masuk dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 50.00 (lima puluh US Dollar) untuk setiap orang per kiriman. Dalam hal Barang Kiriman melebihi batas nilai pabean dipungut bea masuk
dan pajak dalam rangka impor. Barang Kiriman wajib diberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean.Barang Kiriman hanya dapatdikeluarkan dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai. Impor Barang Kiriman dilakukan melalui pos atau PJT (Perusahaan Jasa Titipan).Terhadap Barang Kiriman dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai. Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Pemeriksaan fisik barang dilakukan secara selektif. Dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik barang, pemeriksaan fisik tersebut disaksikan oleh petugas pos atau petugas PJT. Barang Kiriman dikeluarkan setelah dipenuhi kewajiban pabean dan mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai. Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean serta menghitung bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang wajib dilunasi atas Barang Kiriman melalui pos. Barang Kiriman melalui pos yang telah ditetapkan tarif dan nilai pabeannya, diserahkan kepada penerima Barang Kiriman melalui pos setelah bea masuk dan pajak dalam rangka impor dilunasi. Penyelesaian impor Barang Kiriman melalui pos dilakukan oleh PT. Pos
Indonesia
(Persero)
dan
Direktorat
Jenderal
Bea
dan
Cukai.Penyelesaian meliputi penanganan kantung pos, pelalubeaan serta pengawasannya. PJT yangakan melaksanakan kegiatan impor Barang Kiriman harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean. Atas permohonan Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan PJT dapat melaksanakan kegiatan impor Barang Kiriman setelah menyerahkan/mempertaruhkan jaminan tunai, jaminan bank, ataucustoms bondyang besarnya ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean. Penetapan jaminan, dilakukan dengan memperhatikan jumlah bea masuk dan pajak dalam rangka impor dalam periode penangguhan pembayaran tertentu atas barang kiriman yang diberitahukan oleh PJT. Barang Kiriman melalui PJT harus memenuhi ketentuan paling berat 100 (seratus) kilogram untuk setiap House Airway Bill (AwB) atau
Bill of Lading (B/L). Pengecualian dari ketentuan mengenai Barang dapat diberikan terhadap : 1. Barang Kiriman untuk tujuan tempat penimbunan berikat 2. Barang Kiriman lainnya yang memperoleh izin dari Direktur Jenderal. Atas Barang Kiriman melalui PJT yang tidak memenuhi ketentuan diberlakukan ketentuan umum di bidang impor. Pengeluaran Barang Kiriman melalui PJT dilaksanakan setelah diajukan Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK).Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) disampaikan ke Kantor Pabean melaluimedia elektronik atau secara manual. Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean serta menghitung bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang wajib dilunasi atas Barang Kiriman melalui PJT. Bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang wajib dilunasi dalam jangka waktu palinglama 3 (tiga) hari kerja setelah diterbitkannya persetujuan pengeluaran barang. Pengeluaran BarangKiriman melalui PJT untuk tujuan tempat penimbunan berikat berlaku ketentuan mengenai prosedur pemasukan
barang ke tempat
penimbunan berikat.
Pengeluaran BarangKiriman melalui PJT yang terkena ketentuan pembatasan impor, dapat disetujui setelah semua persyaratan impornya dipenuhi. Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif bea masuk atas impor Barang
Pribadi
Penumpang,
Barang
Pribadi
Awak
Sarana
Pengangkut, Barang Pribadi Pelintas Batas, Barang Dagangan, dan Barang Kiriman. Penetapan tarif bea masuk didasarkan pada tarif bea masuk dari barang bersangkutan. Dalam hal barang impor apabila lebih dari 3 (tiga) jenis barang, Pejabat Bea dan Cukai menetapkan hanya satu tarif bea masuk berdasarkan tarif barang tertinggi.
e. Ketentuan Pembebasan Impor Barang Kiriman Pos Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010 disebutkan bahwa barang kiriman diberikan pembebasan Bea Masuk dan pungutan impor lainnya, dengan nilai pabean sampai dengan FOB US 50, 00 per penerima per pengiriman. Jadi jika berdasarkan penetapan nilai pabean yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai kiriman pabean tersebut nilainya kurang atau sama dengan FOB US 50, 00 maka atas kiriman pabean tersebut dibebaskan dari pembayaran pungutan impor. Dan jika barang kiriman pabean di tetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai nilainya diatas FOB US 50, 00 maka atas selisihnya dikenakan Bea Masuk dan pungutan impor lainnya. Dikecualikan untuk barang yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagai barang dagangan, berapapun nilai pabeannya tetap dikenakan Bea Masuk dan pungutan impor lainnya. f. Larangan dan Pembatasan Larangan dan pembatasan atau lartas inilebih didasarkan atas adanya konvensi internasional dimana Indonesia sebagai anggota World Customs Organization maupun World Trade Organization dan praktik kepabeananinternasional, telah meratifikasi dan menerapkan ketentuan-ketentuan konvensi dalam sistem perundang-undangan nasionalnya. Larangan dan Pembatasan ini meliputi ekspor dan impor adalah sesuai dengan praktik kepabeanan internasional, pengawasan lalulintas barang dilaksanakan oleh instansi pabean.Untuk mencapai efektivitas dan koordinasi pengawasan, instansi teknis yang berkaitan dengan barang/produk barang wajib menyampaikan peraturan atas larangan
dan
pembatasan
kepada
Menteri
keuangan
untuk
dilaksanakan DJBC. Pertimbangan yang mendasari keputusan menteri perdagangan dan menteri perindustrian akan importisasi barang dibatasi dan dilarang antara lain:
1.
Peredaran dan penggunaan bahan berbahaya terus meningkat, baik jenis maupun jumlahnya serta mudah diperoleh di pasaran, sehingga dapat terjadi penyalahgunaan peruntukannya.
2.
Sebagai
upaya
mencegah
penyalahgunaan,
distribusi
dan
pengawasan Bahan Berbahaya harus diatur penggunaannya. Pelarangan dibidang ekspor ditekankan kepada pertimbangan bahwa dalam perkembangannya kerusakan lingkungan yang terjadi oleh kegiatan
yang tidak terkendali. Barang yang dilarang atau
dibatasi impor atau ekspornya dinyatakan tidak memenuhi syarat yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan-undangan kepabeanan atau bersifat merusak dan membahayakan masyarakat. 1. Perlakuan terhadap Barang yang Dilarang atau Dibatasi Ketentuan dalam Undang-undang Kepabeanan nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah berubah menjadi nomor 17 tahun 2006 dalam Pasal 53 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah, sehingga pasal ini mempunyai unsur-unsur di dalamnya, sebagaimana telah dirangkum oleh Ali Purwito M (2013:386),sebagai berikut: a.
Instansi yang menetapkan peraturan larangan dan pembatasan wajib memberitahukan kepada Menteri Keuangan
b.
Atas Permintaan eksportir atau importir barang yang dilarang atau dibatasi jika tidak memenuhi syarat, dapat dibatalkan ekspornya, diekspor kembali dalam hal barang itu diimpor atau dimusnahkan di bawah pengawasanpejabat bea dan cukai. Kecuali ditetapkan lain
c.
Dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara, jika barang yang dilarang atau dibatasi (dalam impor/ekspor), apabila diberitahukan tidak benar.Kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Penangguhan Pengeluaran Barang Ketentuan Undang-undang Kepabeanan nomor 17 tahun 2006 Pasal 54 tentang perintah tertulis penangguhan pengeluaran barang hasil pelanggaran HAKI. Kalimat “Ketua Pengadilan Negeri” diganti menjadi “Ketua Pengadilan Niaga”, yang mempunyai
otoritas
dalam
penyelesaian
masalah-masalah
pelanggaran HAKI. Untuk melaksanakan pengawasan terhadap barang-barangyang diduga mengandung adanya pelanggaran, pejabat bea dan cukai dapat melakukan tindakan penangguhan atas impor atau ekspor barang-barang dimaksud, yaitu dengan persyaratan: a.
Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak atas cipta
b.
Perintah tertulis dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Niaga, kepada pejabat bea dan cukai
c.
Penanguhan bersifat sementara waktupengeluaran barangbarang impor atau ekspor dari kawasan pabean
d.
Harus berdasarkan bukti yang cukup dan diduga merupakan Pelanggaran merek atau hak cipta yang dilindungi di Indonesia.
3. Jangka Waktu Penangguhan Ketentuan Pasal 57 dalamUndang-undang Kepabeanan nomor 17 tahun 2006 mengenai jangka waktu pengguhan dan perpanjang jangka waktu penangguhan, sebagaimana telah dirangkum oleh Ali Purwito M (2013:389), bahwa: Padaayat (1) penegasan kata “sepuluh” dengan “10 (sepuluh)”. Ayat(2) penegasan kata “10 (sepuluh)” dan “Ketua pengadilan Niaga”.Demikian juga dalam penjelasannya, pengadilan negeri diganti dengan pengadilan niaga. Pelaksanaan penangguhan ditetapkan jangka waktunya: a.
Paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
b.
Jangka waktu berdasarkan alasan dengan syarat tertentu dan dapat diperpanjang satu kali paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, dengan perintah tertulis dari Ketua Pengadilan Niaga dan dengan perpanjang jaminan.
4. Tindakan Hukum atas Penangguhan Dalam Pasal 59 Undang-undang Kepabeanan nomor 17 tahun 2006 diatur mengenai: a.
Pengakhiran masa penangguhannya, jika dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari pejabat bea dan cukaitidak menerima pemberitahuan
daripihak
yang
meminta
penagguhan
pengeluaran. Pejabat bea dan cukai melaporkan kepada yang memberi perintah bahwa tindakan tersebut telah dilakukan dan Ketua Pengadilan Niaga tidak memperpanjang waktu b.
Orang meminta penangguhan pengeluaran harus melaporkan tentang dimulainya pengguhan dan segera dilakukan tindakan tersebut. Penegahan barang dapat juga diartikan sebagai tindakan
untuk
menunda
pengeluaran,
pemuatan
dan
pengangkutan barang impor atau ekspor sampai dipenuhinya kewajiban pabean. Barang yang terkena proses penegahan adalah barang yang termasuk dalam barang jenis barang larangan dan pembatasan. Barang Larangan dan Pembatasan adalah barang yang dilarang atau dibatasi pemasukkan dan pengeluarannya ke atau dari wilayah Republik Indonesia tanpa ijin dari instansi berwenang. Barang yang termasuk dalam kategori tersebut antara lain : a) Narkotika (Narcotics) b) Bahan peledak (Explosive materials) c) Petasan (Fire works) d) Senjata api dan amunisi (fire arm and ammunition) e) Psikotropika (Psychotropics)
f)
Buku dengan barang cetakan tertentu (Defined books and printed materials)
g) Media rekam audio dan / atau visual (Audio and/or Visual recording media) h) Alat-alat
telekomunikasi
(Telecommmunication
equipment) i)
Mesin fotocopi berwarna, bagian / suku cadang dan peralatannya (Colour photo Copy, parts and equipment therenf)
j)
Beberapa jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi serta bagian-bagiannya (Undangered species of wild fauna and flora, and parts therenf)
k) Beberapa jenis ikan tertentu (Certain species of fish) l)
Makanan dan minuman yang tidak terdaftar pada Departemen Kesehatan RI (Unregistered food and beverages at The Departement of Health)
m) Obat-obatan (medicines) n) Bahan-bahan berbahaya (Dangerous materials) o) Pestisida (Pesticides) p) Bahan
perusak
menggunakan
lapisan bahan
ozon perusak
dan
barang lapisan
yang ozon
(Ozonedepicting substances and goods containing ozone depleting substances) q) Limbah (Wastes) r)
Benda cagar budaya (Cultural valuable goods
s)
Produk tertentu (Certain products)
t)
Uang rupiah dengan jumlah tertentu (Certai amount of rupiah in cash)
g. Barang yang Dikuasai Negara (BDN) Peraturan mengenai pembatasan importisasi atas barang-barang tertentu, mengakibatkan barang dalam status dikuasai Negara dalam halini Ali Purwito M, (2013:394),menyatakan sebagai berikut: a.
Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitakan secara tidak benar dalam Pemberitahuan Pabean
b.
Barang dan/atau sarana pengangkut yang dicegah oleh Pejabat Bea dan Cukai
c.
Barang dan/atau sarana pengankut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal.
h. Barang yang Menjadi Milik Negara (BMN) Barang yang menjadi milik negara, sebelumnya merupakan barang-barang yang dikuasai negara, seperti disebutkan dalam Pasal 72 UU Kepabeanan Nomor 17 tahun 2006. Pemilik barang yang dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara berhak untuk mengajukan keberatan dengan mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diberitahukan oleh pejabat bea dan cukai. Keberatan disini bukan dalam arti yang dapat disengketakan, tetapi lebih ke dalam lingkup hukum administrasi negara, hanya penyelesaiannya terletak pada otoritas keuangan negara.Barang yang menjadi milik negara merupakan barang atau sarana pengangkut (barang yang dilarang,barang yang dibatasi, barang/sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim telah mempunyai kekuatan hukum tetap). a.
Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai yang merupakan barang yang dilarang untuk diekspor atau diimpor, kecuali terhadap barang dimaksudkan ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b.
Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai yang merupakan barang yang dibatasi untuk diekspor atau di impor, yang tidak
diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean c.
Barang dan/atau sarana pengangkut yang dicegah oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal
d.
Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean
e.
Barang yang Dikuasai Negara yang merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor
f.
Barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan dirampas untuk negara. Dalam Undang-undang Kepabeanan nomor 17 tahun 2006 pasal-
pasal
yang mengaturmengenai barang dikuasai dan menjadi
miliknegara sebagaimana telah dirangkum oleh Ali Purwito M (2013:396), seperti Pasal 68: Mengenai barang yang dikuasai negara (barang yang dilarang dan dibatasi, barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di kawasan pabean oleh pemilik tidak dikenal). Pada Pasal 69: penyelesaian barang yang dikuasai Negara (busuk segera dimusnahkan, karena sifatnya tidak tahan lama dan berbahaya, barang yang dibatasi dan dinyatakan menjadi barang milik negara). Sedangkan dalam Pasal 70 Undang-undang Kepabeanan: barang/sarana
pengangkut
yang
diserahkan
kembali
kepada
pemiliknya dalam jangka waktu 30 hari.
B. Metode Pengamatan Suatu pengamatan pada dasarnya adalah bagian mencari dan mendapatkan data untuk selanjutnya dilakukan penyusunan dalam bentuk
laporan hasil pengamatan. Supaya proses tersebut dapat berjalan lancar serta hasilnya dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah, maka diperlukan metode pengamatan. Metode ini terdiri dari : 1.
Lokasi Pengamatan Dalam melakukan suatu pengamatan memerlukan lokasi yang dijadikan objek untuk memperoleh data dan informasi. Lokasi yang dipilih sebagai tempat pengamatan adalah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta, Jalan L.U Adi Sucipto No.36 Blulukan, Colomadu, Karanganyar, Surakarta 57174 di unit bagian Penindakan dan Penyidikan yang sesuai dengan judul yaitu Prosedur Penindakan Barang Kiriman Posantara lain adalah sebagai berikut: a.
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta sangat mendukung pengamatan ini, dengan memberikan ijin yang memungkinkan penulis mendapatkan datadata dan informasi yang diperlukan sesuai dengan permasalahan yang akan diamati.
b.
Masalah yang dikaji sesuai dengan judul pengamatan, karena Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta melakukan penindakan atas barang kiriman pos sesuai dengan prosedur yang ada.
2.
Jenis Pengamatan Metode yang digunakan dalam pengamatan ini adalah deskritif kualitatif. Menurut H.B Sutopo (2002:111), deskriptif kualitatif adalah pengamatan yang mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai kondisi yang sebenarya terjadi di lapangan. Penelitian kualitatif lebih mendasarkan diri pada aktivitas di lapangan. Pengamatan deskriptif kualitatif juga bisa diartikan sebagai riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Pengamatan deskriptif kualitatif jauh lebih
subyektif daripada pengamatan kuantitatif. Pengamatan deskriptif kualitatif menggunakakn metode sangat berbeda dari mengumpulkan informasi, terutama individu dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan grup fokus.
3.
SumberData Data merupakan sumber fakta atau keterangan dari obyek yang diamati, data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam pengamatan ini sebagian besar berupa data kualitatif. Informasi tersebut akan digali dari beragam sumber data dan jenis sumber data , dalam pengamatan ini sumber data yang digunakan adalah : a.
Narasumber Menurut H.B sutopo (2002:50), narasumber yaitu orang yang atau beberapa orang yang memberikan atau menyampaikan informasi kepada penulis atau masyarakat tentang informasi yang berkaitan dengan pokok permasalahan atau jenis data berupa manusia yang sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki informasi.Dalam pengamatan ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu memilih sampel pada beberapa orang yang dipandang memiliki sumber data penting berkaitan dengan masalah yang diamati.Adapun narasumber dalam pengamatan ini adalah : -
Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta
-
Pejabat bea dan cukai yang bertugas di Kantor Pos Lalubea Surakarta
-
Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta
b. Peristiwa atau aktivitas Peristiwa atau aktivitas merupakan pengamatan terhadap proses bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung. Dalam pengamatan ini peristiwa atau aktivitas yang dilakukan adalah melakukan pengamatan terkait dengan prosedur penindakan barang kiriman pos di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta. c. Dokumen dan Arsip Menurut H.B Sutopo (2002:54), dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dalam mengkaji dokumen, pengamat sebaiknya tidak hanya mencatat apa saja yang tertulis tetapi juga berusaha menggali dan menangkap makna yang tersirat dari dokumen tersebut. Dalam pengamatan ini diperoleh data beberapa arsip dan dokumen yang berhubungan dengan masalah pengamatan tersebut. Dokumen dan arsip yang mendukung pengamatan adalah berkas-berkas yang ber kaitan dengan penindakan barang kiriman pos.
4. Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data penulis menggunakan cara sebagai berikut : a.
Wawancara Menurut H.B. Sutopo (2002 : 56-57) “wawancara merupakan sumber data yang paling penting dalam pengamatan kualitatif berupa manusia yang dalam posisi sebagai narasumber atau informan”. Dalam penulisan ini, pengamat menggunakan teknik wawancara
mendalam
dengan
menggunakan
pedoman
wawancara. Cara yang dilakukan bisa tatap muka langsung, melalui telepon, menggunakan surat atau daftar pertanyaan
(kuesioner). Tetapi yang paling banyak dilakukan adalah tatap muka langsung dengan korespondennya yaitu dengan cara tanya jawab lisan secara langsung yang menjurus kepada sasaran, atau terhadap obyek pengamatan untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terperinci sesuai dengan topik pengamatan dan wawancara dilakukan terhadap obyek yang tepat dan mengerti tentang topik yang sedang penulis amati, adapun pertanyaan yang diajukan dapat berkembang sedemikian rupa berdasarkan kebutuhan akan informasi yang kita butuhkan. b.
Studi Pustaka Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari buku atau referensi yang berkaitan dengan masalah yang diamati.
c.
Observasi Menurut H.B Sutopo (2002:64), teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda serta rekaman gambar. Observasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut H.B Sutopo (2002:64), observasi yang digunakan adalah observasi berperan aktif yaitu cara khusus pengamat yang tidak berperan pasif sebagai pengamat dalam mengumpulkan data yang diperlukan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik observasi pada penelitian ini menggunakan observasi berperan aktif dimana pengamat berperan aktif dalam mengumpulkan data berkaitan dengan prosedur penindakan barang kiriman.
d.
Mengkaji Dokumen Menurut H.B Sutopo (2002:69), mengkaji dokumen dan arsip yaitu teknik pengumpulan data dimana pengamat bukan hanya sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip saja, tetapi juga tentang maknanya yang tesirat. Oleh
karena itu, pengamat harus bersikap kritis dan teliti dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan penindakan barang kiriman. Pengkajian dokumen ini berupa dokumen-dokumen masuknya barang kiriman, barang-barang yang ditegah, sampai proses penyelesaian barang kiriman yang ditegah.
5.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif. Menurut H.B Sutopo (2002:95), mengatakan bahwa teknik analisis interaktif yaitu teknik analisis data kualitatif yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh atau proses analisis pengamatan kualitatif yang dilakukan sepanjang proses pengamatan sehingga data akan terkumpul semua dan berperan aktif serta interaktif sepanjang proses pengamatan. Menurut H.B Sutopo (2002:91), dalam proses analisa terdapat tiga komponen utama yang harus benar-benar dipahami oleh setiap pengamatan kualitatif, tiga komponen tetrsebut adalah (1) reduksi data, (2) sajian data, dan (3) penarikan simpulan dan verifikasinya. Aktivitas tiga komponen tersebut dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data yang masih berlangsung. Untuk lebih jelasnya, proses analisis interaktif dapat dilihat pada bagan berikut :
Pengumpulan Data
Sajian Data
Reduksi Data
Penarikan Simpulan / Verifiasi Gambar 2.1 Model analisis Interaktif Sumber : H.B Sutopo (2002:96)
a.
Reduksi Data Reduksi data merupakan komponen utama dalam analisa yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari file note. Menurut H.B Sutopo (2002:92), reduksi data merupakan bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang halhal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan pengamatan dapat dilakukan. Reduksi data sudah berlangsung sejak pengamat mengambil tentang keputusan kerangka
kerja
konseptual,
melakukan
pemilihan
kasus,
menyusun pertanyaan pengamat dan juga waktu menentukan cara pengumpulan data yang digunakan sepanjang pelaksanaan pengamatan.
b.
Sajian Data Terdiri dari sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Menurut H.B Sutopo (2002:92), sajian data ini mengacu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan pada pertanyaan pengamatan. Dalam tahap ini penulis menyajikan data yang diperoleh dengan cara sistematis.
c. Penarikan Simpulan dan Vefikasi Dalam teknik analisis data setelah proses reduksi data dan penyajian data, maka tahap selanjutnya adalah penarikan simpulan. Menurut H.B Sutopo (2002:93), kesimpulan akhir perlu diverifikasi
agar
cukup
dipertanggungjawabkan.
mantap
Pada
tahap
dan ini
benar-benar selain
bisa
penarikan
kesimpulan, penulis juga melakukan proses verifikasi agar data yang telah disajikan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dari awal pengumpulan data, pengamat sudah harus memahami apa arti dari berbagai hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan berbagai proposiss. Simpulan perlu diverifikasi supaya baik dan benarbenar dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan aktifitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelurusan data kembali dengan cepat, mungkin sebagai akibat pikiran kedua timbul melintas pada pengamat pada waktu menulis sajian data dengan melihat kembali sebentar pada catatan lapangan. (H.B Sutopo 2002:96). Dari ketiga komponen tersebut, dapat dipadukan dengan proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung. Setelah pengumpulan data berakhir, pengamatan bergerak diantara tiga komponen analisisnya. Proses analisis ini disebut model analisis interaktif. Dalam pengamatan ini, yang penulis lakukan pertama kali adalah
menentukan lokasi pengamatan. Setelah menentukan lokasi pengamatan langkah selanjutnya adalah menentukan jenis pengamatan apa yang akan diambil. Pada penentuan jenis pengamatan ini sangat berhubungan dalam memilih sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data, karena dari jenis pengamatan tersebut penulis akan memfokuskan pada apa yang akan di bahas dalam keadaan yang terjadi di lokasi pengamatan. Kemudian dari berbagai sumber data tersebut tentunya menuntut penulis untuk menentukan cara atau teknik pengumpulan data guna mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara (interview), studi pustaka, observasi dan mengkaji dokumen. Setelah sumber data dan teknik pengumpulan data langkah selanjutnya adalah menentukan teknik analisis data yang akan digunakan. Dalam teknik penulisan data yang digunakan penulis adalah menggunakan komponen reduksi data, sajian data, penarikan simpulan dan verifikasi. Dari hasil lokasi pengamatan, jenis pengamatan, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data yang telah ditentukan maka selanjutnya penulis langsung menyusun laporan kegiatan yang akan dibahas (H.B. Sutopo, 2002:96).