BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Kuznets
(1966) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi
sebagai
kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan.
Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan
perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan mengambil rata-ratanya dalam waktu yang sama, maka untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Oleh karena itu beberapa komponen penting yang perlu dianalisis pada pertumbuhan ekonomi, yaitu: 1.
Akumulasi Modal Akumulasi modal meliputi semua investasi baru pada tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan masyarakat di investasikan dengan tujuan memperbesar output. Pabrik baru, mesin peralatan, dan material meningkatkan stok modal secara fisik suatu negara dan memungkinkan tercapainya peningkatan output. Investasi produktif ini juga harus dilengkapi dengan infrastruktur sosial ekonomi yaitu: jalan, air, listrik,
sanitasi,
komunikasi
dan
sebagainya
guna
menunjang
aktifitas
perekonomian secara terpadu. 2.
Pertumbuhan Ekonomi dan Angkatan Kerja Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja secara tradisional
dianggap
sebagai faktor positif dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan meningkatkan luasnya pasar domestik. 3.
Kemajuan Teknologi Dalam pengertian yang paling sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena ditemukanya cara baru atau perbaikan cara penyelesaian tugas tradisional. Kemajuan teknologi yang netral terjadi apabila penggunaan teknologi berhasil mencapai tingkat prouksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Kemajuan teknologi hemat pekerja terjadi apabila dengan menggunakan jumlah input pekerja dan modal akan dicapai input yang lebih tinggi. Sedangkan kemajuan teknologi hemat modal akan menghasilkan metode produksi padat yang lebih efisien.
2.1.2 Teori Ketenagakerjaan 2.1.2.1 Teori Klasik Adam Smith Smith (1792-1790) merupakan tokoh utama dari aliran ekonomi yang kemudian dikenal sebagai aliran klasik.Dalam hal ini teori klasik Adam Smith juga melihat bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi.Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru
mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tumbuh.Dengan kata lain, alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi. 2.1.2.2 Teori Keynes Keynes percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan pasar akan selalu menuju keseimbangan (equilibrium) dalam posisi semua sumber daya, termasuk tenaga kerja, akan digunakan secara penuh (fullemployed). Dengan demikian di bawah system yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran. Kalau tidak ada yang bekerja, daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali, maka mereka bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah. Kesediaan untuk bekerja dengan tingkat upah lebih rendah ini akan menarik perusahaan untuk memperkerjakan mereka lebih banyak. Keynes (1883-1946) berpendapat bahwa dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai pandangan klasik. Dimanapun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labour union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah Kalaupun tingkat upah diturunkan tetapi kemungkinan ini dinilai Keynes kecil sekali, tingkat pendapatan masyarakat tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunnya harga-harga.
2.1.2.3 Teori Malthus Thomas Robert Malthus (1766-1834) dianggap sebagai pemikir klasik yang sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-pemikiran ekonomi. Thomas Robert Malthus mengungkapkan bahwa manusia berkembang jauh lebih cepat dibandingkan produksi hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia berkembang sesuai dengan deret ukur, sedangkan produksi makanan hanya meningkat sesuai dengan deret hitung. Malthus juga berpendapat bahwa jumlah penduduk yang tinggi pasti mengakibatkan turunnya produksi perkepala dan satu-satunya cara untuk menghindari hal tersebut adalah melakukan control atau pengawasan pertumbuhan penduduk. 2.1.3 Pendapatan Nasional Pendapatan nasional atau produk nasional adalah istilah yang menerangkan tentang nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam suatu tahun tertentu. Dalam konsep pendapatan nasional dikenal istilah produk nasional bruto (PNB) yaitu seluruh produk yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara dalam suatu tahun tertentu dan Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu seluruh produk yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi baik milik warga negara maupun orang asing dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu. Dengan semakin terbukanya situasi perekonomian dunia, maka konsep PDB lebih umum dipakai dalam penghitungan pendapatan nasional (Sadono Sukirno, 2004).
Pendekatan dalam Perhitungan Pendapatan Nasional 1. Pendekatan produksi Pendekatan hasil produksi atau product approach. Cara menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan ini adalah dengan cara mengumpulkan data tentang hasil akhir barang-barang dan jasa-jasa untuk suatu periode tertentu dari semua unit-unit produksi yang menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut. Semua nilai hasil akhir barang-barang dan jasa-jasa tersebut dijumlahkan. 2.
Pendekatan pendapatan
Perhitungan pendapatan nasional dengan cara ini menghitung pendapatan nasional dari pendekatan pengembalian atas faktor produksi yang dimiliki masyarakat dalam bentuk seperti upah, sewa, bunga dan keuntungan. 3. Pendekatan pengeluaran Cara ini dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh keempat sektor dalam perekonomian yaitu sektor konsumen, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor perdagangan luar negeri. Pendekatan pengeluaran disebut juga pendekatan penggunaan atau end-use approach atau penggunaan akhir dari pendapatan nasional, yaitu apakah untuk konsumsi, untuk investasi, untuk kebutuhan pemerintah ataukah untuk dipasarkan keluar negeri (Sadono Sukirno, 2004) 2.1.4 Industri Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian, bahwa industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancangan dan perekayasaan industri. Selain itu, menurut Sandy (1985: 154) pengertian industri adalah usaha untuk memproduksi barang jadi dari bahan baku atau bahan mentah melalui proses penggarapan dalam jumlah besar sehingga barang tersebut dapat diperoleh dengan harga satuan yang serendah mungkin tetapi dengan mutu setinggi mungkin. Menurut Arsyad (2004; 354) industri mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin (leading sector), ini maksudnya adalah dengan adanya pembangunan industri yang nantinya akan memacu dan mengangkat sektorsektor lainya seperti sektor pertanian, jasa dan sektor lainnya. Dari pengertian yang diuraikan diatas, maka dapat dikatakan indutri mencakup segala kegiatan produksi yang mampu memproses bahan-bahan mentah menjadi bahan setengah jadi/bahan jadi / kegiatan yang dapat mengubah keadaan barang dari tingkat tertentu ke tingkat yang lainnya. Berdasarkan ukurannya, Industri dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok antara lain : 1) Industri Besar adalah Industri/ unit usaha yang menggunakan tenaga kerja sebanyak 100 orang keatas. 2) Industri Sedang adalah Industri/ unit usaha yang menggunakan tenaga kerja buruh sebanyak 20 - 99 orang. 3) Industri Kecil adalah Industri/unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang.
4) Industri Rumah Tangga adalah unit usaha dengan jumlah pekerja kurang 1 sampai 4 orang, termasuk pengusaha. 2.1.4.1 Industri Kecil Pratama (2012) menyatakan bahwa Industri kecil adalah kegiatan industri yang di kerjakan di rumah-rumah penduduk yang pekerjaanya merupakan anggota keluarga sendiri yang tidak terikat jam kerja dan tempat. Industri kecil dapat juga diartikan sebagai usaha produktif di luar usaha pertanian, baik itu merupakan mata pencaharian utamam aupun sampingan. Sektor perusahaan kecil dan menengah di bidang industri pengolahan dapat saja didefinisikan, baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif. Sebagian besar perusahaan dibidang industri pengolahan suatu negara tergolong ke dalam perusahaan kecil dan menengah, jika perusahan kecil dan menengah di definisikan, misalnya, menurut jumlah tenaga kerja, nilai kekayaan tidak bergerak, nilai bersih perusahaan, atau tingkat penjualan (Clapham, 1991). Menurut Kuncoro (1999) industri kecil pada umumnya memiliki karakteristik yang seragam, yaitu: a) Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara administrasi dan operasional. Kebanyakan pemilik adalah perorangan dan merangkap menjadi pengelola. Sumber tenaga kerja juga kebanyakan dari keluarga. b) Industri kecil kurang memiliki akses ke lembaga perkreditan formal, dikarenakan sulitnya persyaratan yang diajukan untuk peminjaman kredit. Hal ini menyebabkan kebanyakan mereka menggantungkan permodalan
dari pinjaman informal seperti dari keluarga terdekat atau bahkan rentenir. Ini akan sangat menghambat pertumbuhan usaha kecil c) Sebagian besar industri kecil belum berbadan hukum. Perkembangan industri kecil dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok: 1) Livelihood Activities Merupakan usaha kecil menengah yang digunakan sebagai kesempatan untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. 2) Micro Enterprise Merupakan usaha kecil menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan. 3) Small Dynamic Enterprise Merupakan usaha kecil menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor. 4) Fast Moving Enterprise Merupakan usaha kecil menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi usaha besar. 2.1.4.2 Industri Furniture Mebel atau furniture adalah perlengkapan rumah yang mencakup semua barang seperti kursi, meja, tempat tidur dan lemari. Mebel berasal dari kata movable yang artinya bisa bergerak. Pada zaman dahulu meja, kursi dan lemari
relative mudah digerakkan dari batu besar, tembok, dan atap. Sedangkan kata furniture berasal dari bahasa Prancis fourniture (1520-30 Masehi). Fourniture mempunyai asal kata fournir yang artinya furnish atau perabot rumah atau ruangan. Walaupun mebel dan furniture memiliki arti yang berbeda, tetapi yang ditunjuk sama yaitu meja, kursi, lemari, dipan dan sejenisnya. Dalam kata lain mebel atau furniture adalah semua benda yang ada di rumah dan digunakan oleh penghuninya untuk duduk, berbaring ataupun menyimpan benda kecil. Mebel dapat terbuat dari kayu, rotan, logam, plastik dan lainnya. Berdasarkan klasifikasi International Standart Industrial Classifications of all Economics Activities (ISIC), industi furniture kayu dibagi dalam 4 bagian besar, yaitu: (i) pembuatan furniture dan alat kelengkapannya yang dibuat dari kayu, (ii) pembuatan furniture dan alat kelengkapannya yang dibuat dari bambu dan rotan, (iii) pembuatan kelengkapan dapur yang dibuat dari bambu, kayu dan rotan (iv) dan pembuatan furniture lainnya. 2.1.5 Tenaga Kerja dan Penyerapan Tenaga Kerja 2.1.5.1 Tenaga Kerja Menurut Simanjuntak (2001:3) Tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tenaga kerja atau man power terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Dikatakan angkatan kerja atau labor force adalah penduduk yang termasuk usia kerja yang mempunyai pekerjaan, atau mempunyai pekerjaan namun untuk
sementara tidak bekerja dan yang mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja atau sedang tidak bekerja atau tidak mempunyai pekerjaan karena sekolah, mengurus rumah tangga serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya misal pensiunan. Bukan angkatan kerja ini sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja.Oleh sebab itu kelompok ini sering dinamakan potensial labor force. 1.
Angkatan Kerja Besarnya penyediaan tenaga kerja di dalam masyarakat tergantung dari banyaknya jumlah orang yang menawarkan jasanya dalam produksi. Sebagian dari mereka sudah aktif dalam kegiatannya menghasilkan barang dan jasa disebut golongan yang bekerja atau employed persons. Sebagian lain dari mereka tergolong yang siap bekerja dan sedang berusaha mencari pekerjaan. Mereka disebut pencari kerja atau penganggur. Junlah orang yang bekerja dan pencari kerja disebut sebagai angkatan kerja atau labor force (Simanjuntak, 2001:3).
2.
Bukan Angkatan Kerja Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari 3 golongan : 1) Golongan yang masih bersekolah 2) Golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah. 3) Golongan lain-lain
Yang termasuk lain-lain dibedakan menjadi 2 macam. Yang pertama, penerima pendapatan yaitu mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan atau sewa milik. Kedua, mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain misalnya karena lanjut usia, cacat, dalam penjara, atau sakit kronis (Simanjuntak, 2001:6). 2.1.5.2 Penyerapan Tenaga Kerja Permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja berbeda dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu memberikan nikmat (utility) kepada si pembeli. Sementara pengusaha mempekerjakan seseorang karena membantu memproduksikan barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat akan barang yang diproduksinya. Permintaan akan tenaga kerja yang seperti itu disebut derived demand (Simanjuntak, 1998). Ada perbedaan antara permintaan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang diminta atau dalam hal ini tenaga kerja yang diserap oleh perusahaan atau suatu sektor. Permintaan tenaga kerja adalah keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah orang yang diminta untuk dipekerjakan. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang diminta lebih ditunjukkan kepada kuantitas atau banyaknya permintaan tenaga pada tingkat upah tertentu (Sadono, 2004). Penduduk
yang
terserap,
tersebar
di
berbagai
sektor
yang
memperkerjakan banyak orang umumnya menghasilkan barang dan jasa yang
relatif besar. Setiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Demikian pula dengan kemampuan setiap sektor dalam menyerap tenaga kerja. Pertama, terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja di masingmasing sektor .Kedua, secara berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun kontribusinya dalam pendapatan nasional (Simanjuntak, 1998). Menurut Sudarsono (1988:35) menyatakan bahwa permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi tertentu, permintaan tenaga kerja ini dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah dan perubahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain: naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang diminta adalah lebih ditujukan pada kuantitas dan banyaknya permintaan tenaga kerja pada tingkat upah tertentu. Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penyerapan tenaga kerja merupakan suatu jumlah kuantitas tertentu dari tenaga kerja yang digunakan oleh suatu sektor atau unit usaha tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah riil dari tenaga kerja yang dikerjakan dalam suatu unit usaha. Menurut Badan Pusat Statistik (2003) Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja di
semua sektor ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (2003) yang dimaksud kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja pada suatu perusahaan. Kesempatan kerja ini akan menampung semua tenaga kerja apabila lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi atau seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang ada. Adapun lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan usaha, instansi, dimana seseorang bekerja atau pernah bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja. Dalam menyerap tenaga kerja, di samping upah, biaya rekrutmen, dan pelatihan, diperlukan pula biaya lain yang timbul karena tidak dioperasikannya mesin mesin karena kurangnya tenaga terampil. Tambahan biaya ini menyebabkan pengusaha industri berangsur-angsur dalam menyerap tenaga kerja Dengan kata lain, pengusaha melakukan proses penyesuaian terhadap ketidakseimbangan yang dihadapi (Kuncoro, 2002). 2.1.6 Modal Modal adalah sumber-sumber ekonomi di luar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia. Modal juga dapat diartikan pengeluaran sektor perusahaan untuk membeli/memperoleh barang-barang modal yang baru yang lebih modern atau untuk menggantikan barang-barang modal lama yang sudah tidak digunakan lagi atau yang sudah usang. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru (Mubyarto, 1985). Dalam prakteknya faktor-
faktor produksi baik sumberdaya manusia maupun yang non sumber daya manusia seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja (Haryani, 2002). Setiap perusahaan dalam menjalankan perusahaannya pasti selalu membutuhkan modal kerja. Biasanya modal kerja tersebut digunakan untuk membayar upah buruh, gaji pegawai, membeli bahan mentah dan pengeluaran-pengeluaran lainnya untuk membiayai operasi perusahaan (Pratama, 2005:23). Modal kerja adalah produk atau kekayaan yang digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal kerja pada hakikatnya merupakan jumlah yang terus menerus ada dalam menjembatani antara saat pengeluaran untuk memperoleh bahan, alat, dan jasa untuk digunakan selama proses produksi sehingga memperoleh penerimaan penjualan (Ahmad, 2004:72). Menurut Raheman dan Nars (2007:1), modal kerja memiliki dua fungsi yaitu: 1.
Menopang kegiatan produksi.
2.
Menutup dana atau pengeluaran tetap dan dana yang tidak berhubungan secara langsung dengan produksi dan penjualan. Semakin besar modal yang digunakan akan berpengaruh terhadap
jumlah produksi yang dihasilkan. Modal kerja yang tepat merupakan syarat keberhasilan suatu perusahaan apalagi usaha kecil. Modal kerja sangat berkaitan erat dalam rangka menghitung aktiva perusahaan (Ahmad, 2004:72).
2.1.7 Teknologi Teknologi tenaga kerja dalam jangka panjang menunjukkan hubungan antar jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan oleh pengusaha dengan tingkat upah dimana tenaga kerja maupun modal bersifat variabel. Tujuan utama perusahaan adalah laba maksimum. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan harus memutuskan metode produksi dengan kombinasi biaya tenaga kerja dan modal yang minimal. Keputusan ini atas 2 pertimbangan, (1) adanya konstrain dalam teknologi untuk mengkombinasikan tenaga kerja dan modal, (2) harga-harga relatif dari faktor input. Teknologi produksi terwujud dalam fungsi produksi, dimana fungsi produksi menggambarkan hubungan antara output dan input (tenaga kerja dan modal) dengan asumsi tingkat teknologi konstan (Tarmizi, 2009). Menurut Irawan, Suparmoko (2002) teknologi adalah suatu perubahan dalam fungsi produksi yang nampak pada teknik produskinya. Teknologi ini merupakan faktor pendorong dari dari fungsi produksi, dapat dikatakan demikian karena jika suatu teknologi yang digunakan modern maka hasil produksi yang akan dicapai akan menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dan lebih efisien atau efektif. Teknologi yang dimaksud dalam penelitian ini dimana cara yang digunakan dalam mengolah beberapa barang yang disebut input diubah menjadi output pada industri furniture di Kota Denpasar, guna menghasilkan barang-barang baru (utility form), baik dengan menggunakan teknologi modern atau tradisional. Teknologi berarti perubahan dalam teknik produksi, perbaikan peralatan yang digunakan dalam proses
produksi, peningkatan kemampuan pekerja, dan perbaikan dalam mengurus perusahaan. Penggunaan teknologi yang tepat guna mendukung adanya inovasiinovasi produk, meningkatkan daya saing produk dan menjadi hambatan masuk bagi perusahaan pesaing (Sadono, 2005; Kesumadinata dan Budiana, 2012) . 2.1.8 Teori Efisiensi Anandra (2010:38), menerangkan bahwa dalam terminologi ilmu ekonomi, pengertian efisiensi ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif atau harga dan efisiensi ekonomis. 1) Efisiensi Teknis Efisiensi teknis ini mencakup hubungan antara input dan output. Suatu perusahaan efisien secara teknis bilamana produksi dengan output terbesar yang menggunakan set kombinasi beberapa input saja. Menurut Miller dan Meiners (2000) efisiensi teknis (technical efficiency)
mensyaratkan adanya proses
produksi yang dapat memanfaatkan input yang sedikit demi menghasilkan output dalam jumlah yang sama 2) Efisiensi Harga/ alokatif Efisiensi harga atau alokatif menujukkan hubungan biaya dan output. Efisiensi alokatif tercapai jika perusahaan tersebut mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi dengan harganya. 3) Efisiensi Ekonomis Efisiensi ekonomis dapat tercapai bila kedua efisiensi yang pertama telah tercapai dan memenuhi dua kondisi, antara lain:
a. Syarat keperluan (necessary condition)
menunjukkan hubungan fisik
antara input dan output, bahwa proses produksi pada waktu elastisitas produksi antara 0 dan 1. Hasil ini merupakan efisiensi produksi secara teknis. b.
Syarat kecukupan (sufficient condition) yang berhubungan dengan tujuannya yaitu kondisi keuntungan maksimum tercapai dengan syarat nilai produk marginal sama dengan biaya marginal. Konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomis adalah meminimalkan biaya artinya suatu proses produksi akan efisien secara ekonomis pada suatu tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat menghasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah. Mengalokasikan sumber daya dalam proses produksi harus dilakukan
secara efektif dan efisien. Hal ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba di waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila dalam kegiatan produksi mampu mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan
efisien
apabila
pemanfaatan
sumberdaya
tersebut
mampu
menghasilkan keluaran atau output yang melebihi masukan atau input (Soekartawi, 2003:2). Menurut Soedarsono (1983:45), efisiensi menggambarkan besarnya biaya atau pengorbanan yang harus dibayar atau ditanggung untuk menghasilkan produksi. Menurut Thandelilin (2010:218-219), menyatakan efisiensi merupakan kondisi dimana asset-aset yang ada sudah teralokasikan secara optimal, penggunaan biaya produksi paling murah dan perusahaan
mendapatkan keuntungan yang tinggi dengan menyesesuaikan harga di pasar. Meskipun proses penyesuaian harga tidak harus berjalan dengan sempurna, tetapi yang dipentingkan adalah harga yang terbentuk tidak merugikan perusahaan. Menurut Suprihono (2003), efisiensi ekonomi dapat dicapai apabila efisiensi teknis dan efisiensi harga juga efisien. Jadi efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara seluruh efisiensi harga/alokatif dari seluruh faktor input. Efisiensi ekonomi dapat dinyatakan sebagai berikut : ππΈπ
EE =π΄πΈπ
.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(1) dimana : EE = Efisiensi Ekonomi TER = Tehnical Efficiency Rate AER = Allocative Efficiency Rate Terdapat tiga kemungkinan terjadi dalam konsep ini, yaitu: 1.
Nilai efisiensi ekonomi lebih besar dari 1,hal ini berarti bahwa efisiensi ekonomi yang maksimal belum tercapai, untuk itu penggunaan faktor produksi perlu ditambah agar tercapai kondisi efisien.
2.
Nilai efisiensi ekonomi lebih kecil dari 1, hal ini berarti bahwa usaha yang dilakukan tidak efisien, sehingga penggunaan faktor produksi perlu dikurangi.
3.
Nilai efisiensi ekonomi sama dengan 1, hal ini berarti bahwa kondisi efisien sudah tercapai dan sudah memperoleh keuntungan yang maksimal.
Mardiasmo (2009), pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara input dan output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya. Efisiensi usaha diukur dengan rasio antara output dengan input, sehingga semakin besar output dibanding inpu tmaka semakin tinggi tingkat efisiensi, namun efisiensi seringkali juga dinyatakan dalam bentuk input/output, dengan interpretasi yang sama dengan bentuk output/ input. Menurut Shone, Rinald (1981) dalam Susantun (2000), pengertian efisiensi dalam produksi bahwa efisiensi merupakan perbandingan output dan input berhubungan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input, artinya jika ratio output input besar, maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input yang terbaik dalam memproduksi barang. Berkaitan dengan hal itu
untuk mengukur
efisiensi usaha dapat digunakan rasio rentabilitas, yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Riyanto, 1997:35) Rasio rentabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengahsilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur
tingkat
efisiensi
produksi
dalam
menjalankan
operasional
perusahaannya. Gross profit margin adalah rasio untuk mengetahui kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba operasi dari operasi usahanya yang murni. Gross profit margin semakin tinggi maka semakin baik hasilnya. Rentabilitas suatu perusahaan menunjukan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Pada umumnya rentabilitas dapat dirumuskan : Rentabilitas = (Laba/Modal Usaha) X100%......................................(2) Menurut Baswir (1997:173) yang dimaksud dengan rentabilitas adalah kemampuan dalam menghasilkan laba, baik dengan menggunakan data eksternal maupun dengan data internal. Dari kedua pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu yang dinyatakan dalam prosentase. Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara masukan produksi (input) dan produksi (output). Analisis fungsi produksi digunakan untuk mengetahui bagaimana sumber daya yang terbatas seperti tanah, tenaga kerja dan modal dapat dikelola dengan baik menggunakan teknologi yang ada agar produksi maksimum dapat diperoleh. Cobb-Douglas merupakan fungsi produksi yang paling sering digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi CobbDouglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen (yang dijelaskan/Y),
dan
yang
lain
menjelaskan/X). (Soekarwati, 1993).
disebut
variabel
independen
(yang
Dalam fungsi produksi, maka fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi produksi yang ingin memperlihatkan pengaruh input yang digunakan dengan output yang diinginkan. Dalam dunia ekonomi, pendekatan Cobb-Douglas merupakan bentuk fungsional dari fungsi produksi secara luas digunakan untuk mewakili hubungan output untuk input. 2.1.9 Hubungan antara modal dengan penyerapan tenaga kerja Ada dua faktor produksi yang paling penting adalah modal dan tenaga kerja. Modal adalah seperangkat sarana yang dipergunakan oleh para pekerja, sedangkan tenaga kerja adalah waktu yangdihabiskan orang untuk bekerja. Modal dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang bersifat saling mengganti. Hal tersebut juga bisa dilihat dari fungsi dimana Y = f (K,L). Dimana Y = output, K= modal, L = Labor, (Mankiw, 2007). Menurut Zamrowi (2007) yang mengatakan semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar pula permintaan tenaga kerja. Modal juga bisa dilakukan dengan investasi. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sadono Sukirno, 1997). Menurut Frame Benefit (1995) dalam Budiawan (2013) modal dapat digunakan untuk membeli mesin-mesin atau peralatan untuk melakukan peningkatan proses produksi. Dengan penambahan mesinmesin atau peralatan produksi akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja hal ini dikarenakan mesin-mesin atau peralatan produksi dapat
menggantikan tenaga kerja. Jadi semakin banyak modal yang digunakan untuk membeli mesin-mesin atau peralatan maka menurunkan penyerapan tenaga kerja. 2.1.10 Hubungan antara teknologi dengan penyerapan tenaga kerja Masalah yang paling mendesak untuk banyak negara berkembang adalah penyediaan lapangan kerja untuk berjuta angkatan kerja. Hal ini disebabkan selain tingkat pertambahan tambahan penduduk di negara-negara berkembang tersebut tinggi, juga karena struktur kependudukannya berbentuk piramida di mana tingkat usia produktif persentasenya besar. Kenyataan ini seharusnya menjadi pertimbangan utama untuk perancang ekonomi di negaranegara berkembang. Kita melaksanakan industrialisasi secara besar-besaran. Ini berarti bahwa investasi akan melampaui kemampuan negara berkembang karena berbagai penelitian memperlihatkan rata-rata satu lapangan kerja di bidang industri membutuhkan investasi yang berkisar antara satu samapi dua juta rupiah, namun jika kita melaksanakan secara paksa pemindahan teknologi secara besar-besaran, berarti akan menambah ketergantungan atas penyediaan teknologi dari luar, mengadakan distorsi-distorsi pada konsumsi untuk barang konsumsi berkualitas tinggi yang berarti mengurangi tabungan dan mengarah ke realokasi sumber-sumber kekayaan lepas dari barang-barang kebutuhan pokok. Kecanggihan teknologi belum tentu mengakibatkan kenaikan atau penurunan jumlah tenaga kerja. Oleh karena kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam
menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Adapun yang lebih berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada kemampuan manusia. Proses produksi yang dulunya menggunakan tenaga kerja manusia dan beralih ke penggunaan mesin-mesin yang modern maka akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja, dimana permintaan tenaga kerja manusia menjadi lebih rendah (Divianto, 2014) Penggunaan teknologi dalam suatu industri tentu akan sangat mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Semakin majunya teknologi, hasil produksi akan lebih baik dan kuantitas produksi hampir sama dengan manusia. Kenyataan ini menyebabkan industri lebih memilih meningkatkan teknologi dibanding penyerapan tenaga kerja (Levy dan Powell, 2000; Haryani, 2002; Heatubun, 2009). Oleh karena itu, maka kita perlu menerapkan teknologi yang benar-benar dapat memecahkan masalah yang ada tanpa menimbulkan masalah lain yang mungkin tambah rumit. Alasan-alasan yang mendukung diterapkan teknologi tepat di negara-negara berkembang adalah: a. Teknologi tepat (sederhana) lebih mudah dipahami, atau dipraktekkan oleh masyarakat yang masih berada dalam tingkat kebudayaan teknologi yang rendah. b. Peralatannya lebih murah dan memberikan kemungkinan skala produksi lebih rendah.
c. Peralatan tua atau peralatan bekas yang mencakup teknologi lebih sederhana, kini dengan mudah dapat diperoleh dari negara-negara industri dengan harga murah d. Teknologi menengah yang bersifat padat karya membuka kesempatan kerja yang lebih luas.Dari segi kemasyarakatan, teknologi menengah tidak bersifat destruktif, oleh karena itu kepincangan sosial dapat dihindarkan atau diminimumkan. 2.1.11 Hubungan antara modal dengan efisiensi usaha Modal kerja adalah kegiatan yang mencakup semua fungsi manajemen atas aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek perusahaan (Rahma Aulia, 2011). Untuk dapat menentukan jumlah modal kerja yang efisien, terlebih dahulu diukur dari elemen-elemen modal kerja. Menurut Esra dan Apriweni (2002), dalam pengelolaan modal kerja perlu diperhatikan tiga elemen utama modal kerja, yaitu kas, piutang dan persediaan. Dari semua elemen modal kerja dihitung perputarannya. Semakin cepat tingkat perputaran masing-masing elemen modal kerja, maka modal kerja dapat dikatakan efisien. Tetapi jika perputarannya semakin lambat, maka penggunaan modal kerja dalam perusahaan kurang efisien. Efisiensi penggunaan modal kerja dapat diukur melalui perbandingan antara jumlah keluaran atau output yang dihasilkan dengan jumlah masukan yang dimiliki perusahaan dalam rangka untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut Frame Benefit (1995) dalam Budiawan (2013) modal dapat digunakan untuk membeli mesin-mesin atau
peralatan untuk melakukan peningkatan proses produksi sehingga output yang dihasilkan menjadi lebih maksimal dengan penggunaan input tetap. 2.1.12 Hubungan antara teknologi dengan efisiensi usaha Menurut Irawan, Suparmoko (2002) teknologi adalah suatu perubahan dalam fungsi produksi yang nampak pada teknik produskinya. Teknologi ini merupakan faktor pendorong dari fungsi produksi, dapat dikatakan demikian karena jika suatu teknologi yang digunakan modern maka hasil produksi yang akan dicapai dapat menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dan lebih efisien atau efektif. Berdasarkan hal itu diharapkan dengan penggunaan teknologi yang lebih modern akan membuat hasil dari produksi industri furniture memiliki kualitas yang lebih baik dan menghasilkan output yang banyak. Penggunaan teknologi pada proses produksi sangat diperlukan oleh suatu perusahaan atau industri dimana dengan penggunaan teknologi yang modern seperti mesin-mesin produksi yang berteknologi tinggi yang bertujuan untuk mempercepat proses produksi. Meskipun demikian tetap ada beberapa tahapan yang harus dikerjakan oleh tenaga manusia. Hubungan efisiensi usaha dengan teknologi dimana teknologi memiliki peranan penting dalam meningkatkan hasil produksi, maka
diperlukan
teknologi yang tepat guna yang didasari sebagai pendewasaan hubungan timbal balik antara teknologi, kesejahteraan manusia, serta keterpaduan ekologis dan cultural, agar tidak menimbulkan ketimpangan dalam penggunaan teknologi tersebut. Oleh karena itu, penggunaan teknologi yang tepat sangat diperlukan untuk dapat mencapai efisiensi usaha.
Menurut Wijaya dan Suyana Utama (2013) peranan teknologi pada efisiensi usaha adalah berkurangnya tingkat kesalahan atau error yang dilakukan oleh tenaga kerja. Meskipun individu yang dibutuhkan dengan menerapkan teknologi pada suatu proses produksi tergolong cukup mahal, namun perusahaan akan dapat memperoleh efisiensi usaha yang dapat dilihat dari perbandingan laba dan modal yang diinvestasikan. 2.1.13 Hubungan antara penyerapan tenaga kerja dengan efisiensi usaha Mardiasmo (2009), pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara input dan output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (spendingwell). Penyerapan tenaga kerja pada suatu perusahaan atau industri akan meningkat apabila jumlah output barang yang diproduksi semakin besar dengan menggunakan input yang sedikit sehingga dapat mengurangi biaya produksi yang pada akhirnya akan semakin besar pula permintaan tenaga kerja. Dengan kata lain apabila output yang dihasilkan banyak, dimana permintaan akan barang tersebut akan meningkat, hal ini akan mendorong pertambahan jumlah output yang diproduksi dan pada akhirnya menambah permintaan akan tenaga kerja. Apabila permintaan hasil produksi perusahaan atau industri meningkat, produsen cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud
tersebut produsen akan menambah penggunaan tenaga kerjanya (Sudarsono, 1988). Menurut Wijaya dan Suyana Utama (2013), penyerapan tenaga kerja dapat mempengaruhi efisiensi, dimana semakin efisien faktor produksi tenaga kerja yang digunakan maka semakin baik juga efisiensi usaha. Pengertian efisiensi dalam produksi, bahwa efisiensi merupakan perbandingan output dan input berhubungan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input, artinya jika ratio output input besar, maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input yang terbaik dalam memproduksi barang (Shone, Rinald 1981) dalam (Indah Susantun, 2000) 2.2 Hipotesis 1. Modal berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri furniture di Kota Denpasar. 2. Teknologi berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri furniture di Kota Denpasar. 3. Modal, teknologi dan penyerapan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap efisiensi usaha pada industri furniture di Kota Denpasar.