BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG, dalam bahasa inggris disebut juga Jakarta Composite Index, JCI atau JSX Composite) merupakan salah satu index pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI, dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)). Di perkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ, indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustur 1982. Pada tanggal tersebut, indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat pada waktu itu berjumlah 13 saham. Sunariyah (2003 : 147), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan, sampai tanggal tertentu dan mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek. Menurut Anoraga dan Pakarti (2001 : 101) IHSG merupakan indeks yang menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek yang menjadi acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG ini bisa digunakan untuk menilai
5
6
situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan. IHSG juga melibatkan seluruh harga saham yang tercatat di bursa. Return indeks merupakan tingkat keuntungan dari indeks pasar yang akan diterima oleh para investor. Didalam penelitian ini indeks pasar yang digunakan adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Return IHSG dapat dihitung dengan formula sebagai berikut (Halim, 2003 : 79) :
Ri = (Pit – Pit-1) / Pit-1
Ket :
Ri Pit
= Return indekspasar (IHSG) = Indeks pasar (IHSG) pada periode t.
Pit – 1 = Indeks pasar (IHSG) pada periode t -1 (tahun sebelumnya).
Indeks harga saham gabungan (IHSG) yang ada di pasar modal sangat berpengaruh terhadap investasi portofolio yang akan dilakukan oleh para investor. Karena peningkatan keuntungan IHSG akan meningkatkan investasi portofolio yang akan di lakukan oleh para investor untuk menambah penanaman modal pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa efek melalui informasi-informasi yang diterima oleh para investor mengenai sekuritas-sekuritas yang ada di bursa efek dengan melihat tingkat keuntungan yang diharapkan oleh para investor dari tahun ke tahun.
7
Indeks harga saham mempunyai tiga manfaat utama, yaitu: sebagai penanda arah pasar, pengukur tingkat keuntungan, dan tolok ukur kinerja portofolio.
1. Penanda Arah Pasar Boleh dibilang, Indeks merupakan nilai representatif atas rata-rata dari sekelompok saham. Karena menggunakan harga hampir semua saham di BEJ dalam perhitungannya, IHSG menjadi indikator kinerja bursa saham paling utama. Gampangnya, jika ingin melihat kondisi bursa saham saat ini, kita tinggal melihat pergerakan angka IHSG.
Jika IHSG cenderung meningkat seperti yang terjadi akhir-akhir ini, artinya harga-harga saham di BEI sedang meningkat. Sebaliknya, jika IHSG cenderung turun, artinya harga-harga saham di BEI sedang merosot. Sekedar catatan, persentase kenaikan atau penurunan IHSG akan berbeda dibanding dengan kenaikan atau penurunan harga masing-masing saham. Kadang ada kalanya peningkatan atau penurunan harga saham melebihi atau bahkan berlawanan dengan pergerakan angka IHSG.
2. Pengukur Tingkat Keuntungan Misalnya kita dapat menghitung secara rata-rata berapa keuntungan berinvestasi di pasar saham. Sekarang di tahun 2013, IHSG bernilai 4400. Lima tahun lalu IHSG bernilai 1400. Kita dapat menghitung
8
secara sederhana berinvestasi selama 5 tahun dari tahun 2008-2013 menghasilkan keuntungan (
)
Secara rata-rata keuntungan 5 tahun berinvestasi di pasar saham adalah 214%. Berarti per tahun 42,8%. Angka tersebut belum termasuk keuntungan dari dividen. Tabel 2.1 Pengukuran Tingkat Keuntungan
Tahun
IHSG
2008
1400
2013
4400
Keuntungan
214%
Sumber: Hasil Pengolahan Data
3. Tolok ukur kinerja portofolio Bila Anda memiliki reksadana atau portofolio saham, Anda bisa membandingkan kinerjanya dengan IHSG. Misalnya dalam 5 tahun terakhir IHSG naik sebanyak 214%. Kalau reksadana atau portofolio Anda kinerjanya di bawah angka tersebut, sebaiknya Anda perlu berganti strategi.
9
2.1.2 Dow Jones Industrial Average (DJIA) Pada tahun 1884, Charles Dow menerbitkan rata-rata harga penutupan dari 11 saham perusahaan Amerika, di sebuah koran Costumer’s Afternoon Letter, yang merupakan cikal bakal Wall Street Journal yang kita kenal sekarang. Dalam menghitung harga rata-rata tersebut, Dow secara sederhana menjumlahkan harga penutupan setiap saham kemudian dibagi 11. Sejak tahun 1886, dua harga rata-rata ditambahkan:
Dow Jones Railroad : rata-rata penutupan dari 20 saham, perusahaan perkereta apian.
Dow Jones Industrial Average : rata-rata harga penutupan dari 12 saham perusahaan berbasis industri.
Saat ini The Dow Jones Industial Average (DJIA) masih merupakan barometer yang sangat penting untuk mengukur kinerja Pasar Modal. DJIA saat ini terdiri dari 30 perusahaan, di mana penambahan jumlah saham itu merefleksikan perkembangan dan perubahan ekonomi Amerika. Misalnya pada tahun 1999, Microsoft (simbol: MSTF) perusahaan pembuat software terbesar di dunia dan intel (simbol: INTC) perusahaan pembuat micro processor ditambahkan kedalam indeks, sebagai cerminan dari meningkatnya pengaruh industri berbasis teknologi tinggi pada pasar modal Amerika.
Seorang investor dapat menggunakan indeks untuk mengukur perubahan nilai saham perusahaan anggota indeks dengan cara membandingkan kinerja hari
10
ini dengan kinerja sebelumnya (bisa kemarin, bulan lalu, tahun lalu, dan seterusnya).
Beberapa indeks dikhususkan untuk mencerminkan berbagai sektor tertentu, dan beberapa indeks dikhususkan mencerminkan kinerja perusahaanperusahaan terbesar, seperti The Dow Jones Industrial average (DJIA), sering kali di sebut DOW 30, karena indeks ini terdiri dari 30 saham.
Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indeks pasar saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan pendiri Dow Jones & Company Charles Dow. Dow membuat indeks ini sebagai suatu cara untuk mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika. Saat ini DJIA merupakan indeks pasar saham AS tertua yang masih berjalan.
Sekarang, bursa saham ini terdiri dari 30 perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang sudah secara luas go public. Untuk mengkompensasi efek pemecahan saham dan penyesuaian lainnya, sekarang ini menggunakan weighted average. Bukan rata-rata actual dari harga saham komponennya.
Pada awalnya di tahun 1896 terdapat 12 perusahaan yang terdaftar di DJIA. Jumlah keanggotaan bursa kemudian diperbanyak menjadi 20 pada tahun 1916, dan akhirnya menjadi 30 perusahaan sejak tahun 1928 hingga sekarang. Editor koran The Wall Street Journal memilih perusahaan mana yang akan dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam bursa.
11
Tabel 2.2 DaftarAnggota DJIA padatahun 2005 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
3M (Konglomerat, manufaktur) Alcoa (alumunium) Altria Group American Internasional Group American Express Boeing Caterpillar Citigroup Coca-cola DuPont Exxon Mobil General Electric General Motors Hewlett-Packard Home Depot
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Moneywell International Intel International Business Machines J.P Morgan Chase Johnson & Johnson McDonald's Merck & Co Microsoft Pfiqer Procter and Gamble SBC Communications Unites Technologies Verizon Wal-Mart Walt Disney Company
2.1.3 Nilai Tukar Rupiah
Menurut Musdholifah & Tony (2007), nilai tukar atau kurs adalah perbandingan antara harga mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Misal kurs rupiah terhadap dollar Amerika menunjukkan berapa rupiah yang diperlukan untuk ditukarkan dengan satu dollar Amerika.
Menurut Triyono (2008), kurs (exchange rate) adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan nilai tukar rupiah adalah suatu perbandingan antara nilai mata uang suatu negara dengan negara lain. Heru (2008) menyatakan bahwa nilai tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran
12
terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang asing US$. Merosotnya nilai tukar rupiah merefleksikan menurunnya permintaan masyarakat terhadap mata uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian nasional atau karena meningkatnya permintaan mata uang asing US$ sebagai alat pembayaran internasional. Semakin menguat kurs rupiah sampai batas tertentu berarti menggambarkan kinerja di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan. Sebagai dampak meningkatnya laju inflasi maka nilai tukar domestik semakin melemah terhadap mata uang asing. Hal ini mengakibatkan menurunnya kinerja suatu perusahaan dan investasi di pasar modal menjadi berkurang.
Heru (2008) menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing pun mempunyai pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan mengakibatkan meningkatnya biaya impor bahan-bahan baku yang akan digunakan untuk produksi dan juga meningkatkan suku bunga. Walaupun menurunnya nilai tukar juga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor.
2.1.3.1 Penentuan Nilai Tukar
Perubahan dalam permintaan dan penawaran sesuatu valuta, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh banyak faktor seperti yang diuraikan dibawah ini (Sukirno, 2004:402).
13
1. Perubahan dalam cita rasa masyarakat. 2. Perubahan harga barang ekspor dan impor.
.
3. Kenaikan harga umum (inflasi). 4. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi. 5. Pertumbuhan ekonomi.
2.1.3.2 Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Triyono (2008) terdapat lima jenis sistem kurs utama yang berlaku, yaitu: sistem kurs mengambang (floating exchang rate), kurs tertambat (pegged exchange rate), kurs tertambat merangkak (crawling pegs), sekeranjang mata uang (basket of currencies), kurs tetap (fixed exchange rate).
1. Sistem kurs mengambang
Kurs ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa adanya campur tangan pemerintah dalam upaya stabilisasi melalui kebijakan moneter apabila terdapat campur tangan pemerintah maka sistem ini termasuk mengambang terkendali (managed floating exchange rate).
2. Sistem kurs tertambat
Suatu negara menambatkan nilai mata uangnya dengan sesuatu atau sekelompok mata uang negara lainnya yang merupakan negara mitra dagang utama dari negara yang bersangkutan, ini berarti mata uang negara
14
tersebut bergerak mengikuti mata uang dari negara yang menjadi tambatannya.
3. Sistem kurs tertambat merangkak
Di mana negara melakukan sedikit perubahan terhadap mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak ke arah suatu nilai tertentu dalam rentang waktu tertentu. Keuntungan utama dari sistem ini adalah negara dapat mengukur penyelesaian kursnya dalam periode yang lebih lama jika dibanding dengan sistem kurs terambat.
4. Sistem sekeranjang mata uang
Keuntungannya adalah sistem ini menawarkan stabilisasi mata uang suatu negara karena pergerakan mata uangnya disebar dalam sekeranjang mata uang. Mata uang yang dimasukan dalam keranjang biasanya ditentukan oleh besarnya peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu.
5. Sistem kurs tetap
Dimana negara menetapkan dan mengumumkan suatu kurs tertentu atas mata uangnya dan menjaga kurs dengan cara membeli atau menjual valas dalam jumlah yang tidak terbatas dalam kurs tersebut. Bagi negara yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap sektor luar negeri maupun gangguan seperti sering mengalami gangguan alam, menetapkan kurs tetap merupakan suatu kebijakan yang beresiko tinggi.
15
2.1.3.3 Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia
Sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar (Nopirin, 2000 : 172).
1
Sistem kurs tetap (1970- 1978)
Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap kurs resmi Rp. 250/US$. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.
2
Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997)
Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, pemerintah menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Pemerintah hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau bawah dari spread.
3
Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang)
Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin melemah.
Sehubungan
dengan
hal
tersebut
dan
dalam
rangka
mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar
16
mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997.
2.1.4 Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate)
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
2.1.4.1 FungsiTingkaSukuBunga
BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.
Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan.
Menurut Boediono (2001) bahwa tingkat suku bunga merupakan harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Siamat (2005) membedakan pengertian bunga (interest) dalam 2 perspektif, yaitu: (1) bunga dari sisi permintaan. Bunga dari sisi permintaan merupakan pendapatan atas pemberian
17
kredit. Bunga merupakan sewa atau harga dari uang, (2) bunga dari sisi penawaran. Pemilik dana akan menggunakan atau mengalokasikan dananya pada jenis investasi yang menjanjikan pembayaran bunga yang lebih tinggi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004) menjelaskan suku bunga nominal (sering disebut suku bunga uang) adalah suku bunga atas uang dalam ukuran uang. Sebaliknya, suku bunga riil dikoreksi karena inflasi dan dihitung sebagai suku bunga nominal dikurangi tingkat inflasi. Mankiw (2003) menyatakan bahwa para ekonom menyebutkan tingkat bunga yang dibayar bank sebagai tingkat bunga nominal (nominal interest rate) dan kenaikan daya beli sebagai tingkat bunga riil (real interest rate). Jika i menyatakan tingkat bunga nominal, r tingkat bunga riil, dan π tingkat inflasi, maka hubungan antara ketiga variabel tersebut adalah: r=i–π Tingkat bunga riil adalah perbedaan diantara tingkat bunga nominal dan tingkat inflasi. Sedangkan tingkat bunga nominal adalah jumlah tingkat bunga riil dan inflasi : i=r+π Persamaan di atas disebut persamaan Fisher (Fisher equation). Persamaan tersebut menunjukkan tingkat bunga bisa berubah karena dua alasan: karena tingkat bunga riil berubah atau karena tingkat inflasi berubah. Nilai mata uang dari negara yang memiliki tingkat bunga yang tinggi atau lebih tinggi dari negara lain akan mengalami depresiasi. Jika tingkat bunga domestik lebih tinggi dari tingkat bunga negara asing, maka nilai mata uang domestik akan terdepresiasi, sedangkan mata uang asing akan terapresiasi.
18
Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
2.1.4.2 Penetapan BI Rate Jadwal Penetapan dan Penentuan Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan dengan cakupan materi bulanan.
Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan berlaku sampai dengan RDG berikutnya.
Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate) dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy) dalam memengaruhi inflasi.
Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance KebijakanMoneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG Mingguan.
Besar Perubahan BI Rate
Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps). Dalam kondisi untuk
19
menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.
2.2
Teori Antar Variabel Menurut Ruhendi dan Arifin (2003), Kurs mata uang menunjukan harga
suatu mata uang jika dipertukarkan dengan mata uang lainnya, dimana kurs mata uang dapat diartikan sebagai perbandingan nilai antar mata uang. Penentuan kurs mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain ditentukan sebagaimana halnya barang, yaitu oleh permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Demikian juga dengan kurs rupiah, jika permintaan kurs relatif lebih sedikit dari pada supply rupiah maka kurs rupiah ini akan terdepresiasi dan juga sebaliknya. Jika tingkat bunga nominal di Amreika Serikat naik, sementara tingkat suku bunga nominal di Indonesia relatif konstan, maka kenaikan tingkat suku bunga di Amerika Serikat akan membuat investasi dalam US$ lebih menarik jika dibandingkan
investasi
dalam
bentuk
rupiah.
Investor
Indonesia
akan
mengalihkan investasinya dari rupiah ke US$, sementara investor Amerika Serikat enggan menyimpan dananya dalam bentuk rupiah dan akan mengalihkannya ke US$. Kondisi ini akan menyebabkan permintaan US$ terhadap Rupiah meningkat, sehingga US$ akan mengalami apresiasi, sebaliknya rupiah akan terdepresiasi. Apresiasi atau depresiasi akan terjadi jika negara tersebut menganut kebijakan
20
nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh mekanisme pasar (Kuncoro, 1996). Dalam melakukan pemilihan investasi di pasar modal, para investor harus sudah menggunakan pertimbangan yang tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi pasar saham itu sendiri. Menuurut Cheng et. al. (1997) faktorfaktor tersebut meliputi: 1) Lingkungan mikro ekonomi yang meliputi analisis fundamental dan analisis teknikal yang cenderung bisa dikontrol. 2) Lingkungan makro ekonomi seperti perubahan kurs dan indeks saham di pasar Amerika yang pengaruhnya tidak bisa diabaikan sebagai dampak globalisasi pasar modal yang keadaannya diluar kendali oleh perusahaan emiten atau oleh bursa saham itu sendiri.
Naik turunnya indeks harga saham di pasar modal ditentukan oleh berbagia pengaruh diantaranya oleh ekonomi makro yang terdiri dari nilai tukar rupiah dan indeks harga saham Dow Jones Industrial Average di New York Stock Exchange (Yuliman, 2003). Bila nilai kurs dollar turun, maka investor akan menjual dollar untuk kemudian dibelikan saham sehinggal indeks harga saham akan naik begitu juga sebaliknya jika kurs dollar naik, maka investor akan memilih untuk menjual sahamnya untuk membeli dollar. Sedangkan jika indeks saham Dow Jones Industrial Average di New York Stock Exchange mengalami peningkatan (dalam konteks ini dollar melemah atau terdepresiasi), maka rupiah menguat. Jika rupiah mengalami apresiasi dan ditindak lanjuti oleh Bank
21
Indonesia (BI) selaku otoritas moneter dengan mengambil kebijakan menurunkan tingkat suku bunga deposito, maka orang akan cenderung menarik depositonya dan mengalihkannya dalam bentuk investasi saham yang akhirnya akan menaikan harga saham dan juga sebaliknya. Sehingga dengan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa saham Dow Jones Industrial Average(DJIA), Nilai Tukar (ExcRate), Tingkat Suku Bunga (BIRate) mempengaruhi perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
2.3
Penelitian Sebelumnya Penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena penelitian ini
mengacu pada penelitian sebelumnya. Yang membuat penelitian ini berbeda dapat dilihat dari objek, periode waktu, pengaruh hubungan dan model estimasi yang berbeda sehingga dapat dijadikan sebegai referansi untuk saling melengkapi.
2.3.1 Penelitian Mita Nezky Penelitian terdahulu yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Mita Nezky (2013) periode peneltian tahun 2007-2011: Tujuan penelitian ini untuk mengetahuiPengaruh Krisis Ekonomi Amerika Serikat Terhadap Bursa Saham dan Perdagangan Indonesia. Model yang digunakan adalah model ekonometrika dengan metode Structural Vector Autoregressive (SVAR) dengan 5 variabel; Dow Jones Industrial Average (DJIA), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Nilai
22
Tukar Rupiah rehadap USD (Exchange Rate), Indeks Produksi (IP), dan Pajak Perdagangan Internasional (PPI). Hasil penelitian ini menujukan bahwa krisis di Amerika Serikat berpengaruh signifikan terhadap pasar modal Indonesia. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terbukti memberikan respon yang searah terhadap gejolak Dow Jones Industrial Average (DJIA). Perubahan DJIA ini lebih berperan dalam menjelaskan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibandingkan Nila Tukar (Exchage Rate), Indeks Produksi (IP), dan Pajak Perdagangan Internasional (PPI). Hasil ini sejalan dengan kenyataan bahwa pasar modal Indonesia yang masih sangat dipengaruhi oleh pasar modal asing, sehingga jika terjadi gejolak pada indeks saham besar luar negeri akan dengan mudah menimbulkan kepanikan di kalangan investor domestik. Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah: pertama, bagi Bappepam-LK sebagai regulator perdagangan saham di bursa efek dapat melakukan intervensi ketika terjadi penurunan saham yang melampaui batas psikologis dan menghentikan kegiatan perdagangan bursa efek selama jangka waktu tertentu utuk melindungi kepentingan permodalan. Hal ini sesuai dengan pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal. Rekomendasi kedua adalah bagi Kementerian Perdagangan dapat mendorong upaya diversifikasi negara tujuan ekspor. Hal ini sejalan dengan upaya mengurangi ketergantungan ekspor Indonesia terhadap Amerika. Rekomendasi yang terakhir adalah bagi Kementerian Perindustrian perlunya meningkatkan kualitas komoditas dan value added ekspor. Hal ini diharapkan agar dapat
23
meningkatkan kegiatan ekspor Indonesia dan menambah pemasukan negara melalui kegiatan ekspor tersebut. Kaitan penelitian yang dilakukan oleh Mita Nezky dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah: untuk menganalisa pengaruh atau hubungan kondisi perekonomian Amerika Serikat terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Namun disini terdapat beberapa perbedaan dari variabel yang digunakan, metode dan model, serta periode waktu yang berbeda, sehingga diharapkan dapat menambahkan hasil temuan yang didapat dari penelitian sebelumnya.
2.3.2 Peneliti Dedy Pratikno Penelitian terdahulu kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Dedy Pratikno (2009) periode penelitian 2004-2009: Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa pengaruh nilai tukar, SBI, inflasi dan indeks Dow Jones terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Model estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan Metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah sesuai dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan menjelaskan bahwa terdapat mengaruh yang cukup signifikan dari tiap-tiap variabel bebas terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Rekomendasi dari penelitian ini adalah: sebaiknya otoritas moneter dalam mengendalikan kestabilan IHSG lebih memprioritaskan pada kebijakan SBI,
24
hal ini disebabkan karena besarnya SBI akan memperkuat pengendalian dan stabilitas pasar saham di bursa efek. Setalah itu barulah melakukan peningkatan pada kondisi ekonomi domestik dan tidak lupa juga pengendalian pengaruh dari aspek ekonomi asing. Kaitan penelitian yang dilakukan oleh Dedy Pratikno dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah: untuk menganalisa pengaruh variabel makro terhadap perubahan nilai saham IHSG. Namun disini terdapat beberapa perbedaan dari variabel yang digunakan, metode dan model, serta periode waktu yang berbeda, sehingga diharapkan dapat menambahkan hasil temuan yang didapat dari penelitian sebelumnya.
25
2.4
Kerangka Pemikiran Di bawah ini digambarkan bagan paradigma penelitian yang menjelaskan
hubungan antara Dow Jones Industrial Average (DJIA), Nilai Tukar (Exchange Rate), dan Tingkat Suku Bunga (BI Rate) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Sumber: Hasil Pengolahan Data Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Bagan di atas menjelaskan variabel Dow Jones Industrial Average (DJIA), Nilai Tukar (Exchange Rate) dan Tingkat Suku Bunga (BI Rate) berpengaruh langsung pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
2.4.1 Keterkaitan Dow Jones Industrial Average dengan Indeks Harga Ssham Gabungan
26
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) merupakan rata-rata indeks saham terbesar dunia, oleh karena itu pergerakan indeks DJIA mempangeruhi hampir seluruh indeks saham dunia termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pengaruh indeks DJIA terhadap IHSG diperkirakan positif, artinya kenaikan indek DJIA akan mengakibatkan naiknya IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI), hal ini disebabkan oleh adanya sentimen positif dari para investor terhadap kondisi ekonomi dunia Keterkaitan antara DJIA dengan IHSG diatas adalah merujuk dari penelitian yang dilakukan oleh Dedy Pratikno.
2.4.2
Keterkaitan Nilai Tukar dengan Indeks Harga Saham Gabungan Nilai Tukar (ExcRate) merupakan variabel makro ekonomi yang turut
mempengaruhi volatilitas harga saham. Depresiasi mata uang domestik akan meningkatkan volume ekspor. Bila permintaan pasar internasional cukup elastis hal ini akan meningkatkan cash flow perusahaan domestik, yang kemudian meningkatkan harga saham, yang tercermin pada IHSG. Sebaliknya, jika emiten membeli produk dalam negeri, dan memiliki hutang dalam bentuk dollar maka harga sahamnyaakan turun. Depresiasi kurs akan menaikkan harga saham yang tercermin pada IHSG dalam perekonomian yang mengalami inflasi. Berbeda dengan inflasi yang berfluktuasi tetapi tidak stabil, perkembangan kurs yang terjadi juga berfluktuasi tetapi fluktuasi yang terjadi masih cukup stabil. Hubungan antara saham dan nilai tukar mempunyai hasil dan mekanisasi yang saling berlawanan. Secara teoritis perbedaan arah hubungan antara kurs dan harga
27
saham dapat dijelaskan dengan pendekatan tradisional dan model portofolio balance. Pendekatan tradisional mengatakan bahwa hubungan antara kurs dan harga saham adalah positif, di mana perubahan nilai tukar mempengaruhi pendapatan dan biaya operasional perusahaan, yang pada akhirnya menyebabkan perubahan pada harga saham. Pendekatan “portofolio balance” mengasumsikan saham sebagai bagian dari kekayaan sehingga dapat mempengaruhi perilaku nilai tukar melalui hukum demand for money yang sesuai dengan model monetaris dari determinasi nilai tukar. Pendekatan ini mengasumsikan terdapat hubungan yang negatif antara harga saham dan nilai tukar, dengan arah kausalitas dari pasar saham ke pasar uang, sesuai dengan interaksi pasar keuangan yang sangat cepat. Hal ini dinyatakan oleh Granger dalam “The Quarterly Riview Of Economics and Finance”.
2.4.3
Keterkaitan Tingkat Suku Bunga dengan Indeks Harga saham
Gabungan Tingkat bunga yangterlalu tinggi akan mempengaruhi nilaisekarang (present value) aliran kasperusahaan, sehingga kesempataninvestasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi jugaakan meningkatkan biaya modal yang akanditanggung perusahaan dan juga akanmenyebabkan return yang diisyaratkaninvestor dari suatu investasi akanmeningkat. Hal ini dinyatakan oleh Eduardus Tandelilin dalam “Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi.”
28
Tingkat bunga mempunyai pengaruh yang besar terhadap harga saham. Suku bunga yang makin tinggi memperlesu perekonomian, menaikan biaya bunga dengan demikian menurunkan laba perusahaan, dan menyebabkan parainvestor menjual saham dan mentransfer dana ke pasar obligasi. Hal ini dinyatakan oleh Weston dan Brigham dalam “Essential of Managerial finance”
2.5
Hipotesis Berdasarkan pada kerangka pemikiran di atas hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
H1 :Terdapat pengaruh antara perubahan yang terjadi pada saham Dow Jones Industrial Average (DJIA) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
H2 : Terdapat Pengaruh antara kebijakan BI Rate dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
H3 : Terdapat pengaruh antara perubahan Nilai Tukar Rupiah dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
H4 : Terdapat pengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang dari Dow Jones Industrial Average (DJIA) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
H5 : Terdapat pengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang dari BI Rate terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
29
H6 : Terdapat pengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang dari Nilai Tukar Rupiah terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)