BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, HIPOTESIS TINDAKAN Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai kajian pustaka, kerangka berpikir serta hipoesis tindakan dari penelitian ini.
A.
Kajian Pustaka
Pada bab ini akan akan dideskripsikan konsep-konsep atau teori-teori serta hasil epnelitian yang relevan dengan variabel penelitian yang diteliti, yaitu 1) teori dan peneitian yang relevan keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis teks anekdot, 2) teori yang berkaitan dan penelitian yang relevan dengan kemampuan menulis teks anekdot, 3) teori dan penelitian yang relevan dengan pembelajaran menulis anekdot di SMK menggunakan model pembelajaran make a match.
1.
Hakikat Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Menulis Teks Anekdot
a. Pengertian Keaktifan Keaktifan berasal dari kata dasar “aktif” yang mendapat prefik ke- dan sufik -an. Keaktifan bermakna kesibukan, kegiatan atau aktivitas. Doly (2015:3) keaktifan adalah segala kegiatan perubahan tingkah laku individu dengan melakukan interaksi dengan lingkungannya untuk mencapai tujuan. Keaktifan adalah segala perubahan kegiatan atau aktivitas individu yang mendukung pencapaian tujuan dalam pembelajaran. Perubahan kegiatan yang dimaksud dalam keaktifan adalah perubahan kegiatan yang berubah ke arah yang lebih baik. Ramlah, Dani dan Hamzah (2014:69) mengatakan keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosi dan fisik. Mc Keachie dalam Dimyati dan Mudjiono (1999:45) berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan “manusia belajar
7
8 yang aktif selalu ingin tahu, sosial. Keaktifan belajar adalah pembelajaran yang dilakukan secara aktif oleh siswa baik melibatkan pikiran, perasaan ataupun kegiatan fisik. Keaktifan belajar dapat dikatakan sebagai pembelajaran optimal yang dilakukan oleh siswa karena siswa selalu ingin tahu dan terlibat dalam mengikuti pembelajaran. Aunnurahman dalam Ramlah, dkk (2014:69) daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang kearah yang positif saat lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk perkembangan keaktifan itu. Keaktifan dapat meningkat apabila lingkungan mendukung atau memberi ruang agar keaktifan siswa meningkat kearah yang positif sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih aktif. Hamalik mengatakan, siswa akan belajar secara aktif kalau rancangan pembelajaran yang di susun guru mengharuskan siswa, baik secara sukarela maupun terpaksa, menuntut siswa melakukan kegiatan belajar (2014:149). Pembelajaran aktif akan terlaksana apabila pembelajaran siswa sudah dirancang sedemikian rupa agar siswa turut serta dalam mengikuti pembelajaran sehingga keaktifan siswa meningkat. Hal perlu dilakukan karena keaktifan adalah hal paling mendasar dalam pembelajaran. Sesuai pendapat Nevirhesty, Sumarwati dan Budhi dalam jurnal Basastra volume II nomor 3, Agustus 2014 bahwa hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Sanjaya mengatakan bahwa pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya (2014:324). Pembelajaran aktif cenderung dengan pembelajaran yang mengasikkan dan menarik hati sehingga siswa aktif mengikuti pembelajaran. Pembelajaran yang aktif adalah pembelajaran yang mengedepankan aktivitas siswa dalam pencarian informasi untuk meningkatkan pengalaman dan pengetahuan mereka
9 saat pembelajaran berlangsung sehingga mereka lebih paham terhadap pembelajaran. Menurut Marno dan Idris (2010:132) aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktifitas psikis seperti aktivitas mental.
Sejalan dengan pendpat tersebut Rohma mengatakan
(2012:267) perlu ditambahkan baha yang dimaksud aktivitas belajar itu adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Aktivitas tidak hanya meliputi aktivitas fisik saja tetapi dengan fisik yang bergerak melakukan instruksi dalam pembelajaran maka mental atau otak juga belajar mencari serta memahamii informasi. Agar aktivitas siswa berjalan sesuai apa yang diharapkan dan sisa dapat aktif maka guru harus mempersiapkan pembelajaran dengan sebaikbaiknya. Sejalan dengan kajian teori tersebut penelitian telah dibuktikan oleh Betriana Romi Nur Fadilah dengan judul “Penerapan Brainstorming untuk Meningkatkan Keaktifan dan Ketetrampilan Menulis Argumentasi pada Siswa Kelas X6 SMA Negeri 2 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013”. Dari penelitian tersebut dapat dibuktikan bahwa keaktifan siswa dan keterampilan menulis argumentasi
dalam
pembelajaran
yang
pembelajaran variatif
dan
dapat menarik
ditingkatkan yaitu
menggunakan
dengan
penerapan
Brainstorming. Pada penelitian ini peningkatan keaktifan dapat dilihat dari peningkatan keaktifan pada siklus I dan siklus II. Presentase keaktifan pada siklus I yaitu 65, 62% , sedangkan presentase keaktifan pada siklus II yaitu 90,62%. Untuk peningkatan keterampilan menulis dapat dilihat dari nilai siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dari survai awal sampai siklus II. Pada survai awal presentase ketuntasan siswa mencapai 53,12% . Setelah diberi tindakan pada siklus I mengalami peningkatan menjadi 68,75%. Sedangkan pada siklus II presentase ketuntasan menjadi 93,75%. Pada penelitian memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu untuk meningkatkan keaktifan.
10 Penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rossalyn Nevirhesty yang berjudul “Penerapan Pendekatan Komunikatif untuk Meningkatkan Keaktifan dan Kemampuan Menulis Argumentasi Siswa Kelas X 8 SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013” membuktikan bahwa menggunakan pendekatan komunikatif dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan menulis argumentasi pada siswa X-8 SMA Negeri 5 Surakarta. Hal tersebut dapat dilihat pada peningkatan keaktifan pada pratindakan sebesar 23,33% menjadi 50 % pada siklus I, sedangkan pada siklus II menjadi 80%. Sementara pada kemampuan menulis argumentasi dari siklus I ke siklus II meningkat dari 46,67% menjadi 86,67%. Penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu variabel keaktifan.
b. Penilaian Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Menulis Teks Anekdot Sudjana (2009:61) mengatakan penilaian keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam hal: 1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, 2) terlibat dalam pemecahan masalah, 3) bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, 4) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah, 5) melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru, 6) menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, 7) melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, 8) kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Dimyati dan Mudjiono (1999:45) mengatakan dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beranekaragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan
11 psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatn psikis yang lain. Dari pendapat diatas penilaian yang dilakukan cenderung terhadap aspek-aspek yang disebutkan oleh Sudjana, namun aspek yang dinilai dipersempit dan disesuaikan dengan model pembelajaran yang digunakan menjadi lima aspek yaitu: 1) turut serta dalam melaksanakan model make a match, 2) bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, 3) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk menemukan pasangannya, 4) melatih diri memecahkan soal dalam model pembelajaran make a match, dan 5) menerapkan apa yang diperolehnya dalam menyelesaikan tugas mengenai teks anekdot. Hal tersebut dituangkan dalam tabel sebagai berikut,atau lebih jelasnya dalat dilihat pada lampiran 1, halaman 121. Tabel 1. Penilaian Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Menulis Teks Anekdot No
Nama
1
2
3
4
5
Nilai Ket
(diadaptasi dari Suwandi, 2009:130)
Berdasarkan berbagai pendapat mengenai keaktifan dapat dikatakan bahwa keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis teks anekdot merupakan keterlibatan individu baik pikiran, perasaan, ataupun kegiatan fisik terhadap lingkungannya menuju kearah yang lebih baik untuk mencapai suatu tujuan ditetapkan dalam pembelajaran menulis teks anekdot. Individu yang aktif adalah individu yang mengikuti setiap langkah demi nlangkah yang harus
12 dilakukan untuk mencapai suatu tujuan dalam pembelajaran menulis teks anekdot.
2. Hakikat Kemampuan Menulis Teks Anekdot
a. Pengertian Kemampuan Menulis Kemampuan menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang penting. Seseorang dapat menyampaikan pesan, gagasan, ataupun informasi melalui tulisan. Kemampuan menulis akan membantu sesorang dalam menyampaikan informasi, gagasan atau pesan dengan baik tanpa menyebabkan kesalahan penafsiran bagi pembaca. Alwasilah (2007:43) menulis adalah sebuah kemampuan, kemahiran dan kepiawaian seseorang dalam menyampaikan gagasannya ke dalam sebuah wacana agar dapat diterima oleh pembaca yang heterogen baik secara intelektual maupun sosial. Kemampuan menulis adalah kepandaian seseorang dalam menyampaikan gagasannya agar gagasannya dapat diterima oleh pembaca dengan berbagai macam latar belakang sosial maupun intelektualnya. Kemampuan menulis seseorang memiliki pengaruh tergadap hasil tulisannya. Widyamartaya dan Sudiati (2004:2) mengatakan bahwa kemampuan menulis
memungkinkan
mereka
untuk
mengomunikasikan
isi
jiwa,
penghayatan dan pengalamannya kepada berbagai pihak terlepas dari ikatan kesamaan waktu dan tempat dengan pihak-pihak itu. Kemampuan menulis memungkinkan seseorang dapat mengomunikasikan isi jiwa, penghayatan dan pengalamannya kepada pihak lain tanpa mengalami kondisi yang sama. Kemampuan menulis memungkin hasil tulisan dapat diterima seperti pihak lain yang akan menjadi pembaca tulisannya. Menurut Rukayah (2013:6) berpendapat bahwa kemampuan menulis yaitu suatu kecakapan seseorang dalam menyampaikan pesan melalui lambinglambang grafik baik dalam bentuk formal maupun nonformal, sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti maksud dan maknanya. Kepandaian
13 seseorang dalam menyampaikan pesan sesuai apa yang dimaksudkan penulis melalui lambang-lambang grafik disebut dengan kemampuan menulis. Tulisan tersebut dapat berupa tulisan dalam bentuk formal maupun nonformal. Berdasarkan beberapa pendapat diatas kemampuan menulis adalah kemampuan untuk melukiskan isi jiwa, pikiran, ataupun gagasan melalui lambang-lambang yang dipahami oleh pembaca sehingga gagasan yang ingin disampaikan dapat tersampaikan dengan baik. Seseorang yang mahir dalam menulis akan memudahkan pembaca dari berbagai kalangan dalam memahami pesan yang terkandung dalam sebuah tulisan. Apabila pesan dapat tersampaikan dengan baik maka pesan yang dipahami pembaca melalui sebuat tulisan sesuai dengan yang dimaksud penulis.
b. Pengertian Menulis Menulis merupakan suatu sistem komunikasi untuk menyampaikan pesan kepada orang lain sebagai simbol visual. Pesan tersebut berupa simbolsimbol berupa aksara yang dapat ditangkap visual yaitu melalui media aksara. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Hamied dalam Andayani (2015:1107) that the essay or writing is a form of communication systems as visual symbol. Pesan yang disampaikan dalam sebuah tulisan akan tersampaikan kepada pembaca apabila menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh pembaca. Crimmon dalam Slamet (2007:96) menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas. Adapun menurut McRobert dalam Kusmana ( 2014:16) menulis adalah berpikir dan menulis melibatkan aktivitas mengetahui apa pesan yang ingin disampaikan, siapa penerima pesan itu, dan bagaimana cara menyusun gagasan agar komunikasi yang dilakukan jelas. Menulis merupakan kegiatan menggali pikiran, menyampaikan pikiran atau perasaan
mengenai hal-hal yang ingin ditulis atau disampaikan. Untuk
memudahkan pembaca dalam memahami hal yang ingin disampaikan penulis
14 harus mengetahui siapakah yang akan menjadi pembaca tulisannya serta menentukan cara yang tepat untuk menyampaikan pikirannya. Andayani
(2009:29)
menambahkan
bahwa
menulis
karangan
merupakan aktivitas melahirkan pikiran dan perasaan lewat tulisan dengan memperhatikan aspek-aspek kebahasaan yang baik dan benar sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Keraf dalam Pujiono (2013:53) menyatakan kegiatan menulis adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta, gagasan, sikap, pikiran, argumen, perasaan dengan jelas dan efektif kepada pembaca. Menulis merupakan kegiatan menggali pikiran, gagasan atau informasi yang ingin disampaikan kepada pembaca dengan cara yang efektif dan sesuai dengan latar belakang pembaca agar mudah dipahami. Tulisan yang mudah dipahami membuat pembaca menangkap pesan atau informasi yang terdapat dalam sebuah tulisan sehingga penulis berhasil mengomunikasikan apa yang ingin disampaikaannya melalui tulisan. Menulis merupakan hasil pengungkapan gagasan pikiran yang dituangkan seseorang melalui tulisan. Menurut Lawrence dalam Rukayah (2013:5) menyatakan bahwa menulis adalah mengomunikasikan apa dan bagaimana pikiran penulis. Murtono (2010:27) menambahkan sesungguhnya semua hasil atau produk kerja pikir dan kerja perasaan yang berupa ide, gagasan, pendapat, saran, kesimpulan, dan sebagainya yang disampaikan baik secara lisan maupun secara tertulis kepada orang lain adalah sebagai kerja menulis. Senada dengan hal itu Hakim (2008:15) mengungkapkan menulis pada hakikatnya adalah upaya mengekspresikan apa yang dilihat, dialami, dirasakan, dan dipikirkan ke dalam bahasa tulisan. Menulis adalah mengomunikasikan hasil pikiran, perasaan, gagasan maupun fakta-fakta oleh penulis kepada pembaca sehingga sebuah tulisan dapat dikatakan sebagai hasil kerja dari pikiran seseorang. Menulis dapat juga dikatakan sebagai suatu proses yang membawa kita untuk menemukan pemikiran-pemikiran yang baru yang berguna untuk hidup seseorang serta membuat kita lebih profesional. Dalam proses menulis
15 seseorang akan menggali apa yang ada di pikirannya yang dapat bermanfaat dalam kehidupan. Kegiatan menulis tersebut juga akan membuat kemampuan seseorang dalam menulis semakin baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Murray dan More dalam Satjapiboon dan Chucart (2010:88) writing can be likened to a journey that brings you to new discoveries concerning thoughts, life, the world we live in and our professional self. Menulis merupakan penyampaian informasi kepada pihak lain melalui media aksara. Menurut Achmad dan Alek (2011:106) menulis merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis adalah kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain (Suparno dan Yunus, 2003:126). Pendapat tersebut diperjelas oleh Dalman (2014:5) yang mengatakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan (informasi) secara tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Tarigan (2008:22) menambahkan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambanglambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Kegiatan hasil kerja pikiran, pengungkapan ide baik secara tertulis dengan media aksara dapat dikatakan sebagai hasil kerja menulis atau kegiatan menulis. Melalui media aksara pesan, informasi atau gagasan dapat dapat disampaikan kepada pembaca. Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menyampaikan pikiran, gagasan, fakta-fakta, ataupun pesan melalui media aksara dengan cara yang efektif dan mudah dipahami oleh pembaca. Cara yang efektif dan mudah dipahami pembaca pembaca membuat pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca dapat tersampaikan dengan baik.
16 c. Tahap-tahap Menulis Menulis merupakan satu kegiatan tunggal, yang sederhana, dan bahannya sudah siap di kepala, tetapi sebenarnya kegiatan menulis merupakan suatu proses penulisan yang memilki beberapa tahap. Sebagai proses, menulis merupakan serangkaian aktivitas (kegiatan) yang terjadi dan melibatkan beberapa fase yaitu fase pramenulis (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan). Menurut Akhadiah, dkk (2012:2) mengatakan senada dengan pernyataan tersebut yaitu berarti bahwa kita melakukan kegiatan itu dalam beberapa tahap, yakni tahap pra penulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi. Setiap kegiatan menulis terdiri dari tiga tahap yaitu persiapan sebelum menulis, kegiatan penulisan itu sendiri, dan tahap penyempurnaan tulisan. Menurut Achmad dan Alek (2011:107) langkah-langkah menulis adalah sebagai berikut: 1) persiapan (preparation), 2) menulis (writing), 3) editing. Kegiatan persiapan meliputi: membuat kerangka tulisan, menemukan idiom yang menarik, dan menemukan kata kunci. Kegiatan menulis meliputi; mempertahankan diri agar ide yang akan ditulis tetap logis, membaca kembali setelah menyelesaikan satu paragraf, dan yakin dendagan apa yang ditulis. Sedangkan editing meliputi: meneliti kesalahan kata, tanda baca, tanda hubung dan hubungan antarparagraf, serta membaca kembali tulisan secara keseluruhan. Menulis memiliki tahapan-tahapan yang merupakan suatu proses dalam menghasilkan tulisan yang baik. Tahap-tahap tersebut adalah perencanaan, pemeriksaan isi, dan penyajian informasi. Sebuah tulisan sebelum disusun pasti penulis akan merencanakan apa yang akan dituliskannya. Setelah mengetahui apa yang akan dituliskannya kemudian memeriksa isi, apa saja yang akan dituliskan diperiksa apakah sudah layak atau belum untuk pembaca. Tahap yang terakhir setelah diperiksa adalah menyajikan tulisan yang sudah dipilahpilah. Melalui tahap-tahap tersebut diharapkan dapat membuat tulisan yang berkualitas dan sesuai dengan yang di harapkan pembaca. Seperti yang
17 diungkapkan oleh Satjapiboon dan Chucart (2010:88) quality academic articles can be realized only with due attention on all stages of writing from planning, content screening and presentation of information to correspond with the expectations of the readers and the academic contexts. Menurut Akhadiah, dkk (2012:2) tahap menulis terbagi dalam beberapa tahap, yakni tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi. Tahap-tahap tersebut jika dijabarkan lebih lanjut memiliki bagian-bagian lagi didalamnya. Tomkins dalam Pujiono (2013:5) mengatakan bahwa pramenulis adalah tahap persiapan. Tahap ini adalah tahap yang dilakukan dalam menyiapkan kerangka penulisan sebelum melakukan tahap penulisan. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini
adalah: (1) menentukan topik, (2) menentukan
bentuk tulisan , tujuan tulisan dibuat, dan siapa pembaca yang akan membaca tulisan yang dibuat, serta (3) mengidentifikasi ide dan menyusunnya. Menurut Pujiono (2013: 6) setelah kerangka karangan tersusun, penulis mulai melakukan kegiatan menulis. Tahap penulisan adalah tahap yang dilakukan setelah kerangka tersusun. Ide-ide yang ada dalam kerangka dijarbarkan lebih rinci ke dalam tulisan. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini adalah: 1) menyusun kalimat dan paragraf, 2) menentukan pilihan kata yang digunakan, 3) serta teknik penulisan yang akan digunakan. Menurut Dalman (2014:19) tahap menulis, meliputi: 1) tahap prapenulisan: menentukan topik, menentukan maksud atau tujuan penulisan, memerhatikan sasaran karangan, mengumpulkan informasi pendukung, mengorganisasi ide dan informasi; 2) tahap penuisan; 3) tahap pascapenulisan. Menulis merupakan suatu proses penyampaian pesan kepada pembaca agar bisa dipahami dengan baik. Andayani (2014:29-30) untuk mempermudah menulis harus memperhatikan tahapan-tahapan menulis, meliputi: (1) tahap persiapan/prapenulisan:menyiapkan
diri,
mengumpulkan
informasi,
merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan refleksi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati; 2) tahap inkubasi: pembelajar memproses informasi yang
18 dimilikinya sedemikian rupa sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya; 3) tahap inspirasi (insight): gagasan seakan-akan tiba dan berloncatan pada pikiran kita; 4) verifikasi: apa yang dituliskan akan diperiksa kembali, diseleksi dan disusun sesuai fokus tulisan. Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tahaptahap menulis sebagai berikut: 1) tahap pramenulis , yaitu tahap persiapan menulis, menentukan kerangka karangan, memilih gagasan atau ide yang akan dituliskan serta menentukan jenis tulisan dan siapa yang akan menjadi pembaca tulisannya; 2) tahap menulis, yaitu tahap menuliskan ide atau gagasannya; 3) tahap pascamenulis yaitu tahap untuk merevisi serta menyempurnakan hasil tulisan yang telah dibuat.
d. Tujuan Menulis Menurut Dalman (2014:13-14) ditinjau dari sudut kepentingan pengarang, menulis memiliki beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut: 1) tujuan penugasan, untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh guru atau sebuah lembaga; 2) tujuan estetis, untuk menciptakan sebuah keindahan
(estetis)
dalam sebuah puisi, cerpen, maupun novel; 3) tujuan penerangan, untuk memberi informasi kepada pembaca; 4) tujuan pernyataan diri, untuk menegaskan tentang apa yang telah diperbuat; 5) tujuan kreatif, untuk menggunakan daya imajinasi secara maksimal ketika mengembangkan tulisan, mulai dalam menggembangkanpenokohan, melukiskan setting, maupun yang lain; 6) tujuan konsumtif, untuk dijual dan dikonsumsi oleh para pembaca. Seseorang dalam menulis memiliki tujuan untuk (a) menjelaskan, (b) mengomentari atau menilai, (c) menyarankan, (d) menyanggah, dan/atau (e) membuat hipotesis (Aminudin dalam Kusmana, 2014:18). Sebuah tulisan dapat berupa sebuah paparan atau penjelasan mengenai suatu hal, memberi kritikan
19 atau penilaian, memberi saran atau bersifat tulisan persuasif, menyanggap pendapat ataupun memberikan suatu hipotesis. Adapun menurut Kusmana (2014:19-21) menulis memiliki beberapa tujuan diantaranya: 1) untuk berkomunikasi secara tertulis, 2) memecahkan permasalahan atau problematika, 3) memberikan penjelasan atau informasi tentang sesuatu hal atau peristiwa, 4) kepentingan menyenangkan pembaca, 5) mengembangkan kreativitas dari seorang penulis, 6) memenuhi tugas dalam rangka penyelesaian studi. Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat diketahui bahwa tujuan menulis terdiri dari beberapa tujuan, diantaranya: 1) untuk menyampaikan informasi secara tertulis, 2) untuk memberikan penjelasan mengenai suatu permasalahan, 3) memberikan penjelasan atau informasi mengenai suatu hal atau peristiwa, 4) untuk menghibur pembaca, 5) mengembangkan kreativitas menulis, 6) memenuh tugas dari guru atau dosen, 7) mengajak atau mempengaruhi pembaca, 8) berkomunikasi dengan orang lain secara tertulis. e. Keterampilan Dasar dalam Menulis Menurut Semi (1990:10) tulisan yang baik mengharuskan setiap penulis memiliki tiga keterampilan dasar dalam menulis, yaitu sebagai berikut:1) keterampilan berbahasa, merupakan keterampilan yang paling penting; 2) keterampilan penyajian, yaitu keterampilan pembentukan dan pengembangan paragraf, keterampilan memerinci pokok bahasan menjadi subpokok bahasan , menyusun pokok bahasan dan subpokok bahasan ke dalam susunan yang sistematis; 3) keterampilan perwajahan, yaitu keterampilan pengaturan tipografi dan pemanfaatan sarana tulis secara efektif dan efisien, seperti penyusunan format, pemilihan ukuran kertas, tipe huruf, penjilidan, penyusunan tabel, dan lain-lain. Menurut Andayani (2009:29) untuk menghasilkan tulisan yang baik, seorang penulis hendaknya memiliki tiga keterampilan dasar yang meliputi: (1) keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menggunakan ejaan, tanda baca,
20 pembentukan kata, pemilihan kata serta penggunaan kalimat yang efektif; (2) keterampilan penyajian, yaitu keterampilan pembentukan dan pengembangan paragraf, keterampilan merinci pokok bahasan menjadi sub pokok bahasan, menyusun pokok bahasan dan sub pokok bahasan ke dalam susunan yang sistematis; (3) keterampilan perwajahan, yaitu keterampilan pengaturan tipografi dan pemanfaatan sarana tulis secara efektif dan efisien, tipe huruf, penjilidan, penyusunan table dan lain-lain. Ketiga keterampilan tersebut saling menunjang dalam kegiatan menulis tentunya didukung oleh keterampilan menyimak, membaca serta berbicara dengan baik. Sedangkan menurut Heaton dalam Slamet (2007:98) kompleksitas kegiatan menulis atau mengarang untuk menyusun karangan yang baik meliputi, (1) keterampilan gramatikal, (2) penuangan isi, (3) keterampilan stilistika, (4) keterampilan mekanis, dan (5) keterampilan memutuskan. Bedasarkan beberapa pendapat diatas didapat simpulan bahwa menulis memerlukan keterampilan dasar, diantaranya: 1) keterampilan berbahasa, 2) keterampilan penyajian, 3) keterampilan perwajahan, dan 4) keterampilan memutuskan.
f. Jenis-jenis Tulisan Tulisan memiliki jenis yang berbeda-beda. Hal itu dapat dilihat melalui struktur atau karakteristik suatu tulisan. Karakteristik tersebut yang dapat menjadikan pembeda dalam setiap karangan. Menurut Slamet (2007:103) jenis-jenis tulisan dapat dibedakan menjadi : (1) deskripsi (pemerian) adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan
sesuatu
berdasarkan
kesan-kesan
dari
pengamatan,
pengalaman, dan perasaan penulisnya; (2) narasi (penceritaan atau pengisahan) adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa; (3) eksposisi (paparan) adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk menerangkan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pandangan pembacanya; (4)
21 argumentasi (pembahasan atau pembuktian) adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya; (5) persuasi adalah ragam wacana yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya. Bentuk karangan dapat dibedakan dalam beberapa jenis antara lain adalah: (1) karangan deskripsi, (2) karangan argumentasi, (3) karangan eksposisi, (4) karangan narasi, (5) karangan persuasi (Atmazaki dalam Dalman, 2014:73). Macam-macam tulisan atau bentuk tulisan dapat dibedakan menjadi: 1) deskripsi, 2) argumentasi, 3) eksposisi, 4) persuasi, dan 5) narasi.
g. Hakikat Teks Anekdot Menurut Dananjaya (1991:117) lelucon dan anekdot adalah dongengdongeng yang dapat menimbulkan ketawa bagi yang mendengarnya maupun menceritakannya. Sedangkan menurut Darmasnyah (2012:71) adakalanya kita menemukan berbagai bentuk cerita singkat/anekdot humor yang mampu menggelitik kita untuk tertawa. Anekdot merupakan cerita lucu yang biasanya mengenai orang terkenal yang dapat mengundang tawa. Anekdot yang baik adalah anekdot yang dapat menimbulkan tawa bagi pembaca karena anekdot jalannya ceritanya terkadang membutuhkan penafsiran yang baik untuk memahaminya. Lelucon dan anekdot yang berfungsi sebagai protes sosial atau sindiran dapat juga digolongkan sebagai lelucon politik (Danandjaya,1991:133). Teks anekdot adalah teks lucu yang berisi sindiran politik untuk mengkritik atau menyindir pejabat-pejabat politik. Awalnya teks anekdot hanya mengenai orang terkenal atau kritikan terhadap orang penting tetapi seiring berjalannya waktu anekdot tidak harus berisi cerita orang penting
tetapi juga cerita pengalaman pribadi yang
menggelikan. Teks anekdot saat ini adalah cerita pengalaman lucu atau konyol
22 dari seseorang. Teks ini bertujuan menghibur pembaca karena berisi pengalaman atau cerita lucu. Struktur teks anekdot terdiri dari lima bagian yaitu abstraksi, orientasi, krisis, dan reaksi dan koda. Teks anekdot pada umumnya terdiri dari lima bagian atau struktur generik. Lima bagian tersebut yaitu; 1) abstraksi, merupakan gambaran awal cerita biasanya menjelaskan pula mengenai setting tempat dan suasana dalam cerita, 2) orientasi, gambaraan awal cerita yang akan menjadi pembangun konteks dalam suatu cerita, 3) krisis, yaitu puncak permasalahan dalam cerita atau konflik yang muncul, 4) reaksi, perilaku yang timbul akibat permasalahan yang yang biasanya merupakan bagian yang menimbulkan tawa bagi pembaca. 5) koda, merupakan bagian akhir dari cerita yang berisi akhir dari cerita. Sejalan dengan kaijian teori tersebut telah dibuktikan oleh penelitian oleh Selvia Putri Kumalasari dengan judul “Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Media Audio Visual “Videostand Up Comedy Peran Seorang Guru” Untuk Meningkatkan Motivasi dan Kemampuan Menulis Teks Anekdot pada Siswa Kelas X AK 1 SMK Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015”. Dari penelitian tersebut dapat dibuktikan bahwa motivasi dan kemampuan menulis teks anekdot dapat ditingkatkan dengan penerapan pendekatan pembelajaran yang inovatif. Hal tersebut dapat dilihat pada peningkatan motivasi pada siklus I sbesar 58,4% menjadi 75,6% pada siklus II. Sedangkan kemampuan menulis teks anekdot mengalami peningkatan dari 78,12% pada siklus I menjadi 96,87% pada siklus II. Pada penelitian ini memiliki kesamaan hal yang diteliti yaitu untuk meningkatkan kemampuan menulis teks anekdot. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Wara Maya Prabawati dengan judul “Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Anekdot dengan Menggunakan Metode Menulis Berantai pada Siswa Kelas IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta”. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode menulis berantai dapat meningkatkan motivasi serta kemampuan menulis puisi anekdot dari siklus I ke siklus II. Hal
23 tersebut dapat dilihat dari prosentase peningkatan motivasi dari pratindakan, siklus I, siklus II yaitu dari 31,3% menjadi 63% siklus I, kemudian meningkat menjadi 93,75%. h. Penilaian Menulis Teks Anekdot Penilaian diperlukan untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang dirumuskan sudah tercapai. Menurut Suwandi (2009:7) penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditetapkan. Penilaian digunakan untuk mengetahui apakah proses dan hasil dari kegiatan telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dari penilaian tersebut akan diketahui keberhasilan atau dari kegagalan suatu kegiatan. Sujarwo (2011:13) mengatakan evaluasi berasal dari bahasa Inggris yang berarti penilaian atau penaksiran, sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi adalah suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Penilaian adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen penilaian dan dibandingkan dengan criteria tertentu untuk mendapatkan sebuah kesimpulan. Penilaian menulis adalah kegiatan menilai, mengukur, atau menaksir apakah tulisan yang dibuat seseorang sudah sesuai dengan target atau aspekaspek yang ingin disampaikan. Slamet (2007: 117) syarat-syarat penerapan rambu-rambu penyusunan tulisan ada beberapa aspek tata tulis. Aspek-aspek tersebut meliputi (1) ejaan, (2) diksi, (3) struktur kalimat, dan (4) struktur paragraf. Menurut Nurgiyantoro (2010:441-442) penilaian menulis dengan skala interval, dinilai berdasarkan lima aspek yaitu penilaian : 1) isi, 2) organisasi, 3) kosakata, 4) pengembangan bahasa dan 5) penilaian mekanik. (Lampiran 2, halaman 124)
24 Tabel 2. Penilaian Kemampuan Menulis Teks Anekdot dengan Skala Interval No
Nama
Judul 1
Skor Aspek Penilaian 2 3 4 5
Nilai
Ket
Berdasarkan berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis teks anekdot adalah kepandaian atau kepiawaian seseorang dalam menyampaikan cerita lucu yang dapat mengundang tawa ke dalam sebuah tulisan agar dapat dipahami dan dinikmati oleh pembaca.
3. Hakikat Pembelajaran Menulis Teks Anekdot di SMK Menggunakan Model Pembelajaran Make a Match
a. Hakikat Pembelajaran Pembelajaran adalah proses belajar peserta didik untuk memberi pengalaman dan wawasan kepada diri peserta didik. Sujarwo (2011:3) mendefinisikan pembelajaran sebagai upaya membelajarkan peserta didik memahami diri dan lingkungannya agar lebih bermakna. Melalui pembelajaran peserta didik akan belajar mempelajari sesuatu dan memahami kemampuan dirinya untuk memahi sesuatu agar apa yang dipelajari menjadi lebih melekat dalam dirinya. Menurut Winkel dalam Rohman dan Amri (2013:8) pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejaadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian
kejadian-kejadian
internal
yang
berlangsung di dalam peserta didik. Pembelajaran adalah tindakan yang
25 direncanakan untuk mendukung proses belajar dengan merencanakan kegiatankegiatan yang berda diluar diri siswa agar mempengaruhi peserta didik dari dalam dirinya. Menurut Hamruni (2012: 45) istilah pembelajaran (instruction) menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahwa pelajaran sebagai akibat perlakuan guru.
Senada dengan pendapat tersebut Suprijono (2014:13)
mengatakan pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Pembelajaran adalah proses atau cara siswa dalam berusaha mempelajari sesuatu yang diajarkan guru serta sesuatu yang sedang dialami selama pembelajaran. Sagala (2009:164) pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik mempelajari keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran. Menurut Daryanto dan Rahardjo (2012:19) pembelajaran (instruction) merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar (learning). Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru yang mengajar serta siswa yang belajar. Proses interaksi tersebut merupakan proses untuk memahami mengenai pengetahuan dan keterampilan tertentu yang diajarkan dalam pembelajaran. Apabila setelah pembelajaran dilakukan siswa dapat memahami pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari maka pembelajaran tersebut dapat dikatakan efektif. Pembelajaran
efektif
dipandang
sebagai
pembelajaran
yang
memungkinkan peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, sikap, dan kecakapan tertentu dengan proses yang interaktif, inspiratif, menarik, menantang dan menyenangkan (Sujarwo, 2011:23). Proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif,
dan menyenangkan
memungkinkan siswa
dapat
memahami dan menguasai pengetahuan, kecakapan serta keterampilan tertentu yang telah dipelajarinya. Pembelajaran yang menarik dan menyenangkan akan membuat siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran sehingga apa
26 yang mereka pelajari lebih melekat, lebih dipahami dan lebih mudah diingat siswa.
b. Prinsip Pembelajaran Pembelajaran memiliki prinsip atau hal-hal yang mencirikan suatu proses merupakan proses pembelajaran. Bruce Weil dalam Hamruni (2012:4547) mengemukakan tiga prinsip penting dalam proses pembelajaran semacam ini yaitu: Pertama, proses pembelajaran adalah usaha kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa. Kedua, berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari. Ketiga, dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial. Sujarwo (2011:4) mengatakan secara operasional pembelajaran mengandung beberapa variabel, yaitu: 1) variabel mengorganisasi isi pembelajaran (skala makro), 2) variabel menyampaikan isi pembelajaran (skala mikro), 3) mengelola pembelajaran. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat diketahui bahwa prinsip pembelajaran meliputi: apa yang harus dipelajari, bagaimana membentuk atau mengubah apa yang sudah siswa miliki menjadi lebih baik, serta bagaimana mengelola pembelajaran agar mendapatkan dukungan dari lingkungan sosial.
c. Tujuan Pembelajaran Suatu kegiatan pasti memiliki tujuan tertentu, begitupula pembelajaran yang memiliki tujuan agar siswa memahami atau menguasai pengetahuan serta keterampilan yang sudah mereka pelajari. Menurut Robert F Mager dalam Rohman dan Amri (2013:57-58) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau perilaku yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi belajar tertentu yang harus dicapai dalam pembelajaran.
27 Amri (2013:58) memberi kesimpulan dari berbagai pendapat ahli mengenai rumusan tujuan pembelajaran semuanya memiliki esensi yang sama, bahwa: (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Menurut Bloom dalam Sujarwo (2011:6) tujuan instruksional ada 3 aspek, yaitu: 1) aspek kognitif, aspek ini menitikberatkan pada kemampuan berpikir, seperti kemampuan mengingat, memahami, menerapkan, menganalisa/mensintesis, mengevaluasi dan mencipta, 2) psikomotor, yaitu kemampuan yang menitikberatkan pada kemampuan gerak fisik, seperti: kemampuan meniru melakukan suatu gerak, memanipulasi gerak, merangkaikan berbagai gerakan, melakukan gerakan dengan tepat, 3) afektif yaitu kemampuan yang menitikberatkan pada sikap. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang ingin dicapai oleh siswa pada tingkat kompetensi tertentu yang dirumuskan dalam deskripsi yang spesifik. Tujuan pembelajaran dapat berupa aspek kognitif (pengetahuan), psikomotorik (keterampilan meniru yang berkaitan dengan gerak) dan afektif (sikap).
d. Pembelajaran Menulis Teks Anekdot di Sekolah Menengah Kejuruan Pembelajaran yang berlangsung di kelas merupakan dua kegiatan yaitu kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru serta kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Melalui kegiatan tersebut siswa akan belajar untuk mempelajari suatu pengetahuan atau keterampilan tertentu agar dapat dikuasai. Sedangkan guru mengajar dan mendidik siswa agar tujuan dari pembelajaran yang dirumuskan dapat tercapai. Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan perencanaan yang matang dan usaha maksimal dari guru dan siswa. Pembelajaran seharusnya dibuat agar agar menjadi pembelajaran yang menarik, menyenangkan dan bermakna. Perencanaan pembelajaran di sekolah dituangkan dalam bentuk sebuah Rencana Pelaksanaan Pebelajaran (RPP). Untuk
dapat mencapai tujuan
28 pembelajaran, proses pembelajaran harus berjalan sesuai dengan tahapan, cara serta materi pengetahuan atau keterampilan tertentu yang telah ditentukan di dalam peraturan penyusunan RPP. Rencana pelaksanaan pembelajaran memiliki peraturan sesuai dengan kurikulum yang diterapkan dalam suatu sekolah. Mengenai kurikulum, SMK Negeri 5 Surakarta menerapkan kurikulum 2013 atau yang sering disebut dengan Kurtilas. RPP kurikulum 2013 sudah ditentukan standar pembuatan dan penyusunannya sesuai dengan peraturan pemerintah nomer 103 tahun 2014 dengan beberapa pembaharuan dari pembinaan SMK. Peraturan penyusunan RPP mengaruskan setiap RPP hanya untuk satu materi tetapi dapat memuat beberapa kompetensi dasar (KD). Salah satu materi yang terdapat dalam pembelajarn bahasa Indonesia di SMK adalaah pembelajaran menulis teks anekdot. Lebih jelasnya standar kompetensi dan kompetensi dasar menulis teks anekdot yaitu pada KD 4.2 Memproduksi teks anekdot, laporan hasil observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan.
e.
Pengertian Model Pembelajaran Menurut
Trianto
(2007:1)
model
pembelajaran
adalah
suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran di dalam tutorial. Senada dengan pendapat tersebut Joyce dalam Rohman dan Amri (2013:27) menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan
29 pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial untuk menentukan perangkat pemeblajaran yang sesuai. Soekamto dalam Hamruni (2012:6) mengatakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran dapat juga dikatkann sebagai kerangka yang menjadi gambaran prosedur dalam melaksankan dan mengorganisasikan pembelajaran yang disusun secara sistematis. Model pembelajaran digunakan agar menjadi pedoman pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Eggen dan Kauchak dalam Hamruni (2012:6) mengatakan bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar. Model pembelajarn berfungsi sebagai kerangkan atau arah bagaimana saja pembelajaran akan dilaksanakan. Model pembelajaran digunakan sebegai pengendali proses pembelajaran yang dilaksanakan. Menurut Sujarwo (2011:31) model diartikan sebagai miniatur dari suatu obyek atau subyek. Adapun menurut Arends dalam Suprijono (2014:46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran disesuaikan pada pendekatan yang digunakan dalam proses
pembelajaran.
pembelajaran,
Model
tahap-tahap
pembelajaran
kegiatan
mengacu
pembelajaran,
pada
lingkungan
tujuan serta
pengelolaan kelas dalam proses pembelajaran. Hamiyah dan Jauhar (2014:57) model pembelajaran merupakan cara/teknik penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. Model pembelajarn adalah cara atau teknik yang digunakan guru dalam menyajikan pembelajaran. Penggunaan model
30 pembelajaran tersebut digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sedangkan
menurut
Suprijono
(2011:45)
model
pembelajaran
merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang diracang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya di tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran adalah hasil penurunan teori psikologi dan teori belajar yang berkaitan dengan implementasi kurikulum yang digunakan oleh sekolah serta dengan kemungkinan diterapkannya di kelas. Model pembelajaran digunakan sebagai landasan dalam praktik pembelajaran dikelas.
f.
Ciri-ciri Model Pembelajaran Model pembelajaran memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan dengan metode pembelajaran. Ciri-ciri tersebut seperti pada kutipan dari pendapat Hamruni (2012:6) , Kardi dan Nur dalam Rohman dan Amri (2013:27) bahwa model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah: 1) rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; 2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); 3) tingkah laku pembelajaran yang diperlakukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Marc Belt dalam Hamiyah dan Jauhar (2014:58-59) menemukan ciriciri dari beberapa model pembelajaran, antara lain: 1) berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar tertentu, 2) mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, 3) dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan pembelajaran di kelas, 4) memiliki perangkat bagian model, 5) memiliki dampak sebagai akibat penerapan model pembelajaran, baik dampak langsung dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maupun dampak tidak langsung yang berhubungan dengan hasil belajar jangka panjang.
31 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ciriciri model pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) berdasarkan teori pendidikan atau teori belajar tertentu yang disusun sesui dengan para pengembanganya, 2) mempunyai tujuan pendidikan tertentu yang disesuaikan dengan apa dan bagaimana peserta didik belajar, 3) dijadikan pedoman dalam melaksanakan pembelajaran dikelas agar penerapan model pembelajaran tercapai, 4) mengondisikan lingkungan belajar yang dapat diterapkan suatu model
pembelajaran,
5)
memiliki
perlengkapan-perlengkapan
yang
dibutuhkan dalam melaksanakan model pembelajaran, 6) membawa perubahan atau dampak tersendiri setelah menerapkan model pembelajaran tertentu.
g.
Hakikat Model Pembelajaran Make a Match Model pembelajaran make a match merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Currant. Shoimin (2014:98) ciri utama pembelajaran ini adalah siswa diminta mencari pasangan kartu jawaban atau pertanyaan dari materi yang sedang dipelajari. Ciri khas yang utama dalam pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang mengaharuskan siswa untuk menemukan pasangan kartu jawaban atau kartu pertanyaan yang didapat sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make a match adalah kartu-kartu (Suprijono, 2012:94). Model pembelajaran make a match adalah model pembelajaran yang pelaksanaannya menggunakan media kartu. Kartu-kartu tersebut berisi kartu soal dan kartu jawaban mengenai materi yangs edang dipelajari, sehingga siswa harus saling menemukan pasangan kartu soal maupun kartu jawaban yang didapatkan saat penerapan model pembelajaran make a match. Menurut Kurniasih dan Beni dalam pembelajaran make a match siswa diajak mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
32 dalam suasana yang menyenangkan (2015:55). Suasana dalam pembelajaran yang menggunakan model make a match akan terasa menyenangkan bagi siswa karena siswa diajak untuk mencari pasangan kartunya yang berisi suatu konsep atau materi pelajarn yang sedang dipelajari. Dengan demikian suasana belajar terasa lebih menyenangkan karena mereka seperti sedang melakukan permainan mencari kartu pasangan. Suasana menyenangkan yang diarasakan siswa dapat membuat siswa tidak keberatan untuk ikut serta dalam melaksankan model pembelajaran tersebut. Shoimin mengatakan, siswa yang pembelajarannya dengan model make a match aktif dalam mengikuti pembelajaran sehinggga dapat mempunyai pengalaman belajar yang lebih bermakna (2014:98). Penggunaan model pembelajaran make
a match dapat membuat siswa aktif serta memiliki
pengalaman belajar yang akan lebih melekat di dalam ingatan karena siswa harus mencari dan pasangan kartunya sendiri-sendiri. Sesuatu yang dialami siswa akan lebih mudah diingat dan dipahami siswa daripada hanya sekadar membaca atau menghafalkannya.
h. Tujuan Model Pembelajaran Make a Match Setiap model pembelajaran memiliki tujuan pembelajaran tertentu. Tidak terkecuali model pembelajaran make a match ,model ini juga memiliki tujuan pembelajaran. Menurut Huda (2013:251) tujuan dari penggunaan model make a match antara lain: 1) pendalaman materi; 2) penggalian materi; 3) edutainment. Penggunaan model make a match berguna untuk pendalaman materi, penggalian materi agar siswa lebih menguasai serta sebagai model pembelajaran yang mendidik dan juga menyenangkan. Model pembelajaran make a match memiliki tujuan sebagai pendalaman materi, untuk menggali pemahaman atau ingatan siswa mengenai materi yang telah dipelajari, dan
33 untuk memberikan pembelajaran yang edukatif dan menyenangkan bagi siswa.
i.
Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make a Match Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Sehingga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pemebelajaran agar meminimalisir kekurangan yang terjadi dalam proses maupun tujuan yang dicapai sebuah pembelajaran. Menurut Kurniasih dan Beni (2015:56-57) model pembelajaran Make a Match sebagai memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model pembelajaran Make a Match yaitu: 1) mampu menciptakan suasana belajar aktif and menyenangkan, 2) materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa, 3) mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal, 4) suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran, 5) kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis, 6) munculnya dinamika gotong royong yang merata ke seluruh siswa. Sedangkan kelemahan model pembelajaran Make a Match yaitu: 1) sangat memerlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan, 2) waktu yang tersedia perlu dibatasi karena besar kemungkinan siswa bisa banyak bermain-main dalam proses pembelajaran, 3) guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai, 4) pada kelas dengan murid yang banyak <30 siswa jika kurang bijaksana maka yang muncul adalah susasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali, 5) bisa mengganggu ketenangan belajar kelas kiri dan kanannya. Terdapat penelitian yang relevan dengan kajian teori diatas yaitu penelitian oleh Andri Dwie Widiyaka dengan judul “Peningkatan Kemampuan Menulis Pantun Melalui Model Kooperatif Tipe Make a Match pada Siswa Kelas IV SD Negeri Borongan 02 Polanharjo Klaten Tahun Ajaran 2011/2012”, dapat meningkatkan kemampuan menulis pantun pada siswa kelas IV SD Negeri Borongan 02 Polanharjo Klaten Tahun Ajaran 2011/2012. Hal tersebut dapat dilihat dari prosentase siswa yang mencapai
34 KKM meningkat dalam setiap siklusnya, yaitu pada pratindakan hanya 43, 75%, pada siklus I meningkat menjadi 75%, dan pada siklus II meningkat menjadi 100%. Penelitian lain yang relevan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Winarni dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Make a Match sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Narasi pada Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 20120/2011”.Penelitian
tersebut
membuktikan
bahwa
keaktifan
dan
keterampilan menulis narasi pada siswa dapat meningkat. Peningkatan tersebut terlihat pada kenaikan setiap siklusnya. Peningkatan keaktifan meningkat dari 32% pada siklus I,menjadi 47% pada siklus II, dan menjadi 67% pada siklus III. Sedangkan pada kemampuan menulis narasi, mengalami peningkatan dari 33% pada siklus I, menjadi 65% pada siklus II, dan pada siklus III meningkat menjadi 89%.
j.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Make a Match Sebuah model pembelajaran harus memiliki langkah-langkah yang sistematis. Model pembelajaran make a match juga memiliki langkah-langkah yang membedakan model tersebut dengan model pembelajaran lainnnya. Menurut Lorna Currant dalam Aqib (2014:23) langkah-langkah dalam pelaksanaan model make a match yaitu; 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu satu soal dan bagian lainnya kartu jawaban, 2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu, 3) Setiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang, 4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban), 5) Setiap siswa yang dapat menyiapkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin, 6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, 7) Demikian seterusnya, 8) Kesimpulan/penutup.
35 Huda (2013:135) menjelaskan prosedur model pembelajaran make a match sebagai berikut: 1) guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian), 2) setiap siswa mendapatkan satu buah kartu, 3) setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya, 4) siswa bisa juga bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memegang kartu yang berhubungan. Menurut Suprijono (2014:94-96) langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran make a match adalah sebagai berikut: 1) menyiapkan kartu-kartu pertanyaan dan kartu-kartu jawaban; 2) membagi komunitas kelas menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok pertama menjadi kelompok pembawa kartu pertanyaan, kelompok kedua menjadi kelompok pembawa kartu jawaban , dan kelompok ketiga menjadi kelompok penilai; 3) membentuk posisi kelompokkelompok menjadi huruf U dengan mengupayakan kelompok pertama dan kedua saling berhadapan; 4) kelompok pertama maupun kelompok kedua saling mencari dan berdiskusi untuk menemukan jawaban yang cocok; 5) pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan-jawaban kepada kelompok penilai; 6) setelah penilaian dilakukan, kelompok pertama dan kedua bersatu menjadi kelompok penilai, sedangkan kelompok ketiga dipecah menjadi dua sebagian memegang kartu pertanyaan dan sebagian memegang kartu jawaban untuk menenemukan pasangannya; 7) guru melakukan konfirmasi halhal yang telah mereka lakukan yaitu memasangkan pertanyaan-jawaban dan melaksanakan penilaian. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah dalam melaksankan pembelajaran menggunakan model make a match yaitu: 1) guru menyiapkan kartu-kartu yang sesuai dengan materi untuk sesi review, 2) setiap siswa mendapat satu buah kartu, dapat berupa kartu soal atau kartu jawwaban, 3) setiap siswa harus memikirkan soal atau jawaban yang sesuai dengan kartu yang dipegangnya, 4) setiap siswa harus mencari pasangan yaitu siswa lain yang memegang kartu yang cocok dengan kartunya agar menjadi pasangan kartu yang sesuai, 5) siswa yang dapat menemukan pasangannya sebelum batas waktu diberi poin, 3) setelah satu
36 babak kartu diacak lagi agar siswa mendapatkan kartu yang berbeda dari sebelumnya. Pembelajaran menulis teks anekdot di SMK menggunakan model pembelajaran make a match adalah suatu proses belajar untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa sekolah menengah kejuruan mengenai teks anekdot dengan menggunakan model pembelajaran permainan kartu mencari pasangan.
B. Kerangka Berpikir Pembelajaran menulis teks anekdot merupakan salah satu materi yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia kelas X. Pembelajaran menulis teks anekdot sejauh ini masih memiliki hambatan yang berasal dari siswa dan guru. Ditinjau dari aspek siswa, yang menyebabkan kurang berhasilnya pembelajaran menulis anekdot lebih banyak disebabkan oleh kurangnya keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Banyak siswa yang tidak berkonsentrasi dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu kemampuan menulis siswa masih rendah karena isi masih belum sesuai dengan teks anekdot, organisasi belum logis, pemanfataan kosakata masih rendah, pengembangan bahasa dan kemampuan mekanik mereka masih rendah. Hal demikian terjadi karena guru dalam memberikan contoh teks anekdot kurang bervariasi sehingga wawasan mereka tentang teks anekdot sedikit. Selain itu, model pembelajaran yang digunakan guru juga kurang bervariasi sehingga siswa bosan dan kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran yang monoton. Siswa kelas X TM B SMK Negeri 5 Surakarta yang seluruhnya merupakan siswa berjenis kelamin lakilaki ini lebih menyukai pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan.
37 Berangkat
dari
permasalahan
di
atas,
muncul
inisiatif
untuk
mengupayakan perbaikan, yaitu bagaimana membuat siswa lebih aktif serta membuat pembelajaran lebih menyenangkan . Untuk mengatasinya peneliti akan menerapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran make a match agar membantu siswa lebih aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Dari berbagai hasil penelitian, penggunaan model pembelajaran yang menarik dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan siswa dalam menguasai dan memahami pembelajaran. Model pembelajaran ini akan mengupayakan agar semua siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran serta memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi siswa. Secara konkret, pelaksanaan model pembelajaran ini akan diarahkan dalam model pembelajaran dengan permainan kartu yang berisi potongan bagian dari struktur serta kaidah kebahasaan teks anekdot. Siswa akan dibuat seperti bermain mencari pasangan kartu jawaban atau soal yang dipegangnya. Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan model pembelajaran ini adalah siswa menjadi lebih aktif dan kemampuan menulis siswa dapat meningkat, karena mereka belajar mengenai berbagai teks anekdot melalui permainan kartu yang diterapkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut ini.
38 Kondisi Awal
Keaktifan siswa rendah,hal tersebut dapat dilihat dari: siswa yang tidak turut serta dalam mengikuti pembelajaran, siswa yang tidak bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi, siswa yang tidak berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan, melatih diri dalam memecahkan soal, dan siswa yang tidak menerapkan apa yang diperoleh dalam menyelesaikan tugas..
Sebelum pembelajaran menulis teks anekdot menggunakan model pembelajaran make a match
Kemampuan menulis siswa rendah, hal tersebut dapat dilihat berdasarkan;isi teks yang belum sesuai dengan tema, organisasi teks yang belum logis, pemahaman serta pemanfaatan kosakata yang belum baik, pengembangan bahasa yang masih rendah, kemampuan mekanik dalam menulis masih rendah.
SIKLUS I Pelaksanaan pembelajaran menulis teks anekdot menggunakan model pembelajaran make a match
Kondisi Akhir
Keaktifan siswa meningkat,hal tersebut dapat dilihat dari: siswa bersedia turut serta dalam mengikuti pembelajaran make a match, siswasering bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi, sisw aselalu berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk menemukan pasangannya, siswa selalu melatih diri dalam memecahkan soal dalam model make a match, dan siswa telah menerapkan apa yang diperoleh dalam menyelesaikan tugas mengenai teks anekdot.
SIKLUS II
Setelah pembelajaran menulis teks anekdot mengunakan model pembelajaran make a match
Kemampuan menulis siswa meningkat, hal tersebut dapat dilihat berdasarkan;isi teks yang dibuat sudah sesuai dengan teks anekdot, organisasi teks sesuai, pemahaman serta pemanfaatan kosakata baik, pengembangan bahasa meningkat, kemampuan mekanik dalam menulis baik.
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
39 C.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, dapat dinyatakan bahwa melalui penerapan model pembelajaran make a match dapat membuat siswa lebih aktif serta membuat pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, sehingga keaktifan dan kemampuan menulis teks anekdot siswa dapat meningkat. Berdasarkan uraian tersebut dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut ini. 1.
Penggunaan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas X TM B SMK Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2015/2016 dalam pembelajaran menulis teks anekdot.
2.
Penggunaan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan kemampuan menulis teks anedot siswa kelas X TMB SMK Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2015/2016.