BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Pustaka dan Hasil Penelitian yang Relevan Teori-teori yang akan digunakan dalam landasan teoretis pada penelitian yang akan dilakukan ini, yaitu antara lain: (1) motivasi, (2) keterampilan menulis paragraf argumentasi, (3) model pembelajaran Think Talk Write (TTW), dan (4) media audiovisual. 1. Hakikat Motivasi Siswa dalam Pembelajaran a.
Pengertian Motivasi Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 2007:73), motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Sedangkan menurut Sardiman (2007:75) motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakan perasaan tidak suka itu. Pendapat Sardiman sejalan dengan Schunk, Pintrich, and Meece dalam journal international yang ditulis oleh Jones (2009:273) bahwa: “in which motivation is a process that is inferred from actions (e.g., choice of tasks, effort, persistence) and verbalizations (e.g., “I like biology.”), whereby goaldirected physical or mental activity is instigated and sustained”. Terjemahan dari kutipan tersebut adalah motivasi merupakan proses yang disimpulkan dari tindakan (misalnya, pilihan tugas, usaha, ketekunan) dan secara verbal (misalnya, "Aku suka biologi. "), dimana aktivitas fisik atau mental yang diarahkan pada tujuan yang menghasut dan berkelanjutan. Suparno (2001:100) berpendapat bahwa motivasi merupakan keadaan internal seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu. Dijelaskan pula bahwa motivasi sebagai suatu dorongan untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Sukmadinata (2004:61), motivasi adalah kekuatan 9
10 yang menjadi pendorong kegiatan individu, yang menunjukan suatu kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan mencapai sesuatu tujuan. senada dengan pendapat tersebut, Munadi (2010: 47) menjelaskan bahwa motivasi merupakan seni mendorong siswa untuk terdorong melakukan kegiatan belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Motivasi oleh Eysenck, et.al. (dalam Slameto, 1995:170) dirumuskan sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan konsep yang rumit dan berkaitan denagn konsep-konsep lain seperti minat, konsep diri, sikap dan sebagainya. Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang yang entah disadari atau tidak untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu (Depdiknas, 2008). Menurut Kirana, Suwandi, & Atikah (2015: 5) motivasi dapat timbul dalam diri siswa dengan adanya rangsangan dari dalam maupun luar, bentuk dari dalam bisa ditumbuhkan oleh siswa tersebut, sedangkan dari luar bisa diberikan oleh guru maupun orang lain. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi yang dirangsang baik dari luar diri seseorang maupun tumbuh dari dalam diri seseorang yang bertujuan
sebagai
pendorong
seseorang
untuk
melakukan
suatu
kegiatan/pekerjaan agar dapat tumbuh dan berkembang sehingga dapat tercapainya tujuan yang diharapkan.
b. Macam-macam Motivasi Nasution (2000:77) membedakan motivasi menjadi dua, yaitu: (1) motivasi intrinsik, ia ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu.; (2) motivasi ekstrinsik, yakni tujuan-tujuan kebutuhan terletak di luar perbuatan. Sejalan dengan pendapat di atas, Subini (2012:89), motivasi dibagi menjadi dua, yaitu: motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
11 (1) Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Menurut. Frandsen (dalam Subini, 2012:89), yang termasuk dalam motivasi instrinsik untuk belajar antara lain: (a) dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas, (b) adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju, (c) adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan sebagainya, dan (d) ddanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain; (2) Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti: pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orang tua, dan sebagainya. Menurut Sardiman (2007: 86-91), motivasi atau motif-motif yang aktif sangat bervariasi dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: Motivasi yang dilihat dari dasar pembentukannya, yang meliputi : (a) motif-motif bawaan, yang dimaksud dengan motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, dan (b) motif-motif yang dipelajari, maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Di samping itu Frandsen (dalam Sardiman 2007:87), menambahkan jenis-jenis motivasi, yaitu: (1) Cognitive motives, motif ini menunjuk pada gejala intrinsik, yakni menyangkut kepuasan individual. Kepuasan individual yang berada di dalam diri manusia dan biasanya berwujud proses dan produk mental. Jenis motif seperti ini adalah sangat primer dalam kegiatan belajar di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektualnya; (2) Self ekspresion, penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia yang penting kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu kejadian. Untuk ini memang diperlukan kreativitas, penuh imajinasi. Jadi dalam hal ini seseorang memiliki keinginan untuk aktualisasi diri; dan (3) Self-enhancement, melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan meningkatkan kemajuan diri seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri ini menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu. Dalam belajar dapat diciptakan suasana kompetensi yang sehat bagi anak didik untuk mencapai suatu prestasi. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis (dalam Sardiman, 2007:88), yaitu: (1) Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan untuk minum, makan, bernapas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk istirahat, (2) Motif-motif darurat, yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain:
12 dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Jelasnya motivasi ini timbul karena rangsangan dari luasr, dan (3) Motif-motif objektif, dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat. Motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar secara efektif. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan macam-macam motivasi, yaitu: (1) Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu; (2) Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar.
c. Ciri- ciri Motivasi dalam Pembelajaran Uno (2007:10) berpendapat bahwa motivasi adalah dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku, yang mempunyai indikator sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan melakukan kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6) adanya kegiatan yang menarik. Menurut pendapat Sardiman (2007:83), motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai); (2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya); (3) Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya); (4) Lebih senang bekerja mandiri; (5) Cepat Bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif); (6) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu); (7) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu; dan (8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
13 Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang tersebut selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar khusunya dalam keterampilan menulis.
d. Fungsi Motivasi dalam Upaya Belajar dan Pembelajaran Hamalik (2014: 108) mengemukakan bahwa motivasi mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku. Fungsi motivasi sebagai berikut: (1) mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan; (2) mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan; dan (3) menggerakkan tingkah laku seseorang. Menurut Sardiman (2007: 83), fungsi motivasi antara lain: (1) mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motif yang melepaskan energi; (2) menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai; dan (3) menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatanperbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Pendapat tersebut sejalan dengan Jones (2009: 273) yang berpendapat bahwa: “Academic motivation is not important in and of itself, but rather it is important because motivated students tend to engage in activities that help them to learn and achieve highly in academic settings”. Terjemahan dari kutipan tersebut adalah motivasi belajar tidak penting di dalam dan dari dirinya sendiri, melainkan itu adalah penting karena siswa yang termotivasi cenderung melakukan kegiatan yang membantu mereka untuk belajar dan mencapai tujuan tertinggi dalam belajar. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa fungsi motivasi diantaranya: Pertama, dapat mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kedua, menentukan dan menyeleksi arah perbuatan, jadi sebagai penggerak atau
14 motif yang melepaskan energi dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan yang ingin dicapai.
e. Pentingnya Motivasi dalam Upaya Belajar dan Pembelajaran Guru bertanggung jawab melaksanakan sistem pembelajaran agar berhasil dengan baik. Keberhasilan ini bergantung pada upaya guru membangkitkan motivasi belajar siswanya. Menurut Hamalik, (2014:108-109) pada garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai, sebagai berikut: (1) motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa. Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan secara optimal; (2) pembelajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada diri siswa. Pembelajaran tersebut sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan; (3) pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreativitas dan imajinasi guru untuk berupaya secara sungguhsungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa; (4) berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan mendayagunakan motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas; (5) penggunaan asas motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam proses belajar dan pembelajaran. motivasi merupakan bagian integral daripada prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran. motivasi menjadi salah satu faktor yang turut menentukan pembelajaran yang efekif. Motivasi memegang peranan penting dalam pencapaian keberhasilan suatu hal.
Lativah,
(2012:160-162)
mengemukakan bahwa
motivasi
mempengaruhi pembelajaran (dan perilaku) melalui proses berikut: (1) motivasi mengarahkan perilaku ke tujuan tertentu; (2) motivasi meningkatkan usaha dan energi; (3) motivasi meningkatkan prakarsa (inisiasi) dan kegigihan pada berbagai aktivitas; (4) motivasi mempengaruhi proses-proses kognitif; (5) motivasi menentukan konsekuensi mana yang memberi penguatan dan menghukum; dan (6) motivasi sering meningkatkan performa. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar sengat diperlukan adanya motivasi. Hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan semakin berhasil pula pelajaran itu. Jadi, motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para sisiwa.
15 f.
Penilaian Motivasi Siswa dalam Proses Pembelajaran Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan
belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuantujuan pengajaran (Sudjana, 2012:6). Penilaian ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana keefektifan dan efisiensinya dalam mencapai tujuan pengajaran atau perubahan tingkah laku siswa. Penilaian proses belajar oleh siswa yang dilakukan peneliti diukur dari motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis argumentasi. Kriteria yang dijadikan pegangan dalam melakukan penilaian motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran adalah salah satu kriteria yang diadaptasi dari Sudjana (2012:61) meliputi: (1) kesungguhan siswa dalam mengikuti pelajaran; (2) keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran; (3) antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran; (4) Siswa tidak putus asa dalam mengerjakan tugas; (5) ketepatan waktu mengumpulkan tugas; (6) siswa bekerja keras untuk mendapatkan nilai yang memuaskan. Penilaian motivasi siswa dalam
pembelajaran menulis
argumentasi dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Penilaian Motivasi Siswa dalam Proses Pembelajaran Menulis Argumentasi Perilaku Amatan No
Nama Siswa
A
B
C
D
E
F
Nilai
Ket.
(Diadaptasi dari Suwandi, (2009:83)) a. Keterangan A = Kesungguhan siswa dalam mengikuti pelajaran B = Keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran C = Antusiasme siswa dalammengikuti pembelajaran D = Siswa tidak putus asa dalam mengerjakan tugas E = Ketepatan waktu mengumpulkan tugas F = Siswa bekerja keras untuk mendapatkan nilai yang memuaskan b. Kolom Perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut.
16 1= sangat kurang 2= kurang 3= cukup baik 4= baik 5= sangat baik c. Nilai merupakan jumlah dari skor-skor tiap indikator perilaku d. Keterangan diisi dengan kriteria berikut: 1) Nilai 30 berarti sangat baik 2) Nilai 24-29 berarti baik 3) Nilai 18-23 berarti cukup baik 4) Nilai 12-17 berarti kurang 5) Nilai 6-11 berarti sangat kurang Data motivasi tersebut bersumber dari catatan harian peserta didik berdasarkan pengamatan/observasi yang dilakukan oleh guru dan peneliti. Hasil pengamatannya dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan. Berdasarkan indikator penilaian motivasi di atas, guru menilai motivasi siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan acuan patokan kriteria dalam bentuk persentase (%) artinya apakah peserta didik telah mencapai indikator yang telah di tetapkan, yaitu ≥75%. Penilaian menggunakan skor terentang dari 1 sampai 5. Skor 1 merupakan skor terendah dan skor 5 adalah skor tertinggi untuk setiap aspek motivasi. Jadi, total skor terendah untuk keseluruhan indikator adalah 6 dan total skor tertinggi adalah 30. Siswa dapat dikatakan memiliki motivasi tinggi bila mendapat skor ≥13, sedangkan siswa dikatakan memiliki motivasi rendah bila mendapat skor ≤13.
2. Hakikat Keterampilan Menulis Argumentasi a. Pengertian Keterampilan Menulis 1) Pengertian Menulis Penggunaan istilah menulis dan mengarang merupakan dua hal yang dianggap sama pengertiannya oleh sebagian ahli dan berbeda oleh sebagian ahli lainnya. Menulis merupakan salah satu dari aspek keterampilan berbahasa
17 yang harus dimiliki siswa. Setiap siswa mempunyai kemampuan untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan sikapnya dalam sebuah tulisan. Menulis adalah sebagai bentuk komunikasi tidak langsung yang bermediakan tulisan. Menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca (Tarigan dalam Andayani, 2009: 28). Menurut pendapat Alek & Achmad (2010:106), menulis merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan mengunakan aksara. Murtono (2010:27), menulis adalah penyampaian ide, gagasan, pendapat, dan sebagainya yang berupa tulisan saja. Menurut Rusyana (dalam Samsudin, 2012:3), menulis adalah kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam penampilannya secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan. Selanjutnya Tarigan (dalam Samsudin, 2012:3) menjelaskan bahwa, menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambanglambang grafik tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi yang berupa ide, gagasan, dan pendapat yang tertulis agar pesan yang akan disampaikan penulis dapat dipahami oleh pembaca. Selain itu, untuk menunjang dalam kegiatan menulis, seorang penulis harus memiliki beberapa keterampilan yang meliputi, keterampilan berbahasa, keterampilan penyajian, keterampilan perwajahan.
2) Tujuan Menulis Tarigan (2008: 24) menyatakan empat tujuan kategori tulisan bagi penulis yang belum berpengalaman, yaitu: (1) memberitahukan atau mengajar,
(2)
meyakinkan
atau
mendesak,
(3)
menghibur
atau
menyenangkan, dan (4) mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan
18 emosi yang berapi-api. Sehubungan dengan tujuan penulisan suatu tulisan, Hugo Harting (dalam Tarigan, 2008:25-26) merangkumnya sebagai berikut: (1) Assignment purpose, tujuan penugasan ini tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri; (2) Altruistic purpose, penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenagkan dengan karyanya itu; (3) Persuasive purpose, tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan; (4) Informational purpose, tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan penerangan kepada para pembaca; (5) Selfekspressive purpose, tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca; (6) Creative purpose, tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistic, nilai-nilai kesenian;(7) Problem-solving purpose, penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca. Berdasarkan pada tingkatnya, Iskandarwassid & Sunendar (2011: 282) menyebutkan beberapa tujuan pembelajaran menulis, yaitu: (1) Tingkat pemula: menyalin satuan-satuan bahasa yang sederhana, menulis satuan bahasa yang sederhana, menulis pernyataan dan pertanyaan sederhana, menulis paragraf sederhana; (2) Tingkat menengah: menulis pernyataan dan pertanyaan, menulis paragraf, menulis surat, menulis karangan pendek, menulis laporan; dan (3) Tingkat lanjut: menulis paragraf, menulis surat, menulis berbagai jenis karangan, menulis laporan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis diantaranya, yaitu: (1) Tujuan kategori tulisan bagi penulis yang belum berpengalaman: memberitahu atau mengajar, meyakinkan, atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, dan mengekspresikan perasaan atau emosi yang kuat. (2) Berdasarkan pada tingkatnya, yaitu: (a) Tingkat pemula: menyalin satuan-satuan bahasa yang sederhana, menulis satuan bahasa yang sederhana, menulis pernyataan dan pertanyaan sederhana, menulis paragraf sederhana; (b) Tingkat menengah: menulis pernyataan dan pertanyaan, menulis paragraf, menulis surat, menulis karangan pendek,
19 menulis laporan; dan (c) Tingkat lanjut: menulis paragraf, menulis surat, menulis berbagai jenis karangan, menulis laporan. (3) Tujuan menulis secara umum, yaitu: (a) Assignment purpose, (b) Altruistic purpose,(c) Persuasive purpose, (d) Informational purpose;(e) Self-ekspressive purpose; (f) Creative purpose; dan (g) Problem-solving purpose.
3) Asas-asas Menulis Suatu tulisan akan lebih dipahami oleh pembaca jika pengarang menerapkan asas-asas menulis. The Liang Gie (dalam Andayani, 2009:32) mengemukakan enam asas menulis yang disebut dengan asas mengarang, yaitu: (a) kejelasan (Clarity), jelas berarti tulisan itu tidak samar-samar dan mudah dipahami oleh pembaca. Asas kejelasan tidaklah mudah dipahami, melainkan juga tidak mungkin disalahtafsirkan;(b) keringkasan (Conciseness), asas keringkasan tidak diartikan tulisan harus pendek dan singkat, melainkan tulisan tersebut tidak berlebih-lebihan dengan kata, tidak mengulang-ulang butir ide yang dikemukakan, dan tidak berputarputar dalam menyampaikan gagasan;(c) ketepatan (Correctness), asas ketepatan mengandung ketentuan bahwa tulisan yang dikemukakan dapat menyampaikan butir-butir ide kepada pembaca dengan kecocokan penuh seperti yang dimaksud oleh pengarang;(d) kesatupaduan (Unity), asas kesatupaduan berarti bahwa segala sesuatu yang disajikan dalam karangan harus berkisar pada satu gagasan pokok atau satu tema karangan;(e) pertautan (Coherence), asas pertautan menetapkan bahwa dalam suatu karangan harus ada kaitan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya dalam satu alenia, begitu juga keterkaitan alenia satu dengan lainnya; (f) penegasan (Emphasis), asas penegasan mengahruskan bahwa butir-butir ide yang penting diungkapkan dengan penekanan atau penonjolan tertentu sehingga terkesan kuat dalam pikiran pembaca. Pendapat Liang Gie senanda dengan Nurudin (2012:39) bahwa kegiatan menulis memerlukan beberapa asas-asas menulis diantaranya, yaitu (a) Kejelasan (clarity), (b) Keringkasan (consiseness), (c) Ketepatan (correctness), (d) Kesatupaduan (unity), (e) Pertautan (coherence), dan (f) Penegasan (emphasis) Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tulisan yang baik adalah tulisan yang mampu mengindahkan segala
20 unsure-unsur dan asas-asas menulis, sehingga maksud yang akan disampaikan penulis bisa tersampaikan kepada pembaca secara tepat dan jelas.
4) Tahap-tahap Menulis Andayani (2009: 29-30) menguraikan beberapa tahap-tahap dalam menulis antara lain, yaitu: (1) Tahap Persiapan/prapenulisan, tahap ini meliputi: menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan refleksi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati; (2) Tahap Inkubasi, tahap inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa sehingga mengantarkanya pada ditemukannya pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya; (3) Tahap Inspirasi (insight), tahap inspirasi yaitu gagasan seakan-akan tiba dan berloncatan pada pikiran kita; dan
(4) Verifikasi, pada tahap ini, apa yang
dituliskan akan diperiksa kembali, diseleksi dan disusun sesuai fokus tulisan. Menurut pendapat Alek & Ahmad (2010:107) langkah-langkah dalam menulis dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Persiapan (preparation), meliputi: (a) Buat kerangka tulisan (outline), (b) Temukan idiom yang menarik (eye catching), (c) Temukan kata kunci (key word); (2) Menulis (writing), meliputi: (a) Ingatkan diri agar tetap logis, (b) Baca kembali setelah menyelesaikan satu paragraf, (c) percaya diri akan apa yang ditulis; dan (3) Editing, meliputi: (a) perhatikan kesalahan kata, tanda baca, dan tanda hubung, (b) perhatikan hubungan antar paragraf, (c) baca esai secara keseluruhan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi yang meliputi ide, gagasan, pendapat, dan sebagainya yang berupa tulisan. Dalam hal tersebut agar tulisan dapat runtut dan jelas terdapat beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, tahap inkubasi, tahap inspirasi, tahap menulis, dan tahap verifikasi/editing.
21 5) Jenis-jenis Tulisan Keterampilan menulis dapat diklasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu. Klasifikasi keterampilan menulis berdasarkan sudut pandang yang kedua menghasilkan pembagian produk menulis atau dapat dikembangkan dalam empat bentuk, yaitu: (1) narasi, (2) eksposisi, (3) deskripsi, dan (4) argumentasi (Semi dalam Kusumaningsih, dkk., 2013:72-81). Berikut ini akan dijelaskan secara singkat bentuk-bentuk tersebut: (1) Narasi, merupakan bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dan waktu ke waktu; (2) Eksposisi adalah tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan informasi tentang sesuatu; (3) Deskripsi adalah tulisan yang tujuannya memberikan perincian atau detail tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada sensivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar, bagaikan mereka ikut melihat, mendengar, merasakan, atau mengalami langsung objek tersebut; (4) Argumentasi adalah tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk pembaca tentang kebenaran pendapat atau pernyataan penulis. Apabila eksposisi bertujuan menjelaskan sesuatu kepada orang lain, maka argumentasi bertujuan untuk meyakinkan orang lain. Meyakinkan orang lain dengan jalan pembuktian, alasan, serta ulasan secara objektif dan meyakinkan. Sejalan
dengan
pendapat
di
atas,
Andayani
(2009:35-36)
mengemukakan bahwa cara yang dipilih serta tujuan penulisan menghasilkan berbagai bentuk tulisan, yaitu: narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi. (1) Narasi, merupakan satu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi (Keraf dalam Andayani 2009:35); (2) Eksposisi, merupakan tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan informasi tentang sesuatu (Semi dalam Andayani, 2009:35); (3) Deskripsi, merupakan tulisan yang bertujuan memberikan perincian atau detail tentang objek; (4) Argumentasi, merupakan tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk pembaca tentang kebenaran pendapat atau pernyataan penulis (Semi dalam Andayani, 2009:36) Jadi, berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat banyak cara
yang dapat
dipilih seseorang untuk
22 mengemukakan gagasan dalam tulisan atau wacana diantaranya, yaitu: (1) narasi, (2) eksposisi, (3) deskripsi, dan (4) argumentasi. b. Pengertian Menulis Argumentasi 1) Pengertian Argumentasi Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk memengaruhi sikap dan pandangan orang lain, agar mereka itu percaya dan akhrinya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara (Keraf, 2007:3). Hal ini dapat dikaitkan dengan pendapat Hasani (2005:43) yang menyatakan bahwa karangan argumentasi adalah suatu jenis karangan yang berusaha memengaruhi orang lain dengan cara menyajikan bukti-bukti sebagai penguat argumentasi yang dinyatakan secara logis dan faktual dengan tujuan pembaca atau pendengar tertarik dengan yang dikemukakan oleh penulis. Darmayanti (2014:146) paragraf argumentasi adalah paragraf yang mengandung argumen atau pendapat, data, dan faktafakta yang dapat dibuktikan kebenarannya. Sementara itu, Semi (dalam Kusumaningsih, dkk., 2013:81) menyebutkan argumentasi sebagai tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk pembaca tentang kebenaran pendapat atau pernyataan penulis. Argumentasi juga merupakan teks yang membuktikan tentang kebenaran. Hal ini dibenarkan oleh pendapat Alwasilah & Senny (2005:116) bahwa argumentasi
adalah
karangan
yang
membuktikan
kebenaran
atau
ketidakbenaran dari sebuah pernyataan (statement). Selain itu, menurut Nasucha (2009:50), paragraf argumentasi bertujuan menyampaikan suatu pendapat, konsepsi, atau opini tertulis kepada pembaca, untuk meyakinkan pembaca bahwa yang disampaikan itu benar, penulis menyertakan bukti, contoh, dan berbagai alasan yang sulit dibantah. Menurutnya argumentasi tidak berarti pertengkaran. Penulisan teks argumentasi menggunakan berbagai strategi atau piranti retorika untuk meyakinkan pembaca ikhwal kebenaran atau ketidakbenaran itu.
23 Selain itu, argumentasi harus bersifat logis, sesuai dengan pendapat Keraf (2007:4) bahwa dasar sebuah tulisan yang bersifat argumentasi adalah berpikir kritis, dan logis. Argumentasi terdapat motivasi yang lebih kuat, disamping memerlukan kejelasan, argumentasi juga memerlukan keyakinan dengan perantara fakta-fakta itu. Penggunaan fakta yang benar dapat digunakan untuk merangkaikan suatu penuturan yang logis menuju kepada suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pendapat Keraf di atas sejalan dengan pendapat Stephen Toulmin dalam jurnal internasional yang ditulis oleh Lesley, Ebony, & Steven (2010:57) bahwa: “Way of viewing argumentation as the process of setting out a logical series of ideas that appear persuasive to readers or hearers made sense to us”. Terjemahan dari kutipan tersebut adalah cara memandang argumentasi sebagai proses menetapkan serangkaian ide-ide yang logis yang muncul untuk meyakinkan kepada pembaca atau masuk akal untuk pendengar. Hal tersebut juga ditekankan oleh Fadilah (2013:14) yang terdapat dalam skripsinya bahwa untuk mempengaruhi pembaca, penulis harus menggunakan argumenargumen dan alasan yang valid berkaitan dengan apa yang diharapkan penulis kepada pembaca. Dilihat dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa paragraf argumentasi merupakan suatu tulisan dalam bentuk retorika yang digunakan untuk memengaruhi dan meyakinkan pembaca tentang kebenaran pendapat atau pernyataan penulis dengan cara menyajikan buktibukti sebagai penguatan pendapat atau gagasan yang dinyatakan secara logis dan faktual.
2) Struktur Tulisan Argumentasi Argumentasi yang baik biasanya menggunakan kaidah-kaidah logika yang benar (Keraf, 2007:101-102). Melalui penggunaan kaidah logika yang benar maka pembaca akan mudah memahami apa yang disampaikan oleh penulis. Begitu juga kesesuaian isi dengan realitas kehidupan sehari-hari merupakan suatu landasan yang berguna dalam menyusun paragraf
24 argumentasi. Secara umum argumentasi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu pendahuluan, tubuh argumentasi, dan kesimpulan (Keraf, 2007:104). Berikut penjelasanya: Pertama, pendahuluan dijelaskan latar belakang permasalahan. Secara ideal pendahuluan mengandung cukup banyak bahan untuk menrik perhatian pembaca yang tidak ahli sekalipun.. Kedua, tubuh argumentasi, yaitu seluruh isi argumentasi diarahkan kepada usaha penulis untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran dari permasalahan yang dikemukakan sehingga kesimpulannya juga benar. Hal terpenting pada tubuh argumentasi adalah mengajukan pembuktian mengenai benar tidaknya data dan informasi yang diperoleh berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan. Kebenaran faktual itu harus didukung proses penalaran yang sahih dan logis sehingga pendapat atau kesimpulan yang diturunkan tidak dapat dibantah oleh siapapun. Kebenaran dalam penalaran dan konklusi itu mencakup beberapa kemahiran, yaitu: kecermatan menyeleksi fakta yang benar, kekritisan dalam memberikan penilaian, penyajian atau penyusunan bahan secara baik, dan teratur. Ketiga , kesimpulan yang berupa detail yang telah teruji kebenarannya dalam isi argumentasi atau berupa rangkuman umum dari materi yang telah dikemukakan. Menurut Adian & Pratama (2013:143) ada beberapa struktur yang dapat digunakan dalam penulisan paragraf argumentasi meliputi: (1) Pendahuluan, bagian pendahuluan adalah bagian pertama yang dibaca oleh pembaca; (2) Ciri tesis yang baik, Berikut adalah ciri tesis yang baik: (a) berbentuk pernyataan tegas (proposisi); (b) mampu menerangkan term-term teknis dan ambigu; (c) mampu menjawab atau memotivasi munculnya jawaban terhadap topik; (d) memuat masalah dan penyelesainnya; (e) singkat, padat, dan komprehensif; (f) ruang lingkup terbatas dan tertentu; dan (g) tidak abstrak, tetapi dapat menerangkan halhal tertentu; (3) Tubuh tulisan adalah pengembangan argumentasi dalam rangka mendukung tesis yang sudah di kemukakan; (4) Kesimpulan, kesimpulan adalah bagian akhir dari tulisan yang menyarikan tesis dan analisis yang dibangun di dalam pendahuluan dan tubuh tulisan; (5) Koreksi, hal terakhir yang dilakukan sebelum mempublikasikan tulisan adalah mengedit dan mengoreksi bagian-bagian yang dinilai perlu. Sejalan dengan pendapat para ahli di atas, menurut Lesley, Ebony, & Steven (2010:57) bahwa: “(1)Writing an argument begins with taking a stance, or deliberate way of looking and/or feeling toward something for a particular purpose and for specific readers. To be powerful, reasoning requires ideas and information, or evidence, purposefully selected to fit. Writing warrants to
25 explain how evidence substantiates the stance of the writer gives the argument its persuasive power”. Terjemahan dari kutipan tersebut adalah menulis sebuah argumen dimulai dengan mengambil sikap, atau cara sengaja mencari dan / atau perasaan terhadap sesuatu untuk tujuan tertentu dan untuk pembaca tertentu. Untuk menjadi kuat, penalaran membutuhkan ide-ide dan informasi, atau bukti, sengaja dipilih agar sesuai. Menulis pembenaran untuk menjelaskan bagaimana bukti untuk memperkuat sikap penulis memberikan argumen kekuatan untuk meyakinkan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa struktur tulisan argumentasi, yaitu: (1) Pendahuluan, dijelaskan latar belakang permasalahan; (2) Tubuh argumentasi, yaitu seluruh isi argumentasi diarahkan kepada usaha penulis untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran dari permasalahan yang dikemukakan sehingga kesimpulannya juga benar; (3) Kesimpulan yang berupa detail yang telah teruji kebenrannya dalam ini argumentasi atau berupa rangkuman umum dari materi yang telah dikemukakan;
(4)
Koreksi,
hal
terakhir
yang
dilakukan
sebelum
mempublikasikan tulisan adalah mengedit dan mengoreksi bagian-bagian yang dinilai perlu.
3) Ciri-ciri Tulisan Argumentasi Salah satu cara untuk meyakinkan orang lain adalah dengan cara memberikan pembuktian yang objektif dan meyakinkan. Menurut Semi (dalam
Kusumaningsih,
dkk.,
2013:81)
sebuah tulisan argumentasi
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) bertujuan meyakinkan orang lain, (2) berusaha membuktikan kebenran-kebenaran suatu pernyataan atau pokok persoalan, (3) mengubah pendapat pembaca, dan d) fakta yang ditampilkan merupakan bahan pembuktian. Menurut Keraf (2007: 3-4) tulisan argumentasi memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan karangan yang lain. Ciri-ciri penanda tersebut diantara lain: (1) merupakan hasil pemikiran yang kritis dan logis, (2)
26 bertolak dari fakta-fakta dan evidensi-evidensi yang ada, (3) bersifat mengajak atau memengaruhi orang lain, dan (4) dapat diuji kebenarannya. Berdasarkan
ciri-ciri
yang
telah
dikemukakan,
maka
dapat
disimpulkan beberapa indikator untuk menilai paragraf argumentasi sebagai berikut. Pertama, tulisan argumentasi merupakan hasil pemikiran yang kritis dan logis. Kedua, menampilkan fakta-fakta yang dapat diuji kebenarannya. Ketiga, tulisan bertujuan untuk mengajak atau memengaruhi pembaca tentang kebenaran suatu pendapat, dan merubah keyakinan pembaca sesuai apa yang diyakini penulis.
c. Penilaian Kemampuan Menulis Paragraf Argumentasi Penilaian merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pengajaran secara umum. Semua kegiatan pendidikan yang dilakukan harus selalu diikuti atau disertai dengan kegiatan penilaian. Nurgiyantoro (2010: 6) menyatakan bahwa penilaian diartikan suatu proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Menurut Suwandi (2009:7) penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditetapkan. Sudjana (2012:3) mendefinisikan penilaian sebagai suatu proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan kualitas hasil dari pelaksanaan sebuah kegiatan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasilhasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Sudjana, 2012:3). Ha tersebut mengisyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa. Penilaian terhadap kemampuan menulis paragraf argumentasi siswa dilakukan dengan menggunakan penilaian produk. Menurut Suwandi (2009:90) penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan
27 kualitas suatu produk. Berdasarkan teori yang dipaparkan di atas, penilaian terhadap produk atau hasil paragraf argumentasi yang disusun siswa meliputi lima aspek, yaitu (1) keaslian dan kelogisan opini; (2) kelengkapan fakta; (3) isi karangan; (4) kelengkapan struktur karangan; (5) bahasa dan tata tulis (Abidin, 2012: 284-286). Penilaian yang memberi bobot tidak sama untuk setiap komponen, serta rinci dalam melakukan penyekoran yakni dengan model skala interval untuk setiap tingkat tertentu pada setiap aspek yang dinilai. Model penilaian ini, berhubung rinci dan teliti dalam memberikan skor, tentunya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Model Penilaian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Model Penilaian Tugas Menulis Pragraf Argumentasi No. Aspek penilaian
Skala Penilaian 1 2 3 4 5
1. 2. 3. 4. 5.
Keaslian dan Kelogisan Opini Kelengkapan Fakta Isi Karangan Kelengkapan Struktur Karangan Bahasa dan Tata Tulis Nilai=Jumlah skor terbobot (Diadaptasi dari Abidin, (2012:284-286))
Bobot
Skor
5 5 4 3 3
Berdasarkan Tabel 2 di atas, penilaian hasil dalam pembelajaran menulis argumentasi di kelas X-1 didasarkan pada hasil pekerjaan siswa dalam bentuk paragraf argumentasi. Hal tersebut sesuai dengan kompetensi dasar: Menulis gagasan untuk mendukung suatu pendapat dalam bentuk paragraf Argumentasi dengan indikator pencapaian kompetensi: Mendaftar topik-topik
pendapat
yang
dapat
dikembangkan
menjadi
paragraf
argumentasi, Menyusun kerangka paragraf argumentasi, Mengembangkan kerangka yang telah disusun menjadi paragraf argumentasi. Penskoran atau pemeriksaan atas jawaban peserta didik dan pemberian angka dilakukan dalam rangka mendapatkan informasi kuantitatif dari masing-masing peserta didik (Suwandi, 2009:64). Dalam menilai keterampilan menulis paragraf argumentasi siswa, guru dan peneliti menggunakan skor yang terentang dari skala 1 sampai 5. Skor 1 merupakan skor terendah dan skor 5 adalah skor
28 tertinggi untuk setiap aspek. Jadi, total skor terendah untuk keseluruhan aspek adalah 5 dan skor tertinggi adalah 25. Dalam proses penggabungan dan penyatuan nilai, data yang diperoleh dengan masing-masing aspek tersebut juga perlu diberi bobot, dengan mempertimbangkan tingkat kesukaran dan kompleksitas jawaban. KKM yang ditentukan untuk pembelajaran bahasa Indonesia yaitu ≥ 75, ini berarti bahwa siswa dinyatakan telah tuntas dalam pembelajaran jika mendapat nilai ≥ 75. 3. Hakikat Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) a.
Pengertian Model pembelajaran Istilah model dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja
yang teratur atau sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut saran. Prawiradilaga (2007: 33) mengemukakan bahwa model desain pembelajaran mengandung aspek bagaimana sebaiknya pembelajaran diselenggarakan atau diciptakan melalui serangkaian prosedur serta penciptaan lingkungan belajar. Menurut Huda (2013:73) model pengajaran dirancang untuk tujuantujuan tertentu, pengajaran konsep-konsep informasi, cara-cara berpikir, studi nilai-nilai sosial, dan sebagainya dengan meminta siswa untuk terlibat aktif dalam tugas-tugas kognitif dan sosial tertentu. Menurut Soekamto (dalam Shoimin, 2014:23) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merancang aktivitas belajar mengajar. Menurut Joyce (dalam Ngalimun, 2012:7), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulm, dan lain-lain. Sejalan dengan pendapat tersebut Ngalimun (2012:28) mengemukakan bahwa model
29 pembelajaran adalah rancangan kegiatan belajar agar pelaksanaan KBM dapat berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami, dan sesuai dengan urutan yang logis. Jadi, berdasarkan pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka dan arahan bagi guru yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial agar dapat berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami, dan sesuai dengan urutan yang logis. Banyak model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli saat ini. Pengembangan tersebut didasarkan pada konsep teori yang selama ini telah mengalami banyak perkembangan. Menurut Sugiyanto (2008:3), jenisjenis model pembelajaran itu antara lain model pembelajaran Kontekstual, Kooperatif, Quantum, Terpadu, dan Berbasis masalah.
b. Pengertian Model pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok dalam satu kelas dalam proses pembelajaran. Sanjaya (2006:241) menyatakan bahwa model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan. Ngalimun (2012:161) model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Sintaks pembelajaran kooperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Hamdayama, 2014:63).
30 Lie (2007: 12) mengemukakan bahwa sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan temannya dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut dengan sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator. Sedangkan menurut pendapat Gubta & Ahuja (2014:37) bahwa : “Cooperative learning (CL) as one of the means of active learning might serve as an appropriate and promising strategy helping to increase learning effectiveness and providing students with the skills of collaborating, cooperating, sharing and socializing”. Terjemahan dari kutipan tersebut adalah pembelajaran kooperatif (CL) adalah sebagai salah satu sarana pembelajaran aktif bisa berfungsi sebagai suatu strategi yang tepat dan menjanjikan untuk membantu meningkatkan pembelajaran yang efektif dan menyediakan siswa dengan keterampilan berkolaborasi, bekerja sama, berbagi dan bersosialisasi. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
c. Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif menurut Shoimin (2014: 80), model pembelajaran kooperatif memiliki tipe yang berbeda, di antaranya, yaitu: (1) Investigasi kelompok (Group Investigation); (2) Jigsaw, (3) Make a match (membuat pasangan); (4) Tipe STAD (Student Teams Achievement Division; (5) TGT (Teams Game Tournament); (6) TTW (Think Talk Write). Menurut Menurut Sugiyanto (2008: 42), ada empat model dalam pembelajaran Kooperatif, yaitu: (1) Student Teams Achievement Divisions (STAD); (2) Jigsaw; (3) Group Investigation (GI), dan (4) Metode Struktural. Johnson dan Smith (dalam Huda, 2013: 87) ada beberapa jenis pembelajaran kooperatif. Empat diantaranya adalah: (1) kelompok pembelajaran kooperatif
31 formal (formal cooperative learning); (2) kelompok pembelajaran kooperatif informal (informal cooperative learning); (3) kelompok besar kooperatif (cooperative base group); dan (4) gabungan tiga kelompok kooperatif (integrated use of cooperative learning group). Setiap model pembelajaran di atas memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, sehingga guru dapat menyesuaikan model pembelajaran yang digunakan sesuai dengan materi yang akan diberikan pada siswa. Dari beberapa model pembelajaran tersebut dalam penelitian ini menggunakan salah satu model pembelajaran, yaitu Think Talk Write (TTW).
d. Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Yamin & Ansari (2008:84) menyatakan Think Talk Write adalah salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan komunikasi diantara siswa. Model pembelajaran yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin (dalam Yamin & Ansari 2008:84) ini pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara, dan menulis. Alur kemajuan model TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis. Model ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengar, dan membagi ide bersama teman dalam kelompok kemudian mengungkapkannya melalui tulisan Yamin & Ansari (2008:84). Menurut Hamdayama (2014:217) alur kemajuan model TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca. Selanjutnya, berbicara dan membagi ide (Sharing) dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini, siswa diminta membaca/melihat video, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan
dan
membagi
mengungkapkannya melalui tulisan.
ide
bersama
teman
kemudian
32 Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) merupakan suatu model pembelajaran untuk melatih keterampilan peserta didik dalam menulis (Shoimin, 2014:212). Pada model pembelajaran ini menekankan perlunya peserta didik mengomunikasikan hasil pemikirannya. Huinker dan Laughlin (dalam Shoimin, 2014:212) menyebutkan bahwa aktivitas yang dapat dilakukan untuk menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi peserta didik adalah dengan penerapan pembelajaran Think Talk Write (TTW). Menurut Huda (2013: 218) pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah model pembelajaran yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ngalimun (2014:170) berpendapat bahwa model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah tipe model pembelajaran yang dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternatif, solusi) hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi. Sintaknya adalah: informasi, kelompok (membaca, mencatat, menandai), presentasi, diskusi, dan melaporkan. Seperti halnya yang disimpulkan Dewi (2015:16) dalam skripsinya bahwa model Think Talk Write dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dalam kelompok dengan presentasi dan kemudian membuat laporan hasil presentasi. Dalam kelompok yang heterogen yang terdiri dari 3-5 orang dalam satu kelompok dengan melibatkan siswa berpikir dengan dirinya sendiri setelah membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis. Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) melibatkan tiga tahap penting yang harus dikembangkan dan dilakukan dalam pembelajaran menulis argumentasi, yaitu: 1) Think Think merupakan aktivitas untuk berpikir siswa. Aktivitas berpikir siswa ini dapat dilihat dari proses membaca suatu teks kemudian membuat
33 catatan apa yang telah dibaca. Siswa membedakan dan mempersatukan ide yang disajikan dalam teks bacaan kemudian ke dalam bahasa sendiri siswa membuat atau menulis catatan kecil. Menurut Wiederhold (dalam Yamin & Ansari, 2008:85) membuat catatan berarti menganalisiskan tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis. Selain itu belajar membuat atau menulis catatan setelah membaca dapat merangsang aktivitas berpikir sebelum, selama dan sesudah membaca. Membuat catatan dapat mempertinggi pengetahuan siswa, bahkan meningkatkan keterampilan berpikir dan menulis. Salah satu manfaat dari proses ini adalah membuat catatan yang akan menjadi integral dalam setting pembelajaran. Kemampuan membaca yang meliputi membaca baris demi baris atau membaca yang penting saja menurut Widerhold (dalam Yamin & Ansari, 2008:85) secara umum dianggap berpikir. Kegiatan yang dilakukan siswa dalam tahap berpikir (think) ini membantu siswa dalam mengidentifikasi suatu masalah dan merencanakan solusi atau pemecahan dari permasalahan tersebut. 2) Talk Talk adalah tahap aktivitas dimana siswa dapat berkomunikasi dengan baik menggunakan kata-kata yang mereka pahami. Pada tahap ini siswa dibagi dalam kelompok heterogen yang terdiri dari 3-5 orang siswa. Siswa bekerja dengan kelompoknya menggunakan LKS. LKS berisi soal latihan yang harus dikerjakan siswa dalam kelompok. Hal ini dimaksudkan bahwa tiap kelompok memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Selanjutnya para siswa berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata yang mereka pahami. Siswa menyampaikan informasi apa yang diperoleh dari tahap think. Pemahaman dibagun melalui diskusi dan interaksi antar anggota kelompok. Diskusi diharapkan dapat memeroleh solusi terhadap masalah yang dihadapi. Komunikasi dalam suatu diskusi dapat membantu kolaborasi dan meningkatkan aktivitas belajar dalam kelas. Hal ini bisa terjadi karena ketika siswa diberikan kesempatan untuk berkomunikasi sekaligus dapat berpikir bagaimana cara mengungkapkannya dalam
34 tulisan. Keterampilan berkomunikasi pada tahap talk dapat mempercepat kemampuan siswa mengungkapkan idenya melalui tulisan. Berkomunikasi atau berdialog baik antara siswa maupun guru dapat meningkatkan pemahaman. Pentingnya tahap talk antara lain karena pemahaman siswa dibangun melalui konversasi (percakapan) antara sesama individu yang merupakan aktivitas sosial yang bermakna, siswa menggunakan bahasa untuk menyajikan ide kepada temannya, membangun teori bersama, sharing strategi, solusi dan membuat definisi. Tahap diskusi juga dapat membantu dalam pembentukan ide (forming ideas), internalisasi ide, dan dapat meningkatkan serta menilai kualitas berpikir. 3) Write Write merupakan aktivitas siswa dalam menuliskan hasil diskusi/dialog pada LKS yang telah disediakan secara individual. Aktivitas menulis berarti mengontruksikan ide setelah berdiskusi antar teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa (Shoimin, 2014:213). Sejalan dengan pendapat tersebut Shield (dalam Shoimin,2014:213) mengemukakan bahwa dengan menulis berarti membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang materi yang ia pelajari. Selain itu menurut Masingila Wisniowska (dalam Yamin & Ansari, 2008:88), bahwa kreativitas menulis siswa membantu guru untuk memantau kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsepsi siswa terhadap ide yang sama. Aktivitas siswa selama fase menulis adalah menulis solusi terhadap masalah atau pertanyaan yang diberikan, mengorganisasikan semua pekerjaan, agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti, mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan yang ketinggalan dan meyakini bahwa pekerjaan yang terbaik yaitu lengkap, mudah dibaca, dan terjamin keasliannya.
35 Sesuai dengan pengertian dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah suatu model pembelajaran yang melatih keterampilan bahasa siswa dalam menulis yang diawali dengan kegiatan berpikir melalui bacaan/menyimak video, kemudian mencatat informasi yang didapat dari membaca/menyimak video, setelah itu dikomunikasikan kepada kelompoknya, dan tahap terakhir menuliskan hasil diskusinya secara individu.
e.
Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Langkah-langkah model pembelajaran Think Talk Write (TTW)
menurut Yamin dan Ansari (2008:90), sebagai berikut: 1) Guru membagi teks bacaan berupa Lembaran Aktivitas Siswa (LKS) yang memuat situasi masalah dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya. 2) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual untuk dibawa ke forum diskusi (think). 3) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk) guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar. 4) Siswa mengontruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write). Menurut Hamdayama (2014:219) langkah-langkah pembelajaran Think Talk Write (TTW), sebagai berikut: 1) Guru membagikan LKS yang memuat soal yang harus dikerjakan oleh siswa serta petunjuk pelaksanaannya. 2) Peserta didik membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut. Ketika peserta didik membuat catatan kecil inilah akan terjadi proses berpikir (think) pada peserta didik. Setelah itu peserta didik berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut secara individu. Kegiatan ini bertujuan agar peserta didik dapat membedakan atau menyatukan ide-ide yang terdapat pada bacaan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri. 3) Guru membagi siswa dalam kelompok kecil (3-5). 4) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan dari hasil catatan (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata yang mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan.
36 5) Dari hasil diskusi, peserta didik secara individu merumuskan pengetahuan berupa jawaban atas soal (berisi landasan dan keterkaitan konsep, metode, dan solusi) dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu, peserta didik menghubungkan ide-ide yang diperoleh melalui diskusi. 6) Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan. 7) Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu, dipilih beberapa atau satu orang peserta didik sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan. Menurut Shoimin (2014:214), langkah-langkah pembelajaran Think Talk Write (TTW), sebagai berikut: 1) Guru membagi LKS yang memuat soal yang harus dikerjakan oleh siswa serta petunjuk pelaksanaannya. 2) Peserta didik membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut. Ketika peserta didik membuat catatan kecil inilah akan terjadi proses berpikir (think) pada peserta didik. Setelah itu, peserta didik berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut secara individu. Kegiatan ini bertujuan agar peserta didik dapat membedakan atau menyatukan ide-ide yang terdapat pada bacaan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri. 3) Guru membagi siswa dalam kelompok kecil (3-5 siswa). 4) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan dari hasil catatan (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan. 5) Dari hasil diskusi, peserta didik secara individu merumuskan pengetahuan berupa jawaban atas soal (berisi landasan dan keterkaitan konsep, metode, dan solusi) dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu peserta didik menghubungkan ide-ide yang diperolehnya melalui diskusi. 6) Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain diminta memberi tangapan. 7) Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih beberapa atau satu orang peserta didik sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta memberi tanggapan. Peranan dan tugas guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan model Think Talk Write (TTW) menurut Silver dan Smith (dalam Yamin dan Ansari, 2008:90), sebagai berikut: (1) Mengajukan pertanyaan dan tugas yang
37 mendatangkan keterlibatan dan menantang setiap siswa berpikir; (2) Mendengar secara hati-hati ide siswa; (3) Menyuruh siswa mengungkapkan ide secara lisan dan tulisan; (5) Memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasi persoalan-persoalan, menggunakan model, membimbing dan membiarkan siswa berjuang dengan kesulitan; dan (6) Memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi dan memutuskan kapan dan bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi. Model pembelajaran Think Talk Write dapat digunakan dalam setiap pelajaran. Model pembelajaran ini dapat mengembangkan setiap aspek yang ada pada siswa. Pengembangan aspek ini dimulai dari pengembangan diri sendiri yang dapat dilakukan dalam think dan write, kemudian dapat mengembangkan aspek kerja kelompok yang dilakukan dalam talk. Desain model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. GURU
MEDIA AUDIOVISUAL
SISWA
Think
Talk
Write
Memikirkan permasalahan dalam video kemudian mencari informasi tambahan dan membuat catatan secara individu. Interaksi dalam kelompok untuk membahas isi catatan. Kontruksi pengetahuan hasil thik dan talk ke dalam write secara individu.
Gambar 1. Desain Pembelajaran dengan Think Talk Write (TTW) (Diadaptasi dari Yamin & Ansari, 2008:89)
Kemampuan pemahaman/pe mecahan masalah dan komunikasi siswa.
38 f.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)
1) Kelebihan Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Menurut Shoimin (2014:215) kelebihan-kelebihan menggunakan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah: (1)mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam memahami materi ajar; (2) dengan memberikan soal open ended dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa; (3) dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompok akan melibatkan siswa secara aktif dalam belajar; (4) membiasakan siswa berpikir dan berkomunikasi dengan teman, guru, bahkan dengan diri mereka sendiri. Menurut Suyatno (2009:25) kelebihan-kelebihan menggunakan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah: (1) model TTW dapat membantu siswa dalam mengontruksi pengetahuannya sendiri sehingga pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik, siswa dapat mengomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan temannya sehingga siswa saling membantu dan saling bertukar pikiran. Hal ini akan membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan; (2) model TTW dapat melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan secara sistematis sehingga siswa akan lebih memahami materi dan membantu siswa untuk mengomunikasikan ide-idenya dalam bentuk tulisan. Model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) ini memiliki kelebihan untuk membuat siswa lebih aktif, siswa dapat berlatih untuk berpikir, berbicara maupun menulis melalui proses diskusi, dan dapat membiasakan siswa untuk mengungapkan ide dan gagasannya melalui kegiatan berpikir kemudian menuangkannya menjadi bentuk tulisan (Dewi, 2015:18). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, siswa dapat mengomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan temannya sehingga siswa saling membantu dan saling bertukar pikiran. Selain itu,
39 dapat melatih siswa untuk berpikir, berbicara, maupun menulis sehingga membantu siswa dalam mengontruksi pengetahuannya dan pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik. 2) Kekurangan Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Setiap model pembelajaran tidak lepas dari kekurangan, pasti ada kekurangan yang dapat menghambat dalam proses pembelajaran. Seperti halnya dalam model Think Talk Write (TTW) yang digunakan dalam penelitian ini, disamping memiliki kelebihan juga masih terdapat kelemahannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Shoimin (2014:215) kekurangan menggunakan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah: (1) kecuali kalau soal open ended tersebut dapat memotivasi, siswa dimungkinkan sibuk; (2) ketika siswa bekerja dalam kelompok itu mudah kehilangan kemampuan dan kepercayaan karena didominasi oleh siswa yang mampu; (3) guru harus benar-benar menyiapkan semua media dengan matang agar dalam menerapkan model Think Talk Write tidak mengalami kesulitan. Sedangkan, menurut Suyatno (2009:52) kekurangan menggunakan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah: (1) model TTW adalah model pembelajaran yang baru di sekolah sehingga siswa belum terbiasa belajar dengan menggunakan langkah-langkah TTW; (2) kesulitan dalam mengembangkan lingkungan sosial siswa. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dismpulkan bahwa kekurangan penggunaan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah pada saat proses diskusi dalam kelompok, terdapat beberapa siswa kehilangan kemampuan dan kepercayaan karena didominasi oleh siswa yang mampu.maka untuk mengatasi hal seperti ini peran guru adalah dalam pembelajaran, yaitu memantau setiap siswa dalam proses diskusi dengan memberikan tanggung jawab kepada masing-masing siswa untuk menyelesaikan tugasnya. Selain itu, guru harus benar-benar menyiapkan semua media dengan matang agar dalam menerapkan model think talk write tidak mengalami kesulitan.
40 g.
Penerapan Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) dengan Menggunakan Media Audiovisual. Dalam pelaksanaannya, peneliti memodifikasi sintaks pembelajaran
Think Talk Write (TTW) dengan menggunakan media audiovisual, sintaks tersebut adalah sebagai berikut: (1) Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru melakukan brainstroming mengenai topik yang akan disampaikan hari ini; (2) Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS); (2) Guru mendemonstrasikan video dengan media audiovisual yang memuat situasi masalah dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya; (3) Siswa menyimak video dan membuat catatan dari hasil pengamatannya secara individual untuk dibawa ke forum diskusi (think); (4) Guru membagi siswa dalam kelompok kecil (3-5 siswa); (5) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk) guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar, (6) Siswa mengontruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi dalam bentuk tulisan (write); (7) perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan; dan (8) kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih untuk menerapkan model pembelajaran Think Talk Write (TTW)
menggunakan media audiovisual
karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1) meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran; (2) kelompok model ini cocok untuk tugas sederhana; (3) setiap siswa memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk berkontribusi dalam kelompoknya; (4) interaksi dan diskusi dalam kelompok akan melibatkan siswa secara aktif dalam belajar; (5) membiasakan siswa berpikir dan berkomunikasi dengan teman, guru, dan bahkan dengan diri mereka sendiri; (6) alokasi waktu pembelajaran lebih efektif; dan (7) siswa mudah menuangkan ide serta gagasannya berdasarkan video yang telah diamati. Selain memiliki kelebihan, metode pembelajaran ini juga mempunyai kekurangan, yaitu banyak kelompok yang perlu dimonitor karena tidak semua
41 siswa aktif dalam kelompoknya. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan dengan cara guru selalu membimbing dan mengawasi jalannya diskusi kelompok dan guru memantau setiap kelompok dengan berkeliling ke tiap-tiap kelompok.
4. Hakikat Media Audiovisual a.
Pengertian Media Pembelajaran Media pengajaran merupakan salah satu alat komunikasi dalam proses
pembelajaran. Media merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu proses komunikasi. Arsyad (2005:2) mengartikan media sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media pendidikan menurut Arsyad (2005:20) memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa. Menurut Schram (dalam Indriana, 2011:14), media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran. Sedangkan menurut Miarso (dalam Indriana, 2011:14) menyatakan bahwa media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar. Gagne & Briggs (dalam Arsyad, 2005:4) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pelajaran, sebagai komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Sedangkan menurut The Association for Educational Communication and Technology (AECT) dalam Asyhar (2011:4) menyatakan bahwa media adalah apa saja yang digunakan untuk menyalurkan informasi. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat di simpulkan bahwa media merupakan alat bantu yang sangat bermanfaat bagi para siswa dan
42 pendidik dalam proses belajar dan mengajar. Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu siswa untuk belajar lebih baik, serta terangsang untuk memahami subjek yang tengah diajarkan dalam bentuk komunikasi penyampaian pesan yang lebih efektif dan efisien.
b. Fungsi Media Pembelajaran Media pembelajaran tidak sakadar menjadi alat bantu pembelajaran, melainkan dapat membangkitkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran, sebab penggunaan media lebih menarik dan dapat memusatkan perhatian siswa. Secara umum menurut Djamarah & Aswan (2006:124-125), media pendidikan mempunyai beberapa kegunaan, yaitu: (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis; (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera; dan (3) penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Menurut Kemp & Dayton (dalam Indriana:2011:47) media pengajaran memiliki beberapa manfaat di antaranya, yaitu: (1) penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih mencapai standar; (2) pembelajaran menjadi lebih menarik; (3) pembelajaran menjadi lebih interaktif; (4) dengan menerapkan teori belajar, waktu pelaksanaan pembelajaran dapat dipersingkat; (5) kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan; (6) proses pembelajaran dapat berlangsung kapan pun dan di mana pun diperlukan; (7) sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan; dan (8) peran guru berubah ke arah yang lebih positif. Hamalik (1986:23) menyampaikan sejumlah nilai praktis dari media pendidikan, yaitu: (1) media pendidikan melampaui batas pengalaman pribadi siswa; (2) media pendidikan melampaui batas-batas ruangan kelas; (3) media pendidikan memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungannya; (4) media pendidikan memberikan kesamaan dalam pengamatan; (5) media pendidikan; akan memberikan pengertian/konsep yang sebenarnya secara realistis dan teliti; (6) media pendidikan membangkitkan keinginan dan minat-minat yang baru; (7) media pendidikan membangkitkan motivasi dan perangsang kegiatan
43 belajar; dan (8) media pendidikan akan memberikan pengalaman yang menyeluruh. Menurut Daryanto (2013: 8), media dalam pembelajaran memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Siswa dirangsang oleh media untuk menggunakan inderanya untuk menerima informasi berupa pelajaran sesuai kurikulum yang berlaku. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat di simpulkan bahwa fungsi media, yaitu: Pertama, memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis. Kedua, mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera. Ketiga, penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Keempat, media pendidikan memberikan kesamaan dalam pengamatan. Kelima, media pendidikan akan memberikan pengertian/konsep yang sebenarnya secara realistis dan teliti. Keenam, media pendidikan membangkitkan keinginan dan minat-minat yang baru. Ketujuh, media pendidikan membangkitkan motivasi dan perangsang kegiatan belajar. Kedelapan, media pendidikan akan memberikan pengalaman yang menyeluruh.
c.
Klasifikasi Media Pembelajaran Media
pembelajaran,
pembelajaran
merupakan
maka
diketahui
perlu
bagian
terpenting
dalam
mengenai
klasifikasi
media
pembelajaran. Setiap pembelajaran memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda-beda, sehingga perlu adanya pemilihan media yang tepat untuk mendukung pembelajaran. Soemarsono (2007:73) mengelompokkan jenisjenis media pendidikan menjadi 6 kelompok, yaitu: (1) media asli dan tiruan; (2) media grafis; (3) media proyeksi, yang dapat dibagi menjadi: (a) proyeksi diam, (b) proyeksi gerak; (4) media dengar (audio media); (5)media dengar pandang (audiovisual aids); dan (6) media cetak (printed materials). Sejalan dengan pendapat tersebut, Indriana (2011:55-56) menyatakan bahwa dengan menganalisis media melalui bentuk dan cara penyajian, maka format klasifikasi media pengajaran adalah sebagai berikut: (1) grafis, bahan
44 cetak, dan gambar diam; (2) media proyeksi diam; (3) media audio; (4) media gambar hidup/film; (5) media televisi; dan (6) multimedia. Selain pendapat di atas, menurut Aqib (2013:52) jenis dan karakteristik media pembelajaran meliputi: (1) media grafis (simbol-simbol komunikasi visual), yaitu: gambar, sketsa, diagram, bagan/Chart, grafik/ graphs, kartun, poster, peta/globe, papan flannel, papan buletin; (2) media audio dikaitkan dengan indera pendengaran), yaitu: radio, alat perekam pita magnetik; (3) multimedia (dibantu proyektor LCD). Anitah (2009:128) membagi media menjadi 5 kelompok besar, yaitu: (1) Media visual yang tidak diproyeksikan, media visual yang tidak diproyeksikan merupakan media yang sederhana, tidak membutuhkan proyektor dan layar untuk memproyeksikan perangkat lunak; (2) Media visual yang diproyeksikan, media ini merupakan salah satu media visual, namun dapat diproyeksikan pada layar melalui suatu pesawat proyektor. Oleh karena itu, media ini terdiri dari dua unsur yang tak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu: perangkat keras dan perangkat lunak; (3) Media Audio, media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar); (4) Media Audiovisual, media ini merupakan media yang tidak hanya dapat dilihat atau didengar saja, tetapi dapat dilihat sekaligus didengar; dan (5) Multimedia, multi media merupakan kegiatan interaktif yang sangat tinggi, mengajak pembelajar untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memilih dan mengendalikan layar diantara jendela informasi dalam penyajian media. Menurut Asyhar (2011:45), jenis dan pengelompokkan media pembelajaran dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: (1) Media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari peserta didik; (2) Media audio, adalah jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran peserta didik; (3) Media audiovisual, adalah jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan; dan (4) Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran. pembelajaran multimedia melibatkan indera penglihatan dan pendengaran melalui media teks, visual diam, visual gerak, dan audio serta media interaktif berbasis computer dan teknologi komunikasi dan informasi.
45 Jadi, berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa meskipun beragam jenis dan format media sudah dikembangkan dan digunakan dalam pembelajaran, namun pada dasarnya semua media tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu media visual, media audio, media audiovisual, dan multimedia. Keempat jenis media tersebut, dilakukan pengelompokan berdasarkan ciri dan bentuk fisik, tingkat pengalaman yang diperoleh peserta didik, jumlah pengguna, dan pola pemanfaatannya.
d. Pengertian Media Audiovisual Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu guru untuk menyampaikan materi yang lebih menarik dan inovatif dan dapat menarik perhatian siswa . Media audiovisual merupakan penggabungan penggunaan suara dengan gambar untuk menggali sebuah informasi (Keraf, 2007: 3). Sejalan dengan pendapat tersebut Anitah (2009:49) berpendapat bahwa melalui media
audiovisual, seseorang tidak hanya dapat melihat atau
mengamati sesuatu, melainkan sekaligus dapat mendengar sesuatu yang divisualisasikan. Media audiovisual adalah media yang menunjukkan unsur auditif (pendengaran) maupun visual (penglihatan), jadi dapat dipandang maupun didengar suaranya. Menurut Munadi (2010:56), media audiovisual adalah media yang melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses. Dengan karakteristik yang lebih lengkap, media audiovisual memiliki kemampuan untuk dapat mengatasi kekurangan dari media audio atau media visual semata. Media ini menjadi efektif penggunaannya bila dibandingkan dengan media pesan visual saja (seperti gambar cetak yang disusun berurutan). Kemampuannya akan meningkat lagi bila media audiovisual dilengkapi dengan karakteristik gerak. Dengan menggunakan media audiovisual gerak dapat menyampaikan pesan-pesan yang lebih rumit, tapi juga lebih realistis (Wibawa & Mukti, 2001:67). Berdasarkan beberapa kesimpulan para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa media audiovisual merupkan penggabungan penggunaan
46 unsur auditif (pendengaran) maupun visual (penglihatan) dalam satu proses untuk menggali sebuah informasi dan dapat menyampaikan pesan-pesan yang lebih rumit, tapi juga lebih realistis.
e.
Klasifikasi Media Audiovisual Media ini dapat menampilkan unsur gambar (visual) dan suara (audio)
secara bersamaan pada saat mengomunikasikan pesan atau informasi. Menurut Asyhar (2011:73) media audiovisual terbagi dua macam, yakni: (1) Audiovisual murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti video kaset; dan (2) Audiovisual murni, yaitu unsur suara gambarnya berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya berasal dari slides proyektor dan unsur suaranya berasal dari tape recorder. Menurut Munadi (2010:113) media audiovisual dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama, dilengkapi fungsi peralatan suara dan gambar dalam satu unit, dinamakan media audiovisual murni, seperti film gerak (movie) bersuara, televisi dan video. Jenis kedua adalah media audiovisual tidak murni, yakni yang dikenal dengan slide, Opaque, OHP dan peralatan visual lainnya bila diberi unsur suara dari rekaman kaset yang dimanfaatkan secara bersamaan dalam satu waktu atau satu proses pembelajaran. Menurut Wibawa & Mukti
(2001:67) jenis-jenis media yang
tergolong dalam media audiovisual diam antara lain: Slow scan TV, Time shared TV, TV diam, film rangkai bersuara, film bingkai bersuara, halaman bersuara, dan buku bersuara; sedang yang tergolong dalam media audiovisual gerak adalah film bersuara, pita video, film TV, TV, holografi, video tapes, dan gambar bersuara. Berdasarkan beberapa para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik media audiovisual dapat dibagi menjadi dua jenis yang meliputi: media audiovisual murni (audiovisual gerak) dan media audiovisual tidak murni (audiovisual diam). Pembelajaran menggunakan media audiovisual dapat meningkatkan ingatan siswa lebih lama terhadap materi
47 yang disampaikan dibandingkan dengan menggunakan media ceramah. Selain itu, dengan menggunakan media audiovisual dapat menjangkau audiens dalam jumlah yang besar.
B. Kerangka Berpikir Kemampuan menulis paragraf argumentasi siswa kelas X-1 SMA Negeri Gondangrejo ternyata belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya ketertarikan siswa terhadap menulis, khususnya menulis argumentasi. Banyak diantara mereka mengalami kesulitan saat menuangkan ide dan gagasnya yang akan dikembangkan menjadi paragraf argumentasi. Di antaranya minat dan motivasi siswa yang masih rendah, kurangnya pembiasaan terhadap tradisi menulis menyebabkan siswa menjadi terbebani apabila mendapat tugas untuk menulis. Faktor lain adalah guru masih menggunakan metode konvensional, yaitu guru hanya memberikan teori-teori tentang menulis, cara menulis, ketentuanketentuan menulis. Adapun pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas sebagai berikut: (1) guru menerangkan materi menulis paragraf, (2) siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan guru, (3) guru memberikan tugas tentang kegiatan menulis yang ada pada LKS, dan (4) murid melaksanakan tugas. Metode tersebut ternyata belum berhasil mengoptimalkan keterampilan menulis siswa. Siswa masih merasa kesulitan apabila guru memberikan tugas menulis. Siswa terkadang masih bingung menuangkan gagasannya ke dalam tulisan sehingga banyak waktu yang tersita hanya untuk menunggu siswa menulis. Selain proses yang lama, hasil tulisan siswa masih belum dikatakan baik. Berdasarkan masalah yang diperoleh di kelas, diperlukan suatu metode pembelajaran yang mampu memudahkan siswa dalam pembelajaran keterampilan menulis. Peneliti memilih menerapkan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) menggunakan media audiovisual karena sebagaian besar siswa kesulitan membuat konsep, ide maupun gagasan tentang apa yang akan dituangkan ke dalam tulisan. Model pembelajaran ini diharapkan mampu membangkitkan motivasi
siswa
dalam
proses
pembelajaran
keterampilan
menulis
dan
48 memudahkan siswa menuangkan gagasannya ke dalam tulisan. Peneliti juga memilih menggunakan media audiovisual karena banyak siswa kesulitan menuangkan ide dan gagasan untuk membuat paragraf argumentasi, dan agar siswa antusias dalam mengikuti pembelajarn. Model pembelajaran dan media ini diharapkan mampu membangkitkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran keterampilan menulis dan memudahkan siswa menuangkan gagasan dalam menulis. Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) menggunakan media audiovisual diharapkan dapat membantu guru dalam melakukan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Media audiovisual dapat dijadikan rangsangan dalam menuangkan ide dan gagasan untuk membuat suatu tulisan. Dengan mengamati video, siswa dapat memperoleh konsep tentang topik tertentu yang kemudian dapat dituangkan dalam bentuk tulisan atau lisan. Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
49 Kondisi Awal
Motivasi siswa dalam pembelajaran kurang: (1) siswa tidak bersemangat mengikuti pembelajaran menulis; (2) siswa kurang antusias mengikuti pembelajaran; (3) siswa kurang aktif dalam pembelajaran; (4) siswa mudah mengeluh ketika diberi tugas; dan (5) siswa tidak bersungguh-sungguh mengerjakan tugas.
Kemampuan menulis argumentasi siswa rendah: (1) isi gagasan yang diungkapkan kurang dikembangkan dengan maksimal; (2) kalimat yang digunakan kurang logis; (3) siswa kesulitan untuk merangkaikan alasan-alasan yang mereka kemukakan dengan fakta-fakta yang mendukung; (4) struktur karangan belum lengkap dan runtut; dan (5) bahasa dan tata tulis yang digunakan masih banyak kesalahan.
Penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) menggunakan media audiovisual Siklus I dan II Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Motivasi siswa dalam pembelajaran menulis paragraf argumentasi meningkat
Kemampuan menulis paragraf argumentasi siswa meningkat
Gambar 2. Kerangka Berpikir
50 C. Hipotesis Tindakan Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) menggunakan media audiovisual mempermudah pembelajaran keterampilan menulis argumentasi pada siswa kelas X-1 SMA Negeri Gondangrejo. Dengan demikian dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1.
Motivasi siswa kelas X-1 SMA Negeri Gondangrejo dalam pembelajaran keterampilan menulis argumentasi dapat meningkat melalui penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) menggunakan media audiovisual.
2.
Keterampilan menulis
argumentasi
siswa
kelas
X-1
SMA Negeri
Gondangrejo dapat meningkat melalui penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) menggunakan media audiovisual.