BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat a. Pengertian Penguasaan Konsep Dalam dunia ilmu pengetahuan, pengetahuan mengharuskan adanya objektivitas yang memiliki tingkat akurasi konsep yang baik agar bisa dijadikan sebagai dasar. Oleh karena itu, penguasaan terhadap konsep menjadi hal yang sangat penting khususnya dalam dunia pendidikan sebagai penunjang ilmu pengetahuan. Seseorang dikataka dapat menguasai konsep menurut Tabany (2014: 10), apabila orang tersebut mengerti dan memehami materi atau konsep tersebut sehingga dapat menerapkannya pada situasi atau dunia yang baru. Hal ini sejalan dengan pengertian penguasaan yang ada dalam Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013: 746) dimana penguasaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menguasai atau menguasakan sesuatu pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan (pengetahuan, kepandaian, dsb). Sehingga Nurgiyantoro (2001: 162) menyimpulkan bahwa penguasaan merupakan kemampuan seseorang yang dapat diwujudkan baik dari teori maupun praktik. Berdasarkan uraian diatas penguasaan adalah, kesanggupan seseorang untuk memahami dan mengerti konsep tertentu sehingga dapat mempraktikan pada situasi dan konsep yang baru. Konsep sendiri menurut Hamalik (2005:162) adalah suatu yang sangat luas. Suatu konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Konsep-konsep tidak perlu kongruen dengan pengalaman pribadi, tetapi menyajikan usaha-usaha manusia untuk mengklasifikasikan pengalamannya.
8
9
Konsep juga dikemukakan oleh Sagala (2006: 71) yang merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berfikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan. Pendapat lain dari Rosser (Sagala, 2006: 73) bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut yang sama. Winkel (2005: 92) juga berpendapat bahwa konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Konsep secara sederhana adalah penamaan (pemberian label) untuk sesuatu yang membantu seseorang mengenal, mengerti dan memahami sesuatu tersebut. Konsep adalah kesepakatan bersama untuk penanaman sesuatu dan merupakan ala intelektual yang membantu kegiatan berfikir dan memecahkan masalah menurut Samlawi dan Maftuh (2001: 10). Konsep dinyatakan dalam sejumlah bentuk, kongkrit atau abstrak, luas atau sempit satu kata atau frase. Jadi dapat disimpulkan konsep adalah kesepakatan bersama unuk memberikan penamaan sesuatu dari hasil pengalaman yang digunakan untuk mengelompokkan sejumlah objek dengan ciri yang sama. Dari beberapa pengertian penguasaan dan konsep diatas maka dapat disimpulkan, penguasaan konsep adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami suatu objek tertentu baik bersifat konkrit maupun abstrak yang memiliki ciri yang sama sehingga dapat menggunakan pada situasi yang baru. Untuk
dapat
menguasai
konsep
seseorang
harus
mampu
membedakan antara benda yang satu dengan benda yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain. Dengan menguasai konsep siswa akan dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya
10
menurut warna, bentuk, besar, dan jumlah. Penguasaan konsep memungkinkan untuk memperoleh pengetahuan yang tidak terbatas menurut Tabany (2014: 10). Menyempurnakan pendapat di atas, Yamin (2005: 27-29) menambahkan bahwa penguasaan konsep adalah kemampuan unuk mengatasi konsep-konsep pada ranah kognitif sesuai dengan klasifikasi Bloom, yaitu: (1) Pengetahuan (knowledge); hal ini berkaitan dengan kemampuan siswa untuk mengingat (recall) informasi yang telah diterima sebelumnya; (2) Pemahaman (comprehension), berhubungan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri;
(3) Penerapan (application), yaitu
kemampuan untuk menggunakan/menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari; (4) Analisis (analysis), merupakan kemampuan untuk mengidentifikasikan, memisahkan, dan membedakan komponen-komponen/elemen, suatu fakta, konsep, pendapat asumsi, hiporesis/kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknyanya kontradiksi; (5) Sintesis (synthesis), adalah kemampuan siswa dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh; dan (6) Evaluasi (evaluation), mengenai kemampuan siswa membuat penilaian dan keputusan tentang nilai susatu gagasan, metode, produk dengan menggunakan kriteria tertentu. b. Pengertian Bilangan Bulat Salah satu materi yang memiliki urgensitas dalam Matematika di sekolah dasar adalah bilangan bulat. Bilangan bulat adalah, bilangan yang terdiri dari 0, bilangan positif, dan bilangan negatif (Runtukahu & Kandou, 2014: 102). Bilangan positif adalah bilangan yang lebih besar dari 0 dan bilangan negatif adalah bilangan yang lebih kecil dari 0. Menurut Shadiq bilangan bulat ialah bilangan yang terdiri dari bilangan
11
bulat positif, misalnya berupa bilangan bulat positif 2 atau +2, bilangan nol (0) maupun bilangan bulat negatif misalnya berupa -2 (2014: 209). Negoro dan Harahap (2014 : 36) berpendapat bahwa bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri atas : (1) Bialangan asli atau bilangan bulat positif; (2) Bilangan nol; dan (3) Lawan bilangan asli atau bilangan bulat negatif.
. . -3
-2
-1
0
1
2
3 ..
Himpunan bilangan bulat biasanya dilambangkan dengan huruf B. Gabungan antara bilangan asli, dengan bilangan-bilangan negatifnya serta bilangan nol. Dan ini bila ditulis dalam suatu bentuk himpunan bilangan bulat akan didapat B = B- U {0} U B+ ={ . , -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, ..}. Arti titik-titik yang terdapat di dalam himpunan B itu menunjukan bahwa bilangan bulat selalu dimulai dari bilangan bulat negatif tak terhingga sampai dengan bilangan bulat positif tak terhingga. Perlu diperhatikan bahwa tanda “-“ memiliki dua arti ayng berbeda yaitu, untuk tanda bilangan negatif dan untuk tanda operasi pengurangan (Kamsiyati, 2012: 81) . Karim berpendapat, bilangan bulat diciptakan untuk menjawab masalah seperti 3 + n = 0 ataupun 7 + n = 5, karena tidak ada bilangan cacah yang memenuhi sehingga pernyataan tersebut menjadi benar (Pitadjeng, 2015: 157). Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan tentang bilangan cacah saja tidak cukup bagi manusia untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Karena itu manusia membutuhkan pengeahuan yang lebih banyak untuk dapa menyelesaikan masalah seperti diatas, yaitu bilangan bulat. Berdasarkan uraian di atas, bilangan bulat adalah, bilangan yang terdiri atas bilangan asli atau bilangan bulat positif, bilangan nol dan bilangan lawan dari bilangan asli yaitu bilangan bulat negatif.
12
c. Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Dalam
bilangan
bulat
terdapat
beberapa
operasi
hitung
diantaranya adalah penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang diajarkan pada sekolah dasar. 1) Penjumlahan Bilangan Bulat dan Sifat-sifatnya Penjumlahan merupakan operasi hitung yang pertama sekali diajarkan kepada anak-anak. Untuk memperoleh jumlah dari dua bilangan disebut penjumlahan (Negoro & Harahap, 2014: 260). Seperti halnya pada operasi penjumlahan bilangan cacah, karena himpunan bilangan bulat memuat elemen-elemen bilangan positif dan bilangan negatif maka Kamsiyati (2012: 82) mengemukakan penjumlahan pada bilangan bulat sebagai berikut, jika n bilangan bulat maka n + (-n) = (-n) + n – 0. Bilangan (n) ini disebut lawan dari (invers) jumlah dari n dan 0 disebut elemen identitas terhadap penjumlahan. Mengenalkan penjumlahan bilangan bulat dapat juga menggunakan salah satu konteks misalnya temperatur suhu (Purnomo, 2014: 205). Sifat-sifat pada operasi penjumlahan bilangan bulat adalah: 1) Tertutup, yaitu a + b = c, maka c € B 2) Komutatif, yaitu a + b = b + a 3) Asosiatif, yaitu (a + b) + c = a + (b + c) 4) 0 sebagai elemen identitas yaitu, a + 0 = 0 + a = a 5) Tiap elemen mempunyai elemen invers (lawan) Lawan 0 = 0 lawan (-5) = 5 Jika a dan b bilangan-bilangan bulat, buktikan (-a) + (-b) = - (a +b). Bukti secara deduktif sebagai berikut: Misal: (-a) + (-b) = c maka c = (-a) + (-b) c + b = {(-a) + (-b)} + b sifat penjumlahan pada kesamaan c + b = (-a) + {(-b) + b}
sifat asosiatif
c + b = (-a) + {(-b) + b}
definisi invers penjumlahan
c + b = (-a) + 0
sifat pada kesamaan
13
(c + b) + a = (-a) + a
definisi iinvers penjumlahan
c + (b + a) = 0
sifat komutatif
{c + (a + b)} + {-(a+b)}
sifat kesamaan
-(a +b) c + {(a + b) + (-(a + b))}
sifat asosiatif
-(a + b) c = -(a + b)
definisi invers penjumlahan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penjumlahan ialah operasi hitung utnuk memperoleh jumlah dari dua bilangan atau lebih. Operasi penjumlahan bilangan bulat memiliki beberapa sifat diantaranya, tertutup, komutatif, asosiatif, memiliki elemen identitas, dan elemen invers. 2) Pengurangan Bilangan Bulat dan Sifat-sifatnya Operasi lain dalam bilangan bulat yang merupakan kebalikan dari operasi penjumlahan adalah operasi pengurangan bilangan bulat. Jika a, b dan k bilangan-bilangan bulat, maka a – b = k, jika dan hanya jika a= b + k. Pengurangan bilangan bulat bersifat tertutup (Kamsiyati, 2012: 86). Untuk menunjukan hal itu maka harus ditunjukkan unuk setiap a dan b bilangan-bilangan bulat selalu ada satu saja bilangan bulat (a –b). Pertama tunjukan adanya bilangan bulat sedemikian hingga a – b = k. Menurut definisi pengurangan a – b = k jika dan hanya jika a = b +k a+b
= ( b + k ) + (-b)
sifat kesamaan
= ( k + b ) + (-b)
sifat komutatif
= k + ( b + (-b))
sifat asosiatif
=k+0
sifat invers penjumlahan
a + (-b) = k, atau k = a + (-b) Hal ini menunjukan bahwa ada bilangan bulat k sedemikian hingga a – b = k. Selanjutnya akan dibahas bahwa bilangan bulat k (yang sama dengan a + (-b)) itu hanya satu. Misalnya ada bilangan bulat k dan n, dengan n bukan k sedemikian hingga a = b + n.
14
Karena a = b + k maka b+ n = b + k (b + n) + (-b) = (b + k) + (-b)
sifat kesamaan
(n + b) + (-b) = (b + k) + (-b)
sifat komutatif
n + (b + (-b)) = k + (b + (-b))
sifat asosiatif
n+0=k+0
sifat invers penjumlahan
n=k Hal ini bertentangan dengan pemisahan di atas, jadi haruslah hanya ada satu bilangan bulat tertentu sehingga a = b + k. Dengan demikian a – b = k = a = (-b), sehingga definisi pengurangan dapat dirubah dalam bentuk penjumlahan sebagai berikut : a – b = a + (-b). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan pengurangan adalah operasi hitung kebalikan dari penjumlahan yang digunakan untuk memperoleh selisih dari dua bilangan atau lebih. Operasi pengurangan bilangan bulat memiliki sifat tertutup. d. Penguasaan Konsep Bilangan Bulat Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan Matematika sejak dini. Oleh karena itu, mata pelajaran Matematika merupakan mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan.Pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar mempunyai peranan yang sangat penting, sebab jenjang ini merupakan pondasi yang sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan, dan kepribadian anak. Menurut Piaget, perkembangan belajar Matematika anak melalui 4 tahap yaitu tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak. Pada tahap konkret, kegiatan yang dilakukan anak adalah untuk mendapatkan pengalaman langsung atau memanipulasi objek-objek konkret. Pada tahap semi konkret sudah tidak perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi seperti pada tahap konkret, tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang dimaksud. Kegiatan yang dilakukan anak pada tahap semi abstrak memanipulasi/melihat tanda sebagai ganti gambar untuk dapat berpikir
15
abstrak. Sedangkan pada tahap abstrak anak sudah mampu berpikir secara abstrak dengan melihat lambang/simbol atau membaca/mendengar secara verbal tanpa kaitan dengan objek-objek konkret (Pitadjeng, 2015: 37). Matematika sendiri adalah
suatu ilmu yang membahas bentuk
angka-angka serta perhitungannya, besaran dan pengukurannya, serta bilangan dan prosedur operasionalnya. Dalam pendidikan sekolah dasar penguasaan konsep dari Matematika ialah mencangkup bilangan khususnya bilangan bulat. Bilangan bulat adalah, bilangan yang terdiri atas bilangan asli atau bilangan bulat positif, bilangan nol dan bilangan lawan dari bilangan asli yaitu bilangan bulat negatif. Gabungan antara bilangan asli, dengan bilangan-bilangan negatifnya serta bilangan nol. Penguasaan konsep yang dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami suatu objek tertentu baik bersifat konkrit maupun abstrak yang memiliki ciri yang sama sehingga dapat menggunakan pada situasi maupun yang baru. Jadi dalam Matematika penguasaan konsep yang dimaksud adalah, peserta didik dapat memahami konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang diawali dengan alat bantu media pembelajaran sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan shari-hari yang berkaitan dengan bilangan bulat. 1)
Penguasaan Konsep Penjumlahan Bilangan Bulat di SD Opearasi penjumlahan merupakan salah satu dari empat operasi bilangan bulat, hal ini sesuai dengan Kurikulum KTSP 2006 Standar Kompetensi 5. Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat khusunya Kompetensi Dasar 5.2 Menjumlahkan bilangan bulat. Dengan indikator 5.2.1 Mampun menjumlahkan dua bilangan positif atau dua bilangan negatif. 5.2.2 Melakukan penjumlahan bilangan positif dan negatif. 5.2.3 Mampu menerapkan penjumlahan bilangan bulat dalam kehidupan. Untuk menanamkan konsep tentang penjumlahan bilangan bulat pada peserta didik memang bukan hal yang mudah, namun
16
bisa dibantu dengan media pembelajaran. Media pembelajaran yang bisa digunakan untuk membantu menanamkan konsep penjumlahan bilangan bulat diantaranya: a) Penjumlahan bilangan bulat dengan garis bilangan Penjumlahan bilangan bulat dengan pendekatan pengukuran, pada garis bilangan disepakati sebagai berikut: (1) Panjang anak panah menyatakan nilai bilangan. (2) Arah bilangan menyatakan jenis bilangan bulat yakni, arah ke kanan menyatakan bilangan positif dan arah ke kiri menyatakan bilangan negatif. (3) Aturan penjumlahan dengan pendekatan pengukuran pada bilangan bulat tetap seperi aturan penjumlahan pada bilangan cacah, yakni tempatkan bilangan bertambah dengan pangkal panah berhimpitan dengan 0, kemudian letakan pangkal panah penambah berimpit dengan ujung bertambah, jumlahnya diukur (dibua anak panah) dari pangkal bertambah ke ujung penambah. Penjumlahan dengan garis bilangan Misalnya: -3 + 5 = n, dapat diperagakan pada gambar 2.1 di bawah ini:
Gambar 2.1 Garis Bilangan Penjumlahan Bilangan Bulat Dari gambar 2.1 di atas, pengerjaannya dilakukan sebagai berikut:
17
(1) Tempatkan anak panah sepanjang 3 satuan dengan arah negatif dengan pangkal anak panah berada di 0 (-3 sebagai bilangan tertambah) (2) Tempatkan anak panah bilangan penambah sepanjang 5 satuan dengan arah positif dengan pangkal panah berimpit ujung anak panah bilangan tertambahdi (-3) (3) n adalah anak panah sebagai hasil dari penjumlahan yang dibuat dari pangkal anak panah bilangan tertambah sampai ke ujung anak panah bilangan tertambah 5. Jadi dapat dirumuskan -3 + 5 = n = 2, karena anak panah n berarah positiftif dan panjangnya 2 satuan b) Operasi Penjumlahan Bilangan Bulat dengan Mistar Bilangan Mistar bilangan adalah media pembelajaran yang terbentuk dari tiga buah mistar bilangan yang diletakan sejajar, dengan sifat mistar bilangan yang ditengah dapat digerakan ke kanan dan ke kiri, sedangkan mistar bilangan yang di atas dan di bawah berfungsi sebagai relnya. Cara menghitung 3 + (-9) dengan mistar bilangan dapat diperagakan dengan gambar 2.2 di bawah ini:
18
Gambar 2.2 Mistar Bilangan Penjumlahan Bilangan Bulat Dari gambar 2.2 di atas, pengerjaannya dilakukan sebagai berikut: (1) Himpitkan skala 0 pada mistar bilangan tengah dengan skala 3 pada mistar bilangan bawah. (2) Untuk melihat hasil penjumlahan, perhatikan skala bilangan pada mistar bilangan bawah yang terletak di bawah skala (-9) pada mistar bilangan tengah. Ternyata skala bilangan pada mistar bilangan bawah menunjukan skala (-6). (3) Jadi 3 + (-9) = (-6) c) Operasi penjumlahan Bilangan Bulat dengan Nomograf Nomograf adalah media pembelajaran yang terbentuk dari tiga buah garis yang diletakan sejajar dengan sifat skala pada garis bilangan yang terletak di tengah-tengah besarnya sama dengan setengah kali skala pada garis bilangan yang mengapitnya (Kamsiyati, 2012: 84). Cara menghitung 3 + (-4) dengan nomograf, dapat diperagakan pada gambar 2.3 di bawah ini :
19
Gambar 2.3 Nomograf Penjumlahan Bilangan Bulat Dari gambar 2.3 di atas, pengerjaannya sebagai berikut: (1) Letakan paku pada garis bilangan paling kiri pada posisi 3. (2) Letakan paku pada garis bilangan paling kanan pada posisi (-4). (3) Hubungkan paku pada langkah (1) dan (2) dengan benang atau karet, tariklah benang atau karet tersebut sapai tegang sehingga benang atau karet tersebut lurus. (4) Untuk melihat hasil penjumlahan, perhatikan bilangan pada garis bilangan yang terletak di tengah yang dilalui benang atau karet pada langkah c). Ternyata bilangan yang dilalui benang atau karet tersebut adalah (-1). (5) Jadi 3 + (-4) = (-1) 2)
Penguasaan Konsep Pengurang Bilangan Bulat Di SD Operasi lain dalam bilangan bulat yang merupakan kebalikan dari operasi penjumlahan adalah operasi pengurangan bilangan
20
bulat. Operasi penguarangan bilangan bulat dalam satuan pendidikan Kurikulum KTSP 2006 Standar Kompetensi 5. Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat khusunya Kompetensi Dasar 5.3 Mengurangkan bilangan bulat. Dengan Indikator : 5.3.1 Mampu mengurangkan bilangan negatif dengan bilangan negatif.
5.3.2
Mampu melakukan pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan negatif. 5.3.3 Mampu menerapkan pengurangan bilangan positif dengan bilangan negatif dalam kehidupan. Ada beberapa media pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu menanamkan konsep bilangan bulat pada peserta didik diantaranya: a) Pengurangan Bilangan Bulat dengan Garis Bilangan Pengurangan
bilangan
bulat
dengan
pendekatan
pengukuran pada garis bilangan, aturannya sama dengan aturan pengurangan pada bilangan cacah yakni, tempatkan bilangan terkurang dengan pangkal panah berimpit dengan 0. Kemudian letakan ujung anak panah bilangan pengurang berimpit dengan ujung anak panah bilangan terkurang, selisihnya diukur (dibuat anak panah) dari pangkal anak panah bilangan terkurang ke pangkal anak panah bilangan pengurang. Contoh 5 – (-2) = n, dapat diperagakan pada gambar 2.4 di bawah ini:
Gambar 2. 4 Mistar Bilangan Pengurangan Bilangan Bulat b) Operasi Pengurangan Bilangan Bulat dengan Nomograf
21
Nomograf pada pengurangan berbeda dengan nomograf pada penjumlahan. Perbedaannya yaitu garis bilangan yang ketiga arahnya berlawanan dengan garis bilangan yang pertama dan kedua. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut: Cara menghitung (-2) – (-5) dengan nomograf, dapat diperagakan pada gambar 2.5 di bawah ini:
Gambar 2.5 Nomograf Pengurangan Bilangan Bulat
Dari gambar 2.5 di atas, pengerjaannya dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Letakan paku pada garis bilangan paling kiri pada posisi (-2). (2) Letakan pada garis bilangan paling kanan pada posisi (-5)
22
(3) Hubungkan paku pada langkah a) dan b) dengan benang atau karet. Tariklah benang atau karet tersebut sampai tegang sehingga benang atau karet tersebut lurus. (4) Untuk melihat hasil pengurangan, pehatikan bilangan pada garis bilangan yang terletak ditengah yang dilalui benang atau karet pada langkah c), ternyata bilangan yang dilalui benang atau karet tersebut adalah 3. (5) Jadi (-2) – (-5) = 3 c) Operasi Pengurangan Bilangan Bulat dengan Mistar Bilangan Mistar bilangan pada penjumlahan sama dengan mistar bilangan
pada pengurangan, perbedaannya
pada prinsip
penggunaannya. Menghitung (-5) – (-9) dengan mistar bilangan dapat diperagakan pada gambar 2.6 di bawah ini:
Gambar 2.6 Mistar Bilangan Pengurangan Bilangan Bulat
Dari gambar 2.6 di atas, pengerjaannya sebagai berikut: (1) Himpitkan skala (-9) pada mistar bilangan tengah dengan skala (-5) pada mistar bilangan bawah. (2) Untuk melihat hasil pengurangan, perhatikan skala bilangan pada mistar bilangan bawah yang terletak di bawah skala 0
23
pada mistar bilangan tengah. Ternyaa skala bilangan .ada mistar bilangan bawah menunjukan skala 4. (3) Jadi (-5) – (-9) = 4 2.
Hakikat
Model
Pembelajaran
Kooperatif
tipe
Team
Assisted
Individualization (TAI ) a.
Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran yang dikemukakan oleh Trianto (2011:7) adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lainlain diartikan sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Pengertian model pembelajaran yang lain menurut Mills merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan belajar, yang dirancang pberdasarkan proses analisis yang diarahkan pada implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di depan kelas (Hamzah & Muhlisrarini, 2014:153). Sejalan dengan pendapat di atas, Suhana (2014: 37) juga mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik dan gaya mengajar seorang guru.
24
Dari
beberapa
pengertian
di
atas
disimpulkan,
model
pembelajaran adalah landasan praktik sebagai prosedur sistematis yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan suatu materi. b. Pengerian Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin “Cooperatipve learning refer to a varaiaty of teaching methods in which student work in small groups to help another learn academic content” (Fathurohman, 2015: 299). Pendapat ini mengandung makna bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu jenis metode mengajar dimana siswanya bekerja dalam kelompokkelompok kecil dan saling membantu sama lain dalam bidang akademik. Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2011: 15). Pembelajaran Kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompokkelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran menurut Slavin (2005: 4). Pendapat lain dari Scot bahwa pembelajaran Kooperatif merupakan suatu proses penciptaan lingkungan pembelajaran kelas yang memungkinkan mahasiswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen (Hamzah & Muhlisarini, 2004: 15). Pendapat ini sejalan dengan pengertian pembelajaran
Kooperatif menurut Suprijoono
(2013:54) adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Pembelajaran kooperatif menurut Johnson menekankan bahwa terdapat lima karakteristik elemen yaitu ketergantungan positif, interaksi secara
tatap
muka,
peranggung
jawaban
individu,
kemampuan
kolaboratif, dan proses kelompok ( Morgan, 2012). A study examining the effects of cooperative learning on mathematics achievement of a group of seventh grade minority students found that students involved in
25
cooperative learning performed significantly better than students who were not exposed to cooperative learning (Reid, Morgan, Bobbette: 2005).
Yang
pada
intinya,
pembelajaran
Matematika
dengan
menggunakan model berkelokmpok menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan yang dilakukan tidak menggunakan sistem kelompok. Jadi pembelajaran kooperatif adalah, suatu model pembelajarn yang dirancang dengan sistem kerja kelompok, dimana siswanya bekerjja sama dalam kelompok yang heterogen, baik budaya, kemampuan, dan jenis kelamin. Dalam kerja kelompok ini semua siswa tetap harus bertanggung jawab dengan kelompoknya dan saling membantu untuk menyelesaikan suatu masalah. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keberagaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuanyang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah) jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran Kooperatif
mengutamakan
kerja
sama
dalam
menyelesaikan
permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran, semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan. Ada aturan dalam sebuah kelompok, guru mesti memberikan aturan tersendiri agar semua siswa terlibat aktif dalam sebuah kelompok, seperti siswa dalam kelompok harus berpendapat dan memberi masukan terhadap tugas yang diberikan. Ini menjadi penting dalam sebuah belajar
26
kelompok, mengingat banyak belajar kelompok itu sekedar nama sedangkan keterlibatan aktif untuk urun rembuk dalam memecahkan atau mengerjakan tugas sama sekali tidak berperan. Membuat aturan dalam kelompok menjadi keharusan bagi guru agar siswa terlibat secara keseluruhan. Manfaat belajar kooperatif menurut Anitah dkk (2008: 3.9) diantaranya: (1) meningkatkan hasil belajar pembelajar;(2) meningkatkan hubungan kelompok; (3) meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi; (4) menumbuhkan realisasi kebutuhan pebelajar untuk belajar berpikir; (5) memadukan pengetahuan dan keterampilan; (6) meningkatkan perilaku dan kehadiran di kelas; (7) relatif murah karena tidak memerlukan biaya khusus untuk menerapkannya. Pembelajaran Kooperatif juga mempunyai keterbatasan, antara lain : (1) memerlukan waktu yang cukup lama bagi setiap siswa untuk bekerja dalam tim; (2) memerlukan latihan agar siswa terbiasa belajar dalam tim; (3) model pembelajaran kooperatif yang diterapkan harus sesuai dengan pembahasan materi ajar, materi ajar harus dipilih sebaikbaiknya agar sesuai misi belajar kooperatif; (4) memerlukan format penilaian belajar yang berbeda; (5) memerlukan kemampuan khusus bagi guru untuk mengkaji berbagai teknik pelaksanaan belajar kooperaif (Anitah dkk, 2008: 3.9-3.10) c.
Pengertian Team Assisted Individualization (TAI) Salah satu tipe dari Model Pembelajaran Kooperatif adalah Team Assisted Individualization (TAI) yang menurut Slavin ialah: “TAI was created to advatage of the considerable socialization potential of cooperative learning, previous studies of group. Paced cooperative learning methods have consistenly found positive effect of these methods on such out come as relations and antitude toward main streamed academically handicapped students” (Fathurohman, 2015: 342).
27
Kutipan di atas mengandung makna bahwa TAI juga melihat siswa untuk bersosialisasi dengan baik, dan ditemukannya adanya pengaruh positif hubungan dan sikap terhadap siswa yang terlambat akademis. Team Assisted Individualization (TAI) menurut Shoimin (2014: 200) memiliki dasar pemikiran yaitu untuk mengadaptasi pembelajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan pencapaian prestasi siswa. Model ini termasuk dalam pembelajaran Kooperatif. Pendapat ini hampir sama dengan pengertian TAI yang merupakan model pembelajaran untuk mengadaptasi pembelajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan peserta didik maupun pencapaian prestasi peserta didik menurut Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 68). Arigbabu, dan Awoyemi (2013) juga berpendapat dalam Acta Didactica Napocensia bahwa, “TAI combines cooperative learning with individualized programmed instruction”, yang dapat diartikan TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan program bimbingan individual.Jadi model ini mempunyai dua keunggulan yaitu kegiatan pembelajaran secara berkelompok dan adanya bimbingan individual. Pendapat lain dari Daryanto (2014: 37) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization merupakan model pembelajaran
dimana
anggota
kelompok
bekerja
dengan
unit
pembelajaran berbeda. Teman satu tim saling memeriksa hasil kerja masing-masing dan saling membantu dalam menyelesaikan masalah. Matematika TAI diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang membuat metode pengajaran individual menjadi tidak efektif menurut Slavin (2005: 189). Jadi Team Assisted Individualization (TAI) adalah salah satu tipe dari
model
pembelajaran
kooperatif
yang
dilaksanakan
secara
berkelompok, tetapi mengadaptasi perbedaan individual yang ada pada siswa.
28
d. Tahapan Model Pembelajaran Team Assisted Individualization Shoimin (2014: 201) mengemukakan ada delapantahapan dalam pelaksanaan model pembelajaran tipe TAI, yaitu: 1) Placement Test, pada langkah ini guru memberikan tes awal (pretest) kepada siswa. Cara ini bisa digantikan dengan mencermati nilai harian atau nilai pada bab sebelumnyap yang diperoleh siswa. 2) Teams, langkah ini cukup penting dalam model TAI, guru membentuk kelompok yang bersifat heterogen. 3) Teaching Group, guru memberikan materi secara singkat menjelang pemberian tugas kelompok. 4) Student Creative, guru memberikan penekanan bahwa keberhasilan siswa (individu) ditentukan keberhasilan kelompoknya. 5) Team Study, siswa bersama kelompoknya mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Guru memberikan bimbingan kepada siswa yang membutuhkan, serta teman satu kelompok yang memiliki tingkat kognitif lebih tinggi. 6) Fact Test, guru memberikan tes kecil atau kuis berdasarkan fakta yang diperoleh oleh siswa. 7) Team Score and Team Recognition, guru memberikan skor dan penghargaan kepada kelompok terbaik. 8) Whole-Class Units, langkah terakhir guru menyajikan kembali materi di akhir bab dengan strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat meningkatkan interaksi sosial antara peserta didik yang mempunyai kemampuan kognitif tinggi dengan yang lebih rendah. Interaksi tersebut didukung dengan interaksi sumber yang lain. Peserta didik akan banyak berinteraksi dengan soal-soal yang telah dipersiapkan oleh guru. Sistem soaial yang dibangun melalui tipe ini adalah open ended atau keterbukaan peserta didik yang memiliki kemampuan kognitif tinggi untuk membimbing peserta didik yang lebih rendah kemampuan
29
kognitifnya.selain itu tanggung jawab individu dan kelompok dapat dimunculkan dari tipe ini. e.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) Efek pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai melalui tipe TAI
ini
adalah
pembimbingan
masing-masing
individu
dalam
meningkatkan kemampuan kognitif dan afektif. Kemampuan kognitif dapat ditingkatkan dengan adanya tes-tes yang harus diselesaikan peserta didik. Kemampuan afektif yang dimunculkan dari tipe ini adalah dalam bentuk sikap membimbing teman yang memiliki kemampuan kognitif rendah, kerja sama antar peserta didik, menghargai sesama dan kemampuan interpersonal yang lain serta meningkatkan motivasi peserta didik dalam mempelajari materi. TAI dirancang untuk memuaskan kriteria berikut ini untuk menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dasi sistem pengajaran individual (Slavin, 2005: 190): 1) Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin. 2) Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil. 3) Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para siswa di kelas tiga keatas dapat melakukannya. 4) Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari mater-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas. 5) Tersedianya banyak cara pengecekan penguasaan supaya para siswa jarang menghabiskan waktu mempelajari kembali materi yang sudah mereka kuasai atau menghadapi kesulitan serius yang membutuhkan
bantuan
guru.
Pada
tiap
pos
pengecekan
30
penguasaan, dapat tersedia kegiatan pengajaran alternatif dan tes yang paralel. 6) Para siswa akan dapat melakukan pengecekan satu sama lain. 7) Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan. 8) Dengan membuat para siswa belajar dalam kelompok yang kooperatif, dengan status yang sama program ini akan membangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif terhadap siswa mainstream yang cacat secara akademik dan di antara para siswa dari latar belakang ras atau etnik berbeda. Selain adanya kelebihan yang dikemukakan di atas, model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) juga memiliki beberapa kekurangan menurut Shoimin (2014: 203), diantaranya: 1) Terhambatnya cara berpikir siswa yang mempunyai kemampuan lebih terhadap siswa yang kurang. 2) Memerlukan periode lama 3) Bila kerja sama tidak dapat dilaksanakan dengan baik, yang akan bekerja hanyalah beberapa murid yang pintar dan aktif saja. 4) Siswa yang pintar akan merasa keberatan karena nilai yang diperoleh ditentukan oleh prestasi atau pencapaian kelompok. 5) Siswa yang lemah dimungkinkan menggantungkan pada siswa yang pandai. f.
Implementasi Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dalam Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Dalam
metode
TAI,
siswa
dikelompokan
berdasarkan
kemampuannya yang beragam. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa dan ditugaskan untuk menyelesaikan materi pembelajaran atau PR tertentu. Pada awalnya metode ini dirancang khsuus untuk mengajarkan matematika atau keterampilan menghitung kepada siswa-siswa SD kelas 3-6.
31
Langkah-langkah Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat dengan Model Pembelajaran Kooperatif TAI: 1) Guru melakukan pretest kepada siswa tentang materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat (mengadopsi komponen placement test). Pre-test bisa digantikan dengan nilai rata-rata ulangan harian siswa. 2) Guru membentuk kelompok-kelompok kecil dengan 4-5 siswa pada setiap kelompoknya. Kelompok dibuat heterogen tingkat kepandaiannya, dengan mempertimbangkan keharmonisan kerja kelompok (mengadopsi komponen teams). 3) Guru menjelaskan materi penjumlahan dan pengurangan bilangan secara singkat sebelum pemberian tugas kelompok (mengadopsi komponen teaching group). 4) Guru menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya sehingga semua siswa harus bekerja sama dalam mengerjakan tugas yang diberikan (mengadopsi komponen student creative). 5) Siswa bersama dengan kelompoknya mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru, peserta didik yang memiliki kemampuan kognitif lebih tinggi bisa memberikan bantuan kepada peserta didik yang membutuhkan (mengadopsi komponenteam study). 6) Guru memberikan tes kepada peserta didik berdasrka fakta yang diperoleh siswa (facts test). 7) Guru memberikan skor kelompok dan memberikan penghargaan terhadap kelompok yang memiliki skor paling banyak (mengadopsi komponen Team Score and Team Recognition). 8) Menjelasng akhir guru menyajikan kembali materi di akhir dengan pemecahan
masalahnya
komponenwhole-class units).
untuk
seluruh
kelas(mengadopsi
32
3.
Penelitian Relevan Prayono (2013) dengan judul ” Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Kebebasan Berorganisasi pada Siswa Kelas V SDN Karanglo Polanharjo Tahun Pelajaran 2012/2013”. Hasil penelitian tindakan kelas ini menyimpulkan adanaya peningkatan pemahaman konsep kebebasan berorganisasi dengan menggunakan model pembelajan Kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI). Peningkatan tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya nilai pada setiap siklus, yaitu pada tindakan prasiklus nilai rata-rata sebesar 60,85 atau 28,58%, siklus I meningkat menjadi 67,5 atau 50% dan pada siklus II menjadi 80 atau 85,71%. Prahesti (2012) dengan judul ” Peningkatan Penguasaan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa Kelas IV SD Negeri II Sambirejo Slogohimo Wonogiri Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan
penguasaan
penjumlahan
dan
pengurangan
dengan
menggunakan model matematika realistik. Peningkatan tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya nilai pada setiap siklus, yaitu pada tindakan prasiklus nilai rata-rata sebesar 62,5 atau 40%, siklus I meningkat menjadi 74,4 atau 70% dan pada siklus II menjadi 84,1 atau 90%. Nugroho (2013) dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Tipe Team Assisted Individualization (TAI) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Perubahan Wujud Benda Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 02 Brangkal Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan pemahaman konsep Perubahan Wujud Benda dengan menggunakan model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization (TAI). Peningkatan tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya nilai pada setiap siklus, yaitu pada tindakan prasiklus nilai rata-rata sebesar 50,5 atau 20%, siklus I meningkat menjadi 62,3 atau 45% dan pada siklus II menjadi 72,3 atau 80%.
33
Berdasarkan pada hasil penelitian dari Prayono terdapat kesamaan variabel terhadap penelitian yang akan dilakukan peneliti. Kesamaan itu terletak
pada
Individualization.
penggunaan Sedangkan
model
Kooperatiftipe
perbedaannya
terletak
Team
Assisted
dalam
materi
pembelajarannya. Dari penelitian Prahesti terdapat kesamaan variabel yang diteliti. Kesamaan itu terletak pada pelajaran yang diambil yaitu matematika dalam materi bilangan bulat dan subjek penelitian yaitu kelas IV SD. Sedangkan perbedaannya terdapat pada penggunaan model pembelajaran. Untuk penelitian yang dilakukan Nugroho terdapat kesamaan variabel dengan penelitian
yang dilakukan,
yaitu terletak
pada penggunaan model
Kooperatiftipe Team Assisted Individualization. Sedangkan perbedaannya terletak pada materi pembelajaran yang ditingkatkan. Sehubungan dengan hasil tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan
model
pembelajaran
Kooperatif
tipe
Team
Assisted
Individualization dalam pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap hasil pembelajaran. Dengan demikian ada keterkaitan dalam penelitian yang dilakukan terhadap penelitian tersebut. Sehingga penelitian tersebut akan dijadikan sebagai acuan oleh peneliti dalammengadakan penelitian ini. B. Kerangka Berpikir Kondisi awal
pembelajaran Matemaika materi penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat pada siswa kelas IV SDN Karangasem II tahun ajaran 2015/2016 berdasarkan data observasi dan wawancara awal (pratindakan) diperoleh bahwa penguasaan konsep siswa masih rendah dengan KKM mata pelajaran Matematika yang ditetapkan pada penelitian adalah 70. Terbukti dari nilai pratindakan siswa pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, sejumlah 37 siswa hanya 4 siswa (10,81%) yang bisa mendapatkan nilai ≥ dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70, sedangkan 33 siswa (89,19%) nilainya masih di bawah KKM. Hal ini disebabkan guru masih menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center). Sehingga siswa lebih cepat bosan dan informasi yang disampaikan sulit diserap oleh siswa serta
34
tidak merangsang partisipasi siswa. Guru lebih menekankan pada terselesainya materi pelajaran daripada tingkat penguasaan siswa dalam memahami materi pembelajaran penjumalahan dan pengurangan bilangan bulat. Hasilnya banyak siswa yang mengeluhkan bahwa Matematika itu pelajaran yang paling sulit. Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini, guru menerapkan model kooperatif tipe Team Assisted Individualization yang dibagi dalam 3 siklus. Pada siklus I siswa belajar materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan media garis bilangan. Pada pertemuan I siswa belajar penjumalahan bilangan bulat dengan media garis bilangan, Pada pertemuan II siswa masih menggunakan media garis bilangan, tetapi dengan materi pengurangan bilangan bulat. Hal ini berlanjut sampai siklus 3 dengan perbedaan media disetiap siklusnya, yaitu siklus 2 menggunakan media Nomograf, sedangkan siklus 3 menggunakan media Mistar Bilangan. Masing-masing siklus tersebut akan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Dengan indikator pencapaian sebesar 80% pada siklus III dan akan dilanjutkan siklus n apabila indikator belum tercapai. Berdasarkan permasalahan dan upaya penyelesaian diatas, maka pada kondisi akhir dapat diperoleh bahwa dengan model kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dapat meningkatkan penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada siswa kelas IV SD N Karangasem II, Laweyan, Surakarta.
35
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut ini: Kondisi awal
- Pembelajaran masih berpusat pada guru, metode yang digunakan masih konvensional hanya, ceraham, tanya jawab, penugasan. - Siswa kurang semangat dalam pembelajaran - Guru belum menggunakan model TAI
Rendahnya nilai penguasaan bilangan bulat, sejumlah 10,81% atau 4 siswa nilainya di atas KKM
Siklus I : Materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat denga media Garis Bilangan
Tindakan
Guru menggunakan model pembelajaran TAI dalam pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
Siklus II : Materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat denga media Nomograf
Siklus III : Materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat denga media Mistar Bilangan
Kondisi akhir
Meningkatkan penguasaan konsep dalam pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat Gambar 2.7 Kerangka Berpikir
36
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas adalah “Penggunaan model Kooperatif tipe Team Assisted Individualization
(TAI) diduga dapat
meningkatkan penguasaan
konsep
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat pada siswa kelas IV SD Negeri Karangasem II, Laweyan Surakarta tahun pelajaran 2015/2016.
37