8
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. 1.
Kajian Pustaka
Motivasi Dan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar a. Karakteristik Siswa Kelas V SD Perkembangan anak merupakan salah satu sasaran utama dalam proses pendidikan dan pembelajaran di berbagai bidang satuan, jenis, dan jenjang pendidikan. Perkembangan merupakan suatu proses perubahan yang komplek dan melibatkan berbagai unsur yang saling berpengaruh. Perkembangan yang terjadi bersifat individual yaitu berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya. Sobur (2011: 129) mengungkapkan “perkembangan merupakan rentetan perubahan jasmani dan rohani manusia menuju arah yang lebih maju dan sempurna”. Proses perkembangan yang dilalui individu dibagi dalam beberapa fase seperti yang dikemukakan oleh Santrok dan Yussen yaitu: (1) fase pranatal, terjadi saat dalam kandungan; (2) fase bayi, berlangsung sejak lahir sampai 18 atau 24 bulan; (3) fase kanak-kanak awal, berlangsung pada masa bayi sampai 5 atau 6 tahun; (4) fase kanakkanak tengah dan akhir, berlangsung ketika umur 6 sampai 11 tahun; dan 5) fase remaja, dimulai dari umur 10 sampai 12 tahun dan berakhir ketika umur 18-22 tahun (Sumantri & Syaodih, 2007: 1.9-1.10). Piaget mengemukakan bahwa proses perkembangan berpikir anak dari kecil hingga dewasa melalui empat tahap perkembangan, yaitu: (1) sensori-motor (usia mulai sejak lahir sampai 2 tahun) pada tahap ini anak belum memiliki konsepsi tentang objek yang tetap hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan inderanya, (2) praoperasional (usia 2 sampai 7 tahun) dalam tahapan ini anak baru memulai proses memperoleh struktur intelektual orang dewasa yang logis, (3) operasi konkret (usia 7 sampai 11 tahun) anak mulai dapat mengklasifikasi, mengkombinasi, dan membandingkan; (4) operasi formal (diawali sekitar 8
9
usia 11 tahun ) pada tahapan ini secara potensial ia telah memiliki kemampuan intelektual untuk melakukan penalaran formal (Suharjo, 2006: 37). Sementara itu Basset, dkk mengemukakan karakteristik anak usia sekolah dasar secara umum adalah (1) mereka memiliki rasa ingin tahu yang kuat; (2) mereka senang bermain; (3) mereka suka mengatur dirinya sendiri untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi sesuatu situasi; (4) mereka belajar secara efektif ketika merasa puas dengan situasi yang terjadi; (5) mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, dan berinisiatif (Sumantri & Permana, 2001: 11). Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik siswa kelas V sekolah dasar berada pada fase kanak-kanak akhir dan memasuki tahap operasional konkret yaitu usia 7-11 tahun. Anak pada tahap perkembangan tersebut telah mampu berpikir secara logis dan sistematis terhadap permasalahan konkret, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, senang bermain, suka mengatur dirinya sendiri untuk menangani berbagai hal, belajar secara efektif dengan cara bekerja, mengobservasi, dan berinisiatif. b. Motivasi Belajar 1) Pengertian Motivasi Belajar Irwanto (2002:193) mengungkapkan motivasi merupakan penggerak atau pendorong perilaku yang bersal dari luar individu maupun dari dalam diri sendiri. Dalam kaitannya dengan belajar dan minat, Irwanto (2002:216-217) membedakan dua macam motivasi berdasrkan sumber dorongan terhadap perilaku, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik mempunyai sumber dorongan dari dalam diri individu yang bersangkutan. Sedangkan motivasi ekstrinsik mempunyai sumber dorongan dari luar individu. Adapun Uno (2015:23) menyatakan hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku,
10
pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur-unsur yang mendukung. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) adanya hasrat dan keinginan berhasil, b) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, c) adanya harapan dan citacita masa depan, d) adanya penghargaan dalam belajar, e) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, f) adanya lingkungan belajar yang kondusif. Sedangkan Sagala (2013:104) mengungkapkan dalam konsep pembelajaran motivasi berarti seni mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Dalam
kaitannya
dengan
pembelajaran,
motivasi
merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya pada proses belajar siswa, tanpa adanya motivasi maka proses belajar siswa akan sukar berjalan secara lancar.. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan sesuatu yang menggerakkan atau mendorong siswa untuk belajar atau menguasai materi pelajaran yang diikutinya sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Dorongan perilaku untuk belajar tersebut dapat berasal dari faktor internal atau dalam diri siswa itu sendiri maupun eksternal atau luar diri siswa yang dapat menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu tercapai. 2) Peranan Motivasi dalam Belajar Mengenai peranan motivasi dalam belajar, Uno (2015: 27) mengungkapkan: Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk individu yang sedang belajar. Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan pembelajaran, antara lain dalam (a) menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar, (b) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, (c)
11
menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, d) menentukan ketekunan belajar. Menurut Sagala (2013: 113) motivasi belajar penting bagi siswa dimaksudkan untuk: (a) menyadarkan kedudukan awal belajar, proses, dan hasil akhir; (b) menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar bila dibandingkan dengan teman sebaya; (c) mengarahkan kegiatan kearah pembelajran yang lebih berkualitas; (d) membesarkan semangat belajar bagi para siswa; (e) menyadarkan tentang adanya perjalanan yang harus ditempuh dalam proses belajar. Motivasi belajar ini memberikan gambaran bahwa jika motivasi yang dilakukan oleh guru dan juga siswanya sesuai dengan peruntukannya, maka akan menimbulkan semangat yang tinggi untuk mencapai keberhasilan yang bermutu. Dimyati & Mudjiono (2010:85) juga mengungkapkan tentang pentingnya motivasi belajar bagi siswa yaitu:
(a)
menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir; (b) menginformasikan tentang tentang kekuatan usaha belajar yang dibandigkan dengan teman sebaya; (c) mengarahkan kegiatan belajar; (d) membesarkan semangat belajar; (e) menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi berperan penting dalam kegiatan pembelajaran. Apabila motivasi siswa baik, maka hasil belajar siswa akan baik juga. Peran motivasi dalam belajar siswa yaitu: (a) menyadarkan siswa pada saat pembelajaran, (b) sebagai penguat dalam belajar, (c) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, (d) meningkatkan semanagt belajar bagi siswa, (e) menyadarkan tentang adanya perjalanan yang harus ditempuh dalam proses belajar, (f) menentukan ketekunan belajar.
12
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Dalam kaitannya dengan belajar dan minat, Irwanto (2002:216-217) mengungkapkan terdapat dua macam motivasi berdasarkan sumber dorongan terhadap perilaku yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik mempunyai sumber dorongan dari dalam diri individual yang bersangkutan. Sedangkan motivasi ekstrinsik mempunyai sumber dorongan dari luar individual. Uno (2015: 33) mengungkapkan “perbuatan atau perilaku individu manusia ditentukan oleh faktor-faktor di dalam diri, yaitu faktor pribadi, dan faktor lingkungan individu yang bersangkutan”. Dari pernyataan tersebut maka dengan jelas Uno mengungkapkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi motivasi siswa yaitu faktor pribadi (dari dalam individu) dan faktor lingkugan (luar individu). Sedangkan Dimyati & Mudjiono (2010: 90-91) menyatakan motivasi dapat bersumber dari dalam diri sendiri (internal), dan dari luar seseorang (eksternal). Motivasi internal (intrinsik) dikarenakan orang tersebut senang melakukannya. Sedangkan motivasi eksternal (ekstrinsik) adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Orang berbuat sesuatu, karena dorongan dari luar seperti adanya hadiah dan menghindari hukuman Dari uraian di atas, dapat disimpulkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat disebut sebagai motivasi intrinsik yaitu motivasi yang bersal dari dalam diri seseorang. Sedangkan faktor eksternal disebut sebagai motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berasal dari luar individu/lingkungan. 4) Indikator Motivasi Mengenai indikator motivasi belajar, Uno (2015: 23) menyatakan indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
13
(a)adanya hasrat dan keinginan berhasil, (b) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (c) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (d) adanya penghargaan dalam belajar, (e) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (f) adanya lingkungan belajar yang kondusif. Secara umum, Irwanto (2002: 194) mengungkapkan terdapat tiga determinan terjadinya perilaku motivasi, yaitu: (a) determinan yang berasal dari lingkungan (kegaduhan, bahaya dari lingkungan, desakan guru, dan lain-lain; (b) determinan dari dalam diri individu (harapan/cita-cita, emosi, instink, keinginan, dan lain-lain; (c) tujuan/insentif/nilai dari suatu objek, faktor ini berasal dari dalam diri individu (kepuasan kerja, tanggung jawab, dan lain-lain) atau dari luar individu (status, uang, dan lain-laian)”. Irwanto (2002: 194), juga mengungkapkan ciri-ciri motivasi dalam berperilaku yaitu: (a) penggerakan perilaku menggejala dalam bentuk tanggapan-tanggapan yang bervariasi, (b) kekuatan dan efisiensi perilaku mempunyai hubungan yang bervariasi dengan kekuatan determinan, (c) motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu, (d) pengutan positif menyebabkan suatu perilaku tertentu cenderung untuk diulangi kembali, (e) kekuatan perilaku akan melemah bila akibat dari perbuatan itu bersifat tidak enak. Dari berbagai indikator tersebut, untuk mengukur motivasi belajar siswa peneliti mengambil indikator yang diuraikan oleh Uno yaitu: (a) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (b) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (c) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (d) adanya penghargaan dalam belajar, (e) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (f) adanya lingkungan belajar yang kondusif. Berdasarkan
uraian
tentang
motivasi
belajar,
dapat
disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan sesuatu yang menggerakkan atau mendorong siswa untuk belajar atau menguasai materi pelajaran yang diikutinya. Dorongan perilaku tersebut berasal dari faktor internal maupun eksternal. Motovasi belajar berperan
14
penting bagi siswa yaitu dapat menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu tercapai. Untuk mengukur motivasi belajar, dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya (a) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (b) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (c) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (d) adanya penghargaan dalam belajar, (e) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (f) adanya lingkungan belajar yang kondusif c. Hasil Belajar IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) 1) Pengertian Hasil Belajar Susanto (2013:5) mengungkapkan “hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”. Sedangkan Suharjo (2006 :77) menyatakan bahwa hasil belajar mencerminkan kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar. Hasil belajar itu sendiri dapat berupa perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik, tergantung dari tujuan pengajarannya. Menurut Susanto (2014: 1), hasil belajar adalah perubahan perilaku yang berupa pengetahuan atau pemahaman, keterampilan dan sikap yang diperoleh peserta didik selama berlangsungnya proses
belajar
mengajar
atau
yang
lazim
disebut
dengan
pembelajaran. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada sikap, pola dan perilaku siswa sebagai akibat dari proses belajar. Perubahan tersebut berupa perubahan kemampuan kognitif, afektif, serta psikomotorik sesuai dengan tujuan pengajarannya.
15
Hasil belajar IPS juga berlandaskan pada pencapaian tujuan belajar. Sebagaimana dikemukakan oleh Gunawan (2013: 85) yang menyatakan bahwa
pembelajaran IPS merupakan kegiatan
mengubah karakteristik siswa sebelum belajar IPS (input) menjadi siswa yang memiliki karakteristik yang diinginkan (output). 2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang diperoleh tidak hanya semata-mata ditentukan oleh bagaimana cara guru mengajar, melainkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Sagala
(2013:57)
menyatakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut: (a) kemampuan berfikir yang tinggi bagi para siswa, hal ini ditandai dengan berfikir kritis, logis, sistematis, dan objektif (Scholatic Aptitude Test); (b) minat yang tinggi terhadap mata pelajaran (Interens Inventory); (c) bakat dan minat khusus para siswa dapat dikembangkan sesuai potensinya (Differentian Aptitude Test); (d) menguasai bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk meneruskan pelajaran di sekolah yang menjadi lanjutannya (Achievement Test); (e) menguasai salah satu bahasa asing, terutama Bahasa Inggris (English Comprehension Test); (f) stabilitas psikis (tidak mengalami masalah penyesuaian diri dan seksual); (g) kesehatan jasmani; (h) lingkungan yang tenang; (i) kehidupan ekonomi yang memadai; dan (j) menguasai teknik belajar di sekolah dan di luar sekolah. Daryanto dan Rahardjo (2012:28) mengemukakan bahwa secara umum, hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam diri siswa dan faktor eksternal, yaitu faktor yang berada di luar diri pelajar. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan psikologis individu, sedangkan faktor eksternal meliputi faktor sosial, budaya, lingkungan dan sebagainya. Sedangkan Sugihartono, dkk., (2007:76) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal
16
dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, meliputi faktor jasmaniah dan psikologis. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu yang sedang belajar, meliputi faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor dari dalam (internal) peserta didik yaitu dapat berupa kesehatan, intelegensi atau kemampuan berpikir, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan. Sedangkan faktor dari luar diri peserta didik (eksternal) yaitu seperti keluarga, sekolah dan lingkungan/ masyarakat. Semua faktor harus saling mendukung supaya hasil belajar siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. d. Hakekat IPS 1) Pengertian IPS Ilmu pengetahuan sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, data, konsep, generalisasi, dan teori yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan dapat menjadi warga Negara Indonesia yang cinta damai (Permendiknas, 2006). Susanto (2013:137) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial, yang sering disingkat dengan IPS, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada siswa, khususnya di tingkat dasar dan menengah. Sedangkan Gunawan (2013: 48) menyatakan “IPS adalah suatu bahan kajian terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsepkonsep dan keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi dan Ekonomi”.
17
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPS adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari beberapa cabang ilmu sosial yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, data, konsep, generalisasi, dan teori. 2) Tujuan IPS Setiap usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Demikian juga dengan Ilmu Pengetahuan Sosial di SD. Berkaitan dengan hal tersebut, tujuan IPS di tingkat Sekolah Dasar menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: (a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilainilai sosial dan kemanusiaan; (d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Gunawan (2013: 48) menyatakan bahwa pembelajaran IPS di sekolah dasar bertujuan untuk membentuk warga negara yang berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya sendiri di tengah-tengah kekuatan fisik dan sosial, sehingga menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Sedangkan
Mutakin
(dalam
Susanto,
2015:
145)
menjelaskan tujuan pembelajaran IPS di sekolah, sebagai berikut: (a) memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, (b) mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode untuk memecahkan masalah sosial, (c) mampu menggunakan metode-metode dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat, (d) menaruh perhatian terhadap isu dan masalah sosial, serta membuat analisis yang kritis, kemudian mampu mengambil tindakan yang tepat, (e) mampu mengembangkan
18
berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri
agar
survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. Berdasarkan uaraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS di SD yaitu siswa mengenal konsep-konsep dalam ilmu pengetahuan sosial melalui berpikir logis, kritis, dan rasa ingin tahu untuk memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan agar dapat berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi di tingkat lokal, nasional dan global, yang selanjutnya membentuk warga negara yang baik dan bertanggung jawab. 3) Ruang Lingkup IPS di SD IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah mulai sekolah dasar sampai menengah dengan menyajikan materi yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, data, konsep, generalisasi, dan teori yang berkaitan dengan isu-isu sosial. Menurut Sapriya
(dalam
Susanto,
2013:
159)
pada
jenjang
SD,
pengorganisasian materi mata pelajaran IPS menganut pendekatan terpadu (integrated), artinya materi mata pelajaran dikembangkan dan disusun tidak mengacu pada disiplin ilmu yang terpisah melainkan mengacu pada aspek kehidupan nyata peserta didik sesuai dengan karakteristik usia, tingkat perkembangan berpikir, dan kebiasaan bersikap dan berperilaku. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di sekolah dasar yang tercantum dalam kurikulum, menurut Permendiknas Nomer 22 Tahun 2006, sebagai berikut: (a) manusia, tempat, dan lingkungan; (b) waktu, berkelanjutan, dan perubahan; (c) sistem sosial dan budaya, (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Sedangkan ruang lingkuup IPS menurut Gunawan (2011: 39), sebagai berikut: Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (a) manusia, tempat dan lingkungan; (b) waktu berkelanjutan, dan perubahan; (c) sistem sosial dan budaya; (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan; (e) IPS SD
19
sebagai Pendidikan Global, yakni: (1) mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan peradaban dunia; (2) menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa; (3) menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa di dunia; (4) mengurangi kemiskinan, kebodohan, dan perusakan lingkungan”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan ruang lingkup pembelajaran IPS dikembangkan dan disusun mengacu pada aspek kehidupan nyata peserta didik yang berkaitan dengan (a) manusia, tempat, dan lingkungan; (b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; (c) sistem sosial dan budaya; (d) perlaku ekonomi dan kesejahteraan; (e) pendidikan global. Ruang lingkup IPS di kelas V dapat dilihat dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat di Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) di SD kelas V sesuai dengan Tabel 2.1.
20
Tabel 2.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kelas V Kelas
No
V (lima)
1
2
Standar Kompetensi Dasar Kompetensi Menghargai berbagai 1.1Mengenal makna peninggalan peninggalan dan peninggalan sejarah yang berskala tokoh sejarah yang nasional dari masa Hindu-Budha dan berskala nasional Islam di Indonesia pada masa Hindu- 1.2Menceriterakan tokoh-tokoh ejarah Budha dan Islam, pada masa Hindu-Budha dan Islam di keragaman Indonesia kenampakan alam 1.3Mengenal keragaman kenampakan alam dan suku bangsa, dan buatan serta pembagian wilayah serta kegiatan waktu di Indonesia dengan ekonomi di menggunakan peta/atlas/globe dan Indonesia media lainnya 1.4Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia 1.5Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia Menghargai peranan 2.1Mendeskripsikan perjuangan para tokoh tokoh pejuang dan pejuang pada masa penjajahan Belanda masyarakat dalam dan Jepang mempersiapkan dan 2.2Menghargai jasa dan peranan tokoh mempertahankan perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan kemerdekaan Indonesia Indonesia 2.3Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan 2.4Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan (Sumber: Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006) Berdsarkan tabel 2.1, mengenai Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar IPS kelasV, dalam penelitian ini dibatasi hanya akan dibahas dan diteliti tentang menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator materi tersebut sebagai berikut:
21
Tabel 2.2. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator Standar Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahan kan kemerdekaan Indonesia
Kompetensi dasar 2.2Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
Indikator 2.2.1 Menceritakan BPUPKI dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia 2.2.2 Menjelaskan sidang resmi BPUPKI 2.2.3 Mengidentifikasi peranan beberapa tokoh BPUPKI yang terlibat dalam mempersiapkan kemerdekaan 2.2.4 Menjelaskan tokoh perancang Undangundang Dasar dan tokoh BPUPKI dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia 2.2.5 Menceritakan PPKI dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia 2.2.6 Menceritakan sidang resmi PPKI 2.2.7 Menceritakan peranan beberapa tokoh PPKI yang terlibat dalam mempersiapkan kemerdekaan 2.2.8 Menyebutkan tokoh-tokoh PPKI dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia 2.2.9 Menceritakan peristiwa Rengasdengklok 2.2.10 Menjelaskan tokoh yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok 2.2.11 Menceritakan peristiwa perumusan teks proklamasi 2.2.12 Menjelaskan peranan para tokoh dalam perumusan teks proklamasi 2.2.13 Menjelaskan cara menghargai tokohtokoh perjuangan persiapan kemerdekaan Indonesia 2.2.14 Menjelaskan sikap bangga pada pahlawan
22
Materi IPS yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: a) Suklus I Pada
pertemuan
pertama,
materi
yang
akan
disampaikan yaitu pembentukan BPUPKI, tujuan dibentuknya BPUPKI, sidang resmi pertama BPUPKI, dan sidang resmi kedua BPUPKI. Sedangkan pada pertemuan kedua, materi yang akan disampaikan yaitu peran dan jasa para tokoh kemerdekaan, panitia perancang Undang-Undang Dasar, dan tokoh-toloh BPUPKI. b) Siklus II Pada
pertemuan
pertama,
materi
yang
akan
disampaikan yaitu pembentukan PPKI, tujuan dibentuknya PPKI, dan sidang resmi yang dilakukan oleh PPKI. Sedangkan pada pertemuan kedua materi yang akan disampaikan yaitu tokoh-tokoh PPKI, dan peranan tokoh-tokoh PPKI dalam mempersiapkan kemerdekaan. c) Siklus III Pada
pertemuan
pertama,
materi
yang
akan
disampaikan yaitu peristiwa Rengasdengklok dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok. Sedangkan pada pertemuan kedua materi yang akan disampaikan yaitu peristiwa perumusan teks proklamasi, peran para tokoh dalam perumusan teks proklamasi, cara menghargai tokoh-tokoh kemerdekaan, dan sikap bangga pada pahlawan kemerdekaan. Uraian materi pembelajaran IPS kelas V Semester II yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: a) Persiapan Kemerdekaan oleh BPUPKI (1) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Samlawi dan Maftuh (2001:220) menjelaskan bahwa
Badan
Penyelidik
Usaha-Usaha
persiapan
23
Kemerdekaan (Dokuritsu Zumbi Coosakai) diresmikan pada tanggal 28 Mei 1945. Badan ini beranggotakan 60 orang dan diketuai oleh K.R.T.Radjiman Wedyodiningrat. (2) Sidang resmi BPUPKI Samlawi dan Maftuh (2001:220) menjelaskan bahwa sidang pertama BPUPKI membahas tentang apa yang akan menjadi dasar bagi negara Indonesia merdeka. Dalam persidangan tersebut tiga orang anggota mengajukan usulan
tentang dasar
negara,
yaitu
Mr.Muh.Yamin,
Prof.Dr.Supomo, dan Ir.Sukarno. Usulan Ir.Sukarno pada tanggal 1 Juni 1945 diberi nama Pancasila. Sidang BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945 namun saat itu belum dicapai kesepakatan tentang dasar negara yang akan digunakan. . Sidang resmi kedua berlangsung pada tanggal 1017 Juli 1945. Sidang ini membahas bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undang-undang dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. (3) Peran dan jasa para tokoh kemerdekaan (a) Peran dan Jasa Prof. Mr. Moh. Yamin Prof. Mr. Muhammad Yamin adalah salah seorang yang mengajukan usul dasar negara dalam rapat BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945. Beliau juga menjadi anggota Panitia Kecil yang merumuskan Piagam Jakarta. (b) Peran dan Jasa Prof. Dr. Mr. Soepomo Soepomo berperan sebagai anggota BPUPKI. Beliau berjasa dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
yaitu
pada
tanggal
31
Mei
1945,
24
menyampaikan usul dasar-dasar negara dalam sidang BPUPKI. (c) Peran dan Jasa Ir. Soekarno Soekarno berperan sebagai anggota BPUPKI dan
berjasa
dalam
mempersiapkan
kemerdekaan
Indonesia. Tanggal 1 Juni 1945 beliau menyampaikan usul dasar-dasar negara dalam sidang BPUPKI. Beliau juga mengusulkan nama Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. (4) Panitia Perancang Undang-Undang Dasar Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar diketuai oleh Prof. DR. Mr. Soepomo dengan anggota Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim, dan dr. Sukiman. (5) Tokoh-tokoh BPUPKI
Gambar
2.1.
Sususnan Keanggotaam BPUPKI (Sumber: Endang & Linda 2008: 160)
25
b) Persiapan Kemerdekaan oleh PPKI (1) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indoensia (PPKI) Hasan (1992:538) menjelaskan bahwa pada tanggal 7 agustus 1945 BPUPKI dibubarkan dan digantikan dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Jumbi Inkai. Ketua PPKI yaitu Ir.Sukarno. Badan ini
bertugas
mempersiapkan
segala
sesuatu
yang
menyangkut masalah ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru. (2) Sidang resmi PPKI Sidang pertama PPKI, dilaksanakan tanggal 18 Agustus 1945 di gedung Kesenian Jakarta. Hasil keputusan sidang pertama PPKI yaitu: (a) Mengesahkan
UUD
1945
setelah
mendapatkan
beberapa perubahan pada pembukaannya, (b) Memilih presiden dan wakil presiden, yakni Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, (c) Memutuskan bahwa tugas Presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh Komite Nasional. Sidang kedua dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1945. Sidang ini menghasilkan keputusan yaitu: (a) membentuk 12 departemen dan sekaligus menunjuk pemimpinya (menteri), (b) menetapkan pembagian wilayah negara Republik Indonesia menjadi delapan provinsi dan sekaligus menunjuk gubernurnya, (c) memutuskan agar tentara kebangsaan segera dibentuk. Sidang ketiga dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 1945 dan membahas tentang Badan Penolong Keluarga Korban Perang. Sidang ketiga menghasilkan keputusan delapan pasal ketentuan. Salah satu pasalnya,
26
yakni pasal 2 berisi tentang pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Sidang keempat diaksanakan pada tanggal 22 Agustus 1945 dan membahas tentang: (a) Komite Nasional (b) Partai Nasional (c) Badan Keamanan Rakya (3) Tokoh-tokoh PPKI
Gambar 2.2. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Sumber: Endang & Linda 2008: 162)
27
c) Peristiwa Rengasdengklok dan Perumusan Teks Proklamasi (1) Peristiwa Rengasdengklok Hasan (1992:539) menjelaskan pada tanggal 16 agustus 1945 dini hari Soekarno dan Hatta (golongan tua) diculik dan dibawa oleh pemuda ke Rengasdengklok untuk segera melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa Rengasdengklok. (2) Tokoh yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok Tokoh golongan tua dalam Rengasdengklok yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Ahmad Soebarjo, Dr. Rajiman. Sedangkan tokoh golongan muda dalam rengasdengklok yaitu Wikana, Sutan Syahrir, Darwis. (3) Perumusan teks Proklamasi Penyusunan teks proklamasi dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 04.00 dini hari, yang menyusun adalah bung Karno, bung Hatta dan Mr. Achmad Subarjo. (4) Peranan para tokoh dalam penyusunan teks Proklamasi Naskah
teks
proklamasi
disepakati
dan
ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Penandatanganan teks proklamasi dilakukan oleh dua tokoh tersebut atas usul Sukarni. Tokoh yang hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya Chairul Saleh, Sukarni, Sayuti Melik, B.M Diah, Sudiro, dan tokoh-tokoh tua yang lain. d) Cara Menghargai Tokoh Perjuangan Persiapan Kemerdekaan Indonesia Cara menghargai para pahlawan yaitu: (1) berziarah ke makam mereka dan berdoa untuk mereka, (2) meneruskan perjuangan mereka dengan cara rajin belajar,
28
(3) rela berjuang demi bangsa dan negara, (4) berpendirian tetapi juga menghormati pendapat orang lain, (5) bersikap dan berbuat adil terhadap sesama manusia, (6) disiplin dalam melaksanakan pekerjaan, (7) meniru semangat juangnya dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sikap bangga terhadap pahlawan dapat diwujudkan dengan berbagai macam cara misalnya yaitu dengan menghargai para pahlawan, mengenang kembali jasa pahlawan/pejuang kemerdekaan, bangga sebagai bangsa Indonesia, bertanggung jawab dengan belajar sungguh-sungguh dan tekun. Berdasarkan uraian tentang hasil belajar dan hakekat IPS, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPS yaitu perubahan yang terjadi pada sikap, pola dan perilaku siswa setelah belajar. Perubahan tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS yaitu siswa mengenal konsepkonsep dalam ilmu pengetahuan sosial melalui berpikir logis, kritis, dan rasa ingin tahu untuk memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilainilai sosial dan kemanusiaan agar dapat berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi di tingkat lokal, nasional dan global, yang selanjutnya membentuk warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Hasil belajar dalam penelitian ini berupa peningkatan skor yang diperoleh siswa dari hasil evaluasi siswa pada mata pelajaran IPS. Oleh karena itu, pembelajaran IPS di kelas V hendaknya disesuaikan dengan tahap perkembangan anak yaitu tahap operasional konkret dimana anak mengalami langsung dalam pembelajaran. Metode role playing dan media audio visual cocok untuk pembelajran IPS, karena dengan role playing dan media audio visual siswa akan berperan langsung dalam kegiatan belajar, sehingga dapat memberikan kesan bermakna bagi siswa serta dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
29
2.
Metode Role Playing dengan Media Audio Visual a. Metode Role Playing 1) Pengertian Metode Role Playing Sosiodrama (role playing) berasal dari kata sosio dan drama. Sosio berarti sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat menunjukkan pada kegiatan-kegiatan sosial, dan drama berarti mempertunjukkan, mempertontonkan atau memperlihatkan. Metode sosiodrama berarti cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan atau mendramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Sosiodrama ialah metode mengajar yang dalam melaksanakannya peserta didik mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari suatu situasi sosial (Sagala, 2013:213). Shoimin memberikan
(2014:161)
kesempatan
mengungkapkan
kepada
siswa-siswa
“role
playing
untuk
praktik
menempatkan diri mereka dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai dan keyakinankeyakinan mereka sendiri dan orang lain”. Adapun Roestiyah (2012:90) mengungkapkan dengan sosiodrama atau role playing siswa dapat memerankan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungn sosial antar manusia. Sedangkan Huda (2013: 115) menyatakan role playing merupakan sebuah metode pengajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Metode ini membantu masingmsing siswa untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan mebantu memecahkan masalah pribadi dengan bantuan kelompok. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode role playing (bermain peran) merupakan metode yang
30
mengajarkan
cara
menyajikan
bahan
pelajaran
dengan
mempertunjukkan atau mendramatisasikan suatu materi yang berkaitan tentang situasi sosial. 2) Tujuan Metode Role Playing Mengenai tujuan role playing, (Roestiyah, 2012:90) mengungkapkan “sosiodrama (role playing) dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan agar siswa dapat memahami perasaan orang lain; dapat tepa seliro dan toleransi”. Sedangkan Huda (2013: 116), mengungkapkan fungsi role playing yaitu: (a) mengeksplorasi perasaan siswa; (b) mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan persepsi siswa; (c) mengembangkan skill pemechan masalah dan tingkah laku; (d) mengeksplorasi materi pelajaran dengan cara yang berbeda. Menurut Susanto (2014: 57) tujuan role playing (bermain peran) adalah mengkreasi kembali peristiwa masa lampau, mengkreasi kemungkinan-kemungkinan masa depan dan mengekpos kejadian-kejadian masa kini, permainan ini juga cocok untuk pelajaran sejarah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan tujuan metode role playing yaitu untuk mengeksplorasi perasaaan siswa agar siswa dapat memahami perasaan orang lain dalam suatu peristiwa baik masa lampau maupun saat ini. 3) Kelebihan dan Kelemahan Metode Role Playing Dalam pelaksanaan metode pembelajaran role playing (bermain peran) memiliki kelebihan dan kelemahan yang harus diketahui oleh guru. Menurut Roestiyah (2008: 93), kelebihan metode role playing (bermain peran) adalah: (a) siswa lebih tertarik perhatiannya pada saat pembelajaran, (b) melatih siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, (c) memunculkan rasa tanggung jawab terhadap peran yang dilakoni, (d) siswa akan terlatih untuk
31
berinisiatif dan berkreatif, (e) bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain. Sedangkan menurut Mansyur (dalam Sagala, 2013: 213) kebaikan-kebaikan sosiodrama antara lain: (a) murid melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat bahan yang akan didramakan; (b) murid akan terlatih untuk berisnisiatif dan berkratif; (c) bakat yang terpendam pada murid dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau timbul bibit seni dari sekolah; (d) kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya; (e) murid memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya; (f) bahasa lisan murid dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan kelebihan role playing yaitu menarik dan mengaktifkan siswa pada saat pembelajran, memunculkan rasa tanggung jawab, melatih siswa untuk berinisiatig dan kreatif, membina siswa untuk berbahasa yang baik dan benar, membina kerjasama dengan baik, dan memunculkan bakat siswa. Selain kelebihan, metode role playing juga memiliki kelemahan. Kelemahan metode role playing menurut Shoimin (2015:163) yaitu: (a) metode bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak; (b) memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid; (c) kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu; (d) apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai; (e) tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini. Sedangkan kelemahan metode role playing menurut Sagala (2013: 213-214) yaitu anak yang tidak ikut bermain menjadi kurang
32
aktif, banyak memakan waktu, memerlukan waktu yang cukup luas, serta mengganggu kelas lain. Dari uraian di atas dapat disimpulkan kelemahan metode role playing yaitu memerlukan waktu yang banyak, memerlukan kreatifitas yang tinggi, menjadikan anak yang tidak ikut berperan menjadi kurang aktif, serta dapat mengganggu kelas lain. Berdasarkan uraian tentang kelebihan dan kelemahan metode role playing, maka guru harus lebih menguasi langkah pembelajaran, karena apabila pelaksanaan bermain peran mengalami kegagalan bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus tujuan pembelajaran tidak tercapai. 4) Langkah-langkah Metode Role Playing Langkah pokok role playing menurut Shoimin (2015: 161) yaitu memilih situasi bermain peran, mempersiapkan kegiatan bermain peran, memilih peserta/pemain peran, mempersiapkan penonton, memainkan peran dan mendiskusikan dan mengevaluasi kegiatan bermain peran. Menurut Sanjaya (2006:161-162), langkah-langkah role playing yaitu: a) Persiapan simulasi (1) Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi. (2) Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan. (3) Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan. (4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeran simulasi. b) Pelaksanaan simulasi
33
(1) Simulasi mulai dimainkan oleh pemeran. (2) Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian. (3) Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat kesulitan. (4) Simulasi hendaknya diberikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan. c) Penutup (1) Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita yang disimulasikan. Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi. (2) Merumuskan kesimpulan. Sedangkan
langkah-langkah
role
playing
yang
dikemukakan oleh Shoimin (2015: 162) yaitu: a) Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. b) Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM. c) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang d) Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai. e) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah diipersiapkan. f)
Masing-masing
siswa
duduk
dikelompoknya,
sambil
memperhatikan skenario yang sedang diperagakan. g) Setelah dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas. h) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya. i)
Guru memberikan kesimpulan secara umum.
j)
Evaluasi
k) Penutup.
34
Dari paparan tentang langkah-langkah metode role playing di atas, peneliti mengambil beberapa langkah untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran yaitu: (a) tahap persiapan yaitu : menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai; guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan diperankan; menetapkan pemain yang akan terlibat dalam role playing dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan, (b) tahap pelaksanaan yaitu: guru mengamati dan membimbing bermain peran; guru menugaskan siswa yang tidak berperan mengamati temannya yang bermain peran, (c) tahap penutup yaitu: melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi atau materi yang disimulasikan serta merumuskan kesimpulan. Dari
langkah-langkah
metode
role
playing
tersebut
diharapkan akan menciptakan pembelajaran yang menarik dan diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. b. Media Audio Visual 1) Pengertian Media Audio Visual Mengenai pengertian media audio visual, Sumantri dan Permana (2001: 161) mengemukakan bahwa “media audio visual merupakan media yang tidak hanya dapat dipandang atau diamati, tetapi juga dapat didengar”. Sukiman (2012: 184) mengungkapkan bahwa media audio visual adalah media penyaluran pesan dengan memanfaatkan indera pendengaran dan penglihatan. Seperti halnya menurut Anitah (2009) berpendapat bahwa “melalui media audio visual, seseorang tidak hanya dapat melihat atau mendengar saja, tetapi dapat melihat atau mendengarkan sesuatu yang divisualisasikan.” Sedangkan menurut Asyhar (2011: 73) media audio visual adalah media yang dapat menampilkan unsur gambar (visual) dan suara (audio) secara bersamaan pada saat mengkomunikasikan pesan atau informasi.
35
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas tentang media audio visual, dapat disimpulkan media audio visual adalah media yang dapat menghasilkan gambar (visual) dan suara (audio) secara bersama sehingga melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus pada saat mengkomunikasikan pesan/informasi. 2) Langkah-langkah Pembuatan Media Audio Visual Asyhar
(2011:112-113)
menyatakan
langkah-langkah
pembuatan media audio visual secara garis besar melalui tiga tahap yaitu pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Pada tahap pra produksi kegiatan yang dilakukan yaitu mengidentifikasi program media, menyusun jabaran materi media dan penulisan naskah media. Pada tahap produksi kegiatan yang dilakukan yaitu rembug naskah, pembentukan tim produksi, membuat story board, shooting dan rekam audio. Sedangkan pada tahap pasca produksi kegiatan yang dilakukan yaitu editing, uji coba, revisi, dan produksi. Arsyad (2011:94) mengungkapkan “salah satu pekerjaan penting yang diperlukan dalam media audio visual yaitu penulisan naskah dan pembuatan story board”. Menurut Arsyad (2011:95) beberapa petunjuk dalam mengembangkan story board yaitu: (a) menetapkan jenis visual yang akan digunakan untuk mendukung isi pelajaran, dan mulai membuat sketsa; (b) memikirkan bagian yang akan diperankan audio dalam paket program; (c) melihat dan meyakinkan bahwa seluruh isi pelajaran tercakup dalam story board; (d) Review story board sambil mengecek kecocokan audio dengan teks; (e) mengumpulkan dan memaparkan storyboard yang dapat dilihat sekaligus; (f) revisi untuk persiapan akhir sebelum digunakan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan langkah-langkah pembuatan media audio visual dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (a) tahap pra produksi yaitu menetapkan program media, menyusun jabaran materi media dan penulisan naskah media, (b) tahap produksi yaitu rembug naskah, pembentukan tim produksi,
36
membuat story board, shooting dan rekam audio, (c) tahap pasca produksi kegiatan yang dilakukan yaitu editing, uji coba, revisi, dan produksi. Dalam pembuatan media audio visual, langkah penting yang memerlukan persiapan yang banyak yaitu pada langkah pembuatan sory board. 3) Kelebihan dan Kelemahan Sesuai dengan namanya, media audio visual merupakan kombinasi audio (dengar) dan visual (pandang). Oleh karena itu, media ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Hamdani (2011: 249) media audio visual dapat menyajikan bahan ajar kepada siswa semakin lengkap dan optimal. Selain itu, juga dapat menggantikan peran dan tugas guru. Arsyad (dalam Sukiman 188-189) menyebutkan kelebihan media audio visual yaitu (a) melengkapi pengalaman-pengalaman dasar peserta didik, (b) menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu, (c) mendorong dan meningkatkan motivasi, (d) mengandung nilainilai positif dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok peserta didik, (e) dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya apabila dilihat secara langsung, (f) dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau kelompok kecil, (g) dapat mengurangi durasi waktu pada peristiwa yang terjadi. Sedangkan kelemahan media audio visual menurut Arsyad yaitu (a) memerlukan biaya mahal dan waktu yang banyak; (b) pada saat film dipertunjukkan, gambar-gambar bergerak terus sehingga tidak semua peserta didik mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui film tersebut; (c) film dan video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan, kecuali dirancang dan diproduksi sendiri untuk kebutuhan sendiri. Mengingat media audio visual memiliki kelebihan dan kelemahan apabila digunakan dalam pembelajaran, sebaiknya guru
37
sebelum menggunakan media audio visual harus memahami karakteristik media tersebut sehingga dapat memaksimalkan kelebihan dari media audio visual tersebut serta meminimalisir kelemahan media audio visual. 3.
Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian yang menurut peneliti relevan dengan pembahasan mengenai “Penerapan Metode Role Playing dengan Media Audio Visual untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas V SDN 1 Brecong Tahun Ajaran 2015/2016”. Penelitian-penelitian tersebut antara lain: a.
Penelitian yang dilakukan oleh Tien Kartini (2007) yang berjudul: “Penggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Minat Siswa dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Kelas V SDN Cileunyi I Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung”. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa penggunaan metode role playing sangat efektif dalam meningkatkan minat belajar anak. Penelitian yang dilakukan oleh Tien Kartini memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti. Kesamaannya yaitu menggunakan role playing (bermain peran). Perbedaannya adalah penelitian Tien Kartini tidak menggunakan media, sedangkan penelitian ini menggunakan media yaitu berupa media audio visual. Selain itu, penelitian yang dilakukan Tien Kartini untuk meningkatkan minat belajar siswa, sedangkan penelitian ini untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
b.
Penelitian kedua yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Zehra Altiney (2012) yang berjudul “Drama and Role Playing in Teaching practice: The Role of Group Works”. Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu pembelajaran menggunakan metode role playing dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam kegiatan pembelajaran. Persamaan hasil penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode role playing (bermain peran). Perbedaanya adalah penelitian Zehra Altiney tidak menggunakan media pembelajaran sedangkan penelitian ini
38
menggunakan media pembelajaran berupa media audio visual. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Zehra Altiney untuk meningkatkan kerjasama siswa, sedangkan penilitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. c.
Penelitian ketiga yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ade Irma Setiyani (2013) yang berjudul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS Menggunakan Snowball Throwing Media Audio Visual Kelas IV”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media audio visual dapat meningkatkan kualitas pembelajaran kelas IV SD. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Setiyani dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan media audio visual. Perbedaannya
yaitu
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Setiyani
menggunakan metode snowball throwing sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode role playing. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Setiyani untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS, sedangkan pada penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar pada mata pelajaran IPS. d.
Penelitian keempat yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Deepa Awasthi (2014) yang berjudul “Utilising Audio Visual Aids to make learning Easy and Effective in Primary Education”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media audio visual dapat memudahkan siswa dalam belajar serta efektif digunakan dalam bembelajaran di SD. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Deepa Awasthi dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan media audio visual. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Deepa Awasthi tidak menggunakan metode role playing sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode role playing.
39
B. Kerangka Berpikir Siswa kelas V SD berada pada fase kanak-kanak akhir dan memasuki tahap operasional konkret. Anak pada tahap perkembangan tersebut telah mampu berpikir secara logis dan sistematis terhadap permasalahan konkret, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, senang bermain, suka mengatur dirinya sendiri untuk menangani
berbagai
hal,
belajar
secara
efektif
dengan
cara
bekerja,
mengobservasi, dan berinisiatif. Kemampuan tersebut dapat dijadikan modal bagi siswa dalam pembelajaran IPS. Tujuan IPS yaitu siswa mengenal konsep-konsep dalam ilmu pengetahuan sosial melalui berpikir logis, kritis, dan rasa ingin tahu untuk memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan agar dapat berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi di tingkat lokal, nasional dan global, yang selanjutnya membentuk warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, agar tujuan IPS tercapai maka diperlukan suatu proses pembelajaran yang mampu membuat anak berpartisipasi aktif dan saling berhubungan satu sama lain yaitu siswa dengan guru maupun antar siswa. Pembelajaran IPS tanpa melibatkan siswa secara aktif mengakibatkan sebagian besar siswa menjadi pasif dan kurang antusias dalam pembelajaran. Metode role playing merupakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, dengan metode role playing siswa akan memahami materi pelajaran dengan cara yang berbeda yaitu dengan cara belajar dan bermain peran yang dapat menarik minat siswa untuk belajar sehingga motivasi siswa dapat meningkat. Roestiyah (2012:93) mengemukakan kelebihan role playing yaitu menarik minat siswa
dalam
belajar,
mempermudah
siswa
dalam
memahami
materi,
menumbuhkan sikap saling pengertian terhadap sesama makhluk, serta dapat mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dengan meningkatknya minat siswa dalam belajar, maka siswa akan terdorong dan memiliki hasrat untuk belajar sehingga motivasi siswa untuk belajar dapat meningkat. Selain itu, apabila motivasi belajar siswa baik maka hasil belajar siswa dapat meningkat juga. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kartini (2007) yang menemukan
40
bahwa metode bermain peran efektif digunakan dalam pembelajaran IPS. Siswa tampak lebih berminat dan antusias untuk melaksanakan belajar. Metode role playing akan lebih maksimal hasilnya apabila didukung dengan suatu media. Salah satu media pembelajaran yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran IPS yaitu media audio visual. Media audio visual memiliki efektifitas yang tinggi untuk diterapkan pada siswa SD terutama kelas V. Selain itu, media audio visual ini juga cocok diterapkan dalam pembelajaran IPS karena dapat meningkatkan motivasi pada siswa untuk belajar. Hal ini dikarenakan dalam penggunaannya media audio visual memanfaatkan dua indra manusia yaitu indera pendengaran dan penglihatan sehingga dapat menarik minat dan perhatian siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan menarik minat siswa untuk belajar, maka siswa akan lebih terdorong dan termotivasi untuk belajar sehingga motivasi dan hasil belajar siswa akan meningkat. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiyani (2013) yang menemukan bahwa penggunaan media audio visual dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Melalui langkah-langkah metode role playing dengan media audio visual akan ditumbuhkan rasa percaya diri pada diri siswa melalui pembelajaran dengan melibatkan siswa secara langsung untuk melakukan bermain peran. Selain itu, siswa juga akan diberikan motivasi sehingga minat siswa dalam pembelajaran akan terjaga sejak awal hingga akhir pembelajaran. Dengan diberikan motivasi, siswa juga akan lebih antusias dalam belajar sehingga hasil belajar siswa akan meningkat. Oleh karena itu, peneliti akan menerapan metodel role playing dengan media audio visual untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SDN I Brecong tahun ajaran 2015/2016. Skema kerangka berpikir penerapan metode role playing dengan media audio visual dapat dilihat pada gambar 2.3 sebagai berikut:
41
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Karakteristik siswa kelas V SD Berada pada tahap operasional konkret mampu berpikir secara logis dan sistematis terhadap permasalahan konkret memiliki rasa ingin tahu yang kuat senang bermain dan suka mengatur dirinya sendiri untuk menangani berbagai hal belajar secara efektif dengan cara bekerja, mengobservasi, dan berinisiatif.
Ilmu Pengetahuan sosial Mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, data, konsep, dan generalisasi. berpikir logis, kritis, dan rasa ingin tahu untuk memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilainilai sosial mengarahkan siswa untuk berinteraksi dengan baik, bekerja sama, serta bertanggung jawab di lingkungannya. membentuk warga negara yang baik dan bertanggung jawab
Metode role playing Siswa terlibat langsung dalam kegiatan pembelajran Siswa lebih tertarik perhatiannya pada saat pembelajaran Mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran Siswa mengekplorasikan materi pelajaran dengan cara yang berbeda
Media audio visual Dapat dilihat dan didengar secara langsung oleh siswa Menarik minat dan perhatian siswa dalam pembelajaran Membantu meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran
Metode role playing dengan media audio visual dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SDN I Brecong tahun ajaran 2015/2016
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
42
C.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan suatu hipotesis bahwa jika penerapan metode role playing dengan media audio visual dilakukan secara tepat, maka motivasi dan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SDN 1 Brecong tahun ajaran 2015/2016 dapat meningkat.