BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1.
Pembelajaran Pembelajaran diartikan sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam
desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru, dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa agar siswa dapat belajar dengan lebih aktif (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 113). Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran (Suprijono, 2013: 13). pembelajaran adalah upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta antar siswa (Hamdani, 2011: 71). Dalam standar proses pendidikan, suatu pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa dimana siswa sebagai subjek belajar atau pembelajaran ditekankan pada aktivitas siswa. Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakara, kreativitas, dan kemandirian sesuai denga bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa mengajar yang didesain guru harus berorientasi pada siswa. Pembelajaran pada taraf organisasi mikro mencangkup pembelajaran bidang studi tertentu dalam suatu pendidikan, tahunan, dan semesteran. Apabila pembelajaran tersebut ditinjau dari pendekatan sistem, dalam prosesnya akan melibatkan berbagai komponen berikut (Sugandi, 2004: 28).
7
8 a.
Tujuan, secara eksplisit, diupayakan melalui kegiatan pembelajaran instructional effect, biasanya berupa pengetahuan dan ketrampilan atau sikap yang dirumuskan secara eksplisit dalam tujuan pembelajaran.
b.
Subjek belajar, dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama karena berperan sebagai subjek sekaligus objek.
c.
Materi pelajaran, merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran karena materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk kegiatan pembelajaran.
d.
Strategi
pembelajaran,
pembelajaran
yang
merupakan
diyakini
pola
umum
efektivitasnya
mewujudkan
untuk
mencapai
proses tujuan
pembelajaran. e.
Media pembelajaran adalah alat atau wahana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran berfungsi meningkatkan peranan strategi pembelajaran.
f.
Penunjang, dalam sistem pembelajaran adalah fasilitas belajar, sumber belajar, alat pelajaran, dan semacamnya. Penunjang berfungsi memperlancar dan mempermudah terjadinya proses pembelajaran. Sains merupakan ilmu yang mempelajari gejala alam. Hakikat sains
meliputi empat unsur utama yaitu 1) Sikap : rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar, IPA bersifat open ended; 2) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; 3) Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; 4) Aplikasi : penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan (Depdiknas 2006). Sains terbagi menjadi beberapa cabang ilmu salah satunya yaitu ilmu kimia. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala – gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur, sifat, transformasi, dinamika, dan energitika zat. Pembelajaran kimia
9 merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, dan hukum) temuan dan proses (kerja ilmiah) yang dapat mengembangkan sikap ilmiah. Dengan demikian, pembelajaran kimia perlu memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai produk proses dan sikap (Keenan, 1986). Selain diperlukan pemahaman serta penguasaan konsep dalam mempelajari kimia siswa dituntut untuk aktif bersama guru sehingga ilmu yang diperoleh dapat diaplikasikan. Oleh karena itu pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui pengembangan dan ketrampilan proses dan sikap ilmiah sehingga dalam mempelajarinya diperlukan suatu pembelajaran yang khusus (Mulyasa, 2014: 132). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Proses pembelajaran yang baik akan menghasilkan produk yang baik pula. Pembelajaran kimia saat ini tidak hanya berorientasi pada produk tetapi juga pada proses. Proses pembelajaran dalam kimia memerlukan ketrampilan ilmiah dimana dengan ketrampilan tersebut akan menjadikan siswa lebih aktif dan memiliki pengembangan diri yang baik sehingga
dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Pengertian Belajar Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan
serangkaian kegiatan. Misalnya, dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Selain itu, belajar akan lebih baik jika subjek belajar mengalami atau melakukannya. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh lingkungan (Hamdani, 2011: 23). Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interkasi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit/tersembunyi (Faturrahman,dkk, 20012: 6-7). Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah:
10 a. Kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. b. Afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksireaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup. c. Psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan ketrampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas. Sehingga belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. Pakar pendidikan Burton mengemukakan bahwa situasi belajar yang baik terdiri dari serangkaian pengalaman belajar yang banyak dan beragam, yang emudian bergabung untuk suatu tujuan dan dijalankan dalam suatu interaksi dengan lingkungan yang beragam pula serta menunjang adanya pengalaman tersebut (Suprijono, 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut (Syah, 2005: 132) antara lain: 1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa; 2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa; 3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materimateri pelajaran. Beberapa ciri belajar adalah sebagai berikut: 1) Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan. Tujuan digunakan sebagai arah kegiatan, sekaligus tolak ukur keberhasilan belajar; 2) Belajar merupakan pengalaman sendiri, tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Jadi, belajar bersifat individual; 3) Belajar merupakan proses interaksi antara individu dan lingkungan. Hal ini berarti individu harus aktif apabila dihadapkan pada lingkungan tertentu. Keaktifan ini dapat terwujud karena individu memiliki berbegai potensi untuk belajar; 4) Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar.
11 Perubahan tersebut bersifat integral, artinya perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang terpisahkan satu dengan yang lainnya. (Hamdani, 2011: 22) Dari berbagai definisi belajar diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya untuk mencapai tujuan pendidikan dimana proses untuk mendapatkan pengetahuan tersebut menggunakan kemampuan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
3.
Teori-Teori Belajar Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana
terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa itu. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar. Beberapa teori yang dijadikan acuan dalam penelitian ini antara lain : a.
Teori Belajar Kognitif Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas
belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa (Budiningsih, 2012). Berikut akan diuraikan beberapa teori belajar kognitif menurut Piaget, Bruner dan Ausubel. 1) Teori Perkembangan Piaget Menurut Piaget , hanya dengan mengaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Tahap – tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget ditempuh dalam empat tahap.
12 a)
Tahap sensorimotor (umur 1,5 – 2 tahun), selama proses ini anak menggali lingkungannya, melihat, mendengar, menyentuh, membau objek – objek yang ada di sekelilingnya.
b) Tahap praoperasional (umur 2 – 6 atau 7 tahun), pada tahap ini anak menjadi lebih baik dalam penggunaan bahasa. Anak tidak hanya berkomunikasi dengan orang lain, tetapi juga dengan dirinya sendiri. Berbicara keras atau diam, ini berarti anak berpikir. c)
Tahap operasional konkret (umur 6 atau 7 tahun -11 atau 12 tahun), pada saat anak di SD, mulai menggunakan bentuk logika orang dewasa, namun logika ini diaplikasikan hanya pada situasi konkrit. Dengan kata lain, anak dapat berpikir logis tentang sesuatu yang dialami, tetapi tidak dalam situasi hipotesis. Anak pada tahap operasional konkrit, melihat dunia dan menginterpretasikan situasi secara harfiah.
d) Tahap operasional formal (umur 14 tahun ke atas), dapat mengaplikasikan logika ke situasi abstrak dan hipotesis. (Anitah, 2009: 9). Berdasarkan teori perkembangan piaget Siswa SMA tergolong dalam tahap operasional formal dimana siswa dapat mengaplikasikan logika ke situasi abstrak dan hipotesis. Sesuai dengan model pembelajaran inkuiri pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan dimana sangat diperlukan kemampuan berpikir kritis serta dapat membuat hipotesis,merancang percobaan dan membuat kesimpulan. 2) Teori Belajar Menurut Bruner Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 2011: 125). Teori ini sesuai model pembelajaran inkuiri terbimbing, dimana siswa dapat belajar yang bermakna melalui percobaan secara langsung.
13 Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap : 1) Tahap enaktif, seseorang melakuakan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. 2) Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). 3) Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasangagasan anstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. (Budiningsih, 2012: 41). 3)
Teori Belajar Bermakna dari Ausubel Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa
perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Yang paling awal mengemukakan konsep ini adalah Ausubel (Budiningsih, 2012: 44), Menurut Ausubel dalam teori bermaknanya menjelaskan bahwa belajar merupakan proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Yamin, 2008: 126). Merujuk uraian di atas dapat ditarik kesimpulan hendaknya siswa berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan belajar agar mereka mampu menyelesaikan masalah dan mendapatkan pengalaman serta pengetahuan dengan kemampuan yang dimilikinya. b.
Teori Belajar Konstruktivisme Belajar berdasarkan konstruktivism adalah“mengkonstruksi”pengetahuan.
Pengetahuan dibangun melalui proses asimilasi dan akomodasi (pengintegrasian pengetahuan baru terhadap struktur kognitif yang sudah ada dan penyesuaian struktur kognitif dengan informasi baru) maupun dialektika berpikir thesa-
14 antithesa-sinthesa. Proses konstruksi pengetahuan melibatkan pengembangan logika deduktif-induktif-hipotesis-verifikasi. Gagasan kontruktivis mengenai pegetahuan dapat dirangkum sebagai berikut : 1.
Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
2.
Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
3.
Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur konsep membentuk pengetahuan jika konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. (Suprijono, 2009: 85). Brooks dan Brooks memberikan perbandingan menarik antara kelas
konstruktivisme dan tradisional sebagai berikut : Tabel 2. Perbandingan Kelas Konstruktivisme dan Tradisional KONSTRUKTIVISME Kegiatan belajar bersandar pada materi hands-on Presentasi materi dimulai dengan keseluruhan kemudian pindah ke bagian-bagian Menekankan pada ide-ide besar
TRADISIONAL Kegitan belajar bersandar pada textbooks Presentasi materi dimulai dengan bagian-bagian, kemudian pindah ke keseluruhan Menekannkan pada ketrampilanketrampilan dasar pertanyaan peserta Guru mengikuti kurikulum yang pasti
Guru mengikuti didik Guru menyiapkan lingkungan belajar dimana peserta didik dapat menemukan pengetahuan Guru berusaha membuat peserta didik mengungkapkan sudut pandang dan pemahaman mereka sehingga mereka dapat memahami pembelajaran mereka Assesmen diintegrasikan dengan belajar mengajar melalui portofolio dan observasi (Sumber: Suprijono, 2009: 36) 1) Jean Piaget
Guru mempresentasikan kepada peserta didik
informasi
Guru berusaha membuat peserta didik memberikan jawaban yang “benar”
Assesmen adalah kegiatan tersendiri dan terjadi melalui testing
15 Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan, misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132). Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibangun terdiri dari tiga bentuk yaitu, pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial. Belajar pengetahuan meliputi tiga fase yaitu, fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 14). 2) Teori Pembelajaran Sosial Vygostky Vygotsky
berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada
faktor biologis menentukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus-respon, faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan. Teori
Vygotsky ini, lebih menekankan pada aspek sosial dari
pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas- tugas yang belum dipelajari, namun tugastugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit diatas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.
16 Satu lagi ide Vygotsky adalah scaffolding yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi batuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggungjawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya. Penafsiran terkini terhadap ide-ide Vygotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. Hal ini bukan berarti bahwa diajar sedikit demi sedikit komponen-komponen suatu tugas yang kompleks yang pada suatu hari diharapkan akan terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut (Nur dan Wikandari, 2000: 6). Perbandingan antara teori Jean Piaget dan Vygotsky menurut Santrock dalam (Suprijono, 2009: 34) sebagai berikut : Tabel 3. Perbandingan antara Teori Jean Piaget dan Vygotsky Topik Konteks sosiokultural Konstruktivisme Tahapan
Proses Konstruksi Peran Bahasa
Peran Pendidikan
Implikasi Pengajaran
Jean Piaget Sedikit penekanan Konstruktivis kognitif Penekanan perkembangan kognitif (sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, danoperasional formal Skemata, asimilasi, akomodasi, equibirasi
Vygotsky Penekanan kuat Konstruktivis sosial Kurang menekankan perkembangan kognitif
Zo-Ped, bahasa, dialog adalah alat dari kultur
Perkembangan kognitif Bahasa memainkan peranan menentukan bahasa kuat dalam membentuk pemikiran Pendidikan Pendidikan memainkan memperbaiki peran sentral, membantu ketrampilan kognitif peserta didik mempelajari peserta didik alat – alat ukur Guru sebagai fasilitator Guru sebagai fasilitator dan dan pembimbing pembimbing peserta didik peserta didik untuk untuk belajar bersama guru, menemukan teman dan para ahli pengetahuan
(Sumber: Suprijono, 2009: 34)
17 Penelitian yang dilakukan menggunakan model pembelaran inkuiri terbimbing. Berdasarkan uraian diatas implikasi utama dari teori Jean Piaget dan teori Vygotsky mendukung model pembelajaran inkuiri terbimbing dimana siswa distimulus agar dapat melakukan pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan dalam menyelesaikan permasalahan serta adanya guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik. 4.
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
a.
Proses Inkuiri Menurut National Research Council dalam Inquiry and the National
Science Education Standards : A Guide for Teaching and Learning, Inkuiri adalah kegiatan multifase
yang melibatkan pengamatan, mengajukan pertanyaan,
mendapatkan sumber informasi dari buku atau sumber informasi lainnya untuk melihat apa yang sudah diketahui, merencanakan investigasi, meninjau apa yang sudah diketahui melalui pengalaman menggunakan alat untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan data, mengusulkan jawaban, penjelasan, dan prediksi serta mengkomunikasikan hasil. Inkuiri membutuhkan kemampuan berpikir kritis dan logis serta kemampuan memberikan penjelasan. Inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan pengembangan ketrampilan. Pada hakikatnya, inkuiri ini merupakan suatu proses. Proses ini bermula dari merumuskan masalah, mengembangakan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan sementara, menguji kesimpulan sementara supaya sampai pada kesimpulan yang pada taraf tertentu diyakini oleh peserta didik yang bersangkutan. Berikut bagan proses inkuiri (Gulo, 2008: 94). MERUMUSK AN MASALAH MENARIK KESIMPULA N SEMENTARA
MENGUJI HIPOTESIS
MERUMUSK AN HIPOTESIS
MENGUMP ULKAN BUKTI
Gambar 1. Bagan Proses Inkuiri
18 Eggen dan Kauchak lebih lanjut menjelaskan tahap pembelajaran inkuiri pada Tabel 4. Tabel 4. Tahap Pembelajaran Inkuiri Langkah-langkah Merumuskan masalah
Merumuskan hipotesis
Merancang percobaan
Mengumpulkan menganalisis data Membuat kesimpulan
Perilaku Guru Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah Guru membagi siswa dalam kelompok Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan Guru memberikan kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
(Sumber : Trianto, 2007: 141) b. Pengertian Inkuiri Terbimbing Mengenai pembelajaran inkuiri (Gulo, 2008: 85) Inkuiri yang dalam bahasa inggris inquiry, berarti pertanyaan atau pemeriksaan, penyelidikan. Strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan mengajar pada strategi ini ialah : 1.
Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. Kegiatan belajar di sini adalah kegiatan mental intelektual dan sosial emosional.
2.
Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pengajaran.
3.
Mengembangkan sikap percaya pada diri sendiri (self belief) pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
19 c.
Langkah-langkah Inkuiri Terbimbing Penerapan pendekatan inkuiri terbimbing atau inkuri terpimpin dalam
pembelajaran di kelas harus memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut (Wina Sanjaya, 2009: 202-205) : 1. Orientasi Orientasi merupakan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif dimana guru mengkondisikan siswa supaya siap untuk melaksanakan proses pembelajaran. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahap orientasi yaitu menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa; menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan (dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuannya); serta menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar untuk memberikan motivasi kepada siswa. 2. Merumuskan masalah Merumuskan masalah sebagai langkah untuk membawa siswa pada suatu permasalahan yang mengandung teka-teki. Permasalahan yang diberikan harus menantang siswa untuk berpikir memecahkannya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah yaitu masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa untuk menumbuhkan motivasinya dalam belajar, masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti serta konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. 3. Mengajukan hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu persoalan yang dikaji sehingga kebenarannya perlu diuji. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan hipotesis (menebak) pada siswa yaitu dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu persoalan yang dikaji. Kemampuan berpikir logis akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. 4. Mengumpulkan data
20 Mengumpulkan data merupakan kegiatan menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Kegiatan pengumpulan data adalah proses mental
yang
sangat
penting
dalam
pengembangan
intelektual
karena
membutuhkan motivasi yang kuat, ketekunan serta kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Maka dari itu, tugas guru dalam tahap ini yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang diperlukan. 5. Menguji hipotesis Menguji hipotesis merupakan proses untuk menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan adalah hal terpenting dalam menguji hipotesis. 6. Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan merupakan proses mendekripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Langkah perumusan kesimpulan ini adalah langkah terakhir dalam penerapan pendekatan inkuiri di dalam pembelajaran.
7. Kelebihan dan kelemahan metode inkuiri Wina Sanjaya (2008: 208) mengungkapkan beberapa keunggulan strategi pembelajaran inkuiri apabila diterapkan dalam pembelajaran. a. Mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga pembelajaran ini menjadi lebih bermakna. b. Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya. c. Pembelajaran inkuiri dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. d. Melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Kelemahan inkuiri terbimbing menurut (Roestiyah, 2008: 76-77) sebagai berikut :
21 1) Memakan waktu yang cukup banyak. 2) Jika kurang terpimpin atau kurang terarah daapt menjurus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari. 3) Memerlukan berbagai sumber, sarana dan fasilitas yang memadai. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran
inkuiri
terbimbing
merupakan
model
pembelajaran
yang
menekankan apda proses mencari dan menemukan dimana materi tidak diberikan guru kepada siswa secara langsung. Akan tetapi, siswa memiliki peran untuk mencari dan menemukan sendiri konsep materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan membimbing siswa untuk belajar. Metode pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan metode dengan model konstruktivisme yang paling sederhana, dan merupakan metode yang paling baik untuk permulaan bagi para siswa yang menggunakan model konstruktivisme. Dengan metode inkuiri terbimbing siswa diberi pertanyaan pengarahan terlebih dahulu agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan dalam penyelesaian suatu masalah. Pertanyaan-pertanyaan diberikan melalui pertanyaan yang dibuat dalam Lembar Kerja Siswa (LKS). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa siswa yang diajarkan dengan metode terbimbing, terarah dan dikombinasikan dengan adanya penyelidikan ilmiah akan memberikan hasil yang lebih baik dalam menerapkan konsep-konsep fisika di kehidupan nyata dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan metode ceramah tradisional (Hussain, 2011: 273-274). Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa adalah aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi, berfokus pada hipotesis serta penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta). (Trianto, 2011 : 166) 5.
Berpikir Kritis Liliasari (2005) mengemukakan bahwa berpikir kritis untuk menganalisis
argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makana dan interpretasi, untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi dan bias yang mendasari tiap-tiap posisi. Akhirnya dapat memberikan model
22 presentasi yang dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan. Berpikir kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan (Muhibbin, 2005). Chaffee (1994), Direktur Pusat Bahasa dan Pemikiran Kritis di LA Guardi College, City University of New York (CUNY) menjelaskan bahwa berpikir sebagai “sebuah proses aktif, teratur, dan penuh makna yang kita gunakan untuk memahami dunia”. Dia mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir untuk “menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu sendiri” (Johnson, 2010: 187).
Menurut Beyer, setidaknya terdapat 10 kecakapan berpikir kritis yang dapat digunakan peserta didik dalam mengajukan argumentasi atau membuat pertimbangan yang absah (valid), yaitu : a. Ketrampilan membedakan fakta –fakta yang dapat diverifikasi dan tuntutan nilai-nilai yang sulit diverifikasi (diuji kebenarannya). b. Membedakan antara informasi, tuntutan atau alasan yang relevan dengan yang tidak relevan. c. Menentukan kecermatan faktual (kebenaran) dari suatu pernyataan. d. Menentukan kredibilitas (dapat dipercaya) dari sautu sumber. e. Mengidentifikasi tuntutan atau argumen yang mendua. f. Mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan, g. Mendeteksi bias (menemukan penyimpangan). h. Mengidentfikasi kekeliruan-kekeliruan logika. i. Mengenali ketidakkonsistenan logika dalam suatu alur penalaran. j. Menentukan kekuatan suatu argumen atau tuntutan. (Desmita, 2012: 155). Menurut Starkey (2004), umumnya berpikir kritis melibatkan kedua maslah pemecahan dan penalaran. Bahkan, hal ini sering digunakan secara bergantian. Namun secara khusus, kemampuan berpikir kritis mencangkup kemampuan untuk :
23 a. Melakukan pengamatan. b. Memiliki rasa ingin tahu atau penasaran yaitu dapat membedakan. pertanyaan relevan dan menemukan jawaban pertanyaan dari berbagai sumber. c. Mengidentifikasi kebenaran keyakinan, asumsi dan opini terhadap fakta. d. Mengenali dan mendefinisikan masalah. e. Menilai validitas dan pernyataan dan argumen. f. Dapat membuat keputusan yang bijaksana dan menemukan solusi yang valid. g. Mampu memahami logika dan argumen yang logis Komponen yang menggambarkan kemampuan berpikir kritis seseorang dapat meliputi banyak hal, Harsanto (2005) menyebutkan ada 9 komponen yang dapat menggambarkan kemampuan berpikir kritis seseorang meliputi: a.
Membedakan fakta, non-fakta dan pendapat.
b.
Membedakan antara kesimpulan definitif dan sementara.
c.
Menguji tingkat kepercayaan.
d.
Membedakan informasi yang relevan dan tidak relevan.
e.
Berpikir kritis atas apa yang dibaca.
f.
Membuat keputusan.
g.
Mengidentifikasi sebab dan akibat.
h.
Mempertimbangkan wawasan lain.
i.
Menguji pertanyaan yang kita miliki. Yildirim dan Ozkahraman (2011) mendefinisikan bahwa berpikir kritis
adalah proses mencari, memperoleh, mengevaluasi, menganalisis, mensintesis dan konseptualisasi informasi sebagai panduan untuk mengembangkan pemikiran seseorang dengan kesadaran diri, dan kemampuan untuk menggunakan informasi ini dengan menambahkan kreativitas dan mengambil risiko. Oleh karena itu, memberikan pelajaran yang membutuhkan ketrampilan berpikir kritis siswa akan menjadi lebih siap untuk menangani situasi yang melibatkan ketidakakuratan, kesalahan, bukti yang tidak memadai, informasi yang tidak akurat, dan untuk menyelidiki keyakinan yang bertentangan.
6.
Prestasi Belajar
24 Prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak, dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar-mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar (Hamdani, 2011: 138). Prestasi dapat dikatakan sebagai hasil yang telah dicapai dari beberapa kompetensi suatu pembelajaran. Menurut Permendikbud nomor 104 tahun 2014 tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah dikemukakan lingkup penilaian hasil belajar oleh pendidik mencangkup kompetensi sikap pengetahuan, (spiritual dan sosial) dan keterampilan. a. Pengetahuan atau Ranah kognitif Dalam Permendikbud No 104 (2014: 6-8) sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik pada kemampuan berpikir adalah sebagai berikut : 1) Mengingat, adalah mengemukakan kembali apa yang sudah dipelajari dari guru, buku, sumber lainnya sebagaimana aslinya, tanpa melakukan perubahan. 2) Memahami, adalah sudah ada proses pengolahan dari bentuk aslinya tetapi arti dari kata istilah, tulisan, grafik, table, gambar, foto tidak berubah. 3) Menerapkan, adalah menggunakan informasi, konsep, prosedur, prinsip, hukum, teori yang sudah dipelajari untuk sesuatu yang baru atau belum dipelajari. 4) Menganalisis, adalah menggunakan keterampilan yang telah dipelajarinya terhadap suatu informasi yang belum diketahuinya dalam mengelompokkan informasi, menentukan keterhubungan antara satu kelompok atau informasi dengan kelompok atau informasi lainnya, antara fakta dengan konsep, antara argument dengan kesimpulan, benang merah pemikiran antara satu karya dengan karya lainnya. 5) Mengevaluasi adalah menentukan nilai suatu benda atau informasi berdasarka suatu kriteria.
25 6) Mencipta adalah membuat sesuatu yang baru dari apa yang sudah ada sehingga hasil tersebut merupakan satu kesatuan utuh dan berbeda dari komponen yang digunakan untuk membentuknya. b. Sikap atau Ranah Afektif Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang berkaitan dengan pembentkan peserta didik yang beriman dan bertakwa dan sikap social yang berkaitan dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan dari menguatnya interaksi vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan sikap social sebagai perwujudan eksistensi kesadaran dalam upaya mewujudkan harmoni kehidupan. c. Keterampilan atau Ranah Psikomotor Kurikulum 2013 menganjurkan guru menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kerja, yaitu penilain yang menuntut siswa mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, atau penilain portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubik. 1) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuaidengan tuntutan kompetensi. 2) Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. 3) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengancara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu (Dirjendiknas, 2013: 91-96). Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tinggi-rendahnya prestasi belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut Hamdani (2011 : 137-144)
26 digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern).
7.
Penelitian Tindakan Kelas Sumadayo (2013: 19) beberapa pengertian penelitian tindakan kelas
(PTK) : Kemmis (1983) menyatakan bahwa penelitian tindakan merupakan upaya mengujicobakan ide-ide ke dalam praktik untuk memperbaiki atau mengubah sesuatu agar memperoleh dampak nyata dari situasi. Selanjutnya Kemmis & Taggart (1988: 5-6) menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif diri yang secara kolektif dilakukan peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik pendidikan dan sosial mereka, serta pemahaman mereka mengenai praktik ini dan terhadap siswa tempat melakukan praktik-praktik ini. Eliot (1999) menyatakan bahwa penelitian tindakan merupakan kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas kegiatan yang ada di dalamnya. Seluruh prosesnya, yang meliputi penelahan, pendiagnosaan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan dampak, yang diperlukan. Hakikat dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan ragam penelitian pembelajaran yang berkonteks kelas yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalahmasalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru pembeljaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran. PTK dalam bahasa inggris diartikan dengan Classroom Action Research disingkat CAR. Namanya sendiri sebetulnya sudah menunjukkan isi yang terkandung didalamnya. Oleh karena ada tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian pula yang dapat diterangkan. 1. Penelitian- kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu dari suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
27 2. Tindakan- sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, yang alam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus kegiatan. 3. Kelas- sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seseorang guru. Batasan yang ditulis untuk pengertian tentang kelas tersebut adalah penegrtian lama, untuk melumpuhkan pengertian yang salah dna dipahami secara luas oleh umum dengan ruangan tempat guru mengajar”. Kelas bukan wujud ruang tetapi sekelompok peserta didik yang sedang belajar, kelompok orang yang sedang belajar dapat terjadi di lab, lapangan olahraga, workshop dan lain-lain. Boro menyatakan tujuan utama penelitian ini adalah pengembangan ketrampilan guru berdasarkan pada persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi guru pada kelasnya sendiri, dan bukannya bertujuan untuk pencapaian pengetahuan umum dalam bidang pendidikan (Sumadayo, 2013: 22). Menurut Arikunto (2010) secara garis besar penelitian tindakan kelas memiliki empat tahapan yang lazim dilalui yaitu sebagai berikut: a.
Menyusun rancangan tindakan (planning) Dalam tahap ini peneliti melakukan persiapan-persiapan seperti menyusun beberapa instrument pembelajaran dan instrument penilaian yang akan digunakan untuk penelitian.
b.
Pelaksanaan Tindakan (Acting) Tahap kedua dari penelitian ini adalah pelaksanaan atau penerapan isi rancangan tersebut untuk tindakan kelas.
c.
Pengamatan (Observing) Tahap ketiga ini adalah pengamatan yang dilakukan oleh pengamat pada waktu tindakan sedang dilakukan.
d.
Refleksi (Reflection) Tahap keempat ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali atau evaluasi terhadap tindakan yang sudah dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa tujuan utama penelitian ini
adalah untuk mengubah perilaku penelitiannya, perilaku orang lain, dan atau untuk mengubah kerangka kerja, organisasi, atau struktur lain yang pada
28 gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku orang lain. Jadi penelitian tindakan kelas ini lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan ketrampilan atau pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung pada ruang kelas atau ajang dunia kerja (Sumadayo, 2013: 23).
8.
Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
1.
Kelarutan Kelarutan suatu zat yaitu banyaknya zat yang dapat larut maksimal dalam
sejumlah volume tertentu air. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain jenis zat terlarut, jenis pelarut, suhu, pH, dan volume. Satuan kelarutan adalah mol/L. Jika padatan AgCl kita larutkan ke dalam air, molekul-molekul AgCl memisahkan diri permukaan padatan maka akan ada dua proses yang berlawanan arah (proses bolak-balik), yaitu proses pelarutan padatan AgCl dan proses pembentukan ulang padatan AgCl. Mula-mula, laju pelarutan padatan AgCl sangat cepat dibandingkan dengan laju pembentukan ulang padatan tersebut. Makin lama, konsentrasi AgCl yang terlarut meningkat dengan teratur dan laju pembentukan ulang padatan juga meningkat. Pada saat laju pelarutan padatan AgCl sama dengan pembentukan ulang padatan, maka proses yang berlawanan arah tersebut kita katakan berada dalam kesetimbangan. Pada kondisi kesetimbangan ini, larutan AgCl tepat jenuh. Jumlah AgCl yang dapat larut sampai sengan tercapai kondisi tepat jenuh dinamakan kelarutan AgCl. Secara umum, kelarutan suatu zat dalam air adalah batas maksimal dari jumlah suatu zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu air (Parning, 2006: 138). Jika sejumlah garam dapur dilarutkan ke dalam air dan ada sebagian yang tidak dapat larut lagi, larutan tersebut merupakan larutan jenuh. Jika ke dalam larutan jenih NaCl tersebut ditambahkan lagi NaCl, NaCl yang ditambahkan tersebut akan mengendap sebagai padatan NaCl. Dengan demikian, konsentrasi larutan sama dengan kelarutan NaCl dalam air. 2.
Hasil Kali Kelarutan
29 Apabila perak klorida dilarutkan dalm air, akan ada dua proses yang berlawanan arah (proses bolak-balik), yaitu proses pelarutan padatan AgCl (ionisasi) dan pembentukan ulang endapan (padatan) AgCl. Proses ionisasi ini berlangsung lebih cepat dibandingkan proses pembentukan ulang padatan AgCl . Pada saat laju perlarutan padatan AgCl sama dengan pembentukan ulang padatan, maka padatan AgCl berada dalam kesetimbangan atau terbentuk larutan jenuh AgCl. Tetapan kesetimbangan dari kelarutan ion-ion jenuh ini disebut tetapan hasil kali kelarutan (Ksp = konstanta solubility product). Persamaaan tetapan hasil kali kelarutan, dapat dirumuskan sebagai berikut. AxBy(s)
xAy+(aq) + yBx-(aq)
Hasil kali kelarutan (Ksp) adalah hasil kali konsentrasi ion-ion dalam larutan jenuh yang dipangkatkan masing-masing koefisien reaksinya. 3.
Hubungan Kelarutan dengan Ksp Telah dituliskan sebelumnya bahwa konsentrasi larutan jenuh senyawa
ion AmBn sama dengan nilai kelarutan AmBn dalam satuan mol/liter. Senyawa AmBn yang terlarut akan mengalami ionisasi dalam sistem kesetimbangan : AmBn (s)
mAn+(aq) + nBm-(aq)
Jika nilai kelarutan dari senyawa AmBn sebesar s mol/L, di dalam reaksi kesetimbangan tersebut konsentrasi ion – ion An+ dan Bm- adalah : AmBn (s) s m ol/L
mAn+(aq) + nBm-(aq) m s mol/L n s mol/L
Sehingga, untuk larutan jenuh AmBn : Ksp AmBn = [An+]m[Bm-]n = (m s)m (n s)n Ksp AmBn = mm x nn (s)m+n
30 Berdasarkan rumus tersebut dapat ditentukan nilai kelarutannya sebagai berikut : s=
(𝑚 +𝑛 )
𝐾𝑠𝑝 𝑚𝑚 𝑥 𝑛𝑛
Contoh : Dalam larutan jenuh Ag2CrO4 (s) yang memiliki Ksp = 2,4 x 10-12 terdapat kesetimbangan sebagai berikut : 2Ag+(aq) + Cr42-(aq)
Ag2CrO4 (s) s mol/L
2s mol/L
s mol/L
Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO42-] 2,4 x 10-12
= (2s)2
2,4 x 10-12
= 4s3 s =
3
(s)
2,4 𝑥 10 −12 4
s = 8,43 x 10-5 mol / L 4.
Makna Hasil Kali Kelarutan Nilai hasil kali kelarutan (Ksp) suatu senyawa ionik yang sukar larut
dapat memberikan informasi tentang kelarutan senyawa tersebut dalam air. Semakin besar nilai Ksp suatu zat, semakin mudah larut senyawa tersebut. Nilai Ksp suatu zat dapat digunakan untuk memperkirakan terjadi atau tidaknya endapan suatu zat jika dua larutan yang mengandung ion – ion dari senyawa sukar larut dicampurkan. Untuk memperkirakan terjadi atau tidaknya endapan AmBn dari larutan yang mengandung ion A
n+
kali ion (Qsp) : Qsp AmBn = [An+]m[Bm-]n Jika Qsp > Ksp maka akan terjadi endapan AmBn Jika Qsp = Ksp maka akan terjadi larutan jenuh AmBn
dan B
m-
, digunakan hasil
31 Jika Qsp < Ksp maka belum terjadi latutan jenuh maupun endapan AmBn Contoh : Ke dalam 100 ml larutan AgNO3 0,001 M ditambahkan 100 ml larutan Na2CO3 0,001 M. Selidikilah dengan perhitungan apakah pada penambahan tersebut sudah mengakibatkan terjadinya endapan Ag2CO3. Diketahui Ksp Ag2CO3 pada suhu 25oC adalah 6,3 x 10-12 . Jawab : AgNo3 = 0,001 M x 100 ml
Na2CO3 = 0,001 M x 100 ml
= 0,1 mmol Ag+
= 0,1 mmol CO32- = 0,1 mmol
= 0,1 mmol
Volume campuran 200 ml, sehingga : 0,1
[Ag+] = 200 𝑚𝑜𝑙/𝐿
[CO32-] =
0,1 200
𝑚𝑜𝑙/𝐿
= 5 x 10-4 mol/L Persamaan reaksi : Ag2CO3(s)
= 5 x 10-4 mol/L 2Ag+(aq) + CO32-+(aq)
Qsp Ag2CO3 = [Ag+]2 [CO32-] = (5 x 10-4)2 (5 x 10-4) = 1,25 x 10-10 Ksp Ag2CO3 = 6,3 x 10-12 (sudah diketahui ) Oleh karena Qsp > Ksp, pada pencampuran ini telah terjadi endapan Ag2CO3. 5.
Pengaruh Ion Senama terhadap Kelarutan Jika ke dalam larutan jenuh AgCl ditambahkan beberapa tetes larutan
NaCl, pengendapan AgCl akan terjadi. Demikian juga jika ke dalam larutan AgCl tersebut ditambahkan beberapa tetes larutan AgNO3. 1) Larutan AgCl , semua AgCl terionisasi menjadi ion Ag+ dan Cl-
32 2) Penambahan larutan yang mengandung ion Cl- menyebabkan terjadinya endapan AgCl 3) Penambahan larutan yang mengandung ion Ag+ menyebabkan terjadinya endapan AgCl Mengapa penambahan NaCl atau AgNO3 ke dalam larutan jenuh AgCl tersebut mengakibatkan terjadinya endapan AgCl ? Untuk menjawabnya, dapat dimulai dengan mempelajari reaksi kesetimbangan kelarutan AgCl : AgCl(s)
Ag+ (aq) + Cl- (aq)
Jika ke dalam sistem kesetimbangan tersebut ditambahkan ion Cl-
,
kesetimbangan akan bergeser ke kiri sehingga mengakibatkan jumlah AgCl yang mengendap bertambah. Demikian juga jika ke dalam sistem kesetimbangan tersebut ditambahkan ion Ag+, sistem kesetimbangan akan bergeser ke kiri dan berakibat bertambahnya jumlah AgCl yang mengendap. Kesimpulannya, jika ke dalam sistem kesetimbangan kelarutan ditambahkan ion yang senama, kelarutan senyawa tersebut menjadi berkurang. Contoh : Jika diketahui Ksp AgCl pada suhu 25oC adalah 2,0 x 10-10. a.
Berapakah kelarutan AgCl di dalam air ?
b.
Berapakah kelarutan AgCl di dalam larutan NaCl 0,1 M ?
Jawab : a.
Misal kelarutan AgCl dalam air = s mol/L Ag+ (aq) + Cl- (aq)
AgCl (s) s mol/L
s mol/L
s mol/L
Ksp AgCl = [Ag+][Cl-] 2,0 x 10-10 = (s) (s) 2,0 x 10-10 = s2 s b.
= 1,41 x 10-5 mol/L
Misal kelarutan AgCl dalam larutan NaCl 0,1M = n mol/L
33 AgCl (s)
Ag+ (aq) + Cl- (aq)
n mol/L
n mol/L
n mol/L
NaCl (s) → Na+ (aq) + Cl- (aq) 0,1 mol/L 0,1 mol/L 0,1 mol/L Di dalam sistem terdapat : [Ag+] = n mol/L [Cl-] = (n + 0,1) mol/L = 0,1 mol/L Oleh karena Cl- yang berasal dari AgCl sangat sedikit dibandingkan Cl- yang berasal dari NaCl. [Cl-] yang berasal dari AgCl dapat diabaikan. Ksp AgCl = [Ag+][Cl-] 2,0 x 10-10 = (n) (0,1) n = 2 x 10-9 mol/L Kelarutan AgCl dalam air 1,41 x 10-5 mol/L, jauh lebih besar daripada kelarutan AgCl dalam larutan NaCl 0,1 M yang besarnya 2 x 10-9 mol/L. Dari perhitungan tersbut terlihat jelas bahwa semakin besar konsentrasi ion yang senama (Cl-), semakin kecil kelarutannya. (Sudarmo, 2013: 298). 6.
Hubungan Ksp dengan pH Ion yang berasal dari senyawa atau zat yang kelarutannya kecil dapat
memasuki reaksi asam basa, maka kelarutan berbagai senyawa basa yang sukar larut akan dipengaruhi oleh pH. Mengapa hal ini terjadi? Kita mengetahui bahwa penambahan ion senama (OH-) dalam senyawa basa sukar larut, akan menggeser kesetimbangan ke arah kiri, akibatnya kelarutannya semakin kecil. Tingkat keasaman suatu larutan dapat mempengaruhi kelarutan dari berbagai jenis zat. Suatu larutan basa biasanya lebih mudah larut dalam larutan asam, dan lebih sukar larut dalam larutan yang bersifat basa. Garam-garam yang berasal dari asam lemah akan lebih mudah larut dalam larutan yang bersifat asam kuat. Jika ke dalam larutan basa ditambahkan asam, maka konsentrasi ion H+ akan bertambah dan konsentrasi ion OH- akan berkurang. Jika ion OH- berkurang maka kelarutannya juga akan berkurang. Jika larutan ditambahkan basa, maka konsentrasi OH- akan bertambah sehingga kelarutannya juga akan bertambah.
34 Kesimpulannya pengubahan pH larutan akan mempengaruhi kelarutan. Makin besar pH larutan basa yang sukar larut, makin kecil kelarutan dalam larutan jenuhnya. Contoh : 1.
Diketahui Ksp Mg(OH)2 = 2 x 10-12, tentukanlah kelarutan Mg(OH)2
dalam : a.
Akuades
b.
Larutan dengan pH = 12
Jawab : a.
Misal kelarutan Mg(OH)2 dalam air = s mol/L Mg2+(aq) + 2OH-(aq)
Mg(OH)2(s) s mol/L
s mol/L 2+
2s mol/L
- 2
Ksp Mg(OH)2 = [Mg ][OH ] 2,0 x 10-12
= (s)
2,0 x 10-12
= 4s3 s
b.
(2s)2 = 7,94 x 10-5 mol/L
Dalam larutan pH = 12
pH = 12 , maka pOH = 2 [OH--] = 1 x 10-2 mol/L Misal kelarutan Mg(OH)2 = x mol/L Mg(OH)2(s) ↔ Mg2+(aq) + 2OH-(aq) x mol/L
x mol/L
2x
Konsentrasi ion OH- dalam larutan menjadi (1 x 10-2 + 2x). Sehingga, Ksp Mg(OH)2 = [Mg2+][OH-]2 2,0 x 10-12
= (x) (1 x 10-2 + 2x)2
Oleh karena dapat diduga bahwa x << 1 x 10-2, maka 1 x 10-2 + 2x ≈ 1 x10-2, maka : Ksp Mg(OH)2 = [Mg2+][OH-]2 2,0 x 10-12
= (x) (1 x 10-2 + 2x)2
2,0 x 10-12
= (x) (1 x 10-2)2 x
= 2 x 10-8
35 Jadi, kelarutan Mg(OH)2 dalam larutan pH = 12 adalah 2 x 10-8 . Kelarutan ini kira – kira 4000 kali lebih kecil daripada kelarutan Mg(OH)2 pada akuades.
9.
Penelitian yang Relevan Berdasarkan hasil penelitian Mandaelis et al (2013) menunjukkan bahwa
pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan ketrampilan berpikir kritis dan hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Afiyanti (2013) menyimpulkan bahwa pembelajaran model inkuiri terbimbing berorientasi green chemistry efektif terhadap ketrampilan proses sains dan kepedulian lingkungan. Penelitian lain yang dilakukan oleh oleh Matthew (2013) memberikan kesimpulan bahwa siswa yang diajarkan logika menggunakan metode pembelajaran inkuiri memiliki prestasi lebih baik daripada siswa yang diajar logika dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional. Penelitian tersebut diperkuat oleh Azizmalayeri et al (2012) bahwa ada pengaruh yang signifikan kemampuan berpikir kritis siswa saat diajar dengan model inkuiri terbimbing.
B. Kerangka Berpikir Demi tercapainya tujuan pendidikan diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan proses pembelajaran. Karena inti dari peningkatan mutu pendidikan adalah terjadinya peningkatan kualitas dalam proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Proses pembelajaran kimia di kelas XI IPA 3 SMA Al Islam 1 Surakarta menunjukkan bahwa pembelajaran masih berpusat pada guru (Teaching Centered Learning) . Hal tersebut belum sesuai dengan kurikulum 2013 dimana pada kurikulum 2013 adanya pengalaman belajar langsung dari siswa
sehingga
pembelajaran
berpusat
pada
siswa
(Student
Centered
Learning).Kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran akan berdampak pada kegiatan pembelajaran yang monoton, siswa kurang kreatif dalam memecahkan masalah sehingga hasil belajar menjadi kurang maksimal. Keadaan demikian menyebabkan siswa merasa bosan sehingga pelajaran tidak dapat
36 terserap dengan baik. Hal ini berdampak pada prestasi belajar yang belum mencapai KKM. Kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan pokok bahasan yang dianggap cukup sulit oleh siswa-siswi SMA AL Islam 1 Surakarta. Materi ini menuntut siswa untuk untuk terlibat aktif dalam pembelajaran secara langsung serta kemampuan berpikir kritis dalam memahami konsep materi tersebut. Oleh karena itu, peneliti menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dimana dalam pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing menekankan pada proses mencari dan menemukan dimana materi tidak diberikan guru kepada siswa secara langsung. Akan tetapi, siswa memiliki peran untuk mencari dan menemukan sendiri konsep materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan membimbing siswa untuk belajar. Berdasarkan
uraian
diatas,
diprediksi
bahwa
penerapan
model
pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan siswa kelas XI MIA 3 SMA Al Islam 1 Surakarta tahun ajaran 2014/2015. Adapun skema kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.
37
Permasalahan yang ditemukan : Kondisi Awal
-Proses pembelajaran berpusat pada guru (Teacher Centered Learning)
Kemampuan berpikir kritis dan Prestasi belajar rendah
- Siswa kurang aktif dalam pembelajaran
Siklus I :
Tindakan .
Kondisi Akhir
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
Diduga melalui penerapan model pembelajaran Inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar siswa pada materi larutan dan hasil kali kelarutan
Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir
Menerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dalam kelompok besar
Siklus II : Menerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dalam kelompok kecil
38 C. Hipotesis Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: 1. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan siswa kelas XI SMA AL Islam 1 Surakarta 2. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan siswa kelas XI SMA AL Islam 1 Surakarta