7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar a.
Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar (SD) Setiap siswa memiliki otak yang unik. Keunikan tersebut membuat siswa yang satu memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik siswa yang lain. Karakteristik siswa sekolah dasar dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatan kelasnya, yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah yaitu kelas I, kelas II, dan kelas III, sedangkan kelas tinggi yaitu kelas IV, kelas V, dan kelas VI. Kelas rendah memiliki karakteristik yang berbeda dengan dengan karakteristik kelas tinggi. Freud (Suryabrata, 2015: 204) menyebutkan bahwa masa kelaskelas rendah sekolah dasar yaitu berusia 6/7–9/10 tahun, dan masa kelaskelas tinggi sekolah dasar berusia 9/10 sampai kira-kira 13 tahun. Adapun menurut Izzaty (2008: 116) kelas V sekolah dasar termasuk kelas tinggi yang mempunyai ciri-ciri, antara lain: (1) perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari, (2) ingin tahu, ingin belajar dan relalistis, (3) timbul minat kepada pelajaran-pelajaran stimulus, (4) anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah, dan (5) anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya. Muhammad (2012: 18) menyatakan bahwa masa usia sekolah dasar kelas V sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia sepuluh tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun. Karakteristik utama siswa sekolah dasar kelas V adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam
7
8 kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak. Yusuf (2014: 25) mengemukakan bahwa beberapa sifat khas anak-anak pada masa kelas-kelas tinggi, antara lain: (1) adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, (2) amat realistik, ingin tahu, ingin belajar, (3) menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, (4) sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan bantuan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya, (6) pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) adalah nilai ukuran yang tepat mengenai presetasi sekolah, dan (7) anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok-kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama. Menurut Buhler, siswa kelas V mencapai objektivitas tertinggi yang ditandai dengan: (1) anak berada pada masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar; (2) anak berada pada masa pemusatan dan penimbungan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi; (3) anak mulai berpikir tentang diri pribadi; (4) anak kerap mengasingkan diri (Sobur, 2011:132). Siswa kelas V berada pada akhir masa kanakkanak. Erikson mengemukakan bahwa masa ini adalah masa untuk berkelompok dan berorganisasi (Sobur, 2011: 137). Berdasarkan kelima pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas V sekolah dasar adalah menampilkan perbedaan-perbedaan individual, adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah, suka menyelidik, amat ingin tahu, realistik, ingin belajar, dan mereka senang membentuk kelompokkelompok sebaya.
9 b. Hakikat Matematika 1) Pengertian Matematika Susanto (2013: 183) menyatakan bahwa matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Suherman (2001: 253) menyatakan matematika adalah disiplin ilmu tentang cara berfikir dan mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Wahyudi (2008: 3) menyatakan bahwa “Matematika ialah suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah yang diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas”. Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian matematika ialah satu bidang studi yang memiliki objek abstrak tentang cara berpikir dan mengolah logika, baik secara kuantitaif maupun secara kualitatif dan dibangun melalui penalaran deduktif. 2) Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Tujuan pembelajaran matematika menurut Soedjadi (2004: 15) yaitu: (1) mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dan pola pikir dalam kehidupan dan dunia selalu berkembang, (2) mempersiapkan siswa menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Dalam Tim Penyusun Kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003), tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan,
10 perbedaan, konsisten dan inkonsisten; (2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat
prediksi
dan
dugaan
serta
mencoba-coba;
(3)
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; dan (4) mengembangkan
kemampuan
menyampaikan
informasi
atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan alasan. Secara khusus tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar menurut Depdiknas (Susanto, 2013: 190) adalah sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau alogaritme; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah sebagai berikut: (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan;
(2)
mengembangkan
kemampuan
memecahkan
masalah; (3) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau
masalah;
(5)
memiliki
sikap
menghargai
penggunaan
11 matematika dalam kehidupan sehari-hari; (6) mempersiapkan siswa menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan
sehari
dan
dalam
mempelajari
berbagai
ilmu
pengetahuan. Penelitian ini memfokuskan pada tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar yaitu melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, dalam hal ini melalui kegiatan penyelidikan dan eksplorasi. 3) Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Berdasarkan
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP), ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi: (1) bilangan, (2) geometri dan pengukuran, dan (3) pengolahan data. Abdurrahman (2003: 253), bidang studi matematika yang diajarkan di sekolah dasar mencakup tiga cabang, yaitu aritmetika, aljabar, dan geometri. Dali S. Naga (Abdurrahman, 2003: 253), aritmetika atau berhitung adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan mereka
terutama
menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Menurut Maryunis (dalam Abdurrahman, 2003: 253), berbeda dengan aritmetika dan aljabar, geometri adalah cabang matematika yang berkenaan dengan titik dan garis. Titik adalah pernyataan tentang posisi yang tidak memiliki panjang dan lebar, sedangkan garis hanya dapat diukur panjangnya. Abdurrahman (2003: 253) menyatakan bahwa ruang lingkup pelajaran matematika di sekolah dasar yaitu bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data. Kompetensi dalam bilangan ditekankan pada kemampuan melakukan dan menggunakan sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah dan menaksir hasil operasi hitung. Pengukuran dan geometri ditekankan pada kemampuan mengidentifikasi pengolahan data dan bangun
12 ruang serta menentukan keliling, luas, volume, dalam pemecahan masalah.
Pengolahan
data
ditekankan
pada
kemampuan
mengumpulkan, menyajikan dan membaca data. Dari keempat pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah (1) bilangan, (2) geometri dan pengukuran, (3) pengolahan data. Penelitian yang akan peneliti lakukan termasuk dalam ruang lingkup geometri dan mengambil materi sifat-sifat bangun datar. 4) Materi Sifat-sifat Bangun Datar kelas V Sekolah Dasar Materi pelajaran dalam penelitian ini diuraikan dalam silabus sebagai berikut: (lebih jelasnya pada lampiran 2 halaman 194-195) Tabel 2.1. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Pelajaran Matematika kelas V SD tentang Sifat-Sifat Bangun Datar Standar Kompetensi Dasar Indikator Kompetensi 6. Memahami 6.1 Mengidentifkasi 6.1.1 Mengidentifikasi sifat-sifat sifat-sifat sifat-sifat bangun bangun dan bangun datar datar persegi hubungan 6.1.2 Mengidentifikasi antar bangun sifat-sifat bangun datar persegi panjang 6.1.3 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar segitiga 6.1.4 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar trapesium 6.1.5 Mengidentifikasi sifat-sifatbangun datar jajargenjang 6.1.6 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar belah ketupat 6.1.7 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar lingkaran
13 Bangun datar adalah bangun yang seluruh bagiannya terletak pada satu bidang, bangun datar tersebut juga dimensi dua (Warsri, 2007: 71). Hambali mengatakan bangun datar adalah bangun yang rata yang mempunyai dua dimensi yaitu panjang dan lebar tetapi tidak mempunyai tinggi dan lebar dan hanya dibatasi oleh garis lurus dan garis lengkung (Solichah, 2014: 22) Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bangun datar adalah bangun dua dimensi yang hanya memiliki panjang dan lebar yang dibatasi oleh garis lurus dan lengkung. Bangun datar terdapat berbagai macam yaitu segitiga, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, lingkaran. Penjelasan lebih rinci sebagai berikut: a) Persegi Persegi adalah segi empat yang keempat sisinya sama panjang dan keempat sudutnya siku-siku.
Sifat-sifat persegi (1) Mempunyai empat sisi yang sama panjang (2) Mempunyai dua pasang sisi yang sama panjang dan sejajar (3) Keempat sudutnya siku-siku (4) Mempunyai dua diagonal bidang yang sama panjang (5) Mempunyai empat simetri lipat (6) Mempunyai empat simetri putar b) Persegi Panjang Persegi panjang adalah segi empat dengan sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang serta keempat sudutnya siku-siku.
14
Sifat-sifat persegi panjang (1) Mempunyai dua pasang sisi yang sama panjang (2) Keempat sudutnya siku-siku (3) Mempunyai dua diagonal bidang yang sama panjang dan berpotongan dititik pusat (4) Mempunyai dua simetri lipat (5) Mempunyai dua simetri putar c) Segitiga Segitiga adalah bangun datar yang mempunyai tiga sisi dan tiga titik sudut, segitiga ada bermacam-macam yaitu: a.
Segitiga siku-siku
Segitiga yang kedua sisinya membentuk sudut 900 b.
Segitiga sama kaki
Segitiga yang kedua sisi yang saling berhadapan sama panjang c.
Segitiga sama sisi
Segitiga yang ketiga sisinya sama panjang dan sebangun
15 d.
Segitiga sembarang
Segitiga tidak beraturan atau ketiga sisinya tidak sama panjang. Sifat-sifat segitiga (1) Mempunyai tiga titik sudut (2) Mempunyai tiga sisi (3) Jumlah sudutnya 1800 d) Trapesium Trapesium adalah bangun datar segi empat yang kedua sisinya sejajar namun tidak sama panjang sepasang sudutnya adalah sudut lancip. Jenis-jenis trapesium yaitu: (1) Trapesium siku-siku Trapesium yang salah satu sudutnya siku-siku
(2) Trapesium sembarang Trapesium yang keempat sisinya tidak sama panjang
(3) Trapesium sama kaki Trapesium yang memilik dua sisi yang sama panjang
16
Sifat-sifat trapesium (1) Mempunyai empat sisi (2) Mempunyai empat titik sudut (3) Mempunyai sepasang sisi yang sejajar (4) Jumlah besar sudut yang berdekatan diantara sisi sejajar 1800 e) Jajargenjang Jajargenjang adalah bangun datar segi empat dengan sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar tetapi keempat sudutnya bukan siku-siku.
Sifat-sifat jajargenjang (1) Mempunyai empat sisi dan empat titik sudut (2) Mempunyai dua pasang sisi yang sama panjang dan sejajar (3) Mempunyai dua sudut tumpul dan dua sudut lancip (4) Mempunyai sudut yang berhadapan sama besar (5) Tidak mempunyai simetri lipat (6) Mempunyai dua simetri putar (7) Diagonal bidang yang dimiliki tidak sama panjang f)
Belah Ketupat Belah ketupat adalah bangun yang terbentuk dari segitiga sama kaki, mempunyai sisi yang sama panjang dengan diagonal bidang membentuk sudut siku-siku.
17 Sifat-sifat belah ketupat (1) Mempunyai empat sisi yang sama panjang (2) Mempunyai dua pasang sudut berhadapan yang ukurannya sama (3) Mempunyai diagonal bidang yang berpotongan tegak lurus (4) Mempunyai dua simetri lipat (5) Mempunyai dua simetri putar g) Lingkaran Lingkaran adalah bangun datar berbentuk bulat dengan jari-jari yang sama panjang. Jumlah sudut lingkaran 3600, selain mempunyai jari-jari lingkaran juga meiliki diameter atau garis tengah dan titik pusat.
Sifat-sifat lingkaran (1) Mempunyai satu sisi (2) Jumlah derajat lingkaran sebesar 3600 (3) Mempunyai simetri lipattidak terhingga (4) Mempunyai simetri putar tidak terhingga c.
Hakikat Pembelajaran 1) Pengertian Pembelajaran Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal I “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar” (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: 5). Majid (2013: 284) menyatakan bahwa pembelajaran
adalah
suatu
kegiatan
yang
terencana
yang
mengkondisikan/merangsang seseorang seseorang agar dapat belajar dengan baik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
18 Suprijono (2009: 13) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses, cara, dan perbuatan mempelajari. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi siswa untuk mempelajarinya. Isjoni (2013: 14) menyatakan bahwa pembelajaran melibatkan guru (perorangan dan/ atau kelompok) dan siswa (perorangan, dan/atau kelompok) yang berinteraksi edukatif antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan keempat pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang melibatkan guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2) Prinsip-Prinsip Pembelajaran Mengenai prinsip-prinsip pembelajaran, Susanto (2013: 86) menguraikan beberapa prinsip pembelajaran yaitu: (1) prinsip motivasi, adalah menumbuhkan dorongan belajar; (2) prinsip latar belakang, adalah memperhatikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki anak; (3) prinsip pemusatan perhatian, adalah memusatkan perhatian anak dengan jalan mengajukan masalah yang hendak dipecahkan; (4) prinsip keterpaduan, adalah mengaitkan pokok bahasan dengan pokok bahasan lain; (5) prinsip pemecahan masalah, adalah situasi belajar yang dihadapkan pada masalah-masalah; (6) prinsip menemukan, adalah kegiatan untuk mencari, mengembangkan hasil perolehan dalam bentuk fakta dan informasi; (7) prinsip belajar sambil bekerja, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman untuk mengembangkan dan memperoleh pengalaman baru; (8) prinsip belajar sambil bermain, adalah melalui bermain, anak akan terdorong untuk aktif dalam belajar sehingga pengetahuan, keterampilan, sikap, dan daya fantasi anak
berkembang;
(9)
prinsip
perbedaan
individu,
adalah
memperhatikan perbedaan individu dari tingkat kecerdasan, sifat, dan kebiasaan, atau latar belakang keluarga; (10) prinsip hubungan
19 sosial, adalah sosialisasi pada masa anak yang sedang tumbuh yang banyak dipengaruhi oleh lingkungan social. Sanjaya (2008: 31) menyatakan bahwa prinsip–prinsip pembelajaran yaitu: (1) berpusat kepada siswa, adalah siswa bertindak sebagai subjek belajar; (2) belajar dengan melakukan, adalah belajar merupakan proses beraktivitas, berbuat, mencari informasi secara mandiri dan kreatif melalui aktivitas mencari dan menemukan; (3) mengembangkan kemampuan sosial, adalah kegiatan pembelajaran bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tetapi juga mengembangkan kemampuan bersosial; (4) mengembangkan kreativitas siswa, adalah proses pembelajaran yang mendorong siswa agar menguasai pengetahuan, maka akan dapat mengembangkan daya kreativitas siswa; (5) mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, adanya kegiatan pembelajaran diharapkan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya. Prinsip-prinsip
pembelajaran
menurut
Sugandi,
dkk
(2000:27) yaitu: (1) kesiapan belajar, yang merupakan kondisi awal suatu kegiatan belajar; (2) perhatian, dalam belajar membutuhkan perhatian dari siswa; (3) motivasi, adalah kekuatan yang mendorong orang tersebut melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan; (4) keaktifan siswa, kegiatan belajar dilakukan oleh siswa sehingga siswa harus aktif; (5) mengalami sendiri, erat kaitannya dengan prinsip keaktifan; (6) pengulangan, dengan latihan berarti siswa mengulang-ulang materi yang dipelajari sehingga materi tersebut mudah diingat; (7) materi pelajaran yang menantang, rasa ingin tahu timbul saat guru memberikan pelajaran yang bersifat menantang; (8) balikan
dan
penguatan,
artinya
siswa
dapat
mengetahui
kemampuannya, letak kekuatan dan kelemahannya; (9) perbedaan individual, masing-masing siswa mempunyai karakteristik baik dari
20 segi fisik maupun psikis. Dengan adanya perbedaan ini, tentu minat serta kemampuan belajar mereka tidak sama. Berdasarkan ketiga pendapat di atas, disimpulkan bahwa prinsip–prinsip pembelajaran yaitu: (1) motivasi; (2) belajar sambil bermain; (3) menemukan; (4) mengembangkan kemampuan sosial dan keterampilan pemecahan masalah; (6) berpusat kepada siswa; (7) perhatian; (8) pengulangan; (9) materi pelajaran yang menantang; (10) balikan dan penguatan; (11) perbedaan individual. Penelitian ini memfokuskan pada prinsip pembelajaran menemukan, belajar sambil bermain, dan mengembangkan keterampilan pemecahan masalah d. Pembelajaran Matematika tentang Sifat-Sifat Bangun Datar Kelas V Sekolah Dasar Pembelajaran matematika tentang sifat-sifat bangun datar kelas V sekolah dasar adalah suatu proses interaksi yang melibatkan guru dan siswa untuk mempelajari bahan pelajaran matematika tentang sifat-sifat bangun datar, sehingga siswa mengerti dan paham terhadap materi yang ditunjukkan dengan hasil akhir sesuai tujuan pembelajaran yang diharapkan dan menjadi tolak ukur pembelajaran. 2. Penerapan Teknik Two Stay Two Stray dengan Media Konkret a.
Pengertian Model Pembelajaran Komalasari (2013: 57) menyatakan bahwa model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran
merupakan
bingkai
dari
penerapan
suatu
pendekatan, metode dan teknik pembelajaran. Soekamto (Shoimin, 2014: 23) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dalam hal ini berarti model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.
21 Model Pembelajaran menurut Joyce (Trianto, 2012: 22) adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum dan lain sebagainya. Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelasyang digambarkan dari awal sampai akhir pembelajaran. b. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Slavin (Isjoni, 2013: 15) menyatakan bahwa pembelajaran Kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans (Isjoni, 2013: 15), “Pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran”. Rusman
(2012:
202)
menyatakan
bahwa
pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orangdengan struktur kelompok heterogen. Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dengan kelompok yang beranggotakan empat sampai enam orang yang bersifat heterogen. c.
Teknik-Teknik dalam Model Pembelajaran Kooperatif Lie (Isjoni, 2013: 112-114) menyebutkan bahwa ada tiga belas teknik pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas, teknik-teknik tersebut yaitu; (1)
22 mencari pasangan, (2) bertukar pasangan, (3) berpikir-berpasanganberempat, (4) berpikiran salam dan soal, (5) kepala bernomor, (6) kepala bernomor terstruktur, (7) dua tinggal dua tamu, (8) keliling kelompok, (9) kancing gemrincing, (10) keliling kelas, (11) lingkaran kecil lingkaran besar, (12) tari bambu, dan (13) bercerita berpasangan. Selanjutnya, Huda (2013: 134-153) melengkapi teknik-teknik tersebut menjadi empat belas teknik yang seluruhnya menyertakan prosedur-prosedur yang jelas. Keempat belas teknik tersebut yaitu: (1) mencari pasangan (Make a Match), (2) bertukar pasangan, (3) berpikirberpasangan-membagi (Think-Pair-Share), (4) berkirim salam dan soal, (5) kepala bernomor (Numbered Heads Together), (6) kepala bernomor terstruktur (Structured Numbered Heads), (7) dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray), (8) keliling kelompok, (9) kancing gemrincing, (10) lingkaran dalam lingkaran luar (Inside-Outside Cricle), (11) tari bambu, (12) jigsaw, (13) bercerita berpasangan (Paired Story Telling), dan (14) keliling kelas. Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat di simpulkan bahwa teknik-teknik dalam model pembelajaran kooperatif yaitu (1) mencari pasangan (Make a Match), (2) bertukar pasangan, (3) berpikirberpasangan-membagi (Think-Pair-Share), (4) berkirim salam dan soal, (5) kepala bernomor (Numbered Heads Together), (6) kepala bernomor terstruktur (Structured Numbered Heads), (7) dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray), (8) keliling kelompok, (9) kancing gemrincing, (10) lingkaran dalam lingkaran luar (Inside-Outside Cricle), (11) tari bambu, (12) jigsaw, (13) bercerita berpasangan (Paired Story Telling), dan (14) keliling kelas. Dalam penelitian ini, peneliti memilih menerapkan teknik Two Stay Two Stray. Melalui penerapan teknik tersebut, siswa diharapkan dapat menemukan sendiri konsep yang akan dipelajari melalui kegiatan diskusi kelompok dan kegiatan bertamu.
23 d. Teknik Two Stay Two Stray 1) Pengertian Teknik Two Stay Two Stray Huda (2014: 207), Two Stay Two Stray adalah sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah, dan mendorong satu sama lain untuk berprestasi. Two Stay Two Stray adalah teknik pembelajaran yang diawali dengan membagi kelompok kecil yang terdiri dari empat anak, dua orang diantaranya bertugas berkunjung ke kelompok lain dan dua orang lainnya bertugas menerima tamu dari kelompok lain (Suprijono, 2012: 93). Shoimin (2014: 222) menyatakan bahwa dua tinggal dua tamu adalah dua orang siswa tinggal di kelompok dan dua orang siswa bertamu ke kelompok lain. Dua orang yang tinggal bertugas memberikan informasi kepada tamu tentang hasil kelompoknya, sedangkan yang bertamu bertugas mencatat hasil diskusi kelompok yang dikunjunginya. Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian teknik Two Stay Two Stray adalah pembelajaran kooperatif dengan kelompok beranggotakan empat orang dengan tujuan saling bekerja sama dalam memecahkan masalah dengan dua orang tuan rumah bertugas memberikan informasi hasil diskusi kelompoknya, sedangkan yang bertamu mencatat hasil diskusi dari kelompok yang dikunjungi. 2) Langkah-Langkah Teknik Two Stay Two Stray Shoimin (2014: 214) menyebutkan langkah-langkah teknik Two Stay Two Stray yaitu: (1) siswa bekerja sama dengan kelompok berempat, (2) guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama, (3) setelah selesai, dua anggota dari masing-masing kelompok diminta meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok lain, (4) dua
24 orang yang tinggal dalam kelompok bertugas mensharing informasi dan hasil kerja mereka ke tamu mereka, (5) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain, (6) setiap kelompok dari semua kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua. Adapun menurut Suprijono (2012: 93-94), langkah-langkah Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut: (1) pembelajaran di awali pembagian kelompok, (2) setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya, (3) setelah diskusi antar kelompok selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok lain, (4) anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai duta (tamu) mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut, (5) dua orang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah usai menerima tugas mereka kembali ke kelompoknya masing-masing, (6) setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan. Huda (2014 : 207) prosedur dalam pelaksaan Two Stay Two Stray sebagai berikut: (1) guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa; (2) guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing; (3) siswa bekerja sama dalam kelompok; (4) setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain; (5) dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu; (6) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka
25 sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain; (7) kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah teknik Two Stay Two Stray, yaitu (1) guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan empat orang siswa, (2) guru memberikan permasalahan untuk didiskusikan bersama kelompoknya, (3) dua orang siswa bertamu ke kelompok lain, (4) dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan informasi dan hasil kerja mereka ke tamu mereka, (5) dua orang yang menjadi tamu kembali ke kelompoknya dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, dan (6) kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 3) Kelebihan dan Kekurangan Teknik Two Stay Two Stray Faiq (Setyani, 2014: 20-22) mengemukakan kelebihan Two Stay Two Stray yaitu: (1) dapat dimplementasikan disetiap jenjang kelas; (2) belajar jadi bermakna; (3) siswa aktif; (4) meningkatkan motivasi belajar, kreativitas, prestasi belajar dan daya ingat; (5) mudah dipecah menjadi berpasangan, (6) dapat bertukar informasi, (6) melatih berpikir kritis, (7) memudahkan guru dalam mengajar. Memiliki kesamaan dengan pendapat Shoimin (2014: 225) yang mengemukakan kelebihan Two Stay Two Stray yang: (1) mudah dipecah menjadi berpasangan, (2) lebih banyak tugas yang bisa dilakukan, (3) guru lebih mudah memonitor, (4) dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, (5) kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, (6) lebih berorientasi pada keaktifan, (7) diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya, (8) menambah kekompakkan dan rasa percaya diri siswa, (9) kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan, (10) dapat membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Kekurangan Two Stay Two Stray menurut Lie (2008: 62) yaitu memerlukan waktu yang lama jika tidak dapat mengontrol
26 waktu dengan baik dan guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing dalam proses memberi dan mencari informasi materi (sebelum postest). Adapun menurut Shoimin (2014: 225), kekurangan Two Stay Two Stray yaitu: (1) membutuhkan waktu yang lama, (2) siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, (3) bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga), (4) guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas, (5) membutuhkan waktu lebih lama, (6) membutuhkan sosialisasi yang lebih baik, (7) jumlah ganjil menyulitkan pembentukan kelompok, (8) siswa mudah melepaskan diri dari keterlibatan dan tidak memerhatikan guru, (9) kurang kesempatan untuk memperhatikan guru. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari Two Stay Two Stray yaitu: (1) dapat dimplementasikan disetiap jenjang kelas; (2) belajar jadi bermakna; (3) siswa aktif; (4) meningkatkan motivasi belajar, kreativitas, prestasi belajar, daya ingat, dan kepercayaan diri; (5) dapat bertukar informasi, (6) melatih berpikir kritis, (7) memudahkan guru dalam mengajar. Sedangkan kekurangannya yaitu: (1) memerlukan waktu yang lama; (2) guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing dalam proses memberi dan mencari informasi materi (sebelum postest); (3) bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga); (4) guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas, (5) membutuhkan sosialisasi yang lebih baik, (6) jumlah ganjil menyulitkan pembentukan kelompok. Berdasarkan kelebihan dari teknik Two Stay Two Stray diharapkan siswa lebih termotivasi dan aktif dalam belajar supaya mendapatkan hasil belajar yang baik. Sedangkan kekurangan tersebut, peneliti bersama guru akan meminimalisasi kekurangan yang ada sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, efisiem, dan menyenangkan, sehingga teknik Two Stay Two Stray
27 dapat diterapkan dalam peningkatan pembelajaran mmatematika di kelas V SD Negeri Gadungrejo. e.
Hakikat Media Konkret 1) Pengertian Media Sadiman, ddk (2009: 6), kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Padmono (2011: 12) berpendapat, media berarti segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan sehingga subjek didik terangsang pikiran, emosinya, sehingga timbul perhatian/minat dan memungkinkan subjek belajar. Sanaky (2013: 4) mengatakan media pembelajaran adalah peraga atau alat bantu pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran. Miarso (Sumantri dan Permana, 2001:153 ) yaitu segala alat pengajaran
yang
digunakan
guru
sebagai
perantara
untuk
menyampaikan bahan-bahan instruksional dalam proses belajar mengajar. Pengertian media menurut Arsyad (2011: 4-5) yang menyatakan media sebagai komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dari kelima pendapat di atas dapat disimpulkan pengertian media adalah segala alat pengajaran yang digunakan guru untuk mengantarkan pesan agar siswa terangsang pikirannya, emosinya, sehingga timbul minat untuk belajar. 2) Macam-macam Media Andershon (Asyhar, 2011: 49) menyatakan macam-macam media, yaitu: (1) audio, seperti kaset audio, siaran radio, CD, dan telepon; (2) cetak, seperti buku pelajaran, modul, brosur, leafleat, dan gambar; (3) audio-cetak, seperti kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis; (4) proyeksi visual diam, seperti Overhead
28 Transparansi (OHT); (5) proyeksi audio visual diam, seperti film bingkai dan slide bersuara; (6) visual gerak, seperti film bisu; (7) audio visual gerak, seperti film gerak bersuara, video/VCD, dan televisi; (8) objek fisik, seperti media konkret/3D, model, dan spesimen; (9) manusia dan lingkungan, seperti guru, pustakawan, dan laboran; (10) komputer. Heinich, dkk (Sapriati, dkk., 2009: 5) membagi media menjadi empat macam, yaitu: (1) media tidak diproyeksikan, seperti media konkret, model, bahan tercetak, dan bahan ilustrasi; (2) media diproyeksikan, seperti Overhead Projector (OHP) dan slide; (3) media audio; (4) media gerak; (5) computer; (6) media radio dan televisi. Berdasarkan cara penggunaannya, media dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) media tradisional atau konvensional, misalnya peta, ritatoon (simbol-simbol grafis), rotatoon (gambar berseri); (2) media moderen atau kompleks, seperti komputer diintegrasikan dengan media elektronik lainnya (Asyhar, 2011: 51). Berdasarkan uraian ketiga pendapat, macam-macam media yaitu: media diproyeksikan, media tidak diproyeksikan, media audio, media gerak, komputer, media radio dan televisi, manusia, dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan media konkret (3D) yang masuk ke dalam macam media yang tidak diproyeksikan . 3) Media Konkret Sanaky (2013: 127) menyatakan bahwa benda nyata merupakan alat yang efektif untuk mengikut sertakan berbagai alat indera dalam belajar. Hal ini disebabkan benda asli memiliki sifat keasliannya, mempunyai ukuran besar dan kecil, berat, warna dan adakalanya disertai gerak dan bunyi, sehingga memiliki daya tarik sendiri bagi pembelajaran. Jadi, benda asli adalah benda dalam keadaan sebenarnya.
29 Daryanto (2013: 29) mengemukakan benda nyata akan difungsikan sebagai media pembelajaran yang dapat dibawa langsung ke kelas atau siswa sekelas dikerahkan langsung ke dunia sesungguhnya dimana benda asli itu berada. Media benda konkret tergolong
mudah
dan
sederhana
dalam
penggunaan
dan
pemanfaatannya, karena tanpa harus memerlukan keahlian khusus, dapat dibuat sendiri oleh guru, bahannya mudah diperoleh di lingkungan sekitar. Asyhar (2011: 54) mengemukakan benda nyata adalah benda yang dapat dilihat, didengar atau dialami oleh peserta didik sehingga memberikan pengalaman langsung kepada mereka. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas ketika proses pembelajaran berlangsung, tetapi siswa dapat melihat langsung ke lokasi objek. Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media konkret adalah media yang diperoleh dari benda-benda nyata di lingkungan sekitar untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa dan membuat pembelajaran menjadi menarik. 4) Jenis-jenis Media Konkret Media konkret dapat diartikan sebagai media nyata, benda nyata, realia atau realita, dan 3D. Daryanto (2013: 29) menyatakan bahwa media tiga dimensi dapat berwujud sebagai benda asli baik hidup maupun mati, dan dapat pula berwujud sebagai tiruan yang mewakili
aslinya.
Sudjana
dan
Rivai
(2013:
196)
yang
mengemukakan “Benda-benda nyata itu banyak macamnya, mulai dari benda atau makhluk hidup seperti binatang dan tumbuhtumbuhan, juga termasuk benda-benda mati misalnya batuan, air, tanah, dan lain-lain”. Sumantri dan Permana (2001: 161-162) mengemukakan media yang termasuk ke dalam benda asli dan orang, yaitu: (1) speciment, adalah pecahan dari benda yang sebenarnya; (2) mock-up,
30 model tiruan yang menonjolkam bagian tertentu dari suatu benda asli; (3) diorama, adalah model pemandangan yang dibuat seperti keadaan aslinya; (4) laboratorium di luar sekolah, misalnya pasar, aliran sungai, air terjun, dsb.; (5) museum, adalah tempat menyimpan dan memelihara objek-objek yang asli dan specimenspecimen, benda purbakala, dsb.; (6) community study, adalah program yang dirancang agar siswa dapat mengetahui keadaan sosial masyarakat; (7) walking trips, memberikan pengalaman belajar melalui demonstrasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan pekerjapekerja di lingkungan sekitar sekolah; (8) field study, adalah studi lapangan;
(9)
dikunjungi
manusia
sumber,
adalah
proses
pembelajaran menggunakan manusia sumber atau ahli dalam suatu bidang; (10) special learning trips, adalah penggunaan media belajar di lingkungan sekitar sekolah dan guru serta siswa terlibat secara aktif; dan (11) model, adalah media tiga dimensi yang mewakili benda sebenarnya. Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis media konkret yaitu makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, community study, walking trips,field study, dikunjungi manusia sumber, special learning trips dan bendabenda mati seperti tanah, air, speciment, mock-up, diorama, laboratorium di luar sekolah, museum, dan model. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis media konkret benda mati yaitu karton berbentuk bangun datar persegi, persegi panjang, segitiga, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, dan lingkaran. 5) Langkah-Langkah Penggunaan Media Konkret Sudjana (2013: 197-203) menyatakan bahwa penggunaan benda nyata dalam belajar dengan cara: (1) memperkenalkan unit baru perlu metode khusus yang memberi perhatian anak; (2) menjelaskan proses, benda nyata tepat untuk pengajaran yang
31 menunjukkan proses dan tidak sekedar benda (misalnya benda batu cadas, kristala); (3) menjawab pertanyaan (perlu diuji sejauh mana keterlibatan siswa dalam berinteraksi dengan benda nyata; (4) melengkapi perbandingan; dan (5) unit akhir. Padmono (2011: 43) yang mengemukakan langkah-langkah penggunaan benda konkret dalam pembelajaran sebagai berikut: (1) memperkenalkan unit baru perlu metode khusus yang menarik perhatian anak; (2) menjelaskan proses, benda nyata tepat untuk pengajaran yang menunjukkan proses dan tidak sekedar benda; (3) menjawab pertanyaan; (4) melengkapi perbandingan; dan (5) unit akhir atau puncak. Berdasarkan kedua pendapat di atas, kaitannya dengan penelitian penggunaan
yang
dilakukan
media
konkret
peneliti, di
langkah-langkah
sekolah
dasar
dalam
yaitu:
(1)
memperkenalkan media tersebut, (2) menjawab pertanyaan dari siswa mengenai media yang digunakan tersebut, (3) menjelaskan kegunaan media tersebut, dan (4) menyimpulkan kegunaan media tersebut. 6) Kelebihan dan Kekurangan Media Konkret Sumantri dan Permana (2001: 176), kekuatan media konkret yaitu: (1) benda asli memberi pengalaman yang sangat berharga karena langsung dalam dunia sebenarnya, (2) benda asli memiliki ingatan yang tahan lama dan sulit dilupakan, (3) pengalaman nyata dapat membentuk sikap mental dan emosional yang positif terhadap hidup dan kehidupan, (4) benda asli dan model dapat dikumpulkan dan dicari, dan (5) benda asli dapat dikoleksi orang. Asyhar (2011: 55) menyatakan bahwa, “Kelebihan dari media nyata ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran bersifat lebih konkret dan waktu retensi lebih panjang”.
32 Selain kelebihan, media konkret memiliki beberapa kekurangan. Sudjana (2013: 196) menyatakan bahwa penggunaan benda nyata perlu mempertimbangkan: (1) apakah memungkinkan dimanfaatkan dalam kelas secara efisien, (2) bagaimana caranya agar benda nyata yang digunakan sesuai dengan pola belajar siswa, (3) dari mana asal sumbernya benda nyata digunakan. Sanaky (2013: 129)
menyatakan bahwa belajar menggunakan media konkret
memiliki beberapa kekurangan anatara lain: (1) media konkret harus dapat
dimanfaatkan
secara
efisien
agar
dapat
memberikan
pengalaman yang bermakna dan (2) harus dapat mengetahui benarbenar caranya dalam penyampaian benda tersebut. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan kelebihan dari media konkret yaitu: (1) memberi pengalaman langsung dalam dunia sebenarnya, (2) memiliki ingatan yang tahan lama dan sulit dilupakan, (3) dapat membentuk sikap mental dan emosional yang positif terhadap hidup dan kehidupan, (4) dapat dikumpulkan dan dicari, dan (5) benda asli dapat dikoleksi orang. Sedangkan kekurangannya adalah siswa memperhatikan
petunjuk
penggunaan
media
yang tidak
konkret
akan
kebingungan dalam penggunaannya. Pada penelitian ini, dengan kelebihan
penggunaan
media
konkret
diharapkan
dapat
meningkatkan pembelajaran matematika siswa kelas V sekolah dasar sedangkan kekurangannya akan diminimalisasikan dengan membuat siswa lebih paham akan penggunaan media konkret. f.
Penerapan Teknik Two Stay Two Stray dengan Media Konkret Penerapan teknik Two Stay Two Stray dengan media konkret adalah inovasi pembelajaran kelompok yang beranggotakan empat orang dengan tujuan bekerja sama memecahkan masalah, dua orang sebagai tuan rumah dan dua orang sebagai tamu yang dikombinasikan dengan penggunaan media konkret untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa dan membuat pembelajaran lebih menarik.
33 Penerapan teknik Two Stay Two Stray dengan media konkret di sekolah dasar meliputi beberapa langkah sebagai berikut: 1) Guru membagi kelompok 2) Guru memberikan pokok permasalahan kepada kelompok untuk didiskusikan dengan media konkret 3) Dua siswa bertamu ke kelompok lain 4) Dua siswa tinggal membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu 5) Tamu kembali ke kelompoknya untuk melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok lain 6) Kelompok membahas hasil-hasil kerja mereka dengan media konkret Penggunaan media konkret dalam penelitian ini disesuaikan dengan materi pembelajaran setiap siklus. Tabel 2.2. berikut merupakan tabel penggunaan media konkret dalam pembelajaran matematika materi sifat-sifat bangun datar. Tabel 2.2. Penggunaan Media Konkret Siklus I
II
III
Materi Sifat-sifat bangun datar persegi, persegi panjang, dan segitiga Sifat-sifat bangun datar trapesium dan jajargenjang Sifat-sifat bangun datar belah ketupat dan lingkaran
Media Konkret yang Digunakan Karton berbentuk persegi, persegi panjang, dan segitiga Karton berbentuk trapesium dan jajargenjang. Karton berbentuk belah ketupat dan lingkaran
3. Penelitian yang Relevan Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu pertama, hasil penelitian oleh Khaq (2015) dengan judul “Penerapan Teknik Two Stay Two Stray dengan Multimedia dalam Peningkatan Pembelajaran IPS Pada Siswa Kelas V SD Negeri Watuagung Tahun Ajaran 2014/2015”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan teknik Two Stay Two Stray dengan multimedia dapat
34 meningkatkan pembelajaran IPS pada siswa kelas V SD Negeri Watuagung tahun ajaran 2014/2015. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terdapat pada variabel bebas yaitu penerapan teknik Two Stay Two Stray. Perbedaannya pada media yang digunakan, subjek penelitian, dan variabel terikat yaitu peningkatan pembelajaran matematika pada penelitian peneliti sedangkan peningkatan pembelajaran IPS pada penelitian oleh Khaq. Penelitian kedua, hasil penelitian oleh Murwaeni (2014) tentang “Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray dalam Pembelajaran IPS Siswa Kelas IV Sekolah Dasar”. Hasil penelitian menunjukkan penerapan teknik Two Stay Two Stray dapat meningkatkan pembelajaran IPS pada siswa kelas IV sekolah dasar. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terdapat pada variabel bebas yaitu penerapan teknik Two Stay Two Stray. Perbedaannya pada subjek penelitian, dan variabel terikat yaitu peningkatan pembelajaran matematika pada penelitian peneliti sedangkan peningkatan pembelajaran IPS pada penelitian Murwaeni. Penelitian ketiga, hasil penelitian oleh Sulisworo (2014) tentang “The Effect of Cooperative Learning, Motivation and Information Technology Literacy to Achievement”. Hasil penelitian menunjukkan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dan motivasi sangat berpengaruh dalam meningkatkan prestasi siswa, sedangkan informasi teknologi tidak. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terdapat pada variabel bebas yaitu penerapan Two Stay Two Stray. Perbedaan terdapat pada subjek penelitian dan variabel terikatnya yakni dalam penelitian tersebut meneliti pengaruh dalam pembelajaran IPA, sedangkan dalam penelitian yang peneliti lakukan meneliti peningkatan pembelajaran matematika. Penelitian keempat, hasil penelitian oleh Pons, dkk (2014) tentang “Cooperative Learning in Mathematics: a Study on the Effect of the Parameter of Equality on Academic Performance”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik Two Stay Two Stray dalam pembelajaran kooperatif memberikan pengaruh terhadap kualitas akademik. Persamaan terdapat pada variabel bebas yaitu penggunaan teknik Two Stay Two Stray.
35 Perbedaan terdapat pada variabel terikatnya yakni dalam penelitian tersebut meneliti pengaruh dalam prestasi akademik, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan meneliti peningakatan pembelajaran matematika. Perbedaan selanjutnya terdapat pada subjek penelitiannya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti akan menjadikan penelitian tersebut sebagai referensi dalam penelitian ini.
B. Kerangka Berpikir Siswa kelas V Sekolah Dasar (SD) berada pada rentang usia 10-11 tahun, suka menyelidik, amat ingin tahu, ingin belajar, realistik, dan mereka senang membentuk kelompok-kelompok sebaya. Karakteristik ini yang dijadikan modal bagi siswa untuk mampu mengembangkan pola pikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa konkret pada mata pelajaran matematika yang bersifat abstrak. Matematika ialah satu bidang studi yang memiliki objek abstrak tentang cara berpikir dan mengolah logika, baik secara kuantitaif maupun secara kualitatif dan dibangun melalui penalaran deduktif. Jadi, perlu adanya pembelajaran yang menyenangkan, berorientasi pada keaktifan, bermakna, menambah motivasi belajar, sehingga siswa dapat memahami materi dalam mata pelajaran matematika khususnya dalam penelitian ini adalah sifat-sifat bangun datar. Pembelajaran
matematika
tanpa
melibatkan
siswa
secara
aktif
mengakibatkan sebagian besar siswa pasif dan kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Kebiasaan bersikap pasif dalam pembelajaran mengakibatkan sebagian besar siswa malu, tidak berani, dan kurang percaya diri dalam bertanya pada guru mengenai materi yang kurang dan belum dipahami, sehingga hasil belajar kurang optimal. Teknik Two Stay Two Stray merupakan pembelajaran kooperatif dengan kelompok beranggotakan empat orang dengan tujuan saling bekerja sama dalam memecahkan masalah dengan dua orang tuan rumah bertugas memberikan informasi hasil diskusi kelompoknya, sedangkan yang bertamu mencatat hasil diskusi dari kelompok yang dikunjungi. Teknik Two Stay Two Stray membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan menyenangkan karena
36 memotivasi siswa dalam belajar dengan mengajak siswa untuk aktif bekerja sama memecahkan masalah. Hal ini dilakukan agar siswa lebih mudah memahami materi yang dipelajari, sehingga berimbas pada meningkatnya pembelajaran baik proses maupun hasil belajar siswa. Selain itu hasil penelitian oleh Khaq (2015) menunjukkan bahwa teknik Two Stay Stray mendorong siswa untuk bertanggung jawab dengan tugasnya masing-masing dalam kelompok. Penggunaan media konkret dapat meningkatkan proses siswa selama belajar matematika dan hasil belajar siswa karena dengan media konkret siswa dapat menerima pengalaman langsung dan membuat pembelajaran menjadi lebih menarik, sehingga siswa dapat menerima dan menyerap pengetahuannya secara sendiri melalui penggunaan media konkret yang melibatkan keaktifan siswa di dalamnya. Penggunaan media konkret dalam pembelajaran matematika juga akan memudahkan siswa dalam memahami materi karena dapat mengkonkretkan konsep yang masih abstrak dalam matematika. Skema kerangka berpikir penerapan teknik Two Stay Two Stray dengan media konkret dapat dilihat pada gambar 2.1. sebagai berikut:
Kondisi Awal
Tindakan
Karakteristik siswa kelas V SD yaitu: suka menyelidik, amat ingin tahu, ingin belajar, realistik, dan mereka senang membentuk kelompok-kelompok sebaya.
Menerapkan teknik Two Stay Two Stray dengan media konkret
Matematika ialah satu bidang studi yang memiliki objek abstrak tentang cara berpikir dan mengolah logika, baik secara kuantitaif maupun secara kualitatif dan dibangun melalui penalaran deduktif. Kondisi Akhir Melalui penerapan teknik Two Stay Two Stray dengan media konkret, pembelajaran matematika dapat meningkat.
Menjadikan pembelajaran menyenangkan dan bermakna, siswa aktif, siswa termotivasi untuk belajar, siswa dapat memecahkan masalah dengan berdiskusi, dan materi matematika yang abstrak dapat dipahami oleh siswa.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
37 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan dan kerangka berpikir, dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Jika penerapan teknik Two Stay Two Stray dengan media konkret dilaksanakan dengan langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang sifat-sifat bangun datar pada siswa kelas V SD Negeri Gadungrejo tahun ajaran 2015/2016”