7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Peningkatan Pembelajaran Matematika Siswa Kelas V SD a. Karakteristik Siswa Kelas V SD Piaget memengemukakan tahap-tahap perkembangan anak itu secara hirarkis terdiri dari empat tahap, yaitu tahap sensori motoris (0-2 tahun), tahap pra operasional (2-6/7 tahun), tahap operasional konkret (6/711/12 tahun), dan tahap operasional formal. Siswa kelas V SD termasuk anak dalam perkembangan tahap operasional konkret (6/7-11/12 tahun). Anak sudah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak. Dalam tahap ini anak mulai berkurang egoisentrisnya, dan lebih sosiosentris (Suharjo, 2006: 37). Buhler membagi lima fase perkembangan, yaitu fase pertama (0-1 tahun), fase kedua (2-4 tahun ), fase ketiga (5-8 tahun), fase keempat (9-11 tahun), fase kelima (14-19 tahun). Siswa SD kelas V termasuk dalam fase keempat (11-14 tahun). Pada periode ini anak mencapai objektivitas tinggi. Bisa pula disebut sebagai masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Pada fase keempat ini, anak mulai “menemukan diri sendiri”, yaitu secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi. Pada waktu ini, anak kerap mengasingkan diri (Sobur, 2011: 131). Hurlock membagi empat fase perkembangan, yaitu prenatal (sebelum lahir), fase natal (lahir-10/11 tahun), fase remaja (11/12-13/14 tahun) dan fase dewasa (21-40 tahun). Siswa kelas V SD termasuk dalam fase remaja (11/12-13/14). Pada fase ini disebut fase negatif, terlihat tingkah laku yang negatif. Fase yang sukar untuk anak dan orang tua. Perkembangan fungsi tubuh, terutama seks juga terganggu (Sobur, 2011: 134). Berdasarkan uraian pendapat para ahli tentang karakteristik siswa, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas V sekolah dasar berada
8
pada tahap opersional konkret dan belum mampu berpikir secara abstrak. Pada usia tersebut anak memiliki rasa ingin tahu dan rasa ingin mencoba/ bereksperimen yang besar. Dalam belajar dapat dimaksimalkan melalui belajar dengan model Inkuiri yaitu siswa mencari dan menemukan sendiri sebuah konsep sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Pada penelitian ini menerapkan model Inkuiri dengan media konkret maka media tersebut akan menumbuhkan motivasi serta partisipasi sehingga pembelajaran dapat dilaksanakan secara bermakna. b. Pembelajaran Matematika SD 1) Hakikat Pembelajaran a) Pengertian Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarakan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid (Sagala, 2011: 61). Pembelajaran menurut Corey adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu (Sagala, 2011: 61). Menurut Dimyati dan Mudjiono pembelajaran adalah kegiatan guru secara terpogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar (Sagala, 2011: 62). UUSPN No. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Sagala, 2011: 62).
9
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli tentang
pengertian
pembelajaran,
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran adalah proses membelajarkan peserta didik untuk mengembangkan kreativitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan nilai proses dan hasil belajar (nilai tes evaluasi) sebagai nilai pembelajaran. b) Prinsip-prinsip pembelajaran Warsita (2008: 89) menyebutkan prinsip-prinsip pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah (a) pembelajaran merupakan suatu perubahan status pengetahuan; (b) peserta didik merupakan peserta aktifdi di dalam proses pembelajaran; (c) menekankan pada pembentukan pola pikir peserta didik; (d) berpusat pada cara peserta didik mengingat , memperoleh kembali dan menyimpan informasi dalam ingatanya; (e) menekankan pada pengalaman belajar, dengan memandang pembelajaran sebagai proses aktif di dalam diri peserta didik; (f) menerapkan reward dan punishment; (g) hasil pembelajaran tidak hanya tergantung pada informasi yang disampaikan guru, tetapi juga pada cara peserta didik memproses informasi tersebut. Mengenai
prinsip-prinsip
pengembangan
pembelajaran,
Suparman menyatakan: (1) respon respon baru diulang sebagai akibat dari respon-respon tersebut, (2) perilaku peserta didik tidak hanya dikontrol, tetapi juga pengaruh kondisi atau tanda yang muncul di lingkungan peserta didik, (3) perilaku yang timbul akan hilang atau berkurang akibat yang menyenangkan, (4) belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda terbatas akan ditransfer pada situasi lain secara terbatas, (5) belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks, (6) mental peserta didik untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi perhatian dan ketekunan selama belajar, (7) kegiatan dibagi menjadi langkah-langkah
10
kecil dan disertai umpan balik untuk penyelesaian tiap langkah, (8) kebutuhan memecah materi pelajaran yang kompleks menjadi kegiatankegiatan yang kecil dapat diwujudkan dalam satu modul, (9) ketrampilan tingkat tinggi terbentuk dari ketrampilan dasar yang lebih sederhana, (10) belajar cenderung menyenangkan apabila peserta didik lebih mampu dalam ketrampilan memecahkan masalah, (11) perkembangan dan kecepatan belajar peserta didik bervariasi ada yang cepat, ada yang lambat, (12) dengan persiapan, peserta dapat mengembangkan
kemampuan
mengorganisasikan
belajar
dan
menimbulkan umpan balik kepada dirinya dengan respon yang benar (Anitah, 2009: 18-25). Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli tentang prinsip-prinsip
pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa
prinsip-prinsip pembelajaran antara lain (1) pembelajaran merupakan perubahan status pengetahuan berdasarkan pengalaman, (2) belajar berhubungan dengan aktivitas individu dalam menyelesaikan masalah berdasarkan pengalaman, (3) pola pikir setiap individu dalam menghadapi
tantangan
untuk
menghadapi
tantangan
untuk
memecahkan masalah, mengingat, mengulang, dan menyimpan dalam ingatanya, (4) pembelajaran menerapkan penguatan dan dorongan atau motivasi dalam mengembangkan dirinya untuk menghadapi tantangan, (5) pembeljaran berpusat pada peserta didik yang memiliki perbedaan individual, (6) pembelajaran bertujuan pada proses (7) pembelajaran mendorong peserta didik untuk mencapai tingkat berpikir yang lebih tinggi. c) Tujuan Pembelajaran Sanjaya (2011: 86) tujuan pembelajaran adalah kemampuan (kompetensi) atau ketrampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Sagala (2011: 62) menyatakan tujuan pembelajaran sebagai berikut: (a) mengembangkan kreativitas berpikir siswa, dan (b) meningkatkan
11
kemampuan
mengkontruksi
pengetahuan
baru
sebagai
upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Suharjo (2006: 85) tujuan pembelajaran yang secara eksplisit diusahakan dicapai melalui tindakan pembelajaran tertentu dinamakan instructional effects sedangkan tujuan pembelajaran yang lebih merupakan hasil sampingan dari pembelajaran dinamakan nurturant effects. Instructional effects biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan, sedangkan nurturant effects tercapainya karena siswa menghadapi suatu sistem lingkungan belajar tertentu, misalnya siswa mampu berfikir kritis, bersifat terbuka menerima pendapat orang lain, kreatif, disiplin, dan sebagainya, karena siswa menghayati pengalaman berupa diskusi kelompok atau kelas. Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran yaitu memiliki kompetensi pada pembelajaran tertentu, mengembangkan kreativitas siswa, dan meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru. d) Karakteristik Pembelajaran Sagala (2011: 63) mengemukakan karakteristik pembelajaran sebagai berikut: (a) proses pembelajaran melibatkan proses mental secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir, dan (b) pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa yang akan dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan mereka. Darsono mengemukakan karakteristik pembelajaran sebagai berikut: (a) pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis, (b) pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar, (c) pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik perhatian dan menantang siswa, (d) pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan
12
menarik, (e) pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa, (f) pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran , baik secara fisik maupun psikologi, (g) pembelajaran menekankan keaktifan siswa, dan (h) pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja (Hamdani, 2011: 47). Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran antara lain: (a) pembelajaran direncanakan secara sistematis, (b) adanya saling keterkaitan antar unsur pembelajaran, (c) adanya peningkatan proses belajar siswa, (d) adanya tujuan yang hendak dicapai, dan (e) pembelajaran dilakukan secara sadar dan sederhana. 2) Hakikat Matematika SD a) Pengertian Matematika Ruseffendi menyatakan Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif,ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postutat, dan akhirnya ke dalil (Heruman, 2007: 1). Sedangkan Matematika menurut Soedjadi (2000) yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif (Heruman, 2007: 2). Wahyudi (2008: 3) menyatakan bahwa Matematika adalah suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam Matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli, dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah suatu ilmu yang mempelajari berbagai bentuk unsur yang tidak dapat didefinisikan.
13
b) Tujuan Matematika di SD Dekdikbud (1996) mengemukakan tujuan pembelajaran Matematika antara lain (1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif; (2) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan; (3) Menambah dan mengembangkan ketrampilan berhitung dengan bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari; (4) mengembangkan pengetahuan dasar matematika dasar sebagai bekal untuk melanjutkan kependidikan menengah dan (5) membentuk sikap logis, kritis, kreatif, cermat dan disiplin (Lenterak, 2011). Menurut Wahyudi (2008: 3) tujuan pembelajaran Matematika adalah melatih berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten. Jihad (2008: 153) tujuan siswa mempelajari metematika yakni memiliki kemampuan dalam: (1) menggunakan alogaritma (prosedur pekerjaan), (2) melakukan manipulasi secara matematika, (3) mengorganisasi data, (4) memanfaatkan simbol, tabel, diagram, dan grafik, (5) mengenal dan menemukan pola, (6) menarik kesimpulan, (7) membuat kalimat atau model matematika, (8) membuat interprestasi bangun dalam bidang dan ruang, (9) memahami pengukuran dan satuan-satuanya, (10) menggunakan alat hitung dan alat bantu matematika. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan Matematika di SD adalah melatih cara berpiikiri secara sistematis, melakukan manipulasi secra Matematika, membuat interpretasi bangun dalam bidang dan ruang, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
14
c) Fungsi Matematika di SD Menurut Wahyudi (2008: 3) fungsi dari Matematika adalah mengembangkan kemampuan menalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model Matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Jihad (2008: 153) menyatakan bahwa fungsi Matematika sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan
bilangan
dan
simbol,
mengembangkan
ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan beberapa penjelasan para ahli tentang fungsi Matematika, dapat disimpulkan bahwa fungsi Matematika yaitu sebagai alat
komunikasi,
alat
pemecahan
masalah,
mengembangkan
kemampuan mendeskripsikan, dan memprediksi dengan pemikiran atau logika dari materi yang sederhana sampai pada tingkat lebih kompleks. d) Ruang Lingkup Matematika di SD Wahyudi (2008: 3) menyatakan ruang lingkup pembelajaran Matematika terdiri dari: Ruang lingkup pembelajaran Matematika yaitu standar kompetensi Matematika merupakan seperangkat kompetensi Matematika yang dibakukan dan harus dicapai oleh siswa pada akhir periode pembelajaran. Standar ini dikelompokkan dalam Kemahiran Matematika, Bilangan, Pengukuran, dan Geometri, Aljabar, Statistika, dan Peluang, Triginometri, dan Kalkulus. Ruang lingkup Matematika tersebut dijabarkan menjadi Standar Kompetensi yang harus dicapai siswa Sekolah Dasar. Secara rinci, Wahyudi (2008: 6) menjelaskan bahwa standar kompetensi Matematika bagi siswa SD dan MI adalah sebagai berikut: a) Bilangan (1) menggunakan bilangan dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah, (3) menggunakan konsep bilangan cacah dan pecahan dalam
15
pemecahan masalah, (4) menentukan sifat-sifat operasi hitung, faktor, kelipatan bilangan bulat dan pecahan serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, (5) melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. b) Pengukuran dan geometri (1) melakukan pengukuran, mengenal bangun datar dan bangun ruang, serta menggunakannya dalam pemecahan kehidupan seharihari, (2) melakukan pengukuran, menentukan unsur bangun datar, dan menggunakannya dalam pemecahan kehidupan sehari-hari, (3) melakukan pengukuran keliling dan luas bangun datar dan menggunakannya dalam pemecahan kehidupan sehari-hari, (4) melakukan pengukuran, menentukan sifat dan unsur bangun ruang, menentukan kesimetrian bangun datar serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. (5) mengenal sistem koordinat pada bidang datrar. c) Pengolahan data Mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data. Ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI sesuai dengan yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (a) bilangan; (b) geometri dan pengukuran; (c) pengolahan data. Menurut Depdiknas (2011: 1) mata pelajaran Matematika di Sekolah Dasar meliputi aspek-aspek sebgai berikut: (a) bilangan, yaitu meliputi bilangan, angka, perkiraan, dan perhitungan, (b) geometri, yaitu meliputi bangun dua dimensi, tiga dimensi, transformasi dan simetri, (c) pengolahan data, yaitu berkaitan dengan perbandingan pengukuran. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup Matematika di SD adalah: (a) kemahiran
16
Matematika, Bilangan, Pengukuran dan Geometri, Aljabar, Statistika, dan Peluang, Triginometri, dan Kalkulus, (b) bilangan, bilangan menjelasakan tentang konsep-konsep pemecahan masalah suatu bilangan, (c) pengukuran dan geometri, yaitu menjelaskan tentang pengukuran bangun ruang dan bangun datar, maka penggunaan media benda konkret tepat digunakan untuk menganalisis unsur-unsur bangun ruang. Pada penelitian ini, peneliti mengambil pokok bahasan tentang bangun datar. Bangun datar dalam penelitian ini masuk dalam lingkup pengukuran dan geometri. Berikut Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator yang digunakan peneliti sesuai silabus pada mata pelajaran Matematika tentang bangun ruang untuk kelas V SD/ MI semester II yang disajikan pada Tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika tentang Bangun Datar Kelas V SD Semester 2. Standar Kompetensi Indikator Kompetensi Dasar 6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun.
6.5 Menyelesaikan Menyelesaikan soal yang berkaitan dengan bangun masalah yang datar persegi berkaitan dengan bangun Menyelesaikan soal yang berkaitan dengan bangun datar dan datar persegi panjang bangun ruang Menyelesaikan soal yang sederhana berkaitan dengan bangun datar segitiga Menyelesaikan soal yang berkaitan dengan bangun datar jajargenjang Menyelesaikan soal yang berkaitan dengan bangun datar trapesium Menyelesaikan soal yang berkaitan dengan bangun datar layang-layang
17
e) Materi Luas Bangun Datar 1) Luas persegi
Langkah-langkah: 1. Setiap kelompok (4-5 orang) diberi bangun datar persegi sesuai gambar di atas dengan panjang sisinya 15 cm. Sedangkan persegi yang kecil sisinya 5 cm. 2. Siswa diarahkan guru untuk menghitung berapa banyak persegi kecil dengan panjang sisi 5 cm yang menutupi permukaan persegi yang panjang sisinya 15 cm Luas bangun persegi di atas dapat kita tentukan dengan menghitung banyaknya luas satuan yang menutupi bangun tersebut. Dari hasil menghitung tersebut kita mengetahui bahwa persegi di atas memiliki 9 luas satuan. Dari pengamatan di atas, tentu ada hubungan antara panjang sisinya dengan luas persegi tersebut. Maka 9 luas satuan tersebut dapat dicari dengan menggunakan sisi-sisinya. Dengan rumus: L = sisi x sisi 2) Luas persegi panjang
Langkah-langkah: 1. Setiap kelompok (4-5 orang) diberi bangun datar persegi panjang sesuai gambar di atas dengan panjang 20 cm dan lebar 15 cm.
18
2. Siswa diarahkan guru untuk menghitung berapa banyak persegi kecil dengan panjang sisi 5 cm yang menutupi permukaan persegi panjang tersebut. Luas bangun persegi panjang di atas dapat kita tentukan dengan menghitung banyaknya luas satuan yang menutupi bangun tersebut. Dari hasil menghitung tersebut kita mengetahui bahwa persegi di atas memiliki 12 luas satuan. Dari pengamatan di atas, tentu ada hubungan antara panjang dan lebar dengan luas persegi panjang tersebut. Maka 12 luas satuan tersebut dapat dicari dengan menggunakan sisi-sisinya. Dengan rumus : L= panjang x lebar 3) Luas segitiga Langkah-langkah: a. Setiap kelompok (4-5 orang) diberi bangun datar segitiga dengan panjang alas 20 cm dan tingginya 14 cm.
½t t
b. Guru mengarahkan siswa untuk memotong segitiga sesuai dengan gambar di atas menjadi dua bagian yaitu trapesium dan segitiga
c. Dari potongan pertama dihasilkan bangun segitiga dan trapesium. Siswa dipandu guru memotong lagi bangun segitiga sesuai gambar di atas sehingga membentuk dua bangun segitiga dan satu trapesium.
19
d. Kemudian dua segitiga yang atas, diputar 180° dan digeser sesuai gambar di atas sehingga membentuk bangun persegi panjang. Luas Segitiga = Luas Persegi Panjang = p (peregi panjang) x l (peregi panjang) = panjang alas segitiga x =𝒂𝒙 =
𝟏 𝟐
𝟏 𝟐
𝒕𝒊𝒏𝒈𝒈𝒊 𝒔𝒆𝒈𝒊𝒕𝒊𝒈𝒂
𝟏 𝒕 𝟐
𝒂𝒙𝒕
4) Luas Jajar Genjang Langkah-langkah: a. Setiap kelompok diberi bangun jajar genjang dengan panjang alas 20 cm dan tinggi 15 cm.
b. Kemudian siswa di pandu guru memotong trapesium tersebut seperti pada gambar di atas.
20
c. Siswa dipandu guru menggeser potongan yang berbentuk segitiga ke kanan sehingga membentuk bangun persegi panjang seperti gambar di atas. Luas jajar genjang = luas persegi panjang = p (persegi panjang) x l (persegi panjang) = panjang alas jajargenjang x tinggi jajargenjang =pxt 5) Luas Trapesium Langkah-langkah: a. Guru memberi setiap kelompok (4-5 orang) bangun trapesium dengan panjang alas 15 cm panjang atap 9 cm dan tinggi 10 cm. a adalah atap dan b adalah alas. a dan b garisnya sejajar. a t
½t
b b. Kemudian siswa dibimbing guru untuk memotong sesuai gambar di atas sehingga membentuk dua potongan bangun datar trapesium.
c. Kemudian putar trapesium atas 180° dan geser berhimpitan dengan trapesium yang bawah seperti gambar diatas sehingga membentuk bangun datar jajargenjang.
21
d. Setelah itu siswa dipandu guru memotong jajargenjang menjadi dua bangun datar seperti gambar di atas yaitu trapesium dan segitiga. Bangun segitiga digeser ke samping kanan bangun trapesium sehingga membentuk bangun persegi panjang seperti gambar di atas a dan b adalah sisi trapesium yang sejajar Luas trapesium = luas persegi panjang = panjang persegi panjang x lebar persegi panjang 𝟏
= jumlah panjang sisi sejajar trapesium x 𝟐 𝒕𝒊𝒏𝒈𝒈𝒊 𝒕𝒓𝒂𝒑𝒆𝒔𝒊𝒖𝒎 𝟏
= panjang (a + b) x 𝟐 𝒕 6) Luas Layang-layang a. Guru memberi setiap kelompok (4-5 orang) bangun layanglayang dengan panjang diagonal yang panjang 20 cm dan diagonal yang pendek 14 cm.
22
b. Potonglah diagonal panjang layang-layang menjadi dua bangun segitiga sehingga sesuai dengan gambar diatas.
c. Potonglah segitiga yang kanan menjadi dua segitiga siku-siku sesuai gambar di atas.
d. Kemudian balik segitiga siku-siku atas lalu geser ke segitiga sembarang seperti gambar di atas. e. balik juga segitiga siku-siku bawah lalu geser ke segitiga sembarang seperti gambar di atas. a = diagonal layang-layang yang panjang b = diagonal layang-layang yang pendek Luas layang-layang = luas persegi panjang = p (persegi panjang) x l (persegi panjang)
23
= diagonal panjang layang-layang x ½ diagonal pendek 𝟏
= ax𝟐b 2. Model Pembelajaran Inkuiri dengan Media Konkret a. Model Pembelajaran Inkuiri 1) Pengertian Model Pembelajaran Menurut Meyer secara kaffah (menyeluruh) model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif (Trianto, 2009: 21). Joyce menyatakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran (Trianto, 2009: 22). Soekamto mengemukakan model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang
melukiskan
prosedur
yang
sistematis
dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu (Trianto, 2009: 22). Adapun Trianto (2009: 23) mengemukakan ciri-ciri khusus model pembelajaran yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, prosedur sebagai berikit: (1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaiman asiswa belajar; (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian model pembelajaran adalah suatu kerangka atau konsep yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. 2) Jenis-jenis Model Pembelajaran Huda (2013: 271) mengungkapkan bahwa model pembelajaran dikelompokan menjadi: a) Problem Based Learning, yaitu pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah.
24
b) Problem Solving Learning, salah satu dasar teoretis dari berbagai strategi pembelajaran yang menjadikan masalah (problem) sebagai isu utamanya, dalam praktiknya, PSL lebih banyak diterapkan untuk pelajaran Matematika. c) Problem Posing Learning, yaitu model pembelajaran yang menekankan pemikiran kritis demi tujuan pembebasan. d) Open Ended Learning, yaitu salah satu pembelajaran terbuka yang tujuan dan keinginan individu dibangun dan dicapai secara terbuka. e) Problem Prompting Learning, yaitu pembelajaran dengan menyajikan pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali gagasan siswa. Menurut Shoimin (2014: 23) berbagai model pembelajaran inovatif dalam kurikulum 2013 sebagai berikut: (a) model pembelajaran kontekstual, (b) model pembelajaran kooperatif, (c) demonstrasi, (d) model pembelajaran inkuiri, (e) open ended problems, (f) problem prompting, (g) problem based learning, (h) problem posing, (i) problem solving (j) scientific, dan (k) reciprocal teaching. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, jenis-jenis model pembelajaran terdiri dari problem basic learning (PBL), problem solving learning (PSL), problem posing learning, problem prompting learning, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran demonstrasi, model pembelajaran kontekstual, dan model pembelajaran inkuiri. 3) Model Pembelajaran Inkuiri a) Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri Model Pembelajaran Inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya, 2011: 196). Model Inkuiri merupakan model mengajar yang berusaha meletakkan dasar pengembangan cara berpikir ilmiah, pendekatan ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kekreatifan dalam memecahkan masalah (Sagala, 2011: 196).
25
Gulo (2002) menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehinggga mereka dapat merumuskan sendiri penemuanya dengan penuh percaya diri. (Trianto, 2009: 166). Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian model pembelajaran inkuiri adalah serangkaian kegiatan kegiatan belajar yang menekankan siswa untuk
mencari
dan
menemukan
sendiri
pengetahuan
dan
keterampilanya dengan cara menyelidiki secara sistematis dan logis sehingga memberikan bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. b) Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri di SD langkah langkah pembelajaran inkuiri sebagai berikut: (1) merumuskan masalah; (2) melakukan observasi; (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan; (4) mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya (Sagala, 2011: 89). Menurut Sanjaya (2008: 201) menyatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran inkuiri sebagai berikut: (1) Orientasi; (2) merumuskan masalah; (3 )mangajukan hipotesis; (4) mengumpulkan data; (5) menguji hipotesis; (6) merumuskan kesimpulan. Eggen & Kauchak (1996) menyatakan bahwa tahapan pembelajaran inkuiri sebagai berikut: (1) menyajikan pertanyaan atau masalah, (2) membuat hipotesis, (3) merancang percobaan, (4) melakukan
percobaan
untuk
memperoleh
informasi,
(5)
mengumpulkan dan menganalisis data, (6) membuat kesimpulan (Trianto, 2009: 172). Sejalan dengan itu, Sudjana (1989) menyatakan ada lima langkah-langkah penerapan inkuiri sebagai berikut: (1) merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa, (2) menyusun hipotesis, (3) mencari data, fakta dan informasi untuk menjawab
26
hipotesis, (4) menarik kesimpulan, (5) mengaplikasikan kesimpulan (Trianto, 2009: 172). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penerapan pembelajaran inkuiri di SD sebagai berikut: (1) orientasi, (2) merumuskan masalah, (3) membuat hipotesis, (4) melakukan percobaan guna menjawab hipotesis, (5) mengumpulkan dan menganalisis data, (6) menarik kesimpulan, (7) mengaplikasikan kesimpulan. c) Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri di SD 1. Kelebihan Sanjaya (2008: 208) menyebutkan beberapa keunggulan model pembelajaran inkuiri diantaranya: (1) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui model ini dianggap lebih bermakna, (2) Inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka, (3) Inkuiri merupakan model yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman, (4) Inkuiri dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya siswa yang kemampuanya bagus, tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar. Sagala (2011: 196) menyimpulkan bahwa pendekatan ekspository dan inkuiri tidak berbeda efektifnya dalam mencapai hasil belajar yang bersifat informasi, fakta dan konsep, tetapi berbeda secara signifikan dalam mencapai ketrampilan berpikir, model inkuiri lebih efektif dari model ekspository. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran inkuiri jika diterapkan di SD sebagai berikut: (1) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan
27
psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui model ini dianggap lebih bermakna, (2) Inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka, (3) Inkuiri merupakan model yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman, (4) inkuiri sangat efektif meningkatkan hasil belajar dan ketrampilan berpikir. 2. Kekurangan Sanjaya (2008: 208) menyebutkan beberapa kelemahan model pembelajaran inkuiri diantaranya: (1) sulit mengontrol kegiatan
dan
keberhasilan
siswa,
(2)
sulit
merencanakan
pembelajaran karena terbentur kebiasaan siswa dalam belajar, (3) dalam mengimplementasikan memerlukan waktu yang panjang, sehingga guru sering terbentur dengan waktu yang ditentukan, (4) selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi, maka inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru di SD. Sejalan dengan itu Hamdani (2011: 271) menyatakan bahwa dalam menerapkan pembelajaran inkuiri di SD diperlukan waktu lama untuk menggunakan daya otak dan berpikir tentang konsep suatu materi. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kekurangan pembelajaran inkuiri di SD sebagai berikut: (1) sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa, (2) sulit merencanakan pembelajaran karena terbentur kebiasaan siswa dalam belajar, (3) diperlukan waktu lama untuk menggunakan daya otak dan berpikir tentang konsep suatu materi. Kaitanya dengan penelitian ini, untuk mengatasi kekurangan tersebut antara lain: (1) peneliti meminta guru untuk selalu keliling mengontrol setiap kelompok sehingga kegiatan kelompok terkontrol, (2) meminta guru untuk merencanakan pembelajaran yang sesuai dengan kebiasaan
28
siswa. Dalam hal ini, guru sudah tahu kebiasaan siswa, sehingga lebih mudah merencanakan pembelajaran, (3) menggunakan media yang nyata sehingga memudahkan anak untuk berpikir tentang suatu konsep tanpa memerlukan waktu yang lama. b. Media Konkret 1) Pengertian Media Pembelajaran Menurut Schramm media pembelajaran yaitu teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Susilana & Riyana, 2007: 6). Menurut Briggs media pembelajaran yaitu sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti buku, film, video, slide, dan sebagainya (Susilana & Riyana, 2007: 6). Menurut NEA media pembelajran merupakan sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar, termasuk teknologi perangkat kerasnya (Susilana & Riyana, 2007: 6). Menurut Miarso (2014) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan media pembelajaran yaitu bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan tujuan memudahkan proses pembelajaran, terjadinya proses interaksi edukasi antara guru dan siswa, dan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran bangun datar. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian media pembelajaran merupakan sumber belajar berupa alat fisik atau benda yang menyajikan pesan dan menyampaikan materi atau informasi dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga merangsang siswa untuk belajar. Oleh karena itu, penggunaan media pembelajaran yang tepat untuk mata pelajaran Matematika materi bangun ruang yaitu dengan media konkret, karena penggunaan media benda konkret memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran.
29
2) Manfaat Media Pembelajaran di SD Kemp dan Dayton mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu : a) penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih berstandar, b) pembelajaran dapat lebih menarik, (c) pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar, c) waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek, d) kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, d) proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan, e) sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan, f) peran guru berubahan kearah yang positif (Susilana & Riyana, 2007: 9). Susilana & Riyana (2007: 9) secara umum media mempunyai kegunaan (1) memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitas, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera, (3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar, (4) memungkinkan anak belajar mandiri sesuai denga bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestiknya, (5) memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama. Berdasarkan uraian di atas manfaat media pembelajaran antara lain: (1) media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar, (2) media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan minat dan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya, (3) media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu, (4) media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwaperistiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karya wisata.
30
3) Jenis-jenis Media Pembelajaran di SD Suharjo (2006: 110) beberapa media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran yaitu: (a) benda sebenarnya atau konkret, (b) presentasi grafis, (c) gambar diam, (d) gambar gerak, (e) media audio, (f) pengajaran terprogram, (g) simulasi (peniruan situasi), (h) komputer. Sumiati dan Asra (2009:12) jenis media berdasarkan dimensinya terdiri dari media dua dimensi dan tiga dimensi. Media benda asli atau konkret termasuk dalam media tiga dimensi. Hamdani (2011: 188) jenis media yang tidak diproyeksikan yaitu (a) realita atau konkret, (b) model, (c) grafis, (d) display. Berdasarkan uraian di atas, jenis-jenis media pembelajaran dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) Media visual yaitu media yang hanya dapat dilihat, seperti: foto, gambar, poster, dan lain-lain. (b) Media audio yaitu media yang hanya dapat didengar saja, seperti: kaset, mp3, radio, dan lain-lain. (c) Media audio visual yaitu media yang dapat didengar dan dilihat, seperti: film bersuara, video, televisi, dan lain-lain. (d) Multimedia yaitu media yang dapat menyajikan unsur media secara lengkap, seperti: animasi. Multimedia sering diidentikan dengan komputer, internet, dan pembelajaran bernasis komputer. (e) Media nyata (konkret) yaitu media yang ada di lingkungan sekitar, seperti: binatang, bangunan, mainan, dan lain-lain. Peneliti menggunakan media benda konkret atau nyata untuk penelitian yang dilakukan, karena penggunaan media benda konkret membuat siswa lebih memahami materi yang disampaikan. 4) Hakikat Media Benda Konkret a) Pengertian Media Benda Konkret Wahyudi (2008: 2) media konkret yaitu model penyajian pembelajaran menggunakan benda-benda konkret atau nyata yang ada di sekitar siswa, misalnya ketika guru memberikan buah jeruk maka
31
guru sekaligus menunjukkan buah jeruk pada siswa. Hamdani (2011: 188) media konkret atau realita yaitu benda nyata yang digunakan sebagai bahan ajar. Benda asli (realita) atau objek nyata atau biasa disebut sebagai media konkret merupakan salah satu contoh media tiga dimensi yaitu jenis media pembelajaran yang mempunyai minimal tiga ukuran yaitu panjeng, lebar, dan isi/tinggi (Sumiati dan Asra, 2009: 162). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian media konkret adalah segala sesuatu yang nyata dapat digunakan untuk menyalurkan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian serta minat siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien menuju kepada tercapainya tujuan yang diharapkan. b) Langkah-langkah Penggunaan Media Benda Konkret di SD Langkah-langkah
penggunaan
media
konkret
menurut
Padmono (2011: 43), yaitu: 1) Memperkenalkan unit baru perlu metode khusus yang menarik perhatian siswa; 2) menjelaskan proses, benda nyata tepat untuk pengajaran yang menunjukkan proses dan tidak sekedar benda (misal benda batu cadas, cristal); 3) menjawab pertanyaan (perlu diuji sejauh mana keterlibatan siswa dalam berinteraksi dengan benda nyata); 4) melengkapi perbandingan; 5) unit akhir atau puncak. Sudjana & Rivai (2010: 197) mengemukakan langkah-langkah penggunaan media konkret antara lain: 1) memperkenalkan unit; 2) menjelaskan
proses;
3)
menjawab
pertanyaan-pertanyaan;
4)
melengkapi perbandingan; 5) unit akhir atau puncak. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan, langkah-langkah penggunaan media konkret yaitu: 1) Guru memperkenalkan unit baru untuk menarik perhatian siswa. 2) Guru menjelaskan proses bahwa benda nyata tepat untuk pengajaran dan memberikan makna terbaik.
32
3) Guru membimbing siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan. 4) Guru melengkapi perbandingan. 5) Guru membimbing siswa menuju unit akhir atau puncak. c) Kelebihan dan Kekurangan Media Benda Konkret 1) Kelebihan Kelebihan benda nyata/konkret menurut Asyhar (2012: 55) berpendapat “kelebihan media nyata ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran bersifat lebih konkret/nyata dan waktu retensi lebih nyata. Susilofy (2011) kelebihan benda asli atau konkret tersebut antara lain: (1) Dapat membantu guru dalam menjelaskan sesuatu kepada peserta didik; (2) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari situasi yang nyata; (3) Dapat melatih keterampilan siswa menggunakan alat indra. Berdasarkan pendapat para ahli tentang kelebihan media konkret, dapat disimpulkan kelebihan atau keuntungan penggunaan media benda konkret dalam pembelajaran yaitu: (1) Dapat membantu guru dalam menjelaskan sesuatu kepada peserta didik; (2) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari situasi yang nyata sehingga menciptakan pembelajaran yang bermakna; (3) Dapat melatih keterampilan siswa menggunakan alat indra. 2) Kekurangan Susilofy (2011) menyatakan kekurangan media asli atau konkret yaitu: (a) Biaya yang diperlukan untuk mengadakan berbagai objek nyata tidak sedikit dan memiliki kemungkinan kerusakan dalam penggunaannya. (b) Tidak selalu memberikan gambaran obyek yang seharusnya.
33
(c) Membawa siswa keberbagai tempat di luar sekolah yang terkadang memiliki resiko dalam bentuk kecelakaan dan sejenisnya. Widiani (2013) kekurangan media realia atau konkret yaitu: (a) ukurannya bisa terlalu besar, maka untuk dibawa ke ruangan sangat sulit (lokomotif, buaya, gajah), (b) terlalu kecil (kuman), (c) kadang juga bisa membahayakan (ular, buaya), (d) tidak dapat memberikan hasil belajar yang sama, (e) informasi yang akan disampaikan terkadang tidak sampai kepada audience. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan kekurangan penggunaan media benda konkret dalam pembelajaran yaitu: (1) Biaya yang diperlukan untuk mengadakan berbagai objek nyata tidak sedikit dan cenderung mahal, (2) kadang tidak sesuai dengan objek yang sebenarnya (3) kadang sulit diperoleh yang cocok dengan materi, (4) benda konkret memerlukan waktu yang cukup lama untuk memperolehnya. Kaitanya dengan penelitian ini, untuk mengatasi kekurangan tersebut, peneliti menggunakan media konkret yang murah, pembuatanya mudah, sesuai dengan objek sebenarnya, tetapi sangat efektif untuk materi bangun datar yaitu media kertas karton berbentuk bangun datar. c. Penerapan Model Inkuiri dengan Media Benda Konkret dalam Pembelajaran Matematika kelas V SD Langkah-langkah model pembelajaran inkuiri di SD terdiri dari: (1) orientsi, (2) merumuskan masalah, (3) membuat hipotesis, (4) melakukan percobaan guna menjawab hipotesis, (5) mengumpulkan dan menganalisis data, (6) menarik kesimpulan, (7) mengaplikasikan kesimpulan. Sedangkan langkah-langkah penggunaan media konkret yaitu: (1) Guru memperkenalkan unit baru untuk menarik perhatian siswa, (2) Guru menjelaskan proses bahwa benda nyata tepat untuk pengajaran dan memberikan makna terbaik, (3) Guru membimbing siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan, (4) Guru melengkapi perbandingan, (5) Guru membimbing siswa menuju unit akhir atau puncak.
34
Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka dapat disimpulkan langkah-langkah penerapan model pembelajaran inkuiri dengan media konkret dalam pembelajaran Matematika di SD kelas V sebagai berikut: (1) orientasi, (2) merumuskan masalah, (3) membuat hipotesis dengan media konkret, (4) melakukan percobaan dengan benda konkret, (5) mengumpulkan dan menganalisa data dengan media konkret, (6) menarik kesimpulan dengan media konkret, (7) mengaplikasikan kesimpulan. 3. Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan dan sesuai dengan substansi yang sedang diteliti oleh peneliti sekarang. Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, yaitu mengenai penerapan pendekatan saintifik dengan media audio visual, antara lain: Penelitian yang pertama yaitu Sutarmi (2013: 1) berjudul “ Penerapan Metode Inkuiri Terbimbing dengan Benda Nyata dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika Siswa Kelas IV Sedolah Dasar” menghasilkan kesimpulan bahwa penerapan metode inkuiri dengan benda nyata dapat meningkatkan pembelajaran pecahan siswa kelas IV SD. Terdapat persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan Inkuiri dan menggunakan benda nyata (konkret). Mata pelajarannya juga sama yaitu Matematika, yang berbeda pada materinya. Sutarmi meneliti tentang pecahan, sedangkan penelitian yang akan dilakukan yaitu tentang bangun datar. Penelitian yang kedua yaitu Eddy Permana Putra (2014: 1) berjudul “ Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing Berbantuan Media Grafis terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas IV SD di Gugus 4 Kecamatan Busungbiu” menghasilkan kesimpulan bahwa penerapan model inkuiri berbantuan media grafis dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas IV SD Gugus 4 Kecamatan Busungbiu. Terdapat persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan model inkuiri dan mata pelajaranya yaitu matematika. Yang berbeda yaitu pada penggunaan media. Penelitian Eddy
35
menggunakan media grafis, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan media konkret. Penelitian yang ketiga yaitu Patrick W. Thompson (2009: 1) yang berjudul “ Concrete Materials and Teaching for Mathematical Understanding” menghasilkan kesimpulan bahwa penggunaan media benda konkret dalam pembelajaran Matematika di SD, dapat meningkatkan pemahaman terhadap materi Matematika di SD. Terdapat persamaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti yaitu menggunakan media konkret dan diterapkan pada mata pelajaran Matematika di SD. Penelitian yang keempat yaitu Trina L. Spencer (2015: 1) berjudul “ Creating a Love for Science for Elementary Students Through Inqury Based learning” menghasilkan kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri dapat menumbuhkan rasa cinta anak SD terhadap mata pelajaran matematika, IPA dan teknologi. Selain itu juga menciptakan suasana belajar yang bermakna. Terdapat persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan model inkuiri dan mata pelajaran yang mencangkup matematika yang diterapkan di SD.
B. Kerangka Berpikir Kegiatan pembelajaran yang dilakukan sejatinya dilakukan untuk memaksimalkan potensi yang ada dalam diri siswa. Namun dalam kenyataannya pembelajaran yang selama ini dilakukan di SD Negeri 5 Kebumen masih belum dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki siswa secara utuh. Dalam melakukan pembelajaran guru masih belum menggunakan model pembelajaran yang variatif dan inovatif. Kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru. Setiap hari guru selalu menyampaikan materi yang diajarkan dengan cara berceramah. Selain itu, guru belum memanfaatkan media yang ada dengan baik. Guru hanya berceramah tanpa disertai penggunaan media. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa hanya mendengarkan guru yang berceramah. Siswa jarang diajak berkomunikasi dengan guru. Siswa menjadi pasif dan kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Karena pembelajaran yang
36
kurang menarik perhatian siswa, tak jarang siswa sering mengobrol sendiri dengan temanya di saat kegiatan pembelajaran. Akibatnya hasil belajar siswa menjadi rendah. Hal itu dapat dilihat dari hasil UTS tahun ajaran 2015/2016 mata pelajaran Matematika semester I yaitu sebanyak 15 siswa atau 53,57% dari semua siswa yang masih remidi. Pemilihan model dan media yang tepat dalam pembelajaran sangat penting. Ketepatan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran akan memengaruhi tingkat keberhasilan guru dan siswa dalam pembelajaran khususnya mata pelajaran Matematika. Model dan media yang tepat adalah model pembelajaran Inkuiri dengan media konkret. Model pembelajaran inkuiri adalah serangkaian kegiatan belajar yang menekankan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri pengetahuan dan ketrampilanya dengan cara menyelidiki secara sistematis dan logis sehingga memberikan bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan model inkuiri juga bertujuan meningkatkan pembelajaran siswa, mengembangkan karakter siswa, serta dapat membekali siswa dengan kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara sistematik, sehingga suasana pembelajaran menjadi aktif, efektif, menyenangkan dan bermakna. Penggunaan media konkret juga akan meningkatkan ingatan siswa dalam menyimpan materi pembelajaran, memberikan pengalaman yang lebih nyata pada siswa, serta menarik perhatian dan semangat siswa untuk mengikuti pembelajaran. Keunggulan model pembelajaran inkuiri dengan media konkret jika diterapkan ke dalam pembelajaran siswa SD kelas V mata pelajaran Matematika adalah sebagai berikut: 1) pembelajaran menjadi efektif, aktif, menyenangkan dan bermakna 2) membekali siswa dengan kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara sistematik, 3) memberikan pengalaman yang nyata dalam pembelajaran. Adapun langkah-langkah penerapan model pembelajaran inkuiri dengan media konkret yakni: 1) merumuskan masalah, 2) membuat hipotesis, 3) melakukan percobaan guna menjawab hipotesis dengan bantuan media konkret, 4) mengumpulkan dan menganalisis data dengan bantuan media konkret, 5) menarik kesimpulan dengan bantuan media konkret, 6) mengaplikasikan. Langkah-langkah
37
tersebut diterapkan ke dalam tiga siklus. Siklus pertama terdiri dari dua pertemuan dengan langkah-langkah: 1) merumuskan masalah, 2) membuat hipotesis, 3) melakukan percobaan guna menjawab hipotesis dengan bantuan media konkret, 4) mengumpulkan dan menganalisis data dengan bantuan media konkret, 5) menarik kesimpulan dengan bantuan media konkret, 6) mengaplikasikan kesimpulan. Pertemuan pertama yaitu penerapan model inkuiri dengan media konkret pada pembelajaran matematika kelas V materi luas bangun datar persegi. Pertemuan ke dua yaitu penerapan model inkuiri dengan media konkret pada pembelajaran matematika kelas V materi luas bangun datar persegi panjang. Siklus kedua terdiri dari dua pertemuan dengan langkah-langkah: 1) merumuskan masalah, 2) membuat hipotesis, 3) melakukan percobaan guna menjawab hipotesis dengan bantuan media konkret, 4) mengumpulkan dan menganalisis data dengan bantuan media konkret, 5) menarik kesimpulan dengan bantuan media konkret, 6) mengaplikasikan kesimpulan. Pertemuan pertama yaitu penerapan model inkuiri dengan media konkret pada pembelajaran matematika kelas V materi luas bangun datar segitiga. Pertemuan ke dua yaitu penerapan model inkuiri dengan media konkret pada pembelajaran matematika kelas V materi luas bangun datar jajargenjang. Siklus ketiga terdiri dari dua pertemuan dengan langkah-langkah: 1) merumuskan masalah, 2) membuat hipotesis, 3) melakukan percobaan guna menjawab hipotesis dengan bantuan media konkret, 4) mengumpulkan dan menganalisis data dengan bantuan media konkret, 5) menarik kesimpulan dengan bantuan media konkret, 6) mengaplikasikan kesimpulan. Pertemuan pertama yaitu penerapan model inkuiri dengan media konkret pada pembelajaran matematika kelas V materi luas bangun datar trapesium. Pertemuan ke dua yaitu penerapan model inkuiri dengan media konkret pada pembelajaran matematika kelas V materi luas bangun datar layang-layang. Setelah menerapkan model pembelajaran inkuiri dengan media konkret dengan menggunakan langkah-langkah yang tepat diharapkan pembelajaran meningkat 85%.
38
Gambar 2.1. berikut merupakan bagan kerangka berpikir penerapan model pembelajaran inkuiri dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri 5 Kebumen tahun ajaran 2015/2016
Kondisi awal
Tindakan
Kondisi akhir
Guru : Guru selalu berceramah dalam menyampaikan materi, belum menggunakan media konkret
Menerapkan model pembelajaran inkuiri dengan media konkret dengan langkah-langkah : 1) orientasi, 2) merumuskan masalah, 3) membuat hipotesis dengan media konkret, 4) melakukan percobaan dengan media konkret, 5) mengumpulkan dan menganalisa data dengan media konkret, 6) menarik kesimpulan dengan media konkret, 7) mengaplikasikan kesimpulan.
Setelah penerapan model inkuiri dengan media konkret dengan tepat dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang bangun datar sebesar 85 %.
Siswa: Siswa pasif dan hasil belajar rendah
SIKLUS I Materi luas bangun datar persegi dan persegi panjang
SIKLUS II Materi luas bangun datar segitiga dan jajargenjang
SIKLUS III Materi luas bangun datar trapesium dan layanglayang
Gambar 2.1. Kerangka berpikir penerapan model inkuiri dengan media konkret
39
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian kajian pustaka, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir di atas maka hipotesis tindakan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: “Jika penerapan model inkuiri dengan media konkret dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat maka dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang Bangun Datar pada siswa kelas V SD Negeri 5 Kebumen Tahun Ajaran 2015/2016.”
.