BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Pustaka 1.
Hakikat Pembelajaran Matematika di SD a. Pengertian Pembelajaran Matematika Untuk menjadi siswa yang berkompeten, siswa harus mengikuti proses
pendidikan
berupa
pembelajaran.
Uno
dan
Lamatenggo
mendefinisikan pembelajaran sebagai, “Upaya membelajarkan siswa, dan proses belajar sebagai pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki si belajar” (2010: 70). Terkait definisi tersebut kata pembelajaran
mengandung
makna
yang
lebih
proaktif
dalam
melaksanakan kegiatan belajar, sebab di dalamnya bukan hanya guru yang aktif, tetapi siswa merupakan subjek yang aktif dalam belajar. Berdasarkan definisi tersebut pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses, yaitu proses membelajarkan dan proses belajar. Muhsetyo (2008: 1.24) berpendapat, “Dalam proses pembelajaran terdapat serangkaian kegiatan untuk memberikan pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Proses merupakan faktor penting untuk memperoleh hasil yang baik dan memuaskan”. Terkait hal tersebut, guru merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran sebab guru adalah pelaksana dari proses pembelajaran itu sendiri. Kemampuan guru dalam memberikan pengalaman belajar sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Salah satu pembelajaran yang menjadi pondasi pendidikan bagi siswa adalah pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif serta kemampuan kerjasama. Hakikat matematika dinyatakan oleh Heruman (2008: 1) yang mengutip pendapat Ruseffendi yaitu, “Bahasa simbol; ilmu
8
9 deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil”. Berdasarkan pendapat tersebut, matematika merupakan bahasa simbol yang berlaku secara universal yang memiliki makna-makna tersendiri. Matematika terorganisasi dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenaranya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Hakikat matematika menurut Sundayana (2013: 3) yang mengutip pernyataan Walker, “Mathematics maybe defined as they study of abstract structures and their interrelations,” matematika dapat didefinisikan sebagai
studi
tentang
struktur-struktur
abstrak
dengan
berbagai
hubungnnya. Pendapat tersebut juga dikuatkan oleh Soedjadi (Heruman, 2008: 1) yang menyatakan bahwa, “Matematika memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif”. Maka dapat disimpulkan bahwa hakikat matematika adalah ilmu yang memiliki sifat khas yaitu; objek bersifat abstrak, menggunakan simbol yang berlaku secara universal dan menggunakan proses berfikir deduktif. Dalam pembelajaran matematika setiap konsep abstrak perlu ditanamkan, melekat, dan tahan lama dalam pola pikir dan tindakan siswa. Oleh keperluan itulah, guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang terencana sehingga dapat tercipta pembelajaran yang efektif dan efisien,
sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa.
Muhsetyo
berpendapat bahwa, “Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari” (2008: 1.26). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disintesiskan bahwa, pembelajaran matematika merupakan proses membelajarkan dan
10 proses
belajar
melalui kegiatan yang terencana untuk
memperoleh
kopetensi tentang setiap konsep abstrak matematika. b. Karakteristik Pembelajaran Matematika di SD Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Sumantri dan Saodih (2007: 2.12) yang mengutip pendapat Piaget, mereka berada pada fase operasi konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan berfikir yang logikanya didasarkan pada manipulasi fisik objek-objek konkret. Anak yang berada pada fase ini, untuk berfikir abstrak khusunya dalam mempelajari
matematika,
membutuhkan
bantuan
untuk
memanipulasi
objek-objek konkret yang relevan sebagai pengalaman langsung. Oleh karena itu pembelajaran matematika memiliki karakteristik khusus dalam membelajarkan konsep matematika yang abstrak kepada siswa. Karakteristik pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006: 25) yaitu: (1) pembelajaran matematika di SD menggunakan metode spiral, konsep
atau
suatu
topik
matematika
yaitu dalam pembelajaran selalu
mengaitkan
atau
menghubungkan dengan materi sebelumnya, (2) pembelajaran matematika bertahap, yaitu dimulai dari hal yang konkret dilanjutkan ke hal yang abstrak, (3) pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, untuk
menyesuaikan
tahap
perkembangan
mental
siswa
SD,
(4)
pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi, artinya suatu pernyataan dianggap benar apabila didasarkan atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang diterima kebenarannya,
(5) pembelajaran matematika
hendaknya bermakna, yaitu cara pengajaran materi pembelajaran yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan. Terkait dengan pembelajaran matematika di SD yang dilakukan secara bertahap, Heruman (2008: 3) berpendapat bahwa konsep-konsep dalam kurikulum matematika dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu: (1) penanaman konsep dasar, pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan
11 kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak, (2) pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep
yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep
matematika, dan (3) pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Ketiga konsep matematika menurut Heruman tersebut, dapat diartikan sebagai pembelajaran konsep matematika yang dilakukan secara bertahap, dimana siswa
mampu
mengenal
konsep
matematika,
memahami
konsep
matematika, hingga mampu menggunakan konsep matematika dengan terampil. c. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di Kelas II SD Semester 2 Materi pembelajaran matematika pada umumnya tersusun secara hirarkis, materi yang satu merupakan prasyarat untuk materi berikutnya. Seorang siswa tidak bisa mempelajari sesuatu materi tertentu apabila materi-materi yang merupakan prasyarat belum dikuasai. Oleh karena itu setiap jenjang pendidikan memiliki ruang lingkup materi pembelajaran matematika yang telah terorganisir berdasarkan kompetensi yang hendak dicapai. Ruang lingkup matematika di sekolah dasar dalam KTSP (2006: 144) meliputi: bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data. Adapun ruang lingkup pelajaran matematika kelas II SD di semester 2 yaitu bilangan, geometri dan pengukuran. Standar kompetensi dalam bilangan yaitu melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka. Diantaranya terdapat kompetensi dasar melakukan perkalian bilangan yang hasilnya
bilangan dua
angka,
melakukan pembagian
bilangan dua angka, dan melakukan operasi hitung campuran. Standar
kompetensi
dalam
geometri
dan
mengenal unsur-unsur bangun datar sederhana.
pengukuran
yaitu
Diantaranya terdapat
kompetensi dasar mengelompokkan bangun datar, bangun datar, dan mengenal sudut-sudut bangun datar.
mengenal sisi-sisi
12 d. Pembelajaran Matematika di Kelas II yang diteliti Pembelajaran matematika yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika di kelas II semester 2 pada ruang lingkup bilangan,
dengan standar
kompetensi 3) Melakukan perkalian dan
pembagian
bilangan
sampai
2
angka.
Standar
Kompetensi
(SK)
matematika
merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi matematika yang diajarkan. Standar kompetensi dirinci dalam komponen Kompetensi Dasar (KD). Berdasarkkan Silabus (31: 2006), Kompetensi dasar materi pembelajaran matematika dalam penelitian ini adalah KD 3.1) melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan 2 angka. Setiap kompetensi dasar dijabarkan dalam indikator, kompetensi dasar dalam penelitian ini dijabarkan dalam empat indikator yaitu; indikator 3.1.1) mengenal arti perkalian sebagai penjumlahan berulang; indikator 3.1.2) mengubah bentuk perkalian dalam bentuk penjumlahan berulang dan sebaliknya;
indikator
3.1.3)
menghitung
hasil
perkalian
dengan
penjumlahan berulang; dan indikator 3.1.4) memecahkan permasalahan soal cerita mengenai perkalian sebagai penjumlahan berulang . Materi pembelajaran dalam penelitian ini disampaikan dengan menggunakan media dakon terpadu. Dalam hal ini anak diharapkan mampu memahami materi pembelajaran yaitu konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang dengan menggunakan media dakon terpadu dan dapat
tercipta
nuansa
pembelajaran
yang
menyenangkan
melalui
penggunaan media dakon terpadu. Materi pembelajaran matematika yang disampaikan menggunakan media dakon terpadu di kelas II semester 2 dalam penelitian ini sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yaitu: 1) Mengenal arti perkalian sebagai penjumlahan berulang Dalam mengenalkan arti perkalian kepada siswa kelas II, dilakukan dengan cara memberikan contoh permasalahan terkait perkalian dalam
13 kehidupan sehari-hari dan menggunakan media pembelajaran yaitu media
dakon terpadu
untuk
memvisualisasikan konsep
perkalian
sebagai penjumlahan berulang dari tahap kongkret ke tahap yang lebih abstrak. Berikut contoh materi pembelajaran mengenal arti perkalian sebagai penjumlahan berulang menggunakan media dakon terpadu: Amatilah media dakon tiga dimensi! Dakon terdiri dari lubang dakon, lumbung dan biji dakon Cobalah kamu mengisi 3 lubang dakon dengan 5 biji dakon pada setiap lubangnya!
Gambar 2.1. Mengenal Konsep Perkalian melalui Media Dakon Tiga Dimensi Jumlahkanlah biji dakon pada setiap lubang. Berapa hasilnya? 5 + 5 + 5 = 15 5+5+5=3x5 Maka, 3 x 5 = 5 + 5 + 5 = 15 Jadi, perkalian merupakan penjumlahan berulang dengan 3 lubang dakon sebagai bilangan pengali, 5 biji dakon sebagai bilangan terkalikan, dan lubang dakon yang kosong merupakan gambaran dari lubang dakon yang utuh. 2) Mengubah bentuk perkalian dalam bentuk penjumlahan berulang Pada bagian ini setelah siswa mengenal perkalian sebagai penjumlahan berulang, siswa diharapkan dapat mengubah bentuk perkalian dalam bentuk penjumlahan berulang. Contoh: Bagaimanakah bentuk penjumlahan dari perkalian 3 x 4? Perkalian 3 x 4 berarti terdapat 3 lubang dakon yang masing-masing lubang terdapat 4 buah biji dakon.
14 Maka, 3 x 4 = . . . 3x4=4+4+4 Selain mengubah bentuk perkalian dalam bentuk penjumlahan berulang siswa juga diharapkan mampu mengubah bentuk penjumlahan berulang dalam bentuk perkalian. Contoh: 6+6+6+6+6+6+6=... 6+6+6+6+6+6+6
7 Maka, 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 = 7 x 6 3) Menghitung hasil perkalian dengan penjumlahan berulang Pada materi ini siswa diharapkan dapat menghitung hasil perkalian bilangan dengan penjumlahan berulang yang hasilnya dua angka. Contoh: Terdapat 8 lubang dakon. Setiap lubang memiliki 3 buah biji dakon. Maka jumlah seluruh biji dakon adalah . . . 3 biji dakon pada lubang pertama ditambah 3 biji dakon pada lubang kedua ditambahkan sampai 3 biji dakon pada lubang kedelapan. Atau dapat ditulis dalam bentuk perkalian sebagai berikut: 8x3=... 8x3=3+3+3+3+3+3+3+3 8 x 3 = 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 24 Jadi, 8 x 3 = 24 4) Memecahkan permasalahan soal cerita mengenai perkalian sebagai penjumlahan berulang. Setelah mengenal arti perkalian sebagai penjumlahan berulang dan dapat berulang
menghitung yang
hasil
hasilnya
perkalian dua
bilangan
angka,
siswa
dengan
penjumlahan
diharapkan
dapat
memecahkan permasalahan soal cerita mengenai perkalian sebagai penjumlahan berulang.
15 Contoh soal cerita materi perkalian sebagai penjumlahan berulang: Perhatikan bacaan berikut! Pagi itu Ibu membeli buah jeruk di pasar. Sesampainya di rumah Ibu mencuci buah jeruk hingga bersih, kemudian ibu menggunakan 6 piring di atas meja untuk menyajikan buah jeruk, setiap piring diisi dengan 4 buah jeruk. Pertanyaan : Berapakah jumlah buah jeruk di atas meja? Soal tersebut dapat digambarkan dalam gambar 2.2 sebagai berikut:
Gambar 2.2. Pemecahan Soal Cerita dalam Media Dakon virtual Jadi, jumlah jeruk di atas meja adalah: 6 x 4
= 4+4+4+4+4+4
4+4+4+4+4+4 = 24 6x4 2.
= 24 buah jeruk
Hakikat Pemahaman Konsep Perkalian a. Pemahaman Konsep Seseorang memiliki banyak kemampuan, salah satu kemampuan itu ialah kemampuan berfikir. Kemampuan berfikir mencakup kemampuan yang lebih kompleks, salah satu diantaranya ialah pemahaman. Arti kata pemahaman menurut Winkel (2005: 274) yaitu, “Kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan; mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain; membuat perkiraan tentang kecenderungan yang nampak dalam data tertentu”. Maka
16 dapat dikatakan bahwa dalam berfikir seseorang memiliki kemampuan untuk memahami apa yang telah dipelajari. Kemampuan pemahaman (comprehension) umumnya mendapat penekanan dalam proses pembelajaran. Hal ini terkait dengan pernyataan Daryanto (2005: 106) bahwa dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk memiliki kemampuan pemahaman yaitu memahami atau mengerti apa yang diajarkan oleh guru, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan apa yang diperoleh dalam pembelajaran. Oleh karena itu kemampuan pemahaman siswa sangat ditekankan dalam proses pembelajaran karena
berpengaruh terhadap
keseluruhan hasil
belajar siswa. Pemahaman tidak hanya sekedar menghafal akan tetapi mengerti akan sesuatu yang dipelajari. Makmun (2009: 187) menyatakan bahwa, “Seseorang dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat menjelaskan lagi, dapat mendefinisikan, dapat mengidentifikasi dan sebagainya”. Memahami merupakan kemampuan berfikir yang lebih tinggi dari mengenal, mengetahui, dan menghafalkan. Melalui pemahaman sesorang dapat mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan pegetahuan yang diperoleh. Dalam berfikir, objek hadir dalam bentuk suatu representasi. Bentuk-bentuk representasi yang paling pokok salah satu di antaranya adalah pengertian atau konsep. Winkel (2005: 113) menyatakan bahwa konsep atau pengertian ialah: Satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Konsep dibedakan menjadi konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada obyek-obyek dalam lingkungan fisik. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Secara sederhana
Hamalik
(2010: 161) menyatakan bahwa.
“Konsep adalah suatu kelas stimuli yang memiliki sifat-sifat (atributatribut) umum”. Dalam hal ini misalnya konsep demokrasi, konsep
17 bangunan, konsep kuda, konsep mobil, dan sebagainya. Terkait dengan pemahaman konsep Hamalik (2010: 166) menjelaskan lebih lanjut bahwa untuk mengetahui apakah seseorang telah memahami suatu konsep, paling tidak ada empat hal yang dapat diperbuatnya yaitu: (1) dapat menyebutkan contoh-contoh konsep, (2) dapat menyatakan ciri-ciri konsep, (3) dapat memilih, membedakan antar contoh dari yang bukan contoh, dan (4) mampu memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep. Menurut Heruman (2007: 3) pemahaman konsep diartikan sebagai kegiatan lanjutan dari penanaman konsep dengan tujuan agar lebih memahami suatu konsep yang diajarkan. Dari berbagai pendapat dapat disintesiskan
bahwa
pemahaman
konsep
merupakan
kemampuan
menangkap makna tentang suatu pengertian atau penamaan sesuatu, baik yang bersifat kongkrit atau abstrak, sempit atau luas, satu kata atau frase yang merupakan hasil pemikiran, gagasan, maupun ide seseorang. b. Konsep Perkalian Sebagai Penjumlahan Berulang Salah satu konsep dasar matematika yang dipelajari di sekolah dasar ialah konsep perkalian. Konsep dasar perkalian menurut Wahyudi (2014: 102),
“Perkalian dua bilangan a dan b yang dinyatakan dengan a
xb ialah penjumlahan berganda/berulang yang mempunyai a suku dan tiaptiap suku sama dengan b, jadi a x b = b+b+b+...+b (sejumlah a)”. Pendapat tersebut sejalan dengan pernyataan Evans dan Wong dalam mathematics educational research journal menyatakan bahwa, “Multiplicative calculation is calculations take the form of known facts e.g., “3 times 2 is 6” or derivatives from a known fact e.g., 3 x 2 = 2+2+2,” perhitungan perkalian adalah perhitungan berupa fakta yang diketahui misalnya, “3 kali 2 adalah 6” atau turunan dari fakta yang diketahui misalnya, 3 x 2 = 2+2+2 (2007: 90). Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka dapat disintesiskan bahwa penjumlahan berulang merupakan konsep dasar dari perkalian. Untuk memahami konsep perkalian maka siswa harus menguasai konsep
18 penjumlahan terlebih dahulu, karena dalam hal ini konsep matematika harus dipelajari secara bertahap. Definisi perkalian dapat dilihat berdasarkan himpunan, susunan dan hasil silangnya. Sutawidjaja dkk, (1993: 127) memberikan penjelasan bahwa, perkalian dalam definisi himpunan merupakan perkalian bilangan a dan b yang dinyatakan dengan 3 x 2 adalah
sifat bilangan dari sebuah
himpunan yang merupakan gabungan dari tiga himpunan yang saling asing dan mempunyai sifat 3. Sutawidjaja dkk juga menjelaskan perkalian dalam definisi susunan yang dinyatakan dengan susunan 3 x 2 adalah banyak seluruh titik yang ada pada 3 baris titik yang setiap barisnya terdiri dari 2 titik. Sedangkan pada definisi hasil silang, perkalian 3 x 2 adalah banyaknya seluruh pasangan terurut yang unsur pertamanya anggota himpunan banyak, anggotanya tiga dan unsur keduanya adalah anggota himpunan lain yang beranggota 2. Ketiga definisi perkalian menurut Sutawidjaja dkk tersebut secara garis besar menyatakan bahwa perkalian merupakan penjumlahan berulang yang dinyatakan dalam 3 x 2 = 2+2+2. Ada lagi pendapat ahli yang mengatakan bahwa konsep perkalian merupakan
penjumlahan
berulang
dengan
suku-suku
yang
sama.
Kamsiyati (2012:77) menyatakan bahwa pengerjaan hitung perkalian dapat dikerjakan
dengan
cara
penjumlahan
berulang.
Kamsiyati
juga
menjelaskan lebih lanjut bahwa, “...jadi dalam hal a x b diartikan sebagai b+b+b+...+b dengan banyak suku ada a buah. Jika a x b = c, maka a disebut pengali; b disebut terkalikan; c disebut hasil kali, a dan b masingmasing disebut faktor” (2012: 77-78). Bertolak dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep perkalian dua bilangan a dan b yang dinyatakan dengan a x b dapat dikatakan sebagai penjumlahan berulang yang mempunyai a suku dan tiap tiap suku sama dengan b, yang dapat dinyatakan dengan a x b = b+b+b+...+ b dengan banyak suku sebanyak a buah.
19 c. Pemahaman Konsep Perkalian Sebagai Penjumlahan Berulang Pemahaman
konsep
dalam
pembelajaran
diartikan
sebagai
kemampuan siswa untuk mengerti konsep yang diajarkan, mencari makna konsep
yang dipelajari,
memanfaatkan konsep
yang dipelajari, dan
memecahkan masalah yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari. Dalam hal ini konsep yang dipelajari adalah konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. Pemahaman siswa tentang konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang dalam pembelajaran matematika, adalah kemampuan siswa untuk menangkap makna tentang perkalian dua bilangan a dan b yang merupakan penjumlahan berulang, yang dapat dinyatakan dengan a x b = b+b+b+ ...+b dengan banyak suku sebanyak a buah. Pemahaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang dalam penelitian ini adalah penanaman konsep perkalian secara sistematis dimana dalam tahapan awal pengerjaan perkalian terlebih dahulu mengubah perkalian menjadi penjumlahan,
sehingga dalam proses ini terdapat
penekanan konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. 3.
Hakikat Media Dakon Terpadu a. Pengertian Media Pembelajaran Dalam pembelajaran dibutuhkan suatu media penunjang untuk meningkatkan keefektifan proses belajar mengajar di dalam kelas.
Media
penunjang tersebut dapat dikatakan sebagai media pembelajaran. Kata media sendiri berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Penyalur” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Pendapat
yang dikemukakan
Sundayana (2013: 4) yang mengutip
pernyataan Gerlach dan Ely menyatakan bahwa, “Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi
yang
membuat
siswa
mampu
memperoleh
pengetahuan,
ketrampilan, atau sikap”. Dalam pendapat tersebut dapat diketahui bahwa guru, buku teks dan lingkungan sekolah merupakan media pembelajaran
20 bagi siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Anitah (2009: 5-6) yang menyatakan bahwa media pembelajaran adalah, “Setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pembelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Setiap media merupakan sarana untuk menuju ke suatu tujuan.” Secara lebih khusus, pengertian media pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi
pembelajaran.
Alat-alat
yang
difungsikan
sebagai
media
pembelajaran banyak sekali macamnya, misalnya radio, tape recorder, film, slide, televisi yang kesemuanya itu diharapkan dapat membantu penglihatan dan pendengaran siswa sehingga materi yang disampaikan dapat dimengerti dan dapat menarik perhatian siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Sundayana (2013: 5) yang mengutip pernyataan Gagne dan Briggs secara implisit menyatakan bahwa, “Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang antara lain buku, tape-recorder, kaset, video camera, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.” Dengan kata lain media merupakan komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran
adalah
alat
yang
berfungsi
dan
digunakan
untuk
menyampaikan pesan pembelajaran. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa substansi dari media pembelajaran adalah bentuk saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan, informasi atau bahan pelajaran kepada penerima pesan atau pembelajar sehingga mendorong terjadinya proses belajar yang efektif dengan tercapainya tujuan pembelajaran yang semestinya. b. Fungsi Media Pembelajaran Beranjak dari pengertian media pembelajaran yang berarti bentuk saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan, informasi atau bahan
21 pelajaran kepada penerima pesan atau pembelajar. Maka dapat diuraikan beberapa fungsi media pembelajaran yaitu untuk membantu memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran, menyampaikan materi
memudahkan guru dalam
pelajaran kepada siswa dan mengefektifkan
komunikasi dan intraksi antara guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Berkaitan dengan fungsi media pembelajaran, Sudjana dan Rivai (Sundayana,
2013: 8)
menyatakan
pembelajaran
yaitu:
sebagai
pembelajaran,
mempercepat
pembelajaran,
dan
alat siswa
meningkatkan
beberapa bantu
yang
fungsi pokok
media
melengkapi
proses
dalam menangkap mutu
makna dalam
pembelajaran.
Berdasarkan
pendapat tersebut media pembelajaran difungsikan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran
yang
bermuara
pada
pencapaian
tujuan
pembelajaran secara optimal. Media pembelajaran memiliki fungsi bagi setiap penggunanya. Pengguna media dalam pembelajaran adalah guru dan siswa. Persamaan fungsi
media
pembelajaran
bagi
penggunanya
adalah
sama-sama
memberikan kemudahan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Secara lebih khusus dapat diuraikan bahwa fungsi media pembelajaran bagi guru menurut Sundayana (2013: 10) diantaranya adalah: Pertama memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan; kedua menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik; ketiga memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik; keempat memudahkan kendali pengajar terhadap materi pelajaran; kelima membantu kecermatan, ketelitian dalam penyajian materi pelajaran; keenam membangkitkan rasa percaya diri seorang pelajar; dan ketujuh meningkatkan kualitas pelajaran. Fungsi media pembelajaran bagi siswa menurut Sundayana (2013: 9) yang mengutip pernyataan Sanaky, menyebutkan bahwa media pembelajaran dapat merangsang siswa dalam belajar yaitu dengan: Pertama, menghadirkan objek sebenarnya dan obyek langkah; kedua membuat duplikasi dari obyek yang sebenarnya; ketiga membuat konsep abstrak ke konsep konkrit; keempat memberi kesamaan persepsi; kelima mengatasi hambatan waktu, tempat,
22 jumlah dan jarak; keenam menyajikan ulang informasi secara konsisten; ketujuh memberikan suasana belajar yang tidak tertekan, santai dan menarik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi media pembelajaran antara lain: (1) pembelajaran cenderung menjadi lebih menarik, (2) pembelajaran menjadi lebih interaktif, (3) kualitas hasil belajar siswa lebih meningkat, (4) siswa lebih aktif melakukan kegiatan belajar, (5) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, (6) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal, (7) metode mengajar menjadi lebih variatif sehingga dapat mengurangi kebosanan belajar, dan (8) dapat meningkatkan rangsangan atau motivasi siswa dalam belajar. c. Jenis Media Pembelajaran Ada beberapa jenis media pembelajaran yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran. Menurut Uno dan Lamatenggo (2010: 123) salah satu bentuk klasifikasi yang mudah dipelajari adalah klasifikasi yang disusun oleh Heinich, dkk sebagai berikut: (1) media yang tidak diproyeksikan (non projected media), (2) media yang diproyeksikan (projected media), (3) media video berupa audio kaset, audio vission, active audio vission, (4) media video yang merupakan video itu sendiri, (5) media berbasis komputer, dan (6) multimedia kit. Pengklasifikasian yang dilakukan oleh Heinich pada dasarnya adalah penggolongan media berdasarkan bentuk fisiknya. Klasifikasi jenis media pembelajaran menurut Ngadino Y, (2009: 37) meliputi: (1) media grafis (media visual grafis), (2) Papan penyaji/alat teknis papan tulis/alat pembantu papan tulis, (3) media cetak, (4) media tiga dimensi (media berbasis visual), (5) media visual yang diproyeksikan diam, (6) media audio/program kaset audio (media berbasis audio), (7) media audio visual, dan (8) media berbasis komputer. Berdasarkan kategori media pembelajaran menurut Ngadino Y tersebut dapat dinyatakan bahwa media pembelajaran dapat dikategorikan dari segi visual, audio maupun audiovisual.
23 Jenis media pembelajaran menurut Sadiman, dkk (2006: 27) yang mengutip pendapat Schramm yaitu: “Berdasarkan kerumitan media dan besarnya biaya, media dibedakan antara media rumit dan mahal (big media) dan media sederhana dan murah (little media).” Media rumit yang dimaksud ialah media yang sulit didapatkan di lingkungan sekitar dan membutuhkan biaya lebih untuk memperolehnya. Sedangkan media sederhana mudah didapatkan baik di lingkungan sekitar, maupun dari segi biaya. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran terdiri dari berbagai macam jenis, dan setiap jenis media memiliki karakteristik tertentu, baik dari segi kemampuannya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaannya. Untuk itu guru harus memahami karakteristik setiap jenis media pembelajaran. Dengan memahami karakteristik setiap jenis media pembelajaran, guru dapat menggunakan setiap jenis media pembelajaran secara bervariasi dan dapat memberikan nilai positif serta menambah kualitas pembelajaran yang akan dilakukannya. Dalam penelitian ini jenis media yang digunakan ialah media tiga dimensi yang berupa alat permainan dakon yang terdiri atas papan dakon berbentuk tiga dimensi yang terbuat dari kayu/plastik dan biji dakon yang terbuat dari plastik/variasi lain. Media dakon tiga dimensi ini dipadukan dengan media audiovisual berbasis komputer yang berupa dakon matematika virtual, yang dibuat menggunakan program aplikasi adobe flash. d. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran Ketika memilih media harus mempertimbangkan beberapa hal agar sesuai dengan tujuannya. Berkaitan dengan pemilihan media ini, Arsyad (2014: 74-76) menyatakan bahwa kriteria memilih media yaitu: (1) sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, (2) tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi, (3) praktis, luwes, dan bertahan, (4) guru terampil menggunakannya, (5) pengelompokan sasaran, misalnya media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu efektif untuk kelompok kecil atau perorangan, begitu juga sebaliknya, dan (6) mutu teknis, pengembangan media harus memenuhi syarat teknis
24 tertentu. Berdasarkan kriteria tersebut, untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, perlu adanya perencanaan yang baik, salah satunya dengan memperhatikan pemilihan media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran secara tepat, praktis, luwes, dan memperhatikan mutu teknis. Guru atau tenaga pendidik perlu mempertimbangkan kriteria dalam memilih media pembelajaran. Ngadino (2009: 73) berpendapat bahwa, “Untuk dapat mengadakan pemilihan media yang setepat-tepatnya ada beberapa faktor yang perlu diperlihatkan, yaitu: tujuan, sasaran, waktu, ketersediaan, biaya, karakteristik media yang bersangkutan, dan mutu teknis.” Hal ini sejalan dengan pendapat Anitah (2009: 80) yang menyatakan secara lebih singkat terkait pertimbangan dalam memilih media yaitu, “...tujuan pembelajaran, pembelajar, ketersediaan, ketepatgunaan, biaya, mutu teknis, dan kemampuan SDM”. Dari berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk memilih media dakon terpadu, yaitu dengan mempertimbangkan hal- hal berikut: (1) media dakon terpadu dipilih untuk menunjang pencapaian tujuan pembelajaran, (2) media dakon terpadu dipilih dengan mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan peserta
didik
(hal-hal tersebut diantaranya: sesuai dengan kemam-
puan/taraf berpikir dan pengalamannya, media yang menarik untuk siswa, dan media yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari), (3) media dakon tiga dimensi telah tersedia di sekolah, dan pengadaan dakon virtual tidak memerlukan biaya yang cukup besar, (4) dapat digunakan dalam berbagai situasi dan pada saat digunakan tidak berbahaya, (5) media dakon terpadu dapat digunakan oleh guru dan siswa karena penggunaannya yang cukup mudah, (6) waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran cukup untuk penggunaan media dakon terpadu. e. Media Dakon Terpadu 1) Dakon sebagai Permainan Tradisional Dakon merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di Indonesia. Dakon sendiri
25 merupakan permainan tradisional yang berasal dari Jawa. Jumlah pemain dalam permainan ini ialah dua orang. Alat dalam permainan ini meliputi sebuah bidang tiga dimensi berbentuk oval atau mirip perahu yang terbuat dari kayu atau plastik dengan panjang sekitar 75 cm dan lebar 15 cm. Pada umumnya dakon memiliki 16 lubang yang terbagi menjadi 14 lubang kecil (cekungan) dan 2 lubang tujuan (lumbung) di ujung kanan dan kiri. Pada permainan ini cangkang kerang atau biji-bijian dari tumbuhan digunakan sebagai biji dakon. Skor kemenangan ditentukan dari jumlah biji yang terdapat pada lubang tujuan tersebut. Karakteristik dari permainan dakon diperjelas dengan pendapat Fad (2014: 24) yang menyatakan bahwa: Congklak/Dakon merupakan permainan tradisional yang menggunakan bidang panjang dengan tujuh cekungan pada masing-masing sisi dan dua cekungan yang lebih besar di bagian tengah ujung kiri dan kanan yang disebut sebagai lumbung. Cekungan pada sisi diisi dengan biji-bijian (bisa biji sirsak atau biji sawo) atau baru kerikil. Selain itu, ada pula biji congklak yang berasal dari cangkang kerang laut berbentuk bulat agak oval atau tiruan berbahan plastik berbentuk. Masing-masing cekungan diisi dengan 12 biji. Adapun bentuk alat permainan dakon tradisional dapat dilihat secara lebih jelas pada gambar 2.3. berikut:
Gambar 2.3. Alat Permainan Dakon Tradisional (Sumber: Puteh, 2015) Papegay berpendapat dalam exploring board game strategies journal (2006: 380) bahwa, “Mancala is the ancient game of counting and strategy where each player must attempt to collect as many stones
26 as possible before one of the players clears his side of stones. There are many versions of this traditional game.” Dakon adalah permainan kuno menghitung dan strategi, dimana setiap pemain harus mengumpulkan batu sebanyak mungkin, sebelum salah satu pemain membersihkan batu pada lubang dakon. Ada banyak versi dari permainan tradisional ini. Setiap versi memiliki alur dan peraturan permainan tersendiri. Alur permainan dakon menurut Setyawan (2015: 24) ialah: “Kita mengambil sejumlah biji mainan dari satu lubang, lalu memindahkan biji mainan itu masing-masing satu ke setiap lubang tersebut, biji terakhir yang diletakkan menjadi penentu, jika masih ada biji di lubang tersebut, maka kita mendistribusikan lagi biji yang kita miliki.” Hal ini sejalan dengan pendapat Fad (2014: 24) yang menjelaskan bahwa permainan dakon dapat dilakukan dengan mengambil biji pada salah satu lubang dakon dan membaginya satu per satu. Jika biji terakhir jatuh pada cekungan yang ada isinya maka pemain boleh mengambil dan membagikannya lagi. Kemenangan dapat dihitung berdasarkan jumlah biji pada lumbung yang diperoleh. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa dakon merupakan permainan tradisional yang dilakukan oleh dua pemain dengan cara mendistribusikan biji pada setiap cekungan yang berada pada bidang permainan. Kunci permainan ini terletak pada pilihan jumlah biji pada cekungan yang akan dimainkan. Pemain yang sering berjalan atau mengambil biji dari cekungan berati ia sering mengisi lumbungnya. Apabila jumlah biji pada lumbung lebih banyak dari lawan maka pemain tersebut akan menjadi pemenang, maka dari itu permainan dakon dapat melatih anak dalam menyusun strategi, selain itu permainan dakon juga melatih kesabaran bagi pemain
yang
tidak
sedang
bermain/melangkah
karena
harus
menunggu lawan melakukan kesalahan sehingga tiba giliran untuk bermain, selain melatih strategi dan kesabaran, permainan dakon dapat
27 melatih ketelitian motorik sekaligus sensorik, yaitu ketika memasukan biji-bijian pada setiap cekungan. 2) Dakon sebagai Media Pembelajaran Matematika Peran
media
dalam
pembelajaran
matematika
sangatlah
penting untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dalam matematika. Seperti penjelasan yang diuraikan oleh Sundayana (2013: 25) bahwa, “Konsep-konsep dalam matematika itu abstrak, sedangkan pada umumnya siswa berfikir dari hal-hal yang kongkret menuju hal-hal yang abstrak, maka salah satu jembatan agar siswa mampu
berfikir
abstrak
tentang
matematika,
adalah
dengan
menggunakan media pendidikan dan alat peraga.” Permainan dakon dapat digunakan sebagai media pembelajaran matematika
khususnya
bagi siswa
SD.
Sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual anak SD yang masih dalam tahap operasi kongkret. Anak pada tahap operasi kongkret memiliki kemampuan menerima konsep-konsep matematika yang abstrak melalui benda kongkret, salah satunya adalah alat permainan dakon. Dilihat dari alur permainan yang dilakukan dengan mendistribusikan biji-bijian pada setiap cekungan maka secara tidak langsung dapat melatih anak untuk belajar berhitung. Hal ini sejalan dengan pendapat Pitadjeng (2015: 136) yang menyatakan bahwa, “Jika permainan dakon dimodifikasi menjadi alat untuk belajar matematika, maka anak akan dapat belajar dengan asyik dan senang karena marasa bermain-main, sehingga pembelajaran dapat berhasil dengan optimal.” Berdasarkan pendapat tersebut sangat jelas bahwa media dakon dapat membantu anak dalam memahami suatu konsep matematika. Salah satu konsep matematika yang dapat diajarkan dengan menggunakan
media
dakon
adalah
konsep
perkalian
sebagai
penjumlahan berulang. Menurut Wahyudi (2014: 102), “Perkalian dua bilangan a dan b yang dinyatakan dengan a x b
ialah penjumlahan
berulang yang mempunyai a suku dan tiap-tiap suku sama dengan b.”
28 Konsep tersebut dapat diajarkan pada siswa kelas dua dengan menggunakan alat permainan dakon yang berupa bidang panjang dengan 16 cekungan dan biji-bijian yang digunakan sebagai biji dakon. Terlepas dari aturan permainan dakon tradisional, pembelajaran konsep perkalian a x b = b+b+b+ . . . +b (sebanyak a) dapat dilakukan dengan memasukan biji dakon sebanyak b pada lubang dakon sebanyak a, kemudian untuk menghitung hasil perkalian yang diperoleh dapat dilakukan dengan menambahkan jumlah biji dakon (b) pada setiap cekungan (a) untuk diletakkan pada lumbung sebelah kanan. 3) Media Dakon Matematika Virtual Teknologi sangat berpengaruh dalam segala aspek kehidupan, salah satu diantaranya ialah dalam bidang pendidikan, seperti halnya yang dikatakan oleh Anitah (2009: 126) bahwa, “Kemajuan teknologi juga mempengaruhi bidang pendidikan dan pembelajaran, dengan dimanfaatkannya berbagai peralatan yang dapat membantu kegiatan belajar.” Adanya perkembangan teknologi maka semakin berkembang pula berbagai peralatan yang dapat membantu kegiatan belajar. Salah satu diantranya adalah pengembangan media pembelajaran berbantuan komputer. Dalam bidang pendidikan, komputer dapat digunakan sebagai media yang memungkinkan peserta didik belajar secara mandiri dalam memahami suatu konsep. Hal ini sangat memungkinkan, karena komputer memiliki kemampuan mengkombinasikan teks, suara, warna, gambar, gerak, dan video, serta memuat suatu kepintaran yang sanggup menyajikan proses interaktif. Sesuai dengan pendapat Setyawan, dkk (2009: 7.18) yang menyatakan bahwa: “Dalam dunia
pendidikan,
komputer
telah
digunakan
untuk
berbagai
keperluan, yaitu untuk mengajarkan berbagai mata pelajaran (subjek) seperti matematika, bahasa dan fisika. Program komputer yang digunakan untuk mengajarkan subjek tertentu disebut dengan istilah Computer Assisted Instruction (CAI).”
29 Sebagai alat bantu mengajar, komputer juga diperlukan untuk pendidikan matematika. Muhsetyo, dkk (2008: 2.12) menyatakan bahwa: “Komputer dalam pembelajaran matematika dikembangkan dengan memanfaatkan program-program komputer yang siap pakai dalam bentuk perangkat lunak (software), atau program-program komputer yang dirancang dan dibuat oleh guru matematika.” Sejalan dengan pendapat tersebut, salah satu perangkat lunak (software) yang dapat digunakan untuk merancang media pembelajaran matematika ialah adobe flash. Adobe flash merupakan salah satu perangkat lunak pada komputer yang dapat digunakan untuk membuat berbagai animasi secara menarik dan bervariasi. Menurut Hidayatullah, Akbar dan Rahim (2011: 18) adobe flash yang
memiliki
merupakan software pada komputer
kemampuan untuk
menganimasikan objek
tersebut.
menggambar
objek
sekaligus
Sebagian kalangan menggunakan
adobe flash untuk membuat animasi halaman website, profil perusahaan, cd interaktif, dan game. Di dalam dunia pendidikan adobe flash dapat
digunakan untuk
membuat
media
komputer, seperti yang diungkapkan oleh
pembelajaran berbasis Hidayatullah, Akbar dan
Rahim (2011: 3) bahwa: “...software-software animasi semacam adobe flash yang sekarang tersebar luas untuk membantu dalam memvisualisasikan materi pelajaran tersebut dalam bentuk animasi materi pelajaran secara interaktif.”
Berdasarkan pendapat tersebut maka
adobe flash merupakan software pada komputer yang dapat digunakan untuk memvisualisasikan materi pembelajaran guna membantu guru untuk memberikan pemahaman kepada siswa terhadap materi yang bersifat abstrak. Adobe flash merupakan software yang awalnya dikembangkan oleh perusahaan macromedia dan disebut sebagai macromedia flash. Sejak diakuisisi oleh perusahaan adobe, maka macromedia flash berubah nama menjadi adobe flash. Pada dasarnya macromedia flash
30 dan adobe flash merupakan software yang sama. Hal tersebut dapat dilihat dari pendapat Asyhar (2012: 187) yang sejalan dengan pendapat Hidayatullah, Akbar dan Rahim bahwa flash merupakan salah satu software pada komputer yang digunakan untuk mendesain animasi dengan berbagai kemampuan seperti membuat animasi gerak (motion tween), membuat animasi logo, persentasi multimedia, game, kuis interaktif, dan simulasi/visualisasi. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disintesiskan bahwa macromedia flash yang telah beralih nama menjadi adobe flash merupakan software pada komputer untuk membuat animasi yang dapat difungsikan dalam berbagai hal, salah satunya adalah untuk memvisualisasikan materi pembelajaran yang bersifat abstrak seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini adobe flash digunakan sebagai perangkat lunak yang digunakan untuk membuat dakon matematika virtual. Dakon matematika virtual merupakan tiruan dari alat permainan dakon dalam bentuk animasi yang difungsikan untuk memvisualisasikan konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. Dengan menggunakan media dakon matematika virtual, guru dapat menjelaskan konsep perkalian sebagai penjumlahan berualang dari tahap kongkret ke simbolik. Pemilihan software adobe flash untuk membuat media dakon virtual didasarkan pada beberapa alasan yaitu adanya fasilitas timeline yang siap digunakan untuk membuat gambar dakon sekaligus menganimasikannya sehingga tujuan dari media untuk memvisualisasikan konsep perkalian dari tahap kongkrit ke simbolik dapat tercapai. Adobe flash dapat menggambarkan objek-objek dengan menarik dan artistik sesuai dengan karakteristik anak sekolah dasar yang menyukai hal-hal berdasarkan tampilan maupun bentuk dari suatu objek. Adobe flash dapat membuat media dakon yang cenderung dipandang sebagai permainan tradisional menjadi multimedia interaktif yang menampilkan dakon dalam bentuk virtual dilengkapi dengan animasi dan suara.
31 Media dakon matematika virtual merupakan software yang dapat diunggah di jaringan internet,
sehingga
media ini dapat
digunakan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun sebagai reverensi pengembangan media pembelajaran di dunia pendidikan. Media dakon matematika virtual dapat diakses di dakonvirtualmedia.blogspot.co.id. 4) Keterpaduan Dakon Matematika Tiga Dimensi dan Dakon Matematika Virtual sebagai Media Pembelajaran Penggunaan media pembelajaran yang bervasiasi akan menimbulkan nilai positif dalam pembelajaran. Salah satu cara mevariasikan media pembelajaran adalah dengan memadukan antara media satu dengan media lain yang memiliki kesesuaian karakteristik. Keterpaduan antar beberapa media pembelajaran dapat dikatakan sebagai multimedia, hal ini berkenaan dengan pernyataan Anitah (2009: 180) mengutip
pernyataan Hefzallah (2004) yang mengatakan bahwa,
“Multimedia digunakan untuk mendeskripsikan penggunaan berbagai media secara terpadu dalam menyajikan atau mengajarkan suatu topik pembelajaran.” Keterpaduan antar media juga diartikan sebagai kombinasi beberapa media menjadi satu kesatuan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Duffy, Mc.Donald & Mizell (Anitah, 2009: 180) bahwa, “Konsep multimedia merupakan kombinasi multipel media dengan satu jenis media sehingga terjadi keterpaduan secara keseluruhan.” Dalam penelitian ini keterpaduan media pembelajaran yang dimaksud ialah, kombinasi antara media dakon matematika tiga dimensi dan media dakon matematika virtual menjadi satu kesatuan yaitu media dakon terpadu. Kedua media tersebut dipadukan karena keduanya dapat saling melengkapi kelemahan satu sama lain. Apabila dalam penggunaannya hanya media dakon matematika virtual saja yang digunakan untuk memberikan pemahaman
konsep perkalian
sebagai penjumlahan berulang, maka anak hanya akan melihat dan mendengarkan apa yang tersaji dalam media audiovisual tersebut,
32 namun jika media dakon matematika virtual dipadukan dengan media dakon matematika tiga dimensi, maka anak akan terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Sama halnya apabila media dakon matematika tiga dimensi saja yang digunakan, anak akan merasa bosan dan kurang memahami konsep perkalian yang dimaksud, oleh karena itu media dakon matematika virtual yang menampilkan tiruan media dakon dalam bentuk animasi, dapat digunakan untuk menarik perhatian dan rasa ingin tahu siswa, serta dapat digunakan oleh guru untuk memberikan pemahaman pada siswa secara bertahap, dari tahap kongkrit ke simbolik. Keterpaduan antara media dakon matematika tiga dimensi untuk siswa dengan media dakon matematika virtual untuk guru diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengeksplor kemampuannya dalam memahami konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang, sementara guru dapat membimbing dan memberikan penekanan terhadap konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang melalui media dakon matematika virtual. Setiap media tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu pula media dakon terpadu, kelebihan dakon terpadu yang merupakan multimedia diantaranya adalah: (1) ciri-ciri unik tiap media saling memperkuat satu sama lain dalam memperkaya pengalaman belajar, (2) berbagai gaya belajar pembelajar terakomodasi, seperti pebelajar yang auditori, visual, maupun kinestetik, sehingga pebelajar dapat memilih media yang sesuai dengan gaya belajar masing-masing, dan (3) meningkatkan minat dengan melibatkan pebelajar dalam pengalaman multi sensori untuk meningkatkan hasil belajar (Anitah, 2009: 183-186). Selain kelebihan, media dakon terpadu juga memiliki kelemahan diantaranya adalah: (1) media terdiri dari kombinasi dua media dengan karakteristiknya masing-masing,
maka guru harus
benar-benar menguasai penggunaan media baik dari segi penggunaan, pembuatan maupun fungsi media tersebut, (2) membutuhkan alat pen-
33 dukung diantaranya adalah komputer, proyektor dan speaker dimana semuanya membutuhkan energi listrik, maka apabila alat/media pendukung maupun energi listrik tidak ada, media tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya, dan (3) kehilangan salah satu komponen media akan membuat kegagalan. f. Langkah-langkah Penggunaan Media Dakon Terpadu Media dakon terpadu dalam pembelajaran matematika digunakan dengan cara memadukan media dakon matematika tiga dimensi, yang digunakan oleh siswa sebagai alat untuk mengenal konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang secara kongkrit, dengan media dakon virtual yang digunakan oleh guru sebagai media untuk mempermudah dalam memberikan pemahaman tentang perkalian sebagai penjumlahan berulang dari kongkrit ke simbolik. Berikut adalah langkah-langkah penggunaan media dakon terpadu: 1) Penggunaan Media Dakon Matematika Tiga Dimensi untuk Siswa Media dakon tiga dimensi dapat digunakan sebagai media kongkrit untuk memahami perkalian sebagai penjumlahan berulang yang dinyatakan dengan a x b = b+b+b+...+b (sebanyak a). Dengan menggunakan media dakon, konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang dapat dilakukan dengan memasukan biji dakon sebanyak b pada lubang dakon sebanyak a, kemudian untuk menghitung hasil perkalian yang diperoleh dapat dilakukan dengan menambahkan jumlah biji dakon (b) pada setiap cekungan (a) untuk diletakkan pada lumbung
sebelah
kanan.
Berikut
ini
adalah
langkah-langkah
penggunaan media dakon tiga dimensi: a) Mempersiapkan media berupa: papan dakon yang terbuat dari plastik atau kayu, biji dakon, dan kertas soal. b) Mengambil kertas soal dan diletakkan pada lumbung sebelah kiri, contoh soal: 3 x 4. c) Siswa harus menentukan berapa jumlah biji dakon yang diambil dan berapa lubang yang harus diisi.
34 d) Berdasarkan soal tersebut maka siswa harus mengisi 3 cekungan dengan masing-masing cekungan berisi 4 butir biji dakon. Hal ini sesuai dengan konsep perkalian a x b = b+b+b+...+b (sebanyak a). e) Anak harus dapat menyelesaikan soal berdasarkan waktu yang telah ditentukan. f) Melakukan poin a) hingga e) secara berulang-ulang sampai anak benar-benar dapat memahami berapa jumlah biji dakon yang diambil dan berapa lubang yang harus diisi sesuai dengan soal perkalian. g) Menghitung hasil perkalian yang diperoleh dapat dilakukan dengan menambahkan jumlah biji dakon pada setiap cekungan untuk diletakkan pada lumbung sebelah kanan, sehingga jumlah biji yang terdapat pada lumbung sebelah kanan merupakan hasil dari perkalian tersebut. Media dakon tiga dimensi juga dapat digunakan sebagai media untuk
mempelajari
materi
perkalian
dalam
nuansa
permainan.
Permainan dapat dilakukan dengan cara mendistribusikan biji dakon pada setiap lubang seperti permainan dakon pada umumnya, namun pemain hanya dapat melanjutkan permainan apabila dapat menyelesaikan soal perkalian yang tertera pada lubang dakon terakhir. Permainan ini bertujuan untuk melatih siswa untuk menghafalkan hasil perkalian. Berikut ini adalah langkah-langkah penggunaan media dakon tiga dimensi dengan nuansa permainan: a) Permainan terdiri dari 2 sesi pertandingan, setiap sesi dilaksanakan dalam waktu 10 menit. b) Dalam satu sesi permainan terdapat dua pemain, satu juri dan satu pencatat skor. c) Sesi kedua merupakan pergantian pemain (siswa yang pada sesi pertama menjadi pemain, beralih menjadi juri dan pencatat skor, sehingga seluruh anggota kelompok mendapat kesempatan untuk bermain).
35 d) Permainan dakon dilakukan dengan mendistribusikan biji dakon pada lubang dakon, pemain dapat melanjutkan pendistribusian biji dakon apabila dapat menjawab hasil dari perkalian pada lubang dakon terakhir. Apabila pemain tidak dapat menjawab maka permainan akan beralih pada lawan main. e) Juri bertugas untuk mengecek jawaban pemain dalam menyelesaikan soal perkalian, dan menentukan apakah pemain dapat melanjutkan pendistribusian biji dakon atau tidak. f) Pencatat skor bertugas untuk mencatat skor pemain. Skor dihitung dari banyaknya biji dakon yang terkumpul pada lumbung. 2) Penggunaan Media Dakon Virtual untuk Guru Media dakon virtual dapat digunakan oleh guru untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang pada tahap simbolik. Langkah-langkah penggunaan media dakon virtual adalah sebagai berikut: a) Mempersiapkan media berupa: Komputer, software media pembelajaran yang disimpan dalam komputer/CD/flashdisk, LCD proyektor untuk menampilkan media dari komputer pada sebuah layar atau sesuatu dengan permukaan datar seperti tembok, dan speaker untuk memperkeras audio/suara pada media sehingga dapat didengar dengan baik oleh seluruh siswa. b) Menghubungkan LCD proyektor dan speaker pada komputer. c) Membuka software dengan cara double-klik kiri pada mouse. d) Apabila aplikasi sudah terbuka pada layar monitor, aplikasi sudah dapat digunakan dengan memilih menu yang ada, diantaranya adalah; menu “Kompetensi” yang berisi Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar
(KD) dan Indikator pembelajaran; menu
“Materi” yang berisi tentang materi pembelajaran; menu “Dakon” yang berisi media dakon virtual, dan menu “Latihan Soal” yang berisi soal cerita tentang perkalian sebagai penjumlahan berulang.
36 e) Pada menu media dakon virtual dapat digunakan dengan cara memilih menu perkalian bilangan a (sebagai pengali) dan bilangan b (sebagai terkalikan), jika kedua bilangan telah ditentukan maka klik pada pilihan “Mulai”, selanjutnya lubang dakon sejumlah a akan bergerak, klik pada setiap lubang dakon yang bergerak maka akan muncul bintang sejumlah b dan akan muncul bentuk perkalian sebagai penjumlahan berulang yang menyatakan a x b = b+b+b+ ...+b sejumlah a suku. Hasil dari perkalian akan nampak secara otomatis. Untuk mengganti bilangan atau mengulangi pemilihan, klik pada menu “Ulangi”. Pilihan “Menu Utama” digunakan untuk kembali pada halaman menu utama. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini:
Gambar 2.4. Media Dakon Virtual f) Pada menu “LATIHAN SOAL” terdapat beberapa pilihan soal cerita yang dapat diberikan kepada siswa. Untuk memilih soal dapat dilakukan dengan meng-klik kiri menggunakan mouse pada pilihan soal cerita yang tersedia. Contoh soal cerita dapat dilihat pada gambar 2.5. berikut ini:
37
Soal 2 Terdapat 9 buah kardus berisi bola sepak. Setiap kardus berisi 2 buah bola sepak. Berapa jumlah seluruh bola sepak?
Gambar 2.5. Soal Cerita pada Media Dakon Virtual g) Setelah soal diberikan,
pemecahan dari soal tersebut dapat
dilakukan dengan meng-klik menu “MULAI” pada bagian kanan bawah, maka akan muncul bentuk visualisasi dari pemecahan soal cerita seperti pada gambar 2.6. berikut ini:
Gambar 2.6. Pemecahan Soal Cerita pada Media Dakon Virtual h) Untuk kembali pada lembar soal yang diberikan dapat dilakukan dengan meng-klik pilihan menu “Soal” dan apabila ingin kembali pada halaman daftar pilihan soal cerita dapat dilakukan dengan meng-klik “Menu” pada bagian kanan bawah. g. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menggunakan Media Dakon Terpadu Langkah-langkah
pembelajaran
perkalian
sebagai
penjumahan
berulang dengan mengunakan media dakon terpadu ialah sebagai berikut:
38 1) Mempersiapkan diri. Guru perlu meguasai bahan pembelajaran yang telah dibuat dan terampil dalam menggunakan media dakon, baik dakon matematika tiga dimensi maupun dakon matematika virtual. 2) Mempersiapkan
media
dakon
matematika
tiga
dimensi
yang
digunakan siswa berupa papan dakon, biji dakon dan kertas soal. 3) Mempersiapkan media dakon matematika virtual yang digunakan oleh guru berupa komputer/laptop, proyektor, speaker, aplikasi media dakon virtual yang telah tersimpan pada komputer/laptop. 4) Penempatan yang tepat. Hal ini bertujuan agar sajian materi dengan media dakon terpadu dapat dilihat dan digunakan dengan baik oleh siswa. 5) Pengaturan siswa. Pengaturan siswa yang baik dapat menghasilkan pandangan maupun mobilitas yang baik. 6) Perkenalan pokok materi. Pengenalan materi dilakukan pada kegiatan awal dengan mengaitkan peristiwa sehari-hari dengan materi yang disajikan dengan pada media dakon virtual. 7) Mengajar: guru menyampaikan materi dengan menggunakan media dakon virtual. 8) Belajar kelompok: siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogen. Selanjutnya siswa belajar dengan menggunakan media dakon matematika tiga dimensi untuk memahami konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang secara berkelompok. 9) Penekanan materi: Guru memberikan penjelasan secara lebih dalam tentang konsep
perkalian sebagai penjumlahan berulang dengan
menggunakan media dakon virtual. 10) Penghargaan
kelompok:
guru
memberikan
penghargaan
kepada
kelompok/siswa yang dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. 11) Menyimpulkan kembali materi yang telah dipelajari oleh siswa. Siswa dibantu guru dalam menyimpulkan materi
.
39 h. Penelitian Relevan Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Hermahnita (2014) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Dakon Bilangan di Kelas V Sekolah Dasar Negeri 12 Pontianak Kota.” Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa peng-gunaan dakon bilangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada siklus I dengan ratarata nilai 57,67 (baik) meningkat menjadi 72,14 (tinggi). Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu penggunaan media dakon dalam pembelajaran matematika. Perbedaannya adalah, pada penelitian yang dilakukan oleh Hermahnita, media dakon digunakan untuk peningkatan hasil belajar siswa kelas V, sedangkan pada penelitian ini media dakon terpadu digunakan untuk meningkatan pemahaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang pada siswa kelas II. Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dewi Sri Widiawati (2013) berjudul “Penggunaan Media Permainan Congklak untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Perkalian dan Pembagian dengan Tema Kerjasama di SDN Sukajadi 1 Kelas II A Semester II tahun Pelajaran 2012/2013 Kecamatan Sukajadi Bandung.” Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dengan penggunaan media permainan congklak dapat meningkatkan aktivitas guru sebesar 22.22%, aktivitas siswa sebesar 22.1% dan hasil belajar siswa sebesar 36.67%. Penelitian tersebut juga terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu penggunaan media yang sama yaitu congklak/dakon. Perbedaannya adalah pada penelitian tersebut media congklak/dakon digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang perkalian dan pembagian dengan tema kerjasama, sedangkan dalam penelitian ini media dakon digunakan secara terpadu antara media dakon tiga dimensi dan media dakon virtual untuk meningkatkan berulang.
pemahaman
konsep
perkalian
sebagai
penjumlahan
40 Penelitian yang relevan lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh Henti Widiastuti (2014) dengan judul “Upaya Meningkatan Kemampuan Melakukan Operasi Perkalian Melalui Permainan Dakon dan Kartu Warna pada Siswa Kelas II Semester II MI Muhammadiyah Selo, Hargorejo, Kokap, Kulon Progo Tahun Ajaran 2013/2014,” dengan hasil penelitian pada siklus I sebesar 71,5 dan siklus II sebesar 79,6. Sehingga siklus dihentikan karena sudah mencapai KKM yang telah ditentukan. Prosentase yang tuntas belajar secara klasikal sebanyak 10 siswa dari 13 yaitu 77% dan siswa yang belum tuntas sebesar 23%. Penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini karena terdapat persamaan pada objek kajiannya yaitu perkalian dan penggunaan media dakon. Sedangkan perbedaannya ialah pada penelitian yang dilakukan oleh Henti Widiastuti pokok permasalahan perkalian berada pada kemampuan melakukan operasi perkalian, sedangkan pada penelitian ini pokok permasalahan terdapat pada pemahaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. Selain itu, terdapat juga perbedaan dalam penggunaan media dakon, pada penelitian yang dilakukan oleh Henti Widiastuti media dakon dipadukan dengan kartu warna sedangkan pada penelitian ini media dakon tiga dimensi dipadukan dengan media dakon virtual.
B. Kerangka Berpikir Pada saat pratindakan, diperoleh fakta berdasarkan hasil wawancara dan observasi bahwa guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika, siswa kurang menguasai operasi hitung penjumlahan, kemampuan berfikir siswa berbeda-beda sehingga mengakibatkan guru kesulitan dalam memberikan pemahaman secara menyeluruh, media pembelajaran yang digunakan kurang menarik perhatian siswa, dan siswa cenderung menganggap matematika itu sulit. Rendahnya pemahaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang terbukti dengan hasil tes pratindakan yang menunjukan ketuntasan klasikal sebesar 35% atau hanya 7 dari 20 siswa yang dapat mencapai nilai KKM dengan nilai rata-rata sebesar 51.
41 Untuk mengatasi hal tesebut diperlukan perbaikan dengan tindakan tepat. Adapun alternatif untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan media pembelajaran yang lebih variatif. Dalam penelitian ini, peneliti memilih media dakon terpadu sebagai alternatif dalam meningkatkan pemahaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. Keterpaduan antara media dakon tiga dimensi untuk siswa dengan media dakon virtual bagi guru diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengeksplor kemampuannya dalam memahami konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang, sementara guru dapat membimbing dan memberikan penekanan terhadap konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang melalui media dakon matematika virtual. Pelaksanaan tindakan dilakukan secara bersiklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pada pelaksanaan siklus pertama, guru memberikan pengenalan terhadap media dakon terpadu, membimbing siswa untuk melakukan penjumlahan berulang dengan menggunakan media dakon tiga dimensi, menekankan konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang menggunakan media dakon virtual, serta memecahkan soal cerita yang divisualisasikan dalam media virtual. Siklus selanjutnya merupakan tindak lanjut dari hasil penerapan siklus sebelumnya yang berupa penggunaan media dakon terpadu yang divariasikan dalam nuansa permainan sehingga anak lebih tertarik dan termotivasi untuk memahami konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. Siklus dihentikan ketika indikator kinerja telah berhasil dicapai. Penggunaan media dakon terpadu pada pembelajaran matematika materi perkalian sebagai penjumlahan berulang dapat membantu siswa untuk memahami konsep perkalian secara bertahap dari tahap kongkret ke simbolik, dimana siswa dapat memanipulasi objek kongkrit melalui pengalaman langsung dan guru dapat memberikan
pemahaman
lebih
dalam
tentang
konsep
perkalian
sebagai
penjumlahan berulang melalui visualisasi pada media dakon virtual. Dengan digunakannya media dakon terpadu maka dapat meningkatkan pemahaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang pada siswa kelas II SD N Purwotomo No.97 Surakarta tahun pelajaran 2015/2016 yang dapat digambarkan dalam kerangka berpikir pada gambar 2.7:
42
Kondisi Awal
Guru menggunakan model konvensional tanpa media pembelajaran
Pemahaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang siswa kelas II SD N Purwotomo rendah
Siklus I
Tindakan
Dalam proses pembelajaran guru menggunakan media dakon terpadu
1. 2. 3. 4.
Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi
Siklus II 1. 2. 3. 4.
Kondisi Akhir
Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi
Dengan menggunakan media dakon terpadu maka pemahaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang siswa kelas II SD N Purwotomo meningkat Gambar 2.7. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini yaitu: “Penggunaan media dakon terpadu dapat meningkatkan pemahaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang pada siswa kelas II SD N Purwotomo No.97 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016.”