BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan (agency theory) telah menjadi basis penelitian yang kuat dalam disiplin ilmu akuntansi dan keuangan. Studi dalam ilmu akuntansi memandang teori keagenan dapat menjelaskan bagaimana perilaku manajemen dalam memilih metodemetode akuntansi pada pelaporan keuangan dan konsekuensi pemilihan metode tersebut bagi kesejahteraan pemilik dan pihak lain (stakeholders) yang memiliki keterkaitan dengan perusahaan (Anggarini dan Srimindarti, 2009). Agen sebagai pihak yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan perusahaan harus bertanggung jawab melalui penyajian laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen. Oleh karena itu diperlukan kontrak kerja sebagai salah satu cara agency theory untuk mengatur hak dan kewajiban masing – masing kedua belah pihak (Jensen dan Meckling, 1976). Teori ini mengidentifikasikan adanya pihak – pihak anggota perusahaan yang memiliki beberapa kepentingan untuk mencapai tinjauan dalam kegiatan perusahaan. Teori keagenan sebagaimana yang digunakan dalam penelitan akuntansi manajemen menyangkut hubungan kontraktual antara anggota – anggota perusahaan. Teori keagenan menyatakan bahwa hubungan keagenan timbul ketika salah satu pihak menyewa pihak lain untuk melakukan suatu jasa dan mendelegasikan kepada agen (Anggraini dan Srimindarti, 2009).
Pemegang saham cenderung mengeluarkan biaya keagenan (agency cost) yang bertujuan sebagai biaya pengawasan yang diperlukan dalam upaya mengawasi dan mencegah perilaku oportunis. Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi agency cost antara lain dengan meningkatkan kepemiikan managerial, dengan menggunakan kebijaan hutang dan dengan mengaktifkan pengawasan melalui investor - investor institusional (Dewi, 2008). Dalam mengatasi agency problem tersebut maka dapat dilakukan dengan dua cara, sebagi berikut: 1) Market Forces Merupakan seorang pemegang saham yang memiliki saham mayoritas seperti investor institusional yang biasanya berupa perusahaan asuransi jiwa, mutual fund, dan perusahaan dana pensiun. Hak suara mayoritas diyakini akan dapat mengatasi masalah agency yang dilakukan dengan cara memberi tekanan kepada manajer untuk bekerja. 2) Agency Cost Agency cost merupakan biaya yang akan dikeluarkan untuk mengurangi agency problem sekaligus untuk pemenuhan kesejahteraan para pemegang saham. Biaya keagenan juga timbul karena adanya pengawasan terhadap setiap tindakan manajer (Sunarya, 2013).
2.1.2 Dividen Dividen dapat diartikan sebagai return atau laba yang diperoleh para investor sesuai dengan jumlah porsi saham yang dimilikinya. (Suharli, 2007) Dividen dapat berupa uang tunai maupun saham. Terkait dengan dividen terdapat 3 tanggal penting,
yaitu pengumuman, pencatatan, dan pembayaran/ pembagian dividend Tunai (cash dividend) umumnya lebih menarik bagi pemegang saham dibandingkan dengan dividen saham (stok dividen). Dividen saham sebagai ganti dari dividen tunai, yaitu mengeluarkan lembar saham tambahan bagi pemegang sahamnya. Peristiwa ini dilakukan jika posisi kas perusahaan atau likuiditas diperlukan oleh perusahaan. Investor dalam hal ini akan memilih lebih banyak saham tetapi laba per lembar saham lebih rendah. Begitu pula bagi investor yang lebih menyukai dividen kas, mereka akan lebih memilih laba perlembar saham yang tinggi. Proporsi pemilihan investor tidak mengalami perubahan (Akhmad, 2013). Dividen merupakan bentuk distribusi laba yang diperoleh perusahaan untuk para pemegang saham sesuai dengan proporsi lembar saham yang dimilikinya (Handayani dan Handinugroho, 2009). Ikatan Akuntan Indonesia (2004), dalam PSAK No.23, merumuskan dividen sebagai distribusi laba kepada pemegang saham sesuai dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu (Suharli, 2007).
2.1.3 Kebijakan Dividen Kebijakan dividen merupakan keputusan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan setelah perusahaan beroperasi dan memperoleh laba. Kebijakan dividen menyangkut masalah-masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham atau keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau ditahan guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang (Wiagustini, 2010). Apabila perusahaan memilih untuk membagikan
laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing (Sartono, 2010). Kebijakan dividen berpengaruh terhadap aliran dana, struktur finansial, likuiditas perusahaan dan prilaku investor. Dengan demikian kebijakan dividen merupakan salah satu keputusan penting dalam kaitannya dengan usaha untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Sebagaimana diketahui bahwa nilai perusahaan dipengaruhi oleh keputusan investasi, keputusan pembiayaan, dan kebijakan dividen itu sendiri. Ketiga keputusan tersebut saling berinteraksi satu sama lain, karena keputusan investasi dipengaruhi oleh tersedianya dana dan biaya modal. Biaya modal dan ketersediaan dana dipengaruhi oleh besar kecilnya laba yang ditahan (Wiagustini, 2010). Keputusan kebijakan dividen perusahaan adalah elemen utama dari kebijakan perusahaan. Dividen, yang pada dasarnya adalah kepentingan pemegang saham sebagai imbalan atas risiko dan investasi mereka, ditentukan oleh faktor yang berbeda dalam sebuah organisasi (Ajanthan, 2013). Oleh karena itu, untuk alasan yang berhubungan dengan pajak investor lebih memilih return (keuntungan) perusahaan atas pembagian dividen tunai (AL-Kuwari, 2009).
2.1.4 Prosedur pembagian dividen Pada umumnya pembayaran dividen dilakukan secara tunai. Keputusan pembayaran dividen di Indonesia berbeda dengan di Negara Amerika Serikat yang menyatakan bahwa keputusan pembagian dividen berada di tangan board of directors. Di Indonesia keputusan pembagian dividen melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berdasarkan UU No.1 tahun 1995, pasal 62 ayat 1 dan 2. Apabila RUPS telah
memutuskan untuk membagikan dividen, maka tanggal tersebut merupakan declaration date. Para pemegang saham yang namanya tercantum dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) pada tanggal tertentu dinyatakan berhak menerima diinden, tanggal tersebut dinyatakan date of record. Lima hari kerja sebelum date of record, ditentukan tanggal ex-dividend. Pada tanggal ini dan sesudahnya pembeli saham tidak berhak untuk memperoleh dividen yang akan dibagikan. Pada hari tersebut dan sesudahnya, dikatakan saham diperdagangkan ex-dividend date, sedangkan sebelumnya dikatakan saham diperdagangkan cum-dividend date. RUPS juga menyebutkan kapan dividen akan dibayarkan, dan bagaimana cara pembayarannya. Tanggal pembayaran tersebut disebut payment date. Pembayaran dividen dilakukan melalui pemindah bukuan atau pengalihan hak atas saham ditutup pada saat pembayaran dividen. Jika pemindahan hak dilakukan sebelum pembayaran dividen, maka pemegang saham yang baru yang akan menerima pembayaran dividen. Perusahaan mengirimkan cek kepada pemegang saham pada tanggal pembayaran. Peraturan yang mempengaruhi kebijakan dividen meliputi dividen harus dibayarkan dari laba ditahan saat ini atau periode yang lalu. Selain itu dividen tidak dapat dibayarkan dari modal saham. Pembayaran dividen tidak dapat dilakukan apabila
perusahaan
dalam
keadaan
insolvency
(Wiagustini,
2010).
Didalam pembayaran dividen, emiten akan mengumumkan secara resmi jadwal pelaksanaan pembayaran dividen tersebut baik dividen tunai maupun dividen saham.
2.1.5 Jenis – Jenis Pembayaran Dividen Maksimum besarnya dividen yng dibagikan sebesar laba setelah pajak, maka besarnya dividen akan dipengaruhi oleh ada tidaknya kesempatan investasi. Berikut akan diuraikan jenis – jenis alternatif pembagian dividen (Wiagustini, 2010 : 259). 1) Pembayaran Dividen Yang Stabil Perusahaan yang menganut kebijakan untuk membayarkan dividen per lembar saham dalam jumlah yag stabil cenderng untuk memiliki payout ratio yang rendah pada saat profit tinggi dan memiliki payout ratio yang tinggi pada saat profit mengalami penurunan. Alasan untuk memberikan dividen yang stabil dengan cara membiarkan payout ratio berfluktuasi adalah agar harga pasar saham lebih tinggi. (Wiagustini, 2010 : 260) Hal ini mudah dipahami karena: a) Dividen yang berfluktuasi lebih beresiko dari pada dividen yang stabil, oleh karena itu tingkat discount rate yang lebih rendah akan diterapkan pada dividen yang stabil sehngga nilai saham lebih tinggi b) Pemegang saham yang mengharapkan pendapatan dari penerimaan dividen akan lebih suka untuk menerima dividen dalam jumlah yang stabil (dividen minimum) dan mengharapkan adanya premium atas saham itu. c) Persyaratan listing surat berharga mensyaratkan dividen yang stabil dan tidak terputus. 2) Residual Decision of Dividend Penentuan besarnya dividen dipengaruhi oleh ada tidaknya kesempatan investasi yang menguntungkan. Sejauh terdapat investasi yang menguntungkan maka dana yang diperoleh dari operasi perusahaan akan digunakan untuk investasi tersebut. Kalau terdapat sisa barulah sisa tersebut dibagikan sebagai dividen. Apabila pendapat
ini dianut maka kita akan mengamati pola pembayaran dividen yang sangat erratic. Suatu perusahaan membagikan dividen sangat banyak karena tidak ada investasi yang menguntungkan, pada saat lain tidak membagikan dividen sama sekali karena seluruh dana digunakan untuk investasi (Wiagustini, 2010 : 260). 3) Payout Ratio Yang Konstan Beberapa perusahaan memilih untuk mempertahankan persentase payout atas laba yang konstan. Dengan demikian apabila laba yang diperoleh berfluktuasi, maka dividen yang dibayarkan juga akan berfluktuasi. Kebijakan ini cenderung tidak akan memaksimumkan nilai saham perusahaan (Wiagustini, 2010 : 260). 4) Pembayaran Dividen Reguler Yang Rendah Disertai Pembayaran Ekstra Kebijakan yang terakhir merupakan kompromi atas dua kebijakan satu dan tiga yang lebih fleksibel (Wiagustini, 2010 : 261).
2.1.6 Teori Kebijakan Dividen 1) Dividen Irrelevance Teori Dividen tidak relevan dikemukakan oleh (Miller dan Modigliani, 1961), yang selanjutnya disebut MM, yang berpendapat bahwa di dalam kondisi bahwa keputusan inrvestasi yang menghasilkan , pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadasep kemakmuran pemegang saham, lebih lanjut MM berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. MM membuktikan pendapatnya dengan asumsi : a) Pasar modal yang sempurna di mana semua investor bersikap rasional b) Tidak terdapat pajak
c) Tidak terdapat biaya emisi saham d) Leverage tidak berpengaruh terhadap biaya modal e) Para investor dan manajer mempunyai informasi yang sama. f)
Distribusi pendapatan diantara dividen dengan laba ditahan tak berpengaruh terhadap biaya ekuitas
g) Kebijakan Capital budgeting terlepas dari kebijakan dividen.
2) Bird-in-the Hand Theory Teori ini dikemukakan oleh (Gordon, 1962 dan Lintner 1956, 1963), dimana beliau berpendapat bahwa biaya ekuitas (Ke) perusahaan akan mengalami kenaikan disebabkan oleh penurunan pembayaran dividen, karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dan pembagian dividen dibandingkan dengan kenaikan nilai modal (capital gain) yang dihasilkan laba tersebut. Gordon – Lintner beranggapan bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih berharga dari pada seribu burung diudara. Beliau juga berpendapat bahwa kemungkinann capital gains yang diharapkan adalah lebih risikonya banding dengan dividend yield yang pasti. Sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi dan semakin tinggi jika di pergunakan untuk untuk mensubsidi dividend (Wiagustini, 2010:264). 3) Tax differential theory Menurut Lizenberger dan Ramaswamy dalam (Wiagustini, 2010: 265) mengemukakan bahwa dalam kaitannya dengan pajak pendapatan perseorangan, pendapat yang relevan bagi investor adalah pendapatan setelah pajak, sehingga keuntungan yang disyaratkan juga setelah pajak. Investor lebih suka menerima capital
gain yang tinggi dibandingkan dengan dividen yang tinggi. Investor akan meminta tingkat keuntungan pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividend yield yang tinggi dari pada saham dengan dividend yield yang rendah. Kelompok ini cenderung menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen. 4) Teori clientele effect Terdapat banyak kelompok investor dengan berbagai kepentingan seperti ada investor yang lebih menyukai memperoleh pendapatan saat ini dalam bentuk dividen seperti halnya individu yang sudah pensiun, sehingga investor ini menghendaki perusahaan dengan pembayaran dividen yang tinggi. Investor lainnya lebih menyukai untuk menginvestasikan kembali pendapatan mereka, karena kelompok ini berada dalam tarif pajak yang cukup tinggi. (Wiagustini, 2010;266) 5) Residual dividend policy Kebijakan ini menyatakan perusahaan membayarkan dividen hanya jika terdapat kelebihan dana atas laba perusahaan yang digunakan untuk membiayai proyek yang telah direncanakan. Rata-rata investor yang menyukai tipe kebijakan dividen ini adalah investor yang lebih menyukai untuk menahan laba guna kegiatan operasional lainnya yang mendukung kemajuan perusahaan sehingga akan memaksimalkan return lebih banyak lagi (Wijanti, 2013). 6) Teori information content of hypothesis Teori ini menyatakan bahwa investor menganggap perubahan dividen sebagai isyarat dari prakiraan manajemen atas laba. Secara tidak langsung, manajemen telah memperkirakan bahwa akan adanya laba yang baik kedepannya, sehingga dengan
cermat investor harus menanggapi secara cepat maksud dari pihak manajemen. Manajer pada sesungguhnya memiliki informasi yang lebih detail mengenai perkembangan perusahaan di bandingkan pihak investor atau pemegang saham. Harga saham berubah mengikuti perubahan dividen semata-mata karena adanya information content dalam pengumuman dividen (Wiagustini, 2010:265) Baker (2009) menjelaskan bahwa kebijakan dividen dipengaruhi hal-hal sebagai berikut: 1. Firm Characteristic Kebijakan pembayaran dividen dipengaruhi oleh karakter mendasar perusahaan itu sendiri seperti firm size, profitability, growth opportunity, dan maturity. 2. Market Characteristic Bahwa kebijakan pembayaran dividen dipengaruhi oleh keadaan karakteristik pasar di sekitar perusahaan itu beroperasi seperti taxes, investor protecting laws, investor sentiment toward dividend paying stock, public versus private status, characteristic of newly listed companies, dan product market competition. Keadaan karakteristik pasar digunakan perusahaan guna melindungi kepentingan investor serta mencegah terjadinya anomali pergerakan saham. 3. Subtitute Forms of Payout Apabila terdapat bentuk lain yang digunakan perusahaan guna memberi insentif kepada investor yang lebih menguntungkan investor atau perusahaan, seperti keringanan pajak, maka perusahaan akan lebih memilih bentuk lain dari dividen. Selain itu, Baker (2009) juga mengungkapkan Free Cash Flow Theory, merupakan teori tradisional sisa dividen, yang mengasumsikan bahwa jumlah dividen yang
dibayarkan perusahaan merupakan sisa dari keputusan investasi perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan harus membayar dividen setiap terjadi kelebihan kas yang tersisa setelah mendanai semua Net Present Value (NPV) positif. Pada versi yang lebih modern, Free Cash Flow diasumsikan bahwa perusahaan membayar dividen untuk mengatasi masalah keagenan yang berasal dari pemisahaan kepemilikan dan kontrol dalam sebuah perusahaan besar yang memiliki kepemilikan yang tersebar (Nugroho, 2011).
2.1.7 Kepemilikan Manajerial Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di manajemen perusahaan baik sebagai dewan komisaris atau sebagai direktur disebut sebagai kepemilikan manajerial. Adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan ada suatu pengawasan terhadap kebijakan – kebijakan yang akan diambil oleh manajemen perusahaan (handayani dan hadinugroho, 2009). Peningkatan kepemilikan manajerial bermanfaat untuk meningkatkan keselarasan kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Oleh sebab itu semakin besar tingkat kepemilikan manajer di dalam perusahaan tersebut maka akan semakin besar tanggung jawab serta tujuan antara investor menjadi selaras.
2.1.8 Kepemilikan Institusional Kepemilikan Institusional merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan pihak manajemen
perusahaan. Menurut Jensen and meckling (1976) biaya keagenan dapat dikurangi, salah satu caranya dengan melakukan monitoring melalui investor institusional. Menurut Wahidahwati (2002) bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari luar seperti investor institusional dapat mengurangi agency cost. Hal ini disebabkan karena kepemilikan institusional mewakili sumber kekuasaan yang mampu digunakan untuk mendukung satu atau sebaliknya terhadap kedudukan manajemen. Jadi kepemilikan saham atas perusahaan mencerminkan hak atas kepemilikan perusahaan, sehingga semakin tinggi kepemilikan saham yang dimiliki pihak institusional maka control perusahaan akan semakin tinggi pula. Pemilik perusahaan mungkin memilih menahan lebih banyak laba atau menggunakan hutang karena tidak ingin kehilangan kendali atas perusahaan. Apabila perusahaan menerbitkan saham baru maka proporsi kepemilikan pemegang saham yang lama akan berkurang. Pemegang saham lama yang tidak memiliki cukup modal, padahal perusahaan memerlukan tambahan dana untuk dapat menahan laba dan atau menerbitkan obligasi dengan maksud agar tidak kehilangan kendali atas perusahaan.
2.1.9 Free Cash Flow Posisi kas yang dimiliki perusahaan merupakan faktor penting dalam menentukan sehat atau tidaknya suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan kas merupakan darah perusahaan yang dapat digunakan untuk membiayai seluruh aktivitas perusahaan. Untuk itu para analis diharapkan mampu memahami bagaimana perusahaan menghasilkan kasnya dan harus dapat mengidentifikasi penggunaan kas yang ada. Salah satu indicator penting dari posisi arus kas perusahaan adalah arus kas
bebas (free cash flow) yang dimiliki perusahaan. Arus kas bebas merupakan kas yang tersedia di perusahaan yang dapat digunakan untuk berbagai aktivitas. Konsep free cash flow memfokuskan pada kas yang dihasilkan dari aktifitas operasi setelah digunakan untuk kebutuhan reinvestasi.
2.1.10 Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan memperoleh laba pada saat melakukan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Sartono, 2010:122). Profitabilitas merupakan salah satu faktor utama yang selalu diperhatikan baik oleh manajemen perusahaan maupun pemegang saham. Profitabilitas dapat diproksikan dalam variabel return on asset. Pada penelitian ini profitabilitas dihitung dengan ROA. Return on asset (ROA) sering disebut Return on investment (ROI). Menurut Brigham dan Houston (2009:109), ROA merupakan rasio antara laba bersih terhadap total aktiva mengukur tingkat pengembalian total aktiva (ROA) setelah beban bunga dan pajak.
2.2 Hipotesis F.2.1 Pengaruh Kepemilikan Managerial Pada Kebijakan Dividen Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan dimanajemen perusahaan baik
sebagai
dewan
komisaris
atau
sebagai
direktur
disebut
sebagai
managerialownership (Handayani dan Hadinugroho, 2009), didalam penelitiannya menyatakan bahwa managerial ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen.Konflik keagenan sering kali terjadi akibat tidak selarasnya kepentingan antara
pihak manajer dan investor, hal itu tertuang dalam teori keagenan oleh (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam menanggulangi hal tersebut dan menjaga kepercayaan investor maka dilakukan pengawasan yang dimana hal tersebut dapat menambah agency cost. Kepemilikan managerial yang meningkat dipandang dapat mengurangi agency cost sehingga perusahaan dapat menggunakan kelebihan dana untuk dibagikan sebagai dividen. Menurut penelitian (Yulia Efni, 2009) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen, yang dimana meningkatnya kepemilikan managerial akan diikuti oleh peningkatan jumlah dividen. Penelitiannya didukung juga oleh penelitian dari (Syed Zulfiqar Ali Shah dkk, 2010 dan Fajriyah 2011) yang menemukan bahwa struktur kepemilikan insider berpengaruh positif terhadap DPR. Penelitian (Stouraitis dan Lingling Wu, 2004) menyatakan bahwa kepemilikian managerial berperan terhadap kebijakan dividen, dan berpengaruh positif. Kepemilikan managerial memberikan pengaruh yang berlawanan yaitu negatif pada kebijakan dividen dalam penelitian (Andri, 2012) dan (Dewi, 2008).Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat ditarik hipotesis yaitu: H1: kepemilikan managerial berpengaruh pada kebijakan dividen.
F.2.2 Pengaruh Kepemilikan Institusional Pada Kebijakan Dividen Kepemilikan institusional adalah proporsi saham yang dimiliki oleh pihak institusi pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase. Peningkatan jumlah kepemilikan institusional dipandang dapat meningkatkan pengawasan terhadap pihak manager sehingga dapat mencegah tindakan opportunistic manager yang cenderung merugikan pihak institusi. Keterkaitan antara kebijakan dividend dan kepemilikan
institusional melandasi hubungan negatif. Perusahaan dengan melakukan pembayaran dividen yang tinggi maka dapat mengurangi agency cost, sehingga keberadaan institusi sebagai mekanisme monitoring dipandang tidak dibutuhkan lagi (putri dan nasir, 2006). Dalam penelitian (Dewi, 2008) menyatakan hubungan yang negatif antara dividend dan kepemilikan intsitusional, yang dimana meningkatnya kepemilikan institusional menyebabkan menurunnya pembayaran dividen. Penelitian (Huda dan Abdullah 2013) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen dalam penelitian oleh Pujiati (2015) dan Firmanda. Berdasarkan uraian diatas, diperoleh hipotesis yaitu: H2 : kepemilikan institusional berpengaruh pada kebijakan dividen.
2.2.3 Pengaruh Free Cash Flow Pada Kebijakan Dividen Posisi kas yang benar – benar tersedia bagi para pemegang saham akan tergambar pada free cash flow yang dimiliki oleh perusahaan. Free cash flow menggambarkan tingkat fleksibilitas keuangan perusahaan(Lucyanda dan Lilyana, 2012). Free cash flow diukur dengan membagi free cash flow dengan total assets pada periode yang sama dengan tujuan agar lebih comparable bagi perusahaan (Rosdini, 2009). Free cash flow berpengaruh negatif tidak signifikan pada kebijakan dividen (Lopolusi, 2013). Hasil penelitian dari (Lucyanda dan Lilyana, 2012) menyatakan bahwa free cash flow yang tinggi akan menurunkan kebijakan dividen. Hasil penelitian dari (Rosdini,2009) menyatakan bahwa semakin tinggi free cash flow maka semakin tinggi pula kebijakan dividennya. Menurut penelitian (Arieska dan Gunawan, 2011),
mendukung penelitian dari rosdini bahwa free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Menurut (Sakir dan Fadli, 2014) menyatakan bahwa kepemilikan managerial berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Dari uraian di atas, diperoleh hipotesis sebagai sebagai berikut: H3: free cash flow berpengaruh pada kebijakan dividen.
F.2.4 Pengaruh Profitabilitas Pada Kebijakan Dividen Profitabilitas perusahaan adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah bunga dan pajak (Nurhayanti, 2013). Dalam penelitian (Nurhayanti, 2013) hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh positif variabel Return on asset(ROA) terhadap dividen menjelaskan bahwa tingkat profitabilitas perusahaan akan berdampak pada peningkatan pembagian dividen yang dilakukan perushaan. Hasil penelitian (Indrawati dan Hadianto, 2009) menyatakan profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian (Amah, 2012) menyatakan profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen perusahaan.Hasil penelitian (Nuringsih, 2005) menyebutkan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif signifikan pada kebijakan dividen. Dari uraian diatas, diperoleh hipotesis yaitu: H4 : profitabilitas berpengaruh pada kebijakan dividen.