BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agent (pihak manajemen suatu perusahaan) dengan principal (pemilik). Hubungan agensi ada ketika salah salah satu pihak (principal) menyewa pihak lain (agent) untuk melaksanakan suatu jasa, dan dalam hal itu, mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut (Badjuri, 2011:269). Principal merupakan pihak yang memberikan amanat kepada agent untuk melakukan suatu jasa atas nama principal, sementara agent adalah pihak yang memberi mandat, dengan demikian dapat disimpulkan agent bertindak sebagai pihak yang mengevaluasi informasi (Noor dan Priyanto, 2012). Kenneth and Jeffrey (2007:186-188) menyatakan bahwa teori agensi berawal dengan adanya penekanan pada kontrak sukarela yang timbul diantara berbaagai pihak organisasi sebagai suatu solusi yang efisien terhadap konflik kepentingan tersebut. Teori ini berubah menjadi suatu pandangan atas perusahaan sebagai suatu “penghubung (nexus) kontrak”. Hubungan agensi dikatakan telah terjadi ketika suatu kontrak antara seseorang (atau lebih), seorang principal dan seorang agent untuk memberikan jasa demi kepentingan principal termasuk melibatkan adanya pemberian delegasi kekuasaan pengambilan keputusan kepada agent. Baik principal maupun agen diasumsikan untuk termotivasi hanya oleh kepentingannya sendiri, yaitu untuk memaksimalkan kegunaan subjektif mereka
14
dan juga untuk menyadari kepentingan mereka bersama. Hubungan keagenan ini memberi ruang bagi terjadinya konflik kepentingan potensial antara pemilik dan agen. Selain itu, tidak mungkin bagi pemilik atau agen berada pada biaya nol untuk meyakinkan bahwa agen akan membuat keputusan optimal dari pandangan pemilik, sehingga memunculkan biaya keagenan (Fanani et al., 2008). Untuk mengetahui konflik kepentingan antara principal dan agent, maka principal menggunakan pihak independen untuk mengawasi (monitoring) terhadap perusahaannya. Pihak independen tersebut adalah auditor internal yang diminta melakukan audit dengan fee yang dianggarkan perusahaan sehingga muncul monitoring cost. Auditor internal bertanggung jawab untuk memaksimalkan kinerjanya dalam mengawasi agent sebagai ganti dari imbalan yang diterima.
2.1.2 Auditor Internal The institute of Auditor internalor (IIA) mendifinisikan Auditor internalor sebagai suatu fungsi penilai independent yang ditetapkan dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas organisasi sebagai suatu jasa kepada organisasi. Sebagai suatu profesi, ciri utama Auditor internalor adalah kesediaan menerima tanggung jawab terhadap kepentingan masyarakat dan pihakpihak yang dilayani. Agar dapat mengemban tanggung jawab secara efektif, Auditor internalor perlu memelihara standar prilaku dan memiliki standar praktik pelaksanaan pekerjaan yang handal. Audit internal merupakan aktivitas independen yang memberikan jaminan objektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan
15
meningkatkan operasi organisasi. Peran auditor internal dalam perusahaan sangat
dibutuhkan dan penting, karena peran auditor internal berpengaruh terhadap peningkatan pengendalian intern dan kinerja perusahaan dalam pencegahan kecurangan. Peran Auditor internal sebagai konsultan lebih kepada upaya pencegahan atau preventive, yaitu apabila ditemukan masalah maka auditor internal memberikan rekomendasi perbaikan. Aktifitas ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola auditor adalah
seorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Meningkatkan independensi dan menyempurnakan tugas, tanggung jawab, serta kewenangan Audit, diatur dalam peraturan No.IX.I.5, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep-29/PM/2004 mengacu pada Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No.KEP-643/BL/2012 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja Audit, dengan penetapan keputusan ketua badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan. Bahwa dengan semakin kompleksnya tugas dan fungsi Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap Emiten atau Perusahaan Publik maka diperlukan audit yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsinya.
16
2.1.3 Kinerja Auditor Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu (Mahsun dkk. 2007). Sedangkan Menurut Robbins (2008), kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan individu dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama, pengertian kinerja sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai individu dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kapadanya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja (prestasi kerja) auditor adalah suatu hasil karya yang dicapai oleh seorang auditor dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu. Menurut Bastian (2001: 329) memberikan definisi kerja sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program / kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Kinerja juga didefinisikan sebagai proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawaii (Handoko dalam Tika, 2006: 121). Kinerja
17
auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja terdiri dari: 1) Hasil-hasil fungsi pekerjaan 2) Pencapaian tujuan organisasi 3) Periode waktu tertentu Dapat ditanyakan apabila seseorang dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan yang diberikan dengan baik dan sesuai dengan harapan organisasinya, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki kinerja atau prestasi yang baik pula. 2.1.4 Gaya Kepemimpinan Robbins (2008:410) menjelaskan kepemimpinan adalah “Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian suatu visi atau tujuan”. Kepemimpinan merupakan salah satu dari tiga aktivitas dalam tindakan supervisi. Supervisi merupakan salah satu unsur pengendalian mutu. Gaya kepemimpinan (leadership styles) merupakan cara pimpinan untuk mempengaruhi orang lain/bawahannya sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau melakukan kehendak pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin tidak disenangi (Luthans, 2002:575). Fleishman dan Peters (1962) dalam Trisnaningsih (2007), menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku konsisten yang diterapkan pemimpin dengan melalui orang lain, yaitu pola perilaku yang ditunjukkan
18
pemimpin pada saat mempengaruhi orang lain seperti yang dipersepsikan orang lain. Andi et al. (2013) telah meneliti gaya kepemimpinan di Ohio State University tentang perilaku pemimpin melalui dua dimensi, yaitu: consideration dan initiating structure. Consideration (konsiderasi) adalah gaya kepemimpinan yang menggambarkan kedekatan hubungan antara bawahan dengan atasan, adanya saling percaya, kekeluargaan, menghargai gagasan bawahan, dan adanya komunikasi antara pimpinan dengan bawahan. Pemimpin yang memiliki konsiderasi yang tinggi menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan parsial. Initiating structure (struktur inisiatif) merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, menjelaskan cara mengerjakan tugas yang benar. Teori kepemimpinan perilaku (behavioral) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seorang manajer akan berpengaruh langsung terhadap efektivitas kelompok kerja (Kreitner dan Kinicki, 2005:302). Kelompok kerja dalam perusahaan merupakan pengelompokan kerja dalam bentuk unit kerja dan masingmasing unit kerja itu dipimpin oleh seorang manajer. Gaya manajer untuk mengelola sumber daya manusia dalam suatu unit kerja akan berpengaruh pada peningkatan kinerja unit, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Selanjutnya, teori kepemimpinan perilaku (behavioral) berasumsi bahwa gaya kepemimpinan oleh seorang manajer dapat dikembangkan dan diperbaiki secara sistematik.
19
2.1.5 Pemahaman Good Governance Pemahaman good governance merupakan wujud penerimaan akan pentingnya suatu perangkat peraturan atau tata kelola yang baik untuk mengatur hubungan, fungsi dan kepentingan berbagai pihak dalam urusan bisnis maupun pelayanan publik. Pemahaman good governance adalah menciptakan keunggulan manajemen kinerja perusahaan (good corporate governance) ataupun perusahaan jasa,
serta
lembaga
pelayanan
publik/pemerintahan
(good
government
governance). Pemahaman good governance merupakan wujud respek terhadap sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan produktivitas usaha (OECD, 1998). Good governance menurut Indonesia Institute Corporate governance (2007:167) adalah tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha atau berkarya. Good Governance juga dimaksudkan sebagai suatu kemampuan manajerial untuk mengelola sumber daya dengan cara-cara terbuka, transparan, akuntabel, equitable, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat (Aggarwal, 2013).
Badjuri (2011), dalam perusahaan yang baik atau good governance ditandai dengan tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar yang saling berkaitan. Ketiga elemen dasar tersebut adalah partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Suatu perusahaan yang baik harus membuka pintu yang seluasluasnya agar semua pihak yang terkait dalam perusahaan tersebut dapat berperan serta atau berpartisipasi secara aktif, jalannya perusahaan harus diselenggarakan secara
transparan
dan
pelaksanaan
pemerintahan
20
tersebut
harus
dapat
dipertanggungjawabkan. Praktik perusahaan yang baik juga dapat meningkatkan iklim keterbukaan, integritas, dan akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor publik. Secara umum, ketiga prinsip good governance tersebut di atas tercermin secara jelas dalam proses penganggaran, pelaporan keuangan, dan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana tercantum dalam ketiga paket perundang-undangan di bidang keuangan negara tersebut. 2.1.6 Prinsip-prinsip Good Governance Adapun prinsip dasar good governance pada organisasi yang telah diringkas menurut Indonesia Institute Corporate Governance (2007:165) meliputi: 1) Fairness (keadilan): auditor dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa harus bersikap independen dan menegakkan keadilan terhadap kepentingan perusahaan, pemakai laporan keuangan. 2) Transparancy (transparan): hendaknya selalu berusaha untuk transparan terhadap informasi laporan keuangan perusahaan yang di audit 3) Accountability (akuntabilitas): menjelaskan peran dan tanggung jawab dalam melaksanakan pemeriksaan dan kedisiplinan dalam melengkapi pekerjaan juga pelaporan. 4) Responsibility
(pertanggungjawaban):
memastikan
dipatuhinya
prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan standar professional auditor selama menjalankan profesinya.
21
2.1.7 Locus of Control (LOC) Johan (2002:9, dalam Silvia, 2012) mendefinisikan locus of control adalah persepsi seseorang terhadap keberhasilan ataupun kegagalan dalam melakukan berbagai kegiatan dalam hidupnya yang dihubungkan dengan faktor eksternal individu yang didalamnya mencakup nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan, dan lingkungan kerja, serta dihubungkan dengan faktor internal individu yang didalamnya mencakup kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan kerja individu yang bersangkutan. LOC dibedakan menjadi LOC internal dan LOC eksternal. Menurut Robbins (2008:102) LOC internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apapun yang terjadi pada diri mereka. LOC eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan (Robbins, 2008:102). LOC adalah persepsi tentang kendali seorang atas nasib, kepercayaan diri dan kepercayaan mereka atas keberhasilan diri. LOC memainkan peranan penting dalam berbagai kasus, seperti dysfunctional audit behavior, job satisfaction, kinerja, komitmen organisasi dan turnover intention (Patten, 2005). Beberapa perusahaan mengalami permasalahan dengan menjaga masa retensi karyawan yang ada dalam perusahaannya. Bahkan di sebagian besar perusahaan, justru dengan semakin meningkatnya bisnis perusahaan tersebut akan dibarengi dengan tinggi tingkat turn over dari karyawan tersebut, mengapa demikian.
22
Banyak alasan yang melatarbelakangi mengapa aspek turnover karyawan di perusahaan meningkat, dan anehnya muncul ketika pertumbuhan bisnis perusahaan juga meningkat. Alasan-alasan yang melatarbelakangi tingginya angka turnver karyawan dalam perusahaan. 1) Tidak adanya pengembangan kompetensi yang memadai 2) Tidak adanya jenjang karir di perusahaan 3) Iklim perusahaan 4) Faktor kompensasi 5) Tidak adanya sistem (Standard Operating Procedure) LOC merupakan salah satu aspek karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh setiap individu dan dapat dibedakan atas LOC internal dan LOC external dalam Julianingtyas (2012). LOC adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Noor dan Priyanto, 2012). LOC menurut Julianingtyas (2012) diartikan sebagai persepsi seseorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaan. LOC dibedakan menjadi LOC internal dan LOC eksternal. Kontrol internal akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada saat melakukan pekerjaannya, sedangkan kontrol eksternal adalah karyawan yang merasakan bahwa terdapat kontrol diluar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukannya seperti lingkungan kerjanya. Teori LOC menggolongkan individu apakah termasuk dalam LOC internal atau eksternal. Internal control adalah tingkatan di mana seorang individu
23
berharap bahwa reinforcement atau hasil dari perilaku mereka bergantung pada perilaku mereka sendiri atau karakteristik personal mereka. External control adalah tingkatan di mana seseorang berharap bahwa reinforcement atau hasil adalah fungsi dari kesempatan, keberuntungan atau takdir di bawah kendali yang lain atau tidak bisa diprediksi. Pandangan hidup menurut internal dan external LOC sangat berbeda. Seseorang yang mempunyai internal LOC yakin dapat mengendalikan tujuan mereka sendiri, memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan di dalamnya. Individu dengan internal LOC diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri dan juga lebih menyukai keahlian-keahlian dibanding hanya situasi yang menguntungkan. Pada individu yang mempunyai external LOC akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran di dalamnya.
External
LOC
diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan
harapannya untuk bergantung pada orang lain, hidup mereka cenderung dikendalikan oleh kekuatan di luar diri mereka sendiri (seperti keberuntungan), serta lebih banyak mencari dan memilih kondisi yang menguntungkan. (Robbins, 2008: 7) LOC dapat digunakan untuk memprediksi seseorang, LOC yang berbeda bisa mencerminkan motivasi dan kinerja yang berbeda. Internal akan cenderung lebih sukses dalam karir mereka daripada eksternal, mereka cenderung mempunyai level kerja yang lebih tinggi, promosi lebih cepat dan mendapatkan penghasilan lebih. Sebagai tambahan, internal LOC dilaporkan memiliki kepuasan
24
yang lebih tinggi dengan pekerjaan mereka dan terlihat lebih mampu menahan stres daripada LOC eksternal. Penelitian sebelumnya (Noor dan Priyanto, 2012) menyatakan bahwa LOC eksternal berpengaruh negatif terhadap kinerja sehingga secara umum seseorang yang ber-LOC eksternal akan berkinerja lebih baik ketika suatu pengendalian dipaksakan atas mereka, atau sebaliknya ia akan melakukan perilaku disfungsional (tidak sesuai aturan) untuk memenuhi ataupun mengelabui pengendalian tersebut. 2.1.8 Struktur Audit Struktur audit adalah sebuah pendekatan sistematis terhadap auditing yang dikarakteristikan oleh langkah-langkah penentuan audit, prosedur rangkaian logis, keputusan, dokumentasi, dan menggunakan sekumpulan alat-alat dan kebijakan audit yang komprehensif dan terintegrasi untuk membantu auditor melakukan audit (Bowrin, 1998 dalam Fanani et al, 2008). Djalil (2006:34) menjelaskan bahwa struktur audit meliputi apa yang harus dilakukan, instruksi bagaimana pekerjaan harus diselesaikan, alat untuk melakukan koordinasi, alat untuk pengawasan dan pengendalian audit dan alat penilaian kualitas kerja yang dilaksanakan. Pemahaman terhadap struktur audit yang baik dapat meningkatkan kinerja auditor. Hal ini disebabkan karena teknik dan prosedur audit yang digunakan perusahaan akan menjadi lebih efektif dan efisien sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik. Bowrin (1998:41) menjelaskan bahwa proses audit yang terstruktur dikarakteristikan dengan memperkenalkan perubahan dari pendekatan tradisional ke penggunaan kerangka konseptual yang lebih efisien dan efektif untuk menyusun program audit dalam
25
setiap perikatan dengan perusahaan. Sedangkan pendekatan audit yang tidak terstruktur dikarakteristikan dengan kurangnya pendokumentasian dalam hal kerangka kerja, panduan sistematis dalam proses audit. Salah satu fokus terhadap struktur audit adalah pengembangan dalam prosedur, aturan dan komunikasi dalam audit (Bowrin, 1998: 42). Penggunaan struktur audit merupakan salah satu strategi keputusan dalam hal pengumpulan bukti, struktur audit yang semakin baik akan membantu auditor dalam pengumpulan bukti sehingga akan berpengaruh terhadap penilaian atau sebuah pendapat audit, sehingga bukti yang kompeten dan relevan dapat terpenuhi guna memberikan pendapat terhadap laporan keuangan (Sitio dan Anisykurlillah, 2014). Peningkatan struktur audit pada perusahaan akan memberikan dampak baik secara eksternal maupun internal (Bowrin, 1998:52). Secara internal dapat meningkatkan kompleksitas lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan dan perusahaan, meningkatkan jumlah peraturan dimana perusahaan dan perusahaan harus mematuhinya, meningkatkan persaingan di antara perusahaan, dan meningkatkan perhatian perusahaan terhadap ancaman litigasi. Secara eksternal perusahaan dapat meningkatkan kekuatan pasar dengan diversivikasi dan diferensiasi dalam pelayanan dan turnover staf yang tinggi. Penggunaan struktur audit juga memiliki manfaat dan kerugian (Bowrin,1998:58). Manfaatnya antara lain, meningkatkan efektivitas dan efisiensi audit,
mengurangi litigasi yang dihadapi perusahaan, memberikan pengaruh
positif pada sumber daya manusia untuk perusahaan, memberikan kualitas
26
diferensiasi layanan. Jika penggunaan struktur audit ini tidak dijalankan secara maksimal maka dapat mengurangi efektivitas dan efisiensi audit, meningkatkan litigasi yang dihadapi perusahaan, memberikan pengaruh negatif bagi sumber daya manusia di perusahaan, dan dapat menurunkan auditor dalam penggunaan judgment. 2.1.9 Komitmen Organisasi Komitmen organisasional menurut Rivai (2006:67) sebagai “identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang dinyatakan oleh karyawan oleh organisasi atau unit dari organisasi”. Komitmen organisasional merupakan” respon afektif pada organisasi secara menyeluruh, yang kemudian menunjukkan suatu respon afektif pada aspek khusus pekerjaan sedangkan kepuasan kerja merupakan respon afektif individu didalam organisasi terhadap evaluasi masa lalu dan masa sekarang, serta penilaian yang bersifat individual bukan kelompok atau organisasi Siagian (2007:52). komitmen organisasional sebagai “derajat seberapa jauh karyawan mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu” (Wulandari, 2011). Komitmen organisasi menurut Noor dan Priyanto (2012) adalah derajat sejauh mana keterlibatan seseorang dalam organisasinya dan kekuatan identifikasinya terhadap suatu organisasi tertentu. Karenanya komitmen organisasi ditandai dengan tiga hal yaitu: (1) Suatu kepercayaan yang kuat terhadap organisasi dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi (2) Keinginan yang kuat untuk memelihara hubungan yang kuat dengan organisasi dan (3) Kesiapan dan kesediaan untuk menyerahkan usaha keras demi
27
kepentingan organisasi. Sementara Robbins (2008) mengemukakan bahwa komitmen karyawan pada organisasi merupakan salah satu sikap yang mencerminkan perasaan suka atau tidak suka seseorang karyawan terhadap organisasi tempat dia bekerja. Komitmen organisasi menunjukkan suatu daya dari dalam diri seseorang dalam mengidentifikasi keterlibatannya dalam suatu organisasi. Dari berbagai keterbatasan definisi komitmen organisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya komitmen organisasi merupakan suatu proses dalam diri individu untuk mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan dan tujuan-tujuan organisasi yang bukan hanya sebagai kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, sehingga komitmen menyiratkan hubungan pegawai dan organisai secara aktif. Tiga komponen utama mengenai komitmen organisasional (Handoko, 2006:55) yaitu: Affective commitmen (komitmen afektif), terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional atau psikologis
terhadap
organisasi.
Continuance
commitmen
(komitmen
berkelanjutan) muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Dengan kata lain, karyawan tersebut tinggal di organisasi tersebut karena dia membutuhkan organisasi tersebut. Normative commitmen (komitmen normatif) timbul dari nilai-nilai diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota suatu organisasi karena memiliki kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi tersebut merupakan hal memang harus
28
dilakukan. Jadi, karyawan tersebut tinggal di organisasi itu karena ia merasa berkewajiban untuk itu. 2.2
Rumusan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan
penelitian yang akan di uji kebenarannya. Berdasarkan pada rumusan permasalahan, tujuan penelitian, kajian-kajian teori relevan, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini adalah :
2.2.1 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Auditor Kenneth
and Jeffrey (2007) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan
merupakan suatu atribut yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan sebagai profesi. Gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi kinerja auditor dalam membuat laporan yang akurat (Maria, 2012). Seseorang dikatakan pemimpin apabila berhasil memimpin untuk mempengaruhi bawahannya sehingga orang tersebut mau melakukan kehendaknya untuk mencapai tujuan perusahaan (Hamran et al., 2014). Dari penjelasan di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: H1: Gaya kepemimpinan berpengaruh pada kinerja auditor internal. 2.2.2 Pengaruh Pemahaman Good Governance Terhadap Kinerja Auditor Seorang auditor yang memahami good governance secara benar maka akan mempengaruhi perilakunya dalam melaksanakan pekerjaannya dengan orientasi memperoleh hasil yang baik sehingga kinerjanya akan meningkat (Saidu
29
and Zabedah, 2013). Sitio dan Anisykurlillah (2014) juga menemukan bahwa memahami good governance berpengaruh terhadap tingkah laku, dan perbuatan auditor dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Dari penjelasan di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: H2: Pemahaman good governance berpengaruh pada kinerja auditor internal. 2.2.3 Pengaruh locus of control Terhadap Kinerja Auditor Konsep locus of control terutama didasarkan pada teori pembelajaran sosial (social learning theory) (Julianingtyas (2012). Locus of control adalah persepsi seseorang tentang kenapa sesuatu terjadi atau kekuatan apa yang mendorong terjadi suatu hal. (perception of why thing happens or what drives the behavior). Locus of control mempengaruhi perilaku disfungsional audit, komitmen organisasi dan turnover intention (Donelly et al, 2003). Locus of control menurut Hjele dan Ziegler dalam Engko dan Gundono, (2007) diartikan sebagai persepsi seseorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaannya. Noor dan Priyanto (2012) menemukan bahwa locus of control berhubungan dengan peningkatan kinerja dan locus of control internal seharusnya memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibanding locus of control eksternal dalam sebuah lingkungan audit. Penelitian Julianingtyas (2012) menghasilkan locus of control sebagai perantara hubungan kinerja dengan perilaku disfungsional audit. Penelitian Patten (2005) yang menunjukkan bahwa locus of control berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut.
30
H3 : Locus of control berpengaruh pada kinerja auditor internal. 2.2.4 Pengaruh Struktur Audit Terhadap Kinerja Auditor Struktur audit membantu auditor dalam melakukan audit lebih terarah, sehingga dapat meningkatkan kinerja auditor. Struktur audit memiliki keterkaitan dengan koordinasi arus kerja, wewenang yang dimiliki, komunikasi dan kemampuan untuk beradaptasi (Lismawati dan Aprilla, 2010). Pernyataan ini dapat dikatakan bahwa sturktur audit merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh auditor (Stuart and Mahbub, 2004). Victor (2010) menyatakan struktur audit dapat mempengaruhi kinerja auditor internal dalam membuat pelaporan akuntansi keuangan dan membantu melaksanakan fungsi pengendalian perusahaan. Struktur audit akan mendukung seorang auditor menyelesaikan tugas-tugasnya sehingga tingkat kesalahan akan semakin berkurang. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan hasil penelitian sebagai berikut: H4 : Struktur audit berpengaruh pada kinerja auditor internal. 2.2.5 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Auditor Bariyima (2012) keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan sangat ditentukan oleh komitmen untuk mencapai tingkatan yang tertinggi. Trisnaningsih (2007) komitmen dapat menjadi suatu dorongan bagi seseorang untuk bekerja lebih baik atau malah sebaliknya menyebabkan seseorang justru meninggalkan pekerjaannya, akibat suatu tuntutan komitmen lainnya. Komitmen yang tepat akan memberikan suatu pekerjaan yang maksimal terhadap
31
diri karyawan (Lismawati dan Aprilla, 2010). Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis penenlitian sebagai berikut : H5: Komitmen Organisasi berpengaruh pada kinerja auditor internal. 2.3
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dijabarkan dari teori-teori yang ada dan tinjauan
pustaka sebagai tuntutan untuk mememcahkan masalah penelitian. Kerangka pemikiran dapat berbentuk uraian kualitatif, model matematis, diagram atau persamaan-persamaan yang langsung berkaitan dengan bidang ilmu yang diteliti (Sugiyono, 2009:47). Berdasarkan landasan teori dan melihat hasil penelitian terdahulu dapat di bentuk kerangka pemikiran dalam penelitian ini, yang menjelaskan variabel gaya kepemimpinan (X1) memiliki indikator antara lain hubungan atasan dengan bawahan, kepercayaan, menghargai atasan, keterbukaan, komunikasi efektif. Pemahaman good governance (X2) memiliki indikator antara lain prinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan pertanggungjawaban. Locus of control (X3) memiliki indikator antara lain pandangan tentang pekerjaan, penyelesaian pekerjaan, menyatakan ketidak setujuan, promosi kerja, dan reward. Struktur audit (X4) memiliki indikator antara lain prosedur atau aturan pelaksanaan, petunjuk atau instruksi, mengikuti koordinasi kerja, mengikuti keputusan, dan menggunakan sekumpulan alat-alat media informasi seperti komputer. Komitmen organisasi (X5) memiliki indikator antara lain komitmen efektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen normatif. Kinerja auditor (Y) memiliki indikator antara lain peningkatan prosedur, kecermatan bekerja,
32
pengendalian intern, menjaga hubungan kerja, memberikan informasi relevan dan rekomendasi yang berkompeten.
33