BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Agensi Teori keagenan dalam perusahaan mengidentifikasi adanya pihakpihak dalam perusahaan yang memiliki berbagai kepentingan untuk mencapai tujuan dalam kegiatan perusahaan. Teori ini muncul karena adanya
hubungan
antara
principal
dan
agent.
Teori
agensi
mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedangkan para agent diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. (Jensen dan Meckling, 1976). Menurut Shleifer & Vishny (1997) dalam Sugiarto (2009:58) masalah keagenan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan yang dipengaruhi oleh struktur kepemilikan perusahaan. Kepemilikan orang dalam (insiders ownerships) dan kepemilikan orang luar (outsiders ownerships) mempunyai potensi menimbulkan masalah keagenan, namun mempunyai peranan penting juga dalam mengurangi masalah keagenan. Potensi yang dapat ditimbulkan yaitu terjadi konflik keagenan antara pemegang saham mayoritas sebagai pemegang saham pengendali dan pemegang saham minoritas sebagai 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
pemegang saham non-pengendali. Pemegang saham pengendali dapat mempengaruhi kebijakan operasi perusahaan melalui manajemen yang mereka pilih, dan seringkali keputusan akan kebijakan perusahaan itu lebih berdasarkan pada kepentingan pemegang saham pengendali tetapi dapat merugikan pemegang saham yang non-pengendali. Berdasarkan
Agency
Theory,
Pemegang
saham
akan
mengorbankan sumberdaya berupa kompensasi kepada agent agar mereka dapat meningkatkan kinerja dan efisiensi biaya termasuk efisensi dalam pembayaran pajak perusahaan, yaitu dengan melakukan usaha penghindaran pajak demi meminimalkan pembayaran pajak (Desai dan Dharmapala, 2006). Dengan penghindaran pajak, pemegang saham mengharapkan perusahaan menghasilkan laba kotor yang tinggi dengan beban pajak yang rendah sehingga laba bersih perusahaan tetap tinggi.Di sisi lain agent lebih bertindak sesuai dengan kepentingan mereka, hukum dan peraturan yang berlaku, dan melakukan tindakan yang rendah risiko. Walaupun agency theory dalam studi akuntansi berfokus pada hubunganmanajer dan perusahaannya (Booth dan Schultz, 2004), Watts dan Zimmerman, (1986) memformulasikan hipotesis pajak yang terkait dengan perilaku oportunistik dalam teori agensi, dimanaWajib Pajak jugadapat dilihat sebagai agent. Reinganum dan Wilde (1985) menyebutkan bahwahubungan antara principal dan agent terjadi antara fiskus dan wajib pajak. Perandari fiskus adalah memungut pajak,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
sedangkan peran dari Wajib Pajak adalahmelaporkan pajak terutang dan membayarkan pajaknya pada pemerintah. Dalampenelitian ini diajukan model kepatuhan Wajib Pajak yang mana fiskus(principal) menghendaki
pendapatan
pajak
yang
maksimal,
tetapi
tidak
dapatmeninjau penghasilan yang sebenarnya dari Wajib Pajak (agent). Salah satu asumsi dari teori keagenan bahwa tujuan principal dan tujuan agent yang berbeda dapat memunculkan konflik, karena wajib pajak cenderung untuk mengejar tujuan pribadi. Hal ini dapat mengakibatkan kecenderungan perusahaan yang menginginkan tingkat laba yang tinggi dengan cara meminimalisir pajak yang akan dibayarkan melalui tax planning, sedangkan fiskus yang cenderung akan tetap menghitung pajak penghasilan perusahaan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Menurut Eisenhardt (dalam Nuraini, 2014), Teori keagenan menggunakan tiga asumsi sifat manusia, yaitu (1) manusia pada umunyamementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatasmengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalumenghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusiatersebut, pemilik perusahaan sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitumengutamakan kepentingan pribadinya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
2. Pajak Definisi Pajak Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Tentang perubahan keempat atas Undangundang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Menurut Rochmat Soemitro dalam buku yang ditulis Mardiasmo, (2016: 3) pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontrapresepsi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum dan pembangunan suatu negara. Suatu negara tidak akan mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat dan terpuruknya pembangunan suatu negara tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan definisi-definisi yang telah dijelaskan, terlihat adanya dua fungsi pajak menurut Mardiasmo (2016:4) yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
1) Fungsi Anggaran(Budgetair) Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2) Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak
berfungsi
sebagai
alat
untuk
mengatur
atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah tidak sematamata untuk keperluan pemerintah di satu pihak, tetapi demi kepentingan rakyat banyak. Pemungutan pajak yang dilakukan pemerintah, dilaksanakan sedemikian rupa agar tidak merugikan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan syarat-syarat yang khusus untuk
melakukannya
agar
seimbang
antara
masyarakat
dan
pemerintah sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Adapun syaratsyarat pemungutan pajak seperti yang ditulis oleh Mardiasmo (2016:4) bahwa: 1) Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara
umum
dan
merata,
serta
disesuaikan
dengan
kemampuanmasing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak. 2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. 3) Tidak menggangu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4) Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat
dalam
memenuhi
kewajiban
perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Dalam pemungutan pajak dikenal beberapa asas, Mardiasmo (2016:9) menjelaskan ada tiga asas pemungutan pajak yaitu: 1) Asas Domisili (Asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar neger. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri. 2) Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. 3) Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Dalam bukunya Mardiasmo (2016:9) juga menyatakan bahwa sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 (tiga) sistem yaitu: 1) Official Assessment System Official
Assessment
System
adalah
suatu
sistem
pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: wewenang untuk menentukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
besarnya pajak terutang ada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif dan utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2) Self Assessment System Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Ciri-cirinya: wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri, wajib pajak pasif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3) With Holding System With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan). Untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: wewenang memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
3. Perencanaan Pajak Menurut Sumarsan (2015:113), perencanaan merupakan salah satu fungsi dari manajemen. Manajemen sendiri diartikan sebagai seni dalam
proses
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan
dan
pengendalian penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan atau sasaran kinerja. Seiring dengan meningkatnya kebutuhanperusahaan dalam merencanakan kegiatan-kegiatan perusahaan, timbulah Istilah perencanaan pajak (tax planning)yang mencakup penataan strategis untuk meminimalkan kewajiban pajak. Perencanaan pajak merupakan penerapan kegiatan-kegiatan perusahaan terhadap peraturan dan perundang-undangan perpajakan yang berlaku untuk mengecilkan beban pajak perusahaan. Serangkaian proses atau tindakan yang dilakukan wajib pajak untuk merekayasa sumber-sumber penghasilan dan beban maupun transaksi lainnya dengan tujuan minimalisasi, penangguhan atau eliminasi beban pajak yang masih berada dalam kerangka peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan agar dapat memberikan kontribusi yang maksimum bagi perusahaan dalam artian peningkatan laba atau penghasilan. Untuk mencapai tujuan dimaksud, pengusaha harus
memanfaatkan
pengurang,
pengecualian,
pembebasan,
kemudahan, dan kredit yang disediakan oleh ketentuan maupun administrasi pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Pohan (2013:21) dalam bukunya menjelaskan secara umum tujuan pokok dilakukannyaperencanaan pajak yang baik, yaitu: 1) Meminimalisir beban pajak yang terutang Tindakan yang harus diambil dalam rangka perencanaan pajak tersebutberupa usaha-usaha mengefisiensikan beban pajak yang masih dalam ruanglingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan. 2) Memaksimumkan laba setelah pajak. 3) Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika terjadi pemeriksaanpajak yang dilakukan oleh fiskus. 4) Memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efisien, dan efektif sesuaidengan ketentuan perpajakan yang berlaku, antara lain meliputi: a. Mematuhi terhindar
segala dari
administratif
ketentuan
administratif,
pengenaansanksi-sanksi, maupun
sanksi
baik
pidana,
sehingga sanksi seperti
bunga,kenaikan, denda, dan hukum kurungan atau penjara. b. Melaksanakan secara teratur segala ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan
yang
terkait
dengan
pelaksanaan pemasaran, pembelian, dan fungsikeuangan, seperti pemotongan dan pemungutan pajak. Menurut Suandy (2011:11) motivasi dilakukannya perencanaan pajak padaumumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
1) Kebijakan perpajakan Merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistemperpajakan. Penerapan dan perlakuan yang berbeda atas dasar peraturan pemerintah terhadap masingmasing kondisi wajib pajak, membuat wajib pajak termotivasi untuk melakukan manajemen pajak. 2) Undang-undang perpajakan Dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuanketentuan lain(Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, danKeputusan Direktur Jenderal Pajak), karena tidak ada undang-udang yang mengatur setiap masalah secara sempurna. Tidak jarang ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri, sehingga terbuka celahbagi wajib pajak untuk menganalisis kesempatan tersebut dengan cermat untuk manajemen pajak yang baik. 3) Administrasi perpajakan Di Indonesia masih sangat sulit dalam pelaksanaannya karena wilayahnya yang luas dan jumlah penduduk yang banyak. Hal ini mendorong perusahaan untuk melaksanakan manajemen pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan pendapat antara fiskus dan wajib pajak yang diakibatkan oleh luasnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
peraturan perpajakan yang berlaku dansistem informasi yang masih belum efektif. Menurut Pohan (2013:10) Strategi yang dapat dilakukan dalam perencanaan pajak antara lain : 1) Tax Saving Merupakan upaya untuk mengefisienkan beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. 2) Tax Avoidance Merupakan upaya mengefisienkan beban pajak dengan cara menghindari pengenaan pajak dengan mengarahkannya pada transaksi yang bukan objek pajak. 3) Penundaan/Penggeseran Pembayaran Pajak Penundaan/penggeseran kewajiban pajak dapat dilakukan tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. 4) Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan Wajib pajak seringkali kurang mendapat informasi mengenai pembayaran yang dapat dikreditkan. Sebagai contoh : PPh pasal 22 atas pembelian solar dari pertamina yang bersifat final jika pembeliannya perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran migas. 5) Menghindari Pemeriksaan Pajak dengan Cara Menghindari Lebih Bayar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Menghindari pemeriksaan pajak dapat dilakukan dengan mengajukan pengurangan pembayaran angsuran PPh pasal 25 ke KPP yang bersangkutan, apabila berdasarkan estimasi dalam tahunan pajak yang bersangkutan akan terjadi kelebihan pembayaran
pajak.
Selain
itu
dapat
juga
mengajukan
permohonan pembebasan PPh pasal 22 impor apabila perusahaan melakukan impor. 6) Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara menguasai peraturan perpajakan. 4. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) Penghindaran pajak merupakan upaya menghindari pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak tanpa bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dimana metode dan tekhnik yang digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan perpajakan itu sendiri untuk memperkecil jumlah pajak terhutang. Oleh karena itu, penghindaran pajak bukan merupakan pelanggaran atas undangundang perpajakan atau secara etik tidak dianggap salah dalam rangka usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, meminimkan atau meringankan beban pajak dengan cara-cara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak (Pohan 2013:23).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Penghindaran pajak menurut Sumarsan (2015:116) adalah salah satu cara perlawanan terhadap pajak yang dimaksud dengan wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadangkadang dengan jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang agar dapat menghindari atau meminimalisasi pajak. Penghindaran pajak (tax avoidance) melibatkan pemanfaatan secara efektif kebijakan pajak yang legitimate dan ambiguitas dalam peraturan perundang-undangan. Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara menurut Sumarsan (2015:116) yang dijelaskan sebagai berikut: 1) Menahan Diri Yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak. Contohnya: tidak menggunakan mobil mewah untuk menghindari pengenaan PPnBM. 2) Lokasi Terpencil Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah atau bisa dikenal juga dengan pemanfaatan negara tax haven. Contohnya: Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnnya di Indonesia bagian timur. Oleh karena itu pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan yang akan membuka cabang baru, mereka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
membuka cabang baru ditempat yang tarif pajaknya lebih rendah. Dalam Perencanaan Pajak, Perusahaan multinasional mempunyai banyak kesempatan dibanding dengan perusahaan domestik karena mempunyai fleksibilitas geografis dalam menempatkan sumberdaya ekonomis sesuai dengan sistem produksi dan distribusi. Fleksibilitas geografis ini menawarkan berbagai kesempatan memanfaatkan perbedaan jurisdiksi pajak antar negara untuk minimalisasi total beban pajak global perusahaan. Pergeseran penghasilan (objek pajak) dan biaya
melalui
rekayasa
internal
antar
anggota
perusahaan
multinasional juga berpotensi meminimalkan beban pajak global. Demikian
juga,
transaksi
internasional
memberikan
banyak
kemungkinan kesempatan penghindaran dan perencanaan pajak. 5. Pemanfaatan Tax Haven Menurut Sumarsan (2015:253), Tax Haven merupakan sebuah negara yang memperbolehkan wajib pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang dibayar. Tax haven merupakan negara merdeka dengan pajak
minimal
atau
tanpa
pajak.
Negara-negara
Tax
haven
menawarkan lingkungan kegiatan usaha dengan bebas pajak atau dengan pajak minimal. Kebijakan pajak yang unik dinegara-negara tax haven seperti kemudahan tidak membayar pajak untuk jangka waktu yang tidak terbatas, tarif rendah, pengawasan yang tidak ketat atas valas, jaminan kerahasian bank dan sebagainya, banyak dimanfaatkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
oleh para Wajib Pajak negara lain untuk membawa penghasilan dari Wajib Pajak negara lain tersebut ke negara yang tergabung dalam tax haven (Gunadi 2007:284). Tax haven dalam UU PPh yaitu dalam pasal 18 (3c) UU PPh nomor 36tahun 2008 sebagai berikut: "Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negarayang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan diIndonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia." Untuk memperoleh fasilitas dari negara tax haven tersebut, umumnya perusahaan multinasional mendirikan cabang perusahaan (subsidiary) di negara tax haven tersebut, dengan tujuan agar dapat menggeser labanya (profit shifting) dari negara dengan tarif pajak yang tinggi (high-tax countries) ke negara tax haven tersebut, melalui cabangnya sebagai perantara (intermideary). OECD (Organisation for Economic Cooperation Development) memberikan empat kriteria guna menggolongkan negara tax haven atau bukan negara tax haven, yaitu: 1) Tidak memungut pajak atau memungut pajak dalam nominal tertentu saja (tidak berdasarkan presentase) atau tarif pajak dikenakan rendah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
2) Tidak ada atau tidak efektifnya mekanisme exchange of information. Negara tersebut memiliki peraturan yang ketat tentang rahasia bank dan atau rahasia bisnis, tidak ada peluang mengungkapkan kerahasiaan itu kepada pihak manapun dari Negara
apapun.
Walaupun
pengungkapan
dimungkinkan
berdasarkan perjanjian internasional. 3) Tidak adanya transparansi dalam administrasi pajak. 4) Adanya kebijakan ring fencing (adanya perbedaan perlakuan perpajakan bagi residen dan non-residen). Berdasarkan hasil pertemuan G-20 pada tanggal 2 April 2009, Negara-negara anggota OECD menetapkan daftar negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven country: 1) Negara-negara yang sepakat atau berkomitmen menerapkan perjanjianperpajakan
internasional
standar
dalam
ketentuan
perpajakan domestik, diantaranya: Argentina, Australia, Barbados, Kanada, Cina, Cyprus, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Guernsey, Hongaria, Islandia, Irlandia, Isle of Man, Itali, Jepang, Jersey, Korea, Malta, Mauritius, Meksiko, Belanda , NewZealand, Norwegia, Polandia, Portugal, Rusia, Federation Seychelles, Slovak Republic, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Turki, United Arab Emirates, United Kingdom, Amerika Serikat, US Virgin Islands.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
2) Daftar negara yang telah bekomitmen mengikuti standar perjanjian pajakinternasional, namun belum menerapkannya, OECD akan memberikan jangka waktu kepada negara tersebut untuk dapat menerapkannya. Negara ini dikategorikan abu-abu yaitu: Andorra, Anguilla, Antigua and Barbuda, Aruba, Bahamas, Bahrain, Belize, Bermuda, British Virgin Islands, Cayman Island, CookIslands, Dominica,
Gibraltar,
Grenada,
Liberia,
Liechtenstein,
MarshallIsland, Monaco, Montserrat Nauru, Netherlands Antilles, Niue, Panama, St. Kitts and Nevis, St. Lucia, Samoa, San Marino, Turks and CaicosIslands, Vanuatu, Austria, Belgium, Brunei, Chile, Guatamala, Luxembourg, Singapura, Switzerland. 3) Daftar Black List Tax Haven Country. Diantaranya: Kosta Rika, Malaysia (Labuan), Filipina, Uruguay. Pada tanggal 7 April 2009, OECD mengumumkan bahwa Kosta Rika, Malaysia, Filipina, dan Uruguay telah dihapus dari daftar hitam setelah mereka membuat komitmen penuh untuk bersedia saling bertukar informasi sesuai standar OECD. Beberapa kegiatan yang dilakukan untuk meminimalisasi beban pajak melalui tax haven menurut Gunadi (2007: 13) termasuk: 1) Transfer pricing yang dimanfaatkan dalam
membeli
barang
dengan harga murah (under pricing) dan menjual kembali dengan harga tinggi (over pricing) sehingga laba dari negara produsen dan konsumen digerus ke tax haven. Badan yang didirikan di tax
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
haven
tersebut
sepertinya
berfungsi
sebagai ”brase plate”
company. 2) Captive insurance companies didirikan di tax haven sebagai perusahaan asuransi atau reasuransi seluruh anggota grup dengan premi yang dibayar sebagai pengurang penghasilan perusahaan grup dari penghasilan. 3) Captive banking dengan memanfaatkan kemudahan dari fasilitas yang kondusif untuk pusat keuangan maka banyak cabang atau anak perusahaan
industri perbankan yang dioperasikan
di tax haven. 4) Pelayaran dengan bendera tax havens. Banyak negara yang menyediakan bendera pelayaran (flag of convience) demikian seperti
Singapura,
Nederland,
Hongkong,
Panama,
dan
Malaysia,
Vanuatu.
Liberia,
Mereka
Cyprus,
membentuk
perusahaan di negara dimaksud dan kepemilikan kapal diserahkan ke perusahaan tersebut. 5) Back to back loan dan pararellel loan untuk menghindarkan ketentuan penangkalan minimalisasi capital (thin capitalization). Meminimalisasi potongan pajak ata bunga dan rekarakterisasi utang sebagai modal dapat dilakukan melalui rekayasa back to back loan demikian, dengan rekayasa seperti mendepositkan uang ke captive bank di tax haven dan bank tersebut meneruskan dana tersebut ke perusahaan lain anggota grup dalam bentuk pinjaman.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
6) Holding companies. Secara meluas dimanfaatkan untuk melakukan investasi di negara berkembang. Praktik yang dilakukan ialah mendirikan dan mendanai perusahaan di tax havens kemudian perusahaan holding tersebut menanam modal ke perusahaan di negara berkembang. Rekayasa lain ialah dengan mendirikan perusahaan induk dinegara maju dengan perusahaan anak di negara
berkembang.
Perusahaan
holding
demikian
sering disebut ”moneybox” companies. 7) Perusahaan lisensi. Rekayasa minimalisasi pemajakan atas royalti dapat dilakukan dengan mendirikan perusahaan ditax havens yang mengelola harta
tidak
berwujud
(patents,
copyrights,
trademarks ,formulas dan resep lainnya) yang sebetulnya merupakan milik perusahaan dinegara lain. 6. Transfer Pricing Transfer pricing merupakan salah satu alat untuk menciptakan mekanisme integrasi dalam perusahaan yang mendiversifikasikan (penganekaragaman) bisnisnya. Sumarsan (2015:232) mendefinisikan Transfer Pricing (Harga Transfer) merupakan penetapan harga atas transaksi penyerahan produk baik barang atau jasa antara pihak yang memiliki hubungan istimewa, misalnya antara induk dengan anak perusahaan atau antar perusahaan afiliasinya. Hubungan istimewa yang dimaksud terdapat dalam pasal 18 ayat (4) undang-undang pajak penghasilan dan pasal 2 ayat (2) undang-undang PPN dan PPnBM
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
serta ketentuan dalam P3B yang mengatur tentang pihak-pihak yang terasosiasi. Pihak yang mempunyai hubungan istimewa dapat juga disebut sebagai associated party, related party, controlled party atau affiliated party. Transfer Pricing ini merupakan instrumen alokasi laba antar perusahaan dalam suatu grup perusahaan yang sering digunakan oleh perusahaan multinasional. Dalam konteks praktik penghindaran pajak maka modus transfer pricing yakni dengan merekayasa pembebanan harga transaksi antara perusahaan-perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang secara keseluruhan atas grup perusahaan (Gunadi 1994a, 184). Untuk perusahaan secara keseluruhan, jumlah laba setelah pajak merupakan unsur lebih penting untuk meminimalisasi beban pajak dan maksimalisasi kembalian atau return perusahaan (Gunadi, 2007:278). Adanya motivasi pajak atas praktik transfer pricing dilaksanakan dengan sedapat mungkin memindahkan penghasilan dari negara dengan beban pajak tinggi ke negara dengan beban pajak terendah atau minimal atau kalau mungkin nihil. Salah satu rekayasa pengalihan penghasilan, misalnya dalam bentuk pembayaran royalti karena dengan sangat langkanya standar harga (tarif) pasar atas royalti maka akan sangat sulit bagi administrasi pajak untuk mengatasinya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Zain (2007:352) menyatakan ada empat cara yang lazim digunakan untuk pengalihan penghasilan dan kerugian dalam praktik transfer pricing, yakni: 1) Mendirikan perusahaan-perusahaan baru, baik dalam negeri maupun luar negeri dan mengalihkan penghasilan atau laba sedemikian rupa ke perusahaan-perusahaan yang akan dikenakan tarif pajak yang rendah. 2) Pengalihan penghasilan atau kerugian dengan cara mengadakan penjualan atau pembelian fiktif. 3) Melaksanakan jual beli barang atau jasa dengan harga yang telah diatur sedemikian rupa (mark up atau mark down) sehingga mengurangi pajak terutang. 4) Pengiriman bahan atau barang kecabang perusahaan, penagihannya melalui induk perusahaan atas pengiriman barang atau bahan tersebut,
induk
perusahaan
akan
membayar
tagihan
dan
membebankan ke akun pembeliannya dengan harga yang melebihi kewajaran. Bahkan, sekalipun tidak terdapat transaksi tersebut, namun oleh induk perusahaan dibukukan seolah-olah ada pembayaran.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
7. Thin Capitalization Salah satu skema penghindaran pajak dengan menggunakan loopholes ketentuan pajak yang ada dengan merubah penyertaan modal ke pihakyang memiliki hubungan istimewa menjadi pemberian pinjaman baik secara langsung ataupun melalui perantara atau sering disebut dengan thin capitalization. Thin capitalization merupakan praktik membiayai cabang atau anak perusahaan lebih besar dengan utang berbunga daripada dengan modal saham. Praktik thincapitalization didasarkan pada adanya perbedaan perlakuan perpajakan atas bunga (sebagai imbalan atas hutang) dan dividen (sebagai imbalan atas modal). Biaya bunga merupakan unsur pengurang dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak, Sedangkan dividen bukan merupakan unsur pengurang dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak (Gunadi 2007:279). Pinjaman dalam konteks thin capitalization merupakan pinjaman berupa uang atau modal dari pemegang saham atau pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (related party) dengan pihak peminjam, yang biasanya melibatkan holding company di negara dengan tarif pajak rendah sehingga pajak yang seharusnya menjadi hak suatu negara dapat dialihkan kenegara lain. Modusnya adalah bahwa dalam membiayai subsidiari-nya, suatu holding company akan memberikan kontribusi berupa utang (bukan modal).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
Dengan demikian subsidiary akan terbebani biaya bunga yang merupakan unsur pengurang dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak, sehingga pajak yangditanggung oleh subsidiary tersebut dapat ikut mengecil. Undang-Undang PPh di Indonesia sudah mengatur mengenai thin capitalization, yaitu di pasal 18 ayat (1). Dalam pasal tersebut diatur bahwa Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-Undang PPh. Untuk pelaksanaannya kemudian dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984. Dalam keputusan ini diatur bahwa: a. Untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan, besarnya perbandingan antara utang dan modal sendiri (Debt to Equity Ratio/DER) ditetapkan setinggi-tingginya tiga dibanding satu (3:1). b. Utang dalam rangka menghitung DER adalah saldo rata-rata pada tiap akhir bulan yang dihitung dari semua utang baik utang jangka panjang maupun utang jangka pendek, selain utang dagang. c. Modal sendiri dalam menghitung DER adalah jumlah modal yang disetor pada akhir tahun pajak termasuk laba yang tidak dan atau belum dibagikan. d. Dalam hal besarnya perbandingan utang dan modal sendiri melebihi besarnya perbandingan 3:1, maka bunga yang dapat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
dikurangkan sebagai biaya adalah sebesar bunga atas utang yang perbandingannya
terhadap
modal
sendiri
sesuai
dengan
perbandingan 3:1. Namun demikian pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1002/KMK.04/1984
dikeluarkannya
Keputusan
kemudian Menteri
ditangguhkan
dengan
Keuangan
Nomor
254/KMK.01/1985. Alasan penangguhan tersebut, karena penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal sendiri untuk keperluan pengenaan Pajak Penghasilan yang berlaku umum dikhawatirkan akan menghambat perkembangan dunia usaha. Dengan demikian, sampai saat ini tidak ada ketentuan secara efektif diberlakukan untuk menyelesaikan masalah thin capitalization di Indonesia. 8. Struktur Kepemilikan Saham Struktur Kepemilikan yang beraneka ragam baik terkonsentrasi ataupun tersebar antara banyak pemilik akan menentukan distribusi kekuasaan perusahaan antara manajemen dan pemegang saham yang akan mempengaruhi sifat pengambilan keputusan yang berpengaruh terhadap perusahaan. Badertscher, et al. (2012) menemukan bahwa pemisahan antara kepemilikan dan kontrol mempengaruhi kebijakan pajak perusahaan. Penghindaran pajak perusahaan meningkat dalam pemisahan antara kepemilikan dan kontrol perusahaan, yaitu pada perusahaan publik. Dalam kasus perusahaan yang berubah menjadi perusahaan swasta dan perusahaan yang menjadi perusahaan publik,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
ditemukan bahwa perusahaan swasta melakukan penghindaran pajak lebih kecil dibandingkan perusahaan yang menjadi perusahaan publik. Selain itu, kepemilikan perusahaan yang terbagi untuk para pemegang saham, menimbulkan adanya perbedaan kepentingan atas perusahaan antara pemegang saham itu sendiri. Perbedaan yang paling mencolok adalah adanya dua kutub kekuatan dari pemegang saham mayoritas (terbesar) dan pemegang saham minoritas (publik). Pemegang saham terbesar adalah pemegang saham
yang
menguasai proporsi saham terbesar dalam struktur pemegang saham perusahaan. Pemegang saham terbesar sering diasosiasikan sebagai pemegang saham pengendali. Keputusan Ketua Bapepam dan LK tahun 2011 menyatakan bahwa pengendali adalah pihak yang memiliki saham perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan jumlah lebih dari 50% dari seluruh saham perusahaan yang telah disetor penuh. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemilik saham yang memiliki lebih dari 50% kepemilikan saham akan mendapat hak suara penuh atas perusahaan, pemegang saham terbesar akan memberikan pengaruh
signifikan
dalam
penentuan keputusan
perusahaan, dan arah perusahaan akan lebih kondusif untuk mencapai tingkat laba yang tinggi dan efisiensi pajak. Namun demikian, pemegang saham publik atau masyarakat adalah pemegang saham yang tidak terafiliasi dengan perusahaan dan saham yang dimiliki jumlahnya tidak signifikan, biasanya di bawah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
5%. Dapat dikatakan bahwa pemegang saham publik merupakan pemegang saham dengan kekuatan minoritas dalam perusahaan. Peran kepemilikan publik dalam perusahaan diungkapkan oleh Bauwhede, et al. (2000), yang menemukan bahwa kepemilikan publik berperan sebagai penghambat manajemen laba dalam mengurangi penghasilan. Kepemilikan publik dapat bekerja sebagai penghambat bawaan untuk manajemen laba disebabkan meningkatnya pengamatan oleh peserta pasar terhadap jumlah laba yang dilaporkan, sehingga meningkatkan kemungkinan deteksi manajemen laba. Manajemen laba yang didukung oleh publik adalah yang menaikkan penghasilan, agar memenuhi harapan pasar modal dan meningkatkan harga saham. Pemegang saham publik dapat mempengaruhi keputusan perusahaaan lewat mekanisme dewan yang berasal dari luar (Puspita, 2014).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Variabel Dependen Penghindaran pajak (CETR)
Variabel Independen
Hasil Penelitian
1
Mayangsari (2016)
Thin capitalization, transfer pricing, income shifting, multinasionalit, tax haven, institusional ownership.
Ismi dan Linda (2016)
Penghindaran pajak (BTG)
Thin capitalization, return on asset, corporate governance, kepemilikan publik , proporsi direktur independen, kualitas audit, komite audit.
3
Darmawan (2016)
Thin capitalization
4
Prayogo (2015)
Penghindaran pajak (ETR)
5
Puspita (2014)
Penghindaran Pajak (BTD)
Multinasionality, pemanfaatan tax haven, pemotongan pajak, kepemilikan institusional, ukuran komite audit. Kompensasi yang diberikan kepada dewan komisaris dan dewan direksi, latar belakang keahlian akuntansi atau keuangan yang dimiliki komite audit, komisaris independen, kepemilikian saham terbesar, kepemilikan saham publik, kepemilikan saham eksekutif. Tata kelola perusahaan diproksikan dengan latar belakang keahlian akuntansi atau keuangan komite audit, proporsi komisaris independen, kompensasi eksekutif,
Thin capitalizationdan kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Transfer pricing dan multinationality berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Income shifting dan tax haven berpengaruh signifikan negatif terhadap penghindaran pajak. Thin capitalization, return on asset dan proporsi direktur independen berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap penghindaran pajak. Komite audit berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penghindaran pajak. Kepemilikan publik berpengaruh positif dan signifikan terhadap penghindaran pajak. Kualitas audit berpengaruh negatifdan signifikan terhadap penghindaran pajak. Multinasionality, pemanfaatan tax haven, ukuran komite audit berpengaruh signifikan terhadap thin capitalization. Pemotongan pajak, kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap thin capitalization. Latar belakang keahlian akuntansi atau keuangan komite audit dan kepemilikan saham terbesar berpengaruh positif secara signifikan terhadap penghindaran pajak. Kompensasi eksekutif, komisaris independen, kepemilikan saham publik dan kepemilikan saham eksekutif tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
2
Kepemilikan saham publik dan kepemilikan saham terbesar berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Kinerja perusahaan berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Latar belakang keahlian akuntansi atau keuangan komite audit, proporsi komisaris independen, kompensasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
6
Nuraini (2014)
Thin capitalization
7
Fisher (2014) Davies, Martin, Parenti, dan Toubal (2014) Taylor dan Richardson (2012)
Tax avoidance
8
9
kepemilikan saham publik, dan kepemilikan saham terbesar. multinationality, pemanfaatan tax haven, withholding taxes,kepemilikan institusional CSR
Tax avoidance
Transfer Pricing, tax haven.
Tax Avoidance (ETR dan BTG)
Thin capitalization, Transfer Pricing, tax haven utilization, income shifting
10
Zhou (2011)
Tax Aggressiveness
Struktur kepemilikan dan karakteristik dewan
11
Timothy (2010)
Tax Aggressiveness
Faktor tata kelola perusahaan (kepemilikan eksekutif, independensi dewan, shareholder power).
eksekutif, dan ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penghindaran pajak. Multinationality, Pemanfaatan Tax Haven, Withholding Taxes, Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap thin capitalization. CSR berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Transfer pricing berpengaruh signifikan positif terhadap tax avoidance. Tax Haven berpengaruh signifikan negatif terhadap tax avoidance. Thin capitalization dan Transfer Pricing berpengaruh signifikan positif terhadap tax avoidance. Tax haven utilization dan income shifting berpengaruh signifikan negatif terhadap tax avoidance. Struktur kepemilikan yang dipegang pemerintah berpengaruh negatif terhadap tax Aggresiveness. Kepemilikan saham oleh dewan berpengaruh positif terhadap tax aggressiveness
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Faktor tata kelola perusahaan berpengaruh terhadap tax aggressiveness
49
B. Rerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas, maka terbentuklah rerangka pemikiran dari penelitian ini. Dalam rerangka penelitian ini digambarkan bagaimana hubungan variabel independen dengan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Pemanfaatan Tax Haven, Transfer Pricing, Thin Capitalization dan Struktur Kepemilikan Sahamdan Variabel dependen yaitu Penghindaran Pajak. Berikut ini adalah rerangka penelitian yang digambarkan dalam penelitian ini: Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran H1 Pemanfaatan Tax Haven
H1
H2 Transfer Pricing
H1
H3 Thin Capitalization
H1
H4 H1
Kepemilikan Saham Terbesar
Kepemilikan Saham Publik
Penghindaran Pajak
H5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(Tax Avoidance)
50
1. Pengaruh Pemanfaatan Tax Haven Terhadap Penghindaran Pajak. Kebijakan pajak yang unik dinegara-negara tax haven seperti kemudahan tidak membayar pajak untuk jangka waktu yang tidak terbatas, tarif rendah, jaminan kerahasian bank dan sebagainya, banyak dimanfaatkan oleh para Wajib Pajak untuk membawa penghasilannya ke negara yang tergabung dalam tax haven. Penelitian yang dilakukan oleh Taylor dan Richardson (2012) menunjukan bahwa Pemanfaatan Tax Heaven berpengaruh signifikan negatif terhadap penghindaran pajak karena tax haven hanya merupakan alat yang digunakan oleh wajib pajak untuk mencapai tingkat laba perusahaan yang tinggi dengan tarif pajak yang rendah dengan perencanaan pajak yang dilakukan melalui pemanfaatan Tax Havens. Dari uraian diatas, maka untuk menguji variabel pemanfaatan tax haven terhadap penghindaran pajakdirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1: Pemanfaatan tax haven berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
2. Pengaruh Transfer Pricing Terhadap Penghindaran Pajak. Transfer pricing bisa dilakukan dengan cara menjual barang dengan harga yang telah diatur sedemikian rupa (mark up dan mark down harga) atas penghasilan yang diperoleh dan jauh lebih efektif apabila diterapkan pada perusahaan yang mempunyai afiliasi di luar negeri karena lokasi dan kompleksitas transaksi yang dimiliki. Praktik Transfer pricing sering dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan laba yang diterima perusahaan, menaikan harga produksi perusahaan atau membuat seolah-olah mengalami kerugian sehingga tidak perlu membayar pajak atas keuntungan yang diterima. Penelitian yang dilakukan Taylor dan Richardson (2012) dan Mayangsari (2016) menyatakan bahwa Transfer Pricing berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak karena bentuk transaksi transfer
pricing
yang
kompleks
dan
pemilihan
lokasi
yang
memanfaatkan tarif pajak rendah berpengaruh dalam penghindaran pajak, sehingga dapat disimpulkan untuk menguji variabel Transfer pricing terhadap penghindaran pajakdirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2:
Transfer
Pricing
berpengaruh
penghindaran pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
signifikan
terhadap
52
3. Pengaruh Thin Capitalization Terhadap Penghindaran Pajak. Thin Capitalization adalah Praktik membiayai cabang atau anak perusahaan lebih besar dengan presentase utang berbunga daripada dengan modal saham. Biaya bunga merupakan unsur pengurang dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak, Sedangkan dividen bukan merupakan unsur pengurang dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak (Gunadi 2007:279). Penelitian yang dilakukan Taylor dan Richardson (2012), yang menemukan bahwa Thin Capitalization memiliki pengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak juga didukung oleh Mintz dan Smart (dalam Marbun, 2016) yang menyatakan bahwa praktik tersebut umumnya
dilakukan
oleh
perusahaan-perusahaan
multinasional
dimana mereka meningkatkan jumlah pembiayaan utang di negaranegara dengan tarif pajak tinggi untuk mendapatkan keuntungan dari pengurangan bunga dari dasar pengenaan pajak badan sebagai usaha menghindari pajak perusahaan. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan untuk menguji variabel Thin Capitalization terhadap penghindaran pajak dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Thin Capitalization berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
4. Struktur Kepemilikan Saham Terhadap Penghindaran Pajak. Pemegang saham terbesar merepresentasikan kelompok yang memegang kekuatan dalam voting di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan memiliki perusahaan, namun tidak mengelola perusahaan. Semakin tinggi persentase pemegang saham terbesar menunjukkan bahwa pemegang saham memiliki pengaruh yang lebih besar untuk menentukan kebijakan perusahaan dan dapat memastikan kebijakan tersebut dapat menguntungkan mereka (Timothy, 2010 dalam Puspita, 2014). Zhou (2011), menemukan adanya hubungan positif antara proporsi pemegang saham pengendali dengan penghindaran pajak perusahaan. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa dengan semakin tinggi konsentrasi kepemilikan, atau semakin besar kepemilikan oleh pemegang saham terbesar, maka perusahaan semakin agresif dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan, dan hal ini berimplikasi pada penghindaran pajak yang tinggi oleh perusahaan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dapat rumuskan hipotesis sebagai berikut: H4 : Struktur kepemilikan saham terbesar berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
Dengan semakin besar proporsi kepemilikan oleh satu pihak tertentu, akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kepemilikan. Konsentrasi
kepemilikan
memiliki
keuntungan
dan
kerugian.
Kepemilikan yang terkonsentrasi merupakan cara penyelesaian masalah agensi yang paling umum, sebab mereka mendapatkan insentif dan kesempatan untuk mengawasi manajer, namun juga membawa konflik kepentingan yang lain, yaitu antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas (Desai dan Dharmapala
dalam
Puspita,
2014).
Antara
pemegang
saham
pengendali dan pemegang saham minoritas terdapat perbedaan orientasi terhadap perusahaan. Pemegang saham minoritas, atau sering disebut sebagai pemegang saham publik, dapat dikatakan merupakan representasi kepentingan salah satu shareholder, yaitu masyarakat terhadap perusahaan. Semakin besar proporsi kepemilikan oleh publik, maka dapat dikatakan bahwa konsentrasi kepemilikan perusahaan tersebut lemah, dan tata kelola kurang baik. Karena dengan sedikit insentif, mereka menjadi kurang memperhatikankebijakan strategis perusahaan dan kurang termotivasi mengontrol kerja manajer. Pemegang saham publik juga terbukti tidak agresif dalam pembiayaan perusahaan, yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha (Handayani dalam Puspita, 2014).
Kurangnya
motivasi
pemegang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
saham
publik
untuk
55
mendapatkan laba yang sebesar-besarnya, menjadikan strategi pajak yang diambil kurang agresif. Selain itu, kepemilikan oleh publik juga memiliki karakteristik seperti masyarakat pada umumnya, yang mengharapkan perusahaan memberikan kontribusi untuk pembangunan dalam bentuk pembayaran pajak. Maka dengan semakin besar kepemilikan publik dalam perusahaan, penghindaran pajak perusahaan akan semakin rendah. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang dapat dikembangkan adalah: H5 : Struktur kepemilikan publik (minoritas) tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak perusahaan. C. Hipotesis Menurut Sugiyono (2013:93) pengertian hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Berdasarkan pembahasan dan rerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: H1
: Pemanfaatan tax haven berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.
H2
: Transfer Pricing berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
H3
:
Thin
Capitalization
berpengaruh
signifikan
terhadap
penghindaran pajak. H4
: Struktur kepemilikan saham terbesar berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.
H5
: Struktur kepemilikan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/