BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 2.1 Agency Theory Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara principal dan agen(dikembangkan Jensen dan Meckling, 1976; dan Fama dan Jensen, 1983). Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahaan antara kepemilikan (pihak principal/pemegang saham) dan pengendalian (pihak agent/manajer). Hubungan
agen
terjadi
ketika
satu
mempekerjakan orang lain (agent)
orang
atau
lebih
(Principal)
untuk memberikan suatu jasa dan
kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan . Agency theory megasumsikan
bahwa
setiap
manusia
memiliki
sifat
egois
yaitu
mementingkan kepentingan diri sendiri. Pemegang saham akan focus pada pemenuhan kepentingan pribadi yaitu memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya. Adanya benturan kepentingan antara keduanya inilah yang memicu munculnya agency theory. kontrak yang baik antara pemegang saham dan manajer adalah kontrak yang mampu menjelaskan spesifikasi-spesifikasi apa sajakah yang harus dilakukan manajer dalam mengelola dana para pemegang saham, dan spesifikasi tentang pembagian return antara manajer dengan pemegang saham. Namun pada kenyataannya, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
pemegang saham sehingga menimbulkan agency problems yang diakibatkan oleh perbedaan kepentingan kedua belah pihak. Agency problems dapat merugikan pemegang saham karena tidak terlibat langsung dalam pengelolaan perusahaan sehingga tidak memiliki akses untuk mendapatkan informasi yang actual.
Menurut Scott (2014) dalam buku accounting theory menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja yang dimaksud adalah kontrak kerja antara pemilik modal dengan manajer perusahaan. Dimana antara agent dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Agent memiliki informasi yang lebih banyak (full of information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetri information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utility bagi dirinya. Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Asimetri informasi kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user). Menurut Scott (2014), ada dua macam asimetri informasi: 1. Adverse selection: para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. 2. Moral hazard: kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
2.2 Positive Accounting Teory Watts dan Zimmerman (1990) menyatakan bahwa perilaku manusia bisa dijelaskan dengan perilaku
meningkatkan kesejahteraan diri sendiri
(individual maximizing behavior) yang mengimplikasikan bahwa sang aktor akan mempengaruhi pemilihan kebijakan akuntansi sedemikian rupa sehingga pilihan tersebut dapat mempengaruhi kesejahteraan sang aktor. Akuntansi adalah bagian dari kontrak antara pemilik (a principal) dan agen (a agent) kedua pihak secara sukarela setuju pada suatu accounting choices yang dibuat. Pemisahan antara agen dan pemilik menjadi sedemikian jauh, sehingga diskresi untuk memutuskan accounting choices pada akhirnya dilimpahkan ke agen sendiri. Agen akan memilih pilihan pilihan yang dapat meningkatkan kesejahteraan agen tersebut. Agent (Manager) akan memilih metode akuntansi yang meningkatkan tingkat konpensasi, meningkatkan dikresi manajer melalui perjanjian pinjaman pengaman (safeguarding lending agreements) dan menghindari tekanan politis organisasi dengan memberikan keuntungan yang mencurigakan (suspicious profits). 2.3 Tax Aggressiveness (Tindakan Penghindaran Pajak) Pajak merupakan biaya yang signifikan untuk perusahaan dan menjadi pengurang arus kas yang tersedia bagi perusahaan dan pemegang saham. ini menjadi insentif bagi perusahaan untuk pengurangi pajak melalui aktivitas penghindaran pajak (Chen et al., 2010). Beberapa transaksi dapat mengurangi present value dari pembayaran pajak, namun jika penghematan tersebut
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
menyebabkan biaya non-pajak yang lebih besar pada area lain di perusahaan, transaksi tersebut bukan merupakan perencanaan pajak yang efisien (Klassen, 1997 dalam Yin dan Cheng, 2004). Manager dalam membuat keputusan penghindaran pajak, harus mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan penghindaran pajak yang menjadi pilihan terlebih dahulu. Penghindaran pajak memiliki manfaat utama yaitu penghematan pajak yang lebih besar. Penghematan ini memang menjadi keuntungan bagi pemegang saham, tetapi manajer sebagai pembuat keputusan juga memperoleh imbas dari keuntungan tersebut, jika kompensasi manajer ditentukan dari usaha efisiensi memanajemen pajak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penghindaran pajak juga dapat memberi reaksi baik pada pasar. Ketika pasar berekspektasi bahwa beban pajak perusahaan naik, maka akan timbul reaksi negatif. Jika pasar berekspektasi bahwa pengungkapan meningkat maka timbul reaksi positif. Dengan demikian, untuk menghindari reaksi negatif, perusahaan harus dapat menghindari pajak tetapi harus dapat mempertahankan tingkat pengungkapan yang memadai. Manajemen juga dapat memanfaatkan komponen penghindaran pajak sementara untuk menghindari penurunan laba (Kasipillai dan Maharthiran, 2013). Manfaat lain dari penghindaran pajak adalah pembuat keputusan dapat menggunakan penghindaran pajak untuk melakukan atau menyelubungi rent extraction. Tindakan penghindaran pajak sering dilakukan melalui transaksi yang rumit dan dirancang untuk menghindari pendeteksian dari pemeriksa pajak atau menutupi tujuan utama aktivitas rent extraction.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Penelitian ini juga menggunakan pengukuran lain, yaitu Current-ETR, penggunaan
model
ini
dimaksudkan
untuk
memperkuat
model dalam
memprediksi temuan penelitian, penggunaan model Current ETR adalah untuk mengakomodasikan pajak yang dibayarkan saat ini oleh perusahaan. Current ETR dalam penelitian ini akan dihitung dengan rumus yang diperagakan oleh Hanlon (2010).
Current ETR
=
Current tax expense i,t Pretax Income i,t
Dimana : Current ETR
: adalah effective tax rate berdasarkan jumlah pajak penghasilan badan yang dibayarkan perusahaan pada tahun berjalan
Current tax expense : adalah jumlah pajak penghasilan badan yang dibayarkan perusahaan i pada tahun t berdasarkan laporan keuangan perusahaan. Pretax income
: adalah pendapatan sebelum pajak untuk perusahaan i pada tahun t berdasarkan laporan keuangan perusahaan
2.4
Tax Accounting Choices Metode akuntansi banyak dikembangkan sehingga manajemen dapat memilih metode akuntansi untuk perlakuan terhadap transasksi-transaksi ekonomisnya. Dengan demikian, manajemen diberikan kemandirian untuk memilih metode akuntansi tertentu sepanjang konsisten Scott (2014),
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
menyatakan bahwa a firm can be viewed as a nexus of contracts. Organisasi dapat dijelaskan sebagai hubungan kontrak yang terjadi antar anggota organisasi, individu dengan organisasi, dan organisasi dengan stakeholdersnya (suppliers, customers, pemerintah, dan lain-lain). Dengan pemilihan metode akuntansi (accounting choice) manajemen akan dapat mempengaruhi informasi akuntansi yang disajikan kepada para stakeholders Fields et al, (2001). Penyajian informasi akuntansi tersebut merupakan akuntabilitas manajemen terhadap prinsipalnya (Performance Base Management Special Interest Group, 2001; Whittaker, 1993; dan BPKP, (1999). Tujuan manajemen memilih metode akuntansi adalah untuk memaksimalkan profit Barnes dan Servaes, (2002) Dengan kreativitasnya, manajemen dapat memilih dari beragam metode akuntansi, seperti : A. metode garis lurus (straight line method), unit of production, atau saldo menurun (double declining balance method) dalam penyusutan aktiva tetap. B. keputusan untuk membuat sendiri atau membeli (make or buy) C. metode pembebanan harga pokok persediaan seperti specific identification, LIFO, dan average. D. metode penghapusan piutang bermasalah (bad debts) apakah menggunakan metode direct write off atau melalui penyisihan (allowances). E. metode pencatatan investasi saham dengan menggunakan cost method atau equity method. Pemilihan akuntansi (accounting choice)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
menentukan
informasi
pencapaian
kinerja
yang
diungkapkan
(disclosures) organisasi. Management decision untuk memilih suatu standar akuntansi atau metode akuntansi tertentu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Motivasi yang mendorong manajemen untuk memilih suatu metode akuntansi tertentu diuraikan dalam suatu teori yang disebut dengan positive accounting theory. Teori ini membahas mengenai sikap dan prilaku manajemen terhadap praktik-praktik akuntansi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mereka dalam memilih metode akuntansi untuk transaksi ekonomisnya (Desai et al, 2006; Kothari, S.P, (2001). Dengan semakin berkembangnya organisasi, semakin jauh jarak antara manajemen (agent) dengan pihak yang mempercayakan uangnya principal . Agent akan mendapatkan insentif dari principal sesuai dengan kinerja yang dicapainya yang disampaikan melalui informasi akuntansi perusahaan. Gopalakrishnan (1994) melakukan penelitian dengan memperluas literatur terhadap pemilihan akuntansi untuk inventory dan depresiasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unlevered firms cenderung untuk memilih income accounting increasing method dengan melakukan pemilihan metode persediaan. Sedangkan untuk perusahaan perusahaan kecil memilih biaya rendah dengan mengadopsi metode akuntansi penyusutan garis lurus. Penelitian ini mengacu pada penelitian Gopalakrishnan (1994) memilih metode penilaian persediaan dan penyusutan sebagai pengukuran tindakan Aggresivitas pajak. Berdasarkan peraturan perpajakan metode untuk penilaian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
persediaan adalah metode FIFO (First in first out) maka laba yang dilaporkan lebih tinggi daripada jika melakukan penilaian persediaan diluar dari FIFO maka bisa dikategorikan perusahaan melakukan tindakan Aggressive pajak. Sedangkan untuk metode Penyusutan (Depresiation) peraturan perpajakan menggunakan metode garis lurus, dimana jika diluar metode garis lurus maka bisa jadi perusahaan dikategorikan aggressive terhadap pajak karena dengan melakukan metode penyusutan di luar garis lurus akan memiliki laba yang lebih rendah. Dalam penelitian ini dilakukan metode dummy seperti yang dirumuskan berikut ini : Tabel 2.1 Pemilihan Kebijakan Akuntansi ( Accounting Choices ) Metode Penyusutan Penilaian Persediaan
Garis lurus = 0 FIFO = 0
Selain Garis lurus = 1 Selain FIFO = 1
2.5 Defferred Tax Expense ( Beban Pajak Tangguhan ) Berdasarkan PSAK no. 46 (revisi, 2010) dalam konvergensi IFRS dan pengaruhnya dengan pajak (Prianto Budi, 2012) yang berlaku 1 Januari 2012 alokasi pajak antar periode diawali dengan adanya keharusan bagi perusahaan untuk mengakui assets
dan kewajiban pajak tangguhan yang harus di
laporkan di laporan posisi keuangan entitas . Pengakuan assets dan liabilitas pajak tangguhan tersebut merupakan pengakuan tentang konsekuensi pajak dimasa mendatang atas efek kumulatif perbedaan temporer pengakuan penghasilan dan beban untuk tujuan akuntansi dan tujuan fiskal. Dalam pendekatan assets - liabilitas, yang dimaksud dengan perbedaan temporer
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
adalah perbedaan antara dasar pengenaan pajak (DPP) dari suatu assets atau liabilitas dengan nilai tercatat assets atau liabilitas tersebut. Efek perubahan perubahan temporer yang terefleksi pada kenaikan atau penurunan assets dan liabilitas pajak tangguhan harus diperlakukan sebagai beban pajak tangguhan (deferred tax expenses) atau penghasilan pajak tangguhan (deferred tax income) dan dilaporkan dalam laporan laba-rugi tahun berjalan bersama-sama beban pajak kini (current tax expenses), dengan penyajian secara terpisah. Metode ini diterapkan mengacu pada prinsip kas, dimana kas diterima kemudian keuntungan diakui, sedangkan kas dibayar maka kemudian biaya diakui APB (1967). Ilustrasi dari aspek penangguhan adalah premi asuransi, dimana kas dibayar lebih dulu, baru biaya diakui kemudian, sehingga pengakuan ditangguhkan karena kas diterima lebih dulu, namun penghasilan diakui kemudian. Prinsip realisasi adalah proses perubahan sumber daya non kas menjadi kas. Menurut
prinsip mempertemukan (matching principle),
penghasilan dan beban terkait harus diakui pada saat yang sama. Sedangkan menurut prinsip alokasi, pengakuan beban itu mengacu pada penggunaan aset yang memberikan manfaat untuk beberapa periode, sebagai contoh adalah depresiasi dan amortisasi. Sebagai akibat dari penggunaan metode tangguhan dalam akuntansi PPh adalah tidak adanya alokasi perbedaan waktu antara pajak dengan akuntansi ke periode berikutnya, sehingga selisih perhitungan PPh hanya disajikan sebagai pajak tangguhan dalam laporan laba rugi tahun berjalan saja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Ketentuan perpajakan tetap menggunakan data dan informasi akuntansi yang telah diatur oleh PSAK sebagai dasar untuk menentukan koreksi– koreksi tersebut berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, selisih antara laba akuntansi dan laba fiscal disebut book – tax differences hal ini timbul karena perbedaan yang sifatnya tetap dan sifatnya sementara. Deferred tax expense adalah kenaikan saldo liabilitas pajak yang ditangguhkan dari awal hingga akhir periode akuntansi Kieso (2010). Beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi dengan laba fiskal Philips et al. (2003). Pengukuran deffered tax expense dalam penelitian ini dengan rumusan berikut :
DTEit
:
Deffered Tax Expense t Total Asset t-1
Dimana : DTEit : Deffered Tax Expense perusahaan i pada tahun t.
2.6 Firm Size ( Ukuran Perusahaan ) Penelitian Chen et al. (2010) menemukan hasil bahwa pada perusahaan besar, variabel laba tidak terlalu signifikan dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Hal ini tidak konsisten dengan hipotesis Collins et al. (1997) yang menyatakan bahwa nilai buku akan lebih penting dibandingkan laba akuntansi dalam penilaian perusahaan kecil, karena: pertama, perusahaan kecil cenderung belum ”dewasa” dan masih memungkinkan mengalami pertumbuhan di masa datang. Akibatnya, laba menjadi tidak persisten dan tidak dapat menjadi proksi yang baik untuk laba masa depan, sehingga nilai buku memiliki relevansi yang lebih tinggi dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
penilaian. Kedua, perusahaan kecil cenderung rentan mengalami kesulitan keuangan, sehingga investor akan lebih berfokus pada nilai buku ekuitas sebagai pengukuran. Ukuran perusahaan dapat diproksikan dengan total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total assets, penjualan, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan. Total assets, penjualan, dan kapitalisasi pasar yang digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan sehingga dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Pengklasifikasian sebuah perusahaan berdasarkan jumlah aset yang dimiliki dinilai memiliki tingkat kestabilan yang cukup berkesinambungan Hendy Darmawan dan Sukartha (2014) Ukuran perusahaan dalam penelitian ini menggunakan proksi logaritma natural total assets.
SIZE = log (nilai buku total assets).
Dimana : Size : adalah ukuran perusahaan yang besarnya di hitung besarnya logaritma total aset yang dimiliki perusahaan. 2.7 Leverage Rasio leverage atau rasio utang yang biasa dikenal dengan rasio solvabilitas, menurut para pakar adalah sebagai berikut: Menurut Agnes Sawir (2000) menjelaskan rasio leverage sebagai berikut: Rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya perusahaan pada saat itu dilikuidasi. Dengan demikian solvabilitas
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
berarti kemampuan perusahaan untuk membayar utang – utangnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Brigham dan Houston (2010) rasio leverage merupakan “rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang (financial leverage).” Menurut Horne dan Wachoviz (1998) mendefinisikan “leverage The use of fixed costs in an attempt to increase (or lever up) profitability”. Leverage merupakan penggunaan biaya tetap untuk meningkatkan keuntungan dari suatu perusahaan. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian rasio leverage atau rasio utang adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang dan jangka pendek. 14 Hal ini umumnya sangat penting bagi seorang kreditur karna akan menunjukan posisi keuangan perusahaan. Semakin kecil rasio ini maka semakin pula risiko yang akan dialami oleh kreditur untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.
LEV : Total Hutang x 100% Ekuitas
B. Penelitian Terdahulu Penelitian – penelitian terdahulu yang terkait topic antara lain : 1. Hartadinata & Shauki (2012) melakukan penelitian yang membahas mengenai peningkatan managerial ownership menunjukan semakin tinggi tax aggressivitas nya, sementara peningkatan debt financing dari leverage policy memicu penurunan tingkat aggresivitas pajak. Selain itu penurunan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
tarif pajak penghasilan perusahaan telah mendorong menurunnya tingkat aggresivitas pajak, yang berarti bahwa tujuan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan telah tercapai. Penelitian ini melihat aspek aggresivitas pajak dengan menggunakan framing periode terjadinya perubahan tarif pajak penghasilan di Indonesia. Hassan (2012) mengutip Dhaliwal dan Wang (1992) melaporkan bukti bahwa perusahaan melakukan penyesuain angka-angka
akuntansi dengan
menggeser
perbedaan tetap dan perbedaan waktu pada beberapa periode untuk meminimalkan dampak pajak. 2. Nora Sabrina Sirait dan Dwi Martani (2014) melakukan penelitian yang membahas pengaruh perusahaan keluarga terhadap penghindaran pajak pada perusahaan manufaktur di Indonesia dan Malaysia. penelitian ini menggunaan pengukuran penghindaran pajak yang berbeda yaitu total book-tax difference, temporary book-tax difference, permanent book-tax difference, dan abnormal book-tax difference. Penelitian ini juga meneliti penghindaran pajak di dua negara yaitu Indonesia dan Malaysia. Sampel penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Malaysia yang mempublikasikan laporan keuangan diaudit konsisten dan lengkap dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Data penelitian diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD), data stream PDEB FEUI, dan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan situs di Bursa Malaysia dan Bursa Efek Indonesia Teknik pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Hasil pengujian memberi hasil penghindaran pajak pada perusahaan keluarga berbeda dengan perusahaan non-keluarga. Perusahaan keluarga lebih menghindari pajak dibandingkan perusahaan non-keluarga.
Hasil
analisis statistik deskriprif, pengujian hipotesis, dan sensitivitas memberi hasil bahwa penghindaran pajak perusahaan di Indonesia berbeda dengan perusahaan di Malaysia. Perusahaan di Malaysia secara umum lebih menghindari pajak dibandingkan perusahaan di Indonesia. Namun jika hanya melihat pengaruh kepemilikan keluarga terhadap penghindaran pajak, kepemilikan keluarga memiliki pengaruh positif terhadap penghindaran pajak di Indonesia. Tetapi di Malaysia, kepemilikan keluarga tidak mempengaruhi penghindaran pajak. 3. Meiza (2013) dalam penelitiannya membahas pengaruh karakteristik good corporate governance dan deffered tax expense terhadap tax avoidance. Penelitian
ini
bertujuan
untuk
melihat
pengaruh
karakteristik
goodcorporate governance dan deferred tax expense terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2013. Tax avoidance dilihat dari alat ukur manajemen cash effective tax rate, Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pengujian hipotesis yang diajukan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap tax avoidance sedangkan komisaris independen berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Tax avoidance. Defereed tax expense berpengaruh negatif signifikan terhadap tax avoidance.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
4. Lanis and Richardson (2012) Penelitian mengenai CSR dengan agresivitas pajak Hasil penelitian menemukan bahwa terjadi hubungan negatif antara CSR dan agresivitas pajak yang menggunakan proksi tarif pajak yang berlaku (ETR). Berdasarkan beberapa penelitian tersebut pada tahun 2013 Lanis dan Richardson melakukan penelitian kembali dengan konteks penelitian terbalik dengan hubungan yang diteliti oleh Lanis dan Richardson pada tahun 2012. Penelitian tersebut menghubungkan agresivitas pajak dengan pengungkapan CSR dalam konteks teori legistimasi. Penelitian tersebut membedakan sampel yang diteliti dengan membedakan perusahaan yang agresivitas pajak dan non agresivitas pajak. Hasil penelitian yang dilakukan secara konsisten menunjukan hubungan positif
dan
signifikan
antara
agresivitas
pajak
perusahaan
dan
pengungkapan CSR sehingga membenarkan teori legistimasi dalam konteks agresivitas pajak perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, tertarik untuk mereplika penelitian yang dilakukan oleh Lanis dan Richardson pada tahun 2013. 5. Muhammad Aminu Isa (2014) Penelitian ini menguji faktor-faktor penentu pilihan akuntansi untuk aset tidak lancar pada perusahaan Nigeria disaat IFRS adopsi pertama dalam kerangka teori akuntansi positif. Data secara acak dikumpulkan dari laporan tahunan tiga puluh perusahaan yang mencapai target adopsi tahun 2012 dan teknik regresi digunakan untuk analisis. Ukuran perusahaan dan konsentrasi kepemilikan yang ditemukan sebagai prediktor pilihan akuntansi untuk aset tidak lancar. Selain itu,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
perusahaan-perusahaan
terutama
memilih
meningkatkan
strategi
pendapatan dengan menggunakan dominan model biaya dan perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan yang lebih tinggi cenderung lebih banyak menggunakan model nilai wajar dari meningkatkan pendapatan strategi. Perusahaan di Nigeria mengejar peningkatan pendapatan strategi berkaitan dengan pengukuran aset tidak lancar selama IFRS transisi. Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar dan tingkat tinggi konsentrasi kepemilikan cenderung memilih pendapatan
menurun, model nilai wajar, untuk
mengukur aset tidak lancar mereka. Ini set pilihan akuntansi yang 'ex-ante' karena manajer dibatasi oleh kontraktor pihak untuk 'efisiensi' alasan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan. Hasil penelitian ini terbatas pada pilihan akuntansi aset tidak lancar akuntansi selama IFRS adopsi dan tidak menjelaskan pilihan akuntansi agregat perusahaan Nigeria. 6. Khoiru Rusydi (2013) penelitian ini menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap penghindaran pajak aggresif dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif pada laporan keuangan yang terdafatar di BEI periode 2010 – 2012 dengan melakukan uji regresi dengan program Eviews. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap aggressive tax avoidance di Indonesia, yang artinya bahwa perilaku perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk semakin melakukan aggressive tax avoidance tidak di pengaruhi besar kecilnya perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
7. Hendy Darmawan dan Sukartha ( 2014 ) penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui pengaruh corporate governance, leverage, return on assets (ROA), dan ukuran perusahaan secara parsial pada penghindaran pajak, dilakukan pada Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan masuk dalam peringkat CGPI periode 2010-2012 yang berjumlah 55 perusahaan menjadi sampel dalam penelitian ini. Penghindaran pajak dapat diukur dengan selisih antara laba komersial dengan laba fiskal kemudian dibagi dengan total aset perusahaan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh antara Corporate Governance, ROA, dan ukuran perusahaan dengan penghindaran pajak. Variabel leverage dalam penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh pada penghindaran pajak. 8. Gopalakrishnan (1994) melakukan penelitian dengan memperluas literatur terhadap pemilihan akuntansi untuk inventory dan depresiasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unlevered firms cenderung untuk memilih income accounting increasing method dengan melakukan pemilihan metode persediaan. Sedangkan untuk perusahaan perusahaan kecil memilih biaya rendah dengan mengadopsi metode akuntansi penyusutan garis lurus. 9. Philips (2002) Penelitian ini mendapatkan bukti tentang peningkatkan penggunaan deffered tax expense untuk mendeteksi earnings manajemen dan bahwa deffered tax expense secara siginifikan lebih akurat dari ukuran akkrual lainnya untuk mendeteksi perusahaan yang menghindari kerugian,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
dengan menghindari kerugian yang timbul maka akan menunjukan besarnya diskresi manajemen, ini akan terefleksikan dalam beban pajak tangguhan dan dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba. 10. Agnes dan Hanna (2014) Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh deffered tax expense dalam mendeteksi earnings manajement dengan model discretionanry revenue (stubben 2010). Hasil penelitian ini tidak berhasil menemukan pengaruh deffred tax expense terhadap earnings management dengan
mengggunakan pendekatan discretionary revenue
atau dengan kata lain, deffred tax expense tidak mampu menjelaskan earnings management. 11. Ida Bagus Putu Fajar Adisamartha dan Naniek Noviari (2015) penelitian ini bertujuan untuk mengui Pengaruh likuiditas, leverage, intensitas persediaan dan intensitas asset tetap pada tingkat agresivitas pajak. Hasil penelitian yang diperoleh adalah faktor likuiditas dan intensitas persediaan berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat agresivitas pajak. Sementara faktor leverage dan intensitas aset tetap tidak berpengaruh signifikan pada tingkat agresivitas wajib pajak badan. Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian – Penelitian Sebelumnya ( Tax Aggressiveness ) No 1
Peneliti, Tahun penelitian Hartadinata & Shauki (2012)
Variabel Agency, leverage policy and tax aggressiveness
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hasil Penelitian 1.Peningkatan managerial ownership menunjukan semakin tinggi tax aggressivenessnya, sementara peningkatan debt financing dari leverage policy memicu penurunan tingkat aggressiveness pajak. 2.Penurunan tariff pajak penghasilan perusahaan
20
telah mendorong menurunnya tingkat aggressiveness pajak, yang berarti bahwa tujuan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan telah tercapai. 3.Penelitian ini melihat aspek aggressivitas pajak dengan menggunakan framing periode terjadinya perubahan tariff pajak penghasilan di Indonesia. 2
Nora Sabrina Sirait & Dwi Martani ( 2014).
Kepemilikan keluarga, tax avoidance, Perusahaan Keluarga, Book tax differed
3
Meiza ( 2013)
Karakteristik Good Coporate Governance, Deffered Tax Expense, Tax Avoidance
4
Lanis and Richardson (2011)
Tax Aggressiviness, CSR, Struktur Kepemilikan, Profitabilitas, Biaya R & D
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1.
Hasil pengujian memberi hasil penghindaran pajak pada perusahaan keluarga berbeda dengan perusahaan non-keluarga 2. Penghindaran pajak perusahaan di Indonesia berbeda dengan di Malaysia 3. kepemilikan keluarga memiliki pengaruh positif terhadap penghindaran pajak di Indonesia. Tetapi di Malaysia, kepemilikan keluarga tidak mempengaruhi penghindaran pajak. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dengan tingkat signifikansi 5%, maka hasil penelitian menyimpulkan:Kepemilikan Institutional tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap Tax Avoidance Struktur Dewan Komisaris Independen tidak berpengaruh signifikan positif terhadap Tax Avoidance. Deferred Tax Expense berpengaruh signifikan negatif terhadap Tax Avoidance. Semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR semakin rendah tingkat agresivitas pajak.
21
5
Balakrishan Blouin & Guay (2011).
Tax Aggressiviness, Tax planning, Information Content, Earnings Quality
Penelitian dilakukan untuk menyelidiki apakah perusahaan yang mempunyai lingkungan yang informasinya kurang transfaran (less transparent information environments) melakukan aggressive tax planning dan menyimpulkan bahwa perushaan dihadapkan pada suatu “trade off” antara transfaransi keuangan dan aggressive tax planning.
Tabel 2.2 Ringkasan Hasil Penelitian – Penelitian Sebelumnya ( Tax Accounting Choices ) No 1
Peneliti, Tahun penelitian Muhammad Aminu Isa ( 2014 )
Variabel
Hasil Penelitian
Non-current assets, IFRS first adoption, accounting choices, positive accounting theory
Hasil penelitian ini terbatas pada pilihan akuntansi aset tidak lancar akuntansi selama IFRS adopsi dan tidak menjelaskan pilihan akuntansi agregat perusahaan Nigeria, dan Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar dan tingkat tinggi konsentrasi kepemilikan cenderung memilih pendapatan menurun, model nilai wajar, untuk mengukur aset tidak lancar mereka. Ini set pilihan akuntansi yang 'ex-ante' karena manajer dibatasi oleh kontraktor pihak untuk 'efisiensi' alasan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
2
Gopalakrishnan (1994)
Leverage, Size, inventory, Tax rate
Depreciation,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa unlevered firms cenderung untuk memilih income accounting increasing method dengan melakukan pemilihan metode persediaan. Sedangkan untuk perusahaan perusahaan kecil memilih biaya rendah dengan mengadopsi metode akuntansi penyusutan garis lurus.Hasil penelitian juga menunjukan bahwa leverage berpengaruh positif pada pemilihan metode persediaan tapi berpengaruh negative terhadap metode penyusutan.
3
Ida Bagus Putu Fajar Adisamartha dan Naniek Noviari (2015)
Pengaruh likuiditas, leverage, intensitas persediaan dan intensitas asset tetap pada tingkat agresivitas pajak
Hasil penelitian yang diperoleh adalah faktor likuiditas dan intensitas persediaan berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat agresivitas pajak. Sementara faktor leverage dan intensitas aset tetap tidak berpengaruh signifikan pada tingkat agresivitas wajib pajak badan.
Tabel 2.3 Ringkasan Hasil Penelitian – Penelitian Sebelumnya ( Deffered Tax Expense ) No 1
Peneliti, Tahun penelitian Meiza ( 2013)
2
Jackson (2009)
Variabel
Hasil Penelitian
GCG, Kepemilikan Institusional, struktur dewan komisaris independen, deffered tax expense dan tax avoidance.
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dengan tingkat signifikansi 5%, maka hasil penelitian menyimpulkan:Kepemilikan Institutional tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap Tax Avoidance Struktur Dewan Komisaris Independen tidak berpengaruh signifikan positif terhadap Tax Avoidance. Deferred Tax Expense berpengaruh signifikan negatif terhadap Tax Avoidance. Permanent Book Tax Deffrered berhubungan hanya pada perusahaan beban pajak dimasa depan, dan temporary BTD berhubungan
Boox tax Manajement
deffered,
Earning
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
3
Philips (2002)
Deffered tax expense, Earning Manajemen
4
Agnes Febriyanti Hanna (2014)
dan
Deferred tax espense, earnings manajement, Discretionary revenue
dengan perubahan pada laba sebelum pajak. Hasil ini juga sama seperti pada kasus lain yang tidak terdapat / tidak merupakan suspect earnings manajement. Penelitian ini mendapatkan bukti tentang peningkatkan penggunaan deffered tax expense untuk mendeteksi earnings manajemen dan bahwa deffered tax expense secara siginifikan lebih akurat dari ukuran akkrual lainnya untuk mendeteksi perusahaan yang menghindari kerugian. Hasil penelitian ini tidak berhasil menemukan pengaruh deffred tax expense terhadap earnings management dengan mengggunakan pendekatan discretionary revenue atau dengan kata lain, deffred tax expense tidak mampu menjelaskan earnings management.
Tabel 2.4 Ringkasan Hasil Penelitian – Penelitian Sebelumnya ( Firm Size ) No 1
2
Peneliti, Tahun penelitian Khoiru Rusydi (2013)
Hendy Darmawan dan Sukartha ( 2014 ).
Variabel
Hasil Penelitian
ukuran perusahaan, aggressive tax avoidance.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap aggressive tax avoidance di Indonesia, yang artinya bahwa perilaku perusahaanperusahaan di Indonesia untuk semakin melakukan aggressive tax avoidance tidak di pengaruhi besar kecilnya perusahaan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh antara Corporate Governance, ROA, dan ukuran perusahaan dengan penghindaran pajak. Variabel leverage dalam penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh pada penghindaran pajak.
Penghindaran pajak, Tax Avoidance, GCG, ROA, Ukuran perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
C. Kerangka Pemikiran Sebelum melakukan pengembangan hipotesis terlebih dahulu akan menyajikan kerangka pemikiran yang merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting. Salah satu faktor yang mempengaruhi tindakan Tax Aggressiveness diantaranya adalah kepentingan para Agent dan Principal dengan efisiensi pajak maka kesejahteraan pemegang saham akan meningkat. Agent sebagai pihak yang lebih tahu pengelolaan perusahaan maka akan menerapkan kebijakan – kebijakan akuntansi yang dapat mendukung kepentingannya. Untuk melihat suatu perusahaan melakukan penghindaran pajak atau tidak maka dapat dilihat dari penerapan penilaian persediaan, metode yang yang diterapkan sesuai dengan peraturan perpajakan yaitu metode FIFO jika diluar aturan tersebut laba yang dihasilkan akan menurun, dengan menurunnya laba maka menunjukan kebijakan akuntansi yang dipilih manajemen memiliki tujuan untuk tertentu seperti halnya agresivitas pajak. Selain itu juga dalam penelitian ini mengukur dengan penerapan metode penyusutan untuk aktiva tetap apa sudah sesuai dengan metode garis lurus yang diterapkan untuk pelaporan pajak. Pemilihan metode kebijakan akuntansi untuk metode penilaian persediaan dan penyusutan pada penelitian ini mengacu pada penelitian Gopalakrishnan (1994), dengan menyatakan bahwa menunjukkan bahwa unlevered firms cenderung untuk memilih income accounting increasing method dengan melakukan pemilihan metode persediaan. Sedangkan untuk perusahaan perusahaan kecil memilih biaya rendah dengan mengadopsi metode akuntansi penyusutan garis lurus, dan leverage
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
berpengaruh positif pada pemilihan metode persediaan tapi berpengaruh negative terhadap metode penyusutan. Mengingat pajak adalah beban (yang akan mengurangi laba bersih perusahaan) maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan dikemudian hari. Plesko (2002) dalam Phillips et al. (2003) mengungkapkan bahwa semakin besar perbedaan antara laba fiskal dengan laba akuntansi menunjukkan semakin besarnya diskresi manajemen. Besarnya diskresi manajemen tersebut akan terefleksikan dalam beban pajak tangguhan dan mampu digunakan untuk mendeteksi praktik manajemen laba pada perusahaan. Dihubungkan dengan teori akuntansi positif menyatakan
bahwa
perilaku
manusia
bisa
Watts dan Zimmerman (1990) dijelaskan
dengan
perilaku
meningkatkan kesejahteraan diri sendiri, dimana mengarahkan pada pemahaman dan prediksi pilihan kebijakan akutansi perusahaan dinyatakan sebagai bagian dari kebutuhan perusahaan untuk meminimalisir biaya kontraknya. Kebijakan akuntansi ditentukan oleh struktur organisasi perusahaan menurut kondisi lingkungannya dan pilihan kebijakan akuntansi menjadi bagian dari pengelolaan perusahaan. Lingkungan perusahaan yang semakin besar, kebijakan akuntansi yang dipilih untuk memenuhi kepentingan manajemen dan stakeholders semakin luas. Dalam praktiknya kebijakan akuntansi akrual diterapkan lewat perlakuan transaksi yang berkaitan dengan laba agar lebih mendekati nilai ekspektasi perusahaan. Hal ini mengingat pihak manajemen memiliki kompetensi untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
mengendalikan kuantifikasi kejadian yang berpengaruh terhadap laba. Kebijakan akuntansi berpotensi dalam mempengaruhi keputusan riil manajemen, termasuk keputusan
untuk
mengintervensi
suatu
standar
akuntansi.
Zeff
(1978)
mendefinisikan konsekuensi ekonomi sebagai dampak pelaporan akuntansi dalam perilaku pengambilan keputusan bisnis, pemerintahan (dalam penentuan jumlah pajak) dan kreditur. Esensi dari definisi ini adalah laporan akuntansi dapat mempengaruhi keputusan riil yang dibuat
manajer dan mencerminkan
keinginannya. Sehingga semakin perusahaan tersebut besar kemungkinan untuk melakukan tax aggressiveness lebih tinggi. Menurut politik ekonomi, akuntansi secara eksplisit menyatakan bahwa alternatif sistem pelaporan keuangan (misalnya antara yang diregulasi melawan yang tidak) memiliki konsekuensi sosial, yaitu dalam suatu sistem beberapa orang akan merasa lebih baik saat yang lain merasakan sebaliknya, sehingga sistem seperti terpolitisasi sebagai suatu perilaku ekonomi. Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur Tax Aggressiveness yaitu Kebijakan pemilihan metode akuntansi (Tax Accounting Choices) , Deffered tax Expense, dan Firm Size. Berdasarkan rasio keuangan tersebut maka pengaruh dari masingmasing variabel tersebut terhadap Tax Aggressiveness dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut dalam gambar:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Variabel Independen
Variabel Dependen
Tax Accounting Choices Garis Lurus FIFO Deffered tax Expense
Tax Aggressiveness
Firm Size
Variabel Kontrol leverage Sumber : Model yang dikembangkan dari penelitian ini Gambar 2.1 Konsep penelitian
C. Hipotesis 1. Pengembangan Hipotesis Berdasarkan uraian rumusan masalah dan telaah pustaka yang
telah
dikemukakan sebelumnya, maka variabel yang terkait dalam penelitian ini dapat dirumuskan melalui suatu kerangka dan hipotesis yang akan dilakukan pengujian, dengan gambaran dan penjabaran sebagai berikut: 1.1 Pengaruh Accounting choices terhadap tax aggressiveness Perkembangan metode – metode akuntansi memberikan kesempatan para manajer untuk memilih kebijakan – kebijakan akuntansi yang dapat mendukung kepentingan stakeholders dan manajemen. Dalam penelitian ini memilih Descreasing earnings method (Metode penurunan laba) yaitu dengan menerapkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
metode penilaian persediaan dan metode penyusutan aktiva tetap sejalan dengan penelitian Gopalakrishnan (1994), dengan menyatakan bahwa menunjukkan bahwa unlevered firms cenderung untuk memilih income accounting increasing method dengan melakukan pemilihan metode persediaan. Sedangkan untuk perusahaan perusahaan kecil memilih biaya rendah dengan mengadopsi metode akuntansi penyusutan garis lurus dan leverage berpengaruh positif pada pemilihan metode persediaan tapi berpengaruh negative terhadap metode penyusutan. Kebijakan akuntansi berpotensi dalam mempengaruhi keputusan riil manajemen, termasuk keputusan untuk mengintervensi suatu standar akuntansi. Zeff (1978) mendefinisikan konsekuensi ekonomi sebagai dampak pelaporan akuntansi dalam perilaku pengambilan keputusan bisnis, pemerintahan (dalam penentuan jumlah pajak) dan kreditur. Esensi dari definisi ini adalah laporan akuntansi dapat mempengaruhi keputusan riil yang dibuat manajer dan mencerminkan keinginannya. Pernyataan ini didukung dengan penelitian Hartadinata dan Shauki (2012)
yang menyatakan bahwa jika managerial
ownership yang meningkat akan meningkatkan tindakan aggressive
tax ini
sejalan juga dengan penelitian Sabrina dan Martani (2014) perusahaan keluarga lebih menghidari pajak dan Aminu (2012) perusahaaan dengan ukuran yang lebih besar dan tinggi tingkat konsentrasi kepemilikan cenderung memilih pendapatan menurun ini untuk melakukan efisiensi sehingga memaksimalkan nilai perusahaan. Jumlah dari biaya penyusutan aktiva tetap dan penilaian persediaan sangat tergantung pada metode yang dipilih manajemen perusahaan, oleh karena itu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
pemilihan metode penyusutan dan penilaian persediaan haruslah tepat karena akan mempengaruhi besarnya laba perusahaan. Naik turunnya laba perusahaan di setiap periode tergantung dari pemilihan metode akuntansi yang diterapkan manajemen. Hal ini membuktikan jika kebijakan akuntansi berpengaruh pada penghindaran pajak, dengan begitu dapat dirumuskan dengan hipotesa sebagai berikut : H1:
Tax Accounting Choices
berpengaruh negatif terhadap Tax
Aggressiveness. 1.2
Pengaruh Deffered tax Expense terhadap Tax Aggressiveness Berdasarkan PSAK no. 46 alokasi pajak antar periode diawali dengan
adanya keharusan bagi perusahaan untuk mengakui aktiva dan kewajiban pajak tangguhan yang harus di laporkan di neraca.Pengakuan aktiva dan kewajiban pajak tangguhan tersebut merupakan pengakuan tentang konsekuensi pajak dimasa mendatang atas efek kumulatif perbedaan temporer pengakuan penghasilan dan beban untuk tujuan akuntansi dan tujuan fiskal. Dalam pendekatan aktiva-kewajiban, yang dimaksud dengan perbedaan temporer adalah perbedaan antara dasar pengenaan pajak (DPP) dari suatu aktiva atau kewajiban dengan nilai tercatat aktiva atau kewajiban tersebut. Efek perubahan temporer yang terefleksi pada kenaikan atau penurunan aktiva dan kewajiban pajak tangguhan harus diperlakukan sebagai beban pajak tangguhan (deferred tax expenses) atau penghasilan pajak tangguhan (deferred tax income) dan dilaporkan dalam laporan laba-rugi tahun berjalan bersama-sama beban pajak kini (current tax expenses), dengan penyajian secara terpisah. Dengan demikian, berdasarkan PSAK no.46 PPh yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
akan menunjukkan beban pajak kini ditambah beban pajak tangguhan, atau beban pajak kini dikurangi penghasilan pajak tangguhan. Jumlah agregat beban pajak kini dan pajak tangguhan dapat berupa beban pajak (tax expenses) atau penghasilan pajak (tax income). Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan (wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak membutuhkan ‘kerelaan wajib pajak’. Yang dibutuhkan oleh Negara adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan kerelaan pembayar diperlukan dalam hal ini. Mengingat pajak adalah beban (yang akan mengurangi laba bersih perusahaan) maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari. Plesko (2002) dalam Phillips et al. (2003) mengungkapkan bahwa semakin besar perbedaan antara laba fiskal dengan laba akuntansi menunjukkan semakin besarnya diskresi manajemen. Besarnya diskresi manajemen tersebut akan terefleksikan dalam beban pajak tangguhan dan mampu digunakan untuk mendeteksi praktik tax aggressiveness pada perusahaan. Jadi dapat disimpulkan semakin tinggi pelaporan pajak tangguhan atau beban pajak ditunda perusahaan yang diukur dengan alokasi pajak antar periode akan mempengaruhi penghindaran pajak perusahaan, semakin tinggi alokasi antar periode berarti semakin kecil
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
praktik tax aggressiveness yang dilakukan perusahaan. Hassan (2012) mengutip Dhaliwal dan Wang (1992) melaporkan bukti bahwa perusahaan melakukan penyesuain angka-angka akuntansi dengan menggeser perbedaan tetap dan perbedaan waktu pada beberapa periode untuk meminimalkan dampak pajak. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakuakan Meiza (2013) yang menyatakan Deffered tax expense berpengaruh negative terhadap tax avoidance. Sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2:
Deferred
tax
expense
berpengaruh
negatif
terhadap
Tax
Aggressiveness. 1.3
Pengaruh Firm size terhadap Tax Aggressiveness Pengembangan dugaan ini merujuk pada beberapa penelitian sebelumnya,
penelitian Siegfried (1977) menunjukkan hubungan negatif antara ukuran, dimana perusahaan besar cenderung melakukan manipulasi pajak karena perusahaan besar menginginkan laba dan kekuatan politik yang lebih dibandingkan perusahaan kecil dan mampu untuk mengurangi beban pajak yang dikenakan, namun berbeda dengan penelitian Rego (2003), Hanlon (2005), Derashid et al. (2003), Kim dan Limpaphayom, (1998), mereka menyimpulkan bahwa semakin besar perusahaan maka efektif tax rate (ETR) semakin kecil, data tersebut menunjukkan semakin meningkatnya tindakan aggressive tax. Hal ini sejalan dengan penelitian Darmawan dan Sukarta (2014) namun berbeda juga dengan penelitian Rusydi (2013) dengan program eviews yang menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan tax aggressive tidak melihat ukuran perusahaan besar atau kecil.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Perbedaan hasil dari penelitian terdahulu yang tidak konsisten maka menjadi alasan penelitian ini dilakukan, demikian juga halnya dengan fenomena yang terjadi di Indonesia, berdasarkan kasus perpajakan yang di tangani oleh DJP, berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas dan fenomena kasus perpajakan di Indonesia, terdapat suatu benang merah yang menjadi kesimpulan sementara dalam penelitian yaitu semakin besar perusahaan, maka semakin meningkatnya tindakan aggressive tax, sehingga penulis menyusun dugaan sebagai berikut: H3:
Firm Size berpengaruh negatif terhadap Tax Aggressiveness
http://digilib.mercubuana.ac.id/