BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan merupakan landasan dalam memahami corporate govermence. Teori ini maenyangkut hubungan kontraktual antara anggota-anggota di dalam suatu entitas atau perusahaan. Jensen dan Meckling (2010) menjelaskan bahwa hubungan agency terjadi kerika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agency) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan principal adalah pemegang saham datu inveestor, sedangkan agency adalah manajemen yan mengelola operasional perusahaan. Dalam sebuah perusahaan terdapat tiga pihak utama (major participant) yang memiliki kepentingan berbeda yaitu: manajemen, pemegang saham (sebagai pemilik), dan buruh atau tenaga kerja. Prinsip pengambilan keputusan yang diambil oleh manajer adalah bahwa manajer memilih
tindakan-tindakan
yang
akan
memaksimalkan
kekayaan
pemegang saham. Atau dengan kata lain, pengambilan keputusan tidak didasarkan atas kepentingan manajemen namun harus mengacu pada kepentingan pemegang saham. Untuk mengatasi hal itu pihak pemegang saham sebagai prinsipak melakukan pengendalian dengan tiga cara yaitu:
12
13
pemnatauan, kebijakan pemberian insentif atau hukuman dan dengan cara menanggung secara bersama-sama atas resiko yang mungkin terjadi. Cara yang efektif untuk mengubah perilaku anggota organisasi agar sesuai dengan yang diinginkan adalah dengan pemberian reward atau dengan kata lain, dengan positif reinforcement, bukan dengan pemberian hukuman. Pemberian reward (berupa penghargaan atau insentif) akan berdampak baik, namun besar kemungkinan akan terulang lagi. Sebaiknya, bila tenang dan sebagainya. Menurut Alijoyo dan Zaini (2012), agency confict dapat terjadi pada beberapa hal sebagaii berikut : 1. Moral Hazard Manajemen memilih investasi yang palin sesuai dengan kemampuan dirinya dan bukan yang paling menguntungkan bagi perusahaan sehingga manajer akan berada pada posisi untuk mengesktrak tingkat remunerasi yang lebih tinggi dari perusahaan. 2. Earning Relention Manajemen cenderung mempertahankan tingkat pendapatan perusahaan yang stabil, sedangkan pemegang saham lebih menyukai distribusi kas yang lebih tinggi melalui beberapa peluang investasi internal yang positif (internal positive investment apportunities).
14
3. Risk Aversion Manajemen cenderung mengambil posisi aman untuk dirinya sendiri dalam mengambil keputusan investasi yang sangat aman dan masih dalam jangkauan kemampuan manajer. 4. Time Horizon Manajemen
cenderung
hanya
memperhatikan
cashflow
perusahaan sejalan dengan waktu penugasan mereka. Hal ini dapat menimbulkan bias dalam pengambilankeputusan yang berpihak pada proyek jangka
pendek dengan pengembalian
akuntansi yang tinggi dan kurang atau tidak berpihak pada proyek jangka panjang dengan pengambilan NPV positif yang jauh lebik besar.
Perbedaan kepentingan ekonomis ini akan semakin tajam dengan adanya perbedaan informasi yang diterima oleh pihak pemilik dibandingkan dengan pihak agen. Asimetris informasi ini terjadi karena adanya pemisahan fungsi kepemilikan dan fungsi pengelolaan. Pemilik mengalami kesulitan dalam memastikan bahwa agen telah bekerja sesuai dengan yang diinginkan dan menguntungkan pemilik (moral hazard). Moral hazard ini dapat terjadi karena pihak agen memiliki informasi yang lebih banyak mengenai perusahaan dibandingkan dengan para pemilik. Pihak agen dapat memanfaatkan kondisi ini untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya daripada kepentingan pihak pemilik. Pada
15
akhirnya, konflik kepentingan ini akan bermuara pada masalah yang dikenal dengan agency problem. Dalam kondisi seperti ini agency problem mmerupakan konflik antara pemilik dan agen. Menurut Jansen dan Meckling (2010) menyatakan bahwa laporan dibuat dalam angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yangberbeda berkepentingan. Adanya laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen, maka memudahkan prinsipal menilai kinerja manajemen. Namun demikian, pemilik tidak dapat membedakan apakah laporan keuangan tersebut dibuat dengan bener atau sekedar memenuhui kepentingan pribadi manajemen. Jika hal tersebut terjadi, maka akan menimbulkan rendahnya kualitas laba, salah satu mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol konflik keagenan adalah dengan menerapkan monitoring melalui tata kelola perusahaan yang baik (goof corporate governance). Konsekuensi logis dari penggunaaninformasi akuntansi sebagai satu-satunya dasar dalam pemberian reward tersebut adalah munculnya perilaku tidaksemestinya (dysfunctional behavior) di kalangan manajer. Manajer cenderung melakukan praktek manajemen laba dengan memanipulasi informasi sedemikina rupa agar kinerjanya tampak bagus (Syahriana, 2011). Konflik kepentingan antara pemilik dan manajemen pada akhirnya menimbulkan biaya keagenan (agency cost) (Ujiantho dan Pramuka. 2012). Agency cost timbul akibat manajemen tidak terlalu berbuat sesuai
16
keinginan principal dan adanya keetidaksesuaian informasi yang disampaikan manajemen mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya atau dikenal swebagai asimetri informasi (information asymmetric). Akibatnya, pemilik (principal) mengeluarkan biaya pengawasan terhadap agen.
B. Manajemen Laba Menurut Xxei dkk. (2009), manajemen laba adalah praktik pengubahan tntang kinerja keuangan perusahaan yang sebenarnya. Manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh keuntungan pribadi (Gumanti, 2010). Adapun tujuan dari manajemen
dengan melakukan manajemen laba adalah untuk
menyesatkan setakeholder mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Menurut astuti (2009) motivasi manajemen dalam melakukan manajemen laba ada tiga yaitu : 1. Program bonus kompensasi. Motivasi bonus mendorong manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat menggeser laba dari periode yang akan datang ke periode saat ini atau sebaliknya. Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih memungkinkan menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income yang dilaporkan pada periode berjalan.
17
2. Perjanjian
utang.
Motivasi
debt
covent
hypnothesis
disebabkan oleh munculnya perjanjian kontrak antara manajer dan perusahaan yang berbasis kompensasi manjerial. Motivasi ini muncul karena perjanjian antara manjer dan pemilik perusahaan berbasis pada kompensasi manajerial dan perjanjian utang 1(Ujiantho, 2009). Semakin tinggi rasio utang suartu perusahaan maka semakin dekat perusahaanperusahaan
tersebut
dengan
kendala-kendala
dalam
perjanjian utang dan semakin besar probabilitas pelanggaran perjanijian. Jadi, semakin munkin manajer menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income. 3. Biaya politik. Motivasi politik timbul karena manajemen memanfaatkan kelemahan akuntansi yang menggunakan estimasi akrual serta pemilihan metode akuntansi dalam rangka menghadapi berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintahan.
18
C. Tax Avoidance Dalam
penjelasan
undang-undan
tentang
Ketentuan
Umum
Perpajakan (UU KUP) telah dinyatakan bahwa pajak merupakan salah satu sarana dan hak tiap wajib pajak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Namun bagi pelaku bisnis pajak dianggap sebagai beban investasi. Oleh karena itu, adalah wajar bila perusahaan berusaha untuk menghindari beban pajak dengan melakukan perencanaan pajak yang efektif. Menurut Amold dan Mclntyre (2009), penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan upaya penghidaran atau penghematan pajak yang masih dalam kerangka memenuhi ketentuan perundangan (lawful fashion). Definisi tax avoidance menurut Lyons Susen M dalam Erly Suandy (2009:7), yaitu : “Tax Avoidance is a term used to describe the legal arrangements of tax fair’s affairs so as to reduce his tax liability. It’s often to pejorative overtones, for axample it is use to describe avoidance achieved by artifical arrengements of personal or bussiness affair to take adwantage of loopholes, ambiguities, anomalies or other deficiencies of tax law. Legislation designed to counter avoidance has become more commonplace and often involves highly complex provision.
19
Menurut Harry Graham dalam siti Kurnia Rahayu (2010:147) “penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan usaha yang sama yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Tax avoidance menurut Robert H Andreson dalam Siti Kurnia Rahayu (1020:147) adalah “ Cara mengurangi pajak yang masih dalam bata ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan
dan
padat
dibenarkan terutaman melalui perencanaan perpajakan”. Menurut Gunadi (2009:84) penghindaran pajak (tax avoidance) melibatkan komersialisasi dan pemanfaatan secara efektif kebijakan pajak yang legitimate, deviasi teknis dan ambiguitas dalam ambiguitas dalam peraturan perundang-undangan. Sementara itu, penyelundupan atau penggelapan pajak dan sejenisnya (tax evasion) terjadi dengan penghilangan atu kurang melaporkan objek pajak yang kadangkala didukung dengan rekayasa legal, akuntansi dan administratif lainnya. Menurut
Zain
(2009),
penghindaran
pajak
adalah
peroses
pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak dikehendaki. Penghindaran pajak adalah suatu tindakan yang legal yang berbeda dengan penyeludupan pajak. Seperti halnya suatu pengadilan yang tidak dapat menghukum seseorang karena perbuatannya tidak melanggar hukum atau tidak termasuk dalam kategori pelanggaran atau kejahatan, begitu pula mengenai pajak yang tidak dapat dikenakan, apabila tidak ada tindakan atau transaksi yang menjadi objek pajak.
20
Dalam hal ini tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan dan malahan sebaliknya akan diperoleh penghematan pajak dengan cara mengatur tindakan yang menghindarkan aplikasi pengenaan pajak melalui pengendalian fakta-fakta sedemikian rupa, sehingga terhindar dari pengenaanpajak yang lebih besar atau sama sekali tidak kena pajak. Selain tax avoidance juga terdapat istilah tax aggressive dan tax sheltering.
Tax
aggressive
merupakan
tindakan
yang
bertujuan
mengurangi pendapatan kena pajak melalui perencanaan pajak (Frank et al, 2009). Tax aggressive merupakan metode yang diklasifikasikan atau tidak diklasifikasikan sebagai penggelapan pajak “(tax evasion), meskipun tidak semua tindakan yang dilakukan melanggar aturan akan tetapi metode
yang
digunakan
oleh
perusahaan
membuat
perusahaan
siasumsikanlebih agresif, Graham dan Tucker (2009) mendefinisikan tax shelters berdasarkan US kongres (Dewan Komite Perpajakan, 2009) sebagai upaya untuk penghindaran pajak tanpa terkena risiko ekonomi atau kerugian. Berdasarkan definisi ini tax aggressiveness dan tax sheltering dapat diartikan juga sebagai tax avoidance. Ukuran
penghindaran
pajak
perusahaan
membutuhkan
dua
pengukuran, seperti book-tax difference (BTD) dan total accrual (TA). Book-tax different adalah perbedaan antara laba komersial yang dilaporkan ke pasar modal dan laba fiskal yang dilaporkan kepada otoritas pajak
(Desai
dan
Dharmapala,2009).
Sedangkan
Lim
(2011)
21
menggunakan discretionary acrual. BTD dapat ditingkatkan dengan dua cara : 1. Produktivitas manajemen, yaitu dengan manipulasi laporan keuangan
dan
peningkatan
oportunistik
Pendapatan
keuangan. 2. Penghindaran pajak, yaitu dengan sengaja mengurangi penghasilan kena pajak. Jadi BTD tidak dapat mencermikan penghindaran pajak perusahaan itu sendiri (Desai dan Dharmapala,2009), total akrual digunakan untuk mengendalikan faktor-daktor lain misalnya manajemen laba. Menurut Desia dan Dharmapala (2009), total akrual dihitung sebagai pendapatan biasa dikurangi arus kas dari aktivitas operasi. Berdasarkan uraian diatas, persamaan komponen penghindaran pajak perusahaan book-tax different (BTD) dan total akrual (TA) adalah sebagai berikut (Desai dan Dharmapala, 2009): BTDit = FIit – TIit BTDit
=
book-tax different untuk perusahaan i pada tahun t
FIit
=
Laba Komersial
Tiit
=
Laba Fiskal/Pendapatan Kena Pajak
Persamaan untuk menghitung total accrual adalah sebagai berikut (Desai dan Dharmapala,2009) TAit
= total accrual untuk perusahaan i tahun t
22
D.
OIit
= pendapatan biasa
CFOit
= arus kas dari aktivitas operasi
Kepemilikan Institusional Definisi kepemilikan institusional menurut Jeff (2010:82) yaitu:
“kepemilikan institusional merupakan sejumlah besar saham yang dimiliki oleh lemaga keuangan atau institusional investors”. Menurut Brigham (2009), kepemilikan institusional merupakan kepemilikan investasi saham yang dimiliki oleh institusi lain dalam jumlah yang besar. Adanya kepemilikan
saham
institusional
akan
mendorong
peningkatana
pengawasan yang lebih optimal. Mekanisme pengawasan ini akan meinfkarakan kesejahteraan pemegang saham. Kepemilikan institusinoanal secara teoritis mempunyai hubungan dnegan leverage. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka pengawasan yang dilakukan pemilik terhadap manajemen akan semakin efektif. Manajemen akan semakin berhati-hati dalam memperoleh pinjaman,
sebab
jumlah
utang
yang
semakin
meningkat
akan
menimbulkan financial distress. Terjadinya financial distress akan mengakibatkan nilai perusahaan akan mengalami penurunan sehingga menggurangi kesejahteraan pemilik. Pada kebanyakan investor institusional memiliki saham dengan jumlah besar. Besarnya investasi ini mengandung risiko yang besar pula. Jika tidak diimbangi dengan pemantauan, pengawasan dan akses
23
informasi yang lebih akan berakibat fatal dengan penurunan kesejahteraan pemilik secara drastis. Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan, bahwa kepemilikan institusional merupakan kepemilikan sebuah perusahaan oleh institusi yang diwakili denganmelalui kepemilikan saham oleh institusi tersebut. Diharapkan dengan adanya kepemilikan institusi lain dalam suatu perusahan
dapat
memberikan
kontribusi
berupa
kontrol
dalam
manajemen. Selain itu, pemilik saham institusional memiliki yang lebih lengkap daripada pemilik saham publik individual.
E. Tingkat Kompensasi Direksi dan Komisaris Hasibuan (2009) mendefinisikan kompensasi sebagai semua pendapatan yang terbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung, yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Triton (2010) kompensasi adalah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja. Kompensasi dapat berupa upah per jam, hari atau gaji yang bersifat periodik. Pemberian kompensasi untuk meningkatkan motivasikaryawan dekelompokan dalam beberapa hal. Menurut Triton (2010), jenis-jenis kompensasi dibagi dalam dua kelompok berdasarkan sifat penerimaannya yaitu :
24
1. Kompensasi yang bersifat financial. Kompensasi yang bersifat financial adalah kompensasi yang diterima oleh karyawan dalam bentuk uang atau bernilai uang/ missal, gaji atau upah, bonus, premi, pengobatan, asuransi dan lain-lain sebagai yang dibayarkan oleh organisasi atau perusahaan. 2. Kompensasi yang bersifat non financial. Diberikan oleh organisasi atau perusahaan terutama dengan maksud untuk mempertahankan karyawan dalam jangka panjang. Misal, penyelenggaraan program-program pelayanan bagi karyawan yang berupaya untuk menciptakan kondisi dan lingkungan kerja
yang
menyenangkan
seperti
program
wisata,
penyediaan fasilitas kantin, penyediaan tempat beribadat di tempat kerja, lapangan olahraga dan lain-lain. Pemberian kompensasi perlu mengikuti dasar-dasar dan prinsipprinsip yang harus disertakan dalam pemberian kompensasi tersebut. Kompensasi yang diberikan dengan pertimbangan yang mendasar dan mengikuti prinsip-prinsip pemberian kompensasi diharapkan dapat memberikan pengaruh pada tercapainya pemenuhan secara menyeluruh terhadap kepentingan perusahaan, karyawan, dan pemerintah. Menurut Peterson dan Plowan dalam buku Triton (2010), beberapa hal yang memacu orang untuk mau bekerja adalah :
25
1. The desire to live, artinya bahwa keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama yang ada pada setiap orang. 2. The desire for possession, artinya adalah keinginan untuk memiliki sesuatu. 3. The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan selangkah diatas keinginan untuk memiliki dan mendorong orang untuk mau bekerja. 4. The desire for recognition, yang artinya adalah keinginan akan pengakuan.
F.
Debt to Equity Ratio Rasio utang modal menggambarkan seberapa besar modal
pemilik dapat menutupi utang-utang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari utang. Rasio ini disebut juga rasio leverage. Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan perusahaan. Menurut Agnes Sawir (2009) ada dua jenis rasio leverage yaitu rasio utang terhadap asset dan rasio utang terhadap modal. 1. Rasio Utang terhadap Aktiva atau Debt to Tottal Asset Ratio Rasio ini memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi hasil
presentasenya
cenderung
semakin
besar
keuangannya bago kreditor maupun pemegang saham.
rasio
26
2. Rasio Utang Modal atau Debt to Equity Ratio Rasio ini mengambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya.
Menurut Gibson (2009:260) “Debt equity ratio is another computation thats determines the entity’s long-term debtpaying ability”. Sedangkan menurut Van Home dan Wachoviz (1998:145) “Debt to equity is computed by simply dividing the total debt of the firm (lincluding current liabilities by its shareholders equity”. Debt to equity ratio (DER) merupakan perhitungan sederhana yang membandingkan total utang perusahaan dengan modal pemegang saham. Debt to Equity Ratio mencerminkan besarnya proporsi antara total debt (total utang) dengan total shareholder’s equity (total modal sendiri). Total debt merupakan total liabilities (baik utang jangka pendek maupun jangka panjang): sedangkan total shareholder’s equity merupakan t utang jangka pendek maupun jangka panjang): sedangkan total shareholder’s equity merupakan total modal sendiri (total modal saham yang di setor dan laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan. Menurut Ang, Robert (1997) rasio ini menunjukkan komposisi dari total utang semakin besar di banding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar bebean perusahaan terhadap pihak luar (kreditur).
27
Jadi dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio merupakan perbandingan antara total utang dengan modal yang menunjukkan kemampuan
perusahaan
untuk
memenuhi
kewajibannya
dengan
menggunakan modal yang ada. Debt to Equity Ratio = Total Utang Total Modal G. Faktor Pengendali Penelitian Minnick dan Noga (2010) menggunakan karakteristik perusahaan sebagai faktor kendali. Hal ini untuk memastikan bahwa pengaruh tax avoidance terhadap debt to equity ratio perusahaan dikontrol atas karakteristik spesifik perusahaan. Karakteristik perusahaan tersebut adalah ukuran perusahaan, rasio utang terhadap aktiva dan kinerja. 1. Ukuran perusahaan (Size) Ukuran perusahaan ditandai dengan total aset perusahaan. Lannis dan Richardson (2011) bahwa perusahaan yang mempunyai kebijakan pajak yang agresif membayar pajak yang lebih efisien dan memiliki jumlah aset yang besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar dapat mengoptimalkan segala sumber daya yang ada untuk memaksimalkan efisiensi pajak (Sari,2010: Lannis dan Richardson,2009). Mengikuti Minnick dan Noga (2010) dan Desai dan Dharmapala (2009) penelitian ini menggunakan
28
natural logaritma dan total aser perusahaan dalam Neraca. Perhitungan tersebut dijabarkan sebagai berikut : Sizei,t = Ln(TotalAssetsi,t) 2. Rasio Utang (DTA) Dalam kaitan struktur modal, terdapat beberapa pengujian yang membuktikan bahwa perusahaan dengan tingkat pajak yang tinggi mempunyai utang lebih tinggi daripada perusahaan dengan tingkat pajak yang rendah (Graham, 2009). Mengikuti Graham (2009), penelitian ini pun mengasumsikan
hubungan
positif
antara
utang
dan
pembayaran pajak. Ratio utang diukur dengan cara membagi total liabilitas dengan
total aktiva yang terdapat dalam
Neraca per 31 Desember. Perhitungan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
DTAi,t = TotalLiabilitiesi,t TotalAssetsi,t 3. Kinerja (Performance) Alasan utama perusahaan melakukan tax avoidance adalah untuk meningkatkan kinerja. Pengukuran kinerja perusahaan menggunakan perhitungan ROA (Return On Assets). ROA menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola aset
secara efisien dalam menghasilkan laba
bersih
29
(Dwitridinda,2009).
Perhitungan
ROA
merupakan
perbandingan antara laba bersih yang terdapat dalam Laporan Laba Rugi dengan total aset dalam Neraca per 31 Desember. Sehingga dapat dijabarkan sebagai berikut.
ROAi,t = NetIncomei,t ToatallAsetsi,t Penelitian Minnick dan Noga (2010) serta Amstrong et al. (2012) mengemukakan bahwan perusahaan dengan tingkat ROA yang memiliki tingkat pembayaran pajak yang tinggi pula.
Dengan
demikian,
kinerja
perusahaan
memiliki
hubungan positif dengan membayar pajak.
H. Penelitian Terdahulu Banyak penelitian dilakukan terkait tindakan tax avoidance oleh perusahaan sejak belasan tahun yang lalu. Peneliti ingin mengetahui efektivitas kegiatan tax avoidance oleh perusahaan. Para peneliti menggunakan proksi yang berbeda-beda dalam meneliti kegiatan penghindaran pajak, guna menjawab pertanyaan di atas. Sebagai contoh , Rego (2003) fokus pada karakteristik perusahaan seperti jenis industri, ukuran perusahaan, umur perusahaan dan lain-lain. Bebeerapa studi lain memiliki insentif kompensasi, struktur kepemilikan, dan bentuk organisasi
30
sebagai proksi yang dapat mempengaruhi untuk kegiatan penghindaran pajak (Graham dan Tucker, 2006). Beberapa peneliti yang menguraikan tentang kegiatan penghindaran pajak
diantaranya
adalah
Desai
dan
Dharmapala
(2006)
yang
menyimpulkan bahwa tax avoidance perusahaan berpengaruh negatif terhadap kompensasi eksekutif berbasis opsi dan pengaruh negatif tersebut banyak disebabkan oleh buruknya peraturan dalam perusahaan. Berarti bahwa kepemilikian institusional yang rendah lebih kecil kemungkinan untuk terjadi pengambilalihan. Selain itu, terdapat efek umpan balik positif yang kuat anatar aktivitas penghindaran pajak dengan penggunaan sewa oleh manajer. Selain itu, elastisitas penghasilan kena pajak (laba kena pajak akan berubah sebagai respon perubahan tingkat pajak), ini merupakan fungsi dari lingkungan pemerintahan dan tingkat kepemilikan (Desai et al, 2006). Dengan demikian, dapat diringkas bahwa kedua insentif dalam bentuk kompensasi dan mekanisme pembayaran pajak oleh pemerintahan memainkan peran penting dalam penghindaran pajak perusahaan. Graham dan Tucker (2009), dan Lim (2011) menunjukkan bahwa upaya meminimalkan pajak seperti tax shelters dan tax avoidance adalah pengganti dari penggunaan utang. Perusahaan yang melakukan tax avoidance
akan
mengurangi
penggunaan
utang,
sehingga
akan
meningkatkan financial slack, mengurangi biaya dan risiko kebangkrutan, meningkatkan kualitas kredit, dampaknya akan mengurangi biaya utang.
31
Hal ini mendukung trade-off theory bahwa tax avoidance akan mengurangi cost of debt. Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
1.
Penelitian
Pengaruh Insentif Kompensasi,
Variabel
Metode
Penelitian
Analisis
Hasil Penelitian
Variabel
Analisis
Tax Avoidance
Dependen :
Regresi
Berpengaruh
Linier
Positif &
Berganda
Signifikan,
Struktur Kepemilikan dan
Insentif,
Bentuk Organisasi sebagai Proksi yang
Kompensasi Struktur
dapat Mempengaruhi
Struktur
kegiatan
Kepemilikan
Kepemilikan Berpengaruh
Penghindaran Pajak dan
Positif & Organisasi Signifikan, Organisasi Berpengaruh Positif & tidak Signifikan 2.
Pengaruh
Variabel
Analisis
Tax Avoidance
Avoidance Terhadap
Dependen:
Regresi
Berpengaruh
Kompensasi
Tax
Linier
Positif &
Avoidance,
Berganda
Signifikan, Komp.
Eksekutif
Tax
berbasi
opsi dan pengaruh
Kom.
Eksekutif
peraturan
Eksekutif dan
Berpengaruh
dalam
32
perusahaan
Peraturan
Positif &
perusahaan
Signifikan, Peraturan Perusahaan Berpengaruh Positif & tidak Signifikan
3.
Pengaruh Hubungan
Variabel
Analisis
Kepemilikan
Tax Avoidance, Cost
Dependen
Regresi
institusional tidak
of Debt dan
:Tax
Linier
berpengaruh
Kepemilikan
Avoidance,
Berganda
signifikan
Institusional
Kepemilikan
terhadap pada
Institusional
hubungan tax avoidance dengan cost of debt
4.
Pengaruh Corporate
Variabel
Analisis
Coporate
Govermance
Dependen:
Regresi
Govermance
Linier
Berpengaruh
Berganda
signifikan
terhadap kebijakan Corporate tindakan tax
atas
Govermence, avoidance yang
tindakan Kebijakan
berpihak kepada
penghindaran Perusahaan,
pemegang saham
pajak perusahaan. Tindakan Tax
perusahaan
Dan berrpengaruh Avoidance, signifikan
positif
Pemegang
terhadap kebijakan
saham
tindakan
tax
33
avoidance 5.
Pengaruh Tax
Variabel
Analisis
Tax
Avoidance
Avoidance terhadap
Dependen:
Regresi
berpengaruh
Karakteristik
Tax
Linier
signifikan
perusahaan dan
Avoidanc,
Berganda
terhadap
Kepemilikan insentif
Karakteristik,
karakteristik
Kompensasi
Perusahaan
perusahaan
dan
berpengaruh
Kepemilikan
signifikan
Insentif
terhadap
Kompensasi
kepemilikan insentif kompensasi.
positif
dan
positif
34
Sedangkan Masri dan Martani (2012), pengaruh tax avoidance terhadap cost of debt
adalah signifikan positif. Hasil penelitian ini
menjelaskan bahwa kreditur lebih memandang perilaku tax avoidance sebagai tindakan yang mengandung risiko, sehingga justru meningkatkan cost of debt. Kholbadalov (2012) juga meneliti hubungan tax avoidance, cost of debt dan kepemilikan institusional. Hasil penelitiannya adalah kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap pada hubungan tax avoidance dengan cost of debt. Berarti juga bahwa tingkat kepemilikan institusional tidak berdampak pada hubungan antara tax avoidance dengan cost of debt, terlepas kepemilikan institusional tersebut tingkat tinggi atau rendah. Rego dan Wilson (2009) menemukan hubungan yang positif antara level kompensasi dan tindakan pajak agresif perusahaan yang dikaitkan dengan kinerja perusahaan. Desai dan Dharmapala (2006) meneliti pengaruh Corporate Govermance terhadap kebijakan tindakan tax avoidance yang berpihak kepada pemegang saham perusahaan. Mereka menemukan bahwa paket kompensasi atas manajemen menjadi faktor penentu signifikan atas tindakan penghindaran pajak perusahaan. Namun Minnick dan Noga (2010) menemukan hubungan negatif atantara peningkatan kopmensasi denga pembayaran pajak perusahaan. Armstrong et al. (2012) membuktikan hubungan negatif antara kompensasi yang diterima dengan rendahnya pajak perusahaan.
35
I.
Kerangka Pemikiran Penelitian ini membahas penggunaan utang sebagai salah satu
bentuk tax avoidace (penghindaran pajak) untuk mengurangi beban pajak perusahaan secara spesifik, penelitian ini ingin mengungkapkan sejauh mana pengaruh tax avoidance terhadap debt to equity ratio dengan adanya moderasi kepemilikan institusional dan kompensasi direksi dan komisaris. Gambar 2.1 menjelskan kerangka pemikiran yang menjadi dasar penelitian ini .
Tax Avoidance Kepemilikan Institusional Tingkat Kompensasi Direksi dan Komisaris Ukuran Perusahaan Rasio Utang atas Aset Kinerja Perusahaan
Gambar 2.1Model Konseptual
Debt to Equity Ratio (DER)
36
J.
Hipotesis 1.
Pengaruh tax avoidance terhadap debt to eqquity ratio
DeAngelo dan Masulis (1980) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai utang akan berhubungan negatif dengan non-debt tax sheilds (seperti pemotongan biaya depresiasi atau investasi kredit pajak). Graham dan Tucker (2006), dan Lim (2011) menunjukkan bahwa kegiatan pajak yang disukai seperti tax shelters dan tax avoidance adalah pengganti dari penggunaan utang. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan menggunaan utang lebih kecil ketika mereka terlibat dalam perencanaan pajak. Namun, Masri dan Martani (2012) menyatakan bahwa tindakan tax avoidance justru memiliki pengaruh signifikan positif terhadap beban utang. Hal ini menunjukkan penggunaan utang lebih disukai untuk mengurangi beban pajaknya. Besarnya beban utang yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah utang secara otomatis dapat berpengaruh terhadap rasio utang terhadap modal. Jika jumlah semakin utang besar, maka beban utang dan rasio utang terhadap modal semakin besar pula. Semakin besar tax avoidance akan memperbesar rasio utang terhadap modal, maka hipotesis yang diajukan adalah : Hipotesis 1 : Tax Avoidance berpengaruh terhadap Debt to Equity Ratio
37
2. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Debt to Equity Ratio Kepemilikan institusional secara teoritis mempunyai hubungan dengan leverage. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka pengawasan yang dilakukan pemilik terhadap manajemen akan semakin efektif. Manajemen akan semakin berhati-hati dalam memperoleh pinjaman, sebab jumlah utang yang semakin meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya
financial
perusahaan
menurun,
distress sehingga
akan
mengakibatkan
mengurangi
nilai
kesejahteraan
pemilik. Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti mengambil hipotesis sebagai beriku menguatkan pengaruh tax avoidance t : Hipotesis 2 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap Debt to Equity Ratio 3. Pengaruh Tingkat Kompensasi Direksi dan Komisaris terhadap Debt to Equity Ratio Desai dan Dharmapala (2009) yang menyimpulkan bahwa tax avoidance perusahaan berpengaruh negatif terhadap kompensasi eksekutif berbasis opsi dan pengaruh negatif tersebut banyak disebabkan oleh buruknya peraturan dalam perusahaan. Berarti bahwa kepemilikan institusional yang rendah lebih kecil kemungkinan untuk terjadi pengambilalihan. Selain itu, terdapat
38
efek umpan balikpositif yang kuat antara aktivitas penghindaran pajak dengan penggunaan sewa oleh manajer. Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti mengambil hipotesis sebagai beriku menguatkan pengaruh tax avoidance t : Hipotesis 3 : Tingkat Kompensasi Direksi dan Komisaris berpengaruh terhadap Debt to Equity Ratio 4. Pengaruh Ukuran Perusahaan (Size) terhadap Debt to Equity Ratio . Ukuran perusahaan ditandai dengan total aset perusahaan. Lannis dan Richardson (2011) bahwa perusahaan yang mempunyai kebijakan pajak yang agresif membayar pajak yang lebih efisien dan memiliki jumlah aset yang besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar dapat mengoptimalkan segala sumber daya yang ada untuk memaksimalkan efisiensi pajak (Sari,2010: Lannis dan Richardson,2009). Mengikuti Minnick dan Noga (2010) dan Desai dan Dharmapala (2009) penelitian ini menggunakan natural logaritma dan total aser perusahaan dalam Neraca. Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti mengambil hipotesis sebagai beriku menguatkan pengaruh tax avoidance t : Hipotesis 4 : Ukuran Perusahaan (Size) berpengaruh terhadap Debt to Equity Ratio
39
5. Pengaruh Rasio Utang atas Aset terhadap Debt to Equity Ratio . Dalam kaitan struktur modal, terdapat beberapa pengujian yang membuktikan bahwa perusahaan dengan tingkat pajak yang tinggi mempunyai utang lebih tinggi daripada perusahaan dengan tingkat pajak yang rendah (Graham, 2009). Mengikuti Graham (2009), penelitian ini pun mengasumsikan hubungan positif antara utang dan pembayaran pajak. Ratio utang diukur dengan cara membagi total liabilitas dengan total aktiva yang terdapat dalam Neraca per 31 Desember. Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti mengambil hipotesis sebagai beriku menguatkan pengaruh tax avoidance t : Hipotesis 4 : Rasio Utang atas Aset berpengaruh terhadap Debt to Equity Ratio
6. Pengaruh Kinerja Perusahaan (Perfomance) terhadap Debt to Equity Ratio . Kinerja perusahaan selama ini, pada umumnya, masih diukur melalui bottom-line performance (kinerja laba). Salah satu yang mempengaruhi kinerja laba adalah efisiensi pembayaran pajak perusahaan. Semakin efisien pengelolaan pajak perusahaan maka diharapkan akan semakin tinggi margin laba yang
40
dihasilkan perusahaan. Dengan adanya kompensasi terhadap manajemen diharapkan kinerja perusahaan melalui efisiensi pembayaran pajak akan meningkat. Berdasarkan uraian sebelumnya, hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah : Hipotesis 5 : Kinerja Perusahaan (Perfomance) berpengaruh terhadap Debt to Equity Ratio.