BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1.
Teori Keagenan (Agency Theory) Berdasarkan teori keagenan, (Jensen dan Meckling, 1976) dalam Sekaredi
(2011) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak dimana satu atau lebih pihak (principal) melibatkan pihak lain (agent) untuk melakukan beberapa layanan atas nama principal. Principalyang dimaksud adalah pemegang saham (investor) sedangkan yang dimaksud dengan agen adalah manajemen perusahaan. Dari sudut pandang teori keagenan diatas, hubungan antara masyarakat dengan pemerintah adalah seperti hubungan principal dan agent. Masyarakat adalah principal dan pemerintah adalah agent.Principal memberikan wewenang pengaturan kepada agent, dan memberikan sumberdaya kepada agent (dalam bentuk pajak dan lain-lain). Sedangkan konflik keagenan dalam korporasi biasanya terjadi karena pemilik perusahaan (principal) tidak dapat berperan aktif dalam manajemen perusahaan atau terjadi karena kemungkinan agent tidak selalu berbuat sesuai keinginan principal, yang menimbulkan biaya agensi (agency cost). Good Corporate Governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana
9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
yang telah diinvestasikan. Dengan kata lain Good Corporate Governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost) dengan adanya pengawasan terhadap perilaku oportunis manajer dan dapat mengarah pada peningkatan pengungkapan perusahaan. 2.
Teori Stakeholders Teori ini beranggapan bahwa perusahaan tidak hanya bertanggung
jawabpada pemegang saham, tapi juga kepada stakeholder lainnya (Belakoui 2003). Perusahaan menilai bahwa stakeholder adalah sebagai pihak yang memiliki pengaruh signifikan baik untuk aspek pendanaan, maupun sumber daya. Perusahaan harus dapat mengelola hubungan yang baik dengan stakeholder, salah satunya dengan meningkatkan akuntabilitas dan pertanggungjawaban. Bentuk pertanggungjawaban tersebut dapat berupa pemberian informasi mengenai aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dan dapat mempengaruhi keberadaan mereka (Deegan, 2000 dalam Rafinda dkk 2013). Pengungkapan GCG dianggap sebagai penghubung antara perusahaan dengan stackholders.Pengungkapan informasi oleh perusahaan dijadikan alat manajemen untuk mengelola kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh berbagai kelompok (stackholders). Oleh karena itu, manajemen mengungkapkan informasi GCG dalam rangka mengelola stackholdersagar perusahaan mendapat dukungan dari mereka. Konsep stackholders theory, dapat dikatakan sebagai dasar pemikiran tentang Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang baik). Hal ini sesuai dengan model stackholders yang diperkenalkan oleh Freeman (1983) dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Anyta (2011), yaitu model perencanaan dan kebijakan bisnis, dimana pengungkapan informasi Good Corporate Governanceyang bersifat sukarela dipandang sebagai salah satu cara manajemen untuk meningkatkan kepercayaan stackholdersterhadap perusahaan dan diharapkan dapat memaksimalkan nilai perusahaan.
3.
Enterprise Resource Planning (ERP)
1.1 Pengertian Enterprise Resource Planning (ERP) ERP (Enterprise Resource Planning) adalah sebuah sistem berbasiskan komputer yang didesain untuk memproses transaksi-transaksi perusahaan dan memfasilitasi perencanaan yang terintegerasi dan real time, produksi, dan respon konsumen (O’Leary, 2000). Menurut Hau dan Kuzic (2010) ERP (Enterprise Resource Planning) adalah multi-modul, solusi aplikasi pengemasan bisnis yang memungkinkan organisasi untuk mengintegrasikan proses bisnis dan kinerja perusahaan, pendistribusian data umum,
pengelolaan
sumberdaya serta
menyediakan akses informasi secara aktual. Sistem ERP (Enterprise Resource Planning) ini telah menunjukkan penawaran berupa perbaikan yang signifikan dalam efisiensi, produktivitas, profitabilitas, kualitas layanan, kepuasan pelangganan, keputusan meminimalisir biaya serta pembuat keputusan yang efektif. ERP didefinisikan sebagai sejauh mana perusahaan bisa beradaptasi, mengkonfigurasi dan mengintegrasikan informasi aliran dan bisnis proses yang diperlukan untuk mendukung Departemen dan fungsi yang berbeda dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
organisasi melalui penggunaan komunikasi teknologi yang mengumpulkan dan menghimpun data secara real time (Hong dan Kim, 2002; Loh dan Koh, 2004; Klein, 2007) dalam hwang (2011) Menurut Hau dan Kuzic (2010) keuntungan utama penerapan ERP (Enterprise Resource Planning) adalah sistem ini mengintegrasi divisi fungsional dan arus informasi kedalamsistem tunggal baik divisi pemasaran, keuangan, HRD dan produksi. Sistem ERP (Enterprise Resource Planning)jugamemungkinkan hubungan semua proses bisnis dalam perusahaan mulai dari awal proses perencanaan hingga tahap akhir setelah penjualan layanan kepada pelanggan. Keefektifan menggunakan ERP mengintegrasikan informasi yang digunakan dalam berbagai bidang seperi akutansi, manufaktur, distribusi , dan HRD menjadi sebuah sistem komputasi yang berkualitas. Sehingga dipastikan bahwa data yang sama dapat disimpan dan diunduh oleh karyawan dan manajer dalam setiap tahap proses bisnis yang ada. Selain itu, ERP memfasilitasi proses otomatisasi yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan efisiensi usaha, peningkatan mutu dan pengurangan biaya administrasi. 1.2 Implementasi ERP (Enterprise Resource Planning) Berikut diuraikan implementasi ERP (Enterprise Resource Planning) 1. Proses Persiapan Pelaksana ERP biasanya memerlukan perubahan proses bisnis yang ada (Turban, 2008). Rendahnya pemahaman tentang proses perubahan yang diperlukan sebelum implementasi awal adalah alasan utama kegagalan proyek (Brown and Vessey, 2003). Oleh karena itu penting bahwa organisasi secara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
menyeluruh menganalisis proses bisnis sebelum pelaksanaan. Analisis ini dapat mengidentifikasi peluang untuk modernisasi proses. Hal ini juga memungkinkan penilaian terhadap penyelarasan proses saat ini dengan yang disediakan oleh sistem ERP. Penelitian menunjukkan bahwa resiko ketidaksesuaian proses bisnis yang mengalami penurunan besar : 1. Menghubungkan proses saat ini dengan strategi informasi. 2. Menganalisis tiap proses. 3. Memahami solusi otomatis yang ada.
Implementasi ERP lebih sulit (dan politis) dalam organisasi yang terdesentralisasi, karena mereka sering memiliki proses yang berbeda, aturan bisnis, semantik data, hirarki otorisasi dan pusat-pusat keputusan. Hal ini mungkin mengharuskan migrasi beberapa unit bisnis sebelum orang lain, menunda implementasi untuk bekerja melalui perubahan yang diperlukan untuk setiap unit, dan mengurangi integrasi atau menyesuaikan sistem untuk memenuhi kebutuhan spesifik. Kelemahan potensial mengadopsi standar proses dapat menyebabkan hilangnya keunggulan kompetitif. Sementara hal ini terjadi, kerugian di satu daerah diimbangi oleh keuntungan di daerah lain, meningkatkan keunggulan kompetitif secara keseluruhan. 2. Konfigurasi Konfigurasi sistem ERP sebagian besar adalah masalah menyeimbangkan cara yang diinginkan oleh pelanggan sistem untuk bekerja dengan cara itu dirancang untuk bekerja. Sistem ERP biasanya membangun parameter berubah dengan banyak memodifikasi sistem operasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
“Sebagai contoh, suatu organisasi dapat memilih jenis akuntansi persediaan FIFO (First In First Out) atau LIFO (Last In First Out) untuk mempekerjakan apakah akan mengakui pendapatan unit geografis, lini produk, atau saluran distribusi dan apakah akan membayar biaya pengiriman ketika seorang pelanggan kembali melakukan pembelian (Davenport, 1998).” 3. Kustomisasi Sistem ERP secara teoritis berdasarkan praktek-praktek terbaik industri dan dimaksudkan untuk digunakan sebagaimana adanya.Vendor ERP melakukan pilihan konfigurasi menawarkan pelanggan yang memungkinkan organisasi untuk menggabungkan aturan bisnis mereka sendiri tetapi sering ada kesenjangan fungsi tersisa bahkan setelah konfigurasi selesai.Pelanggan ERP memiliki beberapa pilihan untuk mendamaikan kesenjangan fungsi masing-masing mereka sendiri pro/kontra. Solusi teknis termasuk menulis ulang bagian dari fungsi, menulis modul bolt-on/add-on homegrown dalam sistem ERP, atau antarmuka dengan sistem luar.Ketiga opsi ini terdiri dari berbagai tingkat kustomisasi sistem, yang pertama paling invasive dan mahal untuk mempertahankan (Fryling, 2010). Atau, ada pilihan non teknis seperti perubahan praktek bisnis dan/atau kebijakan organisasi untuk lebih cocok dengan yang disampaikan fungsionalitas ERP. 4.
Ekstensi Sistem ERP dapat diperpanjang dengan perangkat lunak pihak ketiga,
ERP vendor biasanya menyediakan akses ke data dan fungsionalitas melalui interface dipublikasikan. Ekstensi menawarkan fitur seperti :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
1. Pengarsipan, pelaporan, dan publikasi ulang. 2. Menangkap data transaksional. 3. Akses data khusus, seperti data pemasaransindikasi dan analisis tren terkait. 4. Canggih perencanaan dan penjadwalan (APS). 5. Migrasi Data
Migrasi data adalah proses memindahkan/menyalin dan restrukturisasi data dari sistem yang ada ke sistem ERP. Migrasi sangat penting bagi keberhasilan pelaksanaan dan membutuhkan perencanaan yang
signifikan.
Sayangnya, karena migrasi adalah salah satu kegiatan terakhir sebelum tahap produksi, sering mendapat perhatian cukup. Langkah- langkah berikut adalah struktur perancanaan migrasi : 1. Mengidentifikasi data yang akanbermigrasi. 2. Tentukan waktu migrasi. 3. Hasilkan template data. 4. Bekukan toolset. 5. Memutuskan migrasi terkait setup. 6. Tentukan data pengarsipan kebijakan dan prosedur.
4. Good Corporate Governance (GCG) 4.1 Pengertian Good Corporate Governance Good Corporate Governance atau tata kelola perusahaan yang baik akan membantu terciptanya hubungan kondusif dan dapat dipertanggungjawabkan diantara elemen dalam perusahaan (dewankomisaris, dewan direksi, dan para
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
pemegang saham) dalam rangkameningkatkan kinerja perusahaan. Dalam teori keagenan dijelaskan bahwa good corporate governance merupakan suatu tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Adrian Sutedi (2011: 1) menyatakan bahwa Corporate Governanceadalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organperusahaan (pemegang saham/pemilik
modal,
komisaris/dewanpengawas
dan
direksi)
untuk
meningkatkan keberhasilan usaha danakuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang sahamdalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dannilai-nilai etika. Sedangkan menurut Mal An Abdullah (2010: 13) menyatakan bahwa GCG merujuk pada sistem dan metode dalam mengarahkan,menata dan mengendalikan perusahaan yang meliputi ketentuan-ketentuanhukum dan kelaziman-kelaziman yang mempengaruhiinefisiensi akibat moral hazard dan adverse selection. Dalam bukunya, Muh. Arief Effendi (2009: 1) menyatakan bahwa secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (valueadded) bagi para pemangku kepentingan, karena GCG dapat mendorong terbentuknya pola kerja manajemen yang bersih, transparan dan profesional. Definisi Corporate Governance berdasarkan Forum for Corporate Governance in Indonesia (FGCI) dalam Mal An Abdullah (2010: 13) sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan pemegang kepentingan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Dikalangan pebisnis, secara umum GCG diartikan sebagai tata kelola perusahaan atau sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholders. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan dua hal yang ditetapkan,yaitu: 1. Pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya. 2. Kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder.
4.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan.Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). Berikut uraian prinsip prinsip utama dari Good Corporate Governance menurut Komite Naional Kebijakan Governance (KKNG) adalah sebagai berikut: 1. Transparansi (Transparancy) Prinsip DasarUntuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
yang mudah diakses dan dipahamioleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapijuga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Adapun Pedoman Pokok Pelaksanaan dari Transparansi ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,akurat
dan
dapat
diperbandingkan
serta
mudah
diakses
oleh
pemangkukepentingan sesuai dengan haknya. 2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. 3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. 4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
2. Akuntabilitas (Accountability) Prinsip dasar perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Pedoman Pokok Pelaksanaan dari Akuntabilitas adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masingmasing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values) dan strategi perusahaan. 2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG. 3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. 4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system) 5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
3. Responsibilitas ( Responsibility) Prinsip dasar perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman Pokok Pelaksanaan sebagai berikut: 1. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan(by-laws) 2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaandengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4. Independensi (Independency) Prinsip dasar untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secaraindependen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dantidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Pedoman Pokok Pelaksanaan adalah sebagai berikut: 1. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehinggapengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
2. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu denganyang lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Prinsip dasar dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikankepentingan
pemegang
saham
dan
pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Pedoman Pokok Pelaksanaan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsiptransparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing. 2. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan. 3. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
5. Green Intellectual Capital (GIC) 5.1 Pengertian Intellectual Capital Intellectual Capital adalah total saham dari semua aset tidak berwujud, pengetahuan dan kemampuan perusahaan yang dapat menciptakan nilai atau kompetitif keuntungan, untuk mencapai tujuannya sangat baik (Masoulas, 1998) dalam Chen (2008). Selain itu, modal intelektual di definisikan sebagai total saham semua aset tidak berwujud dan kemampuan perusahaan yang dapat menciptakan nilai atau keunggulan kompetitif (Edvinsson dan Malone, 1997; Stewart, 1994). Stewart (1994) dalam chen (2008) mendefinisikan intellectual modal sebagai saham total dari pengetahuan, informasi, teknologi, pengetahuan yang dimiliki, pengalaman, organisasi belajar dan kompetensi, sistem komunikasi dalam tim, hubungan dengan pelanggan, dan merek yang mampu menciptakan nilai. Intellectual capital adalah sebagai akumulasi aset tidak berwujud, pengetahuan, kapabilitas, hubugan, dll di tingkat karyawan sebagai tingkat organisasi dalam perusahaan, yang pada umumnya dibagi menjadi tiga jenis yaitu human capital, struktural capital, dan custormer capital (Bontis, 1999; Johnson, 1999) dalam chen (2008).
2.2 Pengertian Green Intellectual Capital (GIC) Merujuk kepada penelitian sebelumnya tentang modal intelektual, penelitian ini merujuk pada membangun green intellectual capital (GIC) yang sesuai dengan perkembangannya yang ketat terhadap peraturan lingkungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
internasional dan kesadaran lingkungan konsumen di dunia, sebagai total saham dari semua jenis dari aset tidak berwujud, pengetahuan, kemampuan dan hubungan tentang perlindungan atau inovasi terhadap lingkungan dalam tingkat individu dan tingkat organisasi di dalam perusahaan (Dzinkowski , 2000; Edvinsson dan Malone, 1997; Roos dan Roos, 1997; Stewart, 1994) dalam chen (2008). 2.3 Komponen Green Intellectual Capital(GIC) Menurut
penelitian
tentang
pengklasifikasian
Intellectual
capital,
klasifikasi green intellectual capital ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu green human capital, green structural capital, dan green relationship capital (Bontis, 1999; Johnson, 1999) dalam chen (2008). Deskripsi dari tiga elemen tersebut yaitu: 1.
Green Human Capital Penelitian sebelumnya berpendapat bahwa sumber daya manusia adalah
yang hal yang tertanam dalam karyawan bukan yang tertanam dalam organisasi, dan dapat dikembangkan melalui pelatihan dan pendidikan (Miller dan Wurzburg, 1995) dalam chen(2008). Di sisi lain, manusia memiliki dua faktor penentu yaitu kemampuan dalam bekerja dan komitmen mereka (Elias dan Scarbrough, 2004; Ulrich, 1998) dalam chan(2008). Penelitian ini di definisikan dari sumber daya manusia dari Stewart (1994), Edvinsson dan Malone (1997), Roos dan Roos (1997), Johnson (1999) dan Dzinkowski (2000) dalam chen (2008), dan Green Human Capital di definisikan sebagai penjumlahan atas pengetahuan karyawan, keterampilan
karyawan,
kemampuan,
pengalaman,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sikap,
kebijaksanaan,
24
kreativitas, dan komitmen, dll tentang perlindungan lingkungan atau inovasi hijau dan yang tertanam dalam karyawan itu sendiri bukan tertanam di dalam organisasi. Pengukuran Green Human Capital yang digunakan adalah menggunakan penelitian Chen (2008) yang terdiri dari 5 item berikut yaitu: 1. Apakah karyawan terlibat dan berkontribusi langsung terhadap perlindungan di lingkungan mereka bekerja. 2.
Apakah karyawan memiliki kompetensi cukup dalam perlindungan lingkungan.
3.
Apakah karyawan dapat memberikan pelayanan atau berkontribusi dalam menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi terkait dan ramah lingkungan
4.
Apakah tingkat kerja sama dalam tim kerja mendorong organisasi mendukung adanya perlindungan lingkungan ditunjukan pada level tinggi dalam organisasi tempat mereka bekerja;
5.
Apakah para pimpinan sangat mendukung karyawannya dalam melakukan pekerjaannya dan melibatkan perlindungan di lingkungannya.
2. Green Structural Capital Tidak seperti human capital dimana modal seluruhnya dimiliki oleh organisasi dan tidak dibawa pergi oleh karyawan (Bontis, 1999; Johnson, 1999) dalam chen (2008). Hal yang dibutuhkan untuk menghasilkan kompetensi dengan bantuan teknologi, proses, manual, bekerja bersih, dan untuk memastikan bahwa kompetensi akan tetap berjalan di dalam perusahaan ketika karyawan berhenti
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
atau pensiun (Stewart, 1994). Pengertian daris tructural capitalmenurut Stewart (1994), Edvinsson dan Malone (1997), Johnson (1999), dan Dzinkowski (2000) dalam Chen (2008) Green structural capital didefinisikan sebagai kemampuan saham organisasi, komitmen organisasi, pengelolaan pengetahuan sistem manajemen,
sistem
penghargaan,
sistem
teknologi
informasi,
database,
mekanisme manajerial, proses operasi, filsafat manajerial, gambar perusahaan, paten, Salin hak, dan merek dagang ,dll tentang perlindungan lingkungan atau inovasi dalam perusahaan. Pengukuran Green Structural Capital dalam Chen (2008) terdiri dari tujuh item berikut ini: 1. Apakah organisasi memiliki sistem manajemen yang memadai dalam perlindungan lingkungan 2. Apakah komite/tim/bagian di dalam organisasi memajukan hal-hal terkait dalam perlindungan lingkungan 3. Apakah organisasi membuat aturan mengenai perlindungan lingkungan 4. Apakah organisasi membuat investasi yang cukup untuk fasilitas dalam perlindungan lingkungan 5. Apakah organisasi memiliki rasio yang tinggi untuk karyawan memahami pengelolaan lingkungan terhadap total karyawan 6. Apakah proses operasi keseluruhan terhadap perlindungan perlindungan lingkungan dalam organisasi berjalan lancar 7. Apakah sistem pengelolaan pengetahuan dalam perusahaan berjalan baik untuk akumulasi dan pembagian pengetahuan tentang manajemen lingkungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
3) Green Relational Capital Relational Capital adalah hubungan saham yang berlandaskan dengan saling bekerjasama atau berkomunikasi dengan perusahaan lain, lembaga, Pusat Penelitian dan pelanggan, yang diukur melalui intensitas kerjasama antara masyarakat setempat (Capello, 2002) dalam Chen (2008). Di sisi lain, Relational Capital didefinisikan sebagai mencari rating kuat dalam hal tingkat pemahaman, kepercayaan, hubungan, dan kolaborasi antara mitra kerja, pemasok, serta penyalur (Capello dan Faggian, 2005) dalam Chen (2008).
Penelitian ini di
definisikan dari relasional modal dari Johnson (1999), Bontis (1999), Capello (2002), dan Capello Faggian (2005) dalam Chen (2008) dan Green Relational Capital didefinisikan sebagai saham interaktif perusahaan terhadap hubungan dengan pelanggan, pemasok, anggota jaringan, dan mitra tentang perusahaan pengelolaan lingkungan dan inovasi hijau, yang memungkinkan untuk menciptakan keuntungan dan memperoleh keunggulan kompetitif. Pengukuran Green Relational Capital dalam Chen (2008) terdiri dari lima item berikut: 1. Apakah perusahaan merancang produk dan jasa untuk memenuhi keinginan konsumennya yang peduli terhadap lingkungan 2. Apakah konsumen puas terhadap lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan 3. Apakah hubungan kerjasama terhadap perlindungan lingkungan dari perusahaan dengan supplier stabil 4. Apakah hubungan kerjasama terhadap perlindungan lingkungan dari perusahaan klien atau konsumen utama stabil
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
5. Apakah perusahaan memiliki hubungan kerjasama yang baik dan stabil terhadap aktivitas perlindungan lingkungan dengan partner strategisnya 6. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan implementasi ERP, Good Corporate Governance dan Intellectual Capital telah banyak dilakukan oleh banyak peneliti diluar negeri maupun di Indonesia. Hasil-hasil penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian ini. Chen (2008) menguji pengaruh dari Green Intellectual Capital terhadap keuntungan persaingan di perusahaan elektronik di Taiwan. Variable yang diuji Green Human Capital, Green Structural Capital, Green Relational Capital dan keuntungan persaingan di perusahaan. Objek penelitian yang digunakan adalah informasi perusahaan elektronik di Taiwan tahun 2008 dengan sampel yang diteliti secara acak dengan jumlah responden sebanyak 126 responden yaitu Manajer Manufaktur, Manajer Pemasaran, Manajer HRD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Green Human Capital, Green Structural Capital, Green Relational Capital berpengaruh positive terhadap keuntungan persaingan di perusahaan. Penelitian tentang ERP dilakukan oleh Hwang (2011) dengan tujuan untuk menilai dampak ERP terhadap Pemasok Kinerja dengan sampel yang diteliti secara acak dengan jumlah responden sebanyak 120 responden dari perusahaan manufaktur di Korea
yang terdaftar di KOSPI dan pasar saham KOSDAK.
Variable yang di uji adalah faktor lingkungan eksternal perusahaan, Faktor lingkungan internal Perusahaan, ERP, kemampuan mitra kerja dalam berinovasi,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
dan kemampuan mitra kerja dalam memasok. Hasil penelitian menyebutkan bahwa ERP berpengaruh terhadap Pemasok Kinerja
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya No
Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1
Chan (2008)
The Positive Effect of Green Intellectual Capital on Competitive Advantages of Firms
2
Fachriza Amri Endang Siti Astuti Riyadi
Analisis Implementasi Sistem Implementasi ERP Sistem ERP (Studi Pada PT. Jepe Press Media Utama Surabaya)
ERP berpengaruh terhadap Pemasok Kinerja
3
Hwang (2011)
Dampak ERP terhadap Pemasok Kinerja
Implementasi ERP berpengaruh Positive terhadap Pemasok Kinerja
4
Reny Dyah Retno M. Denies Priantinah M.Si., Ak.
Pengaruh Good Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Green Intellectual Capital dan Competitive Advantages of Firms
Faktor Lingkungan Eksternal Perusahaan, Faktor Lingkungan Internal Perusahaan, ERP, Kemampuan Mitra Kerja dalam Berinovasi, dan Kemampuan Mitra Kerja Dalam Memasok. Good Corporate Governance, Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Nilai Perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Green Human Capital, Green Structural Capital, Green Relational Capital berpengaruh positive terhadap keuntungan persaingan di perusahaan
Good Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Berpengaruh Positive
29
5
Zeplin Jiwa Husada Tarigan
Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2007-2010) Pengaruh Implementasi ERP Terhadap Product Differentiation dan Cost Leadership Dalam Meningkatkan Kinerja (Studi Kasus Manufaktur Jawa Timur)
Terhadap Nilai Perusahaan
Implementasi ERP, Differentiation Strategy, Low Cost Leadership, Kinerja Perusahaan
Secara keseluruhan sistem ERP (Enterprise Resource Planning) sudah dapat mengintegrasikan dan memudahkan proses bisnis yang berjalan (Studi Pada PT. Jepe Press Media Utama Surabaya)
Sumber : Jurnal B. Kerangka Pemikiran Perkembangan berbagai perusahaan yang dikendalikan oleh informasi dan pengetahuan, membawa sebuah peningkatan perhatian pada modal intelektual atau intellectual capital (IC). Penelitian ini menguji apakah faktor-faktor seperti Implementasi
ERP,
Corporate
Governance
dapat
mempengaruhi
Green
Intellectual Capital suatu perusahaan dimana intellectual capital terbagi menjadi tiga bagian yaitu Green Human Capital, Green Struktur Capital, dan Green Relationship Capital. Berdasarkan pengembangan penelitian maka didapat kerangka model hubungan antar variabel penelitian yang akan diuji seperti dalam gambar b.1 di bawah ini yang menunjukkan Implementasi ERP, Good Corporate Governance sebagai variabel independen dan Green Intellectual Capital sebagai variabel dependen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Implementasi ERP,GCG terhadap GIC
ERP Implementation
H1
(X1) Green Intellectual Capital (Y)
Prinsip-Prinsip GCG(X2)
H2
C. Hipotesis 1.
Implementasi ERP dan Green Intellectual Capital (GIC) ERP (Enterprise Resource Planning) adalah sebuah sistem berbasiskan
komputer yang didesain untuk memproses transaksi-transaksi perusahaan dan memfasilitasi perencanaan yang terintegerasi dan real time, produksi, dan respon konsumen (O’Leary, 2000). Perkembangan berbagai perusahaan yang dikendalikan oleh informasi dan pengetahuan, membawa sebuah peningkatan perhatian pada modal intelektual atau intellectual capital (IC). Berdasarkan argumen tersebut, hipotesis yang dikembangkan oleh penulis adalah: Ha1 : Implementasi ERP Berpengaruh Positif Terhadap Green Intellectual Capital
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
2.
Penerapan dan Good Corporate Governance (GCG) dan Green Intellectual Capital (GIC) Persaingan yang ketat menuntut perusahaan untuk selalumelakukan
perubahan/inovasi. Perubahan /inovasi tersebut menuntut pula perubahan startegi, misalnya dengan cara mengubah bisnis yang berbasis tenaga kerja menjadi bisnis yang berdasarkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan tata kelola perusahaan atau Good Corporate Governance (GCG) terlebih khusus dengan prinsip– prinsipnya yaitu Transparancy, Accountability, Responsibility, Independency dan fairness (TARIF) menjadi suatu issue yang mengemukan untuk diperbincangkan, dan merupakan sebagai alat atau pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik. Kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri. Modal intelektual (intellectual capital) telah mendapat perhatian lebih oleh para akademisi, perusahaan maupun para investor. Modal intelektual dapat dipandang sebagai pengetahuan. Kekayaan intelektual dan pengalaman dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan perusahaan. Berdasarkan argumen tersebut, hipotesis yang dikembangkan oleh penulis adalah: Ha2 : Implementasi Good Corporate Governance Berpengaruh Positif Terhadap Green Intellectual Capital
http://digilib.mercubuana.ac.id/