BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1
Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen dengan prinsipal.
Dalam teori ini dijelaskan adanya suatu kontrak dimana si agen menutup kontrak untuk melakukan tugas-tugas tertentu bagi si principal, prinsipal menutup kontrak untuk memberi imbalan kepada agen (Estrini, 2013). Dianalogikan antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan itu. Salah satu elemen dari teori agensi yaitu terdapatnya asimetri informasi dimana agen lebih mengetahui tentang informasi lingkungan internal perusahaan secara detail dibandingkan dengan prinsipal atau stakeholder yang hanya mengetahui informasi eksternal perusahaan yaitu mengenai hasil kinerja dari seorang manajemen. Penyampaian laporan keuangan auditan secara tepat waktu nantinya yang dapat meminimalisir terjadinya asimetri informasi antara pihak manajemen dan stakeholder karena si agen dapat menginformasikan keadaan perusahaan secara transparan kepada principal.
2.1.2
Sistem Informasi Audit
Sistem informasi audit merupakan bagian dari proses audit secara keseluruhan, yang merupakan salah satu fasilitator untuk tata kelola perusahaan yang baik. Ron Weber dalam Sanantha (2002) telah mendifinisikan PDE auditing sebagai proses pengumpulan dan penilaian bukti untuk menentukan apakah sistem komputer atau
1
sistem informasi aset perlindungan, memelihara integritas data, mencapai tujuan organisasi secara efektif dan mengkonsumsi sumber daya secara efisien. Unsurunsur utama sistem informasi audit dapat secara luas diklasifikasikan: (1) Review fisik dan lingkungan; (2) Review sistem administrasi; (3) Review perangkat lunak; (4) Review jaringan keamanan; (5) Review hardware; (6) Review data integritas. Audit merupakan proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi secara objektif, bukti yang berkaitan dengan penilaian mengenai berbagai kegiatan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara penilaian tersebut dan membentuk ktiteria serta menyampaikan hasilnya ke para pengguna yang berkepentingan (Manik, 2012). Menurut Singleton (2013), alat pengelohan komputerisasi dapat menggunakan teknik dan alat audit berbantuan komputer Computer Aided Audit Tolls and Techniques (CAATs), alat ini disebut Electronic data Processing Auditing (Audit EDP). Menurut
Budilaksono
(2011),
audit
EDP
adalah
suatu
proses
mengumpulkan data dan menilai bukti untuk menentukan apakah sistem komputer mampu mengamankan aset, memelihara kebenaran data, mampu mencapai tujuan organisasi perusahaan secara efektif dan menggunakan aset perusahaan secara hemat. Penerapan teknologi informasi untuk mendukung operasional sebuah organisasi atau organisasi, memberi dampak yang sangat besar terhadap kinerja organisasi, semakin besar pula kerugian yang akan dihadapi organisasi tersebut, bila terjadi kegagalan sistem informasinya. Pemanfaatan teknologi menunjukkan keputusan individu untuk menggunakan atau tidak menggunakan teknologi dalam menyelesaikan tugasnnya. Technology acceptance model adalah salah satu model
2
perilaku pemanfaatan teknologi informasi dalam literature sistem informasi manajemen, Chenhall (2004). Teknik dan metode yang diguakan melaksanakan audit EDP (James Hall, 2007), ada tiga yakni: auditing sekitar komputer (audit around the computer) dapat dilakukan jika dokumen sumber tersedia dalam bahasa non-mesin memungkinkan auditor menelusuri suatu transaksi dari dokumen sumber ke output. Audit melalui komputer (audit trough the computer), auditor menguji dan menilai efektivitas prosedur pengendalian operasi dan program komputer serta ketepatan proses di dalam komputer. Keunggulan teknik ini adalah bahwa auditor memiliki kemampuan yang besar dan efektif dalam melakukan pengujian terhadap sistem komputer. Audit dilakukan dengan komputer (audit with the computer) menggunakann software untuk mengotomasikan prosedur pelaksanaan audit.
2.1.3
Konsep dasar Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) Penggunaan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) dalam
pemeriksaan diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)-PSA No. 59 (SA Seksi 327) tentang Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK). Dalam standar ini dijelaskan mengenai tipe dan manfaat TABK, pertimbangan dalam menggunakan TABK, langkah-langkah dalam menggunakan TABK, dokumentasi hasil pemeriksaan dengan TABK, dan penggunaan TABK dalam lingkungan komputer bisnis kecil.
3
PSA No.59 (SA Seksi 327) mengidentifikasi faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh pemeriksa sebelum menggunakan TABK, yaitu: 1) Pengetahuan, keahlian, dan pengalaman komputer yang dimiliki oleh pemriksa
Pemeriksa
harus
memiliki
pengetahuan
memadai
untuk
merencanakan, melaksanakan, dan menggunakan hasil penggunaan TABK. Tingkat pengetahuan yang harus dimiliki oleh pemeriksa tergantung atas kompleksitas dan sifat TABK dan sistem akuntansi entitas. 2) Tersedianya TABK dan fasilitas komputer yang sesuai Pemeriksa harus mempertimbangkann tersedianya TABK, kesesuaian fasilitas komputer, dan sistem akuntansi serta file berbasis komputer yang diperlukan. Pemeriksa dapat merencanakan untuk menggunakan fasilitas komputer yang lain bila penggunaan TABK atas komputer entitas dianggap tidak ekonomis atau tidak praktis untuk dilakukan. 3) Ketidakpastian pengujian manual Banyak sistem akuntansi terkomputerisasi dalam melaksanakan tugas tertentu tidak menghasilkan bukti yang dapat dilihat. Dalam keadaan ini, tidaklah praktis bagi pemeriksa untuk melakukan pengujian secara manual. Tidak adanya bukti yang dapat dilihat dapat terjadi berbagai tahap proses akuntansi. 4) Efektifitas dan efisiensi Efektifitas dan efisiensi prosedur pemeriksaan dapat ditingkatkan melalui penggunaan TABK dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti pemeriksaan
4
(1) Beberapa transaksi dapat diuji secara lebih efektif pada tingkat biaya yang sama dengan menggunakan komputer untuk memeriksa semua atau lebih banyak transaksi bila dibandingkan dengan jika dilaksanakan manual. (2) Dalam penerapan prosedur analitik, transaksi atau saldo akun dapat direview dan dicetak laporannya untuk pos-pos yang tidak biasa dengan cara yang lebih efisien dengan menggunakan komputer bila dibandingkan dengan cara manual. (3) Penggunaan TABK dapat membuat prosedur pengujian substantive tambahan lebih efisien daripada jika pemeriksa meletakkan kepercayaan atas pengendalian dan pengujian pengendalian yang bersangkutan. 5) Saat pelaksanaan File komputer tertentu, seperti file transaksi rinci, seringkali disimpan hanya untuk jangka waktu pendek, dan mungkin tidak disediakan dalam bentuk yang dapat dibaca oleh mesin pada saat diperlukan oleh pemeriksa. Jadi, pemeriksa akan memerlukan pengaturan untuk mempertahankan data yag dibutuhkannya atau ia dapat mengubah saat pekerjaannya memerlukan data tersebut.
2.1.4
Kegunaan TABK Dalam pemeriksaan, TABK dapat digunakan untuk melakukan prosedur
berikut: (PSA No. 59): 1) Pengujian rincian transaksi dan saldo
5
2) Seperti penggunaan perangkat lunak pemeriksaan untuk menguji semua (suatu sampel) transaksi dalam file komputer. 3) Prosedur
analytical
review,
misalkan
penggunaan
perangkat
lunak
pemeriksaan untuk mengidentifikasi unsur atau fluktuasi yang tidak biasa. 4) Pengujian pengendalian (test of control) atas pengendalian umum sistem informasi komputer, misalkan penggunaan data uji untuk menguji prosedut akses ke perpustakaan program (program libraries. 5) Pengujian pengendalian atas pengendalian aplikasi sistem informasi komputer, misalkan penggunaan data uji untuk menguji berfungsinya prosedur yang telah diprogramkan. 6) Mengakses file, yaitu kemampuan untuk membaca file yang berbeda recordnya dan berbeda formatnya. 7) Mengelompokkan data berdasarkan kriteria tertentu. 8) Mengorganisasikan file, seperti menyortasi dan menggabungkan. 9) Membuat laporan, mengedit, dan memformat keluaran. 10) Membuat persamaan dengan operasi rasional (AND; OR; =; <>; <; >; IF)
2.1.5
Perangkat TABK Untuk dapat meggunakan TABK dalam pemeriksaan, pemeriksa
memerlukan sejumlah perangkat yang berupa perangkat keras (hardware) dan perangakt lunak (software). Perangkat keras yang dibutuhkan untuk menggunakan TABK antara lain: 1) Komputer, dapat berupa laptop/notebook atau komputer desktop.
6
2) Media penyimpanan data eksternal, seperti floppy disk, compact disk (CD), flash disk, dan external hard disk. 3) Sedang perangkat lunak yang diperlukan untuk TABK di antaranya adalah perangkat lunak pemeriksaan (generalized audit software), perangkat lunak pengeolah angkat (spreadsheet software), dan perangkat lunak pengolah data (database software).
2.1.6
Kompetensi Auditor Kompetensi dapat diartikan keahlian profesional yang dimiliki auditor
sebagai hasil pendidikan formal, ujian profesional maupun dari pelatihan, seminar, simposium dan lain sebaginya (Suraida,2005). Pedoman pelaksanaan audit adalah standar auditing yaitu Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di indonesia. Agar pelaksanaan audit berjalan dengan benar, auditor harus menguasai dan melaksanakan standar auditing tersebut, sedangkan pada saat melakukan audit, auditor harus bisa menilai laporan klien sesuai atau tidak dengan Standar Akuntansi Keuangan, apabila kedua hal tersebut telah diterapkan maka dalam memberikan pendapat atau pernyataan kredibilitas auditor tersebut telah terjaga (Bangun,2011). Heri (2011) menjelaskan bahwa untuk membuat perencanaan audit secara memadai auditor harus memiliki pengetahuan tentang bisnis kliennya agar dapat memahami kejadian, transaksi, dan praktik yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan keuangan klien. Dalam penugasannya audit ulangan, auditor bisa
7
memperoleh pengetahuan mengenai klien dengan cara me-review kertas kerja tahun yang lalu. Pengetahuan mengenai industri klien dapat diperoleh dengan berbagai cara, termasuk diantaranya adalah diskusi dengan auditor yang mengaudit pada tahuntahun sebelumnya atau dapat disebut juga auditor yang telah berpengalaman dan dengan auditor yang sedang melakukan penugasan serupa serta pertemuanpertemuan dengan pegawai klien (Rosnidah,2010). Menurut Meidawati (2001) dalam Bangun (2011) pengalaman merupakan atribut yang penting dimiliki oleh auditor, hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak daripada auditor yang berpengalaman. Auditor yang berpengalaman memiliki kemampuan yang baik dalam menganalisi perkerjaannya secara kompleks. pengalaman dianggap keahlian yang berhubungan dengan profesionalisme dalam akuntansi yang harus dimiliki dalam auditing.( Arum,2008) Pengetahuan mengenai bisnis entitas klien biasanya diperoleh auditor melalui pengalamannya dengan entitas atau industrinya serta permintaan keterangan kepada personal perusahaan dan kertas kerja dari tahun sebelumnya juga dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai sifat bisnis, struktus organisasi, dan karektiristik operasi, serta transaksi yang memerlukan pertimbangan khusus (Heri,2011). Menurut Bangun (2011) kesalahan dapat dideteksi jika auditor memiliki keahlian dan kecermatan temuan kesalahan pada laporan keuangan klien merupakan salah satu hal yang menunjukan keahlian yang dimiliki oleh tim
8
audit,klien akan menilai tim audit tersebut berkualitas dan menimbulkan kepuasan klien berdasarkan dari pengamatan klien yang menilai bahwa auditor tersebut telah bersikap hati-hati. Kompetensi auditor dapat juga diukur melalui banyaknya ijasah/sertifikat yang dimiliki serta banyaknya pelatihan-pelatihan atau seminar yang auditor ikut sertai dan diharapkan berguna agar auditor bersangkutan akan semakin cakap dalam melaksanakan tugasnya (Suraida,2005). Bangun (2011) menyatakan adanya pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit hal ini berarti kualitas audit yang baik dapat dicapai oleh auditor yang memiliki kompetensi baik. Kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan, dan auditor merupakan ujung tombak pelaksana tugas audit memang harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan dapat maksimal di praktiknya.
2.1.7 Kecerdasan Spiritual Kecerdasan
spiritual
adalah
kecerdasan
untuk
menghadapi
dan
memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain. Menurut King (2008) kecerdasan spiritual adalah sekumpulan kapasitas mental adiptif yang didasarkan pada aspek-aspek non material dan transenden dari realitas, secara khusus yang berhubungan dengan critical existensial thinking, personal meaning production, transcendental awareness, conscious state expansion.
9
(Eckersley 2000) memberikan pengertian yang lain mengenai kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual didefinisikan sebagai perasaan intuisi yang dalam terhadap keterhubungan dengan dunia luas didalam hidup manusia. Konsep mengenai kecerdasan spiritual dalam hubungannya dengan dunia kerja, menurut Ashmos dan Duchon (2000) memiliki tiga komponen yaitu kecerdasaan spiritual sebagai nilai kehidupan dari dalam diri, sebagai kerja yang memiliki arti dalam komunitas. Istilah kecerdasan spiritual mulai muncul karena banyak orang yang memperdebatkan tentang IQ dan EQ yang dipandang hanya menyumbang sebagian dari penentu kesuksesan seseorang dalam kehidupan. Faktor lain yang juga ikut berperan adalah kecerdasan spiritual yang lebih menekankan pada makna hidup dan bukan hanya terbatas pada penekanan agama saja (Hoffman, 2002 dalam Fabiola, 2005). Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain. (Zohar & Marshall, 2002). Wujud dari kecerdaan spiritual ini adalah sikap moral yang dipandang luhur oleh pelaku (Ummah dkk, 2003).
2.1.7 Kualitas Audit Kualitas audit dapat diartikan sebagai bagus tidaknya suatu pemeriksaan yang telah dilakukan oleh auditor. Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit yang dilaksanakan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi ketentuan atau standar pengauditan. Standar pengauditan mencakup
10
mutu professional, auditor independen, pertimbangan (judgment) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. De Angelo (1981), mendefinisikan audit quality sebagai penilaian oleh pasar dimana terdapat kemungkinan auditor akan memberikan penemuan mengenai suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi klien dan adanya pelanggaran dalam pencatatannya. Kemungkinan bahwa auditor akan melaporkan adanya laporan yang salah saji telah dideteksi dan didefinisikan sebagai independensi auditor. Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan yang tinggi, karena auditor mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan suatu perusahaan termasuk masayarakat. Tidak hanya bergantung pada klien saja, auditor merupakan pihak yang mempunyai kualifikasi untuk memeriksa dan menguji apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Sugiyono (2014:84) menyatakan hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana dalam merumuskan hipotesis penelitian salah satunya berdasarkan ulasan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan penelitian lewat berfikir induktif agar dapat memperkuat hipotesis penelitian. Ulasan mengenai hasil penelitian sebelumnya disajikan dalam tabel 2.1 sebagai berikut:
11
Tabel 2.1 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya No
Variabel Peneliti (tahun)
Hasil (Tahun Penelitian)
1.
2.
3.
4.
5.
Indah (2010)
Kompetensi Auditor, Kompetensi dan Independensi, dan Kualitas Independensi berpengaruh Audit positif terhadap kualitas audit.
Kompetensi, Independensi, Motivasi, dan Kualitas Audit
Kompetensi dan motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan variabel independensi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit.
Mitha (2013)
Independensi, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual dan Opini Auditor
Independensi, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertimbangan pemberian opini auditor.
Choiriah (2013)
Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual, Etika Profesi, dan Kinerja auditor
Kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, etika profesi berpengaruh positif terhadap kualitas audit
Harum (2014)
Teknik Audit Berbantuan Komputer, Kualitas audit
TABK berpengaruh positif dan signifikan secara statistik pada kualitas audit.
Efendy (2010)
12
2.3
Hipotesis Penelitian
2.3.1
Pengaruh TABK Pada Kualitas Audit Perkembangan Teknologi Informasi (TI) mempengaruhi perkembangan
proses audit (Mulyadi, 2007). Salah satu hasil dari perkembangan Teknologi Informasi (TI) adalah penggunaan TABK pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bali sebagai bagian dari audit berkala dapat mendeteksi kesalahan, penipuan, dan ketidakefektifan kontrol. Aplikasi TABK ini merupakan peluang berarti bagi auditor internal untuk menguji efektivitas transaksi entitas dan mengontrolnya secara periodik, perjalanan menuju audit kontinu yang tepat dimulai dengan pengevaluasian yang lebih sering (Joe, dkk: 2009). TABK tidak hanya memudahkan dalam hal analisa tetapi juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu, biaya dan juga sumber daya manusia. Selain itu, TABK juga membuat auditor untuk dapat mengakses berbagai jenis file/data elektronik dan melakukan berbagai operasi untuk mengujinya secara komprehensif sehingga dapat mendeteksi fraud atau kecurangan. Hal ini tentunya berpengaruh pada kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor dalam memberikan opininya atas laporan keuangan. Harum (2014) meneliti tentang teknik audit berbantuan komputer sebagai prediktor kualitas audit. Hasil dari penelitian ini adalah teknik audit berbantuan komputer berpengaruh positif dan signifikan secara statistik pada kualitas audit. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H1: TABK berpengaruh positif pada kualitas audit
13
2.3.2
Pengaruh Kompetensi Auditor Pada Kualitas Audit Salah satu model kualitas audit yang dikembangkan adalah model De
Angelo (1981). Dimana fokusnya ada pada dua dimensi kualitas audit yaitu kompetensi dan independensi. Selanjutnya, kompetensi diproksikan dengan pengalaman dan pengetahuan. Kusharyanti (2003) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Auditor yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pandangan yang lebih luas mengenai berbagai hal. Auditor akan semakin mempunyai banyak pengetahuan mengenai bidang yang digelutinya, sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Selain itu dengan ilmu pengetahuan yang cukup luas, auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks. Analisis audit yang kompleks membutuhkan spektrum yang luas mengenai keahlian, pengetahuan dan pengalaman (Meinhard et al, 1987) dalam Harhinto (2004). Senada dengan penelitian Indah (2010) yang mendapatkan hasil kompetensi dan independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Penelitian Efendy (2010) yang meneliti pengaruh kompetensi, independensi, dan motivasi terhadap kualitas audit juga mendapatkan hasil yang sama yaitu kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H2: Kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit
14
2.3.3
Pengaruh Kecerdasan Spiritual Pada Kualitas Audit Kecerdasan spiritual merupakan perasaan terhubungkan dengan diri sendiri,
orang lain dan alam semesta secara utuh. Pada saat orang bekerja, maka ia dituntut untuk mengarahkan intelektualnya, tetapai banyak hal yang membuat seseorang senang dengan pekerjaannya. Seorang auditor dapat menunjukkan kinerja yang optimal apabila ia sendiri mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan seluruh potensi dirinya sebagai manusia. Hal tersebut akan dapat muncul apabila seseorang dapat memaknai setiap pekerjaannya dan dapat menyelaraskan antara emosi, perasaan dan otak. Kecerdasan spiritual mengajarkan orang untuk mengekspresikan dan memberi makna pada setiap tindakannya, sehingga bila ingin menampilkan kinerja yang baik, maka dibutuhkan kecerdasan spiritual, (Munir 2003, dalam Fabiola, 2005). Kecerdasan spritual yang dimiliki setiap orang tidaklah sama. Hal tersebut tergantung dari masing-masing pribadi orang tersebut dalam memberikan makna pada hidupnya. Kecerdasan spritual lebih bersifat luas dan tidak terbatas pada agama saja. Perbedaan yang dimiliki masing-masing individu akan membuat kinerja yang mereka capai pun berbeda pula (Idrus, 2002). Choiriah (2013) meneliti tentang pengaruh kecerdasan spiritual terhadap kinerja auditor. Hasil dari penelitian ini adalah kecerdasan spiritual berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja auditor, dari hal tersebut dapat diasumsikan bahwa dengan kinerja auditor yang baik akan meningkatkan kualitas audit. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditarik
hipotesis sebagai berikut: H3: Kecerdasan Spiritual berpengaruh positif terhadap kualitas audit
15