BAB II Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian
2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan Pendekatan teori keagenan erat terkaitannya dengan hubungan atau kontrak diantara para anggota perusahaan, terutama hubungan antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent). Eisenhardt (1989) dikenal membangun asumsi perbedaan kepentingan antara principal dan agen yang menyebabkan timbulnya masalah keagenan. Teori agensi merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principals dan agents. Masalah keagenan akan terjadi jika prinsipal tidak dapat mengetahui apa yang telah dilakukan oleh agen. Pihak principals adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain, yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Jensen dan Smith, 1984). Adanya masalah agensi disebabkan oleh konflik antara pemegang saham dengan kreditur, dimana kreditur menerima jumlah uang tetap dari perusahaan (bunga hutang), sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Situasi seperti ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utangnya, dan pemegang saham lebih kearah pada kemampuan perusahaan untuk memperoleh kembali dana untuk melakukan investasi.
1
Dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan
dalam
mengurangi
meningkatkan insider
ownership
masalah
keagenan.
(kepemilikan
Pertama,
manajemen).
dengan
Perusahaan
meningkatkan bagian kepemilikan manajemen untuk mensetarakan kedudukan antara manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan kemauan pemegang saham. Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi serta bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham dan meningkatkan kinerja perusahaan. Kedua, dengan pendekatan pengawasan eksternal (dari luar) yang dilakukan melalui penggunaan hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik. Selain itu penggunaan hutang
yang terlalu
besar juga akan menimbulkan konflik
keagenan
antara shareholders dengan debtholders sehingga memunculkan biaya keagenan hutang.
2.1.2 Tingkat Hutang Hongren et al. (2006:505) menyatakan bahwa hutang adalah suatu kewajiban untuk memindahkan harta atau memberikan jasa di masa datang. Penggunaan hutang untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan akan semakin besar apabila dalam keadaan berkembang (Murni dan Andriana, 2007). Manajemen yang memilih hutang sebagai alternatif sumber modal dituntut untuk
2
dapat bekerja keras agar penggunaan modal tersebut dapat memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan, sehingga perusahaan dapat berkembang dan mampu membayar hutang tersebut kepada kreditor. Menurut FASB (Financial Accounting Standard Board) hutang atau leverage adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas menyerahkan aset atau memberikan jasa kepada entitas lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu. Tingkat hutang perusahaan yang besar akan menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja perusahaan yang baik di mata auditor dan investor (Fanani, 2010). Gibson (1990) menyatakan bahwa “the use of debt, called leverage, can greatly affect the level and degree of change is the common earning”,
artinya penggunaan hutang, disebut
penggungkit, sangat dapat
memengaruhi tingkat derajat dan tingkat perubahaan pendapatan saham.
2.1.3 Kepemilikan Manajerial Struktur Kepemilikan dipercaya dapat memiliki kemampuan dalam perusahaan yaitu kinerja suatu perusahaan dalam hal mengawasi dan memonitor manajemen dan dewan direksi. Kepemilikan manajerial menjadi menarik jika dikaitkan dengan agency theory. Kepemilikan manajerial merupakan besarnya kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang secara aktif ikut serta dalam pengambilan keputusan perusahaan (Vidyanti dan Handayani, 2006). Dapat dilihat kepemilikan manajerial ini dari presentase kepemilikan saham oleh manager yang disajikan atas laporan keuangan. Secara umum dapat dinyatakan
3
bahwa persentase kepemilikan saham oleh pihak manajemen (kepemilikan manajerial) cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba (Boediono, 2005). Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan
manajemen
terhadap
saham
perusahaan
dipandang
dapat
menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jansen dan Meckling, 1976 dalam Indahningrum, 2009). Sehingga permasalahan keagenen diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik.
2.1.4 Persistensi Laba Persistensi laba yang tinggi sangat diharapkan oleh para investor dikaitkan dengan return saham yang tinggi dan manajemen laba yang rendah. Dengan persistensi laba yang tinggi mengindikasikan return saham yang juga tinggi, dan memiliki hubungan yang negatif dengan manajemen laba. Pengukuran persistensi laba itu sendiri memiliki banyak metode dilihat dari beberapa penelitian sebelumnya (Adilyawan, 2010).
Informasi yang terkandung dalam laba
(earnings) memiliki peran penting dalam menilai kinerja perusahaan. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan kas dan
4
dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Melihat betapa penting peran laba bagi investor maupun pihak lain sebagai pengguna laporan keuangan, tidak mengherankan pihak manajemen perusahaan melakukan manajemen laba demi menarik investor. Laba sebelum pajak tahun depan (PTBIt+1) sebagai proksi laba akuntansi adalah laba perusahaan sebelum pajak kini (current tax expense) dan pos luar biasa (extraordinary item) yaitu total laba yang diperoleh perusahaan pada tahun depan dikurangi dengan beban pajak. Penman dan Zhang (2002) mendefinisikan persistensi laba sebagai revisi laba yang diharapkan di masa mendatang (expected future earnings) yang diimplikasikan oleh inovasi laba tahun berjalan. Besarnya revisi ini menunjukkan tingkat persistensi laba. Menurut Kormendi dan Lipe; Easton dan Zmijweski (1989) dalam Mulyani dkk (2007), persistensi laba berpengaruh positif dengan earnings response coefficient. Artinya semakin permanen perubahan laba dari waktu ke waktu, maka semakin tinggi koefisien laba karena kondisi ini menunjukkan bahwa laba yang diperoleh perusahaan meningkat terus. Perusahaan yang dapat mempertahankan laba akan meningkatkan respon pasar. Respon pasar tersebut menunjukkan bahwa informasi laba yang dilaporkan oleh perusahaan berkualitas. Sebuah hubungan yang dibangun antara siklus ekonomi makro dan persistensi laba berarti mengkondisikan atau dilihat pada keadaan ekonomi (Tomy, 2012).
5
2.2 Tinjauan Penelitian Sebelumnya Adapun penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan penelitian ini disajikan pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Ringkasan Tinjauan Penelitian Sebelumnya No. 1
2
Peneliti (Tahun) Pagalung (2006)
Junawatiningsih (2014)
Judul Penelitian Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Kualitas Informasi Laba: Faktor-Faktor Penentu dan Konsekuensi Ekonominya
Siklus operasi, volatilitas penjualan, ukuran perusahaan, umur perusahaan, kinerja, likuiditas, hutang, kualitas laba serta konsekuensi ekonomi.
Hasil penelitiannya ini menunjukkan bahwa volatilitas penjualan berpengaruh signifikan positif terhadap persistensi laba dan tingkat hutang berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap persistensi laba.
Analisis Pengaruh Mekanisme Internal dan Eksternal Corporate Governance Terhadap Persistensi Laba
Konsentrasi kepemilikan, kepemilikan institusional, komite audit, audit tenure, spesialisasi industri auditor, leverage, dan persistensi laba.
Sampel yang diperoleh sebanyak 98 perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konsentrasi kepemilikan, komite audit, spesialisasi industri auditor, leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap persistensi laba. Sedangkan kepemilikan institusional dan audit tenure tidak berpengaruh terhadap persistensi laba.
6
No. 3
Peneliti (Tahun) Suwandika dan Astika (2013)
Judul Penelitian Variabel Penelitian Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi, Laba Fiskal, Tingkat Hutang pada Persistensi Laba Pada Perusahaan Perbankan Di BEI
7
Large negative book-tax differences dan large positive book-tax differences dan tingkat hutang dan persistensi laba
Hasil Penelitian Jumlah sampel yang diambil sebanyak 23 perusahaan. Hasil analisis ditemukan bahwa semakin besar perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal (large negative book-tax differences) tidak menujukkan persistensi laba rendah sedangkan semakin besar perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal (large positive book-tax differences) maka semakin rendah persistensi laba. Perusahaan dengan LNBTD tidak terbukti memiliki persistensi laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences, sedangkan perusahaan dengan LPBTD terbukti memiliki persistensi laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences. Variabel tingkat hutang tidak berpengaruh positif dan signifikan pada persistensi laba.
No. 4
5
Peneliti (Tahun) Fanani (2010)
Judul Penelitian Variabel Penelitian Analisis Faktorfaktor Penentu Persistensi Laba
Volatilitas arus kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang dan persistensi laba
Jumiati (2014)
Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Book-Tax Differences Terhadap Persistensi Laba
Kepemilikan manajerial, BookTax Differences dan Persistensi Laba
8
Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 141 perusahaan dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volatilitas arus kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba, tetapi siklus operasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persistensi laba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh posiitif pada persistensi laba, dan sedangkan Book Tax Differences. Large positive book tax differences dan large negative book tax differences tidak memilikipengaruh pada persistensi laba, maka perusahaan large positive/negative book tax differences tidak lebih rendah persistensi laba dibandingkan perusahaan Small book tax differences.
No. 6
Peneliti (Tahun) Khafid (2012)
Judul Penelitian Variabel Penelitian Pengaruh Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) dan Struktur Kepemilikan Terhadap Persistensi Laba
omposisi dewan komisaris, kepemilikan saham oleh manajemen/ kepemilikan manajerial, dan komite audit, kepemilikan institusional, dan persistensi laba.
Hasil Penelitian Sampel penelitian ini sebanyak 242 perusahaan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, yang bersumber dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi dewan komisaris, kepemilikan saham oleh manajemen/ kepemilikan manajerial, dan komite audit terbukti secara signifikan berpengaruh terhadap persistensi laba. Sedangkan kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap persistensi laba.
Sumber: Data Diolah, 2015
2.3 Rumusan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh Tingkat Hutang Terhadap Persistensi Laba Investor cenderung akan lebih berhati-hati dan lebih waspada ketika berinvestasi pada perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang tinggi. Investor cendrung akan memiliki pandangan yang lebih baik terhadap perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi bila laba perusahaan tersebut persisten atau sesuai
9
dengan keadaan yang sebenarnya dan berkelanjutan (Kusuma dan Sadjiarto, 2014). Jika kondisi laba tidak dapat menutup bunga dan perusahaan tidak dapat mengalokasikan dana untuk membayar pokoknya, akan menimbulkan resiko kegagalan. Besarnya tingkat hutang yang diinginkan, sangat tergantung pada stabilitas perusahaan (Pagalung, 2006). Hongren et al. (2006:505) menyatakan bahwa hutang adalah suatu kewajiban untuk memindahkan harta atau memberikan jasa di masa datang. Teori persistensi laba berfokus pada kegunaan laporan laba kepada investor. Idenya adalah bahwa persistensi laba yang lebih berguna bagi investor dalam membuat keputusan tentang nilai ekuitas saat ini dan masa depan (Martinez, 2015). Fanani (2010) menyatakan bahwa tingkat hutang perusahaan yang besar akan menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja perusahaan yang baik di mata auditor dan investor. Salah satu faktor penentu persistensi laba dalam penelitiannya adalah tingkat hutang. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan menghasilkan kesimpulan bahwa tingkat hutang berpengaruh positif dan signifikan terhadap persistensi laba. Hutang mengandung konsekuensi perusahaan harus membayar bunga dan pokok pada saat jatuh tempo. Pada saat kondisi laba tidak dapat menutup bunga dan perusahaan tidak dapat mengalokasikan dana untuk membayar pokoknya, akan menimbulkan resiko kegagalan. Penggunaan hutang yang tinggi akan memberi insentif yang lebih kuat bagi perusahaan untuk meningkatkan persistensi laba dengan mengelola laba bertujuan mempertahankan
10
kinerja yang baik di mata investor dan auditor sehingga kreditor tetap memiliki kepercayaan dalam pendanaan (Sulastri,2014). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut: H1= Tingkat hutang berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba.
2.3.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Persistensi Laba Berdasarkan teori diketahui bahwa bila kepemilikan manajerial tinggi, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku opportunistik manajer akan menurun. Semakin tingginya kepemilikan manajerial permasalahan keagenan diasumsikan akan semakin berkurang. Semakin tinggi kepemilikan manajerial perusahaan yang beredar oleh pihak manajemen, maka praktik perataan laba akan semakin turun (Catherine, 2013). Watfield et al (1995) dalam penelitiannya yang menguji kepemilikan manajerial terhadap discretionary accrual dan kandungan informasi laba menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap discretionary accrual. Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat membatasi perilaku oprtunistik manajer dalam bentuk earnings
management,
walaupun
Wedari
(2004)
menyimpulkan
bahwa
kepemilikan manajerial juga memiliki motif lain. Dalam penelitian ini mengacu pada teori yang ada yang menyatakan kepemilikan manajerial dapat berfungsi sebagai mekanisme corporate governanace sehingga dapat mengurangi tindakan
11
manajer dalam memanipulasi laba. Hutchinson (2009) mengungkapkan bahwa mekanisme yang digunakan kreditor dan pemegang saham perusahaan dalam upaya mengatur manajer merupakan Corporate governance (CG). Gabrielsen et al.(2002) berpendapat bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap isi informasi dari laba antara perusahaan Denmark. Penelitian yang dilakukan oleh Khafid (2012) dan Muid (2009) menemukan hal yang sama. Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh komisaris atau direksi dari saham perusahaan yang beredar. Manajemen tidak hanya berperan sebagai agen namun manajemen juga bertindak sebagai pemegang saham. Hal ini akan dapat membuat direktur lebih intens memonitoring manajernya, keuangan guna untuk meningkatkan kualitas perusahaannya dan begitu pula kualitas labanya. Semakin besar kepemilikan manajerial akan semakin besar persistensi laba. Peranan kepemilikan manajerial menjadi berpengaruh pada perusahaan, manajer bukan hanya berperan sebagai manajer melainkan juga sebagai pemegang saham. Hal ini juga menyiratkan bahwa relevansi nilai produktif informasi cukup penting karena laba yang dilaporkan merupakan salah satu kriteria bagi investor dalam kegiatan investasi untuk memberikan gambaran yang lebih baik untuk perusahaan (Malan, dkk, 2013). Kepemilikan manajerial dapat digunakan untuk menentukan kualitas laba mendatang yang tercermin dari persistensi labanya, semakin besar pihak manajemen memiliki saham perusahaan berarti semakin besar pula rasa tanggung jawab manajer untuk mempertanggung jawabkan laporan keuangan (Jumiati, 2014).
12
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut: H2= Kepemilikan manajeral berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba.
13